BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Komunitas Tumbuhan Bawah Vegetasi merupakan kumpulan tumbuh-tumbuhan, biasanya terdiri dari beberapa jenis yang hidup bersama-sama pada suatu tempat. Dalam mekanisme kehidupannya terdapat interaksi yang erat, baik sesama individu penyusun vegetasi itu sendiri maupun dengan organisme lainnya sehingga merupakan suatu sistem yang hidup dan tumbuh serta dinamis (Marsono dalam Irwanto, 2007). Vegetasi, tanah dan iklim berhubungan erat dan pada tiap-tiap tempat mempunyai keseimbangan yang spesifik. Vegetasi di suatu tempat akan berbeda dengan vegetasi di tempat lain karena berbeda pula faktor lingkungannya. Vegetasi atau komunitas tumbuhan merupakan salah satu komponen biotik yang menempati habitat tertentu seperti hutan, padang ilalang dan semak belukar. Struktur dan komposisi vegetasi pada suatu wilayah dipengaruhi oleh komponen ekosistem lainnya yang saling berinteraksi ( Sundarapandian dalam Arrijani dkk, 2006). Peranan vegetasi dalam suatu ekosistem umumnya terkait dengan pengaturan keseimbangan karbon dioksida dan oksigen dalam udara, perbaikan sifat fisik, kimia dan biologis tanah, pengaturan tata air tanah. Kehadiran vegetasi pada suatu landskap akan memberikan dampak positif bagi keseimbangan ekosistem dalam skala yang lebih luas. Meskipun kehadirannya memberikan dampak positif, tetapi pengaruhnya bervariasi tergantung pada struktur dan komposisi vegetasi yang pada daerah tersebut (Arrijani dkk, 2006).
Tumbuhan bawah pada suatu komunitas merupakan tumbuhan yang hidup secara liar dan berkembang secara alami. Tumbuhan bawah juga mempunyai korelasi nyata dengan tempat tumbuh (habitat) dalam hal penyebaran jenis, kerapatan, dan dominansinya. Vegetasi tumbuhan bawah dapat digunakan sebagai penahan pukulan air hujan dan aliran permukaan, selain itu dapat juga dijadikan sebagai indikator kesuburan tanah dan penghasil serasah dalam meningkatkan kesuburan tanah (Dahlan, 2011). Salah satu komponen dalam masyarakat tumbuh-tumbuhan adalah adanya tumbuhan bawah. Tumbuhan bawah adalah tumbuhan yang berupa herba dan semak serta tanaman rendah yang menutupi bagian bawah suatu kawasan hutan (Dahlan, 2011). Jenis vegetasi ini bersifat annual, biannual, bentuk hidupnya soliter, berumpun, tegak menjalar atau memanjat. Taksonomi tumbuhan bawah umumnya anggota dari suku Poaceae, Cyperaceae, Araceae, Asteraceae, pakupakuan (Nirwani, 2010). Komposisi
keanekaragaman tumbuhan bawah
dipengaruhi beberapa
faktor lingkungan seperti cahaya, kelembaban, pH tanah, tutupan tajuk dari pohon di sekitarnya, dan tingkat kompetisi dari masing-masing jenis (Nirwani, 2010). Keanekaragaman tumbuhan bawah memperlihatkan tingkatan keanekaragaman yang tinggi berdasarkan komposisinya. Perbedaan bentang lahan, tanah, faktor iklim
serta
perbandingan
keanekaragaman
spesies
vegetasi
bawah,
memperlihatkan banyak perbedaan, baik dalam kekayaan jenisnya maupun pertumbuhannya.
