BAB III BERBAGAI KONSEP PENILAIAN" YANG PERNAH DIKEMBANGKAN Sebagaimana telah dikemukakan dalam bab I yang lalu, ada empat konsep pokok yang akan dibahas dalam bab ini yaitu konsep atau model Measurement, Congruence, Edu cational System EvaluationT dan Illumination. Dalam uraian masing-masing konsep di atas akan dibahas pandangan-pandangan dasar mengenai penilaian pendidikan yang mencakup pandangan tentang hakekat penilaian tu sendiri, ruang lingkup yang tercakup di dalamnya, serta pendekatan yang ditempuh dalam proses penilaian. Dengan bertolak dari uraian singkat di atas, marilah sekarang kita ikuti pandangan masing-masing model
di
atas mengenai hakekat, ruang lingkup dan pendekatan penilaian di bidang pendidikan. 1. Model Measurement Model ini dapat dipandang sebagai model yang tertua kenal
didalam sejarah penilaian dan telah banyak dididalam proses penilaian pendidikan. Tokoh - to-
koh penilaian yang dipandang sebagai pengembang
model
ini adalah R.L. Thorndike dan R.L. Ebel (Stufflebeam et al,1972,h.10). a. Hakekat Penilaian Sesuai dengan namanya, model ini sangat meni. 65
66 tik beratkan kegiatan pengukuran didalam proses penilaian. Pengukuran dipandang sebagai suatu kegiatan yang ilmiah dan dapat diterapkan dalam berbagai bidang persoalan termasuk ke dalamnya bidang pendidikan* Besarnya peranan atau arti pengukuran dalam
pro-
ses penilaian menurut model ini, telah menyebabkan kabur nya batas-batas antara pengertian pengukuran dan penilai, an itu sendiri, sebagaimana terlihat dalam kata-kata yang diucapkan oleh Thorndike s "the term 'evaluation1 as
ve
use it is closely related to measurement ..." (Thorndike and Hagen, 1961, h.27). Dengan kata lain, tanpa pengukur an tidak akan ada penilaian. Ini tentunya akan membawa kita kepada pertanyaan tentang apa yang dimaksudkan de ngan pengukuran itu sendiri. Pengukuran, menurut model ini tidak dapat dilepai kan dari pengertian kuantitas atau .jumlah. Jumlah ini akan menunjukkan 'besarnya' (magnitude) obyek, orang atau pun peristiwa yang dilukiskan dalam bentuk unit-unit kuran tertentu seperti misalnya menit, derajat,
u-
meter ,
percentile, dan sebagainya, sehingga dengan demikian hasil pengukuran itu selalu dinyatakan dalam bentuk bilang an. Dijadikannya .jumlah sebagai dasar dan ciri khas
da-
lam kegiatan pengukuran yang semakin berkembang - dengan pesat itu bertolak dari suatu keyakinan yang diungkapkan oleh E.L.Thorndike yaitu "if anything exists, it exists in quantity; and if it exists in quantity, it can be me&
67 sured" (Popham,1973,h.v). Pengukuran, dengan demikian, dipandang sebagai kegiatan menentukan 'besarnya* suatu sifat (attribute) yang dimiliki oleh obyek, orang atau pun peristiwa, dalam bentuk unit ukuran tertentu. Dalam bidang pendidikan, model ini telah dite rapkan dalam proses penilaian untuk melihat dan meng ungkapkan perbedaan-perbedaan individual maupun kelompok dalam hal kemampuan, minat, sikap maupun kepriba dian. Hasil pengukuran terhadap aspek-aspek
tingkali-
laku di atas digunakan untuk keperluan seleksi siswa , bimbingan, dan perencanaan pendidikan bagi para
siswa
itu sendiri. Dari uraian-uraian di atas dapat kita simpulkan bahwa menurut model yang pertama ini, penilaian pendidikan pada dasarnya tidak lain adalah pengukuran terha dap berbagai aspek tingkah laku dengan tujuan untuk me lihat perbedaan-perbedaan individual atau kelompok, yang hasilnya diperlukan dalam rangka seleksi, bimbingan dan perencanaan pendidikan bagi para siswa di sekolah. Ruang Lingkup Penilaian Yang dijadikan obyek dari kegiatan penilaian me nurut model ini adalah tingkah laku, terutama
tingkah
laku siswa. Aspek tingkah laku siswa yang dinilai
di
sini mencakup kemampuan hasil belajar, kemampuan pemba, waan (inteligensi, bakat), minat, sikap dan juga pek-aspek kepribadian siswa. Dengan kata lain,
asobyek
68 penilaian di sini mencakup baik aspek kognitif
mau-
pun aspek afektif dari para siswa• Dalam hubungan dengan penilaian program pendi dikan di sekolah, model ini menitik beratkan pada peng ukuran terhadap hasil belajar yang dicapai siswa
pada
masing-masing bidang pelajaran dengan menggunakan test (Dyer,1960,h.7). Hasil belajar yang dijadikan obyek pe nilaian di sini terutama adalah hasil belajar dalam bi dang pengetahuan (kognitif) yang mencakup berbagai tingkat kemampuan seperti kemampuan ingatan, pemahaman, aplikasi, dan sebagainya, yang penilaiannya dapat dila, knkan, secara kuantitlf-obyektif dengan menggunakan pro sedur yang dapat distandaidisaslkan» Program pengukuran hasil belalajar yang dilaksanakan secara baik, menurut model ini, akan dapat memenuhi kebutuhan berbagai hak yang berkepentingan dalam pengelolaan proses
pipen-
didikan — para pengawas, kepala sekolah, guru, pembim bing, dan orang tua* Pendekatan Dalam bagian yang lalu dikemukakan bahwa
dalam
penilaian program pendidikan di sekolah, obyek yang di nilai terutama adalah hasii belajar siswa yang penilai, annya dapat dilakukan melalui cara yang obyektif «kuantitatif dengan prosedur yang dapat distandardisasikan. Sehubungan dengan itu, alat penilaian yang lazim digunakan di dalam model penilaian ini adalah test tertu -
