BAB II TINJAUAN TEORI
A. Pengertian Sirosis adalah keadaan patologis yang menggambarkan stadium akhir fibrosis hepatik yang berlangsung progresif yang ditandai dengan distorsi dari arsitektur hepar dan pembentukan nodulus regeneratif (Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia, 2006).
Sirosis didefinisikan suatu penyakit hati kronis dan progresif yang dilalui dengan degenerasi dan destruksi sel maupun jaringan hati (Reeves, Roux & Lockhart, 2001).
Sirosis hati adalah penyakit hati menahun yang difus ditandai dengan adanya pembentukan jaringan ikat disertai nodul (Suzanne & Bare, 2001). Sirosis adalah penyakit hati kronis yang dicirikan dengan distorsi arsitektur hati yang normal oleh lembar – lembar jaringan ikat dan nodul – nodul regenerasi sel hati, yang tidak berkaitan dengan vaskulatur normal (Price & Wilson, 2005). Sirosis hepatis adalah penyakit yang ditandai oleh adanya peradangan difus dan menahun pada hati, diikuti dengan proliferasi jaringan ikat, degenerasi
7
dan regenerasi sel – sel hati sehingga timbul kekacauan dalam parenkim hati (Mansjoer, 2001). Berdasarkan beberapa definisi di atas dapat disimpulkan bahwa Sirosis Hepatis adalah suatu penyakit hati kronis menahun dengan keadaan patologis yang menggambarkan stadium akhir fibrosis hepatik yang berlangsung progresif diikuti dengan proliferasi jaringan ikat yang ditandai dengan distorsi dari arsitektur hepar dan pembentukan nodulus regeneratif sel hati maupun jaringan hati, yang tidak berkaitan dengan vaskulatur normal sehingga timbul kekacauan dalam parenkim hati. B. Anatomi dan Fisiologi 1. Anatomi Hati adalah organ intestinal terbesar dengan berat antara 1, 2 – 1, 8 kg atau kurang lebih 25 % berat badan orang dewasa yang menempati sebagian besar kuadran kanan atas abdomen dan merupakan pusat metabolisme tubuh dengan fungsi yang sangat kompleks. Batas atas hati berada sejajar dengan ruang interkostal V kanan dan batas bawah meyerong ke atas iga IX kanan ke iga VIII kiri. Permukaan posterior hati berbentuk cekungan dan terdapat celah transversal sepanjang 5 cm dari sistem porta hepatis. Omentum miror terdapat mulai dari sistem porta yang mengandung arteri hepatik, vena porta dan duktus koledokus. Sistem porta terletak di depan vena kava dan di balik kandung empedu.
8
Permukaan anterior yang cembung dibagi menjadi 2 lobus oleh adanya perlekatan ligamentum falsiform yaitu lobus kiri dan lobus kanan yang berukuran kira-kira 2 kali lobus kiri. Pada daerah antara ligamentum falsiform dengan kandungan empedu di lobus kanan kadang-kadang dapat ditemukan lobus kuadran dan sebuah daerah yang disebut sebagai lobus kuadratus yang biasanya tertutup oleh vena kava inferior dan ligamentum venosum pada permukaan posterior. Hati terbagi dalam 8 segmen dengan fungsi yang berbeda. Pada dasarnya, garis Cantlie yang terdapat mulai dari vena kava sampai kandungan empedu telah membagi hati menjadi 2 lobus fungsional dan dengan adanya daerah dengan vaskularisasi relatif sedikit, kadang-kadang dijadikan batas reseksi. Pembagian lebih lanjut menjadi 8 segmen didasarkan pada aliran cabang pembuluh darah dan saluran empedu yang dimiliki oleh masing-masing segmen. Secara mikroskopis di dalam hati manusia terdapat 50.000 - 100.000 lobuli. Setiap lobulus berbentuk heksagonal yang terdiri atas sel hati berbentuk kubus yang tersusun radial mengelilingi vena sentralis. Di antara lembaran sel hati terdapat kapiler yang disebut sinusoid yang merupakan cabang vena porta dan arteri hepatika. Sinusoid dibatasi oleh sel fagositik (sel kupffer) yang merupakan sistem retikuloendotelial dan berfungsi menghancurkan bakteri dan benda asing lain di dalam tubuh. Jadi hati merupakan salah satu organ utama pertahanan tubuh terhadap serangan bakteri dan organ toksik.
9
Selain cabang - cabang vena porta dan arteri hepatika yang mengelilingi bagian perifer lobulus hati, juga terdapat saluran empedu yang membentuk kapier empedu yang dinamakan kanalikuli empedu yang berjalan diantara lembar sel hati (Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia, 2006). 2. Fisiologi Hati mempunyai fungsi yang sangat beraneka ragam. Sirkulasi vena porta yang menyuplai 75% dari suplai asinus memegang peran penting dalam fisiologi hati, terutama dalam hal metabolisme karbohidrat, protein dan asam lemak. Telah dibuktikan bahwa pada zona-zona hepatosit yang memperoleh oksigen yang lebih baik (zona 1) mempunyai kemampuan glukoneogenesis dan sintesis glotation yang lebih baik dibandingkan dengan zona 3. Fungsi utama hati adalah pembentukan dan ekskresi empedu. Hati mengekskresikan ampedu sebanyak satu liter per hari ke dalam usus halus. Unsur utama empedu adalah air ( 97%), elektrolit, garam empedu. Walaupun bilirubin (pigmen empedu) merupakan hasil akhir metabolisme dan secara fisiologis tidak memiliki peran aktif, tapi penting sebagai indikator penyakit hati dan saluran empedu, karena bilirubin dapat memeberi warna pada jaringan dan cairan yang berhubungan dengannya. Hasil metabolisme monosakarida dari usus halus diubah menjadi glikogen dan disimpan di hati (glikogenesis). Dari depot glikogen ini disuplai glukosa
10
secara konstan ke darah (glikogenesis) untuk memenuhi kebutuhan tubuh. Sebagian glukosa dimetabolisme dalam jaringan untuk menghasilkan tenaga dan sisanya diubah menjadi glikogen (yang disimpan pada otot) atau lemak (yang disimpan dalam jaringan subkutan). Fungsi hati dalam metabolisme protein adalah menghasilkan protein plasma berupa albumin (yang diperlukan untuk mempertahankan tekanan osmotik koloid), protombin, fibrinogen dan faktor bekuan lainnya. Fungsi hati dalam metabolisme lemak adalah menghasilkan lipoprotein, kolesterol, fosfolipid dan asam asetoasetat. Fungsi hati selain itu adalah sebagai endokrin yang mensintesis 25 – hidroksilase vitamin D. Sedangkan fungsi immunologinya adalah untuk perkembangan limfosit B fetus, pembuangan kompleks imun sirkulasi, pembuangan limfosit T CD 8 teraktifasi, fagositosis dan presentasi antigen, produksi lipopolysaccaride – binding protein, pelepasan sitokin (TNFα dan interferon), transport immunoglobnulin A. Fungsi lain yaitu kemampuan untuk regenerasi sel – sel hati dan pengaturan angiogenesis (Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia, 2006).
