BAB III KARAKTERISTIK MODEL INVESTASI SEMI KELOLA DALAM PENYEDIAAN JASA AKOMODASI WISATA BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 25 TAHUN 2007
3.1 Karakteristik Model Investasi Semi Kelola Investasi semi kelola atau return on investment (ROI) merupakan bentuk kegiatan investasi yang diminati oleh banyak investor, khususnya warga negara asing. Ketertarikan para pembeli untuk berinvestasi dengan model investasi semi kelola disebabkan oleh tidak banyaknya waktu yang perlu dihabiskan untuk mengurus investasi ini. Investasi semi kelola merupakan kegiatan dengan tujuan adanya pengembalian
biaya
yang
digunakan
untuk
membeli
atau
membiayai
pembangunan properti yang merupakan komponen harga dalam transaksi properti berdasarkan model ROI. Pengembalian harga ini merupakan harga yang dibayarkan oleh pihak pembeli kepada pihak pengembang atau pihak penjual. Pengembalian harga dilakukan dengan menyerahkan kembali properti yang dibeli oleh pembeli kepada penjual. Hal ini bertujuan untuk memberikan kewajiban kepada pengembang untuk mengelolanya. Hasil dari pengelolaan properti kemudian dibagi secara proporsional antara para pihak berdasarkan kesepakatan yang telah diatur dalam perjanjian ROI. Kegiatan investasi semi kelola dalam pengembangan akomodasi wisata dengan model ROI merupakan percampuran dari beberapa jenis kegiatan bisnis, termasuk kedalamnya: (a) jasa pengembang atau jasa properti; (b) investasi; dan 90
91
(c) jasa pariwisata. Model bisnis ini mencakup komponen, antara lain: (1) pihak pengembang atau developer; (2) pihak pembeli atau investor; (3) obyek yang akan dibangun; serta (4) modal atau capital. Sedangkan unsur kedua dalam investasi semi kelola ini, yaitu (1) Pihak pengelola; (2) pihak pemilik; dan (3) akomodasi tersebut. Sebuah perusahaan maupun perseorangan yang menjalankan usaha di bidang pengembangan properti telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1999 tentang Jasa Konstruksi (selanjutnya disebut UU JK). Pasal 1 Angka 1 UU Jasa Konstruksi mengartikan pengertian tentang jasa konstruksi, bahwa “Jasa konstruksi adalah layanan jasa konsultasi perencanaan pekerjaan konstruksi, layanan jasa pelaksanaan pekerjaan konstruksi dan layanan jasa konsultasi pengawasan pekerjaan konstruksi.” Berdasarkan pada pengertian tentang jasa konstruksi tersebut, maka kegiatan jasa konstruksi merupakan kegiatan pemberian layanan jasa konsultasi dan perencanaan pekerjaan konstruksi, melaksanakan pekerjaan konstruksi dan jasa konsultasi terhadap pengawasan pekerjaan konstruksi. Kegiatan jasa konstruksi sebagaimana tersebut diatas menegaskan bahwa seluruh kegiatan jasa konstruksi sebagaimana diatur dalam Pasal 1 Angka 1 UU Jasa Konstruksi merupakan kewajiban bagi pihak penyedia jasa. Pengertian penyedia jasa pun telah diatur dalam Pasal 1 Angka 4 UU JK yang menyatakan bahwa “Penyedia jasa adalah orang perseorangan atau badan, yang kegiatan usahanya menyediakan layanan jasa konstruksi.” Penyedia jasa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 Angka 4 UU JK memberikan layanan jasa di bidang
92
konstruksi kepada pihak yang menggunakan layanan jasa konstruksi. Pengertian pengguna jasa diatur dalam Pasal 1 Angka 3 UU JK, yang menyatakan bahwa “Pengguna jasa adalah orang perseorangan atau badan sebagai pemberi tugas atau pemilik pekerjaan atau proyek yang memerlukan layanan jasa konstruksi.” Apabila dikaitkan antara pengertian penyedia layanan jasa dengan pengguna jasa konstruksi dengan kegiatan investasi semi kelola, maka penyedia jasa dan pengguna layanan jasa dapat berarti satu kesatuan. Seseorang atau sebuah perusahaan yang bergerak di bidang konstruksi merupakan penyedia layanan jasa. Pihak pengembang atau developer dalam kegiatan investasi semi kelola merupakan pihak yang menyediakan jasa sekaligus sebagai pengguna jasa konstruksi. Hanya saja dalam tujuannya untuk membangun akomodasi yang telah disepakati, pihak pengembang memerlukan modal dari pihak investor. Pihak pengembang atau developer dalam kegiatan investasi semi kelola juga dapat disebut sebagai pihak perencana konstruksi sekaligus sebagai pelaksana konstruksi. Pasal 1 Angka 9 UU JK menyatakan bahwa “Perencana konstruksi adalah penyedia jasa orang perorangan atau badan usaha, yang dinyatakan ahli yang profesional di bidang perencanaan jasa konstruksi yang mampu mewujudkan pekerjaan dalam bentuk dokumen perencanaan bangunan fisik lain.” Pihak pengembang dalam kegiatan investasi semi kelola juga bertindak selaku pelaksana konstruksi, dimana dalam Pasal 1 Angka 10 UU JK dinyatakan bahwa “Pelaksana konstruksi adalah penyedia jasa orang perseorangan atau badan usaha yang dinyatakan ahli yang profesional di bidang pelaksanaan jasa
93
konstruksi yang mampu menyelenggarakan kegiatannya untuk mewujudkan suatu hasil perencanaan menjadi bentuk bangunan atau bentuk fisik lain.” Berdasarkan pada pengertian perencana konstruksi dan pelaksana konstruksi menurut UU JK tersebut maka pihak pengembang dalam kegiatan investasi semi kelola juga bertindak sekaligus sebagai pihak perencana dan pelaksana konstruksi. Hal ini berkaitan dengan tugas dan fungsi pengembang atau developer dalam kegiatan investasi semi kelola ini, yaitu : (1) Pihak pengembang wajib membuat perencanaan terhadap properti yang akan dibangun kepada investor; (2) Pihak pengembang wajib memberikan informasi tentang biaya-biaya yang diperlukan untuk membangun properti tersebut; serta (3) Pihak pengembang wajib melaksanakan dan menyelesaikan pembangunan properti sesuai dengan jangka waktu yang telah disepakati bersama pihak investor. Diaturnya pengertian-pengertian tersebut dapat diartikan bahwa pihak pengembang memiliki kedudukan sekaligus sebagai penyedia jasa konstruksi, perencana konstruksi dan pelaksana konstruksi dalam kegiatan investasi semi kelola. Hal ini dimungkinkan terjadi karena dalam UU JK tidak ada aturan yang melarang bahwa sebuah perusahaan yang bergerak di bidang jasa konstruksi tidak dapat sekaligus bertindak sebagai perencana dan pelaksana konstruksi. Unsur kedua dalam investasi semi kelola adalah adanya investor. Ketentuan tentang investor telah diatur dalam UU PM. Terdapat dua macam investor di Indonesia, yaitu (1) investor dalam negeri; dan (2) investor asing. Masing-masing pengertian tentang investor diatur dalam Pasal 1 Angka 5 dan Pasal 1 Angka 6 UU PM dengan istilah penanam modal dalam negeri dan penanam modal asing.
94
Kedudukan masing-masing investor ini adalah sama dalam hukum Indonesia. Hal ini berarti investor asing yang berkeinginan untuk berinvestasi dengan bentuk investasi semi kelola di Indonesia memiliki hak dan kewajiban yang sama dengan investor dalam negeri. Pihak investor asing yang berniat menanamkan modalnya dalam kegiatan investasi semi kelola biasanya bertujuan untuk mendapatkan pengembalian investasi dari modal yang ditanamkan. Pihak investor, khususnya investor asing yang berinvestasi dalam kegiatan bisnis investasi semi kelola, memiliki hak yang sama dengan investor dalam negeri. Hak-hak tersebut antara lain : (1) kepastian hak dan perlindungan hukum; (2) keterbukaan informasi mengenai kegiatan investasi yang sedang dijalankannya; (3) hak pelayanan yang baik; serta (4) berbagai fasilitas kemudahan yang sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Investor asing yang berinvestasi di Indonesia memerlukan kepastian hak dan perlindungan hukum terhadap investasi yang dilakukannya. Kepastian hak dan perlindungan hukum ini bertujuan untuk menghindari investor asing dari halhal yang tidak diinginkan serta merugikan investor. Kepastian hukum juga menghindari investor asing dari kerugian-kerugian yang mungkin terjadi sebagai akibat dari penipuan ataupun pelanggaran-pelanggaran hak yang dilakukan oleh pihak lainnya. Kegiatan investasi semi kelola merupakan bisnis dalam bidang investasi yang tergolong baru dilaksanakan di Indonesia. Banyak investor yang masih belum memahami konsep maupun pelaksanaan investasi semi kelola di Indonesia. Terbukanya informasi mengenai konsep, aturan maupun pelaksanaannya harus
95
diberikan kepada investor dengan jelas dan terbuka. Hal ini perlu diberikan kepada investor untuk memberikan kenyamanan dan meningkatkan kepercayaan investor untuk berinvestasi dengan bentuk investasi semi kelola. Investor asing yang berinvestasi dalam kegiatan investasi semi kelola akan selalu berkomunikasi dengan pihak pengembang. Biasanya investor akan kembali ke negaranya dan memberikan kepercayaan kepada pihak pengembang untuk mendapatkan informasi tentang propertinya. Dengan demikian pihak pengembang wajib menanggapi serta memberikan pelayanan yang baik apabila pihak investor mengajukan protes maupun menanyakan hal-hal yang berkaitan dengan propertinya di kemudian hari. Peraturan perundang-undangan di Indonesia juga menjamin berbagai fasilitas yang memudahkan investor asing selama mereka berinvestasi di Indonesia. Tidak hanya pihak pengembang yang wajib memberikan fasilitas tersebut namun pemerintah juga harus turut memberikan fasilitas-fasilitas penunjang bagi investor selama mereka berinvestasi di Indonesia. Properti sebagai sebuah unsur obyektif berkaitan erat dengan kepemilikan atas properti tersebut. Black’s Law Dictionary mengartikan kepemilikan atau ownership101, yaitu: “Ownership is a collection of rights to use and enjoy property, including right to transmit it to others.” (Terjemahan: Kepemilikan adalah sekumpulan hak untuk menggunakan dan menikmati properti, termasuk hak untuk mengalihkannya kepada pihak lain.) Hal ini berarti sebuah hak atas
101
Campbell Black, Henry, Op.Cit., hal. 997
96
kepemilikan properti dapat dialihkan oleh pemiliknya kepada pihak lain, baik itu dialihkan dengan cara disewakan maupun dijual. Kepemilikan atau hak milik terhadap sebuah properti merupakan penguasaan paling penuh dan sempurna serta diikuti dengan suatu hak untuk menuntut. Konsep kepemilikan sebuah properti dengan model investasi semi kelola, terutama yang dimiliki oleh orang asing sebagai subyek hak dan tanah sebagai obyek hak, merupakan sebuah kepemilikan semu. Pasal 21 Undang-Undang Pokok Agraria menentukan bahwa hanya orang Indonesia yang dapat memiliki hak milik. Dalam hal ini berarti seorang warga negara asing yang berinvestasi di Indonesia tidak dapat menjadi subyek hak milik atas tanah.
