BAB II TUNANETRA (LOW VISION) 2.1.
Difabel. Difabel adalah sekelompok masyarakat yang memiliki kemampuan
yang berbeda dengan masyarakat non-difabel, ada yang memiliki kelaianan pada fisiknya saja, ada juga yang mengalami gangguan pada mentalnya bahkan ada juga yang mengalami gangguan pada fisik dan mentalnya yang kita sebut sebagai tuna ganda. Kelainan yang ada pada difabel dikarenakan berbagai macam hal, ada yang dibawa semenjak lahir, ada juga yang dialami karena sakit pada saat bayi/balita dan anakanak, karena mendapat kecelakaan, karena faktor hereditas/keturunan, faktor sebelum lahir, faktor ketika lahir dan faktor sesudah bayi lahir. 2.2.
Pengelompokan Difabel. Difabel atau “person with different abilities” merupakan sebutan bagi
mereka yang memiliki kemampuan yang berbeda dengan masyarakat non-difabel. Difabel menurut menurut UU No. 4 Tahun 1997, adalah “ setiap orang yang mempunyai kelainan fisik dan/atau mental yang dapat menggaggu atau merupakan rintangan dan hambatan baginya untuk melakukan kegiatan secara layaknya”. Sedangkan difabel menurut deklarasi hak-hak penyandang cacat 3477 (XXXX), 9 desember 1975, adalah “setiap orang, perempuan atau laki-laki yang tidak mampu memenuhi kebutuhan-kebutuhan normal individu dan/atau kehidupan secara mandiri, sepenuhnya atau sebagian, sebagai akibat dari kekurangan fisik dan mental, baik yang dibawa sejak lahir atau tidak. Difabel terdiri dari tiga kelompok yaitu : 1. Difabel pada Fisik, meliputi :
5
a. Difabel pada Tubuh ( Tuna Daksa ) b. Difabel Netra ( Tuna Netra) c. Difabel Tuna Wicara/Runggu d. Difabel Bekas Penderita Penyakit Kronis/ Tuna Daksa LarKronis. 2. Difabel pada Mental, meliputi : a. Difabel Mental ( Tuna Grahita ) b. Difabel Eks Psikotik ( Tuna Laras ) 3. Difabel Fisik dan Mental atau cacat Ganda
2.3.
Tunanetra Di dalam dunia medis dikenal dua bentuk cacat penglihatan, yaitu :
Revesibel dan Irevesibel. Reversibel adalah kekeruhan media penglihatan sedangkan irevesibel adalah kelainan retina dan syaraf optik yang mengambil bentuk parsial dan total. Gangguan penglihatan revesibel adalah kekurangan penglihatan yang diakibatkan oleh kekeruhan media penglihatan, seperti kelainan kornea atau selaput bening dan lensa mata. Banyak jenis kebutuhan kekeruhan media penglihatan yang masih dapat diatasi seperti : Buta akibat kelainan selaput bening atau
kornea
Buta akibat kelainan lensa atau katarak
Gangguan penglihatan irevesibel atau yang tidak dapat diperbaiki secara
medis
dapat
memanfatkan
rehabilitasi
berdasarkan
cacat
penglihatan yang dinyatakan dengan tajam penglihatan. Dikenal nilai cacat penglihatan sebagai berikut : 1. Penglihatan Normal :
Mata normal.
Penglihatan dengan ketajaman 6/6 - 6/7.5 atau 95 - 100%
6
Penglihatan mata normal dan sehat
2. Hampir Normal :
Penglihatan 6/9 – 6/21 atau 75 – 90%
Tidak ada masalah gawat
Perlu diketahui penyebab yang memungkinkan dapat diperbaiki
3. Low Vision sedang :
Penglihatan 6/60 – 6/120 atau 10 – 20%
Masih mungkin orientasi dan mobilitas umum
Mendapat kesukaran berlalu lintas dan melihat nomor mobil Membaca perlu memakai lensa kuat dan
membaca menjadi lambat 4. Low Vision nyata :
Penglihatan 6/240 atau 5%
Gangguan masalah orientasi dan mobilitas
Perlu tongkat putih untuk berjalan
Umumnya memerlukan sarana baca dengan huruf Braille, radio dan pustaka kaset
5. Hampir Buta :
Penglihatan menghitung jari kurang empat kaki
Penglihatan tidak bermanfaat bagi orintasi
mobilitas
Harus memakai alat non visual
Tidak mengenal rangsangan sinar
Seluruhnya bergantung pada alat indra selain
6. Buta Total :
mata.