11
Gambar 1. 1
Gambar 1. 2 12
C. Etiologi 1. Virus hepatitis VHB dan VHC (komplikasi akhir dari penyakit ini adalah Sirosis Hepatis). 2. Alkohol (zat toksik yang paling sering dikonsumsi dan merusak hepar). 3. Hemokromatosis (akumulasi zat besi yang berlebihan di hepar). 4. Penyakit auto imun hepar (hepatitis ‘lupoid’ dan sirosis biliaris primer). 5. Obstruksi biliaris rekuren (misalnya batu empedu). 6. Penyakit Wilson (akumulasi tembaga yang berlebihan di hepar). (Underwood, 1999) D. Patofisiologi Konsumsi minuman beralkohol dianggap sebagai faktor penyebab yang utama. Sirosis terjadi paling tinggi pada peminum minuman keras. Meskipun defisiensi gizi dengan penurunan asupan protein turut menimbulkan kerusakan hati pada sirosis, namun asupan alkohol yang berlebihan merupakan faktor penyebab utama pada perlemakan hati dan konsekuensi yang ditimbulkannya. Namun demikian, sirosis juga pernah terjadi pada individu yang tidak memiliki kebiasan minum dan pada individu yang dietnya normal tapi dengan konsumsi alkohol yang tinggi. Faktor lain diantaranya termasuk pajanan dengan zat kimia tertentu (karbon tetraklorida, naftalen, terklorinasi, arsen atau fosfor) atau infeksi
13
skistosomiastis dua kali lebih banyak daripada wanita dan mayoritas pasien sirosis berusia 40 – 60 tahun. Sirosis laennec merupakan penyakit yang ditandai oleh nekrosis yang melibatkan sel-sel hati dan kadang-kadang berulang selama perjalanan penyakit sel-sel hati yang dihancurkan itu secara berangsur-angsur digantikan oleh jaringan parut yang melampaui jumlah jaringan hati yang masih berfungsi. Pulaupulau jaringan normal yang masih tersisa dan jaringan hati hasil regenerasi dapat menonjal dari bagian-bagian yang berkonstriksi sehingga hati yang sirotik memperlihatkan gambaran mirip paku sol sepatu berkepala besar (hobnail appearance) yang khas. Sirosis hepatis biasanya memiliki awitan yang insidus dan perjalanan penyakit yang sangat panjang sehingga kadang-kadang melewati rentang waktu 30 tahun/ lebih (teguhsubianto.wordpress.com). E. Manifestasi Klinis Penyakit ini mencakup gejala ikterus dan febris yang intermiten. Pembesaran hati. Pada awal perjalanan sirosis, hati cenderung membesar dan sel-selnya dipenuhi oleh lemak. Hati tersebut menjadi keras dan memiliki tepi tajam yang dapat diketahui melalui palpasi. Nyeri abdomen dapat terjadi sebagai akibat dari pembesaran hati yang cepat dan baru saja terjadi sehingga mengakibatkan regangan pada selubung fibrosa hati (kapsula Glissoni). Pada
14
perjalanan penyakit yang lebih lanjut, ukuran hati akan berkurang setelah jaringan parut menyebabkan pengerutan jaringan hati. Apabila dapat dipalpasi, permukaan hati akan teraba benjol-benjol (noduler). Obstruksi Portal dan Asites. Manifestasi lanjut sebagian disebabkan oleh kegagalan fungsi hati yang kronis dan sebagian lagi oleh obstruksi sirkulasi portal. Semua darah dari organ-organ digestif praktis akan berkumpul dalam vena portal dan dibawa ke hati. Karena hati yang
sirotik tidak memungkinkan
pelintasan darah yang bebas, maka aliran darah tersebut akan kembali ke dalam limpa dan traktus gastrointestinal dengan konsekuensi bahwa organ-organ ini menjadi tempat kongesti pasif yang kronis; dengan kata lain, kedua organ tersebut akan dipenuhi oleh darah dan dengan demikian tidak dapat bekerja dengan baik. Pasien dengan keadaan semacam ini cenderung menderita dispepsia kronis atau diare. Berat badan pasien secara berangsur-angsur mengalami penurunan. Cairan yang kaya protein dan menumpuk di rongga peritoneal akan menyebabkan asites. Hal ini ditunjukkan melalui perfusi akan adanya shifting dullness atau gelombang cairan. Splenomegali juga terjadi. Jaring-jaring telangiektasis, atau dilatasi arteri superfisial menyebabkan jaring berwarna biru kemerahan, yang sering dapat dilihat melalui inspeksi terhadap wajah dan keseluruhan tubuh.
