Transaksi-Transaksi yang Haram BAB II TRANSAKSI-TRANSAKSI YANG HARAM
Sebagaimana telah dijelaskan dalam Bab 1, bahwa Allah telah menciptakan segala sesuatu yang ada di bumi semuanya untuk manusia (Q.S. al-Baqarah ayat 29), maka pengertiannya ”segala sesuatu yang ada di muka bumi hukum asalnya adalah halal” dan berdasarkan ayat tersebut para Fuqaha membuat qaidah ”semua bentuk muamalah hukum asalnya adalah halal selama tidak ada dalil yang mengharamkannya”. Oleh karena itu sebelum seseorang berbisnis, mempelajari hukum-hukum muamalah lebih dahulu menjadi penting bahkan wajib, agar di dalam menjalani bisnis selalu sah dan benar serta tidak terjebak dalam segala hal yang haram maupun yang syubhat. Secara umum ada 7 (tujuh) transaksi yang haram: 1) transaksi riba, 2) gharar (ketidakpastian), 3) dharar (penganiayaan), 4) maysir (perjudian), 5) maksiat, 6) suht (barang haram), dan 7) risywah (suap). 2. 1. Riba Riba secara bahasa bermakna ziyadah (tambahan). Secara linguistik, riba juga berarti tumbuh dan membesar. Adapun menurut istilah, riba berarti pengambilan tambahan dari harta pokok atau modal secara batil. Ada beberapa penjelasan tentang riba, namun secara umum terdapat benang merah yang menegaskan bahwa riba adalah pengambilan tambahan, baik dalam jual beli maupun pinjam-meminjam secara batil atau bertentangan dengan prinsip muamalah dalam Islam. 2.1.1. Riba menurut para ahli fiqih dari beberapa madzhab Golongan Hanafiah memberikan ta‟rif bahwa riba adalah kelebihan atau tambahan yang kosong dari ganti dengan standar syar‟i yang disyaratkan kepada salah satu dari dua orang yang bertransaksi dalam tukar menukar (Ibnu Abidin 4/176 dan apa-apa yang sesudahnya, dan ta‟rif ini juga Bab II - 7
Transaksi-Transaksi yang Haram bagi al-Tamrutasy dalam Tanwir al-Abshar dan dalam al-Ikhtiyar 2/30), dikatakan juga bahwa riba di dalam syara‟ adalah pengertian dari suatu akad yang rusak dengan sifat sama saja di dalamnya ada tambahan atau tidak ada tambahan. Karena menjual beberapa dirham dengan beberapa dinar secara utang walaupun tidak ada tambahan, hukumnya riba. Penjelasan: A pinjam dari B Rp 1.000.000, B meminjamkan dengan pengembalian Rp 1.200.000. Rp 1.000.000 dari B kepada A sebagai pinjaman dan Rp 1.000.000 dari A kepada B sebagai pengembalian, berarti ada gantinya yang senilai. Tetapi tambahan pengembalian dari A sebesar Rp 200.000 kepada B, tidak ada gantinya dari B kepada A senilai uang tersebut (kosong dari ganti). Transaksi ini riba dan haram. Golongan al-Syafi‟iyah memberikan ta‟rif bahwa riba adalah transaksi atas dasar adanya imbalan tertentu yang tidak diketahui persamaannya dalam standar syara‟ pada saat bertransaksi atau bersamaan dengan mengakhirkan dua gantinya atau salah satu gantinya (Mughni al-Muhtaj 2/21). Contoh: menukar padi di sawah dengan padi yang sudah kering 1 ton, dengan perhitungan
kira-kira
kurs-nya
itu
ada
penurunan
20
persen.
Tetapi
persamaannya tidak diketahui dengan pasti. Hukumnya adalah riba. Golongan al-Hanabilah memberikan ta‟rif bahwa riba adalah adanya kelebihan/tambahan dalam segala sesuatu dan penggemukan dalam segala sesuatu,
dikhususkan
dengan
segala
sesuatu
yang
syara‟
datang
mengharamkannya yakni mengharamkan riba di dalamnya secara nash untuk sebagiannya dan mengharamkannya secara kias untuk sebagian lainnya (Kasysyafu al-Qina‟ 3/251, Mathalibu uli al-nuha 3/157). Golongan al-Malikiyah memberikan ta‟rif tiap-tiap macam riba secara sendiri-sendiri (Kifayatu al-Thalib al-Rabany 2/99 dan lainnya). Ada beberapa lafadz yang berhubungan dengan riba.
1. Al-bai’ Al-bai‟ secara bahasa adalah masdar dari baa'a arti asalnya: pertukaran harta dengan harta dan umum digunakan dalam arti “transaksi” secara majaz, karena
al-bai‟ menjadi sebab kepemilikan. Al-baai‟ umum digunakan juga atas tiap-tiap Bab II - 8
Transaksi-Transaksi yang Haram satu dari dua orang yang bertransaksi (al-baai‟ bisa diartikan penjual dan bisa diartikan pembeli pen.). Tetapi kata-kata al-baai‟ ketika disebut secara bebas yang paling cepat bisa diterima oleh pikiran artinya ialah “orang yang memberikan barang” dan al-bai‟ jika disebut secara bebas bisa diartikan “barang dagangan” dan bisa dikatakan: ini dagangan yang bagus (al-Mishbahu al-Munir hal. 69). Menurut istilah, al-Qolyuby memberikan ta‟rif al-bai‟
adalah transaksi
tukar menukar harta yang memberi faedah kepemilikan suatu benda/barang atau manfaat untuk selamanya bukan karena adanya tujuan taqarrub (Hasyiah Qolyuby 2/152 dan al-Mausu‟ah 22/50). Pada dasarnya jual beli hukumnya halal dan riba hukumnya haram.
2. Al-‘araaya Al-„ariyah secara bahasa adalah pohon kurma yang oleh pemiliknya diberikan kepada orang lain agar memakan buahnya yang masih segar, atau pohon kurma yang dimakan buahnya yang masih ada di atas pohon. Jama‟nya al-
„araaya dikatakan juga makna al-„ariyah adalah memakan buah kurma yang masih segar (al-Mishbah al-Munir dan kamus al-Muhit). Adapun golongan al-Syafi‟iyah memberikan ta‟rif bahwa al-„ariyah adalah menjual kurma basah di atas pohon dibayar dengan kurma kering di atas bumi atau menjual anggur basah di atas pohon dibayar dengan anggur kering di atas bumi yang jumlahnya kurang dari lima wasak (1 wasak = 60 sho‟, 1 sho‟ = 2,7 kg pen.), sesuai dengan taksiran persamaannya (Syarhu al-minhaj lil Mahally 2/238, al-Mausu‟ah 9/91). Di dalam bai‟ araya ada unsur riba dan syubhat yang ada dalam al-muzabanah tetapi jual beli araya itu diperbolehkan secara nash, di antaranya:
Bab II - 9
Transaksi-Transaksi yang Haram
Dari Sahal bin Abi Hatsmah dia berkata: Rasulullah SAW melarang jual beli kurma dibayar dengan kurma, dan beliau memberi kemurahan dalam urusan ariyah dijual dengan taksirannya,
keluarganya memakan kurma basah dari
ariyah (H.R. al-Buhari, al-Fathu 4/387 cet. Al-salafiyah, dan Muslim 3/1170 cet. al-Halaby, dan lafadz kedua bagi Muslim). Di dalam lafadz lain: dari jual beli buah dengan kurma dan dia berkata: riba yang demikian itu al-muzabanah hanya saja bolehnya jual beli ariyah itu sah berdasarkan nash yaitu satu pohon dua pohon yang diambil oleh ahli rumah diganti dengan kurma kering, mereka memakan kurma basah (dari jual beli aariyah)
sesuai taksirannya (Nail al-
Author 5/226). 2.1.2. Hukum riba Riba menurut al-Qur‟an, al-Hadits dan Ijma‟ (kesepakatan) para ulama hukumnya haram, riba termasuk dosa besar, riba termasuk amalan yang melebur amal-amal kebajikan. Allah dan Rasul tidak pernah
menyatakan
perang kepada orang yang berbuat maksiat kecuali kepada orang yang memakan riba. Orang yang menganggap riba itu halal, hukumnya kafir karena dia mengingkari sesuatu dari urusan agama yang tidak boleh tidak setiap muslim harus mengetahuinya dan dia wajib bertaubat. Adapun orang yang melakukan riba tetapi dia menyadari bahwa yang dilakukannya adalah barang haram dan dia tidak menghalalkannya maka hukumnya fasik (maka diapun wajib bertaubat dari pelanggaran kefasikannya pen.) (al-Mabsuth 12/109, Kifayah al-Thalib 2/99, al-Mukadimat libni Rusyd 501-502, al-Majmu‟ 9/390, Nihayatu al-Muhtaj 3/409 dan al-Mughni 3/3). Al-Mawardi dan lainnya berkata: Sesungguhnya riba tidak halal sama sekali dalam syari‟at (sebelumnya). Allah ta‟ala berfirman:
Bab II - 10
Transaksi-Transaksi yang Haram
: Dan
karena
mereka mengambil
. riba padahal
mereka
telah
dilarang
daripadanya. Yakni dalam kitab-kitab sebelumnya (al-Majmu‟ 9/391, Mughni al-Muhtaj 2/21, al-Mausu‟ah 22/51). 2.1.3. Dalil-dalil dari al Qur’an dan al Hadits tentang haramnya riba Berikut ini beberapa dalil dari al Qur‟an dan al Hadits tentang haramnya riba. .
