BAB III KAJIAN OBJEK PENELITIAN A. Sejarah Berdirinya Baitul Maal Sejak Zaman Rasulullah SAW. 1. Masa Rasulullah SAW (1-11 H/622-632 M) Pada masa Rasulullah SAW ini, Baitul Maal lebih mempunyai pengertian sebagai pihak (al-jihat) yang menangani setiap harta benda kaum muslimin, baik berupa pendapatan maupun pengeluaran. Saat itu Baitul Maal belum mempunyai tempat khusus untuk menyimpan harta, karena saat itu harta yang diperoleh belum begitu banyak. Kalaupun ada, harta yang diperoleh hampir selalu habis dibagi-bagikan kepada kaum muslimin serta dibelanjakan untuk pemeliharaan urusan mereka. Rasulullah SAW senantiasa membagikan ghanimah dan seperlima bagian darinya (al-akhmas) setelah usainya peperangan, tanpa menunda-nundanya lagi. Dengan kata lain, beliau segera menginfakkannya sesuai peruntukannya masing-masing.1 2. Masa Khalifah Abu Bakar Ash Shiddiq (11-13 H/632-634 M) Abu Bakar dikenal sebagai Khalifah yang sangat wara’ (hati-hati) dalam masalah harta. Bahkan pada hari kedua setelah beliau dibai’at sebagai Khalifah, beliau tetap berdagang dan tidak mau mengambil harta umat dari Baitul Maal untuk keperluan diri dan keluarganya. Diriwayatkan oleh lbnu Sa’ad (w. 230 H/844 M), penulis biografi para tokoh muslim, bahwa Abu 1
Muhammad Ridwan, Manajemen Baitul Maal wat-Tamwil (BMT), (Yogyakarta: UII Press Yogyakarta, 2005), hlm.23
38
39
Bakar yang sebelumnya berprofesi sebagai pedagang membawa barang-barang dagangannya yang berupa bahan pakaian di pundaknya dan pergi ke pasar untuk menjualnya. Di tengah jalan, ia bertemu dengan Umar bin Khaththab. Umar bertanya, “Anda mau kemana, hai Khalifah?” Abu Bakar menjawab, “Ke pasar.” Umar berkata, “Bagaimana mungkin Anda melakukannya, padahal Anda telah memegang jabatan sebagai pemimpin kaum muslimin?” Abu Bakar menjawab, “Lalu dari mana aku akan memberikan nafkah untuk keluargaku?” Umar berkata, “Pergilah kepada Abu Ubaidah (pengelola Baitul Maal ), agar ia menetapkan sesuatu untukmu.” Keduanya pun pergi menemui Abu Ubaidah, yang segera menetapkan santunan (ta’widh) yang cukup untuk Khalifah Abu Bakar, sesuai dengan kebutuhan seseorang secara sederhana, yakni 4000 dirham setahunyang diambil dan Baitul Maal .2 3. Masa Khalifah Umar bin Khaththab (13-23 H/634-644 M) Selama memerintah, Umar bin Khaththab tetap memelihara Baitul Maal secara hati-hati, menerima pemasukan dan sesuatu yang halal sesuai dengan aturan syariat dan mendistribusikannya kepada yang berhak menerimanya. Dalam salah satu pidatonya, yang dicatat oleh lbnu Kasir (700774 H/1300-1373 M), penulis sejarah dan mufasir, tentang hak seorang Khalifah dalam Baitul Maal , Umar berkata, “Tidak dihalalkan bagiku dari harta milik Allah ini melainkan dua potong pakaian musim panas dan sepotong pakaian musim dingin serta uang yang cukup untuk kehidupan sehari-hari
2
Ibid, hlm. 24
40