15
Varises Gastrointestinal. Obstruksi aliran darah lewat hati yang terjadi akibat perubahan fibrofik juga mengakibatkan pembentukan pembuluh darah kolateral sistem gastrointestinal dan pemintasan (shunting) darah dari pembuluh portal ke dalam pernbuluh darah dengan tekanan yang lebih rendah. Sebagai akibatnya, penderita sirosis sering memperlihatkan distensi pembuluh darah abdomen yang mencolok serta terlihat pada inspeksi abdomen (kaput medusae), dan distensi pembuluh darah di seluruh traktus gastrointestinal. Esofagus, lambung dan rektum bagian bawah merupakan daerah yang sering mengalami pembentukan pembuluh darah kolateral. Distensi pembuluh darah ini akan membentuk varises atau hemoroid tergantung pada lokasinya. Karena fungsinya bukan untuk menanggung volume darah dan tekanan yang tinggi akibat sirosis, maka pembuluh darah ini dapat mengalami ruptur dan menimbulkan perdarahan. Karena itu, pengkajian harus mencakup observasi untuk mengetahui perdarahan yang nyata dan tersembunyi dari traktus gastrointestinal. Kurang lebih 25% pasien akan mengalami hematemesis ringan; sisanya akan mengalami hemoragi masif dari ruptur varises pada lambung dan esofagus. Edema. Gejala lanjut lainnya pada sirosis hepatis ditimbulkan oleh gagal hati yang kronis. Konsentrasi albumin plasma menurun sehingga menjadi predisposisi untuk terjadinya edema. Produksi aldosteron yang berlebihan akan menyebabkan retensi natrium serta air dan ekskresi kalium.
16
Defisiensi Vitamin dan Anemia. Karena pembentukan, penggunaan dan penyimpanan vitamin tertentu yan tidak memadai (terutama vitamin A, C dan K), maka tanda-tanda defisiensi vitamin tersebut sering dijumpai, khususnya sebagai fenomena hemoragik yang berkaitan dengan defisiensi vitamin K. Gastritis kronis dan gangguan fungsi gastrointestinal bersama-sama asupan diet yang tidak adekuat dan gangguan fungsi hati turut menimbulkan anemia yang sering menyertai sirosis hepatis. Gejala anemia dan status nutrisi serta kesehatan pasien yang buruk akan mengakibatkan kelelahan hebat yang mengganggu kemampuan untuk melakukan aktivitas rutin sehari-hari. Kemunduran Mental. Manifestasi klinik lainnya adalah kemunduran fungsi mental dengan ensefalopati dan koma hepatik yang membakat. Karena itu, pemeriksaan neurologi perlu dilakukan pada sirosis hepatis dan mencakup perilaku umum pasien, kemampuan kognitif, orientasi terhadap waktu serta tempat, dan pola bicara (Suzanne & Bare, 2001). F. Komplikasi 1. Gagal hepar a. Akibat dari sintesis albumin serta faktor pembekuan yang tidak adekuat. b. Kegagalan mengeliminasi produk endogen seperti hormon, sampah nitrogen dan sebagainya.
17
Berdasarkan
fungsinya,
sirosis
dapat
dikompensasi
atau
didekompensasi. Apabila proses penyakit yang melanjut ke sirosis pada saat itu tidak aktif, abnormalitas fungsi hepar mungkin tidak terdeteksi. Gagal hepar merupakan manifestasi dekompensasi. 2. Hipertensi portal Pada sirosis, peningkatan tekanan darah (> 7 mmHg) dalam vena portal hepatika kemungkinan akibat kombinasi dari berbagai hal berikut : a. Meningkatnya aliran darah portal. b. Meningkatnya resistensi vaskuler hepatik. c. Shunt arterio – venous intra hepatik. 3. Karsinoma sel hepar Sirosis merupakan kondisi pre maligna, kondisi ini berhubungan dengan meningkatnya resiko timbulnya karsinoma sel hepar. tumor hepar sering multifokal, yang timbul pada banyak tempat dalam hepar. Resiko terjadinya karsinoma ini lebih besar pada sirosis makronoduler dan semua tipe etiologi (Undewood, 1999). G. Penatalaksanaan Penatalaksanaan pasien sirosis hanya didasarkan pada gejala yang ada. Sebagai contoh antacid diberikan untuk mengurangi distress lambung dan meminimalkan kemungkinan perdarahan gastrointestinal. Vitamin dan suplemen 18
nutrisi akan meningkatkan proses kesembuhan pada sel – sel hati yang rusak dan memperbaiki
status
gizi
pasien.
Pemberian
preparat
diuretik
yang
mempertahankan kalium (spironolakton) mungkin diperlukan untuk mengurangi asites jika gejala ini terdapat, dan meminimalkan perubahan cairan serta elektrolit yang akan terjadi pada penggunaan jenis diuretik lainnya. Asupan protein dan kalori yang adekuat merupakan bagian esensial dalam penanganan sirosis bersama – sama upaya untuk menghindari penggunaan alkohol yang selanjutnya. Meskipun proses fibrosis pada hati sirotiktidak dapat diputar balik, perkembangan keadaan ini masih dapat dihentikan/ diperlambat dengan tindakan tersebut. Beberapa penelitian
pendahuluan
menunjukan
bahwa cholchicine
yang
merupakan preparat anti inflamasi untuk mengobati gejala gout, dapat memperpanjang kelangsungan hidup penderita sirosis ringan hingga sedang (Suzanne & Bare, 2001). H. Pengkajian Fokus Aktifitas/ Istirahat Gejala
: Kelemahan, kelelahan, terlalu lemah.
Tanda
: Letargi, Penurunan massa otot/ tonus.
Sirkulasi Gejala
: Riwayat GJK koronis, perikarditis, penyakit jantung, reumatik, kanker (malfungsi hati menimbulkan gagal hati), disritmia, bunyi jantung ekstra (S3, S4), DVJ; vena abdomen distensi.
19
Eliminasi Gejala
: Flatus.
Tanda
: Distensi abdomen (hepatomegali, splenomegali, asites), penurunan/ tak adanya bising usus, feses warna tanah liat, melena, urine gelap, pekat.
Makanan/ Cairan Gejala
: Anoreksia, tidak toleran terhadap makanan/ tak dapat mencerna, mual/ muntah.
Tanda
: Penurunan berat badan atau peningkatan (cairan), penggunaan jaringan, edema umum pada jaringan, kulit kering, turgor buruk, ikterik, angioma spider, napas berbau/ fetor hepatikum, perdarahan gusi.
Neurosensori Gejala
: Orang terdekat dapat melaporkan perubahan kepribadian, penurunan mental.
Tanda
: perubahan mental, halusinasi, koma, bicara lambat atau tidak jelas, asterik (ensefalofati hepatik).
Nyeri/ Kenyamanan Gejala
: Nyeri tekan abdomen/nyeri kuadran kanan atas, pruritus, neuritis perifer.
Tanda
: Perilaku berhati-hati/ distraksi, fokus pada diri sendiri.
