30
BAB III
DISKRIPSI OBJEK PENELITIAN
A. Sejarah Kementerian Perhubungan Bentuk awal Departemen Perhubungan yang lahir dalam kancah perjuangan adalah gabungan antara Departemen Perhubungan dan Departemen Pekerjaan Umum, yang dipimpin oleh seorang Menteri Abikusno Tjokrosuyoso. Namun hal ini tidak berlangsung lama, karena Departemen Perhubungan dan Departemen PekerjaanUmum tidak lagi dijabat oleh orang yang sama yang merangkap tugas seperti sebeumnya. Urusan perhubungan dan pekerjaan umum kini berada di bawah dua pejabat yang berbeda yaitu Departemen Perhubungan dipimpin oleh Ir. Abdul Karim dan Departemen Pekerjaan Umum di bawah pimpinan Ir. Putuhena. Sesuai dengan nama yang disandangnya, Departemen Perhubungan mengurusi masalah perhubungan. Keinginan Belanda untuk berkuasa kembali di Indonesia sangat jelas terlihat ketika mereka melancarkan agresi militernya yang kedua pada tanggal 19 Desember 1948. Dalam agresinya tersebut, Belanda berhasil menguasai Yogyakarta dan menangkap Presiden Soekarno dan Wakil PresidenHatta. Dalam kondisi darurat ini, Dinas Telegrap sebagi salah satu Jawatan dalam Departemen Perhubungan berhasil menjalankan tugasnya yang sangat berdampak penting bagi kelangsungan tegaknya Indonesia saat itu. Dinas Telegrap berhasil mengirim berita terakhir ke Bukit Tinggi yang Ditujukan kepada Mr. Sjafruddin
31
Prawiranegara dari Presiden Soekarno yang isinya member wewenang untuk membentuk suatu pemerintahan darurat. Selanjutnya dibentuklah Kabinet Darurat dengan Mr.Sjafruddin Prawiranegara sebagai Perdana Menteri dan Ir. Indratjaja sebagai Menteri Perhubungan dan merangkap sebagai Menteri Kemakmuran. Sejak awal kemerdekaan hingga pengakuan kedaulatan Belanda atas RIS tahun 1949, Departemen Perhubungan memiliki wewenang untuk mengatur perhubungan laut,
udara, darat, perkeretaapian serta pos, telegraf, dan
telekomunikasi dan masing – masing sektor tersebut diurus oleh jawatanjawatannya sendiri yang berada di bawah struktur organisasi Departemen Perhubungan. Titik berat yang menjadi perhatian Departemen Perhubunganpada era 1945-1949 adalah perhubungan darat karena diantara beberapa sector perhubungan lainya seperti laut maupun udara belum bisa menjadi sarana optimal. Angkatan laut masih terbatas jalur operasinya karena sebagian besar wilayah lautan Indonesia dikuasai oleh tentara sekutu, termasuk Belanda sehingga hubungan interinsuler ada dalam kekuasaan mereka. Perkeretaapian menjadi perhatian utama dalam mengelola perhubungan darat pada masa itu karena jaringan angkutan darat lainnya seperti bus, truk, mobil dapat dikatakan tidak ada karena semula alat angkut bermotor masih dikuasai Jepang. Pembenahan perkeretaapian sebagai sarana darat utama saat itu bukanlah suatu hal yang mudah untuk dilakukan sebab tingkat kerusakan keretaapi cukup signifikan. Pada masa Demokrasi Liberal ini terjadi perubahan bagi Departemen Perhubungan secara kelembagaan, yaitu dibetuknya Departemen Perhubungan Laut pada masa Kabinet Djuanda. Dengan adanya departemen tersebut, maka
32