69 lis atau paper-and-pencll-test. Secara lebih khusus lagi, bentuk test yang biasanya digunakan adalah bentuk
test
obyektif yang soal-soalnya berupa pilihan-ganda, menjodoh kan, benar salah, dan sebagainya. Sekalipun ada kritikankritikan mengenai penggunaan bentuk-bentuk tertentu
dari
test obyektif ini, misalnya bentuk Benar-Salah yang diang gap 'lemah', tokoh-tokoh dari model penilaian ini
tetap
berpendapat bahwa bentuk 'Benar-Salah1 inipun masih dapat terus digunakan asal disusun secara baik. (Ebel,1965,h. 139). Untuk mendapatkan hasil pengukuran yang setepat mungkin, ada kecenderungan dari aliran measurement ini un tuk mengembangkan alat-alat penilaian (tests) yang atau
baku
standardized . Test yang belum dibakukan dipandang
kurang dapat mencapai tujuan dari pengukuran itu sendiri (Sax,1974,h.251). Oleh karena itu, setelah suatu test dicobakan kepada sampel yang cukup besar, berdasarkan
data
yang diperoleh, diadakan analisis untuk menentukan validi, tas dan reliabilitas test secara keseluruhan maupun
se-
tiap soal yang terdapat di dalamnya. Mengingat salah satu tujuan pengukuran adalah mengungkapkan perbedaan individu al di kalangan para siswa, dalam menganalisa soal - soal test sangat diperhatikan faktor tingkat kesukaran dan daya -pembeda yang dimiliki masing-masing soal. Dalam hubung an dengan tingkat kesukaran, setiap test hasil belajar di harapkan mempunyai penyebaran yang merata dalam
tingkat
70 kesukaran soal-soalnya, dengan maksud agar test tersebut memberikan tantangan kepada siswa-siswa yang pandai
na-
mun tetap memberikan kemungkinan kepada siswa-siswa yang lemah untuk menunjukkan kebolehannya (Thorndike,1971,h. 139). Mengenai daya pembeda, setiap soal test diharapkan dapat membedakan antara siswa yang pandai dan siswa yang kurang. Suatu soal yang hampir semua siswa dapat menja vabnya dengan betul dipandang sebagai soal yang daya pem bedanya rendah. Demikian pula bila suatu soal tidak pat dijawab dengan betul oleh hampir semua siswa
da-
dalam
kelas yang bersangkutan, soal tersebut juga dipandang se bagal soal yang daya pembedanya rendah. Soal-soal seperti yang digambarkan di atas cenderung untuk diperbaiki & taupun dibuang dari test yang bersangkutan. Suatu
soal
dipandang memiliki daya pembeda yang tinggi bila berda sarkan analisis hasil percobaan, kelompok siswa yang pan dai menjawab soal tersebut dengan betul sedangkan kelompok siswa yang kurang pandai menjawab soal tersebut ngan salah. Secara konseptual, korelasi antara
de-
tingkat
kepandaian siswa dan betul salahnya menjawab suatu
soal
digambarkan dalam diagram berikut (Thorndike,1971,h.141): Skor hasil test
Jawaban terhadap soal salah
betul
71 Keterangan diagram : Rt
: Nilai rata-rata dari kelompok yang tinggi skornya dalam test secara keseluruhan.
Rr
j Nilai rata-rata dari kelompok yang rendah skornya dalam test secara keseluruhan.
Selanjutnya, untuk mengungkapkan hasil belajar yang telah dicapai kelompok ataupun masing-masing individu didalam penilaian suatu bidang pelajaran tertentu, dikem
-
bangkan suatu norma kelompok berdasarkan angka-angka nyata yang diperoleh siswa di dalam test. Atas dasar norma kelompok inilah kemudian nilai untuk masing-masing
siswa
ditentukan. Dengan kata lain, nilai yang dicapai seorang siswa lebih menggambarkan 'kedudukan' siswa tersebut
di
dalam kelompoknya, dlmana norma yang digunakan di sini adalah norma yang relatif (Aura sian and Madaus,1972a,h.1). Akhirnya, pendekatan yang juga ditempuh oleh model ini didalam menilai program pendidikan adalah membandingkan hasil belajar antara dua atau lebih kelompok yang menggunakan program pengajaran yang berbeda sebagai varia, bel bebss. Dalam penilaian ini, kepada dua/lebih kelompok tersebut diberikan test yang sama untuk kemudian dianalisis perbedaan skor yang dicapai oleh kelompok-kelompok ta_ di (Choppin, 1976,h.219). Analisis perbedaan skor- ini
di-
lakukan dengan menggunakan cara-cara statistik tertentu untuk dapat menyimpulkan program pengajaran" mana ysng lebih efektif diantara program-program, yang dinilai tadi.
72 Model Congruence Model yang kedua Ini dapat dipandang sebagai re aksi terhadap model yang
pertama, sekalipun dalam be-
berapa hal masih menunjukkan adanya persamaan
dengan
model yang pertama. Tokoh-tokoh penilaian yang merupakan pengembang model ini antara lain adalah Ralph W.T^ ler, John B.Carroll, and Lee J.Cronbach (Glass,197l,h. 104). a* Tyler menggambarkan pendidikan sebagai suatu proses dimana didalamnya terdapat tiga hal yang perlu kita bedakan —— tujuan pendidikan, pengalaman belajar , dan penilaian terhadap hasil bela.1ar. Hubungan
di-
antara ketiga dimensi di atas dalam proses pendidik aa digambarkan dalam diagram di bawah ini (Lewy, 1976,h.8) : Tujuan Pendidikan
/*
(a)
Pengalaman
<*
»
Belajar
Hasil Belajar
(b) Garis (a) menunjukkan hubungan antara tujuan pendidikan dan pengalaman belajar, garis (b) menunjukkan hubunga_n antara pengalaman belajar dan hasil belajar, dan garis (c) menunjukkan hubungan antara tujuan pendidikan dan hasil belajar.
