BAB III IMPLEMENTASI PASAL 27 AYAT (2) UNDANG-UNDANG DASAR 1945 SEBAGAI LANDASAN HUKUM DALAM PRAKTEK KETATANEGARAAN INDONESIA
A. Realisasi hak-hak warga Indonesia memuat Pasal 27 ayat (2) UndangUndang Dasar 1945 Pada tanggal 17 Agustus 1945, bangsa Indonesia memproklamirkan kemerdekaannya ke seluruh penjuru dunia. Kemerdekaan yang merupakan jembatan emas dan pintu gerbang menuju masyarakat yang sejahtera dan berkeadilan. Silih berganti pemerintah yang menjalankan pemerintahan ini. Berbagai program pembangunan yang dilaksanakan oleh pemerintah yang tujuannya masyarakat yang makmur dan berkeadilan. Dan adalah kewajiban pemerintah untuk mewujudkan amanah alinea ke IV Pembukaan UndangUndang Dasar 1945. Dengan dilaksanakan berbagai program pembangunan di seluruh Indonesia tidaklah berarti dengan program-program tersebut dengan serta merta kesejahteraan
sosial
terwujud
nyata.
Pembangunan-pembangunan
yang
dilakukan Pemerintah melalui program-programnya tersebut tidak selalu berjalan sebagaimana yang diharapkan. Pembangunan-pembangunan yang diselenggarakan oleh Pemerintah haruslah program-program yang menyentuh kehidupan orang banyak, program-program yang harus sesuai dengan kebutuhan
masyarakat di daerah-daerah Indonesia. Pembangunan-pembangunan yang memberikan kesempatan bekerja, lowongan pekerjaan bagi rakyat Indonesia. Pembangunan yang dilakukan oleh Pemerintah jangan hanya berpusat di kotakota besar di pulau Jawa tetapi harus menyebar dan meluas ke daerah-daerah yang terpencar di seluruh wilayah Indonesia. Sehingga kesempatan bekerja, lowongan untuk bekerja bagi seluruh rakyat terbuka lebar. Akan tetapi kenyataannya pembangunan terpusat di kota-kota besar di Jawa sehingga rakyat-rakyat di desa yang tidak mempunyai pekerjaan (karena tidak ada yang digarap dan dikerjakan di desa berbondong-bondong ke kotakota besar di Jawa). Untuk mencari lowongan pekerjaan di kota penuh persaingan yang keras dan ketat. Mereka yang tidak/kurang pendidikan akan tersisih dari pasar bursa kerja; mereka yang tidak punya relasi akan sulit mencari dan mendapatkan pekerjaan, hal mana akan menimbulkan faktor-faktor kriminogen. Oleh karena itu pembangunan yang harus dilakukan oleh Pemerintah haruslah dilakukan antara lain :40) 1. Tidak timpang, artinya pembangunan harus merata ke seluruh wilayah Republik Indonesia secara seimbang; 2. Pembangunan tersebut harus rasional, harus sesuai dengan keadaan dan kebutuhan di daerah-daerah setempat; 3. Pembangunan tersebut harus sesuai dengan kultur masyarakat setempat; 40 )
Barda Nawawi Arief, Bunga Rampai Kebijakan Hukum Pidana, PT Citra Aditya Bakti Bandung 2005, hlm 9
Pembangunan untuk kesejahteraan masyarakat di Nusa Tenggara Barat/Timur tidaklah sama dengan pembangunan di Kalimantan, Sumatera dan lain-lainnya. Pembangunan yang dilakukan oleh Pemerintah tersebut harus sesuai dengan keadaan alam dan kebutuhan masyarakat setempat, hal mana harus sesuai dengan situasi kondisi geografis setempat. Apabila pembangunan tidak dilakukan seperti demikian ini maka pembangunan tidak/kurang membuahkan hasil, lowongan untuk bekerja menjadi tinggal harapan, sehingga terjadilah pengangguran. Tidak mudah dan gampang untuk mengurangi jumlah dan tingkat pengangguran ini. Berbagai penyebab terjadinya pengangguran ini. Pengangguran umumnya disebabkan karena jumlah angkatan kerja tidak sebanding dengan jumlah lapangan pekerjaan yang mampu menyerap tenaga kerja tersebut. Pengangguran sering kali menjadi masalah dalam perekonomian karena dengan adanya pengangguran, produktifitas dan pendapatan masyarakat akan berkurang sehingga dapat menyebabkan timbulnya kemiskinan dan masalah-masalah sosial lainnya. Pengangguran akan melahirkan berbagai kejahatan (kriminalitas) yang akan menimbulkan ketidaktertiban dalam masyarakat. Tingkat pengangguran dapat dihitung dengan cara membandingkan jumlah pengangguran dengan jumlah angkatan kerja yang dinyatakan dalam persen. Ketiadaan pendapatan menyebabkan penganggur harus mengurangi pengeluaran konsumsinya yang menyebabkan menurunnya tingkat kemakmuran dan kesejahteraan. Pengangguran yang berkepanjangan juga dapat menimbulkan efek psikologis yang buruk terhadap penganggur dan keluarganya. Tingkat