urusan laut yang sebelumnya menjadi tanggung jawab Departemen Perhubungan, kini menjadi terpisah dan ditangani secara mandiri oleh Departemen Perhubungan Laut. Dalam rangka menguasai pelayaran secara menyeluruh, diputuskan bahwa sudah tiba waktunya bagi pemerintah untuk mendirikan perusahaan pelayaran. Oleh karena itu pada tahun 1952, Ir. Djuanda selaku Menteri Perhubungan menetapkan berdirinya PT Pelayaran Nasional Indonesia (Pelni) yang mulai beroperasi dengan 16 buah kapal milik Perpuskadan 45 kapal yang baru dibeli. Berdasarkan keputusan Presiden RI No. 153 tanggal 10Juli 1959, Soekarno kemudian membentuk Kabinet baru yang dikenal dengan sebutan Kabinet Kerja I. Dalam Kabinet Kerja I ini terjadi perubahan dalam struktur pemerintahan negara. Istilah Departemen Perhubungan tidak lagi digunakan dan sebagai gantinya dikenal dengan sebutan Kementrian Distribusi dengan J. Leimena menjabat sebagai menterinya. Perubahan yang cukup signifikan bagi Departemen Perhubungan terjadi pada masa pemerintahan Demokrasi Terpimpin ini. Pada era ini, urusan perhubungan laut, udara, dandarat serta komunikasi tidaklagi berada secara keseluruhan di bawah wewenang Departemen Perhubungan, tetapi terpecah-pecah kedalam beberapa Departemen yang baru terbentuk pada era tersebut. Nama Departemen Perhubungan dalam Kabinet Kerja I tidak lagi ada tetapi diganti dengan istilah Bidang Distribusi yang menangani perhubungan laut, perhubungan darat, pos, dan telekomunikasi, perhubungan udara serta perdagangan. Sedangkan pada Kabinet Kerja II, urusan perhubungan berada di bawah bidang Distribusi yang terdiri dari Departemen Perhubungan Darat, Pos dan
33
Telekomunikasi, Departemen Perhubungan Laut, Departemen Perhubungan Udara, dan Departemen Perdagangan. Dalam Kabinet Kerja IV, istilah Bidang Distribusi diganti dengan Kompartemen Distribusi yang antara lain terdiri dari Departemen
Perhubungan
darat,
Pos
dan
Telekomunikasi,
Departemen
Perhubungan Laut dan Departemen Perhubungan Udara. Sedangkan pada masa Kabinet Dwikora, perhubungan laut tidak lagi masuk dalam Kompartemen Distribusi tetapi dibentuk kompartemen sendiri yaitu Kompartemen Maritim yang meliputi Departemen Perhubungan Laut, Departemen Perikanan dan Pengolahan Produksi Hasil Laut, serta Departemen Industri Maritim. Perubahan terjadi lagi dalam Kabinet Dwikora yang Disempurnakan I, yaitu terpisahnya urusan pos dan telekomunikasi dengan perhubungan darat. Dalam Kabinet ini dibentuk departemen baru
yaitu Departemen Pos dan Telekomunikasi dibawah
Kompartemen Distribusi. Selanjutnya dalam susunan Kabinet Dwikora yang disempurnakan kembali terjadi lagi perubahan. Urusan-urusan perhubungan yang sebelumnya didistribusikan dalam beberapa departemen, kini disatukan kembali dalam Departemen Perhubungan. Dalam masa awal Orde Baru Struktur Organisasi Departemen Perhubungan dalam Kabinet Pembangunan I, II, dan III adalah
meliputi
Menteri Perhubungan,
Sekertaris
Jenderal Departemen
Perhubungan, Inspektorat Jenderal Departemen Perhubungan, Direktorat Jenderal Perhubungan Laut dan Direktorat Pariwisata Pos dan Telekomunikasi. Lembaga Metereologi dan Geofisika berada di bawah Direktorat Perhubungan Udara sampai dengan tahun 1972 karena pada tahun 1973 dipindahkan dari Direktorat Perhubungan Udara ke departemen Perhubungan.