Pernafasan 20
Gejala
: Dispnea
Tanda
: Takipnea, pernafasan dangkal, bunyi napas tambahan, ekspansi paru terbatas (asites), hipoksia.
Keamanan Gejala
: Pruritus.
Tanda
: Demam (lebih pada sirosis alkoholik), ikterik, ekimosis, petekie, angioma spider/ teleangiektasis, eritema palmar.
Seksualitas Gejala
: Gangguan menstrusi, impoten.
Tanda
: Atrofi testis, ginelomastia, kehilangan rambut (dada, bawah lengan, pubis)
Penyuluhan/ Pembelajaran Gejala
: Riwayat penggunaan alkohol jangka panjang/ penyalahgunaan, penyakit hati alkoholik (Doengoes, 1999).
I. Pemeriksaan Diagnostik 1. Laboratorium a. Pemeriksaan pigmen 1)
bilirubin serum direk nilai normal 0 – 0, 3 mg/ dl
2)
bilirubun serum total nilai normal 0 – 0, 9 mg/ dl
3)
bilirubin urine nilai normal 0
4)
urobilinogen urine normal 0, 05 – 2, 5 mg/ 24 jam
21
5)
eurobilinogen feses normal 40 - 200 mg/ 24 jam
b. Pemeriksaan protein 1) protein total serum nilai normal 7, 0 – 7, 5 g/ dl 2) albumin serum nilai normal 3, 5 – 5, 5 g/ dl 3) globulin serum nilai normal 1, 5 – 3, 0 g/ dl 4) HbsAG menunjukan hepatitis yang akut atau kronis atau status carier, menunjukan keadaan yang menular c. Waktu protombin 1) respon waktu protombin terhadap vitamin K nilai normal 100 % kembali ke normal d. Pemeriksaan serum transferase dan transaminase 1) AST atau SGOT nilai normal 4,8 – 19 U/ L 2) ALT atau SGPT nilai normal 2, 4 – 17 U/ L 3) LDH nilai normal 165 – 400 U/ L 4) Amonia serum nilai normal 20 – 120 µg/ dl 2. Radiologi a. Foto rontgen abdomen untuk menentukan ukuran makroskopis hati. b. Pemindaian hati dengan preparat technetium, emas, atau rose bengal yang berlabel radioaktif untuk memperlihatkan ukuran dan bentuk hati; untuk memperlihatkan penggantian jaringan hati oleh jaringan parut atau tumor. c. Kolestogram dan kalangiogram untuk melihat kandung empedu dan salurannya. 22
d. Arteriografi pembuluh darah seliaka untuk melihat hati dan pankreas 3. Pemeriksaan tambahan a. Endoskopi untuk mencari varises dan abnormalitas esofagus b. Biopsi hati untuk menentukan perubahan anatomis pada jaringan hati c. Ultrasonografi untuk memperlihatkan ukuran organ dan keberadaan massa d. Laparoskopi untuk visualisasi langsung permukaan anterior hati, kandung empedu dari mesentrium lewat alat trokar (Suzanne & Bare, 2001)
23
J. Pathways
24
K. Fokus Intervensi dan Rasional 1. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan diet yang tidak adekuat, ketidakmampuan untuk memproses/ mencerna makanan, anoreksia, mual/ muntah, tidak mau makan, mudah kenyang (asites), fungsi usus abnormal. Tujuan
: Setelah dilakukan tindakan selama 3 x 24 jam diharapkan kebutuhan nutrisi terpenuhi.
Kriteria Hasil
:
a. Menunjukkan peningkatan berat badan progresif mencapai tujuan dengan nilai laboratorium normal. b. Tak mengalami tanda malnutrisi lebih lanjut. Intervensi : a. Ukur masukan diet harian dengan jumlah kalori. Rasional : Memberikan informasi tentang kebutuhan pemasukan/ defisiensi. b. Timbang sesuai indikasi. Bandingkan perubahan status cairan, riwayat berat badan, ukuran kulit trisep. Rasional : Mungkin sulit untuk menggunakan berat badan sebagai indicator langsung status nutrisi karena ada gambaran edema/ asites. Lipatan kulit trisep berguna dalam mengkaji perubahan massa otot dan simpanan lemak subkutan.
25
c. Bantu dan dorong pasien untuk makan; jelaskan alasan tipe diet. Beri pasien makan bila pasien mudah lelah, atau biarkan orang terdekat membantu pasien. Pertimbangakn pilihan makanan yang disukai. Rasional : Diet yang tepat penting untuk penyembuhan. Pasien mungkin makan lebih baik bila keluarga terlibat dan makanan yang disukai sebanyak mungkin. d. Dorong pasien untuk makan semua makanan/ makanan tambahan. Rasional : Pasien mungkin mencungkil atau hanya makan sedikit gigitan karena kehilangan minat pada makanan dan mengalami mual, kelemahan umum, malaise e. Beri makan sedikit dan sering. Rasional: Buruknya toleransi terhadap makanan banyak mungkin berhubungan dengan peningkatan tekanan intra abdomen/ asites f. Beri tambahan garam jika diijinkan hindari yang mengandung ammonium. Rasional: Tambahan garam meningkatkan rasa makan dan membantu meningkatkan selera makan; ammonia potensial meningkatkan resiko ensefalopati. g. Batasi masukan kafein, makanan yang menghasilkan gas atau berbumbu, dan terlalu panas atau terlalu dingin. Rasional: membantu dalam menurunkan iritasi gaster/ diare dan ketidaknyamanan abdomen yang dapat mengganggu pemasukan oral/ pencernaan. 26
h. Berikan makanan halus, hindari makanan kasar sesuai indikasi Rasional: perdarahan dari varises esofagus dapat terjadi pada sirosis berat. i. Berikan perawatan mulut sering dan sebelum makan. Rasional: pasien cenderung mengalami luka dan/ atau perdarahan gusi dan rasa tak enak pada mulut dimana menambah anoreksia. j. Tingkatkan periode tidur tanpa gangguan khususnya sebelum makan Rasional: penyimpanan energi menurunkan kebutuhan metabolik pada hati dan meningkatkan regenerasi seluler. k. Anjurkan menghentikan rokok Rasional: menurunkan rangsangan gaster berlebihan dan resiko iritasi atau perdarahan. l. Awasi pemeriksaan laboratorium, cotoh glukosa serum, albumin, total proteinamonia Rasional: Glukosa menurun karena gangguan gliogenesis, penurunan simpanan glikogen,atau masukan takade kuat.. Protein menurun karena gangguan metabolisme, penurunan sistesis hepatik, atau kehilangan ke rongga peritoneal (asites). Peningkatan kadar ammonia perlu pembatasan masukan protein untuk mencegah komplikasi serius. m. Pertahankan status puasa jika diindikasikan. Rasional: pada awalnya pengistirahatan GI diperlukan untuk menurunkan kebutuhan pada hati dan produksi ammonia atau urea GI. 27
