BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Tinjauan Tentang Teh Kombucha Teh kombucha pertama kali dikonsumsi oleh masyarakat di daratan Cina
sebagai obat herbal. Teh kombucha juga disebarluaskan ke beberapa negara, termasuk Indonesia karena mempunyai manfaat kesehatan. Kombucha adalah produk minuman hasil fermentasi larutan teh dan gula menggunakan starter kombucha. Starter kombucha merupakan simbiosis antara bakteri dan yeast (khamir) dalam struktur selulosa (Sievers et al., 1995; Blanc, 1996). Dalam proses fermentasi ini jamur sangat memegang peranan penting. Jamur yang berperan dalam pembentukan teh kombucha adalah golongan ragi. Nama ilmiahnya adalah Saccharomyces cerevisiae. Sedangkan beberapa jenis ragi lain yang terdapat pada teh kombucha yaitu Saccharomyces ludwigii, S. apiculatus varietas dan Schizosaccharomyces pombe (Naland, 2004). 2.1.1 Kultur teh kombucha Kultur teh kombucha adalah organisme berbentuk gelatin (gel) berwarna putih dengan ketebalan antara 0,3-1,2 cm dan terbungkus selaput liat. Kultur kombucha berbentuk seperti pancake yang berwarna putih (pucat) dan bertekstur kenyal seperti karet dan menyerupai gel. Kultur kombucha terletak mengapung di permukaan cairan atau kadang dijumpai tenggelam di dalam cairan teh kombucha. Kultur kombucha mencerna gula menjadi asam-asam organik, vitamin B dan C, serta asam amino dan enzim (Naland, 2004). 5
6
Kultur kombucha hidup dilingkungan nutrisi larutan teh manis yang akan tumbuh secara terus menerus hingga membentuk susunan yang berlapis. Kultur kombucha akan memiliki bentuk menurut wadah yang digunakan (tempat pembiakan) pada proses pembuatan minuman kesehatan teh kombucha. Pada pertumbuhannya, koloni pertama kombucha akan tumbuh dilapisan paling atas dan pertumbuhannya akan memenuhi lapisan tersebut, pertumbuhan berikutnya semakin lama semakin tebal, demikian seterusnya (Naland, 2004). 2.1.2 Kandungan kimia teh kombucha Menurut Naland, (2004) kandungan teh kombucha secara umum adalah sebagai berikut : 1. Vitamin B1 (Tiamin) Vitamin B1 memegang peranan penting dalam pembentukan energi melalui proses metabolisme. Tiamin berperan sebagai koenzim dalam reaksireaksi yang menghasilkan energi dari karbohidrat dan memindahkan energi untuk membentuk senyawa kaya energi yang disebut adenosin trifosfat (ATP). Tiamin tidak bisa disimpan banyak oleh tubuh jika tiamin terlalu banyak dikonsumsi, kelebihannya akan dibuang melalui air kemih.
Gambar 2.1 Struktur Vitamin B1(Tiamin)
7
2. Vitamin B2 (Riboflavin) Vitamin B2 diperlukan oleh tubuh untuk memproses asam amino, lemak dan karbohidrat sehingga menghasilkan energi ATP. Energi ATP diperlukan bagi sel tubuh kita dan juga berfungsi sebagai antioksidan. Vitamin ini disimpan didalam tubuh dan sebagian kecil disimpan dihati dan ginjal.
Gambar 2.2 Vitamin B2 (Riboflavin) 3. Vitamin B3 (Niasin) Vitamin B3 berperan dalam metabolisme lemak untuk menurunkan kadar kolesterol, yaitu LDL (Low Density Lipoprotein) dan trigliserida, serta meningkatkan kadar HDL (High Density Lipoprotein). Niasin juga berfungsi membantu metabolisme dalam menghasilkan energi.