pengangguran yang terlalu tinggi juga dapat menyebabkan kekacauan politik, keamanan dan sosial sehingga mengganggu pertumbuhan dan pembangunan ekonomi. Masalah ketenagakerjaan di Indonesia sekarang ini sudah mencapai kondisi yang cukup memprihatinkan ditandai dengan jumlah penganggur dan setengah penganggur yang besar (meningkat), pendapatan yang relatif rendah dan kurang merata. Sebaliknya pengangguran dan setengah pengangguran yang tinggi merupakan pemborosan sumber daya dan potensi yang ada menjadi beban keluarga dan masyarakat, sumber utama kemiskinan, dapat mendorong peningkatan
keresahan
sosial
dan
kriminal,
dan
dapat
menghambat
pembangunan dalam jangka panjang. Pembangunan bangsa Indonesia ke depan sangat bergantung kepada kualitas sumber daya manusia Indonesia yang sehat fisik dan mental serta mempunyai keterampilan dan keahlian kerja, professional, akuntabel sehingga mampu membangun keluarga yang bersangkutan untuk mempunyai pekerjaan dan penghasilan yang tetap dan layak, sehingga mampu memenuhi kebutuhan hidup, kesehatan dan pendidikan angota keluarganya. Dalam pembangunan nasional, kebijakan ekonomi makro yang bertumpu pada sinkronisasi kebijakan fiskal dan moneter harus mengarah pada penciptaan dan perluasan kesempatan kerja (lapangan kerja). Untuk menumbuhkembangkan usaha mikro dan usaha kecil yang mandiri perlu keberpihakan kebijakan termasuk akses, pendamping, pendanaan usaha kecil, dan tingkat suku bunga kecil yang mendukung.
Kebijakan Pemerintah Pusat dengan kebijakan Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten/Kota harus merupakan satu kesatuan yang saling mendukung untuk penciptaan dan perluasan kesempatan kerja. Dibentuknya Gerakan Nasional Penanggulangan Pengangguran (GNPP), berhubung 70 persen pengangguran didominasi oleh kaum muda, maka diperlukan penanganan khusus secara terpadu dengan program aksi penciptaan dan perluasan kesempatan kerja khusus bagi kaum muda oleh semua pihak. Berdasarkan kondisi diatas perlu dilakuakn Gerakan Nasional Penanggulangan Pengangguran (GNPP) dengan mengerahkan semua unsur-unsur dan potensi di tingkat nasional dan daerah untuk menyusun kebijakan dan strategi serta melaksanakan program penanggulangan pengangguran. Salah satu tolok ukur kebijakan nasional dan regional haruslah keberhasilan dalam perluasan kesempatan kerja atau penurunan pengangguran dan setengah pengangguran. Upaya penciptaan kesempatan kerja itu bukan semata fungsi dan tanggungjawab Depatemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi, akan tetapi merupakan tanggung jawab bersama, pihak pemerintah, baik pusat maupun daerah, dunia usaha, mupun dunia pendidikan. Oleh karena itu dalam penyusunan kebijakan dan program masung-masing pihak baik pemerintah maupun swasta harus dikaitkan dengan penciptaan kesempatan kerja yang seluas-luasnya. Dalam Raker dengan Komisi VII DPR-RI 11 Februari 2004, Menakertrans Jacob Nuwa Wea dalam penjelasannya juga berkesempatan memaparkan konsepsi penanggulangan pengangguran di Indonesia, meliputi
keadaan pengangguran dan setengah pengangguran; keadaan angkatan kerja; dan keadaan kesempatan kerja; serta sasaran yang akan dicapai. Konteks ini kiranya paparan tersebut masih relevan untuk diinformasikan. Dalam salah satu bagian paparannya Menteri menyebutkan, bahwa pembukaan UUD 1945 mengamanatkan :”……….untuk membentuk suatu Pemerintah Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa ……”. Selanjutnya secara lebih konkrit pada Pasal 27 ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945 menyatakan bahwa : “tiaptiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan” dan pada Pasal 28D ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945 yang menyatakan bahwa :”setiap orang berhak untuk bekerja serta mendapat imbalan dan perlakuan yang adil dan layak dalam hubungan kerja”. Hal ini berarti secara konstitusional pemerintah berkewajiban untuk menyediakan pekerjaan dalam jumlah yang cukup, produktif, dan remuneratif. Kedua pasal UUD 1945 ini perlu menjadi perhatian bahwa upaya-upaya penanganan pengangguran yang telah dilaksanakan selama ini masih belum memenuhi harapan serta mendorong segera dapat dirumuskan Konsepsi Penanggulangan Pengangguran. Selanjutnya Menakertrans menyatakan, Depnakertrans dengan mengikut sertakan pihakpihak terkait sedang menyusun konsepsi penanggulangan pengangguran. Dalam proses penyusunan ini telah dilakukan beberapa kali pembahasan di lingkungan Depnakertrans sendiri.
