BAB III GLOBAL POSITIONING SYSTEM (GPS)
III. 1 GLOBAL POSITIONING SYSTEM (GPS)
Global Positioning System atau GPS adalah sistem radio navigasi dan penentuan posisi menggunakan satelit [Abidin, 2007]. Nama formal dari Global Positioning System adalah NAVSTAR GPS atau “NAVigation Satellite Time And Ranging Global Positioning System” yang merupakan suatu sistem radio navigasi dan penentuan posisi
berbasis
satelit
yang
memancarkan
sinyal
secara
kontinyu
untuk
memungkinkan pemakai memperoleh informasi waktu, kecepatan dan posisi tiga dimensi secara akurat hampir seluruh permukaan bumi.
Pada prinsipnya, konsep dasar penentuan posisi dengan GPS adalah dengan metode pengikatan ke belakang (resection) dengan menggunakan data jarak. Data jarak ini diperoleh dengan pengukuran secara simultan ke beberapa satelit GPS yang telah diketahui koordinatnya.[Abidin, 2007].
Satelit GPS memancarkan sinyal-sinyal untuk ‘memberitahu’ pengamat tersebut tentang posisi satelit yang bersangkutan, jarak dari pengamat beserta informasi waktunya. Dengan mengamati satelit dalam jumlah yang cukup, pengamat dapat menentukan posisi dan kecepatannya. Pada dasarnya, sinyal GPS dapat dibagi atas tiga komponen, yaitu Penginformasi jarak (kode) yang berupa kode-P dan kode C/A, Penginformasi posisi satelit (navigation message) dan Gelombang pembawa (carrier wave) yaitu L1 dan L2.
GPS didesain dan dikembangkan oleh Departemen Pertahanan Amerika Serikat. Pada awalnya GPS hanya diperuntukkan bagi keperluan militer. Akan tetapi seiring dengan perkembangannya, masyarakat sipil pun diperbolehkan menggunakan fasillitas GPS
20
secara gratis cukup dengan memiliki peralatan penerima sinyal GPS (receiver GPS). Bahkan pada saat ini sistem GPS sudah banyak digunakan orang dalam berbagai bidang aplikasi di seluruh dunia.
Gambar 3.1 Segmen-segmen GPS [Abidin, 2007]
Seiring dengan perkembangan teknologi dan perkembangan zaman, GPS mengalami modernisasi. Modernisasi GPS ini meliputi ketiga segmennya (Gambar 3.1), yaitu modernisasi pada segmen satelit, segmen sistem kontrol dan segmen pengguna.
III. 2 KESALAHAN DAN BIAS GPS
Sinyal GPS pada perjalanannya dari satelit sampai ke antena di permukaan bumi akan dipengaruhi oleh kesalahan dan bias. Pada dasarnya dapat dikelompokan yang terkait dengan satelit (kesalahan ephimeris, jam satelit, dan selective availability (SA)), medium propagasi seperti (bias ionosfer dan troposfer), receiver GPS (kesalahan jam receiver dan noise), data pengamatan (ambiguitas fase dan cycle clips) dan terakhir lingkungan sekitar GPS receiver (multipath dan imaging).
21
Gambar 3.2 Pengaruh dan Kesalahan Bias GPS [Abidin, 2007]
Bias yang terkait dengan receiver GPS, terdiri atas kesalahan jam receiver, kesalahan yang terkait dengan antena GPS, dan noise (derau). Kesalahan jam receiver adalah tidak sinkronnya jam receiver terhadap waktu GPS (GPS Time) [Hugontobler et al., 2001]. Bias yang terkait dengan receiver, selanjutnya adalah noise, noise merupakan bagian dari suatu radiasi yang merupakan informasi yang tidak dapat dimengerti atau tidak diinginkan oleh penerima. Sedangkan kesalahan yang terkait dengan antena GPS adalah berubah-ubahnya pusat phase antena (titik referensi yang sebenarnya digunakan dalam pengukuran sinyal elektronis) bergantung pada elevasi dan azimuth satelit serta intensitas sinyal, dan lokasinya akan berbeda untuk sinyal L1 dan L2 [Tranquilla et al., 1987] .
Bias yang terkait dengan data pengamatan, terdiri atas ambiguitas phase dan cycle slips. Ambiguitas phase (cycle ambiguity) adalah jumlah gelombang penuh antara satelit dan alat penerima, yang tidak diketahui [Leick,1990], dimana untuk dapat merekonstruksi jarak ukuran antara satelit dengan antenna, harga ambiguitas phase tersebut harus terlebih dahulu ditentukan, semakin panjang baseline, maka akan semakin besar kesalahan ambguitas yang terjadi. Sedangkan cycle slips merupakan fenomena berubahnya nilai ambiguitas phase, yang disebabkan oleh terputusnya
22
sinyal dari satelit ke penerima sehingga menyebabkan terjadinya inisiasi ulang dalam penetapan nilai ambiguitas phase [Hofmann-Wellenhof et al., 1992].
Gambar 3.3 Cycle Slip [Abidin, 2007]
Gambar 3.4 Variasi nilai estimasi ambiguitas fase [Abidin, 2007]
Bias yang terkait dengan medium propagasi, terdiri atas bias ionosfer dan bias troposfer. Pengaruh dari lapisan troposfer adalah memperlambat carrier phase dan code. Hambatan yang dialami tergantung pada suhu, kelembaban dan tekanan lokasi pengamatan. Sedangkan Pengaruh kesalahan yang ditimbulkan oleh ionosfer (efek ionosfer) merupakan suatu faktor yang dominan dalam menentukan cycle ambiguity
23
yang integer. Lapisan ionosfer mempercepat carrier phase tetapi memperlambat code [Abidin, 1993].