Gambar 2.3 Struktur Vitamin B3 (Niasin)
8
4. Vitamin B6 (Piridoksin) Vitamin B6 terdapat dalam 3 bentuk yaitu piridoksin, piridoksal dan piridoksamin. Piridoksin merupakan vitamin B6 yang berasal dari tumbuhan sedangkan piridoksal dan piridoksamin merupakan vitamin B6 yang berasal dari hewan. Ketiga bentuk vitamin tersebut didalam tubuh diubah nenjadi piridoksal fosfat yang merupakan koenzim dalam metabolisme berbagai asam amino.
Gambar 2.4 Struktur Vitamin B6 (Piridoksin) 5. Vitamin B12 (Sianokobalamin) Vitamin B12 dibantu asam folat
berperan penting didalam
metabolisme antar sel didalam tubuh. Kekurangan vitamin B12 membuat perkembangan tubuh menjadi lambat dalam waktu yang cukup lama. Keadaan ini ditandai dengan gangguan pembentukan dan perkembangan sel darah (hematopoiesis) yang menimbulkan anemia megaloblastik (anemia pernisiosa) gangguan neurologi seperti berkurangnya daya ingat dan gangguan keseimbangan, kerusakan sel epitel terutama epitel saluran cerna.
9
Gambar 2.5 Struktur Vitamin B12 (sianokobalamin) 6. Vitamin B15 Vitamin B15 berasal dari asam amino glisin. Vitamin B15 juga disebut sebagai asam pangamik. Vitamin B15 berperan sebagai oksigenator jaringan tubuh dan sebagai penangkap radikal bebas.
Gambar 2.6 Struktur Vitamin B15 7. Vitamin C Vitamin C berperan dalam pembentukan substansi antar sel dan berbagai jaringan, serta meningkatkan daya tahan tubuh, misalnya aktifitas
10
fagositosis sel darah putih dan tranportasi zat besi dari transferin didalam darah ke feritin didalam sumsum tulang, hati dan limpa
Gambar 2.7 Struktur Vitamin C 8. Asam Folat (Citroforum Factor atau Leucovorin) Asam folat berfungsi untuk membantu produksi sel-sel darah, menyembuhkan luka, membentuk otot, serta membantu proses pembelahan sel. Asam folat sangat penting untuk pembentukan DNA dan RDA (zat-zat pembentuk dinding sel). Kekurangan asam folat dapat menyebabkan kerusakan DNA yang dapat mengarah ke penyakit kanker.
Gambar 2.8 Struktur Asam Folat 9. Asam Glukoronat Asam ini berfungsi untuk mengkonjugasi atau mengikat toksin (racun) dan logam-logam berat, sehingga lemak mudah larut dalam air dan mudah dikeluarkan oleh tubuh.
11
Gambar 2.9 Struktur Asam Glukoronat 10. Asam Glukonat Asam glukonat merupakan asam organik nonkorosif, asam lemah, tidak berbau, tidak beracun, dapat diuraikan dan nonvolatile. Asam glukonat secara alami dapat ditemui dalam buah-buahan dan madu. Asam glukonat memiliki berbagai kegunaan dalam industry makanan, minuman dan farmasi, diantaranya sebagai food aditif, acid regulator maupun sebagai alkaline derusting agent.
Gambar 2.10 Struktur Asam Glukonat 11. Asam asetat (Asam Etanoat atau Asam cuka) Asam asetat merupakan bagian terbesar dari asam yang dihasilkan oleh proses fermentasi Kombucha. Asam inilah yang memberikan rasa masam pada minuman kombucha. Peran utama asam asetat adalah mengikat toksin dan bisa menjadi bentuk ester yang mudah larut dalam air, sehingga mudah
12
dikeluarkan oleh tubuh. Didalam tubuh, peranan asam asetat diperkirakan lebih besar dibandingkan dengan asam glukoronat.
Gambar 2.11 Struktur Asam Asetat 12. Asam Chondrotin sulfat Asam ini merupakan bagian dari tulang rawan yang melapisi permukaan sendi, berperan menjaga keutuhan dan kesehatan persendian.