Pengangguran terjadi disebabkan antara lain yaitu karena jumlah lapangan kerja tersedia lebih kecil dari jumlah pencari kerja. Juga kompetensi pencari kerja tidak sesuai dengan pasar kerja. Selain itu juga kurang efektifnya informasi pasar kerja bagi para pencari kerja. Fenomena pengangguran juga berkaitan erat dengan terjadinya pemutusan hubungan kerja yang disebabkan antara lain ; perusahaan yang menutup/mengurangi bidang usahanya akibat krisis ekonomi atau keamanan yang kurang kondusif; peraturan yang menghambat investasi; hambatan dalam proses ekspor impor dan lain-lain. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik,41) Jumlah angkatan kerja di Indonesia pada Februari 2013 mencapai 121,2 juta orang, bertambah sebanyak 3,1 juta orang dibanding angkatan kerja Agustus 2012 sebanyak 118,1 juta orang atau bertambah sebanyak 780 ribu orang dibanding Februari 2012. Jumlah penduduk yang bekerja di Indonesia pada Februari 2013 mencapai 114,0 juta orang, bertambah sebanyak 3,2 juta orang dibanding keadaan Agustus 2012 sebanyak 110,8 juta orang atau bertambah 1,2 juta orang dibanding keadaan Februari 2012. Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) di Indonesia pada Februari 2013 mencapai 5,92 persen, mengalami penurunan dibanding TPT Agustus 2012 sebesar 6,14 persen dan TPT Februari 2012 sebesar 6,32 persen. Selama setahun terakhir (Februari 2012-Februari 2013) jumlah penduduk yang bekerja mengalami kenaikan terutama di sektor perdagangan sebanyak 790 ribu orang (3,29 persen), sektor konstruksi sebanyak 790 ribu orang (12,95 persen) 41 )
http://www.bps.go.id/?news=1010. Dikutip tanggal 26 Desember 2012
serta sektor industri sebanyak 570 ribu orang (4,01 persen). Sedangkan sektorsektor yang mengalami penurunan adalah sektor pertanian dan sektor lainnya, masing-masing mengalami penurunan jumlah penduduk bekerja sebesar 3,01 persen dan 5,73 persen. Berdasarkan jumlah jam kerja pada Februari 2013 sebanyak 78,3 juta orang (68,68 persen) bekerja diatas 35 jam per minggu, sedangkan penduduk bekerja dengan jumlah jam kerja kurang dari 15 jam per minggu mencapai 7,0 juta orang (6,17 persen). Pada Februari 2013 penduduk bekerja pada jenjang pendidikan SD ke bawah masih mendominasi yaitu sebanyak 54,6 juta orang (47,90 persen) sedangkan penduduk bekerja dengan pendidikan diploma sebanyak 3,2 juta orang (2,82 persen) dan penduduk bekerja dengan pendidikan universitas hanya sebanyak 7,9 juta orang (6,96 persen). Kemiskinan di negeri tercinta ini masih terus berlanjut. Sejak masa kolonial hingga saat ini predikat negeri miskin seakan sulit lepas dari bangsa yang potensi kandungan kekayaan alamnya terkenal melimpah. Cerita pilu kemiskinan seakan kian lengkap dengan terjadinya berbagai musibah alam dan bencana buatan; gempa bumi, tsunami, lumpur panas Lapindo, dan kebakaran hutan yang diikuti kabut asap. Kantung-kantung kemiskinan di negeri ini kian hari kian menyebar bak virus ganas, mulai dari lapisan masyarakat pedesaan, kaum urban perkotaan, penganggur, hingga ke kampung-kampung nelayan. Lepas dari perdebatan indikator yang digunakan, data kemiskinan di negara ini terus menunjukan trend menaik. Terkait dengan penghidupan yang layak,