:
dan Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba.
:
.
Orang-orang yang makan riba mereka tidak bangun dari kubur kecuali seperti orang yang kesurupan setan dari gila.
: Wahai orang-orang yang beriman janganlah kalian makan riba dalam keadaan berlipat ganda dan bertakwalah kalian kepada Allah agar kalian beruntung. Penjelasan Ayat ini tidak membatasi atau mensyaratkan bahwa riba itu haram kalau sudah berlipat ganda, akan tetapi ayat ini menjelaskan bahwa riba itu bisa menyebabkan seseorang utangnya menjadi berlipat ganda. Contoh: A meminjamkan barang kepada B seharga Rp 10.000.000. Dibayar lunas dalam 3
Bab II - 11
Transaksi-Transaksi yang Haram bulan. Ketika telah datang waktu pembayaran, A berkata kepada B: utangmu kamu bayar sekarang atau kamu saya beri waktu 3 bulan lagi tetapi utangmu menjadi Rp 12.500.000 begitu seterusnya sehingga yang tadinya utangnya hanya Rp 10.000.000 bisa menjadi Rp 20.000.000 bahkan mungkin bisa menjadi ratusan juta rupiah karenanya (Ahkamu al-Qur‟an lil Jashosh 1/465, Tafsir Abi al-Sa‟ud 1/271, dan Ruhu al-Ma‟any 4/55).
Dari Abu Hurairah RA dari Nabi SAW beliau bersabda: Jauhilah tujuh amalan yang menjadi pelebur amal kebajikan (tujuh dosa besar yang membinasakan pen.), mereka berkata: apakah amalan-amalan itu ya Rasulullah SAW? beliau bersabda: syirik kepada Allah, sihir, membunuh jiwa yang diharamkan oleh Allah kecuali dengan hak, memakan riba, memakan harta anak yatim, lari dari medan perang dan menuduh berbuat zina kepada seorang mukminat terhormat yang lalai dari zina (H.R. al-Bukhari, al-fath 5/393 cet. Salafiah, Muslim 1/92 cet. al-Halabi, al-Mausu‟ah 22/52).
Bab II - 12
Transaksi-Transaksi yang Haram
Dari Jabir ibn Abdillah RA dia berkata: Rasulullah SAW bersabda: Orang yang makan riba, orang yang memberi makan riba, penulisnya dan dua orang saksinya, (mereka) hukumnya sama saja. Ulama telah ijma‟ (sepakat) atas asli haramnya riba (Hasyiatu ash-Shu‟aidy ‟ala Kifayati al-Thalib 2/99, al-Majmu‟ 9/390, al-Mukadimat libni al-Rusyd 501-502). Al-Sarakhsy berkata: Allah ta‟ala menyebutkan bagi orang yang makan riba ada lima siksaan, yaitu: 1. Bangun dari kubur berdirinya seperti orang yang kesurupan setan/gila. Allah ta‟ala berfirman:
: Orang-orang yang makan riba mereka tidak berdiri dari kubur kecuali seperti berdirinya orang yang kesurupan setan/gila.
Dari Sa‟id bin jubair “Orang yang makan riba tidak bangun dari kubur kecuali seperti bangunnya orang yang kesurupan setan dari gila” al-Baqarah ayat 275
Bab II - 13
Transaksi-Transaksi yang Haram
al-ayat. Dia berkata: dibangkitkan orang yang makan riba pada hari kiamat dalam keadaan gila lagi mengamuk . 2. Orang yang makan riba hartanya rusak atau binasa atau hilang barakahnya sehingga dia tidak bisa bersenang-senang dengan harta itu dan tidak bisa memanfaatkannya sampai ke anak turun sesudahnya, Allah berfirman:
: Allah menghapus (barakahnya) riba dan menyuburkan (mengembangkan) shadaqah-shadaqah.
Yang dimaksud dalam ayat ini adalah kerusakan dan kebinasaan riba dan dikatakan pula maknanya: Hilang barakahnya dan hilangnya bisa bersenangsenang dengannya, sehingga dia tidak bisa mengambil manfaat dan juga anakanaknya sesudahnya. 3. Allah dan Rasul-Nya tidak pernah memaklumatkan peperangan kepada orang yang berbuat maksiat kecuali kepada orang yang makan riba. Allah berfirman:
.
:
Beritahukanlah kepada mereka (orang yang makan riba) peperangan dari Allah dan Rasul-Nya. 4. Orang yang menghalalkan riba hukumnya kafir, karena dia mengingkari hukum/sesuatu dari urusan agama yang mau tidak mau setiap muslim secara dharurat wajib mengetahuinya. Allah berfirman:
: Bab II - 14
Transaksi-Transaksi yang Haram
Tinggalkanlah apa-apa yang tersisa dari riba jika kalian orang-orang yang beriman. Setelah Allah menyebutkan riba Allah berfirman:
: Dan Allah tidak senang kepada tiap-tiap orang kafir yang berdosa.
yakni orang kafir, dengan sebab menghalalkan riba, orang yang berdosa lagi menyimpang, dengan sebab makan barang riba. 5. Orang yang makan riba kekal di dalam neraka (al-Mabsuth 12/109-110). Allah berfirman:
.
:
dan barang siapa mengulangi maka mereka adalah penghuni neraka yang kekal di dalamnya. Ini semua menunjukkan, bahwa wajib bagi orang yang akan memberi pinjaman maupun orang yang akan pinjam, orang yang akan menjual maupun membeli, lebih dahulu harus belajar hukum-hukum muamalat sebelum menjalankannya, sehingga di dalam bermu‟amalat selalu sah dan benar dan jauh dari yang haram maupun yang syubhat. Kaidah menyebutkan ”maa laa
yatimmu al waajibu illaa bihi fahuwa waajibun”. Artinya: ”apa-apa yang tidak bisa sempurna sesuatu yang wajib kecuali dengannya, maka sesuatu itupun hukumnya wajib”. Dan meninggalkannya (meninggalkan mempelajari riba) hukumnya berdosa dan salah. Seseorang jika tidak mau belajar (hukum-hukum muamalat pen.), kadang-kadang jatuh di dalam riba tanpa sengaja melakukannya, bahkan kadang-kadang masuk di dalam riba yang tanpa diketahuinya berakibat
Bab II - 15
Transaksi-Transaksi yang Haram terperosok di dalam keharaman dan jatuh di dalam neraka. Kebodohan seseorang tidak mengetahui hukum riba, tidak bisa memaafkan dia dari berbuat dosa dan tidak bisa menyelamatkan dia dari neraka, karena kebodohan dan kesengajaan itu tidak menjadi syarat timbulnya balasan atas dosa riba. Riba dengan semata-mata dilakukan oleh seorang mukallaf telah mewajibkan kepada adanya siksaan yang besar yang telah diancamkan oleh Allah jalla jalaluhu kepada para pelaku riba. Imam al-Qurtuby berkata: Seandainya tidak ada riba kecuali bagi orang yang sengaja melakukannya, maka tidak haram riba kecuali atas para Fuqaha‟ saja. Dan sungguh-sungguh telah ma‟tsur dari ulama salaf (para shahabat dan ulama-ulama menyuruh
sesudahnya
berhati-hati
pen.)