73 Dalam diagram di atas, kegiatan penilaian dinyatakan oleh gari3 (c) atau dengan kata lain, renilaian di si. ni dimaksudkan sebagai kegiatan untuk melihat sejauh mana tujuan-tujuan pendidikan telah dapat dicapai siswa
dalam
bentuk hasil belajar yang mereka perlihatkan pada
akhir
program pendidikan. Ini berarti bahwa penilaian itu
pada
dasarnya ingin memperoleh gambaran mengenai efektifitas dari pada kurikulum atau program pengajaran yang bersangkutan dalam mencapai tujuannya. Mengingat tujuan. - tujuan pendidikan mencerminkan p eruba han-per uba ha n tingkah la ku yang diinginkan pada anak didik, maka yang penting
dalam
proses penilaian adalah memeriksa sejauh mana perubahan perubahan tingkah laku yang diinginkan itu telah
terjadi
(Tyler,1950,h.106). Dengan diperolehnya informasi mengenai sejauh mana tujuan-tujuan pendidikan itu telah dicapai siswa
secara
individual maupun secara kelompok, dapat diambil keputusan tentang tindakan-tindakan apa yang perlu diambil menge nai program pengajaran maupun siswa yan^ bersangkutan.Tln dak lanjut hasil penilaian yang langsung menyangkut pentingan anak didik adalah dalam bentuk pemberian
kebim-
bingan untuk memperbaiki hasil yang telah dicapai dan perencanaan program studi bagi masing-masing siswa. Ditin jau dari kepentingan program pengajaran, hasil
penilaian
ini dimaksudkan sebagai umpan balik untuk keperluan perbaiki
mem-
bagian-bagian program yang masih 'lemah1, seba-
74 gaimana yang terkandung dalam ucapan Cronbach ; "the greatest service evaluation can perforra is to identi fy aspects of the course where revision is desirable'.' (Cronba ch,1971,h.13). Disamping untuk kepentingan bimbingan siswa dan perbaikan program, penilaian ini dimaksudkan pula untuk memberikan informasi kepada pihak-pihak luar pendidikan tentang sejauh mana tujuan -
di
tujuan
yang diinginkan itu telah dapat dicapai oleh program pendidikan yang ada. Akhirnya, berdasarkan uraian-uraian di atas , dapat disimpulkan bahwa menurut model yang kedua ini, penilaian itu tidak lain adalah usaha untuk memeriksa persesuaian (congrue_nc_e) antara tujuan-tujuan pen didikan yang diinginkan dan hasil belajar yang telah dicapai. Berhubung tujuan-tujuan pendidikan menyangkut perubahan-perubahan tingkah laku yang diinginkan pada diri anak didik, maka penilaian dimaksudkan untuk memeriksa sejauh mana perubahan-perubahan
yang
diinginkan itu telah terjadi. Hasil penilaian yang diperoleh berguna bagi kepentingan penyempurnaan pro gram, bimbingan siswa dan pemberian informasi kepada fihak-fihak di luar pendidikan mengenai hasil-hasil yang telah dicapai. Ruang .Lingkup Berhubung penilaian, menurut model yang kedua
75 ini dimaksudkan untuk memeriksa persesuaian (congruence) antara tujuan dan hasil belajar, yang dijadikan obyek pe nilaian dalam program pendidikan adalah tingkah laku sIs wa. Secara lebih khusus, yang dinilai di sini adalah per ubahan tingkah laku yang diinginkan (intended behavior) yang diperlihatkan oleh siswa pada akhir program pendi dikan. Dengan kata lain, pertanyaan yang perlu dijawab o leh penilaian adalah apakah siswa telah mencapai tujuantujuan dari program pengajaran (learning tasks) yang telah ditempuhnya (Carroll,1971,h.35).. Yang perlu kita bahas lebih lanjut sekarang
ada-
lah ruang lingkup pengertian tingkah laku siswa yang merupakan obyek yang ditekankan dalam proses penilaian menurut model ini. Pengertian tingkah laku siswa yang
di-
maksudkan di atas, sebagaimana terkandung secara impli sit dalam uraian-uraian yang lalu, terutama diartikan se bagal tingkah laku hasil
belajar yang dicapai siswa.
Tingkah laku hasil belajar ini tidak hanya terbatas pada segi pengetahuan (kognitif), melainkan juga mencakup dimensi-dimensi lain dari tingkah laku yang tergambar
da-
lam tujuan-tujuan pendidikan. Dalam buktinya yang terke nalj Basic Prinsiples of Curriculum and Instruction, Tyler memberikan ilustrasi tentang dimensi-dimensi pendidikan dalam suatu unit pelajaran tertentu,
tujuan seperti
yang terlihat dalam bagan di bawah ini (Tyler,1950jh.32):
76 Behavioral aspect of the objectives Understanding important facts and prin ciples •Content Aspect of the Objectives
Ability Social to apply attitude etc. prin ciples
A. Functions of of Human Organ! sm 1. TTutrition
X
X
2. Digestion
X
X
3. Circulation
X
X
4• Resplration
X
X
5. Heproduct ion
X
X
X
X.
etc.
Dari bagan di atas dapat dikemukakan bahwa tingkah laku hasil belajar yang perlu dinilai menurut model
ini
mencakup aspek pengetahuan» ketrampilan dan nilai & sikapT sejauh aspek-aspek tersebut tercantum didalam rumusan tujuan suatu program pendidikan» Pernyataan mengenai ruang lingkup tingkah laku yang dimaksudkan didalam model ini perlu ditegaskan untuk menunjukkan bahwa obyek yang dinilai di sini bukan
hanya
aspek kognitif dari hasil belajar melainkan juga dimensi-
77 dimensi yang lain, sebagaimana dikatakan oleh Cronbach: "outcomes of instruction are multidimensional and a s& tisfactory investigation will map out the effeets
of
the course along these dimensions."(Cronbach,1971,h. 13). Sebagai kesimpulan dari bagian ini dapat dikemu kakan bahwa obyek penilaian yang dikemukakan dalam model yang kedua ini adalah tingkah laku siswa, khusus nya tingkah laku hasil belajar sebagaimana yang dimaksudkan dalam rumusan tujuan pendidikan. Tingkah
laku
tersebut mencakup baik aspek pengetahuan maupun
aspek