seseorang di antara orang-orang Quraisy biasa, dan aku adalah seorang biasa seperti kebanyakan kaum muslimin.3 4. Masa Khalifah Utsman bin Affan (23-35 H/644-656 M) Kondisi yang sama juga berlaku pada masa Utsman bin Affan. Namun, karena pengaruh yang besar dan keluarganya, tindakan Usman banyak mendapatkan protes dari umat dalam pengelolaan Baitul Maal . Dalam hal ini, lbnu Sa’ad menukilkan ucapan Ibnu Syihab Az Zuhri (51-123 H/670-742 M), seorang yang sangat besar jasanya dalam mengumpulkan hadis, yang menyatakan, “Usman telah mengangkat sanak kerabat dan keluarganya dalam jabatan-jabatan tertentu pada enam tahun terakhir dari masa pemerintahannya. Ia memberikan khumus (seperlima ghanimah) kepada Marwan yang kelak menjadi Khalifah ke-4 Bani Umayyah, memerintah antara 684-685 M dari penghasilan Mesir serta memberikan harta yang banyak sekali kepada kerabatnya dan ia (Usman) menafsirkan tindakannya itu sebagai suatu bentuk silaturahmi yang diperintahkan oleh Allah SWT. Ia juga menggunakan harta dan meminjamnya dari Baitul Maal sambil berkata, ‘Abu Bakar dan Umar tidak mengambil hak mereka dari Baitul Maal , sedangkan aku telah mengambilnya dan membagi-bagikannya kepada sementara sanak kerabatku.’ Itulah sebab rakyat memprotesnya.4 5. Masa Khalifah Ali bin Abi Thalib (35-40 H/656-661 M) Pada masa pemerintahan Ali bin Abi Talib, kondisi Baitul Maal ditempatkan kembali pada posisi yang sebelumnya. Ali, yang juga mendapat 3 4
Ibid, hlm.26 Ibid
41
santunan dari Baitul Maal , seperti disebutkan oleh lbnu Kasir, mendapatkan jatah pakaian yang hanya bisa menutupi tubuh sampai separo kakinya, dan sering bajunya itu penuh dengan tambalan.5 6. Masa Khalifah-Khalifah SesudahNya Ketika Dunia Islam berada di bawah kepemimpinan Khilafah Bani Umayyah, kondisi Baitul Maal berubah. Al Maududi menyebutkan, jika pada masa sebelumnya Baitul Maal dikelola dengan penuh kehati-hatian sebagai amanat Allah SWT dan amanat rakyat, maka pada masa pemerintahan Bani Umayyah Baitul Maal berada sepenuhnya di bawah kekuasaan Khalifah tanpa dapat dipertanyakan atau dikritik oleh rakyat.6 B. Landasan BMT BMT (Baitul Maal wat-Tamwil ) berasaskan pancasila dan UUD 1945 serta berlandaskan prinsip syariah islam, keimanan, keterpaduan, kekeluargaan atau koperasi, kebersamaan, kemandirian dan profesionalisme.7 Dengan demikian, keberadaan BMT menjadi organisasi yang sah dan legal. Sebagai lembaga keuangan syariah, BMT harus berpegang teguh pada prinsip-prinsip syariah. Keimanan menjadi landasan atas keyakinan untuk mau tumbuh dan berkembang. Keterpaduan mengisyaratkan adanya harapan untuk mencapai sukses di dunia dan akhirat juga keterpaduan antara sisi maal dan tamwil (sosial dan bisnis). Kekeluargaan dan kebersamaan berarti upaya untuk
5
Ibid, hlm.27 Ibid 7 Ibid, hlm.129 6
42
mencapai kesuksesan tersebut diraih secara bersama. Kemandirian berarti BMT tidak dapat hidup hanya dengan bergantung pada uluran tangan pemerintah, tetapi harus berkembang dari meningkatnya partisipasi anggota dan masyarakat, untuk itulah pola pengelolaannya harus profesional. C. Sejarah dan Perkembangan BMT di Indonesia Sejarah BMT ada di Indonesia, dimulai tahun 1984 dikembangkan mahasiswa ITB di Masjid Salman yang mencoba menggulirkan lembaga pembiayaan berdasarkan syari’ah bagi usaha kecil dengan nama Bait at Tamwil SALMAN dan selanjutnya di Jakarta didirikan Koperasi Ridho Gusti. Kemudian BMT lebih di berdayakan oleh ICMI sebagai sebuah gerakan yang secara operasional ditindaklanjuti oleh Pusat Inkubasi Bisnis Usaha Kecil (PINBUK). BMT adalah lembaga keuangan mikro yang dioperasikan dengan pola syari’ah, menumbuhkembangkan bisnis usaha mikro dan kecil dalam rangka mengangkat derajat dan martabat serta membela kepentingan