(kepada
bahwa
mereka
para
pedagang
telah pen.)
memperingatkan/ dalam
urusan
perdagangannya sebelum belajar hukum-hukum yang menjaga muamalat perdagangannya dari takhobbut (kesurupan/terjerumus) dalam riba.
Di antaranya adalah ucapan shahabat Umar bin Khattab: Tidak boleh berjual beli di pasar kami kecuali orang yang faqih (orang yang faham hukum muamalat pen.). Jika bukan orang yang faham hukum muamalat maka dia akan makan riba. Dan ucapan shahabat Ali RA: barang siapa berjual beli/berdagang sebelum dia menjadi orang yang faqih/faham hukum muamalat maka sungguhsungguh dia telah jatuh dalam riba, ruwet dan sulit melepasnya, kemudian dia sungguh-sungguh telah jatuh dalam riba, ruwet dan sulit melepasnya,
Bab II - 16
Transaksi-Transaksi yang Haram
kemudian sungguh-sungguh dia telah jatuh kedalam riba, ruwet dan sulit melepaskannya (Tafsir al-Qurtuby 3/352, tafsir Ibnu Katsir 1/581-582, tafsir alTabary 6/38, Mughny al-Muhtaj 2/22 dan 6/29). Dan sesungguhnya syar‟i (Allah dan Rasul pen.) selalu berkeinginan kuat untuk menutup semua dorongan-dorongan yang bisa mendatangkan riba, karena sesungguhnya semua hal yang bisa mendatangkan riba itu hukumnya haram dan semua dorongan yang bisa mendatangkan keharaman hukumnya haram. Abu Dawud dengan sanadnya telah meriwayatkan dari Jabir RA dia berkata: Ketika turun ayat:
: Orang-orang yang makan riba mereka tidak bangun dari kubur kecuali seperti orang yang kesurupan setan dari gila.
. Rasulullah SAW bersabda: Barang siapa yang tidak mau meninggalkan bagi hasil mukhobaroh maka diberitahukan kepadanya peperangan dari Allah dan Rasul-Nya. Mukhobaroh adalah bagi hasil tanaman dengan sebagian apa-apa yang keluar dari bumi. (Artinya bagi hasil dengan menentukan tempat. Contoh: A berkata: tanah petak ini panen tidak panen untuk bagian saya sebagai pemilik tanah dan tanah petak yang itu panen tidak panen untuk bagian kamu sebagai pengelola, cara inilah yang dilarang pen.).
Al-Muzabanah adalah membeli kurma basah di atas pohon, dengan kurma kering yang ada di atas bumi (di atas lima wasak pen.).
Al-Muhaqolah adalah membeli biji-bijian yang masih ada di dalam tangkainya di dalam kebun, dengan biji-bijian kering yang ada di atas bumi. Bab II - 17
Transaksi-Transaksi yang Haram Sesungguhnya ini semua diharamkan karena tidak diketahui persamaan antara
keduanya
sebelum
keringnya
dan
karena
inilah
para
fuqoha‟
mengatakan: Tidak mengetahui persamaan itu seperti mengetahui hakikatnya kelebihan,
dan
karena
inilah
mereka
mengharamkan
segala
sesuatu
(berdasarkan apa yang mereka fahami) karena untuk mempersempit jalan-jalan yang bisa mendatangkan kepada riba, dan semua perantara-perantara yang bisa menyampaikan kepada riba. Dan bertingkat-tingkat pandangan mereka (tentang riba) tergantung pemberian Allah kepada masing-masing dari mereka tentang ilmu tersebut. Berdasarkan pendapat kebanyakan ahli ilmu, riba adalah bab yang paling sulit difahami. Shahabat Umar bin Khathab berkata: Tiga hal yang aku senang Rasulullah SAW memberikan keterangan kepada kami dengan keterangan yang sungguh-sungguh bisa menyampaikan kami kepadanya (pengertian yang sebenarnya pen.), yaitu: 1. Bab Jad; 2. Bab Kalalah, 3. Bab Macam-Macamnya Riba (Tafsir Ibnu Katsir 1/581-582, Tafsir Ath-Thobary 6/38, Tafsir al-Qurthuby 3/364 dan 6/29). 2.1.4. Hikmah diharamkannya riba Para ahli tafsir menerangkan bahwa keharaman riba itu mempunyai beberapa hikmah menurut syariat. 1.
Sesungguhnya riba itu menghendaki mengambil harta manusia tanpa adanya imbalan, karena orang yang menjual satu dirham dengan dua dirham kontan atau pinjaman menghasilkan adanya satu dirham yang tidak ada imbalannya (tidak ada gantinya), sedangkan harta seorang muslim itu tergantung dengan kebutuhannya, dan ia memiliki kehormatan yang besar. Rasulullah SAW bersabda: Kehormatan harta orang islam itu seperti kehormatan darahnya. H.R. Abu Nuaim fil Hilyah di dalamnya ada isnad yang dhoif tetapi Ibnu Hajar berkata: Baginya memiliki beberapa saksi yang saling memperkuat (at-Talhisul Habir 3/46 Cetakan Syirkah ath-Thiba‟ah al-Faniyah).
Bab II - 18
Transaksi-Transaksi yang Haram Tetapnya harta di dalam tangan seseorang dalam waktu yang lama dan kemungkinannya dia bisa memperdagangkan dan mengambil manfaat itu sesuatu yang wahmun (remang-remang) kadang-kadang bisa untung kadang-kadang bisa tidak untung, sedangkan mengambil satu dirham sebagai tambahan itu sesuatu yang pasti. Kehilangan suatu kepastian bagi masa yang remang-remang itu tidak sepi dari Dhoror (al-Mausu‟ah 22/54, Nihayah al-Muhtaj 3/409, Hasyiah al-Jamal 3/46, al-Qolyuby 2/166, Tafsir al-Qurthuby 3/359). 2.
Sesungguhnya riba mencegah manusia dari kesibukan usaha (cenderung senang menjadi pemalas), karena pemilik uang ketika memungkinkan dengan perantaraan akad riba bisa menghasilkan uang tambahan secara kontan maupun pinjaman, usaha ke arah mencari maisyah menjadi remeh (malas pen.). Bagi orang tersebut, hampir-hampir dia tidak menanggung keberatan usaha, keberatan berjual beli dan keberatan dalam melakukan kerajinan
tangan
(manufaktur).
Hal
tersebut
akan
mendatangkan
terputusnya manfaat-manfaat makhluk yang tidak bisa terorganisir kecuali dengan adanya perdagangan/niaga, beberapa pekerjaan, kerajinan tangan (manufaktur) dan kegiatan pembangunan-pembangunan gedung dan lainlain. 3.