ketrampilan dan sikap, sebagai hasil dari proses pendi. dikan. Pendekatan Sehubungan dengan aspek-aspek hasil belajar yang perlu dinilai, model ini tidak membatasi alat penilaian hanya pada test tertulis atau paper-and-pencil test ja. Carroll, misalnya, menyebutkan perlunya digunakan alat-alat penilaian lain seperti test perbuatan dan ju ga observasi (Carroll,1971,h.35). Bila kita perhatikan lagi contoh dimensi tujuan yang digambarkan oleh Tyler pada bagian yang lalu, kita melihat pula adanya aspek nilai dan sikap sebagai bagian dari tujuan-tujuan pendidikan yang ingin dan perlu dicapai. Inipun memerlukan bentuk penilaian tersendiri dan tidak cukup hanya dengan alat penilaian
14 tertulis saja. Disamping itu, masih ada lagi tujuan - tujuan yang berbentuk ketrarapilan, dan dalam hubungan
ini
Tyler mengemukakan bahwa "the measurements of the infcrma. tion which a student possesses may be done with a
paper
and pencil examination, while a test of skill in use
of
the microscope would require a different set-up."(Tyler , 1960,h.6). Singkatnya, dalam menilai hasil belajar yang menca kup berbagai jenis tingkah laku sebagaimana yang tercan tum dalam rumusan tujuan-tujuan pendidikan yang ingin dan perlu dicapai, model ini menganut pendirian bahwa berba gal kemungkinan alat penilaian perlu digunakan. Dengan ka ta lain, hakekat dari pada tujuan-tujuan yang ingin dicapailah yang akan menentukan jenis-jenis alat penilaian yang akan digunakan. Selanjutnya, sebelum kita sampai pada langkah-lanj» kah yang ditempuh oleh model ini dalan mengadakan penilai, an terhadap efektifitas program pengajaran, ada dua
hal
penting yang perlu dikemukakan mengenai pendekatan peni laian yang dianut oleh model yang kedua ini : Pertama, berhubung yang akan dinilai disini adalah perubahan tingkah laku siswa setelah menempuh suatu
pro-
gram pendidikan tertentu, perlu ada penilaian sebelum dan sesudah program dilaksanakan. Dalam pembahasannya menge nai pengertian-pengertian dasar dalam penilaian, Tyler rae ngesnukskan pendiriannya sebagai berikut :
79 evaluation raust involve more than a single appraisal, since to see whether change has taken place it is necessary to make an appraisal at an early point and other appraisals at later polnts. Kence, it is clear that evaluation involves at least two at> praisals --- one taklng place in the early part of the educational urogram and the other at some later point.(Tyler,1950,h.106). Dengan kata lain, model ini menyarankan digunakannya pro sedur pre-and-posttest untuk menilai hasil atau fcalns yang dicapai siswa sebagai akibat dari program pendidikan yang telah diikutinya. Kedua, model ini tidak menyarankan dilaksanakan nya apa yang disebut penilaian perbandingan untuk iceli hat sejauh mana kurikulum yang baru itu lebih efektif da ri kurikulum yang ada. Bahkan, lebih jauh dari itu,
mo-
del ini cenderung untuk tidak menyetujui diadakannya penilaian perbandingan ini, sebagaimana tergambar didalam pernyataan berikut ; "Cronbach first focused widespread attention on logical problems involved in comparing
the
outcomes of a new curriculum with thcse of an older established curriculum when the two curricula
are in
fact
intended to accomplish different goals.11 (Anderson et al, 1975,h.110). Karena itulah baik Tyler maupun Cronbach le bih mengarahkan peranan penilaian pada tujuan untuk memperbaiki program pengajaran. Akhirnya, mengenai langkah-langkah yang perlu ditempuh. didalam proses penilaian menurut model yang kedua ini, Tyler mengajukan 4 langkah pokok yaitu :
80 1) Merumuskan atau mempertegas tujuan-tujuan nenga.laran Berhubung penilaian diadakan untuk memeriksa se jauh mana tujuan-tujuan yang telah dirumuskan itu
su-
dah dapat dicapai, perlu masing-masing tujuan itu
di-
perjelas rumusannya sehingga memberikan arah yang
le-
bih tegas didalam proses perencanaan penilaian yang akan dilakukan. 2) Menetapkan 'test situation* y^n^ diperlukan Dalam langkah ini ditetapkan jenis-jenis situasi yang akan memungkinkan para siswa untuk memperlihat. kan tingkah-laku yang akan dinilai tersebut.
Situasi-
situasi yang dimaksudkan dapat terbentuk demonstrasi ' menggunakan mikroskop, memecahkan persoalan-persoalan secara tertulis, memimpin kegiatan kelompok, dan sebagainya. 3) Menyusun alat penilaian Berdasarkan rumusan tujuan dan 'test situation1 yang telah dikembangkan dalam langkah-langkah sebelumnya kini dapat ditetapkan dan disusun alat-alat peni laian yang cocok untuk digunakan dalam menilai jenis jenis tingkah laku yang tergambar dalam tujuan terse but. 4) Menggunakan hasil-penilaian Setelah test dilaksanakan, hasilnya diolah sede mikian rupa agar dapat memenuhi tujuan diadakannya pe-
81 nilaian tersebut, baik untuk kepentingan bimbing an siswa maupun untuk perbaikan program. Berhubung setiap program pendidikan
me-
nyangkut berbagai tujuan yang ingin dicapai, akan lebih tepat bila hasil penilaian tidak dinyata kan dalam bentuk hasil keseluruhan test tapi dalam bentuk hasil bagian derai bagian dari
test
yang bersangkutan sehingga terlihat bagian-bagian mana dari program pendidikan yang. masih perlu disempurnakan berhubung belum berhasil
mencapai
tujuannya. Dari segi kepentingan siswa, pendekat an yang disebut terakhir ini juga akan memungkiri kan diketahuinya bagian-bagian tertentu dari tujuan yang masih belum berhasil dicapai oleh rra sing-masing siswa, sebagai dasar untuk mengada kan bimbingan yang lebih terarah. Model Bducational Systeia Evaluation Model yang ketiga yang akan dibahas disini meru pakan reaksi terhadap kedua model terdahulu. G.V.Glass dalam tulisannya yang berjudul ' Two Generations of valuation Models' menyebut model
E-
ketiga ini sebagal
'Edueational System Evaluation Model1 karena ruang * lingkupnya yang jauh lebih luas dari kedua model
yang
pertama (Glass,1971,h.l04). Tokoh-tokoh yang dipandang sebagai pengembang model yang ketiga ini antara lain a, dalah Daniel L.Stufflebeam, Michael Scriven, Robert E.