3.2 Karakteristik Model Investasi Semi Kelola dalam Penyediaan Jasa Akomodasi Wisata Model investasi semi kelola dalam bidang perdagangan jasa akomodasi pariwisata diselenggarakan dalam kombinasi dengan pasokan jasa akomodasi paruh waktu (timeshare). Pasokan jasa akomodasi paruh waktu atau timeshare adalah “Timeshare is a management over a right to use a unit in a resort or a property for a fixed period of holiday time.102 (Terjemahan: Pasokan jasa akomodasi paruh waktu atau timeshare adalah sebuah bentuk pengelolaan disertai dengan adanya hak untuk menggunakan sebuah unit tertentu di sebuah resort atau properti tertentu dengan jangka waktu yang telah ditetapkan dalam masa liburan.)
102
Ida Bagus Wyasa Putra, 2015, Trust in Timeshare Business in Indonesia : A Legal Perspective, Indonesia Center for Tourism Business Law (ICT), hal. 1
97
Kegiatan investasi semi kelola dalam bidang perdagangan jasa akomodasi wisata memiliki persamaan dengan kegiatan investasi semi kelola di bidang lainnya namun kegiatan investasi semi kelola di bidang jasa akomodasi wisata memiliki karakteristik khusus. Karakteristik khusus tersebut adalah adanya kegiatan pemasokan jasa akomodasi paruh waktu atau timeshare. Konsep pasokan jasa akomodasi wisata paruh waktu atau timeshare pertama kali dilakukan di Amerika Serikat pada tahun 1970. Konsep ini pertama kali dilakukan di Florida, kemudian semakin meluas ke negara-negara bagian lainnya.103 Amerika Serikat menyebarkan konsep timeshare dan membuat konsep ini semakin melebar pada tahun 1973 dimana pada masa itu Amerika Serikat sedang mengalami krisis minyak (oil crisis). Krisis tersebut menyebabkan melemahnya ekonomi dunia serta tingginya pengeluaran belanja dan dirasakan secara langsung oleh Warga Negara Amerika.104 Meningkatnya harga minyak dunia membuat semakin mahalnya biaya perjalanan wisata pada masa itu. Banyak penduduk Amerika yang terpaksa mengubah kebiasaan berlibur mereka. Perubahan kebiasaan berlibur tersebut pada akhirnya berdampak pada pembelian properti-properti untuk berlibur. Hal ini berdampak pada pihak pengembang kondominium-kondominium di Florida yang tidak mampu mencapai target penjualan unit-unit kondominiumnya.105 Pihak pengembang pada akhirnya memutuskan untuk memanfaatkan hak pakai timeshare mereka dan menjual hak pakai atas unit-unit mereka dalam suatu
103
RCI Affiliates, History of Timeshare, (cited 2014 November 13th), available from: URL http://rciaffiliates.com/industryOverview/timeshareHistory.asp?isWinIE=true, 104 Ibid. 105 Ibid.
98
bentuk bisnis investasi yang mampu mengimbangi kondisi perekonomian pada saat itu. Perusahaan perjalanan wisata pertama di Amerika Serikat, Resort Condominiums International (RCI), didirikan pada tahun 1975.106 Hal ini membuktikan bahwa hal terpenting untuk mendapatkan pengalaman dalam pasokan jasa paruh waktu (timeshare) sangat mempengaruhi popularitas timeshare pada masa sekarang. Perusahaan-perusahaan yang membidangi bisnis investasi dengan konsep timeshare tidak memiliki resorts mereka sendiri. Perusahaan ini bertugas untuk memperkirakan bahwa 80 (delapan puluh) persen liburan dengan konsep timeshare ini telah diambil di seluruh dunia.107 Pihak perusahaan mengijinkan pemilik untuk menjual hak pakai timeshare, maupun bentuk poin, yang dimiliki oleh pemilik untuk digunakan di tempat liburan lainnya. Para pemilik timeshare biasanya lebih tertarik dengan unit-unit yang lebih mirip ataupun sepadan dengan unit yang dimilikinya. Sebagai contoh, keluarga yang memiliki akomodasi wisata paruh waktu di pinggir pantai Florida dapat menukar jangka waktu pakai mereka selama seminggu dengan ski resort yang ada di Colorado dengan harga unit yang sepadan. Memasuki tahun 1980-an, Amerika Serikat menciptakan suatu perubahan berkaitan dengan pertumbuhan bisnis timeshare ini.108 Dengan meningkatnya pertumbuhan pendapatan, banyak masyarakat yang mampu menikmati liburan. Hal ini tentunya mampu meningkatkan kembali keuntungan dari aspek bisnis 106
Ibid. Ibid. 108 Holiday Concepts, 2012, Timeshare History, (cited 2014 September 21st), available from : URL : at http://www.holidayconcepts.com.au/home/history.aspx 107
99
timeshare. Berkembang pesatnya kegiatan investasi timeshare ini menghasilkan penjualan unit yang meningkat secara signifikan setiap tahunnya. Pada masa ini, banyak pemilik unit yang menjadi korban penipuan sehingga pemerintah mulai membuat peraturan yang mampu melindungi konsumen investasi ini. Pada tahun 1983, pemerintah Florida mengeluarkan Undang-Undang tentang Timeshare (Florida Timesharing Act). Awal tahun 1990-an terdapat 2.357 (dua ribu tiga ratus lima puluh tujuh) resort dengan konsep timeshare di seluruh dunia dan lebih dari empat juta pemilik timeshare. Perkembangan kegiatan investasi semi kelola dengan konsep timeshare ini semakin berkembang pada decade ini. Banyak perusahaan-perusahaan besar dunia mulai mengembangkan investasi timeshare, seperti Hilton, Sheraton, Ramada, Four Seasons, Hyatt, Westin, Ritz-Carlton, Radisson dan Disney.109 Sebagai industri yang berkembang secara natural, negara-negara di dunia mulai mengikuti Florida dengan membuat peraturan yang mampu melindungi konsumen-konsumen timeshare di negaranya. Pada tahun 1997 Uni Eropa mengesahkan aturan tentang perlindungan bagi para konsumen timeshare yang menyerupai Undang-Undang Timeshare Florida. Investasi dengan konsep timeshare semakin berkembang di tahun 2000-an dan semakin menunjukkan persaingan yang cukup serius seiring bertumbuhnya liburan dengan konsep payas-you-go. Pada tahun 2014 terdapat 5.400 (lima ribu empat ratus) unit resorts dimana 1.600 (seribu enam ratus) resorts berlokasi di Amerika Serikat.110
109 110
Ibid. RCI Affiliates, loc.cit.
100
Berkaitan dengan kegiatan investasi dengan konsep timeshare, para pelaku kegiatan ini harus melanjutkan apa yang telah dilakukan selama ini bahkan lebih baik lagi demi meningkatkan jumlah pelanggan mereka. Perusahaan atau pihak pengembang yang bergerak di bidang timeshare wajib untuk meningkatkan fleksibilitas dan melanjutkan penawaran-penawaran yang mereka lakukan. Hal ini terkait dengan pilihan-pilihan liburan dengan menggunakan penukaran timeshare dan macam-macam tipe unit timeshare yang dimiliki pihak pengembang. Peningkatan kinerja perusahaan pengembang perlu dilakukan demi meningkatkan reputasi yang kuat dimana kegiatan ini bisa diselesaikan dengan melakukan praktek bisnis yang jujur dan peraturan yang jujur serta efektif dalam menangani pembelian timeshare yang mengalami masalah. Hingga saat ini belum ada hukum atau aturan yang mampu menjangkau kegiatan bisnis investasi dengan model timeshare ini. Saat ini kegiatan bisnis timeshare semakin berkembang di Indonesia dengan kecepatan dan menjangkau seluruh dunia. Kegiatan bisnis ini juga dilandasi langsung oleh Hukum Pariwisata dalam kasus pembangunan sebuah resort maupun hotel dan mencakup Hukum Properti yang melandasi kegiatan pembangunan properti-properti umum lainnya (namun tidak mencakup pembangunan hotel). Timeshare merupakan hak bagi pihak pembeli properti untuk menempati maupun menggunakan sebuah unit properti dalam sebuah periode tertentu dalam masa liburan atau masa tertentu. Waktu yang ditentukan berdasarkan pada perjanjian antara pihak pembeli dan pengembang, atau dengan pihak pemegang hak milik.