Riba akan mendatangkan terputusnya kebaikan-kebaikan di antara manusia yang berhubungan dengan adanya pinjam meminjam. Sesungguhnya riba ketika
diharamkan,
hati
seseorang
menjadi
baik/senang
dengan
memberikan pinjaman satu dirham dan kembali satu dirham sepertinya, dan seandainya riba itu halal maka bisa dipastikan hajat yang dibutuhkan akan membawanya kepada mengambil satu dirham dengan dua dirham. Hal ini akan mendatangkan terputusnya saling membantu (di antara sesama pen.) dan terputusnya kebaikan-kebaikan (lainnya) (Tafsir al-Kabir lilfakhri ar-Rozi 7/93-94, Tafsir Ghoroib al-Qur‟an wa Roghoib al-Furqon lin Naisabury 3/81 bihamisyi ath-Thobary). Kesimpulannya: riba telah merusak tatanan kehidupan sosial dan ekonomi manusia (pen.). Bab II - 19
Transaksi-Transaksi yang Haram
2.1.5. Macam macam riba a. Riba Fadl (Jual Beli) Riba yang muncul akibat adanya jual-beli atau pertukaran barang ribawi yang sejenis, namun berbeda kadar atau takarannya. Contoh: 20 kg beras kualitas bagus, ditukar dengan 30 kg beras kualitas menengah.
Dari Abu Sa‟id, ia berkata: ”Datang Bilal ke Nabi SAW dengan membawa kurma barni (kurma kualitas bagus) dan beliau bertanya kepadanya: ”Darimana engkau mendapatkannya?” Bilal menjawab: ”Saya mempunyai kurma yang rendah mutunya dan menukarkannya dua sha‟ dengan satu sha‟ kurma barni agar kami dapat memberi makan kepada Nabi SAW” Ketika itu Rasulullah SAW bersabda: ”Hati-hati! Hati-hati! Ini aslinya riba, ini aslinya riba. Jangan kamu lakukan, bila engkau mau membeli kurma maka juallah terlebih dahulu kurmamu yang lain untuk mendapatkan uang dan kemudian gunakanlah uang tersebut untuk membeli kurma barni! Penjelasan: Barang-barang ribawi
itu ada 6 (enam), yaitu: 2 (dua) berupa mata uang
terdiri dari emas dan perak (dan semua yang dikiyaskan kepada keduanya seperti mata uang rupiah, ringgit, dolar dan lainnya pen.). Dan yang empat
Bab II - 20
Transaksi-Transaksi yang Haram berupa makanan yaitu kurma, gandum, jawawut/sya‟ir sejenis gandum (dan semua yang dikiaskan kepada ketiganya sebagai makanan pokok, seperti beras dan jagung pen.) dan garam, berdasarkan dalil:
. Dari Abu Sa‟id al-Hudriyi RA dari Rasulullah SAW Beliau bersabda: emas dengan emas, perak dengan perak, gandum dengan gandum, jawawut/gandum dengan jawawut/gandum, kurma dengan kurma, dan garam dengan garam semisal dengan semisal, kontan dengan kontan, maka barang siapa yang menambah atau minta tambahan sungguh dia telah melakukan riba, orang yang mengambil dan orang yang memberi dalam urusan riba itu sama saja. b. Riba Nasi’ah Riba yang muncul akibat adanya jual-beli atau pertukaran barang ribawi tidak
sejenis
penambahan
yang dilakukan nilai
transaksi
secara yang
utangan diakibatkan
(tempo), atau oleh
terdapat
perbedaan
atau
penangguhan waktu transaksi.
Sesungguhnya Nabi SAW bersabda: sesungguhnya riba ada di dalam pinjaman (nasi‟ah)
Bab II - 21
Transaksi-Transaksi yang Haram
Dari Usamah bin Zaid, sesungguhnya Rasululah SAW bersabda: ”Sesungguhnya riba ada di dalam pinjaman (nasi‟ah).” (HR Ibnu Majah, Kitab at-Tijarat)
Dari Abi Minhal, ia berkata: Aku bertanya pada Baro‟ bin Azib dan Zaid bin Arqom tentang tukar menukar mata uang, maka masing-masing dari keduanya berkata: ”Ini lebih baik dariku” dan masing-masing berkata: ”Rasulullah SAW melarang menjual emas dengan perak secara utang.” Contoh riba nasi‟ah: bunga bulanan atau tahunan di bank konvensional; mengambil
keuntungan
atau
kelebihan
atas
pinjaman
uang
yang
pengembaliannya ditunda. c. Riba Qardh Riba yang muncul akibat adanya tambahan atas pokok pinjaman yang dipersyaratkan di muka oleh kreditur atau shahibul maal kepada pihak yang berutang (debitur), yang diambil sebagai keuntungan. Contoh: shahibul maal memberi pinjaman uang kepada debitur Rp 10 juta dengan syarat debitur wajib mengembalikan pinjaman tersebut sebesar Rp 18 juta pada saat jatuh tempo.
* Dari
Usamah
bin
Zaid,
sesungguhnya
Rasulullah
SAW
bersabda:
”Sesungguhnya riba berada pada utang.” Abdillah berkata: yang dimaksud Nabi yaitu satu dirham (dibayar) dua dirham.
Bab II - 22
Transaksi-Transaksi yang Haram
d. Riba Jahiliyah Riba yang muncul akibat adanya tambahan persyaratan dari kreditur atau shahibul maal, di mana pihak debitur diharuskan membayar utang yang lebih dari pokoknya, karena ketidakmampuan atau kelalaiannya (default) dalam pembayaran saat utang telah jatuh tempo. Contoh: debitur memiliki utang senilai Rp 10 juta, jatuh tempo 1 Desember 2012. Namun sampai dengan tanggal tersebut, debitur tidak mampu membayar. Akhirnya pihak kreditur membuat syarat, jangka waktu pinjaman dapat diperpanjang, tetapi jumlah utang bertambah menjadi Rp 15 juta.
*
Malik telah bercerita padaku dari Zaid bin Aslam, ia berkata: Riba pada zaman jahiliyah yaitu bahwa ada seorang laki-laki, memiliki suatu kewajiban (utang) pada laki-laki (yang lain) untuk jangka waktu tertentu. Maka ketika telah jatuh tempo, yang memberikan pinjaman (kreditur) berkata: Apakah kamu mau membayar atau memberi tambahan (pembayaran). Maka ketika debitur membayar, kreditur menerima (pembayaran), dan jika tidak membayar, maka debitur menambah haknya kreditur, dan kreditur memperpanjang sampai waktu tertentu. e. Riba yad Riba yang muncul akibat adanya jual-beli atau pertukaran barang ribawi maupun yang bukan ribawi, di mana terdapat perbedaan nilai transaksi bila penyerahan salah satu atau kedua-duanya diserahkan di kemudian hari. Dengan kata lain, pada riba yad terdapat dua persyaratan dalam transaksi Bab II - 23
Transaksi-Transaksi yang Haram tersebut yaitu satu barang dapat diperdagangkan dengan dua skema yaitu kontan dan kredit. Contoh: harga mobil baru jika dibeli tunai seharga Rp 100 juta, harganya Rp 150 juta bila mobil itu dibeli secara kredit dan sampai dengan keduanya berpisah tidak ada keputusan mengenai salah satu harga yang ditawarkannya.
Dari Abdullah bin Umar dari Nabi SAW, beliau bersabda: ”Tidak halal pinjaman dan jual-beli (dalam satu akad), tidak juga dua syarat dalam satu jual-beli, dan tidak boleh menjual barang yang tidak ada padamu”. Ada beberapa pengertian berdasarkan hadis tersebut, yaitu: 1) Hadis tersebut memberikan penjelasan bahwa seseorang tidak boleh bertransaksi dalam satu akad terdapat pinjaman dan jual beli. Contoh: A bersedia memberikan pinjaman kepada B dengan syarat B harus menjual sepeda motornya kepada A. 2) Hadis tersebut juga melarang seseorang menentukan dua syarat dalam satu akad jual beli. Contoh: A menjual motornya kepada B secara tunai dengan syarat B harus menjual kembali motornya kepada A dengan cara kredit. Contoh lain: A menjual sepeda motornya, jika dibeli dengan tunai maka harganya Rp 10 juta, kalau dibeli dengan kredit harganya Rp 15 juta dan sampai dengan keduanya berpisah tidak ada keputusan pemilihan salah satu harga yang ditawarkan. 3) Seseorang dilarang menjual barang yang tidak ada pada dirinya. Contoh: A menjual sepeda motor yang hilang kepada orang lain.