82 Stake dan Malcolm M.Provus, yang masing-masing pandangan nya akan dibahas di dalam bagian mendatang ini. a. Hakekat Penilaian Model yang ketiga ini bertitik tolak dari pandangan bahwa keberhasilan dari suatu program pendidik an dipengaruhi oleh berbagai faktor -ciri anak didik maupun lingkungan di sekitarnya, tujuan program
dan
peralatan yang dipakai, serta prosedur dan
mekanisme
pelaksanaan program itu sendiri. Pandangan
tersebut
di atas ternyata mempengaruhi konsep penilaian
yang
dikembangkan oleh aliran ini. Penilaian, menurut model ini, dimaksudkan untuk membandingkan performance dari berbagai
dimensi
program yang sedang dikembangkan dengan sejumlah kriteria, tertentu, untuk akhirnya sampai pada suatu deskrijpsi dan .Tudgment mengenai program yang dinilai te.r sebut. Ada beberapa hal di dalam isi pandangan di
a-
tas yang perlu digaris bawahi dan diuraikan lebih lan jut mengingat pentingnya hal-hal tersebut didalam kon teks konsep penilaian yang dianut oleh model ini s 1) Dengan mengemukakan 'berbagai dimensi program1, mo del ini menekankan pentingnya program sebagai suatu keseluruhan dijadikan obyek penilaian,
tanpa
membatasi hanya pada aspek hasil yang'dicapai saja. Gene V.Glass dalam tulisannya 'Two Generation of
19 Evaluation Models' menegaskan bahwa "the coraplete and detailed description of what constitutes the educat ional program is a concern of the edueational
systera
evaluation model'.' (Glass,1971,h,104). Dengan kata lain, disamping hasil yang dicapai, dimensi-dimensi lainnya dari program yang berpengaruh terhadap hasil yang akan dicapai, juga menjadi obyek penilaian
dari
model yang ketiga ini, 2) Perbandingan antara program performance dan
kriteria
juga merupakan salah satu inti yang penting dalam kon sep penilaian menurut model ini. Malcolm M.Provus, da lam .pembahasannya mengenai Th e Di s c r epancjr. Evalua t i o n Model mengemukakan bahwa "there can be no evaluation without discrepancy information and there can be no discrepancy without standards or criteria" (Provus, 1971,h«118). Yang penting di sini adalah bahwa
untuk
setiap dimensi program pendidikan yang sedang dikem bangkan itu perlu ditetapkan dengan tegas kriteria yang akan dijadikan ukuran dalam menilai
perfortaance
i
dari masing-masing dimensi tersebut. Salah satu kelemahan dari penilaian yang ada sekarang, menurut niel L. Stufflebeam, adalah kurang jelasnya t
Da-
kriteria
yang digunakan sebagai dasar didalara mengadakan penilaian tersebut.(Stufflebeam,1972,h.26). 3) Akhirnya, model ini berpandangan bahwa
penilaian
tidak hanya berakhir pada suatu deskripsi tentang keadaan program yang telah dinilainya, melainkan
harus
sampai pada suatu Judgment mengenai baik-buruknya, e•
fektif-tidaknya, program pendidikan yang bersangkutan. Dalam tulisannya 'The Countenance of Education al Evaluation,Stake mengemukakan bahwa "from relative judgment as well as from absolute judgment, we obtain
an
overall or composite rating cf merit, a rating to
be
used ln making an educational deeision" (Stake,1971,h. 101). Sesuai dengan apa yang terkandung dalam ucapan Stake di atas, dalam mengadakan judgment. kita
dapat
menggunakan suatu standar yang mutlak yang sudah tetapkan, ataupun standar yang relatif dalam
di-
bentuk
perbandingan dengan program pendidikan yang lain. Informasi yang diperoleh dari hasil penilaian ber fungsi sebagai bahan atau input bagi pengambilan keputus an mengenai program yang bersangkutan dalam rangka : a) penyempurnaan program selama program tersebut
masih
dalam tahap pengembangan, dan b) penyimpulan mengenai kebaikan (merit, worth) dari pro gram pendidikan yang bersangkutan dibandingkan dengan program yang lain. Dalam hubungan dengan fungsi penilaian tersebut di atas, Michael Scriver. menggunakan istilah formgtive evaluation dan summative evaluationy dimana yang pertama dihubungkan dengan keperluan penyempurnaan program
s e-
85 tahui the relative worth dari kurikulum yang baru diban dingkan dengan kurikulum yang ada. Stake, misalnya, dalam membicarakan pentingnya judgment didalatr proses penilaian kurikulum secara keseluruhan, menegaskan
bahwa
"one can evaluate a program with respect to opinions of what a program should be or with regard to what other programs are" (Stake, 1971jh- 100,)- Dengan mengadakan perbandingan antara kurikulum yang baru dan kurikulum yang lama, kita akan mendapatkan gambaran hasil penilai, an yang lebih menyeluruh mengenai kurikulum baru dari segala seginya. Bahkan, lebih jauh lagi, Provus, Seri ven dan Stufflebeam juga mengemukakan pentingnya peni laian secara menyeluruh ini mencakup pula penilaian dari segi biaya (cost analysis) untuk melihat segi efisiensi dari program yang dikembangkan itu. Akhirnya, sebagai kesimpulan dari uraian-uraian di atas, dapat dikemukakan bahwa dalam rangka penilaian terhadap kurikulum yang sedang dikembangkan, model
ini
mengajukan dua pendekatan yang perlu diterapkan : a) membandingkan setiap dimensi dari kurikulum baru te.r sebut dengan kriteria intern yang dikembangkan didalam kurikulum itu sendiri,. melalui penentuan conti -* ngencies antara berbagai dimensi kurikulum dan psnen tuan congruence antara keadaan yang diharapkan
dan
keadaan yang nyata; dan b) membandingkan kurikulum yang baru tersebut dengan ku
36 dangkali yang terakhir dihubungkan dengan penyimpulan mengenai kebaikan program secara keseluruhan.(Seri ven,1971,h.30). Penilaian formatif diadakan pada saat kurikulum atau program pendidikan itu masih dalam tahap pengembangan dimana penyempurnaan-penyempurnaan masih terus dilakukan berdasarkan atas hasil
pe-
nilaian. Sebaliknya, penilaian sumatif dilakukan pada saat kurikulum itu sudah d3lam keadaan 'siap1 setelah selesai menempuh fase pengujian dan penyempurnaan selama tahap pengembangan. Sebagai kesimpulan, ada empat hal yang
perlu
dikemukakan mengenai pandangan model yang ketiga ini tentang penilaian : Pertama, penilaian itu ditujukan pada berba gal dimensi dari program yang sedang dikembangkan, tidak hanya dimensi hasilnya saja. Kedua, proses penilaian itu mencakup perban dingan antara performsnce dan kriteriaf baik kriteria yang sifatnya mutlak ataupun relatif. Ketiga, penilaian tidak hanya berakhir dengan suatu deskripsi mengenai keadaan program yang ber
-
sangkutan tapi juga menuntut adanya f1udgment sebagai kesimpulan dari hasil penilaian. Keempat, hasil penilaian digunakan sebagai ba han atau input bagi pengambilan, keputusan dals.^ ra'ng ka penyempurnaan program maupun penyimpulan mengenai
87 kebaikan program yang bersangkutan secara keseluruhan. Ruang Lingkup Sesuai dengan pandangan yang pertama di atas, dimensi program pendidikan yang dijadikan obyek peni laian didalam model yang ketiga ini lebih luas yaitu mencakup dimensi peralatan/sarana« proses pelaksanaan, hgsll atau produk yang diperlihatkan oleh program yang bersangkutan. Stake membagi obyek penilaian atas tiga kategori yaitu antecedents. transactions. dan outcomes.(Stake, 1971,h. 107) . Dengan antecedents dimaksudkan adalah sumber/modal/input yang ada pada saat kurikulum itu di, kembangkan, seperti tenaga, keuangan, karakteristik siswa, dan tujuan yang ingin dicapai oleh program. Dimensi yang disebut transaetions mencakup rencana
ke-
giatan maupun proses pelaksanaan program di lapangan , termasuk ke dalamnya urutan kegiatan, penjadwalan waktu, bentuk interaksi antara guru dan murid, cara menilai hasil belajar di kelas dan sebagainya. Dengan outcomes di sini dimaksudkan antara lain adalah hasil yang dicapai para siswa, reaksi guru terhadap program tersebut, dan efek sanpingan dari program yang bersang kutan, Stufflebeam} dalam bukunya Educntional T?V3lnation and Declsion Haking, menggolongkan program pendi dikan atas 4 dimensi yaitu context, input» proees g,dan
88 product, serta mengajukan suatu model penilaian dengan na ma
CIPP Model yang merupakan singkatan dari keempat dimen
si di atas.(Stufflebeam,1972,h.112). Keempat dimensi atas perlu dinilai selama dan pada akhir proses pengem
di -
bangan kurikulum atau program pendidikan, dimana penger tian untuk masing-masing dimensi di atas adalah
sebagai
berikut : 1) Context : situasi atau latar belakang yang mempengaruhi jenis-jenis tujuan dan strategi pendidikan yang akan dikembangkan dalam program yang bersangkutan, seperti misalnya masalah pen didikan yang dirasakan, keadaan ekonomi nega. ra, pandangan hidup masyarakat dan seterus nya. 2) Input
: sarana/nodal/bahan dan rencana strategi yang ditetapkan untuk mencapai tujuan-tujuan pendidikan tersebut.