kaum fakir miskin. Secara konseptual, BMT memiliki dua fungsi : Baitul Tamwil (Bait = Rumah, at Tamwil = Pengembangan Harta) – melakukan kegiatan pengembangan usahausaha produktif dan investasi dalam meningkatkan kualitas ekonomi pengusaha mikro dan kecil terutama dengan mendorong kegiatan menabung dan menunjang pembiayaan kegiatan ekonominya. Baitul Maal (Bait = Rumah, Maal = Harta) – menerima titipan dana zakat, infak dan shadaqah serta mengoptimalkan distribusinya sesuai dengan pertaturan dan amanahnya. Sekilas Tentang PINBUK. Peran ICMI yang
43
mendorong terbentuknya PINBUK sangat berarti dalam sejarah perkembangan BMT. Pada tanggal 13 Maret 1995 ICMI yang diwakili oleh Prof. Dr. Ing. BJ Habibie (Ketua ICMI), Majelis Ulama Indonesia yang diwakili oleh K.H. Hasan Basri (Ketua Umum MUI) dan Bank Muamalat Indonesia yang diwakili oleh Zaenul Bahar Noor, SE (Dirut BMI) menjadi tokoh-tokoh pendiri PINBUK. PINBUK didirikan karena adanya tuntutan yang cukup kuat dari masyarakat yang menginginkan adanya perubahan dalam struktur ekonomi masyarakat yang pada tahun-tahun 1995 di kuasai oleh segelintir golongan tertentu, utamanya dari ekonomi konglomerasi, kepada ekonomi yang berbasis kepada masyarakat banyak. D. Keunggulan dan Kelemahan Antara BMT dengan Perbankan BMT sebagai alternatif Bank-bank konvensional, memiliki keunggulankeunggulan yang juga merupakan perbedaan dan perbandingan jika dengan perbankan konvensional. Disamping hal tersebut muncul juga kelemahankelemahan karena sebagai pemain baru dalam dunia lembaga keuangan.8 Keunggulan BMT adalah: a. BMT Islam memiliki dasar hukum operasional yakni Al Qur’an dan Al Hadits. Sehingga dalam operasionalnya sesuai dengan prinsip-prinsip dasar seperti diperintahkan oleh Allah SWT, juga nilai dasar seperti yang dicontohkan Rasulullah SAW. 8
http://isa7695.wordpress.com/2010/07/19/pengertian-bmt/. Jumat, 06 maret pukul 12:40 WIB
2015.
44
b. BMT Islam mendasarkan semua produk dan operasinya pada prinsip-prinsip efisiensi, keadilan, dan kebersamaan. c. Adanya kesamaan ikatan emosional keagamaan yang kuat antara pemegang saham, pengelola, dan nasabah, sehingga dapat dikembangkan kebersamaan dalam menghadapi resiko usaha dan membagi keuntungan secara jujur dan adil. d. Adanya keterikatan secara religi, maka semua pihak yang terlibat dalam BMT Islam akan berusaha sebaik-baiknya sebagai pengalaman ajaran agamanya sehingga berapa pun hasil yang diperoleh diyakini membawa berkah. e. Adanya fasilitas pembiayaan Al-Mudharabah dan Al-Musyarakah yang tidak membebani nasabah sejak awal dengan kewajiban membayar biaya secara tetap,hal ini memberikan kelonggaran physichologis yang diperlukan nasabah untuk dapat berusaha secara tenang dan bersungguh-sungguh. f. Adanya fasilitas pembiayaan Al-Bai’ Bitsaman Ajil dan Al-murabahah,9 yang lebih mengutamakan kelayakan usaha dari pada jaminan (kolateral) sehingga siapa pun baik pengusaha ataupun bukan mempunyai jaminan kesempatan yang luas untuk berusaha. g. Tersedia pembiayaan Qardhul Hasan yang tidak membebani nasabah dengan biaya apapun, kecuali biaya yang dipergunakan sendiri: seperti biaya materai, biaya notaries, dan sebagainya. Dana fasilitas ini diperoleh dari pengumpulan zakat, infak, dan shadaqah, para amil zakat yang masih mengendap.