Bab II - 24
Transaksi-Transaksi yang Haram Pada jaman sekarang ini, banyak transaksi yang dilakukan oleh lembaga keuangan masuk dalam kategori riba. Beberapa contoh transaksi riba yang dilakukan di berbagai lembaga bisnis dan keuangan saat ini antara lain: 1) Lembaga Keuangan Konvensional. Lembaga Keuangan (LK) Konvensional beroperasi dengan menggunakan sistem bunga. Nasabah yang menyimpan uangnya di LK mendapatkan imbalan berupa bunga sebesar persentase tertentu dari uang yang disimpan di LK tersebut. Demikian pula nasabah yang meminjam uang ke LK harus membayar bunga sebesar persentase tertentu dari pinjaman pokoknya.
Berdasarkan
dalil-dalil
yang
telah
dikaji,
maka
hukum
bertransaksi seperti di atas adalah haram karena mengandung unsur riba. Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia juga telah mengeluarkan fatwa larangan bunga LK Konvensional pada simpanan berbentuk, giro (NO: 01/DSN-MUI/IV/2000), tabungan (NO: 02/DSN-MUI/IV/2000), dan deposito (NO: 03/DSN-MUI/IV/2000). 2) Lembaga Pembiayaan Kendaraan Bermotor Konvensional. Lembaga keuangan menyediakan dana pembelian kredit sepeda motor. Harga jual sepeda motor secara tunai sebesar 15 juta rupiah. Apabila seseorang ingin membeli sepeda motor dengan angsuran selama tiga tahun maka harganya menjadi 18 juta rupiah, kalau empat tahun 20 juta rupiah dan kalau lima tahun menjadi 22 juta rupiah. Berdasarkan dalil-dalil yang telah disampaikan di atas, maka hukumnya bertransaksi seperti itu haram karena mengandung unsur riba dan jual beli dengan dua harga dalam satu penjualan. Adanya perbedaan jual beli tunai dan kredit tersebut karena pada saat jual beli dilakukan secara kredit, pihak lembaga keuangan mengenakan bunga. Bunga yang ditetapkan akan berbeda-beda tergantung dari jangka waktu kreditnya. Semakin lama jangka waktu kreditnya, maka semakin tinggi bunganya. Pembiayaan menggunakan sistem leasing (sewa beli) hukumnya juga haram karena terdapat dua syarat dalam satu akad transaksi, yaitu sewa dan jual beli. 3) Obligasi. Bab II - 25
Transaksi-Transaksi yang Haram Obligasi
merupakan
salah
satu
instrumen
keuangan
berupa
surat
pengakuan utang dari satu pihak kepada pihak lain yang membeli surat obligasi sejumlah nilai tertentu yang tertera dalam obligasi tersebut. Pihak yang mengeluarkan obligasi memberikan imbalan berupa bunga sebesar persentase tertentu dari pokok utang yang tertera dalam obligasi tersebut sampai jangka waktu jatuh tempo. Berdasarkan dalil-dalil yang disampaikan di atas, maka hukumnya obligasi adalah haram karena mengandung unsur riba, yaitu adanya tambahan dari pokok modal/utang. 2. 2. Judi (maysir) 2.2.1. Pengertian maysir Maysir dan qimar adalah dua kata dalam bahasa Arab yang artinya sama, yaitu judi. Ibnu Katsir menyatakan bahwa kata maysir dalam Surah alMaaidah: 90, artinya sama dengan qimar (judi) (Tafsir Ibnu Katsir, II/92). Menurut Ibrahim Anis dalam Al-Mu‟jam Al-Wasith hal. 758 menyatakan bahwa judi adalah setiap permainan (la‟bun) yang mengandung taruhan dari kedua pihak (muraahanah). Menurut al-Jurjani dalam kitabnya at-Ta‟rifat hal. 179, telah menyatakan judi adalah setiap permainan yang di dalamnya disyaratkan adanya sesuatu (berupa materi) yang diambil dari pihak yang kalah kepada pihak yang menang. Menurut Muhammad Ali ash-Shabuni dalam kitab tafsirnya Rawa‟i‟ al-Bayan fii Tafsir Ayat al-Ahkam (I/279), menyebut bahwa judi adalah setiap permainan yang menimbulkan keuntungan (rabh) bagi satu pihak dan kerugian (khasarah) bagi pihak lainnya. Sula dan Mufti (2007) menerangkan, judi adalah semacam permainan yang bersifat untung-untungan di mana yang menang akan mendapatkan keuntungan yang diambilkan dari yang kalah sehingga yang menang beruntung dan yang kalah merugi. Di dalam kamus ekonomi Islam dijelaskan bahwa judi adalah setiap tindakan atau permainan yang
bersifat
untung-untungan
(spekulatif)
yang
dimaksudkan
untuk
mendapatkan keuntungan materi seperti membawa dampak terjadinya praktek kepemilikan harta secara bathil. Menurut Ibnu Hajar al-Maky, maysir adalah
Bab II - 26
Transaksi-Transaksi yang Haram segala bentuk spekulasi. Semua transaksi yang mengandung unsur spekulatif atau untung-untungan masuk dalam kategori judi sehingga dilarang. Suatu permainan bisa dikategorikan judi jika tiga unsur terdapat di dalamnya: 1. adanya taruhan harta/materi yang berasal dari kedua pihak yang berjudi; 2. adanya suatu permainan yang digunakan untuk menentukan siapa yang menang dan siapa yang kalah; 3. pihak yang menang mengambil sebagian/seluruh harta yang dijadikan taruhan dari
pihak yang kalah sehingga
pihak yang kalah kehilangan
hartanya. 2.2.2. Hukumnya maysir Maysir atau judi di dalam syariat Islam hukumnya haram, berdasarkan dalil-dalil berikut ini.
: Hai orang-orang beriman, sesungguhnya khomer, judi, anshob (berkurban untuk berhala), dan mengundi nasib dengan anak panah adalah perbuatan keji, termasuk perbuatan setan. Maka menjauhlah kalian pada perbuatan-perbuatan itu agar kalian beruntung.
… . Dari Ibnu Abbas … kemudian Nabi SAW bersabda: ”Sesungguhnya Allah mengharamkan kepadaku (keragu-raguan rowi) atau telah diharamkan khomer, judi, dan gendang.