101
A.D. Winter memberikan pengertian tentang unit, bahwa “Unit is a part of or unit of the accommodation developed by the developer.”111 Sebuah unit dalam bidang akomodasi berarti sebuah bagian atau bagian dari sebuah akomodasi yang dibangun oleh pihak pengembang atau developer. Sebuah unit biasanya tersedia dalam sebuah properti selama seminggu yang bisa digunakan oleh enam orang. Beberapa akomodasi wisata juga memiliki beberapa unit yang dapat menampung kurang dari enam orang ataupun lebih. A.D. Winter menambahkan bahwa tentang timeshare, bahwa “Timeshare is a standard of annual holiday accommodation. It is a great way to secure a good, if not excellent, annual accommodation.”112 (Terjemahan: Timeshare merupakan akomodasi yang digunakan pada masa liburan tahunan dan sebuah cara yang bagus untuk menjamin tersedianya akomodasi setiap tahunnya.) Sebagai sebuah proses, timeshare dilaksanakan dengan menggunakan prosedur, yaitu: 1) Pihak pengembang atau developer membangun sebuah resort, vila ataupun akomodasi wisata lainnya, termasuk akomodasi di dalamnya; 2) Pihak pengembang menjual akomodasi tersebut kepada pihak pembeli; 3) Pihak pengembang membeli hak untuk menggunakan sebuah unit dalam akomodasi wisata tersebut dengan jangka waktu yang telah ditetapkan untuk menempati akomodasi tersebut; 4) Pihak pembeli dimungkinkan untuk menjual atau menyewakan (share) akomodasi tersebut kepada pihak ketiga. Berkaitan dengan penggunaan unit yang dibeli oleh pihak pembeli, mereka memiliki hak untuk menggunakannya dalam jangka waktu tertentu. Jangka waktu tersebut biasanya pada masa liburan. Pemilik juga tidak harus menggunakan 111
Winter, A.D., (cited www.timeshare.freeserve.co.uk 112 Ibid.
2015
Mei
3),
available
from
:
URL
:
102
sendiri properti atau unit yang dimilikinya namun dapat mengalihkan hak untuk menggunakan properti tersebut kepada pihak lain. Berdasarkan pada pengertian dan penjelasan tersebut diatas, maka pasokan jasa akomodasi wisata paruh waktu mencakup beberapa komponen, yaitu: 1) Pihak pengembang (developer) sebagai pihak penyelenggara proyek; 2) Pihak pembeli (buyer) sebagai pihak yang membeli unit akomodasi wisata atau properti; sekaligus sebagai pihak yang membiayai pembangunan unit yang dibelinya (investor); 3) Perjanjian (agreement) sebagai bentuk kesepakatan antara pihak pengembang dengan pihak pembeli terhadap obyek perjanjian (unit akomodasi wisata atau properti lainnya); 4) Pasokan jasa akomodasi paruh waktu (timeshare) yaitu berupa hak bagi pihak pembeli untuk menggunakan atau menyewakan unit atau propertinya kepada pihak ketiga dalam jangka waktu tertentu yang telah disepakati dalam perjanjian ROI. Berkaitan dengan hal-hal tersebut diatas, terdapat beberapa komponen lain yang harus dipahami oleh calon pembeli. Hal ini bertujuan untuk memberikan informasi penting untuk membantu calon pembeli dalam memahami kegiata investasi dengan sistem timeshare. Beberapa komponen tersebut, yaitu: 1) Exchange company (perusahaan penukaran unit akomodasi); Sistem yang digunakan dalam perusahan penukaran unit atau exchange company ini memberikan kesempatan bagi pemilik timeshare unit untuk menjual akomodasi yang dimilikinya untuk menukarnya dengan akomodasi yang sepadan. Banyak agen properti, developer atau resort companies yang bekerja sama dengan perusahaan penukaran unit. Banyak juga diantara perusahaan-perusahaan tersebut yang menawarkan mekanisme penukaran unit secara internal; 2) Fixed week (jangka waktu menempati unit akomodasi); Tipe dari pemilik timeshare dalam penggunaan spesifikasi waktu dalam satu tahun; 3) Floating week (jangka waktu yang bebas ditentukan pemilik); Tipe dari pemilik timeshare dimana mereka menggunakan unit mereka dalam musim-musim tertentu, seperti musim panas, musim dingin. Terkadang mereka menggunakannya sepanjang tahun; serta 4) Fractional ownership (kepemilikan bebas); Unit yang belum terjual dijual dengan jangka waktu lebih dari 1 (satu) minggu dan kurang dari waktu yang dimiliki oleh pemilik.
103
Berdasarkan pada komponen tersebut, The Federal Trade Commission (FTC) menyatakan bahwa “In a timeshare, you either own your vacation unit for the rest of your life, for the number of years spelled out in your purchase contract, or until you sell it.”113 (Terjemahan: Dalam timeshare, anda lebih memilih untuk memiliki sendiri liburan anda selama hidup anda, dengan mengikuti jangka waktu dalam kontrak, atau sampai anda menjualnya.) Mengacu pada pengertian tersebut maka perjanjian yang umumnya digunakan dalam kegiatan investasi semi kelola dengan sistem timeshare adalah menggunakan perjanjian jual-beli properti biasa. Lebih lanjut FTC menyebutkan bahwa “You buy the right to use a specific time every year, and you may rent, sell, exchange or bequeath your timeshare unit.”114 (Terjemahan: Unit yang dibeli dengan menggunakan sistem timeshare menjadi hak bagi pemilik untuk menggunakannya setiap tahun dan pemilik dapat menyewakan, menjual, menukar atau mewariskan unit yang telah dibeli tersebut.) Para pemilik unit yang sah memiliki unit properti tersebut. Terdapat beberapa bentuk kepemilikan sebuah unit dengan timeshare yang ditawarkan oleh pihak pengembang kepada pihak pembeli. Menurut FTC bentuk-bentuk kepemilikan115 tersebut, yaitu: 1) Fixed or floating time; dalam pilihan waktu yang tetap, pihak pembeli membeli unit untuk digunakan selama satu minggu untuk waktu yang telah ditentukan. Dalam konsep floating time, pihak pemilik menggunakan unit yang dibelinya tanpa harus memiliki waktu yang sama setiap tahunnya. Biasanya pihak pemilik akan melakukan reservasi sebelum waktu kedatangan. Apabila di tanggal yang diinginkan telah ada yang memakai unitnya, maka pemilik harus memilih waktu lainnya.
113
Federal Trade Commission, 2012, (cited 2015 January 6th), available from : URL : https://www.consumer.ftc.gov/articles/0073-timeshares-and-vacation-plans 114 Ibid. 115 Ibid.
104
2) Fractional Ownership; Dibandingkan dengan satu minggu menetap setiap tahunnya, pemilik dapat memilih untuk membeli sebuah waktu kepemilikan yang cukup besar, biasanya mencapai 26 (duapuluh enam) minggu setiap tahunnya; 3) Biennial Ownership atau kepemilikan dua-tahunan; Pemilik menggunakan resort setiap tahunnya; 4) Lockoff or Lockout; Pemilik menempati sebagian unitnya dan menawarkan sisa unitnya untuk disewakan. Unit seperti ini biasanya memiliki dua atau lebih kamar tidur; 5) Points-based Vacation Plans; Model kepemilikan ini tidak membeli unitnya melainkan pihak pembeli hanya membeli “hak untuk menggunakan unit”. Biaya yang dikeluarkan akan disesuaikan dengan waktu tinggal, ukuran unit, lokasi properti dan kapan unit tersebut akan digunakan. Calon pembeli yang berniat membeli sebuah unit akomodasi wisata harus memperhatikan beberapa hal sebelum memutuskan untuk membeli. Hal ini bertujuan untuk menghindari penipuan maupun hal-hal yang tidak diinginkan serta merugikan calon pembeli. Adapun hal-hal yang harus diperhatikan sebelum membeli sebuah unit dengan sistem timeshare, antara lain : (1) Menemukan informasi dan kualitas dari properti yang akan dibeli, serta ketersediaan unit yang akan dibeli. Pihak pengembang ataupun real estate agents juga harus memiliki informasi yang lengkap dan track record yang baik; (2) Calon pembeli juga wajib mencari informasi tentang opini pembeli-pembeli lainnya sebelum meyakinkan diri untuk membeli unit yang ditawarkan. Calon pembeli juga wajib mencari informasi tentang manajemennya, perbaikanperbaikan yang ditanggung oleh pihak pengembang, penggantian kelengkapan unit, serta jadwal pemeliharaan unit dari pihak pengembang. Calon pembeli juga diwajibkan untuk meminta salinan perkiraan biaya pemeliharaan unit. Calon pembeli harus turut mengambil bagian dalam pembuatan kontrak dan memastikan keuntungan-keuntungan yang dijanjikan oleh pihak pengembang
105
telah tertulis dalam perjanjian. Calon pembeli harus mendapatkan informasi mengenai bonus dari pembelian unit atau purchase incentive ketika mereka melakukan perjalanan atau tinggal di resort. Ketika bonus maupun potongan harga yang diberikan maka merupakan waktu tepat bagi pembeli untuk membeli unit tersebut. Pembeli memiliki hak untuk mendapatkan semua yang dijanjikan oleh pihak pengembang (property agent) dan sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang ditawarkan kepada umum. Calon pembeli unit harus mempelajari tawaran, presentasi ataupun informasi yang diberikan oleh pihak pengembang terlebih dulu. Apabila calon pembeli kurang memahami informasi yang diberikan, calon pembeli wajib menanyakannya kepada seseorang yang lebih memahaminya. Calon pembeli sebaiknya meminta informasi kepada pihak pengembang tentang nomor kontak yang bisa dihubungi dari pihak pengembang atau agen properti. Informasi kontak tersebut harus didapat sebelum, selama dan sesudah masa penawaran, masa presentasi, pembuatan perjanjian dan setelah pembelian unit. Calon pembeli juga perlu menanyakan tentang kemungkinan adanya pembatalan kontrak. Terkadang pihak pengembang memberikan sebuah “hak untuk batal” kepada calon pembeli. Beberapa negara memberikan hak tersebut kepada calon pembelinya. Hak pembatalan atas pembelian unit juga memiliki jangka waktu yang bervariasi. Pihak calon pembeli juga berhak menanyakan apakah hak untuk membatalkan pembelian unit ini juga termasuk dalam perjanjian yang dibuat.