berdasarkan data BPS42), pada bulan Maret 2013 jumlah penduduk miskin (penduduk dengan pengeluaran per kapita per bulan di bawah garis kemiskinan) di Indonesia mencapai 28,07 juta orang (11,37 persen), berkurang sebesar 0,52 juta orang dibandingkan dengan penduduk miskin pada September 2012 yang sebesar 28,59 juta orang (11,66 persen). Selama periode September 2012-Maret 2013, jumlah penduduk miskin di daerah perkotaan berkurang 0,18 juta orang (dari 10,51 juta orang pada September 2012 menjadi 10,33 juta orang pada Maret 2013), sementara di daerah pedesaan berkurang 0,35 juta orang (dari 18,09 juta orang pada September 2012 menjadi 17.74 juta orang pada Maret 2013). Selama periode September 2012-Maret 2013, persentase penduduk miskin di daerah perkotaan dan pedesaan tercatat mengalami penurunan. Persentase penduduk miskin di daerah perkotaan pada September 2012 sebesar 8,60 persen turun menjadi 8,39 persen pada Maret 2013. Sementara penduduk miskin di daerah pedesaan menurun dari 14,70 persen pada September 2012 menjadi 14,32 persen pada Maret 2013. Peranan komoditi makanan terhadap garis kemiskinan jauh lebih besar dibandingkan peranan komoditi bukan makanan (perumahan, sandang, pendidikan, dan kesehatan). Sumbangan garis kemiskinsn makanan terhadap garis kemiskinan pada Maret 2013 tercatat sebesar 73,52 persen, kondisi ini tidak jauh berbeda dengan kondisi September 2012 yang sebesar 73,50 persen. Komoditi makanan yang berpengaruh terhadap 42 )
Ibid
nilai garis kemiskinan di perkotaan relatif sama dengan di pedesaan, diantaranya adalah beras, rokok, telur ayam ras, mie instan, gula pasir, tempe, dan bawang merah. Sedangkan untuk komoditi bukan makanan diantaranya adalah biaya perumahan, listrik, pendidikan, dan bensin. Pada periode September 2012-Maret 2013, Indeks Kedalaman Kemiskinan (PI) dan Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) menunjukan penurunan. Ini mengindikasikan bahwa rata-rata pengeluaran penduduk miskin cenderung mendekati garis kemiskinan dan ketimpangan pengeluaran penduduk miskin juga semakin menyempit. Untuk dapat merealisasi alinea ke IV Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 dan melaksanakan dengan baik ketentuan Pasal 27 ayat (2) UndangUndang Dasar 1945 diperlukan kesadaran berbangsa dan bernegara bagi para pemimpin di Indonesia ini. Adanya integritas moral yang tinggi dan betul-betul mengedepan kepentingan rakyat banyak, sebab para pemimpin (stake holder) mendapat amanat dari rakyat Indonesi dan kewajiban pemimpin-pemimpin bangsa Indonesia untuk merealisasikan Pasal 27 ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945.