n. Konsul dengan ahli diet untuk memberikan diet tinggi dalam kalori dan karbohidrat sederhana,rendah lemak dan tinggi protein sedang;batasi natrium dan cairan bila perlu, Berika tambahan cairan sesuai indikasi. Rasional: makanan tinggi kalori dibutuhkan pada kebanyakan pasien yang pemasukannya dibatasi, karbohidrat memberikan energi yang siap pakai. Lemak diserap dengan buruk karena disfungsi hati dan mungkin memperberat ketidaknyamanan abdomen. Protein dipelukan
pada
perbaikan
kadar
protein
serum
untuk
menurunkan edema dan untuk meningkatkan regenerasi sel hati. Catatan: Protein dan makanan tinggi ammonia (contoh gelatin) dibatasi bila kadar ammonia tinggi atau pasien mempunyai tanda klinis ensefalopati hepatik. Selama itu individu ini dapat mentolerir protein nabati lebih baik dari protein hewani. o. Berikan makanan dengan selang, hiperlimentasi, lipid sesuai indikasi Rasional: mungkin diperlukan untuk diet tambahan untuk memberikan nutrient bila pasien terlalu mual atau anoreksia untuk makan atau varises esophagus mempengaruhi masukan oral. p. Berikan obat sesuai indikasi, contoh: Tambahan vitamin, tiamin, besi, asam folat Rasional: pasien biasanya kurang vitamin karena diet yang buruk sebelumya. Juga hati yang rusak tidak dapat menyimpan
28
vitamin A, B komplek, D, K. Juga dapat kekurangan besi dan asam folat yang menimbulkan anemia. Sink Rasional: meningkatkan rasa kecap atau bau yang dapat merangsang nafsu makan. Enzim pencernaan contoh pankreatin (Viokase) Rasional:
meningkatkan
pencernaan
lemak
dapatmenurunkan
steatorea/diare Antiemetik contoh trimetobenzamid (Tigan) Rasional:
digunakan
dengan
hati-hati
untuk
menurunkan
mual/muntah dan meningkatkan masukan oral. (Doengoes, 1999) 2.
Volume cairan perubahan kelebihan berhubungan dengan gangguan mekanisme regulasi (contoh SIADH penuruna protein plasma, malnutrisi). Kelebihan natrium atau masukan cair. Tujuan
: Setelah dilakukan tindakan selama 3 x 24 jam diharapkan volume cairan dalam tubuh seimbang.
Kriteria Hasil
:
a. Menurunkan volume cairan stabil, dengan keseimbangan pemasukan dan pengeluaran, berat badan stabil, tanda vital dalam rentang normal, dan tak ada edema.
29
Intervensi: a. Ukur masukan dan keluaran, catat keseimbangan positif (pemasukan melebihi pengeluaran). Timbang berat badan tiap hari, dan catat peningkatan lebih dari 0,5 kg/ hari Rasional: menunjukan status volume sirkulasi, terjadinya atau perbaikan perpindahan cairan, dan respons terhadap terapi. Keseimbangan positif/ peningkatan berat badan sering menunjukan retensi cairan lanjut. Catatan: penurunan volume sirkulasi (perpindahan cairan) dapat mempengaruhi secara langsung fungsi/ haluaran urine, mengakibatkan sindrom hepatorenal. b. Awasi TD dan CVP, Catat JVD/distensi vena Rasional: Peningkatan TD biasanya berhubungan dengan kelebihan volume cairan tetapi mingkin tidak terjadi karena perpindahan cairan keluar area vaskuler. Distensi jugular eksternal dan vena abdominal sehubungan dengan kongesti vaskuler. c. Auskultasi paru, catat penurunan/tak adanya bunyi napas dan terjadinya bunyi tambahan (contoh, krekels) Rasional:
peningkatan
kongensi
pulmonal
dapat
mengakibatkan
konsolidasi, gangguan pertukaran gas, dan komplikasi contoh edema paru. d. Awasi disritmia jantung. Auskultasi bunyi jantung, catat terjadinya irama gallop S3/ S4. 30
Rasional: mungkin disebabkan oleh GJK. Penurunan perfusi arteri koroner, dan ketidak seimbangan elektrolit. e. Kaji derajat ferifer/ edema dependen. Rasional: perpindahan cairan pada jaringan sebagai akibat retensi natrium dan air, penurunan albumin, dan penurunan ADH. f. Ukuran lingkar abdomen. Rasional: menunjukan akumulasi cairan (asites) diakibatkan oleh kehilangan protein plasma/cairan kedalam area peritoneal. Catatan : akumulasi kelebihan cairan dapat menurunkan volume sirkulasi menyebabkan defensit (tanda dehidrasi) g. Dorongan untuk tirah baring bila ada asites Rasional: dapat meningkatkan posisi rekumben untuk diuresis. h. Berikan perawatan mulut sering; kadang-kadang beri es batu (bila puasa) Rasional: menurunkan rasa haus. i. Awasi albumin serum dan elektrolit (khususnya kalium dan natriun) Rasional: penurunan albumin serum mempengaruhi tekanan osmotik koloid plasma, mengakibatkan pembentukan edema dan kadar aldosteron dan penggunaan diuretik (untuk menurunkan air total tubuh)
dapat
menyebabkan
berbagai
perpindahan/ketidakseimbangan elektrolit. j. Awasi seri foto dada Rasional: kongesti vaskuler, edema paru, dan efusi pleural sering terjadi. 31
k. Batasi natrium dan cairan sesuai indikasi. Rasional: natrium mungkin dibatasi untuk meminimalkan retemsi cairan dalam area ekstravaskuler. Pembatasan cairan perlu untuk memperbaiki/ mencegah pengenceran hiponatremia. (Doengoes, 1999) 3. Resiko tinggi kerusakan integritas kulit berhubungan dengan gangguan sirkulasi/ status metabolik, akumulasi garam empedu pada kulit, turgor kulit buruk, penonjolan tulang, adanya edema, asites. Tujuan
: Setelah dilakukan tindakan selama 3 x 24 jam diharapkan integritas kulit dapat dipertahankan.