Tumbuhan bawah terbukti dapat beradaptasi terhadap lingkungan ekstrim seperti tanah limbah yang banyak terkontaminasi zat-zat beracun dan memiliki kualitas fisik, kimia maupun biologis sangat rendah. Diantara tumbuhan bawah ada
yang
memiliki
toleransi
tinggi
sehingga
mampu
menyerap
dan
mengakumulasi logam kontaminan dalam jaringannya. Potensi ini sangat penting dan berguna untuk dimanfaatkan sebagai mediator pembersih tanah dan perairan yang tercemar (Hidayati, 2006). Pada dasarnya setiap tumbuhan memiliki toleransi untuk bertahan hidup yang berbeda-beda agar mampu beradaptasi dengan lingkungan yang ekstrim. Hukum toleransi Sheford berbunyi “distribusi spesies akan dikontrol oleh faktor lingkungan yang berada pada kisaran toleransi sempit”. Lebih lanjut Leksono (2007), menyatakan bahwa : Toleransi suatu spesies akan berubah karena adanya seleksi alam. Contohnya logam berat seperti timbal bersifat sangat toksik untuk tumbuhan. Sebesar 0,001% timbal dan 0,00005% tembaga dapat mematikan sebagian besar tumbuhan dalam waktu satu minggu. Dalam tanah yang tercemar limbah pertambangan, kadang konsentrasi timbal, tembaga dan seng mencapai 1%, yang seharusnya dapat mematikan seluruh tumbuhan yang ada. Akan tetapi, dalam waktu kurang dari 50 tahun, rumput Agrotis tenuis telah berkembang di tanah limbah pertambangan di Inggris. Beberapa spesies dapat bertahan hidup pada area dengan kadar logam berat tinggi. Tumbuhan bawah terbukti memiliki sifat hipertoleran, yakni mampu mengakumulasi logam dengan konsentrasi tinggi pada jaringan akar dan tajuknya, sehingga bersifat hiperakumulator. Tumbuhan hiperakumulator adalah tumbuhan yang mempunyai kemampuan menyerap logam berat dari tanaman melalui akar dan mengakumulasinya dalam berbagai organnya. Jenis tumbuhan ini sangat terbatas. Beberapa peneliti mengusulkan selain tumbuhan hiperakumulator, jenis
tumbuhan hipertoleransi yang mempunyai biomassa tinggi bisa juga digunakan sebagai tanaman alternatif dalam fitoremediasi (Hardiani, 2009).
2.2 Tinjauan Tentang Pertambangan Emas Pertambangan merupakan suatu bidang usaha yang karena sifat kegiatannya pada
dasarnya selalu menimbulkan
perubahan pada
alam
lingkungannya ( BPLHD Jabar dalam Marganingrum dan Rhazista, 2009 ). Kegiatan pertambangan merupakan suatu kegiatan yang meliputi: Eksplorasi, eksploitasi, pengolahan pemurnian, pengangkutan mineral/ bahan tambang. Untuk pekerjaan penambangan dipakai peralatan seperti cangkul, linggis, ganco, palu dan beberapa alat sederhana lainnya. Penambangan emas dilakukan dengan sistem tambang bawah tanah dengan cara membuat terowongan dan sumur. Teknik penambangan dilakukan tanpa perencanaan yang baik dan dengan cara penggalian mengikuti arah urat kuarsa yang diperkirakan memiliki kadar emas cukup tinggi (Setiabudi, 2005). Menurut Agus dkk, 2005 pengambilan batuan dari urat-urat yang mengandung emas dilakukan dengan menggunakan linggis, pahat dan palu, sedangkan pengangkutan
ketempat
pengolahan
dilakukan
dengan
Sedangakan proses pemisahan dari konsetrat melalui tahapan : 1.
Pengahncuran/pengahlusan (crushing)
2.
Penggelundungan (amalgamasi)
3.
Pengambilan bullion emas (Au + Ag)
tenaga
manusia.
Proses pengolahan emasnya menggunakan teknik amalgamasi, yaitu dengan mencampur bijih dengan merkuri untuk membentuk amalgam dengan menggunakan
media
air.
Selanjutnya
emas
dipisahkan
dengan
proses
penggarangan sampai didapatkan logam paduan emas dan perak (bullion) (Setiabudi, 2005).
Proses pencampuran dengan menggunakan merkuri (Hg)
seperti yang telah dijelaskan di atas, para
pekerja tidak menggunakan Alat
Pelindung Diri (APD) seperti masker, sarung tangan karet, sepatu boot dan pakaian panjang ( Riyanto dkk, 2012).