9
Murabahahyaitu penyediaan barang oleh BMT pihak pembeli harus mengembalikan sejumlah pokok ditambah keuntungan tertentu yang disepakati (lihat juga di Muhammad Ridwan, hlm. 180)
45
h. Dengan diterapkannya sistem bagi hasil sebagi pengganti bunga, maka tidak ada diskriminasi terhadap nasabah yang didasarkan atas kemampuan ekonominya sehingga akseptabilitas,10 BMT Islam menjadi luas. i. Dengan adanya sistem bagi hasil, maka untuk kesehatan BMT yang bias diketahui dari naik turunnya jumlah bagi hasil yang diterima. j. Dengan diterapkannya sistem bagi hasil, maka persaingan antar BMT Islam berlaku wajar yang diperuntukkan oleh keberhasilan dalam membina nasabah dengan profesionalisme dan pelayanan yang baik. Adapun kelemahan-kelemahan serta permasalahan-permasalahan yang ada dalam BMT Islam adalah: a. Dalam operasional BMT Islam, pihak-pihak yang terlibat didasarkan pada ikatan emosional keagamaan yang sama, sehingga antara pihak-pihak khususnya pengelola BMT dan BMT harus saling percaya, bahwa mereka sama-sama beritikad baik dan jujur dalam bekerjasama. BMT dengan sistem ini terlalu berprasangka baik kepada semua nasabah dan berasumsi bahwa semua orang yang terlibat adalah jujur. Dengan demikian, BMT Islam rawan terhadap mereka yang beritikad tidak baik sehingga diperlukan usaha tambahan untuk mengawasi nasabah yang menerima pembiayaan dari BMT Islam karena tidak dikenal bunga, denda keterlambatan dan sebagainya. b. Sistem bagi hasil yang adil memerlukan tingkat profesionalisme yang tinggi bagi pengelola BMT untuk membuat penghitungan yang cermat dan terusmenerus. 10
Akseptabilitas adalah keterimaan; hal dapat diakui atau diterima (lihat Pius A Partanto, M. DahlanYacub Al Barry kamus Ilmiah Populer ,Yogyakarta: Arkola 2001, hlm. 16)
46
c. Motivasi masyarakat muslim utnuk terlibat dalam aktivitas BMT Islam adalah emosi keagamaan, ini berarti tingkat efektifitas keterlibatan masyarakat muslim dalam BMT Islam tergantung pada pola pikir dan sikap masyarakat itu sendiri. d. Semakin banyak umat Islam memanfaatkan fasilitas yang disediakan BMT Islam, sementara belum tersedia proyek-proyek yang bias dibiayai sebagai akibat kurangnya tenaga-tenaga professional yang siap pakai, maka BMT Islam akan menghadapi “kelebihan likuiditas”.11 e. Salah satu misi BMT Islam yakni mengentaskan kemiskinan yang sebagian besar kantong-kantong kemiskinan terdapat dipedesaan.12
11
Likuiditas adalah pelaksanaan pembayaran utang-utang (perusahaan); kemampuan suatu perusahaan yang mengalami bangkrut untuk membayar semua utang-utang perusahaan, lihat Pius A Partanto, M. DahlanYacub Al Barry, Ibid., hlm.411 12 Diakses melalui http://isa7695.wordpress.com/2010/07/19/pengertian-bmt/. pada, 06 Maret 2015. pukul 12:47 WIB