Bias yang terkait dengan lingkungan sekitar receiver GPS terdiri atas, multipath dan imaging. Multipath adalah suatu fenomena dimana satu atau lebih sinyal yang dipantulkan oleh objek di permukaan bumi, mencapai antena sebagai tambahan pada sinyal yang datang langsung dari satelit sehingga sinyal yang diterima antena merupakan perpaduan (interferensi) antara sinyal langsung dari satelit dan sinyalsinyal pantul tersebut [Seeber, 1993]. Sedangkan imaging adalah fenomena yang melibatkan suatu benda konduktif (konduktor) yang berada dekat dengan antena GPS, seperti reflektor berukuran besar maupun groundplane dari antena itu sendiri.
Gambar 3.5 Dampak Multipath Pada Data Fase [Abidin, 2007]
Panjang baseline akan sangat mempengaruhi dari besarnya kesalahan dan bias yang terjadi dalam suatu penentuan hasil posisi yang diberikan oleh GPS. Semakin panjang baseline yang digunakan, maka akan semakin besar pengaruh kesalahan dan bias. Secara umum ada beberapa cara dan strategi untuk menangani kesalahan dan bias GPS : •
Estimasi Parameter dari kesalahan dan bias dalam proses hitung perataan
•
Menerapkan mekanisme pengurangan antar data (differencing).
•
Hitung besarnya kesalahan dan bias berdasarkan data ukuran langsung
24
•
Hitung besarnya kesalahan dan bias berdasarkan model
•
Gunakan strategi pengamatan dan pengolahan yang tepat, dan
•
Abaikan [Abidin, 2007]
III. 3 KETELITIAN GPS Tingkat ketelitian GPS secara umum bergantung pada empat faktor yaitu ketelitian data yang digunakan, geometri dan distribusi satelit-satelit yang diamati, strategi pengamatan yang digunakan dan strategi pengolahan data yang diterapkan. GPS dapat memberikan ketelitian posisi dengan spektrum yang cukup luas, dari yang sangat teliti (orde milimeter) sampai yang biasa-biasa saja (orde puluhan meter). Untuk studi geodinamika dituntut ketelitian yang tinggi (orde milimeter) dari hasil pengolahan GPS.
III. 4 PENENTUAN GELOMBANG SEISMIK MENGGUNAKAN DATA GPS HIGH-RATE
GPS High-Rate adalah adalah stasiun GPS yang dipasang secara kontinyu dengan menggunakan epok pengamatan 1 detik. The Crustal Dynamics Data Information System (CDDIS) menjadi lembaga yang menyediakan data High-Rate sejak 7 Mei 2001 dan dapat diakses di ftp://cddisa.gsfc.nasa.gov/pub/gps/hrdata. Saat ini GPS High-Rate banyak digunakan untuk seismologi, erupsi gunung api, studi deformasi dll. Dibawah ini menunjukan posisi stasiun GPS High-Rate yang digunakan, yaitu stasiun DGAR sebagai titik ikat dan JOG2 sebagai titik yang ditentukan. Panjang baseline kedua titik stasiun GPS mencapai 4000 km lebih.
25
Gambar 3.5 Posisi Stasiun GPS High-Rate DGAR dan JOG2 [Google Earth]
Telah dijelaskan sebelumnya bahwa pada saat ini banyak sekali aplikasi-aplikasi yang diterapkan dari GPS High-Rate, salah satunya adalah menentukan karakteristik gelombang seismik. Dengan menggunakan data GPS High-Rate epok 1 detik dapat dilihat pergerakan koordinat titik stasiun GPS setiap detiknya secara kinematik, dari perubahan tersebut kemudian ditentukan karakteristik gelombang seismik yang terjadi. Untuk mencari solusi koordinat kinematik dapat digunakan metode penentuan posisi secara Diferensial ataupun Absolut, pada metode absolut biasanya digunakan Precise Point Positioning (PPP).
Pada tugas akhir ini digunakan metode penentuan posisi Diferensial untuk menentukan solusi koordinat kinematik tiap epok 1 detik dari data GPS High-Rate Yogyakarta dengan menggunakan data fase. Gambar dibawah menunjukan posisi stasiun GPS High-Rate Yogyakarta dan pusat gempa versi USGS (7,962° LS dan 110,458 BT) yang diplot pada Google Earth.
26
Gambar 3.5 Posisi Stasiun GPS High-Rate JOG2 dan Pusat Gempa Versi USGS [Google Earth]
Gambar 3.6 merupakan sintesa gelombang seismik pada GPS dari karakter propagasi dan kecepatan gelombang seismik yang telah dijelaskan pada bab sebelumnya.
Gambar 3.6 Sintesa Gelombang Seismik Dari GPS High-Rate
27
Karakter pegerakan propagasi dan kecepatan gelombang seismik digunakan untuk sintesa gelombang seismik pada GPS. Pada gelombang Primer yang arah rambat searah dengan getarannya, menggerakan komponen Horisontal pada titik pengamatan GPS, baik itu Northing, Easting ataupun keduanya. Gelombang Primer merupakan gelombang yang tercepat diantara gelombang seismik lainnya, sehingga terlihat paling awal. Gelombang Sekunder datang setelah gelombang Badan dan mempengaruhi komponen Horisontal dan Vertikal (Northing, Easting dan Up). Gelombang Permukaan yang pertama datang adalah
gelombang Love, yang menggerakan
komponen Horisontal (Northing dan Easting). Dan terakhir gelombang Rayleigh datang menggerakan komponen Horisontal dan Vertikal (Northing, Easting dan Up), datang terakhir karena merupakan gelombang seismik yang paling lambat.
28