Gambar 2.12 Struktur Asam Kondrotin Sulfat 13. Asam Hialuronik atau Asam Hialuronidase Asam ini juga berada dicairan sendi dan berperan sebagai pelumas, sehingga fungsi sendi tetap terjaga dengan baik.
Gambar 2.13 Struktur Asam Hialuronik atau Asam Hialuronidase
13
14. Asam Laktat (Asam 2-Hidroksipropanoat) Asam laktat yang dihasilkan dalam proses fermentasi kombucha sangat tinggi, sehingga dapat mencegah serangan penyakit kanker.
Gambar 2.14 Struktur Asam Laktat 15. Acetaminophen (Parasetamol) Kombucha
mengandung senyawa
yang sangat
mirip dengan
Acetaminophen. Fungsinya sebagai analgetik atau penghilang rasa nyeri yang sangat kuat.
Gambar 2.15 Struktur Acetaminophen (Parasetamol) 16. Asam Amino Esensial Selain
mengandung
jenis
protein
tertentu,
kombucha
juga
mengandung berbagai macam asam amino. Asam amino berperan sebagai bahan untuk membangun protein yang bermafaat menganti bagian sel-sel tubuh yang telah rusak. Jenis asam amino tersebut antara lain isoleusin, leusin, lisin, metionin, penilalanin, threonin, triptopan, glisin dan valin dengan struktur sebagai berikut:
14
Isoleusin
Leusin
Lisin
Metionin
Penilalanin
Threonin
Triptopan
Glisin
Valin Gambar 2.16 Struktur isoleusin, leusin, lisin, metionin, penilalanin, threonin, triptopan, glisin dan valin. 17. Enzim Enzim adalah senyawa organik tertentu yang berperan memperlancar metabolisme zat-zat didalam tubuh. Misalnya enzim lipase yang berperan
15
dalam metabolisme lemak dan enzim protease yang berperan dalam metabolism protein. 18. Antibiotik Antibiotik yang terkandung didalam kombucha terutama dalam membatasi pertumbuhan bakteri lain (terutama bakteri patogen) yang dapat mencemari koloni jamur kombu. adanya antibiotik ini, jamur kombucha dapat memproteksi dirinya sendiri. 2.1.3 Cara kerja kombucha dalam tubuh Dalam tubuh kerja teh kombucha tidaklah mengkhusus pada organ tertentu saja, melainkan akan berpengaruh secara menyeluruh dalam tubuh dan akan menstabilkan metabolisme serta sebagai penawar racun dengan asam glukoronatnya. Hal ini menyebabkan peningkatan kapasitas pertahanan endogenis tubuh terhadap pengaruh racun dan tekanan lingkungan, sehingga metabolisme sel yang rusak diperkuat, dan berlanjut dengan pemulihan kesehatan tubuh (Hidayat et al., 2006). Kandungan asam glukonat yang ada pada minuman kombucha mampu memperkuat daya kekebalan tubuh terhadap infeksi dari luar serta mempunyai kemampuan untuk mengikat racun dan mengeluarkannya dari tubuh lewat urin. Kandungan
antimikroba
pada
minuman
kombucha
mampu
menghambat
pertumbuhan Shigella sonmei, E. coli, dan Salmonella typhimurium. Selama fermentasi kultur kombucha akan menghasilkan sejumlah alkohol, karbondioksida, vitamin B, vitamin C, serta berbagai jenis asam organik yang sangat penting bagi metabolisme manusia seperti asam asetat, asam glukonat, asam glukoronat, asam oksalat, dan asam laktat (Hidayat et al., 2006).
16
2.2
Asam Urat Asam urat merupakan produk akhir dari metabolisme purin. Purin adalah
protein yang termasuk dalam golongan nukleoprotein. Selain didapat dari makanan purin juga berasal dari penghancuran sel–sel tubuh yang sudah tua (Dalimarta, 2008). Pada manusia kebanyakan purin dalam asam nukleat yang dimakan langsung dikonversi menjadi asam urat (Martin, 1987).