3) Process : pelaksanaan strategi dan penggunaan sarana / modal/bahan didalam kegiatan nyata di lapang; an. 4) Product : hasil yang dicapai baik selama maupun pada & khir pengembangan program pendidikan yang bersangkutan. Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa Stufflebeam bahkan menambahkan satu dimensi lagi dalam penilaian program yaitu dimensi latar belakang atau cqntext yang seca-
89 ra eksplisit belum tercakup dalam dimensi yang diajukan oleh Stake. Dengan kata lain, menurut Stufflebeam, kuri_ kulum itu hendaknya dinilai dari segi latar belakangnya, sarana/rencana kegiatannya, proses pelaksanaannya dan hasil yang dicapainya, agar dapat diperoleh informasi yang luas. Scriven, dalam tulisannya
!
The Methodology of E-
valuation1 membedakan antara instrumental evaluation dan conseguential evaluation.(Scriven, 1971,h.34). Instrumenta1 Evaluation mencakup penilaian terhadap tujuan, isi', cara yang ditetapkan, maupun pelaksanaan dari caracara tersebut di kelas. Sedangkan Conseguential "Evaluat ion mencakup penilaian terhadap hasil yang dicapai, ter utama dari segi para siswa itu sendiri. Dengan demikian, obyek penilaian yang diajukan oleh Scriven
disini men-
cakup sarana/bahan, proses, dan hasil yang dicapai. Akhirnya, dalam membahas tahap-tahap penilaian yang perlu ditempuh, Provus mengemukakan dimensi yang perlu dinilai dalam proses pengembangan kurikulum, yaitu deslgn, program .operation, interim products, dan ter minal products.(Provus„1971«h.117-118). Pengertian
de-
si^n disini dapat dihubungkan dengan rencana/sarana, se dangkan program operation dapat diartikan sebagai
pro-
ses pelaksanaan. Yang. dimaksudkan dengan interim produc t s bleh Provus adalah hasil belajar jangka pendek se dangkan terminal products adalah hasil belajar
dalam
90 jangka waktu yang lebih panjang. Dengan demikian obyek penilaian yang diajukan oleh Provus disini mencakup pu la dimensi sarana/rencana, proses, dan hasil yang dica. pai. Sehubungan dengan ruang lingkup obyek penilaian yang diajukan, jenis-jenis data yang dikumpulkan dalam kegiatan penilaian menurut model ini mencakup baik data-data obyektif (skor hasil test) maupun data-data subyektif atau judgmental data (pandangan guru-guru, reaksi para siswa, dan sebagainya). Model penilaian ini memberikan tempat yang penting bagi pengumpulan
judg-
mental data, sebagaimana yang dikemukakan oleh Glass : "The second generation (educational system) model
of
evaluation emphasizes the central role that judgment must play in evaluation" (Glass,1971,h.107). Menurut model ini, kenyataan bahwa judgment itu mengandung unsur-unsur subyektif tidak mengurangi pentingnya
hal
tersebut dalam proses penilaian. Yang perlu dilakukan adalah mengembangkan cara yang akan memungkinkan sur-unsur subyektif dalam judgment tersebut dapat
undi-
tekan sampai seminimal mungkin. Kesimpulan yang dapat.kita ambil mengenai ruang lingkup penilaian yang diajukan oleh model ketiga
ini
adalah bahwa : 1) Obyek penilaian dalam rangka pengembangan kurikulum atau program pendidikan mencakup sekurang-kurangnya
91 3 dimensi yaitu dimensi peralatan/saranay proses, dan hasil yang dicapai. 2) Sehubungan dengan hal di atas, jenis-jenis yang diperlukan dalam proses penilaian data obyektif maupun data subyektif
data
mencakup
(judgmental
data). Pendekatan Ada dua pendekatan utama yang diajukan
oleh
model ketiga ini dalam pelaksanaan penilaian : pertamaT membandingkan performance setiap di, mensi program dengan kriteria intern
dalam
program itu sendiri; dan kedua, membandingkan performance setiap
di-
mensi program dengan kriteria ekstern di luar program yang bersangkutan. 1) Perbandingan berdasarkan kriteria Intern Pendekatan yang pertama ini ditempuh pada saat kurikulum masih berada pada fase pengembang an dan masih mengalami perbaikan-perbaikan.
Un-
tuk setiap dimensi program (input, proses, hasil) dilakukan penilaian berdasarkan kriteria yang ada, dimana : a) Rencana/sarana program dinilai berdasarkan kriteria rencana yang baik untuk program yang bersangkutan..
92 b) Proses (pelaksanaan program) dinilai dari kesesuaiannya dengan rencana yang ada, dimana rencana kegiatan disini berlaku sebagal kriteria. c) Hasil yang dicapai dinilai dari kesesuaiannya dengan tujuan yang ingin dicapai, dimana tujuan disini berlaku sebagai kriteria. Dalam pendekatan ini, kriteria yang digunakan di atas dipandang sebagai kriteria yang 'mutlak' yang
te-
lah dirumuskan sebelumnya. Hasil penilaian yang diperoleh akan dijadikan dasar bagi penyempurnaan rencana, proses maupun peningkatan hasil yang dicapai. Secara lebih luas dan lebih tuntas, Stake melu klskan pendekatan yang pertama ini dengan mengemukakan dua cara penilaian yaitu menetapkan contlngencies antara antecedents, tjransactions dan outcomes. dan menetap kan congruence antara apa yang diharapkan (kriteria) dan apa yang nyata terjadi (performance).(Stake,1971,h. 98). Yang dimaksudkan dengan contingencies disini
ada-
lah hubungan logis antara ketiga dimensi program, khu susnya antara tujuan, strategi dan hasil, baik yang ter cantum dalam rencana (di atas kertas) maupun yang terja. di di lapangan. Sedangkan dengan congruence, dimaksud kan adalah kesesuaian antara yang diharapkan (kriteria) dan yang terjadi/dihasilkan, sebagaimana diuraikan
da-
lam pokok a), b) dan c) di atas. Untuk lebih jelasnya, prosedur penilaian yang d.i
93 kemukakan Stake dalam pendekatan yang pertama Ini di, lukiskan dalam bagan berikut :
CONGRUENCE M
W M O fes w o eh fe; o o
Garis panah, al, a2, a3, dan a4 menunjukkan proses pe nentuan contlngencies sedangkan garis panah bl, b2 dan b3 menunjukkan penentuan con^ruence antara yang diharapkan dan
yang nyata terjadi.