106
Apabila calon pembeli berniat untuk membatalkan pembelian unit, maka calon pembeli diwajibkan untuk membuat surat resmi yang dibuat dengan resmi. Calon pembeli dapat meminta bukti pengembalian uang dan dokumen-dokumen yang telah diterima oleh pihak pengembang. Berkaitan dengan pembatalan pembelian unit, hal ini harus telah disepakati dalam perjanjian sehingga tidak ada diantara para pihak yang merasa dirugikan. Pemilik yang memiliki unit dengan sistem timeshare dan telah melunasi kewajiban pembayaran tidak terlepas dari kewajiban-kewajiban bulanan mereka. Mereka wajib membayar biaya-biaya bulanan. Pihak pemilik juga wajib untuk membayar biaya-biaya tahunan, seperti pajak bumi dan bangunan. Biaya-biaya lain yang mungkin akan ditanggung oleh pemilik, antara lain (1) pajak perjalanan (travel taxes); dan (2) biaya dan pajak perbaikan tahunan (annual maintenance fees and taxes). Penukaran unit (exchange) dengan sistem timeshare antarpemilik unit biasanya dapat dilakukan. Penukaran unit dilakukan dengan pemilik unit lainnya yang memiliki unit yang sepadan. Di Amerika Serikat, dimana kegiatan timeshare sudah biasa dilakukan, memiliki perusahaan-perusahaan yang dapat membantu kegiatan penukaran unit tersebut. Pihak pengembang atau agen properti memiliki hubungan dengan perusahaan penukaran, dimana perusahaan penukaran ini membantu mendata jasa-jasa bagi para pemilik unit. Pemilik menjadi anggota dari sistem penukaran unit ketika mereka membeli unit mereka. Dalam banyak resorts di Amerika, pihak pengembang memiliki kewajiban untuk membayar biaya
107
anggota pemilik unit baru untuk tahun pertama keanggotaan. Kewajiban pemilik unit adalah membayar biaya keanggotaan untuk tahun-tahun berikutnya. American Resort Development Association (ARDA) menyatakan bahwa beberapa pemilik unit memiliki keinginan untuk melakukan penukaran unit.116 Hal ini dilatarbelakangi oleh keinginan pemilik unit lama yang ingin merasakan unit lainnya dengan lokasi yang berbeda ataupun fasilitas-fasilitas yang disediakan di lokasi unit baru. Pemilik unit dapat memilih untuk menukar unitnya, seperti dari villa diatas bukit menjadi villa pinggir pantai, akomodasi di tengah kota menjadi akomodasi di pedesaan, serta tawaran-tawaran lainnya. Tujuan dari penukaran unit adalah untuk memberikan pengalaman baru bagi para pemilik unit yang ingin merasakan tinggal di lokasi yang berbeda dari unit yang dimilikinya. Unit yang disediakan bagi pemilik unit yang ingin melakukan exchange sangat beragam. Pihak pengembang menyediakan berbagai macam unit, seperti villa, apartemen, kondominium hotel, perkemahan, kamar dengan bentuk studio (cabins), dan sebagainya. Perusahaan penukaran unit memberlakukan beberapa aturan untuk dapat melakukan penukaran unit. Pemilik unit lama menjual jangka waktu tinggal di unitnya untuk menempati unit yang berbeda sesuai dengan keinginan pemilik unit lama. Unit baru yang akan ditempati oleh pemilik unit lama harus sepadan dengan unit lamanya, baik di negaranya maupun unit-unit baru yang disediakan di seluruh dunia. Banyak resorts yang menawarkan kesempatan untuk menukarkan unit mereka kepada resorts lainnya. Untuk menukarnya, pemilik unit lama 116
American Resort Development Association (ARDA), 2012, Understanding Vacation Ownership: Own The Fun. Washington D.C.
108
menukarkan jangka waktu tinggal di unit mereka kepada perusahaan yang memiliki jasa penukaran unit tersebut. Selanjutnya perusahaan akan memberikan beberapa unit alternatif yang tersedia. Apabila telah ada unit yang disetujui, maka pihak perusahaan akan mengenakan biaya-biaya, seperti biaya jasa penukaran serta biaya keanggotaan tahunan. Pemilik unit lama harus mempertimbangkan beberapa hal yang harus diperhatikan sebelum mereka berniat untuk menukar unitnya. Pemilik unit yang ingin menukar unitnya harus fokus pada pengalaman liburannya. Banyaknya resorts di banyak tempat dengan tujuan dan unitnya yang tidak selalu tersedia sepanjang waktu, maka disarankan kepada pemilik unit untuk memikirkan tentang kegiatan dan pengalaman yang ingin didapat selama waktu liburnya. Pemilik unit harus mengingat kondisi serta ukuran unit di tempat tujuan. Unit yang disediakan kemungkinan berukuran lebih kecil dan jarang ukurannya lebih besar dari yang dimilikinya. Untuk itu pemilik unit harus memperhitungkan jumlah orang yang akan ikut bepergian. Apabila unit yang diinginkan ternyata tidak memadai, pemilik unit dapat meminta bantuan perusahaan jasa atau developer untuk membantu menukarnya kembali dengan unit lain yang dirasa sepadan. Kegiatan investasi semi kelola dengan sistem timeshare memiliki banyak kelebihan dalam pelaksanaannya. Kegiatan ini telah biasa dilakukan di luar negeri, khususnya di Amerika. Pembangunan properti-properti di Indonesia juga telah mengikuti model investasi ini. Adanya model bisnis ini di Indonesia menambah banyaknya pilihan bagi penanam modal untuk berinvestasi, namun
109
masih terkendala dengan adanya ketercampuran konsep yang ada dalam bisnis ini. Ketercampuran konsep dalam investasi semi kelola, yaitu tercampurnya konsep jual-beli properti (purchase), konsep investasi dan konsep timeshare. Konsep jual-beli properti termasuk dalam komponen konsep yang menjadi dasar kegiatan investasi semi kelola di bidang jasa akomodasi wisata. Hal ini merupakan konsep yang digunakan di Indonesia untuk membeli unit-unit tersebut. Konsep properti dalam kegiatan investasi semi kelola dalam bidang jasa akomodasi wisata dilakukan oleh pihak pengembang untuk membangun unit-unit tersebut. Jual-beli properti merupakan pengalihan penguasaan properti dari seseorang kepada orang lain secara sukarela. Kegiatan jual-beli juga harus disertai dengan kesepakatan. Secara khusus, dalam kaitannya dengan tanah, dan secara umum berkaitan dengan pengambilalihan suatu unit atau properti dengan berbagai cara kecuali pewarisan. Suatu hak atas properti atau pengambilalihan properti akan terjadi melalui kegiatan jual-beli, pemberian potongan harga, negosiasi, jaminan kredit bank, jaminan urang, hak gadai, wasiat, pemberian cuma-cuma maupun transaksi lain yang menimbulkan hak atas properti tersebut secara sukarela. Berdasarkan pada hal tersebut diatas, maka transaksi-transaksi jual-beli properti dalam kegiatan investasi semi kelola di bidang jasa akomodasi wisata tidak dapat dikategorikan sebagai jual beli dalam pengertian dagang atau jual-beli properti pada umumnya. Hal ini disebabkan oleh penjualan dan pembelian properti yang dijual kepada wisatawan ini tidak mengakibatkan peralihan hak penuh sebagaimana dalam jual-
110
beli properti biasa. Dalam kegiatan investasi semi kelola atau ROI, properti yang telah dibayar oleh pembeli tidak diserahkan atau beralih dari pengembang ke pembeli, melainkan diserahkan kembali oleh pembeli kepada pengembang untuk dikelola sebagai jasa akomodasi wisata. Karakter pengelolaan kembali suatu obyek transaksi oleh penjual membuat transaksi jual-beli properti dalam pola ROI menjauh dari karakter jual beli properti pada umumnya. Kegiatan ini lebih mendekatkannya kepada karakter investasi. Uang yang telah dibayarkan oleh pembeli kepada penjual terhadap properti yang dibelinya berubah status dari status pembayaran properti menjadi modal yang diinvestasikan untuk jangka waktu tertentu. Umumnya jangka waktu tersebut adalah 30 (tiga puluh) tahun. Harga atau jumlah uang yang dibayarkan untuk pembelian properti ini memiliki penghitungan tersendiri. Terdapat tiga komponen harga yang digunakan untuk menghitung harga atau jumlah uang yang harus dibayarkan, yaitu (1) jangka waktu penguasaan properti termasuk hak-hak nonfinansial yang terkandung di dalamnya; (2) keuntungan-keuntungan yang diperoleh dari pengelolaan yang diterima oleh pembeli sebagai bentuk pengembalian (return) atas harga (modal) yang dibayar kepada developer; dan (3) keuntungan (profit) yang diperoleh dari pengembalian atas harga yang dibayar serta dihitung sebagai bentuk keuntungan atas harga (modal) yang dibayarkan. Konsep investasi merupakan bentuk pengeluaran atau belanja yang ditujukan untuk memperoleh properti atau aset lainnya untuk menciptakan suatu penghasilan atau suatu pengembalian investasi yang ditambah dengan
111
keuntungan. Henry Campbell dalam Black’s Law Dictionary menyatakan bahwa investasi sebagai berikut “An investment is an expenditure to acquire property or other assets in order to produce revenue.”117 (Terjemahan: Sebuah investasi merupan sebuah pengeluaran untuk mendapatkan properti atau aset lainnya dengan tujuan untuk meningkatkan pendapatan.) Investasi juga dapat disebut sarana sebagai penempatan suatu modal atau pengeluaran menurut cara tertentu yang ditujukan untuk mengamankan sebuah pendapatan maupun keuntungan dengan cara memberi kesempatan orang lain untuk bekerja. Hal ini dipertegas dalam pengertian lain dari investment, yaitu “The placing of capital or laying out of money in a way intended to secure income or profit from its employment”.118 (Terjemahan: Tempat modal atau meletakkan uang dengan tujuan untuk mengamankan pendapatan atau keuntungan pekerjanya.) Konstruksi atau konsep bisnis ROI menyerupai kegiatan penanaman modal atau investasi. Kegiatan ROI juga sepenuhnya dapat dikualifikasi sebagai suatu bentuk kegiatan investasi. Hal ini dapat dilihat dari penempatan sejumlah uang sebagai modal yang dilakukan oleh pihak pembeli kepada pihak pengembang (developer). Pihak pembeli selanjutnya menyerahkan kembali pengelolaan properti yang dibelinya sebagai obyek pengelolaan oleh pengembang. Hal ini bertujuan untuk mendapatkan pengembalian uang yang dibayarkan oleh pembeli. Dalam ROI, pengembalian (return) yang dilakukan oleh pengembang mencakup uang 117 118
Henry Campbell, Op.cit., hal. 741 Henry Campbell, Loc.cit.