Kriteria hasil
:
a. Mengidentifikasi faktor risiko dan menunjukkan perilaku/ teknik untuk mencegah kerusakan kulit. Intervensi : a. Lihat permukaan kulit/ titik tekanan secara rutin. Pijat penonjolan tulang atau area yang tertekan terus menerus. Gunakan losion minyak; batasi penggunaan sabun untuk mandi. Rasional : Edema jaringan lebih cenderung untuk mengalami kerusakan dan terbentuk dekubitus. Asites dapat meregangkan kulit sampai pada titik robekan pada sirosis berat.
32
b. Ubah posisi pada jadwal teratur, saat di kursi tempat tidur; bantu dengan latihan rentang gerak aktif/ pasif. Rasional : Pengubahan posisi permukaan tekanan pada jaringan edema untuk memperbaiki sirkulasi. Latihan meningkatkan sirkulasi dan perbaikan/ mempertahankan mobilitas sendi. c. Tinggikan ekstremitas bawah. Rasional : Meningkatkan aliran balik vena dan menurunkan edema pada ekstremitas. d. Pertahankan sprei kering dan bebas lipatan. Rasional : Kelembaban meningkatkan pruritus dan meningkatkan resiko kerusakan kulit. e. Gunting kuku jari hingga pendek; berikan sarung tangan bila diindikasikan. Rasional : Mencegah pasien dari cedera tanbahan pada kulit khususnya bila tidur. f. Berikan perawatan perineal setelah berkemih dan defekasi. Rasional : Mencegah eksoriasi kulit dari garam empedu. g. Gunakan kasur bertekanan tertentu, kasur, karton telur, kasur air, kulit domba, sesuai indikasi. Rasional : Menurunkan tekanan kulit, meningkatkan sirkulasi, dan menurunkan resiko iskemia/ kerusakan jaringan.
33
h. Berikan lotion kalamin, berikan mandi soda kue. Berikan kolestiramin (Questran) bila diindikasikan. Rasional : Mungkin menghentikan gatal sehubungan dengan ikterik, garam empedu pada kulit. (Doengoes, 1999) 4. Pola pernafasan tak efektif, resiko tinggi terhadap pengumpulan cairan paru intraabdomen (asites), penurunan ekspansi paru, akumulasi sekret, penurunan energi/ kelemahan. Tujuan
: Setelah dilakukan tindakan selama 3 x 24 jam diharapkan pola nafas klien efektif.
Kriteria Hasil
:
a. Mempertahankan pola pernafasan efektif, bebas dispnea dan sianosis dengan nilai GDA dan kapasitas vital dalam rentang normal Intervensi : a. Awasi frekuensi,kedalaman dan upaya pernafasan. Rasional : pernafasan dangkal cepat/dispnea, mungkin ada sehubungan hipoksia dan/atau akumulasi cairan dalam abdomen. b. Auskultasi bunyi nafas, catat krekels, mengi,ronki Rasional : menunjukan terjadinya komplikasi (contoh adanya bunyi tambahan menunjukan akumulasi cairan/ sekresi; tak ada/ menurunkan bunyi atelektatis) meningkatkan resiko infeksi.
34
c. Selidiki perubahan tingkat kesadaran Rasional : perubahan mental dapat menunjukan hipoksemia dan gagal pernafasan yang sering disertai koma hepatik. d. Pertahankan kepala tempat tidur tinggi. Posisi miring. Rasional : memudahkan pernafasan dengan menurunkan tekanan pada diafragma dan meminimalkan ukuran aspirasi sekret. e. Ubah posisi dengan sering; dorong nafas dalam, latihan dan batuk. Rasional : membantu ekspansi paru dan memobilisasi sekret. f. Awasi suhu. Catat adanya menggigil, meningkatnya batuk, perubahan warna/ karakter sputum. Rasional: menunjukan timbulnya infeksi, contoh pneumonia. g. Awasi seri GDA, nadi oksimetri, ukur kapasitas vital, foto dada. Rasional : menyatakan perubahan status pernafasan, terjadinya komplikasi paru. h. Berikan tambahan O 2 sesuai indikasi. Rasional : mungkin perlu untuk mengobati/mencegah hipoksia. Bila pernafasan/oksigen tidak adekuat, ventilasi mekanik sesuai kebutuham. i. Bantu dengan alat pernafasan contohnya spirometri insentif, tiupan botol. Rasional : menurunkan insiden atelektasis, meningkatkan monilitas sekret. j. Siapkan untuk/ bantu untuk prosedur, contoh:
35
Parasintesis Rasional : kadang-kadang dilakukan untuk membuang cairan asites bila keadaan pernafasan tidak membaik dengan tindakan lain. Pirau peritoneovena Rasional : bedah penanaman kateter untuk mengembalikan akumulasi cairan dalam abdomen ke sistem sirkulasi melalui vena kava, memberikan penghilang asites jangka panjang dan memperbaiki fungsi pernafasan. (Doengoes, 1999) 5. Resiko tinggi hemoragi berhubungan dengan profil darah yang abnormal, gangguan factor pembekuan (penurunan produksi protrombin, fibrinogen, dari faktor VIII, IX, dan X gangguan absorbs vitamin K, dan pengeluaran tromboplastin). Tujuan
: Setelah dilakukan tindakan selama 3 x 24 jam diharapkan tidak terjadi perdarahan.
Kriteria Hasil
:
a. Menunjukan perilaku penurunan resiko perdarahan. Intervensi ; a. Kaji adanya tanda-tanda dan gejala perdarahan GI. Contoh periksa semua sekresi untuk adanya darah warna coklat atau samar. Observasi warna dan konsistensi feses, drainase NG atau muntah.