2) Perbandingan berdasarkan kriteria ekstern Pendekatan yang kedua ini ditempuh pada
saat
kurikulum sudah berada dalam keadaan 'siap* setelah mengalami perbaikan-perbaikan selama fase pengembang an. kalau dalam pendekatan yang lalu salah satu pertanyaan yang diajukan adalah 'sejauh manakah kurikulum yang dikembangkan itu telah mencapai tujuannya', dalam pendekatan yang kedua ini pertanyaan menjadi 'apakah kurikulum yang baru ini lebih baik dari kuri.
D 94kulum yang ada sekarang1. Pertanyaan yang kedua ini tidak kalah penting nya dengan pertanyaan yang pertama, karena sekalipun kurikulum telah berhasil mencapai tujuannya, masih pe,r lu dipersoalkan apakah tujuan dari kurikulum
tersebut
memang sudah baik. Scriven sebagai salah seorang tokoh dari model ketiga ini, sangat menekankan pentingnya pe nilaian yang menyeluruh dari kurikulum tersebut
pada
akhir fase pengembangannya, termasuk penilaian terha dap tujuan yang ingin dicapainya : "It is of eourse obvious that if the goals aren't worth achieving it is uninteresting how well they are achieved
then
... If
we are going to evaluate in a way that brings in goals at all, then we shall typically have some obligation to evaluate the goals'.' (Scriven,1971,h.33-34). Ontuk mengetahui apakah kurikulum yang baru t e j? sebut memang baik, salah satu caranya adalah dengan membandingkan kurikulum tersebut dengan kurikulum yang lain ataupun kurikulum yang berlaku sekarang.
Dengan
kata lain, perbandingan yang akan- dilakukan dlsini didasarkan atas kriteria di luar kurikulum yang baru ter sebut, dimana kriteria ini sifatnya relatif.
Sekali -
pun ada pihak-pihak (antara lain Cronbach) yang. tidak menyetujui diadakannya penilaian perbandingan
seperti
yang dilukiskan di atas, hal itupun tidak mengurangi pentingnya dilakukan perbandingan tersebut untuk menge
95 rikuluia yang ada (kriteria ekstern) untuk meli hat nilai relatif dari kurikulum baru ditinjau dari berbagai aspek. Untuk melaksanakan kedua pendekatan di atas diper lukan berbagai cara penilaian disamping test sil belajar, yaitu observasi, angket,
ha-
wawancara
dan juga content-analysls, mengingat data yang di. kumpulkan disini mencakup baik data obyektif maupun data subyektif atau .ludgmental- data. Model Illumlnative Sebagaimana halnya model yang ketiga,
model
yang keempat inipun dikembangkan sebagai reaksi terhadap dua model penilaian yang pertama yaitu measurement dan congruence. Penggunaan nama Illutr.inatlve Model oleh pengembangnya didasarkan atas alasan
bahwa
penggunaan berbagai cara penilaian didalam model ini bila dikombinasikan akan "help illuminate
problems,
issues, and significant program featuresV (Parlet and Hamilton,1972,h.i). Model ini dikembangkan terutama di Inggris dan banyak dikaitkan dengan pendekat, an di bidang antropologi. Salah seorang tokoh
yang
paling menonjol dalam usahanya mengembangkan model ini adalah Maleolm Parlett. (Lewy,1976,h.7) a) Hakekat Penilaian Sebagaimana telah disinggung di atas,
mo-
96 del yang keempat ini dikembangkan sebagai reaksi ter hadap model measurement dan congruence. Kedua
model
yang terakhir ini dipandang kurang menghasilkan
in-
formasi yang tuntas dan riel mengenai nrogram pendidikan yang dinilainya ;"their aim (unfulfilled) of achieving fully 'objective methods1 has led to
stu-
dies that are artificial and restricted in scope". (Parlett and Hamilton,1972,h.i). Bila model measurement dan congruence berorientasi pada penilaian secara kuantitatif
lebih dan
berstruktur, model yang ke 4 ini lebih menekankan pj, da penilaian kualitatif dan
terbuka. Program pendi-
dikan yang dinilai tidak ditinjau sebagal sesuatu yang terpisah melainkan dalam hubungan dengan
suatu
learning milieu, dalam konteks sekolah sebagai lingkungan materiel dan psiko-sosial, dimana guru dan mu rid bekerja bersama. Menghubungkan kegiatan penilaian dengan suatu learnj.ng mllleu membawa penilai kepada situasi
yang
kongkrit tapi juga kompleks karena inovasi yang akan dinilai itu tidak dipandang sebagai unsur yang terpi. sah (berdiri sendiri) melainkan sebagai bagian
dari
keseluruhan sistem pendidikan di sekolah. Dan ini me mang tidak dapat dipungkiri, karena bila inovasi yang dinilai tersebut'ditempatkan dalam suatu isolasi, hal ini dapat menghasilkan situasi yang artificial .