112
pokok yang dibayarkan ditambah dengan keuntungan yang dihasilkan dari pengelolaan tersebut. Dengan konstruksi sebagaimana tersebut diatas maka ROI adalah investasi. Kegiatan investasi semi kelola dalam bidang jasa akomodasi wisata juga tidak mudah disebut sebagai bentuk investasi. Tidak mudahnya disebut investasi karena disebabkan adanya penyerahan kembali hak pengelolaan properti tersebut. Dalam praktek, pihak pembeli menyerahkan kembali properti tersebut kepada pihak developer. Kegiatan pengelolaan properti ini juga bersifat tidak penuh. Pihak pembeli atau pemilik memiliki hak untuk menggunakan propertinya dalam jangka waktu tertentu maupun pada masa-masa tertentu, seperti masa liburan. Penggunaan properti ini disebut dengan konsep timeshare. Kegiatan penggunaan properti ini tidak harus digunakan oleh pemilik. Pemilik, dalam masa waktu yang diperjanjikan, dapat mengalihkan hak penggunaan pada masa waktu itu kepada pihak lain. Konsep seperti itu disebut dengan konsep pengelolaan paruh waktu atau timeshare. Timeshare berarti suatu hak untuk menggunakan sebuah unit maupun properti dalam kurun waktu tertentu dimana pihak pemegang hak dapat mengalihkan haknya kepada pihak lain. Hak-hak itu dapat berupa hak meminjamkan dan/atau menjual atau menyewakan. Timeshare merupakan suatu standar akomodasi untuk berlibur yang memungkinkan pihak yang membeli hak tersebut mendapatkan kepastian hak mereka. Kepastian hak tersebut adalah hak untuk memakai sebuah unit akomodasi
113
dengan harga yang murah, atau sekurang-kurangnya, lebih murah dari harga pasar. Berdasarkan konsep tersebut, maka pola penggunaan suatu unit akomodasi dalam ROI juga mengakomodasi konsep timeshare. Konsep dasar timeshare atau pelaksanaan timeshare ini adalah dengan menawarkan sebuah properti kepada pembeli dan dikelola oleh perusahaan pengelola atau pihak pengembang yang menawarkan properti dengan sistem timeshare. Kebanyakan masyarakat modern memilih untuk menghabiskan waktu liburan mereka yang sangat berharga dengan menggunakan timeshare. David A Bowem menyatakan bahwa “Many modern Americans choose to spend their valuable vacation time utilizing a timeshare.”119 (Terjemahan: Banyak Warga Negara Amerika yang modern memilih untuk menghabiskan liburan mereka yang berharga menggunakan akomodasi jasa paruh waktu). Sebagian besar masyarakat tentunya mengharapkan waktu liburan sebagai kebebasan waktu dari pekerjaan yang bertujuan untuk berkumpul bersama keluarga maupun melepas lelah. Liburan merupakan komoditas berharga bagi seluruh masyarakat yang ada di dunia. Setiap orang pun memerlukan liburan. Para pekerja di banyak negara membutuhkan liburan dan jumlah orang yang melakukan perjalanan pun semakin meningkat setiap tahunnya. Konsep timeshare bertumbuh seiring dengan popularitasnya sebagai sebuah alternatif untuk menikmati liburan dengan konsep traditional maupun modern. David A. Bowem menambahkan bahwa “Timeshare continue to grow in
119
A. Bowem, David, 2007, Timeshare Ownership: Regulation and Common Sense, Loyola University, Chicago, hal. 1
114
popularity as an alternative to the traditional vacation.”120 (Terjemahan: Akomodasi jasa paruh waktu semakin berkembang sebagai sebuah alternatif menikmati liburan yang bersifat tradisional.) Banyak penduduk di perkotaan yang ingin merasakan suasana berlibur dengan konsep tradisional dan demikian juga sebaliknya, dimana penduduk pedesaan yang ingin menikmati liburan di perkotaan. Meskipun
pembelian
sebuah
timeshare
dapat
dikatakan
relatif
memudahkan konsumen namun konsumen seringkali tidak mengetahui tentang timeshare yang dibelinya. Hak timeshare atau a timeshare interest adalah David A. Bowem menyatakan bahwa “A timeshare interest is an interest purchased in a timeshare plan that grants the purchaser occupancy and right of use to accommodations, facilities, or recreations sites”.121 (Terjemahan: Sebuah hak timeshare yang dibeli pada sebuah rencana timeshare yang menanggung kepemilikan pembeli dan kewajiban menggunakan akomodasi, fasilitas-fasilitas maupun kawasan rekreasi.)
Hak untuk menggunakan akomodasi jasa wisata
paruh waktu juga diikuti oleh hak-hak yang ada di unit timeshare itu berada selama waktu yang telah ditentukan. Timeshare dapat dikatakan sebagai sebuah kegiatan investasi. Dikatakan sebagai kegiatan investasi yang diawali dengan penawaran unit-unit atau properti yang akan dibangun oleh pihak pengembang kepada pihak pembeli. Pihak pembeli yang telah menyetujui untuk mengambil unit tersebut menyerahkan sejumlah uang kepada pihak pengembang untuk membangun unit tersebut 120 121
Ibid., hal. 261 Ibid.
115
(dengan kata lain pihak pembeli bertindak sebagai investor yang melakukan kegiatan penanaman modal atau investasi).