36
Rasional : traktus GI (esofagus dan rektum) paling biasa untuk sumber perdarahan sehubungan dengan mukrosa yang mudah rusak dan gangguan dalam hemostasis kerena sirosis. b. Observasi adanya petekie,ekimosis, perdarahan dari satu atau lebih sumber. Rasional : KID subakut dapat terjadi sekunder terhadap gangguan faktor pembekuan. c. Awasi nadi,TD,dan CVP bila ada. Rasional : peningkatan nadi dengan penurunan TD dan CVP dapat menunjukan kehilangan volume darah sirkulasi,memerlukan evaluasi lanjut. d. Catatan perubahan mental/ tingkat kesadaran. Rasional : perubahan dapat menunjukan penurunan perfusi jaringan serebral sekunder terhadap hipovolemia,hipoksemia. e. Hindari pengukuran suhu rektal hati-hati memasukan selang GI. Rasional : rektal dan vena esofageal paling rentan untuk sobek. f. Dorong menggunakan sikat gigi halus, pencukur elektrik, hindari mengejan saat defekasi, meniupkan hidung dengan kuat dan sebagainya. Rasional : Pada adanya gangguan faktor pembekuan, trauma minimal dapat menyebabkan perdarahan mukosa. g. Gunakan jarum kecil untuk injeksi. Tekan lebih lama pada bekas suntikan.
37
Rasional : Meminimalkan kerusakan jaringan, menurunkan risiko perdarahan/ hematoma. h. Hindarkan penggunaan produk yang mengandung aspirin. Rasional : Koagulasi memanjang, berpotensi untuk risiko perdarahan. i. Awasi Hb/ Ht dan faktor pembekuan. Rasional : Indikator anemia, perdarahan aktif atau terjadinya komplikasi (contoh KID). j. Berikan obat sesuai indikasi : Vitamin tambahan (contoh K, D, dan C). Rasional : Meningkatkan sintesis protrrombin dan koagulasi bila hati berfungsi. Kekurangan vitamin C meningkatkan kerentanan terhadap fungsi GI untukterjadi iritasi/ perdarahan. Pelunak feses. Rasional : Mencegah mengejan yang akhirnya meningkatkan tekanan intraabdomen dan risiko robekan vaskuler/ perdarahan. k. Berikan lavase gaster dengan cairan garam faal bersuhu kamar/ dingin atau air sesuai indikasi. Rasional : Evakuasi darah dari traktus GI menurunkan produksi ammonia dan resiko ensefalopati hepatic. l. Bantu dalam memasukan/ mempertahankan selang GI/ esophageal (contoh selang Sengstaken – Blakemore).
38
Rasional : Sementara mengontrol perdarahan varises esophagus bila control yang lain tak mampu (contoh, lavase) dan stabilitas hemodinamik tak dapat ditingkatkan m. Siapkan prosedur bedah contoh ligasi langsung (pengikatan) varises, reseksi esofagogastrik, anastomosis splenorenalportakaval. Rasional : Mungkin diperlukan umtuk mengontrol perdarahan aktif atau untuk menurunkan tekanan portal dan kolateral pembuluh darah untuk meminimalkan risiko berulangnya perdarahan. (Doengoes, 1999) 6. Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis, dan kebutuhan pengobatan berhubungan dengan kurang terpajan/ mengingat; kesalahan interpretasi, ketidakbiasaan terhadap sumber informasi. Tujuan
: Setelah dilakukan tindakan selama 1 x 60 menit diharapkan klien dan keluarga memahami proses penyakit/ prognosis.
Kriteria hasil
:
a. Menghubungkan gejala dengan faktor penyebab. b. Melakukan perubahan pola hidup dan berpartisipasi dalam perawatan. Intervensi : a. Kaji ulang proses penyakit/ prognosis dan harapan yang akan datang.
39
Rasional : Memberikan dasar pengetahuan pada pasien yang dapat membuat pilihan informasi. b. Tekankan pentingnya menghindari alkohol. Berikan informasi tentang pelayanan masyarakat yang ada untuk membantu dalam rehabilitasi alcohol sesuai indikasi. Rasional : Alkohol menyebabkan sirosis. c. Informasikan pasien tentang efek gangguan karena obat pada sirosis dan pentingnya penggunaan obat hanya yang diresepkan atau dijelaskan oleh dokter yang mengenal riwayat pasien. Rasional : Beberapa obat bersifat hepatotoksik (khususnya narkotik, sedative, dan hipnotik). Selain itu kerusakan hati telah menurunkan kemampuan metabolism semua obat, potensial efek akumulasi dan atau meningkatnnya kecenderungan perdarahan. d. Kaji ulang prosedur untuk mempertahankan fungsi pirau peritoneovena bila ada. Rasional : Pemasangan pirau Denver memerlukan pemompaan bilik untuk mempertahankan patensi alat. Pasien dengan pirau Le – Veen dapat menggunakan pengikat abdomen dan atau melakukan gerakan Valsalva untuk mempertahankan fungsi pirau.