Gambar 2.17 Struktur Asam Urat Di dalam tubuh, perputaran purin terjadi secara terus menerus seiring dengan sintesis dan penguraian RNA dan DNA, sehingga walaupun tidak ada asupan purin tetap terbentuk asam urat dalam jumlah yang substansial. Asam urat disintesis terutama dalam hati, dalam suatu reaksi yang dikatalisis oleh enzim xantin oksidase. Asam urat kemudian mengalir melalui darah ke ginjal, tempat zat ini difiltrasi, direabsorbsi sebagian dan dieksresi sebagian sebelum akhirnya diekskresikan melalui urin (Misnadiarly, 2007). Pada pH normal asam urat akan terionisasi di dalam darah dan jaringan menjadi ion urat karena merupakan asam lemah. Ion urat akan membentuk garam dan 98 % asam urat ekstraselular akan membentuk garam monosodium urat (MSU). Dalam kondisi normal, 2/3 – 3/4 urat diekskresi melalui ginjal, sedangkan sisanya
17
melalui intestinum (usus). Kira – kira 8 – 12% dari urat yang difiltrasi oleh glomerulus dikeluarkan melalui urin sebagai asam urat (Dalimarta, 2006). Nilai asam urat dalam darah yang dianggap normal bagi pria adalah 0,20 -0,45 mmol/L dan wanita mempunyai kadar asam urat 10% lebih rendah daripada pria yaitu 0,15 – 0,38 mmol/L. Titik jenuh teoritis urat dalam plasma pada 37 oC adalah 0,42 mmol/L (7 mg/100 mL) (Tjay and Raharja, 2002). Rentang acuan untuk asam urat di serum lebih tinggi pada laki-laki sehat dibandingkan pada perempuan sehat, sehingga laki-laki lebih rentan menderita asam urat (Misnadiarly, 2007). Sedangkan pada tikus kadar asam urat normal sebesar 1,7 – 3,0 mg/dL (Artini, 2012). 2.2.1
Pembentukan asam urat Pembentukan asam urat dimulai dengan pemecahan purin dengan sintesis dari
5 fosforibosil pirofosfat (5-PRPP) dan glutamin. Manusia mengubah nukleosida purin yang utama yaitu adenosin dan guanin menjadi produk akhir asam urat yang diekskresikan keluar. Adenosin mengalami deaminasi menjadi inosin oleh enzim adenosin deaminase. Fosforolisis ikatan N-glikosidat inosin dan guanosin, yang dikatalisasi oleh enzim nukleosida purin fosforilase, dan melepas senyawa ribose 1-fosfat dan basa purin. Hipoksantin dan guanin selanjutnya membentuk xantin dalam reaksi yang dikatalisasi masing-masing oleh enzim xantin oksidase dan guanase. Kemudian xantin teroksidasi menjadi asam urat dalam reaksi kedua yang dikatalisasi oleh enzim xantin oksidase. Dengan demikian, xantin oksidase merupakan tempat yang essensial untuk intervensi farmakologis pada penderita hiperurisemia dan penyakit gout (Murray et al., 2009).
18
Pada manusia asam urat diekskresi di dalam urin, tetapi pada mamalia lain asam urat dioksidasi lagi menjadi allantoin sebelum diekskresi. Pada primata yang lebih rendah dan mamalia lain, enzim urikase bertanggungjawab untuk hidrolisis asam urat menjadi allantoin. Produk akhir katabolisme purin yang sangat larut dalam air pada hewan–hewan ini mengekskresi asam urat dan guanin sebagai produk akhir metabolisme purin maupun metabolisme nitrogen (protein) (Martin, 1987). Mekanisme konversi asam urat menjadi allantoin dapat dilihat pada gambar 2.