3.3 Karakteristik Penyelenggaraan Model Investasi Semi Kelola dalam Bidang Perdagangan Jasa Akomodasi Wisata Para investor yang menanamkan modalnya dalam bisnis perdagangan jasa akomodasi wisata yang menggunakan model investasi semi kelola ini cenderung mengabaikan beberapa hal yang seharusnya mereka perhatikan. Biasanya perhatian para investor akan terpusat hanya pada hak-hak atas investasi yang mereka lakukan. Hak-hak atas investasi tersebut ada 3 (tiga) yaitu : (1) jaminan atas hak menguasai properti selama jangka waktu investasi; (2) jaminan atas pengembalian investasi mereka; dan (3) jaminan hak atas pemakaian properti dimaksud selama masa waktu investasi sesuai dengan kesepakatan yang diatur dalam perjanjian ROI. Isu tentang hak milik atas tanah di Indonesia berhubungan dengan kekuatan hak dan sifat kewarisan atas tanah tersebut. Sifat kewarisan cenderung bersifat turun temurun. Kegiatan investasi semi kelola lebih terfokus pada hak milik dalam pengertian hak bisnis atau hak investasi. Hak milik dalam pengertian ini berarti hak penguasaan atas tanah dan bersifat wajar, berdasarkan perjanjian investasi untuk jangka waktu tertentu. Hak milik dalam kegiatan investasi ini tidak termasuk pada pengertian hak milik atas tanah sebagaimana dimaksud dalam UUPA. Hak ini menyerupai hak-hak atas tanah lainnya seperti hak guna bangunan, hak sewa, dan hak pakai. Berdasarkan komponen dari sistem tersebut,
116
kedudukan masing-masing komponen dan hubungannya satu sama lain dapat digambarkan sebagai berikut:
PENGEMBANG/ PENYELENGGARA PROYEK 1
4
3
PEMBELI/INVESTOR 2
ROI AGREEMENT
4
PERENCANAAN PROYEK+ROI 5
8
PEMBIAYAAN/ INVESTASI
PENYELENGGARAAN PROYEK
6
7
BANGUNAN AKOMODASI
7
Skema 3 : Struktur Skema ROI Sumber : Bahan Hukum Primer Diolah KETERANGAN BAGAN: (1) Pengembang merancang desain properti dan membuat perencanaan proyek; (2) Pengembang menawarkan (offer) kepada calon pembeli/investor desain properti yang akan dikembangkan dan menawarkan kepada calon pembeli/investor untuk membiayai pengembangan (proyek) properti. Biaya tersebut diperhitungkan sebagai investasi yang akan dikembalikan
8
117
melalui pengelolaan properti yang akan dibangun. Pengelolaan tersebut dilakukan oleh penyelenggara proyek; (3) Investor memberikan jawaban (penerimaan, acceptance) terhadap penawaran yang diberikan oleh pengembang; (4) Penawaran dan penerimaan antara pengembang dengan calon investor diwujudkan dalam bentuk perjanjian (ROI Agreement); (5) Investor membiayai proyek berdasarkan dan sesuai dengan ROI Agreement; (6) Penyelenggara
proyek
melakukan
penyelenggaraan
proyek
atau
membangun akomodasi sesuai denganh ROI Agreement; (7) Proyek selesai, penyelenggara proyek menyerahkan properti kepada pembeli segera setelah penyelenggaraan proyek selesai; (8) Investor menyerahkan kembali properti kepada penyelenggara proyek untuk dikelola sebagai akomodasi wisata. Setelah
penyerahan
kembali,
penyelenggara
proyek
menyelenggarakan
pengelolaan akomodasi wisata berdasarkan ROI Agreement. Hasil pengelolaan akomodasi diserahkan kepada investor sebagai bentuk pengembalian investasi. Kegiatan investasi semi kelola sebagaimana digambarkan pada bagan di atas merupakan bagan kegiatan investasi semi kelola yang umum digunakan dalam kegiatan serupa. Pihak pengembang (developer) membuat sebuah
118
perencanaan proyek (1). Perencanaan proyek ini ditawarkan kepada pihak pembeli yang kemudian bertindak sebagai pihak yang membiayai proyek pengembangan properti yang ditawarkan (2,5). Dalam perencanaan proyek ini pihak penyelenggara menyertakan perencanaan lokasi untuk membangun akomodasi, desain dan ukuran bangunan atau properti yang akan dibangun, besaran biaya yang dibutuhkan untuk membangun properti, dan penghitungan pengembalian investasi (return on investment) kepada calon pembeli. Setelah calon investor menyetujui penawaran pengembang, maka selanjutnya investor memberikan jawaban maupun melakukan penerimaan terhadap penawaran tersebut (2). Pihak pertama selaku pengembang menawarkan kepada pihak pembeli untuk membiayai akomodasi yang akan dibangun. Pihak pembeli selanjutnya menerima penawaran yang dilakukan oleh pihak pengembang (3). Proses ini memberikan kesempatan kepada para pihak untuk menentukan hal-hal yang akan diatur dalam perjanjian. Pihak pengembang dan pihak pembeli yang bertindak selaku investor kemudian sepakat membuat perjanjian antara para pihak yang disebut dengan Return on Investment Agreement (ROI Agreement) (4). Perjanjian ini memuat klausula-klausula perjanjian yang telah dibahas dan disepakati sebelumnya. Biasanya klausula-klausula yang dituangkan dalam perjanjian telah dibahas dan disepakati pada saat pihak penyelenggara dan pihak investor melakukan penawaran dan penerimaan. Perjanjian yang umum digunakan oleh para pihak adalah perjanjian jual-beli biasa. Penggunaan perjanjian jual-beli biasa inilah yang kemudian sering memunculkan permasalahan baru di kemudian hari karena tidak ada aturan yang
119
mengatur secara eksplisit tentang investasi semi kelola khususnya di bidang jasa akomodasi wisata. Penyelenggara proyek dan investor yang telah menandatangani perjanjian selanjutnya menjalankan isi perjanjian. Pihak investor membayarkan sejumlah uang yang telah disepakati kepada pihak penyelenggara proyek (5). Uang yang telah dibayarkan kepada pihak penyelenggara proyek selanjutnya digunakan untuk membiayai pembangunan unit akomodasi tersebut (6). Pengembang harus menyelesaikan pembangunan properti sesuai dengan jangka waktu yang ditentukan di dalam perjanjian (7). Penyelesaian pembangunan unit harus sesuai dengan waktu yang telah disepakati agar tidak merugikan para pihak. Setelah pembangunan selesai, pihak pengembang menyerahkan properti yang sudah terbangun kepada pembeli (7). Pada saat bersamaan pembeli menyerahkan kembali properti itu kepada pengembang untuk dikelola (8). Pengelolaan akomodasi yang dilakukan oleh pengembang tentunya memiliki tujuan untuk mendapatkan keuntungan. Kewajiban dari pihak pengembang adalah mengembalikan dana investasi sejumlah yang diberikan oleh pihak pembeli disertai keuntungan dari hasil pengelolaan investasi. Salah satu pengembang yang menyelenggarakan kegiatan investasi semi kelola di bidang jasa akomodasi wisata adalah PT Cakra Buana di Jimbaran, Ubud, dan Nusa Dua, dan PT Wahana Surya di Ubud, Gianyar, yang selanjutnya disebut dengan pihak pengembang. Pihak pengembang membangun akomodasi
120
yang berlokasi di Jimbaran. Properti tersebut diberi nama Buana Private Estate at Jimbaran. Buana Private Estate at Jimbaran merupakan akomodasi yang dibangun berbentuk vila. Pengembang melakukan penawaran kepada calon pembeli melalui media online. Calon pembeli merupakan warga negara asing yang sebagian besar berwarga negara Amerika dan Australia. Pengembang menawarkan kepada calon pembeli untuk membeli unit-unit yang akan dibangunnya. Calon pembeli yang setuju untuk membeli unit villa kemudian membuat kesepakatan-kesepakatan dengan pihak pengembang dan menandatangani perjanjian yang dinamakan “SUBLEASE AGREEMENT”. Setelah melakukan penandatanganan perjanjian, pihak pengembang kemudian mulai membangun unit-unit vila tersebut. Dilihat dari perjanjian tersebut serta konstruksi perjanjiannya, ternyata menimbulkan banyak persoalan. Persoalan-persoalan tersebut berkaitan dengan klarifikasi posisi, hak dan kewajiban, serta tanggung jawab para pihak. Terjadinya permasalahan-permasalahan tersebut diatas menimbulkan pembatalan transaksi vila Buana antara para pihak. Hal yang menjadi masalah utama dalam perjanjian tersebut, yaitu (1) perjanjian yang menggabungkan dua obyek yang berbeda; dan (2) pola bahasa perjanjian. Masalah lainnya dilihat dari pihak pembeli, yaitu konstruksi perjanjian yang terlalu rumit; keputusan pembelian yang emosional; itikad buruk dari pembeli atau pengembang;
121
permasalahan perdata yang menjadi kasus pidana dan memperburuk masalah adalah pemutusan kontrak. Permasalahan
pertama
yang
ditemukan
dalam
“SUBLEASE
AGREEMENT” menunjukkan adanya penggabungan dua obyek yang berbeda yaitu jual beli unit dan pengelolaan unit. Perjanjian tersebut menggabungkan antara konsep jual beli dengan konsep investasi yang merupakan dua hal yang berbeda sehingga menimbulkan ketidakpahaman pembeli dengan perjanjian tersebut. Permasalahan kedua adalah bahasa perjanjian yang digunakan oleh notaris. Bahasa perjanjiannya adalah bahasa akta notaris yang diterjemahkan dalam Bahasa Inggris. Bahasa perjanjian ini membentuk pola bahasa yang tidak sesuai dengan pola bahasa (grammar) Bahasa Inggris. Transaksi properti yang dilakukan di Indonesia harus dilakukan dengan akta notaris sebagaimana dipersyaratkan dengan peraturan perundang-undangan. Ketentuan ini menimbulkan masalah dalam transaksi properti, khususnya dengan orang asing. Masalah yang timbul adalah pola perjanjian dan pola bahasa perjanjian. Terdapat pola penggabungan dua obyek perjanjian yang memiliki karakter yang berbeda dalam satu perjanjian sekaligus dalam kasus Buana. Hal ini termasuk ganjil dalam perancangan suatu perjanjian dan akhirnya akan menimbulkan masalah serta kerumitan dalam teknis perancangan perjanjian tersebut. Penggabungan dua obyek perjanjian yang berbeda juga menimbulkan kesulitan dalam pengonstruksian isi perjanjian serta perumusan norma perjanjian. Kesulitan dalam perumusan norma perjanjian tersebut dapat mengakibatkan kekaburan konstruksi dan rumusan norma perjanjian.