40
e. Tekankan pentingnya nutrisi yang baik. Anjurkan menghindari bawang dan keju padat. Berikan instruksi diet tertulis. Rasional : Pemeliharaan diet yang tepat dan menghindari makanan tinggi ammonia membantu perbaikan gejala dan membantu mencegah kerusakan hati. Instruksi tertulis akan membantu pasien sebagai rujukan di rumah. f. Tekankan perlunya mengevaluasi kesehatan dan mentaati program terapeutik. Rasional : Sifat penyakit kronis mempunyai potensial untuk komplikasi mengancam hidup. Memberikan kesempatan untuk evaluasi keefektifan program termasuk patensi pirau yang digunakan. g. Diskusikan pembatasan natrium dan garam serta perlunya membaca label makanan/ obat yang dijual bebas. Rasional : Meminimalkan asites dan pembentukan edema. Penggunaan berlebihan bahan tambahan mengakibatkan ketidakseimbangan elektrolit lain. Makanan, produk yang dijual bebas/ pribadi (contoh
antasida,
beberapa
pembersih
mulut)
dapat
mengandung natrium tinggi atau alcohol. h. Dorong menjadwalkan aktifitas dengan periode istirahat adekuat. Rasional : Istirahat adekuat menurunkan kebutuhan metabolic tubuh dan meningkatkan simpanan energy untuk regenerasi jaringan. i. Tingkatkan aktifitas hiburan yang dapat dinikmati pasien. 41
Rasional : Mencegah kebosanan dan meminimalkan ansietas dan depresi. j. Anjurkan menghindari infeksi, khususnya ISK. Rasional : Penurunan pertahanan, gannguan nutrisi dan respons imun (contoh leucopenia, dapat terjadi pada splenomegali) potensial resiko infeksi. k. Identifikasi bahaya lingkungan contoh karbon tetraklorida tipe pembersih, terpajan pada hepatitis. Rasional : Dapat mencetuskan kekambuhan. l. Anjurkan pasien/ orang terdekat melihat tanda/ gejala yang perlu pemberitahuan pada pemberi perawatan, contoh peningkatan lingkar abdomen; penurunan/ peningkatan berat badan cepat; peningkatan edema perifer; peningkatan dispnea, demam; darah pada feses atau urine; perdarahan berlebihan dalam bentuk apapun, ikterik. Rasional : Pelaporan segera tentang gejala menurunkan risiko kerusakan hati lebih lanjut dan memberikan kesempatan untuk mengatasi komplikasi sebelum mengancam hidup. m. Instrusikan orang terdekat untuk memberitahu pemberi perawatan akan adanya bingung, tidak rapi, tidur berjalan, tremor, atau perubahan kepribadian. Rasional : Perubahan (menunjukan penyimpangan) dapat lebih tampak oleh orang terdekat, meskipun adanya perubahan dapat dilihat oleh orang lain yang jarang kontak dengan pasien. 42
(Doengoes, 1999) 7. Nyeri dan gangguan rasa nyaman berhubungan dengan hati yang membesar serta nyeri tekan dan asites. Tujuan
: Setelah dilakuklan tindakan selama 1 x 30 menit diharapkan terjadi peningkatan rasa nyaman.
Kriteria Hasil
:
c. Mempertahanjan tirah baring dan mengurangi aktifitas ketika nyeri terasa. d. Menggunakan anti spasmodic dan sedative sesuai indikasi dan resep yang diberuikan. e. Melaporkan pengurangan rasa nyeri dan gangguan rasa nyaman pada abdomen. f. Melaporkan rasa nyeri dan gangguan rasa nyaman jika terasa. g. Mengurangi asupan natrium dan cairan sesuai kebutuhan hingga tingkat yang diinstruksikan untuk mengurangi asites. h. Merasakan pengurangan nyeri. i. Memperlihatkan pengurangan lingkar perut dan perubahan BB yang sesuai. Intervensi
43
a. Pertahankan tirah baring ketika pasien mengalami gangguan rasa nyaman pada abdomen. Rasional : Mengurangi kebutuhan metabolik dan melindungi hati. b. Berikan antispasmodik dan sedatif seperti yang diresepkan. Rasional : Mengurangi iritabilitas traktus gastrointestinal dan nyeri serta gangguan rasa nyaman pada abdomen. c. Amati, catat dan laporkan keberadaan serta sifat rasa nyeri dan gangguan rasa nyaman. Rasional : Memberikan dasar untuk mendeteksilebih lanjut kemunduran keadaan pasien dan untuk mengevaluasi intervensi. d. Kurangi asupan natrium dan cairan jika diinstruksikan. Rasional : Meminimalkan pembentukan asites lebih lanjut. (Suzanne & Bare, 2001) 8. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan kelelahan dan penurunan berat badan. Tujuan
: Setelah dilakukan tindakan selama 3 x 24 jam diharapkan terjadi peningkatan energi dan partisipasi dalam aktifitas.
Kriteria Hasil
: 44
a. Melaporkan peningkatan kekuatan dan kegiatan pasien. b. Merencanakan aktifitas untuk memberikan kesempatan beristirahat yang cukup. c. Meningkatkan aktifitas dan latihan bersama dengan bertambahnya kekuatan. d. Bertambah berat tanpa peningkatan edema/ pembentukan asites. e. Memperlihatkan asupan nutrisi yang adekuat dan menghilangkan alkohol dari diet. Intervensi a. Tawarkan diet TKTP Rasional : Memberikan kalori bagi tenaga dan protein bagi proses penyembuhan. b. Berikan suplemen vitamin (A, B kompleks, C, dan K). Rasional : Memberikan nutrient tambahan. c. Motivasi pasien untuk melakukan latihan yang diselingi istirahat. Rasional : Menghemat tenaga pasien untuk melakukan latihan dalam batas toleransi pasien. d. Motivasi dan bantu pasien untuk melakukan latihan dengan periode waktu yang ditingkatkan secara bertahap. 45
Rasional : Memperbaiki perasaan sehat secara umum dan percaya diri. (Suzanne & Bare, 2001) 9. Perubahan suhu tubuh ; hipertermia berhubungan dengan proses inflamasi pada sirosis. Tujuan
: Setelah dilakukan tindakan selama 3 x 24 jam diharapkan menunjukan pemeliharaan suhu tubuh yang normal.
Kriteria Hasil
:
a. Melaporkan suhu tubuh yang normal dan tidak terdapatnya gejala mengginggil/ perspirasi. b. Memperlihatkan asupan cairan yang adekuat. Intervensi a. Catat suhu tubuh secara teratur. Rasional : Memberikan dasar untuk deteksi hati dan evaluasi intervensi. b. Motivasi asupan cairan. Rasional : Memperbaiki kehilangan cairan akibat perspirasi serta febris dan meningkatkan tingkat kenyamanan pasien. c. Lakukan kompres dingin/ kantong es untuk menurunkan kenaikan suhu tubuh. 46
Rasional : Menurunkan panas melalui proses konduksi serta evaporasi dan meningkatkan tingkat kenyamanan pasien. d. Berikan antibiotik seperti yang diresepkan. Rasional : Meningkatkan konsentrasi antiobiotik serum yang tepat untuk mengatasi infeksi. e. Hindari kontak dengan infeksi. Rasional : Meminimalkan risiko peningkatan infeksi, suhu tubuh serta laju metabolik. f. Jaga agar pasien dapat beristirahat sementara suhu tubuhnya tinggi. Rasional ; Mengurangi laju metabolik. (Suzanne & Bare, 2001)
47