Asam urat [O] + H2O
CO2
Allantoin
Gambar 2.19 Konversi Asam Urat Menjadi Alantoin (Martin, 1987). 2.2.2
Hiperurisemia Hiperurisemia adalah peningkatan kadar asam urat serum di atas nilai normal.
Hiperurisemia disebabkan adanya gangguan pada metabolisme zat nitrogen purin, yang berakibat terganggunya keseimbangan antara sintesis asam urat dan ekskresinya oleh ginjal. Kadar urat dalam darah menjadi terlampau tinggi karena “inborn error of metabolism” tersebut (Tjay and Rahardja, 2002). Mengkonsumsi makanan tinggi purin merupakan salah satu faktor penyebab hiperurisemia karena asam urat dibentuk dari purin, adenin, dan guanin. Hiperurisemia dapat diakibatkan pula antara lain oleh beberapa penyakit darah (leukemia, anemia hemolitik) dan psoriasis, begitu pula pada radioterapi, transfuse darah dan injeksi dengan hati yang tinggi purin. Sejumlah obat dapat menginduksi
19
serangan
seperti
diuretika
terkecuali
amilorida,
spironolakton,
etambutol,
pirazinamida, dan klofibrat dalam dosis rendah terkecuali kolkisin (Tjay and Rahardja, 2002). Tabel 2.1 Beberapa Makanan dengan Kadar Purin Tinggi (Asaidi, 2010) Makanan Asam Urat Makanan Asam Urat (mg/100 g) (mg/100 g) Kafein coklat Limpa domba/kambing Hati sapi Ikan sarden Jamur kuping Limpa sapi Kangkung, bayam Ginjal sapi Hati ayam Jantung domba/kambing
2300 773 554 480 448 339 290 256 243 241
Ikan teri Udang Biji melinjo Kacang-kacangan Dagig ayam Ikan kakap Tempe Kerang Lobster Tahu
239 234 222 190 169 160 138 136 118 108
Tindakan umum dianjurkan dengan pembatasan kalori, khususnya bagi pasien-pasien gemuk atau overweight. Minuman dengan kadar alkohol tinggi sebaiknya dihindari, karena alkohol menghambat ekskresi urat oleh ginjal (Tjay and Rahardja, 2002). Ada dua kelompok obat untuk pengobatan penyakit pirai (kristal asam urat) yaitu obat yang menghentikan proses inflamasi akut, misalnya kolkisin, fenilbutason, oksifenbutason, dan indometasin. Serta obat yang mempengaruhi kadar asam urat meliputi golongan obat urikosurik dan urikostatik. Kolkisin memiliki khasiat antiradang dan analgetik yang spesifik untuk encok dengan efek cepat dalam 0,5-2 jam pada serangan akut (Tjay and Rahardja, 2002).
20
Mekanisme kerjanya menghambat polimerisasi tubulin, kemungkinan dalam fagosit yang menimbulkan inflamasi. Walaupun sangat selektif, kolkisin bersifat toksik dan telah digantikan kedudukannya pada pengobatan artritis pirai akut oleh indometasin dan obat Antiinflamasi Non Steroid (NSAID) lain (Katzung, 1994). Obat-obat urikosurik seperti probenesid dan sulfinpirazon juga dapat menurunkan kadar asam urat darah dengan jalan memperkuat ekskresinya melalui kemih. Karena kadar urat dalam kemih tetap bernilai tinggi, maka resiko terbentuknya batu ginjal (urat atau oksalat) juga tidak dikurangi. Mekanisme kerja urikosurik adalah melalui hambatan reabsorpsi kembali urat dalam tubuli ginjal, sehingga lebih banyak urat dikeluarkan melalui kemih (Tjay and Rahardja, 2002). Meningkatkan ekskresi asam urat urin akan menaikkan resiko pembentukan batu urat. Resiko ini dapat diminimalkan dengan cara mempertahankan pemasukan cairan dalam jumlah banyak dan alkalinisasi urin. Obat urikostatik yang umum digunakan untuk menurunkan kadar asam urat darah yaitu allopurinol. Mekanisme dari obat ini adalah melalui penghambatan enzim xantin oksidase. Allopurinol berfungsi menurunkan produksi asam urat dan meningkatkan pembentukan xantin dan hipoxantin dengan cara menghambat pekerjaan enzim xantin oksidase. Penghambatan kerja xanthin oksidase menyebabkan degradasi hipoxanthin berkurang dan konsentrasi asam urat yang dihasilkan juga ikut berkurang dan menghambat masuknya leukosit ke dalam sendi yang terkena deposit asam urat dengan kolkisin. Indikasi pemberian allopurinol adalah: 1. Pada keadaan produksi berlebihan asam urat baik primer maupun sekunder. 2. Pada nefropati yang asli disebabkan oleh asam urat.