B. Tanggungjawab Pemerintah atas pelaksanaan Pasal 27 ayat (2) UndangUndang Dasar 1945 Pasal 27 ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945 menyebutkan : “tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak”, maka untuk itu Pemerintah wajib menyediakan lapangan kerja dan melindungi hak-hak
tenaga kerja”. Untuk melaksanakan kewajiban tersebut maka Pemerintah lewat instansi terkait telah melakukan upaya-upaya untuk mengatasi masalah-masalah, baik yang berhubungan dengan angkatan kerja maupun dengan tenaga kerja. Masalah ketenagakerjaan di Indonesia cukup banyak dan menyangkut berbagai bidang kehidupan seperti ekonomi, sosial, budaya, politik, hukum, dan lain sebagainya. Hal ini perlu penanganan khusus dari pihak swasta maupun pemerintah. Upaya-upaya yang telah dilakukan oleh pemerintah antara lain sebagai berikut : 1. Meningkatkan mutu/kualitas tenaga kerja pemerintah untuk meningkatkan mutu tenaga kerja dilakukan dengan berbagai cara, diantaranya : a. Melalui pemberian pelatihan-pelatihan bagi tenaga kerja, meliputi dengan diselenggarakan dan diarahkan untuk membekali, meningkatkan dan mengembangkan kemampuan produktivitas tenaga kerja; b. Melalui pendidikan formal, seperti melaksanakan pendidikan dari SD sampai Perguruan Tinggi; c. Menyelenggarakan pelatihan manajemen di daerah; d. Meningkatkan prasarana pelatihan untuk pencari kerja dan pegawai pengawas ketenagakerjaan; e. Melalui pendidikan non formal, seperti : - Pelatihan kerja, kegiatan ini dapat dilakukan oleh Balai Latihan Kerja (BLK) di kota/kabupaten setempat;
- Pemagangan, yaitu latihan kerja yang dilakukan oleh perusahaan itu sendiri; - Peningkatan kualitas mental spiritual tenaga kerja; - Peningkatan pemberian gizi dan kualitas kesehatan; - Pengembangan penelitian dalam bentuk seminar, workshop, dan lainlain; - Mengirimkan tenaga kerja Indonesia yang berkualitas ke luar negari; 2. Memperluas kesempatan kerja beberapa upaya yang dilakukan oleh pemerintah, diantaranya : a. Mendirikan industri atau pabrik yang bersifat padat karya; b. Mendorong proyek-proyek yang bersifat padat karya dan usaha-usaha kecil dan menengah; c. Meningkatkan investasi (penanaman modal) asing; d. Mendorong peningkatan investasi baik usaha negara, swasta nasional, swasta asing maupun usaha perseorangan; e. Mendirikan kemudahan-kemudahan (fasilitas) kepada para investor; f. Disevisikasi usaha dalam segala bidang/sektor ekonomi; g. Menciptakan iklim yang sehat bagi perkembangan dunia usaha; h. Mendorong dan memacu tumbuhnya lapangan kerja baru; i. Menjalin kerjasama di bidang ketenagakerjaan dengan negara-negara; 3. Meningkatkan kesejahteraan tenaga kerja, Pemerintah telah melakukan berbagai upaya diantaranya :
a. Menetapkan upah minimum regional; b. Mengikutkan setiap pekerja dalam Asuransi Jaminan Sosial Tenaga Kerja; c. Menganjurkan kepada setiap perusahaan untuk meningkatkan kesehatan dan keselamatan kerja; d. Mewajibkan kepada setiap perusahaan untuk memenuhi hak-hak tenaga kerja selain gaji, seperti hak cuti, hak istirahat, dan lain-lain; 4. Menyusun
dan
memonitor
Pelaksanaan
Peraturan
Ketenagakerjaan
Pemerintah melalui Departemen Tenaga Kerja, dan lembaga-lembaga terkait lainnya mengeluarkan undang-undang, keputusan dan regulasi-regulasi lainnya untuk mengatur ketenagakerjaan di Indonesia dan menyelenggarakan pelatihan pegawai pengawas ketenagakerjaan dan mendeteksi pelanggaran ketenagakerjaan; 5. Perlindungan diantaranya
tenaga
kerja
program
mensosialisasikan
yang peraturan
dilaksanakan
pemerintah
perundang-undangan
ketenagakerjaan di seluruh Indonesia dan mensosialisasikan standar pengupahan; 6. Membina hubungan industri dalam negeri dan internasional. Beberapa upaya yang dilakukan pemerintah diantaranya : menyempurnakan undang-undang dan petunjuk ketenagakerjaan dan mensosialisasikan kepada pelaku industri; mengembangkan serikat pekerja dan pengusaha; dan membantu penyelesaian perselisihan antar buruh dan pihak managemen;
Upaya-upaya tersebut haruslah dilaksanakan secara sungguh-sungguh oleh pihak-pihak yang berwenang, mengedepankan kepentingan seluruh rakyat. Kerjasama yang baik antara pihak yang terkait haruslah dilakukan dan berkesinambungan
dengan
mengutamakan
(melindungi kepentingan seluruh rakyat)
kepentingan
seluruh
rakyat