Bab II - 27
Transaksi-Transaksi yang Haram
Dari Abu Hurairah RA dia berkata: Rasulullah SAW bersabda: Barang siapa dari antara kalian yang bersumpah lantas berkata dalam sumpahnya demi Lata demi Uzza maka berkatalah laa ilaaha illallah dan barang siapa yang berkata kepada temannya kemarilah aku akan berjudi denganmu maka bershadaqahlah. Imam Nawawi berkata (syarhu shahih Muslim 11/118), Para ulama berkata: Nabi menyuruh shadaqah adalah sebagai kafarah terhadap kesalahannya dalam mengucapkan ucapan maksiat. Al-Khattaby berkata: maknanya bershadaqahlah dengan perkiraan apa-apa yang dia menyuruh berjudi dengannya. Imam Nawawi berkata: yang benar adalah pendapat para ahli tahqiq sesuai dengan dhahir haditsnya bahwa Nabi tidak mengkhususkan ukurannya, jadi bershadaqahlah dengan apa-apa yang dia mudah dengannya hal ini diperkuat dengan suatu riwayat sabda beliau: bershadaqahlah dengan sesuatu H.R. Muslim 3/1268 cet. Isa al-Halaby hadits dari Abu Hurairah. 2.2.3. Bentuk-bentuk maysir Pada jaman sekarang ini bentuk-bentuk perjudian sudah berkembang demikian pesatnya dan dikemas dengan indah. Contoh-contoh bentuk perjudian yang dikemas dalam bentuk investasi, permainan dan lainnya adalah berikut ini. 1) Bermain valas Bermain valas dikategorikan perjudian karena pemilik dana menyerahkan sejumlah uang tertentu pada agen untuk mendapatkan keuntungan tanpa adanya proses jual beli valas yang sesungguhnya. Transaksi ini dikemas dengan nama investasi pada pasar uang. Sesungguhnya tidak ada barang yang ditransaksikan, semuanya bersifat semu. Pemilik dana tidak menerima valuta Bab II - 28
Transaksi-Transaksi yang Haram asing yang dibelinya, agen tidak menyerahkan valas yang diamanatkan untuk dibeli oleh pemilik dana. Transaksi seperti ini dikategorikan perjudian dan haram dilakukan. Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia telah mengeluarkan fatwa terkait jual beli mata uang, yaitu NO: 28/DSN-MUI/III/2002. Transaksi valas yang diijinkan adalah berbentuk transaksi Spot. Transaksi spot yaitu transaksi pembelian dan penjualan valuta asing (valas) untuk penyerahan pada saat itu (over the counter) atau penyelesaiannya paling lambat dalam jangka waktu dua hari. Hukumnya adalah boleh, karena dianggap tunai, sedangkan waktu dua hari dianggap sebagai proses penyelesaian yang tidak bisa dihindari (mimmaa laa budda minhu) karena merupakan transaksi internasional. Adapun transaksi valas yang tidak diperbolehkan berbentuk forward, swap dan option. Transaksi Forward, yaitu transaksi pembelian dan penjualan valas yang nilainya ditetapkan pada saat sekarang dan diberlakukan untuk waktu yang akan datang, antara 2 x 24 jam sampai dengan satu tahun. Mekanisme transaksi forward: HARI PERTAMA
HARI KEDUA
Tanggal Transaksi
Tanggal Jatuh Tempo
Kontrak
Penyerahan
Bank ABC setuju untuk membeli forward USD 1 juta lawan rupiah pada kurs 11.000.
Bank ABC menerima USD 1 juta dari nasabah dan menyerahkan Rp 11 Miliar kepada nasabah.
Transaksi forward hukumnya adalah haram, karena harga yang digunakan adalah harga yang diperjanjikan (muwa'adah) dan penyerahannya dilakukan di kemudian hari, padahal harga pada waktu penyerahan tersebut belum tentu sama dengan nilai yang disepakati (mengandung gharar dan dharar). Transaksi
Swap, yaitu suatu kontrak pembelian atau penjualan valas dengan harga spot Bab II - 29
Transaksi-Transaksi yang Haram yang dikombinasikan dengan pembelian antara penjualan valas yang sama dengan
harga
forward.
Transaksi
swap
hukumnya
haram,
karena
mengandung unsur maisir (spekulasi). Mekanisme transaksi swap: Hari Pertama
Hari Kedua
Hari Ketiga
Tanggal Transaksi
Tanggal Transaksi
Tanggal Jatuh Tempo
Kontrak
Penyerahan
Penyerahan
Bank ABC setuju untuk membeli/menjual USD 1 juta lawan rupiah pada kurs 11.000/11.100
Bank ABC menerima USD 1 juta dari nasabah dan menyerahkan Rp 11 Miliar kepada nasabah
Bank ABC menyerahkan USD 1 juta kepada nasabah dan menerima Rp 11,1 Miliar dari nasabah
Transaksi Option, yaitu kontrak untuk memperoleh hak dalam rangka membeli atau hak untuk menjual yang tidak harus dilakukan (bisa dilakukan, bisa juga tidak dilakukan) atas sejumlah unit valuta asing pada harga dan jangka waktu atau tanggal akhir tertentu. Hukumnya haram, karena mengandung unsur
maisir (spekulasi). 2) Bermain Indeks Harga Saham Berbeda dengan jual beli saham, di mana pemilik dana membeli saham dan memperoleh sertifikat saham senilai uang yang diserahkannya. Dalam transaksi ini yang ditransaksikan adalah indeks harga sahamnya dan bukan sahamnya. Pemilik dana menyerahkan uang tertentu (dikemas dengan nama investasi) kepada manajer investasi (agen) untuk ditransaksikan dalam indeks harga saham. Salah satu contoh adalah Indeks Hanseng, merupakan salah satu bursa saham cukup besar di Hongkong. Manajer investasi akan memberikan informasi kepada investor (pemilik dana) mengenai perkembangan indeks harga saham dan memberikan saran untuk membeli atau menjual. Transaksi seperti ini haram karena mengandung unsur maisir (perjudian). Tidak ada transaksi barang di dalamnya, yang ada adalah jual beli secara semu. Investor Bab II - 30
Transaksi-Transaksi yang Haram mempertaruhkan uangnya untuk mendapatkan keuntungan dari transaksi (permainan) tersebut tanpa adanya transaksi jual beli secara riil. 3) Bermain Bursa Emas Tidak jauh berbeda dengan dua contoh di atas, dalam kegiatan ini emas yang ditransaksikan bersifat semu. Pemilik dana menyerahkan sejumlah uang kepada agen (manajer investasi) untuk dimainkan dalam bursa emas. Manajer investasi akan memberitahukan perkembangan harga emas dunia dan memberikan saran untuk membeli atau menjual. Emas yang dimaksud di sini tidak pernah diterima barangnya oleh pemilik dana. Karena bersifat permainan untuk mengambil keuntungan tanpa adanya transaksi riil, maka hukumnya haram karena masuk dalam kategori jual beli ‟inah atau jual beli yang tidak terpenuhi syarat rukunnya. 4) Acara-acara permainan di televisi, seperti who want to be millionaire,
superdeal 1 miliar, dan lain-lain. Mengikuti acara who want to be millionaire dan superdeal 1 miliar adalah haram karena mengandung unsur perjudian. Pemain setelah mampu menjawab pertanyaan atau melakukan kegiatan tertentu (dalam acara superdeal) ditantang untuk mendapatkan hadiah lebih tinggi dengan mempertaruhkan uang atau hadiah yang telah diberikan sebelumnya. Namun risikonya, hadiah yang sudah diberikan sebelumnya bisa hilang. Pertaruhan untuk mendapatkan uang/hadiah lebih tinggi seperti ini hukumnya haram karena mengandung unsur perjudian. 2. 3. Gharar (Transaksi yang Menimbulkan Ketidakpastian). 2.3.1. Pengertian gharar Segala bentuk transaksi yang sifatnya tidak jelas (uncertainty) dan spekulatif sehingga dapat merugikan pihak yang bertransaksi. Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah mendefinisikan gharar sebagai transaksi yang obyeknya tidak jelas, tidak dimiliki, tidak diketahui keberadaannya, atau tidak dapat diserahkan pada saat transaksi dilakukan kecuali bila diatur lain dalam syariah. Bab II - 31
Transaksi-Transaksi yang Haram Beberapa bentuk traksaksi gharar adalah:
Bai‟ ma‟dum Adalah jual beli di mana barangnya tidak ada atau fiktif.
Bai‟ ma‟juzi at-taslim Adalah jual beli di mana barangnya tidak bisa untuk diserah-terimakan.
Bai‟ majhul Adalah jual beli di mana kualitas, kuantitas, dan harga barang tidak diketahui. Contoh transaksi gharar pada jaman pra dan awal Islam adalah sebagai
berikut:
Mulamasah Jual beli secara sentuh menyentuh. Misalkan seseorang menyentuh sebuah produk dengan tangannya di waktu malam atau siang hari, maka orang yang menyentuh berarti telah membeli kain tersebut.