122
Permasalahan berikutnya adalah penerjemahan langsung bahasa akta notaris kedalam Bahasa Inggris. Terjemahan bahasa akta notaris kedalam Bahasa Inggris ini, dalam kasus Buana, menimbulkan keganjilan-keganjilan konstruksi bahasa. Keganjilan konstruksi bahasa ini menimbulkan kesulitan bagi pihak penutur asli Bahasa Inggris untuk memahami terjemahan akta notaris tersebut. Pada akhirnya dalam kasus Buana, pengonstruksian dan pola Bahasa Inggris hasil terjemahan rancangan akta tersebut telah menimbulkan banyak perdebatan sehingga menyerap banyak biaya dan waktu. Terdapat beberapa kerumitan-kerumitan dalam melaksanakan perjanjian seperti dalam kasus Buana. Kerumitan tersebut muncul ketika pihak pembeli mengambil sikap dan memutuskan untuk membeli atau tidak membeli unit yang tidak didasarkan pemahaman yang memadai terhadap ROI. Masalah lainnya adalah pengambilan keputusan yang bersifat emosional dan hanya menuruti kesukaan terhadap lokasi atau karena harga yang murah. Kerumitan lain yang dapat menjadi faktor kerumitan dalam melaksanakan perjanjian ini adalah pola bisnis ROI yang dirasa menarik. Apabila dilihat dari kasus Buana, para pembeli mengambil keputusan berdasarkan ketertarikan terhadap lokasi serta desain yang ditawarkan oleh pihak pengembang. Pola bisnis yang ditawarkan pihak pengembang yang dirasa menguntungkan oleh pembeli namun secara mendadak pihak pembeli ternyata berubah pikiran. Tidak dijelaskan secara jelas mengenai alasan-alasan pihak pembeli yang berubah pikiran tersebut.
123
Berubahnya pikiran pihak pembeli tersebut diduga adanya keinginan pembeli
untuk
membatalkan
transaksi
tersebut
yang
disebabkan
oleh
ketidakleluasaan pembeli untuk menggunakan unit yang sudah mereka beli. Argumentasi-argumentasi yang dilakukan dalam kaitan dengan rencana pembatalan transaksi tersebut membuat pihak pembeli atau kuasa hukum dari pihak pembeli seringkali menuntut kepada pihak pengembang. Mereka menuntut agar diberikan keleluasaan lebih untuk menggunakan unit yang mereka beli. Tuntutan tersebut tentunya tidak sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang ada dalam perjanjian yang telah disepakati para pihak. Ketentuan dalam perjanjian yang mereka tandatangani menentukan bahwa pihak pembeli hanya mendapat hak untuk menggunakan unit mereka secara terbatas. Ketentuan penggunaan unit tersebut, yaitu (1) pemakaian unit yang tidak lebih dari satu bulan dari masa liburan mereka; (2) tidak boleh memberikan hak menggunakan kepada orang lain, kecuali kerabat; (3) tidak boleh membuat keributan selama masa penggunaan unit; (4) tidak boleh membawa anak-anak karena konsep villa yang merupakan konsep vila untuk orang dewasa; dan (5) tidak boleh membawa anjing. Konsep yang terakhir, dimana pembeli tidak boleh membawa anjing, menjadi perdebatan antara para pihak. Pihak pembeli kemudian menggesernya menjadi isu hak asasi manusia (HAM) sekalipun mereka telah menandatangani perjanjian ROI. Pembeli yang baru menyadari bahwa keinginan-keinginannya tersebut telah bertentangan dengan isi perjanjian yang telah ditandatangani membuat pihak pengembang tidak dapat memberi toleransi kepada pihak pembeli. Hal ini
124
disebabkan oleh kesepakatan yang telah mereka tandatangani yang berisi hak dan kewajiban dari masing-masing pihak. Pihak pembeli kemudian mulai membuat itikad buruk pada pihak pengembang. Pembeli mulai menunjukkan kekesalannya dengan perilaku-perilaku yang bertentangan dengan isi perjanjian. Pembeli melakukan beberapa perbuatan yang bertentangan, yaitu (1) mencari kesalahan-kesalahan pengembang berkaitan dengan desain dan bahan bangunan yang digunakan; (2) sengaja membawa anak kecil; (3) sengaja membawa anjing; dan (4) sengaja memberikan kepada teman (bukan kerabatnya) untuk tinggal di villa dan menimbulkan kegaduhan. Pihak pembeli yang merasa tidak puas tersebut akhirnya menginginkan untuk mengakhiri perjanjian. Kompensasi yang diinginkan dari pihak pembeli tersebut adalah pengembalian uang yang telah dibayarkan secara utuh. Wujud itikad yang paling buruk dari pembeli adalah menggeser isu perjanjian yang jelas berada pada ranah Hukum Perdata menjadi ranah Hukum Pidana dengan tuduhan penipuan. Untuk melindungi citra bisnisnya, PT. Cakra Buana memilih menyetujui keinginan pembeli dengan mengakhiri perjanjian dan mengembalikan seluruh uang yang telah dibayarkan pembeli. Apabila dilihat dari sisi hukum perjanjian, pihak pembeli jelas masuk kedalam kualifikasi wanprestasi dan seharusnya perjanjian dapat diakhiri dengan hak bagi pengembang untuk tidak mengembalikan uang yang telah dibayarkan pembeli.
125
3.4 Karakteristik Penyelenggaraan Model Investasi Semi Kelola dalam Bidang Perdagangan Jasa Akomodasi Wisata Sesuai Dengan Ketentuan Undang-Undang Penanaman Modal Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal (selanjutnya disebut dengan UU PM) merupakan peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang penanaman modal atau investasi di Indonesia, baik yang dilakukan oleh penanam modal dalam negeri maupun penanam modal asing. Penanaman
modal
bertujuan
untuk
menjalankan
suatu
usaha
dengan
mengharapkan pengembalian atas modal yang ditanamkan berupa keuntungan. Penanaman modal atau investasi di Indonesia merupakan sebuah upaya yang digunakan untuk menciptakan suatu iklim usaha nasional. Selama ini penanaman modal telah mendorong iklim usaha ini menjadi semakin kondusif serta bertujuan untuk meningkatkan daya saing perekonomian nasional. Apabila upaya penanaman modal ini telah dirasa kondusif, selanjutnya penanaman modal diupayakan agar bisa mengalami peningkatan penanaman modal dengan lebih cepat. Undang-Undang Penanaman Modal (UU PM) telah mengatur tentang ketentuan-ketentuan umum tentang kegiatan investasi asing di Indonesia. Pasal 1 Angka 6 UU PM menyatakan bahwa “Penanam modal asing adalah perseorangan warga negara asing, badan usaha asing, dan/atau pemerintah asing yang melakukan penanaman modal di wilayah negara Republik Indonesia.” Pasal 1 Angka 6 UU PM menyatakan bahwa subyek penanam modal asing dapat sebagai perseorangan warga negara asing, badan usaha asing, dan/atau pemerintah asing.
126
Kegiatan penanaman modal tentunya membutuhkan modal yang besar. Penanam modal asing juga memerlukan modal yang mereka gunakan untuk berinvestasi di Indonesia. Pasal 1 Angka 8 UU PM menyatakan bahwa “Modal asing adalah modal yang dimiliki oleh negara asing, perseorangan warga negara asing, badan usaha asing, badan hukum asing, dan/atau badan hukum Indonesia yang sebagian atau seluruh modalnya dimiliki oleh pihak asing.” Pengertian tentang modal asing ternyata juga memberikan hak kepada badan hukum Indonesia untuk berinvestasi yang sebagian besar atau seluruh modalnya dimiliki oleh pihak asing. Penanaman modal asing di Indonesia bertujuan untuk memberikan suatu kesempatan kepada penanam modal asing. Kesempatan yang diberikan kepada mereka adalah kesempatan untuk menanamkan modalnya di Indonesia dimana modalnya berasal dari modal asing sepenuhnya maupun modal yang berpatungan dengan penanam modal dalam negeri. Pasal 3 Ayat (2) UU PM menyatakan bahwa tujuan penyelenggaraan penanaman modal antara lain : a. b. c. d. e. f. g.
Meningkatkan pertumbuhan ekonomi nasional; Menciptakan lapangan kerja; Meningkatkan pembangunan ekonomi berkelanjutan; Meningkatkan kemampuan daya saing dunia usaha nasional; Meningkatkan kapasitas dan kemampuan teknologi nasional; Mendorong pengembangan ekonomi kerakyatan; Mengolah ekonomi potensial menjadi kekuatan ekonomi riil dengan menggunakan dana yang berasal, baik dari dalam negeri maupun dari luarn negeri; dan h. Meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Berdasarkan pada tujuan penanaman modal dalam UU PM tersebut, maka kegiatan penanaman modal diharapkan mampu meningkatkan usaha produksi barang dan jasa, bisnis lain di bidang perekonomian serta bisnis-bisnis di bidang
127
lainnya, khususnya di bidang jasa akomodasi wisata. Penanaman modal juga diharapkan mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakat dengan menciptakan lapangan pekerjaan serta memperluas kesempatan bagi masyarakat untuk menciptakan sendiri lapangan usahanya. Penanam modal yang ingin berinvestasi di Indonesia dapat melakukan kegiatan investasi dalam bidang usaha apapun. Mereka berhak untuk menentukan sendiri akan melakukan usaha di bidang apapun selama tidak bertentangan dengan kegiatan-kegiatan maupun jenis usaha yang ternasuk kategori jenis usaha yang tertutup. Pasal 12 Ayat (1) UU PM menyatakan bahwa “Semua bidang usaha atau jenis usaha terbuka bagi kegiatan penanaman modal, kecuali bidang usaha atau jenis usaha yang dinyatakan tertutup dan terbuka dengan persyaratan.” Jenis usaha yang tertutup bagi penanam modal asing tentunya hal-hal yang berkaitan dengan usaha senjata, alat peledak maupun peralatan untuk perang. Pasal 12 Ayat (2) UU PM menyatakan bahwa “Bidang usaha yang tertutup bagi penanam modal asing adalah: a. Produksi senjata, mesiu, alat peledak, dan peralatan perang; dan b. Bidang usaha yang secara eksplisit dinyatakan tertutup berdasarkan undang-undang. Jenis-jenis usaha yang tertutup menurut UU PM selanjutnya diatur dalam Peraturan Presiden. Jenis-jenis usaha yang tertutup bagi penanam modal asing dan penanam modal dalam negeri ini berdasar pada kriteria-kriteria tertentu, seperti kesehatan, moral, kebudayaan, lingkungan hidup, pertahanan negara maupun keamanan nasional dan kepentingan-kepentingan lainnya.