2.3 Inventarisasi dan identifikasi Tumbuhan Bawah Kegiatan inventarisasi merupakan kegiatan turun lapangan untuk mengumpulkan data tentang spesies tumbuhan bawah yang ada di kawasan tersebut. Kegiatan inventarisasi meliputi kegiatan eksplorasi dan identifikasi. Kegiatan inventarisasi dan karakterisasi terhadap morfologi tumbuhan bawah diharapkan dapat memberikan informasi yang dapat digunakan sebagai acuan untuk mengenalkan spesies tumbuhan bawah yang ada di kawasan penelitian (Yuniarti, 2011). Inventarisasi tumbuhan bawah di kawasan penambangan emas merupakan pendataan mengenai tumbuhan bawah yang nantinya akan diidentifikasi satu persatu sehingga diketahui spesies tumbuhan tersebut. Identifikasi adalah tugas untuk mencari dan mengenal ciri-ciri taksonomi individu yang beraneka ragam dan memasukkannya ke dalam suatu takson. Pengertian identifikasi sangat berbeda dengan pengertian klasifikasi. Identifikasi berkaitan erat dengan ciri-ciri taksonomi dan akan menuntun sebuah sampel ke
dalam suatu urutan kunci identifikasi, sedangkan klasifikasi berhubungan dengan upaya mengevaluasi sejumlah besar ciri-ciri. Hal yang penting dalam taksonomi adalah pengenalan atau identifikasi. Melakukan identifikasi berarti mengungkapkan atau menetapkan identitas. Dengan kata lain, mengidentifikasi tumbuhan berarti menentukan namanya yang benar dan tempatnya yang tepat dalam sistem klasifikasi. Identifikasi sering dikenal dengan istilah determinasi yang diambil dari bahasa belanda “determinatie” atau diartikan sebagai “penentuan”. Berbagai macam tumbuhan atau keanekaragaman tumbuhan yang sangat banyak di bumi ini memungkinkan manusia untuk tidak mengenal seutuhnya tumbuhan tersebut. Dengan demikian setiap manusia akan mengidentifikasi banyaknya tumbuhan itu. Menurut Tjitrosoepomo (2005) bahwa ada 2 kemungkinan yang selalu dihadapi oleh seseorang ketika akan mengidentifikasi suatu tumbuhan. Pertama, tumbuhan yang akan diidentifikasi belum dikenal oleh dunia ilmu pengetahuan. Jadi belum ada nama ilmiahnya dan juga belum ditentukan tumbuhan itu berturut-turut dimasukkan dalam suatu kategori. Kedua adalah tumbuhan yang akan diidentifikasi sudah dikenal oleh dunia ilmu pengetahuan, sudah ditentukan nama dan tempatnya yang tepat dalam sistem klasifikasi. 1. Identifikasi tumbuhan yang belum dikenal Sebagian besar kehidupan manusia bergantung pada tumbuhan. Sejak dahulu manusia telah melakukan pengenalan terhadap tumbuhan. Semakin banyak yang ia kenal, semakin dirasakan pula perlunya untuk mengadakan penggolongan
atau klasifikasi. Oleh karena itu, berbicara tentang identifikasi bukanlah suatu hal yang baru lagi. Klasifikasinya diharapkan dapat disesuaikan dengan perkembangan ilmu pengetahuan yaitu dengan menerakpan sistem filogenetik. Identifikasi tumbuhan selalu didasarkan atas bahan yang riil, baik bahan yang masih hidup maupun yang sudah diawetkan. Bahan yang telah diawetkan, biasanya dengan cara dikeringkan atau dalam bejana yang berisi cairan pengawetan.
2. Identifikasi tumbuhan yang sudah dikenal Pada dasarnya, pemberian nama atau cara mempublikasikan nama takson baru harus sesuai dengan ketentuan yang tercantum dalam KITT (Kode Internasional Tatanama Tumbuhan). Nama yang diberikan dan tidak sesuai dengan ketentuan yang berlaku disebut nama yang tidak sah (illegitimate name), sedangkan publikasi yang tidak sesuai dengan ketentuan yang berlaku disebut publikasi yang tidak berlaku (not validly published). Terakhir, nama yang tidak sah dan dipublikasikan menyimpang dari ketentuan merupakan nama yang tidak dapat diterima dan tidak dibenarkan untuk dipakai (inadmissable), (dalam Tjitrosoepomo, 2005).