34
Penataan demi penataan yang dilakukan dalam Departemen Perhubungan dengan menyesuaikan struktur dan citranya, sehingga menjadi lebih baik dan bermanfaat bagi bangsa dan negara. Konsolidasi yang dilakukan sejak tahun 1945 hingga sekarang menghasilkan sebuah Departemen yang besar. Aspek manajemennya ditingkatkan dengan cara menaikkan kualitas sumber daya manusia, teknologi serta sistemnya. Tidak kurang pentingnya dalam masa konsolidasi itu adalah perhatian yang sangat banyak diberikan kepada upaya untuk mempertahan kansolidaritas atau integrasi di antara para pegawai. Dalam suatu “perusahaan” yang terutama bergerak dibidang jasa transportasi, etika kerja menyatupadukan para pegawainya berdasarkan kebiasaan-kebiasaan etis serta kewajiban-kewajiban timbal
balik. Seluruhnya ini terbungkus dalam suatu
keyakinan, bahwa apa yang dilakukan oleh Departemen Perhubungan adalah demi kepentingan bangsa Indonesia. Ketidaklancaran transportasi akan berdampak pada seluruh bidang baik ideologi, politik, sosial, budaya, dan pertahanan keamanan. Pada setiap saat yang kritis dalam sejarah Departemen Perhubungan yang menyangkut perkembangan transportasi dari masa ke masa telah berhasil mebawa Departemen Perhubungan Republik Indonesia pada tahapan yang lebih baik. Inilah hikmah yang dapat dipetik dari sejarah Departemen Perhubungan yang dalam kesehariaannya mengatur transportasi hingga kepelosok Indonesia, dan daerah terpencil sekalipun.
35
B. Visi dan Misi Kementerian Perhubungan. 1. Visi Terwujudnya penyelenggaraan pelayanan perhubungan yang handal, berdaya saing dan memberikan nilai tambah. 2. Misi a. Mempertahankan tingkat jasa pelayanan sarana dan prasarana perhubungan. b. Melaksanakan konsolidasi melalui restrukturisasi dan reformasi di bidang sarana dan prasarana Perhubungan. c. Meningkatkan aksesibilitas masyarakat terhadap pelayanan jasa perhubungan. d. Meningkatkan kualitas pelayanan jasa perhubungan yang handal dan memberikan nilai tambah. Namun kebijakan Presiden Joko Widodo menghilangkan Visi dan Misi tingkat Kementerian sehingga mulai Oktober 2014 Visi dan Misi Kementerian Perhubungan mengikuti Visi dan Misi Presiden. C. Tugas Kementerian Perhubungan Kementerian Perhubungan mempunyai tugas menyelenggarakan urusan di bidang perhubungan dalam pemerintahan untuk membantu Presiden dalam menyelenggarakan
pemerintahan
negara.
Dalam
Kementerian Perhubungan menyelenggarakan fungsi:
melaksanakan
tugas,
36
1.
Perumusan, penetapan, dan pelaksanaan kebijakan di bidang perhubungan;
2.
Pengelolaan barang milik/kekayaan negara yang menjadi tanggung jawab Kementerian Perhubungan;
3.
Pengawasan atas pelaksanaan tugas di lingkungan Kementerian Perhubungan;
4.
Pelaksanaan bimbingan teknis dan supervisi atas pelaksanaan urusan Kementerian Perhubungan di daerah; dan
5.
Pelaksanaan kegiatan teknis yang berskala nasional
Dalam menjalankan tugasnya Menteri Perhubugan dibantu oleh 13 (tiga belas) Eselon I antara lain :
1.
Sekretaris Jenderal
2.
Inspektur Jenderal
3.
Direktur Jenderal Perhubungan Darat
4.
Direktur Jenderal Perhubungan Laut
5.
Direktur Jenderal Perhubungan Udara
6.
Direktur Jenderal Perhubungan Perkeretaapian
7.
Kepala Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia
8.
Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan
9.
Staf Ahli Bidang Lingkungan Perhubungan;
10. Staf Ahli Bidang Teknologi dan Energi Perhubungan; 11. Staf Ahli Bidang Regulasi dan Keselamatan Perhubungan; 12. Staf Ahli Bidang Multimoda dan Kesisteman Perhubungan; dan 13. Staf Ahli Bidang Ekonomi dan Kemitraan Perhubungan.