128
Jenis-jenis usaha yang tertutup bagi penanam modal asing dan penanam modal dalam negeri ini diatur dalam Peraturan Presiden Republik Indonesia (PerPres RI) Nomor 36 Tahun 2010 tentang Daftar Bidang Usaha Yang Tertutup dan Terbuka dengan Persyaratan di Bidang Penanaman Modal. PerPres Nomor 36 Tahun 2010 tersebut telah diubah dengan peraturan terbaru yaitu Peraturan Presiden Republik Indonesia (PerPres RI) Nomor 39 Tahun 2014 tentang Daftar Bidang Usaha Yang Tertutup dan Bidang Usaha yang Terbuka dengan Persyaratan di Bidang Penanaman Modal.
Jenis usaha yang tertutup dalam
kegiatan penanaman modal diatur dalam Lampiran 1 (satu) PerPres RI Nomor 39 Tahun 2014. Para penanam modal atau investor yang ingin berinvestasi di Indonesia tentu harus memperhatikan beberapa bidang usaha yang bersifat tertutup dan serta tidak mudah untuk mendapatkan ijin usahanya. Kegiatan usaha yang bersifat tertutup ini biasanya akan digunakan untuk tujuan-tujuan nonkomersial, seperti penelitian dan pengembangan. Kegiatan usaha ini juga wajib mendapat persetujuan dari instansi pemerintah yang bertanggung jawab terhadap pembinaan bidang usaha tersebut. Jenis-jenis usaha yang bersifat tertutup bagi para penanam di bidang penanaman modal dalam lampiran 1 (satu) PerPres RI Nomor 39 Tahun 2014, yaitu : 1. Pertanian, meliputi usaha ganja; 2. Kelautan, meliputi (1) Penangkapan spesies ikan yang tercantum dalam Appendix I Convention on International Trade in Endangered Species of Wild Fauna and Floras (CITES); serta (2) Pemanfaatan(pengambilan koral atau karang dari alam untuk bahan bangunan atau kapur atau kalsium dan souvenir atau perhiasan, serta koral hidup atau koral mati (recent death coral) dari alam;
129
3. Perindustrian, meliputi (1) Industri bahan kimia yang dapat merusak lingkungan; (2) Industri bahan kimia daftar 1 Konvensi Senjata Kimia sebagaimana tertuang dalam Lampiran 1 (satu) Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2008 tentang Penggunaan Bahan Kimia sebagai Senjata Kimia; dan (3) Industri minuman mengandung alkohol, antara lain minuman keras, anggur dan minuman mengandung malt; 4. Perhubungan, meliputi (1) penyelenggaraan dan pengoperasian terminal penumpang angkutan darat; (2) penyelenggaraan dan pengoperasian penimbangan kendaraan bermotor; (3) telekomunikasi atau sarana bantu navigasi pelayaran dan Vessed Traffic Information System (VTIS); (4) penyelenggaraan pelayanan navigasi penerbangan; dan (5) penyelenggaraan pengujian tipe kendaraan bermotor; 5. Komunikasi dan Informatika, meliputi manajemen dan penyelenggaraan stasiun monitoring spektrum frekuensi radio dan orbit satelit; 6. Pendidikan dan kebudayaan, meliputi (1) museum pemerintah; dan (2) peninggalan sejarah dan purbakala (candi, keraton, prasasti, petilasan, bangunan kuno, dan sebagainya); 7. Pariwisata dan ekonomi kreatif, meliputi perjudian atau kasino. Kegiatan usaha terbuka dengan persyaratan yang dilakukan di Indonesia biasanya berkaitan dengan jenis-jenis usaha yang dapat dilakukan oleh investor dengan beberapa persyaratan yang harus dipenuhi oleh para investor. Persyaratan-persyaratan tersebut harus dipenuhi oleh para penanam modal untuk mendapat ijin usaha di Indonesia untuk kategori jenis usaha terbuka dengan persyaratan menurut PerPres RI Nomor 39 Tahun 2014. Adapun jenis-jenis usaha yang termasuk dalam jenis usaha terbuka dengan persyaratan menurut PerPres RI Nomor 39 Tahun 2014 tersebut, yaitu (1) bidang pertanian; (2) bidang kehutanan yang salah satunya mengatur tentang pengusahaan pariwisata alam berupa pengusahaan sarana, kegiatan dan jasa ekowisata di dalam kawasan hutan (berupa wisata tirta, wisata petualangan alam, wisata gua dan wisata minat usaha lainnya); (3) bidang kelautan dan perikanan; (4) bidang energi dan sumber daya mineral; (5) bidang perindustrian; (6) bidang pertahanan dan keamanan; (7) bidang pekerjaan umum; (8) bidang perdagangan; (9) bidang pariwisata dan
130
ekonomi kreatif; (10) bidang perhubungan; (11) bidang komunikasi dan informatika; (12) bidang keuangan; (13) bidang perbankan; (14) bidang tenaga kerja dan transmigrasi; (15) bidang pendidikan dan kebudayaan; dan (16) bidang kesehatan. Bidang pekerjaan umum dalam PerPres RI Nomor 39 Tahun 2014 menentukan
jenis-jenis usaha yang termasuk dalam kegiatan usaha terbuka
dengan persyaratan. Beberapa jenis usaha yang berkaitan dengan konstruksi yang diatur dalam PerPres RI Nomor 39 Tahun 2014 tersebut, yaitu: 1. Jasa konstruksi (jasa pelaksana konstruksi) yang menggunakan teknologi sederhana dan/atau risiko rendah dan/atau nilai pekerjaan sampai dengan Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah); 2. Jasa konstruksi (jasa pelaksana konstruksi) yang menggunakan teknologi tinggi dan/atau risiko tinggi dan/atau nilai pekerjaan lebih dari Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah); dan 3. Jasa bisnis atau jasa konsultasi konstruksi. Pemerintah menentukan beberapa jenis usaha yang bersifat terbuka dengan persyaratan sesuai dengan PerPres RI Nomor 39 Tahun 2014 terkait dengan bidang pariwisata. Jenis-jenis usaha ini dapat diusahakan oleh penanam modal dalam negeri maupun penanam modal asing. Adapun jenis-jenis usaha terbuka menurut PerPres RI 39 Tahun 2014 di bidang pariwisata dan ekonomi kreatif, yaitu : 1. 2. 3. 4.
Museum swasta dan peninggalan sejarah yang dikelola swasta; Agen perjalanan wisata dan biro perjalanan wisata; Restoran, jasa boga atau catering, bar dan kafe; Jasa akomodasi, yang meliputi (a) hotel bintang dua, (b) hotel bintang satu, (c) hotel nonbintang, (d) pondok wisata (homestay), serta jasa akomodasi lainnya (motel); 5. Usaha rekreasi, seni dan hiburan yang meliputi (a) gelanggang olahraga, (b) sanggar seni, (c) galeri seni, (d) gedung pertunjukan seni, (e) jasa impresariat bidang seni, (f) karaoke atau singing room dan (e) ketangkasan;
131
6. Jasa konvensi, pameran dan perjalanan insentif; 7. Usaha jasa pramuwisata; 8. SPA (Sante Par Aqua); 9. Pengusahaan obyek wisata alam di luar kawasan konservasi; 10. Jasa teknik film yang meliputi (a) studio pengambilan gambar film, (b) laboratorium pengolahan film, (c) sarana pengisian suara film, (d) sarana percetakan dan/atau penggandaan film, (e) sarana pengambilan gambar film, (f) sarana penyuntingan film dan (g) sarana pemberian teks film; 11. Pembuatan film; 12. Pertunjukan film; 13. Studio rekaman (kaset, VCD, DVD, dan lain-lain); 14. Pengedaran film; 15. Pembuatan sarana promosi film, iklan, poster, still, foto, slide, klise, banner, pamflet, baliho, folder dan lain-lain. Berdasarkan pada ketentuan PerPres RI Nomor 39 Tahun 2014 tersebut maka kegiatan-kegiatan usaha di bidang pariwisata dan ekonomi kreatif dapat diusahakan oleh para penanam modal asing. Kegiatan usaha di bidang pariwisata, terutama di bidang akomodasi dalam PerPres RI Nomor 39 Tahun 2014, mengatur tentang jenis-jenis akomodasi yang terbuka dengan persyaratan seperti hotel bintang dua, hotel bintang satu, hotel nonbintang, pondok wisata (homestay) dan jasa akomodasi lainnya yang hanya mengatur tentang motel. Perpres RI Nomor 39 Tahun 2014 tidak mencantumkan maupun menjelaskan tentang ketentuan dari jasa akomodasi wisata dengan konsep semi kelola. Hal ini menunjukkan bahwa Perpres RI Nomor 39 Tahun 2014 ini juga tidak mengatur tentang jasa akomodasi wisata dengan konsep semi kelola.