7
Ket: ( 6/120 maksudnya adalah perbandingan antara orang normal penglihatan dengan cacat penglihatan, jika orang normal dapat melihat benda dengan jelas sejauh 120 meter maka perbandingannya bagi low vision adalah 6 meter ).
2.4.
Low Vision Secara umum dapat dikatakan bahwa kebutaan adalah seseorang
yang tidak dapat melihat atau nyata penglihatannya tidak bermanfaat, sedangkan Low Vision adalah seseorang dengan cacat penglihatan nyata yang masih memiliki sisa ketajaman penglihatan. Low vision atau penglihatan parsial adalah ketajaman penglihatan yang terletak antara 6/21 dengan 6/210 pada mata yang terbaik setelah diberi pengobatan, pembedahan atau koreksi dengan kaca mata. Efesiensi penglihatan ini adalah antara 5 – 60%. Pendidikan low vision atau penglihatan parsial sedikit berbeda dengan orang normal (awas) yang memerlukan penyesuaian pemakaian alat, memakai alat khusus, demikian pula organisasi metodologi untuk latihan. Penglihatan parsial memerlukan perhatian khusus dalam latihan pendidikannya, seperti tulisan besar, pencahayaan yang kuat, meja dan lingkungan diberikan warna yang ringan, kapur dengan papan tulis berwarna hijau atau dengan kontras yang besar. Pelayanan terhadap seseorang dengan cacat penglihatan tidak hanya dilihat dari klasifikasi di atas akan tetapi dari penampilannya sebagai seseorang dengan cacat penglihatan. Kebutaan adalah seseorang dengan tajam pengliahatan kurang 6/120, kebanyakan orang buta masih dapat melihat terang dan gelap, mengenal benda besar, melakukan perjalanan, akan tetapi tidak efesien untuk pendidikan sekolah. Seseorang low vision harus dapat
8
mengamati kodisi matanya untuk menentukan kekuatan dan kelemahan sisa penglihatannya. Penyandang Low vision adalah kelompok terbesar dari mereka yang tunanetra ( 60% – 90% ) dan masih dapat menggunakan sisa penglihatannya untuk merencanakan dan atau melaksanakan tugastugasnya sehari-hari. Pandangan tentang low vision :
Low Vision tidak buta ( Low Vision is not Blind)
Lebih dari 9o% tunanetra memiliki sisa penglihatan yang dapat dirangsang untuk dapat digunakan dalam merencanakan dan atau melaksanakan gerak dan mobilitas
Tidak semua tunanetra memerlikan huruf Braille dalam proses pendidikannya dan 60% tunanetra setelah melalui Assesment, latihan, bantuan alat dan modifikasi lingkungannya masih dapat menggunakan sisia penglihatannya dalam membaca dan menulis huruf awas atau latin.
Low Vision bisa disandang oleh anak balita sampai orang tua, dari golongan miskin sampai golongan kaya.
2.6.
Pendidikan Luar Biasa (PLB) Perkembangan
PLB
di
Indonesia
akhir-akhir
ini
cenderung
mengalami perkembangan yang mengarah pada perubahan sistem yang telah ada. Para ilmuan PLB menghendaki agar pembelajaran PLB tidak dilakukan secara terpisah (segregated), melainkan secara terpadu (
integreted)
dengan
pendidikan
umum.
Dengan
demikian
anak
penyandang cacat/ketunaan dapat belajar secara bersama-sama atau terpadu dengan anak normal lainnya pada jenjang pendidikan dasar
9
maupun menengah. Pelaksanaan pembelajaran terpadu khusunya bagi peserta didik penyandang tunanetra telah dimulai dilaksanakan di beberapa sekolah dasar reguler pada tahun 1987 (Sunardi, 1997). Hal tersebut telah ditetapkan pula dengan SK Mendikbud No. 0222/0/1979 tentang Penelenggaraan Perintisan dan Pengembangan Pendidikan Terpadu bagi Anak Luar Biasa pada sekolah dasar. Pada jenis pendidikan luar biasa dikenal satuan pendidikan :
Taman Kanak-Kanak Luar Biasa (TKLB)
Sekolah Dasar Luar Biasa (SDLB)
Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama Luar Biasa
(SLTPLB)
Sekolah Menengah Tingkat Pertama Luar
Biasa (SMLB)
Bentuk lain yang ditetapkan oleh Mendikbud
Bentuk lain ini antra lain berupa pendidikan terpadu, kelas khusus, dan guru kunjung, seperti tercantum pada Keputusan Mendikbud No. 0491/U19992 tentangPendidikan Luar Biasa. 2.5.