37
D. Sistem Pengendalian Intern pada Kementerian Perhubungan Kementerian Perhubungan berusaha untuk bekerja sesuai dengan Peraturan Perundangan yang berlaku maka perlu adanya Pengawasan internal oleh Inspektorat Jenderal terhadap unit kerja di lingkungan Kementerian Perhubungan sebagai bagian yang tak terpisah dari pelaksanaan reformasi birokrasi untuk meningkatkan kinerja Kementerian Perhubungan khususnya untuk membangun kapasitas kelembagaan seluruh Entitas unit kerja dalam rangka penyelenggaraan tugas dan fungsi yang sesuai dengan tata pemerintahan yang baik (good governance). Titik berat dari pemerintahan yang baik adalah pada upaya peningkatan kualitas pelayanan publik dan pemberantasan korupsi secara terarah, sistematis, dan terpadu. Reformasi birokrasi, mustahil akan terwujud jika tata pemerintahan masih memberikan peluang terhadap praktik-praktik Kolusi, Korupsi, dan Nepotisme (KKN). Sehingga penyelarasan terhadap hasil-hasil pelaksanaan tugas pengawasan Inspektorat Jenderal diharapkan dapat memberikan keyakinan yang memadai atas pencapaian tujuan Kementerian Perhubungan, sekaligus dapat mengisi peran memberikan peringatan dini (Early Warning System) terhadap potensi penyimpangan/kecurangan yang terjadi, disebabkan kelemahan dalam sistem maupun sebagai akibat dari tindak pelanggaran individu. Pengawasan Internal terdiri dari Audit, Reviu, Evaluasi, Pemantauan, dan Kegiatan Pengawasan lain terhadap penyelenggaraan tugas dan fungsi organisasi dalam rangka memberikan keyakinan yang memadai bahwa kegiatan telah dilaksanakan sesuai dengan tolok ukur yang telah ditetapkan secara efektif dan
38
efisien untuk kepentingan pimpinan dalam mewujudkan tata kepemerintahan yang baik. Inspektur
Jenderal
menetapkan
Surat
Keputusan
Nomor
SK.08/HK.206/ITJEN-2014 Tanggal 15 Desember 2014 tentang Kebijakan Pengawasan (Jakwas) Inspektorat Jenderal Tahun 2015. Jenis Audit Pada Kementerian Perhubungan: a. Audit Kinerja Audit Kinerja mempunyai tujuan untuk mendapatkan tingkat keyakinan yang memadai terhadap laporan kinerja yang diaudit dan untuk meningkatkan kinerja secara berkesinambungan dengan memperhatikan 3 (tiga) aspek, yaitu Efektifitas sistem pengendalian intern, Kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan dan Prinsip ekonomis, efektifitas dan efisien. b. Audit Dengan Tujuan Tertentu, merupakan audit yang tidak mencakup dalam audit kinerja, yang meliputi :
Audit Pengadaan Barang dan Jasa, dilakukan memastikan bahwa proses pengadaan barang/jasa telah dilaksanakan secara konsisten sesuai dengan prinsip penegakan integritas, kebenaran, dan kejujuran dan memenuhi ketentuan perundangan berlaku yang bertujuan meningkatkan akuntabilitas penggunaan dana sektor publik;
Audit Perencanaan dan Manfaat, merupakan audit terhadap kegiatan Unit Kerja/Satuan Kerja untuk memperoleh keyakinan yang memadai bahwa
39
kegiatan tersebut sesuai dengan kebutuhan dan skala prioritas serta bermanfaat secara optimal;
Audit Pelayanan Publik, merupakan audit terhadap pelayanan publik oleh Unit Kerja Penyelenggara Layanan Publik kepada pengguna jasa sektor perhubungan sesuai standar pelayanan yang berlaku;
Audit Khusus, merupakan audit yang dilakukan atas lingkup audit yang bersifat khusus terhadap indikasi penyimpangan atau penyalahgunaan wewenang
unit
kerja
atau
pegawai
yang
pelaksanaannya
dilakukanberdasarkan surat pengaduan masyarakat, pengembangan dari temuan audit atau evaluasi reguler yang sedang atau telah dilakukan, permintaan tertulis dari unit kerja di lingkungan Kementerian Perhubungan serta audit yang menjadi perhatian pimpinan Kementerian Perhubungan;
Audit
Investigatif,
membuktikan
merupakan
dugaan
audit
penyimpangan
dengan dalam
tujuan bentuk
khusus
untuk
kecurangan,
ketidakteraturan, pengeluaran ilegal, atau penyalahgunaan wewenang dibidang pengelolaan keuangan Negara yang memenuhi unsur-unsur tindak pidana korupsi, kolusi dan nepotisme serta ditindaklanjuti oleh instansi yang berwewenang yaitu Kejaksaan dan Kepolisian berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan;
Audit terhadap masalah yang menjadi fokus perhatian Kementerian Perhubungan, dilaksanakan sesuai kebijakan dalam program kerja dan permintaan pimpinan Kementerian Perhubungan.