Hashah Jual beli hashah (kerikil) ialah jual beli di mana pembeli menggunakan kerikil dalam jual beli. Kerikil tersebut dilemparkan kepada berbagai macam barang penjual. Kerikil yang mengenai suatu barang, barangnya harus dibeli dan ketika itu terjadilah jual beli.
Hablul habalah Hablul habalah adalah anak dari janin unta yang sedang dikandung (Diriwayatkan oleh Abdurrazzak dalam kitab Mushannaf-nya dari Ibnu Umar dari Nabi SAW, dalam Wahbah az-Zuhaili, Fiqih Islam, Jilid 3 hal: 94). Seseorang menjual seekor anaknya anak unta yang masih berada dalam perut induknya (menjual cucunya unta).
Munabadzah Jual beli secara lempar melempar, sehingga objek barang tidak jelas dan tidak pasti, apakah barang A, B, C atau lainnya. Seperti seorang berkata: “Lemparkanlah padaku apa yang ada padamu, nanti kulemparkan pula padamu apa yang ada padaku”. Setelah terjadi saling melempar barang, maka terjadilah jual beli. Bab II - 32
Transaksi-Transaksi yang Haram
Muzabanah Buah-buahan ketika masih ada di atas pohon yang masih basah dijual sebagai alat pembayar untuk memperoleh kurma atau anggur kering jumlahnya di atas lima wasak. Jual beli ini dilarang karena buah yang di atas pohon belum bisa dipastikan kualitas dan kuantitasnya. Jadi hanya berdasarkan perkiraan/taksiran.
Muhaqalah (
)
Menjual biji tanam-tanaman yang masih di ladang atau di sawah (belum siap panen) dengan biji-bijian yang kering (yang siap dimasak).
Mukhadharah (buah yang masih hijau) Menjual buah-buahan yang belum saatnya untuk dipanen, seperti menjual buah durian yang masih muda, rambutan yang masih muda/pentil hijau.
Malaaqih Malaaqih adalah apa yang ada di dalam kandungan unta betina (Diriwayatkan oleh Abdurrazzak dalam kitab Mushannaf-nya dari Ibnu Umar dari Nabi SAW, dalam Wahbah az-Zuhaili, Fiqih Islam, Jilid 3 hal: 94).
Madhamin Madhamin
adalah
sperma
yang
ada
di
tulang
sulbi
unta
jantan
(Diriwayatkan oleh Abdurrazzak dalam kitab Mushannaf-nya dari Ibnu Umar dari Nabi SAW, dalam Wahbah az-Zuhaili, Fiqih Islam, Jilid 3 hal: 94). Madhamin ialah menjual sperma hewan, di mana si penjual membawa hewan pejantan kepada hewan betina untuk dikawinkan. Anak hewan (yang mungkin dihasilkan) dari hasil perkawinan itu dalam akad jual beli ditentukan menjadi milik pembeli, seolah-olah sudah pasti bahwa hasil perkawinan itu menghasilkan anak padahal belum tentu menghasilkan anak (termasuk ghoror). Perhatikan penjelasan di bawah ini: Para ahli fikih sepakat menjual sperma pejantan itu tidak diperbolehkan berdasarkan hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu Umar RA, dia berkata : Rasulullah SAW melarang dari (menjual) sperma penjantan. (HR. Bukhary, Fathul Baary 4/461). Bab II - 33
Transaksi-Transaksi yang Haram
Dari Abi Hurairah RA, dia berkata: Rasulullah SAW melarang usaha bekam, uang hasil penjualan anjing dan melarang penjualan sperma pejantan (HR. Nasa‟i 7/311) Imam al-Kasany memberikan alasan, bahwa menjual air sperma pejantan dilarang itu karena ketika melakukan akad, yang diperjualbelikan itu ma‟dum/tidak ada (Badai‟usshonai‟ 5/139, dan lihat Hasyiah ad-Dusuqy 3/57, al-Khorsyi „ala Khalil 5/71, Mughny al-Muhtaj 2/30, Kasyaf al-Qina‟i 3/166 dan al-Mausu‟ah al-Fiqhiyah 30/94).
Dari Abu Hurairah: Rosululloh SAW melarang dari jual beli hashah dan jual beli gharar.
Bab II - 34
Transaksi-Transaksi yang Haram
Dari Abi Hurairoh, ia berkata: ”Rasululloh SAW melarang jual-beli ghoror dan jual-beli dengan lemparan batu. Imam Tirmidzi berkata: “Di dalam bab ini diriwayatkan juga dari Ibnu Umar, Ibnu Abbas, Abi Said, dan Anas. Abu Isa berkata, ”hadits Abi Hurairah ini adalah hadits Hasan Shahih, dan para ahli ilmu mengamalkan hadits ini (mereka membenci pada jual beli gharar). Imam asSyafi‟i berkata, ”Termasuk ba’i gharar yaitu menjual ikan di dalam air, menjual budak yang lari dari tuannya, menjual burung yang terbang di angkasa, dan jual beli lainnya yang sejenis itu. Adapun makna ba’i al-hashoti yaitu seorang penjual berkata kepada pembeli: ketika aku melempar kepadamu dengan kerikil maka telah sah jual beli antara aku dan kamu. Dan ini menyerupai ba’i munabadzah, dan jual beli ini termasuk jual beli orang jahiliyah”. Pada saat ini banyak kegiatan bisnis dan keuangan yang mengandung unsur gharar yang hukumnya haram. Berikut ini beberapa contoh bisnis dan keuangan yang mengandung unsur gharar. 1) Bermain Bursa Valas Di dalam bermain bursa valas, ada transaksi yang tidak diketahui secara jelas kuantitas dan kualitas barangnya. Transaksi dilakukan secara semu tidak betulbetul adanya pertukaran mata uang. Hukumnya haram karena mengandung unsur gharar. 2) Bermain Bursa indeks harga saham Di dalam bermain bursa indeks harga saham, transaksi yang dilakukan juga bersifat semu. Barangnya tidak dapat diserahterimakan karena berupa indeks harga saham dan bukan lembar sertifikat saham. Hukumnya haram karena mengandung unsur gharar. 3) Bursa emas Dalam transaksi di bursa emas, ada kegiatan di mana transaksi yang dilakukan secara semu. Emas yang diperjualbelikan barangnya bersifat semu, tidak riil, tidak diserahterimakan. Transaksi seperti ini hukumnya haram karena mengandung unsur gharar.
Bab II - 35
Transaksi-Transaksi yang Haram 4) Asuransi konvensional Asuransi konvensional hukumnya haram karena mengandung unsur gharar. Barang yang diperjualbelikan tidak jelas kuantitas dan kualitasnya karena memperjualbelikan risiko. Risiko meninggal dunia, risiko cacat, risiko sakit yang tidak jelas kuantitas dan kualitasnya, sehingga mengandung unsur gharar. 2.4. Dharar (kerusakan, kerugian, penganiayaan) 2.4.1. Pengertian dharar
Dharar adalah transaksi yang dapat menimbulkan kerusakan, kerugian, ataupun ada unsur penganiayaan, sehingga bisa mengakibatkan terjadinya pemindahan hak kepemilikan secara bathil.