Jalur Sekolah sistem Terpadu. Secara bebas pengertian pendidikan terpadu adalah suatu sistem
pembelajaran di sekolah reguler di mana peserta didiknya terdiri atas anak normal di sekolah reguler, yang memiliki ketunaan, dan kesulitan belajar serta dilaksanakan secara terpadu atau lebih dikenal dengan integrated (Puslit, 1999). Hal ini sejalan dengan Surat Keputusan (SK) Mendikbud Nomor: 002/U/1986 Pasal 1 ayat 1 yang menyatakan bahwa pendidikan terpadu ialah model penyelenggaraan program pendidikan bagi anak cacat yang diselenggarakan bersama-sama anak normal di lembaga pendidikan umum dengan menggunakan kurikulum yang berlaku di lembaga pendidikan yang bersangkutan. Pendidikan terpadu merupakan pendidikan bagi anak yang berkelainan yang diselenggarakan bersama-sama anak-anak normal di
10
jalur pendidikan sekolah. Sedangkan jalur pendidikan sekolah meliputi Taman Kanak-kanak (TK), Sekolah Dasar (SD), Sekolah Lanjutan Tiangkat Pertama(SLTP), Sekolah Menengah Umum (SMU), dan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK). Jadi suatu sekolah disebut terpadu bila memenuhi hal-hal sebagi berikut : Siswa mengikuti pendidikan di sekolah tersebut
mencakup
anak normal dan anak yang memiliki
kecacatan
(termasuk
tunanetra)
yang
memiliki
kemampuan intelektual rata-rata ke atas. Kurikulum yang digunakan adalah kurikulum
yang digunkan untuk sekolah normal.
Ada guru pembimbing bagi anak cacat.
Idealnya, pada sekolah terpadu terrdapat ruang khusus yang dilengkapi dengan sarana khusus seperti mesin tik braille, reglet dan pena, alat peraga, serta buku brille jika sekolah terpadu iti diikuti siswa tunanetra. Dalam kenyataannya, kondisi ideal tersebut jarang terlaksana bahkan keberadaan guru pembimbing khususpun masih susah dipenuhi terutama di tingkat SLTP. Berdasarkan Undang- Undang No. 2 tahun 1989, penyelenggaraan pendidikan pada jalur pendidikan sekolah maupun luar sekolah dilakukan dalam
satuan
pendidikan.
Jalur
pendidikan
sekolah
merupakan
pendidikan yang diselenggarakan di sekolah melalui kegiatan belajarmengajar secara berjenjang dan berkesinambungan. Jenjang pendidikan yang termasuk jalur pendidikan sekolah terdiri atas pendidikan dasar, pendidikan menegah, dan pendidikan tinggi (pasal 9 ayat (1), pasal 10 ayat (2), dan pasal 12 ayat (1) Undang Undang Nomor 2 Tahun 1989). Pada jalur sekolah terdapat 6 jenis pendidikan yaitu pendidikan umum, pendidikan kejuruan, pendidikan luar biasa, pendidikan kedinasan, pendidikan akadenik dan pendidikan profesional. Dari keenam jenis pendidikan ini hanya dua jenis pendidikan yang umumnya diminati peserta
11
didik tunanetra, kedua jenis pendidikan tersebut adalah pendidikan umum dan pendidikan luar biasa. Dalam mengikuti pendidikan umum tunanetra menggunakan sisitem terpadu.
2.7.
Gometris 3D matematika.
2.7.1. Dimensi Tiga. Dalam pelajaran Dimensi Tiga ini dibagi dalam 5 sub pembahasan lagi yaitu :
Titik, Garis, dan Bidang
Hubungan Garis, Titik dan Bidang
Bangun ruang
Bumi Sebagai Bola
Bidang Banyak Beraturan
Bangun Ruang.
2.8.
2.8.1.