97 Sehubungan dengan itu, pendekatan penilaian yang diajukan oleh model ini lebih mirip dengan pendekatan yang diterapkan dalam studi dihidang antropologi. (Stuff1ebeam,1972, h. 14). Tujuan penilaian menurut model yang keempat i ni adalah mengadakan studi terhadap program inovasi: bagaimana pelaksanaan dari program tersebut
di la-
pangan, bagaimana pelaksanaan itu dipengaruhi
oleh
situasi sekolah dimana program yang bersangkutan dikembangkan, apa kebaikan-kebaikan dan kelenahan-kele mahannya dan bagaimana program tersebut mempengaruhi pengalaman-pengalaman belajar para siswa. Hasil
pe-
nilaian yang dilaporkan lebih bersifat deskripsi dan interpretasi, bukan pengukuran dan prediksi.(Farlett and King,1971). Oleh karena itu dalam pelaksanaan pe nilaian, model yang keempat ini lebih banyak menekan kan pada penggunaan judgment. Atau dengan kata lain, dalam mengadakan penilaian model ini berpegang
pada
semboyan bahwa "the .iudgment is the evaluation" (Stuf f 1 ebeam, 1972, h. 14 ). Akhirnya, model ini juga memandang fungsi penilaian sebagai i mm t untuk kepentingan
pengambilan
keputusan dalam rangka penyesuaian-penyesuaian dan penyempurnaan program yang -sedang dikembangkan. b) Ruang Lingkup Sebagaimana halnya model yang ketiga,
model
98 yang keempat ini juga mengarahkan kegiatan penilaian nya tidak hanya pada aspek hasil belajar siswa lainkan pada aspek yang lebih luas. Obyek
me-
penilaian
yang diajukan oleh model ini mencakup : 1) Latar belakang dan perkembangan yang dialami program 2) Proses pelaksanaan program itu sendiri 3) Hasil belajar yang diperlihatkan para siswa 4) Kesukaran-kesukaran yang dialami program, sejak dari perencanaan sampai dengan pelaksanaannya
di
lapangan. Disamping itu, ikut pula dijadikan obyek peni laian didalam model ini adalah efek-sampingan
dari
program yang bersangkutan seperti kebosanan yang ter lihat pada siswa, ketergantungan secara intelektual, hambatan bagi perkembangan sikap sosial, dan sebagai, nya. Dengan kata lain, obyek penilaian dari model ini mencakup baik kurikulum yang terlihat maupun kuri kulum tersembunyi (Snyder,l971), Menurut model kedua jenis kurikulum di atas sama pentingnya
ini, kare-
na keduanya mempunyai pengaruh didalam rangka pencapaian tujuan pendidikan. c) Pendekatan Pendekatan yac.g ditempuh model ini dalam
pe-
nilaian berbeda dari apa yang berlaku dalam peneli tian ilmu pengetahuan alam. Dengan kata lain, model
99 penilaian ini mengajukan pendekatan yang merupakan al ternatif bagi apa yang disebut agrlcultural-botany
pa-
ra digm, yang selain digunakan dalam ilmu pengetahuan alam Juga digunakan dalam eksperimen dibidang psikologi. (Parlett and Hamilton,1972,h.3). Pendekatan yang diguna kan model ini, sebagaimana telah disinggung dalam
ba-
gian permulaan, lebih menyerupai pendekatan yang dite rapkan dalam bidang antropologi sosial, psikiatri
dan
jenis-jenis penelitian tertentu dibidang sosiologi. Cara-cara yang digunakan dalam pendekatan ini ti dak bersifat standar melainkan lebih bersifat fleksibel dan eklektif. Pengembangan model ini beranggapan bahwa "the problem defines the methods used, not viee-versa". (Parlett and Hamilton,1972,h.l5). Berhubung situasi yang akan dinilai disini bersifat terbuka dan mengandung segala macam kemungkinan, maka tidak mungkin digunakan suatu cara yang standar. Ini berarti bahwa model yang digunakan dalam penilaian hendaknya model yang sifatnya responsif terhadap segala perkembangan yang dialami pro gram selama proses penilaian berlangsung. Sehubungan dengan tujuan dan pendekatan penilaian yang dianut oleh model yang keempat ini, ada tiga fa se kegiatan penilaian yang diajukan secara berturut-turut disebut "observe, inquiry further, and seek to
ex-
plain".(Parlett and Hamilton,1972,h.l6). Uraian kegiatan dari masing-masing tahap di atas, secara singkat, a-
100 dalah sebagai berikut Taha.p. 1 : Observe Dalam tahap ini penilai mengunjungi sekolah dimana program inovasi itu sedang dikembang kan. Dalam kesempatan ini penilai akan mendengarkan dan melihat berbagai peristiwa, per soalan serta reaksi dari guru maupun
siswa
terhadap pelaksanaan program tersebut. Kunjungan dalam tahap ini dapat dipandang sebagai orientasi untuk lebih mengenal program yang bersangkutan dari dekat, dimana disamping pengamatan, wawancara secara informal dengan guru-guru maupun para siswa
dapat
dilakukan. Tahap 2 : Ingulry further Dalam tahap yang kedua ini, berbagai persoalan yang terlihat atau terdengar dalam tahap kesatu kini diseleksi untuk mendapatkan perhatian dan penelitian lebih lanjut. Mengingat dalam tahap kesatu penilai sudah memperc leh pengetahuan yang cukup memadai
mengenai
program yang bersangkutan, pertanyaan-perta nyaan mengenai persoalan-persoalan tertentu kepada para guru dan siswa kini dapat
lebih
intensif dan terarah. Dengan kata lain, studi
101 terhadap berbagai persoalan yang telah dise leksi tersebut menjadi lebih sistlmatik
dan
terarah, tapi belum sampai pada penelitian tentang sebab-sebab dari masing-masing
per-
soalan. Tahap 3 : Seekto explain Dalam tahap ketiga, penilai mulai mene litl sebab-akibat dari masing-masing persoalan. Disini mulai digali faktor-faktor yang me nyebabkan timbulnya persoalan-persoalan tadi. Dalam hubungan Ini data-data yang diperoleh secara terpisah-pisah tadi mulai disusun
dan
dihubungkan dalam kesatuan situasi yang terda. pat pada sekolah yang bersangkutan. Pada tahap inilah mulai dilakukan
in-
terpretasi terhadap data yang diperoleh,
di-
mana data-data tersebut telah disusun
serta
dihubungkan dengan berbagai data yang
lain .
Informasi inilah yang nantinya dijadikan ba han/input dalam rangka pengambilan keputusan untuk mengadakan perbaikan-perbaikan
ataupun
penyesuaian-penyesuaian program yang diperlukan. Pendekatan yang digambarkan di atas, dalam model ini disebut sebagai Progressive focussintg dimana kegiat
102 an penilaian dilakukan secara bertahap dengan fokus yang makin lama makin terarah sampai kepada interpretasi (Par lett and Hamilton,1972,h.l8). Dalam mengumpulkan berbagai data yang diperlukan, digunakan berbagai cara yaitu observasi, wawancara, angket dan analisis bahan-bahan dokumentasi.
Alat-alat pe-
ngumpulan data yang sifatnya sangat berstruktur,
bila
masih dapat dihindari, cenderung untuk tidak digunakan dalam pendekatan ini. Test hasil belajar ikut digunakan tapi dengan cara yang hati-hati dan hasilnya selalu di analisa
dalam hubungan dengan data-data yang dihasilkan
oleh cara-cara yang lain. Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pende katan yang ditempuh model ini dalam melaksanakan penilai an lebih bersifat terbuka atau open-ended dan dalam porkan hasil penilaian lebih banyak digunakan cara kriptif dalam penyajian informasinya.
medes-