Dari Ubadah bin Shomit, sesungguhnya Rasululloh SAW menghukumi bahwa tidak boleh seseorang merusak (diri, harta, kehormatan) orang lain dan tidak boleh membalas pengrusakan dengan pengrusakan. Pada saat ini ada beberapa transaksi yang mengandung unsur dharar. Berikut ini merupakan beberapa contoh di antaranya yang mengandung unsur dharar. 1. Asuransi Konvensional Dalam asuransi konvensional, peserta asuransi membayar premi sejumlah tertentu. Ada asuransi konvensional yang mensyaratkan apabila peserta tidak dapat membayar premi lagi sebelum masa perjanjian keikutsertaan asuransi habis, maka preminya hangus, tidak dikembalikan pada peserta. Ini adalah perbuatan dharar, penganiayaan pada orang lain. Ada pula peserta yang baru ikut beberapa bulan, kemudian karena mengalami musibah mengajukan klaim. Klaim yang diterima sangat besar, jauh lebih besar dari uang premi yang baru disetor beberapa bulan. Ini juga dharar karena baru membayar uang sedikit dapat uang yang jauh lebih banyak. Jika terjadi kasus begitu banyaknya
Bab II - 36
Transaksi-Transaksi yang Haram peserta yang mengajukan klaim, bisa terjadi perusahaan asuransi bangkrut karena melebihi kemampuan keuangan/aset yang mereka miliki untuk membayar klaim tersebut. Asuransi konvensional dengan demikian hukumnya haram karena ada unsur dharar dan gharar. 2. Predatory Pricing (Pemangsa Harga) Perusahaan yang memiliki sebuah hypermarket menetapkan harga barangbarangnya di bawah harga pasar. Beberapa jenis barang bahkan dijual merugi untuk menarik pembeli ke hypermarket-nya. Tindakan ini dinamakan predatory
pricing. Hukumnya haram karena akibat tindakannya tersebut menghancurkan pasar peritel lainnya yang kalah modal. Hypermarket tersebut telah melakukan perbuatan dharar terhadap peritel kecil. Sengaja melakukan perbuatan tersebut untuk menghancurkan pesaing dan menguasai pasar. 2.5. Maksiat Transaksi maksiat adalah bentuk transaksi yang terkait dengan usahausaha yang secara langsung ataupun tidak langsung melanggar (menentang) hukum-hukum Allah dan Rasul-Nya. Contoh: membuat pabrik minuman keras, membuat pabrik obat terlarang, membuat tempat pelacuran, membuat tempat perjudian, perdukunan/paranormal. Menjual barang yang mubah kepada pembeli yang diketahui akan menggunakannya untuk berbuat maksiat juga diharamkan, seperti: menjual anggur kepada pabrik minuman keras dan menjual senjata kepada perampok. Begitu juga akad sewa, seumpama; menyewakan rumahnya untuk tempat pelacuran, menyewakan gedung kepada bank konvensional dan lain-lain.
....dan jangan tolong menolong kalian atas perbuatan dosa dan permusuhan, dan takutlah kalian pada Allah sesungguhnya Allah berat siksanya.
Bab II - 37
Transaksi-Transaksi yang Haram
Dari Abi Mas‟ud, sesungguhnya Rasululloh SAW melarang uang hasil penjualan anjing, uang hasil pelacur, dan ongkos paranormal.” 2.6. Barang haram (suht) Barang haram adalah barang-barang yang diharamkan dzatnya untuk dikonsumsi, diproduksi, dan diperdagangkan menurut nash yang terdapat di dalam al-Qur‟an dan al-Hadits. Contoh: minuman keras, narkoba, babi, darah, bangkai, patung, binatang buas yang bertaring dan burung yang memiliki cakar kuku yang kuat.
.
Sesungguhnya Allah mengharamkan bagimu bangkai, darah, daging babi, dan binatang yang (ketika disembelih) disebut (nama) selain Allah, tetapi barangsiapa dalam keadaan terpaksa (memakannya) sedang dia tidak dalam keadaan durhaka dan tidak (pula) melampaui batas, maka tidak ada dosa baginya, sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.
Setiap (barang) yang memabukkan adalah haram.
Bab II - 38
Transaksi-Transaksi yang Haram
Dari Jabir bin Abdillah, sesungguhnya ia mendengar Rasululoh SAW bersabda di Makkah saat Fathu Makkah: ”Sesungguhnya Allah telah mengharamkan jualbeli arak, bangkai, babi, dan patung”. Maka ditanyakan: ”Ya Rasululoh, bagaimana pendapatmu tentang lemak bangkai, karena sesungguhnya ia dibalurkan ke perahu, meminyaki kulit, dan manusia-manusia menggunakan sebagai penerangan.” Maka Nabi bersada: ”Tidak boleh, itu haram”.
Dari Abu Hurairah dari Nabi SAW, Nabi bersabda: “tiap-tiap binatang buas yang bertaring maka memakannya haram”.
Dari Ibnu Abas dia berkata: Rasulullah SAW melarang (mengharamkan) dari tiap-tiap binatang buas yang bertaring dan tiap-tiap burung yang mempunyai cakar kuku yang kuat. 2.7.
Risywah (suap)
2.7.1. Pengertian risywah Risywah secara bahasa artinya al-ju‟lu/upah dan apa-apa yang diberikan untuk mendatangkan kemaslahatan...(lisan al-‟arab dan al-mu‟jamu al-wasith). Al-Fayyumy berkata: risywah adalah apa-apa yang diberikan oleh seseorang kepada Hakim atau lainnya agar dia menghukumi baik untuknya atau Hakim
Bab II - 39
Transaksi-Transaksi yang Haram membawanya sesuai dengan apa yang dikehendaki oleh si pemberi suap (AlMishbah al-Munir). Menurut istilah, risywah adalah apa-apa yang diberikan untuk membatalkan barang yang benar dan membenarkan barang yang batal (salah) (taju al-‟arus, al-mu‟jam al-wasith, hasyiatu al-thahthawy ‟ala al-dur 3/177 ).
2.7.2. Hukum risywah (suap) Risywah (suap) dalam urusan hukum dan risywah yang harus dipertanggungjawaban dari suatu perbuatan, hukumnya haram tanpa adanya perbedaan pendapat dan termasuk dosa besar. Allah ta‟ala berfirman:
: mereka banyak mendengar untuk berdusta, mereka memakan barang haram (suap). Hasan dan Sa‟id bin jubair berkata: yaitu risywah. Dan Allah berfirman :
: Dan janganlah kalian memakan harta diantara kalian dengan cara yang batal dan kalian membawa dengannya kepada para hakim agar kalian memakan sebagian harta manusia dengan berdosa padahal kalian mengetahui.
Dari Abu Hurairah dia berkata Rasulullah SAW melaknat pemberi dan penerima suap dalam urusan hukum.
Bab II - 40
Transaksi-Transaksi yang Haram
Rasulullah SAW melaknat orang yang menyuap dan orang yang menerima suap dan dalam satu riwayat ada tambahan lafadz al-raaisy (memberi bantuan dan melancarkan suap menyuap) (H.R.Tirmidzi 3/614 cet) al-Halaby dia berkata:
Hadits Hasan shahih. Ahmad meriwayatkan dalam juz 5/279 cet, al-Maimaniyah dari haditsnya Tsauban dan di dalamnya ada tambahan “warraaisy” (al-Mausu‟ah 22/221). Haram mencari suap dan memberikannya dan menerimanya seperti halnya haram pekerjaan menjadi perantara antara orang yang menyuap dan orang yang menerima suap (al-Mughny 9/78, Kasysyaf al-qina‟ 6/316, al-zawajir 2/188, al-kabair li Dzdzahaby 142, nihayah al-muhtaj 8/243, nail al-authar 8/277, ibnu Abidin 4/303, Mawahibu al-jalil 6/120, al-Muhalla 9/131,157). Hanya saja boleh bagi seseorang memberikan suap untuk menghasilkan kebenaran atau untuk menolak penganiayaan atau bahaya, adapun dosanya adalah bagi yang menerima suap bukan orang yang menyuap, begitulah menurut pendapat Jumhur Ulama (Kasysyaf al-qina‟ 6/316, nihayah al-muhtaj 8/234, al-Qurtuby 6/183, Ibnu Abidin 4/304, al-Khithab 6/121, al-Muhalla 9/157, Mathalib uli al-nuha 6/479). Abu al-Laits al-Samarqandy berkata: Tidak apa-apa seseorang memberikan suap dari dirinya dan hartanya (al-Qurtuby 6/183)…dan dari Atha‟ dan Hasan: Tidak apa-apa seseorang melakukan suap dari dirinya dan hartanya jika takut adanya penganiayaan (Kasysyaf al-Qina‟ 6/316).
Bab II - 41