Kubus. Ialah bangun ruang yang dibatasi dengan /oleh enam bidang
sisi yang berbentuk bujur sangkar. Nama lain kubus adalah
12
Heksaende ( Bidang enam beraturan). Kubus diberi nama menurut titik sudutnya, berurutan dari bidang alas ke bidang atasnya(tutup). Rusuk kubus ada 12 Sisi kubus ada 6 Jika sisi-sisi (panjang rusuk) kubus = a Maka rumus-rumus dalam kubus : Luas bidang sisi bidang kubus (bujur sangkar)
Luas = a2 Luas permukaan kubus
Luas = 6 (a2) Volume Kubus
Volume = luas alas X tinggi = a2 X a = a3
2.8.2.
Balok. Adalah bangun ruang yang dibatasi oleh enam bidang sisi
yang terbentuk persegi panjang dan sepasang-sepasang kongruen. Keterangan : p = panjang balok l = lebar balok t = tinggi balok rumus-rumus yang terdapat dalam bangun balok : Luas balok
Luas
= jumlah sisi-sisinya = 2 ( pl + pt + lt )
Volume Balok Volume
= luas alas X tinggi =pXlXt
13
2.8.3. Prisma. Adalah bangun ruang yang dibatasi dengan atau oleh dua bidang sejajar, dimana dua bidang sejajar disebut sebagai bidang alas dan bidang atas (tutup). Nama Prisma ditentukan oleh kedudukan rusuk tegak dan bentuk bidang alasnya. Jika bidang alas berbentuk segi n beraturan maka prisma tersebut disebut prisma segi n beraturan. Jika rusuk tegak, tegak lurus pada bidang alas maka disebut prisma tegak. Jika rusuk, tidak tegak lurus pada bidang alas disebut prisma miring.
Pr is m a t e ga k
Pr is m a m i r ing
Rumus-rumus yang terdapat dalam prisma : luas bidang sisi prisma (luas permukaan) :
luas
= 2 X (luas alas + luas sisi tegak) Volume prisma :
Prisma tegak
= luas bidang alas X rusuk
Prisma condong
= luas bidang alas X tinggi
tegak prisma = luasirisansiku-siku X rusuk tegak
14
2.8.4. Limas. Limas adalah bangun ruang yang dibatasi oleh sebuah segi sebagai bidang alas dan beberapa bidang tegak berbentuk segitiga. Limas dibedakan menjadi dua macam yaitu limas segi n dan limas segi n sembarang.
Li m a Se g i t i ga
Li m a Se gi e m pat be rat ur a n
Rumus-rumus dalam bangun limas :
Luas limas :
Luas = luas bidang alas + alas n segitiga sisi tegak
Volume limas :
Volume = 1/3 X luas alas X tinggi.
Jaring-jaring limas :
Adalah rangkaian bidang alas dan bidang sisi limas dan merupakan bidang datar.
15
T
D A
C
A
B
C B
D
Limas terpancung :
Adalah limas yang dipotong oleh bidang yang sejajar dengan bidang datar (alas). Limas terpancung disebut juga limas terpotong
T
D A
C B
2.8.5. Silinder. Adalah bangun ruang yang dibatasi oleh dua buah lingkaran yang berfungsi sebagai alas dan tutupnya.
Keterangan : t = tinggi silider
t 16
T
r = jari-jari lingkaran
Rumus-rumus dalam bangun ruang silinder adalah : Luas alas silinder (lingkaran) :
Luas =
n r2 Luas permukaan silinder :
n r2 + 2 n rt
Luas 2
Volume
Volume silinder : = luas alas X tinggi =
2.8.6.
n r2t
Kerucut.
Adalah bangun ruang yang dibatasi oleh lingkaran pada bidang alasnya: Keterangan : t = tinggi kerucut r = jari-jari lingkaran alas
t
F
17
Rumus-rumus dalam bangun ruang kerucut : Luas alas silinder (lingkaran) :
Luas =
n r2
Volume
Volume kerucut : = 1/3 X luas alas X tinggi = 1/3
2.8.8.
n r2 t
Bola.
Keterangan :
r
r = jari-jari bola
Rumus-rumus yang terdapat dalam bangun ruang bola adalah : Luas = 4
Luas permukaan bola :
n r2 Volume bola :
Volume = 4/3
n n r2
18