21
3. Pada pasien batu urat (uric acid calculi).
Gambar 2.20 Mekanisme Penghambatan Allopurinol Terhadap Enzim Xantin Oksidase Pada Pembentukan Asam Urat (Artini, 2012). 2.3
Spesies Oksigen Reaktif dan Kerusakan Oksidatif DNA Asam deoksiribonukleat (DNA) adalah suatu senyawa pembawa sifat, yang
terdapat di inti dan mitokondria. DNA disusun oleh nukleotida adenin (A), guanin (G), timin (T) dan sitosin (C). Pada proses fertilisasi inti, akan terjadi peleburan dengan sel telur. Adanya kelainan pada inti dapat diwariskan pada keturunannya. Sedangkan mitokondria adalah tempat terjadinya respirasi sel, melalui reaksi enzimatik fosforilasi oksidasi menghasilkan energi dalam bentuk ATP (Adenosine Triphosphate). Pada respirasi tersebut oksigen yang diperlukan tubuh, sekitar 90% dikonsumsi mitokondria dan sekitar 1–2% diubah menjadi radikal superoksid anion. Gangguan rantai respirasi sel di samping menurunkan produksi energi juga
22
mengakibatkan meningkatnya ROS (Reactive Oxygen Species) termasuk radikal bebas yang bersifat oksidator. Selain di mitokondria, inti juga menghasilkan ROS, antara lain oksida nitrit (Sohal and Brunk, 1992; Cahill et al., 1997). Radikal bebas oksigen yang paling penting menyebabkan kerusakan untuk biomolekul dasar (protein, lipida, dan DNA) adalah radikal hidroksil (HO•). Radikal hidroksil dapat diproduksi oleh berbagai mekanisme, terutama oleh reaksi Fenton yaitu hidrogen peroksida (yang berdifusi ke dalam inti), logam dan endogen lainnya dan ROS eksogen. Serangan HO• untai terhadap DNA ketika diproduksi berdekatan dengan sel dan mitokondria menyebabkan penambahan radikal baru, yang mengarah ke generasi dari berbagai produk oksidasi (Valavanidis et al, 2009). Interaksi H• dengan nukleobasa dari untai DNA, seperti guanin, mengarah pada
pembentukan
C8-hidroksiguanin
(8-OHGua)
atau
nukleosida
bentuk
deoksiguanosin. Awalnya, reaksi penambahan HO• mengarah ke generasi pembentukan radikal, kemudian oleh satu abstraksi elektron, akan terbentukan 8OHdG. 8-OHdG mengalami keto-enol tautomerisme, yang mendukung produk teroksidasi 8-okso-7,8-dihidrodiguanosin (8-oxodG). Dalam literatur ilmiah 8-OHdG dan 8-oxodG digunakan untuk senyawa yang sama (Valavanidis et al., 2009). Berikut reaksi 2-deoksiguanosin dengan radikal hidroksil, pembentukan radikal diikuti dengan pengurangan 7-hidro-8-hidroksi-2-deoksiguanosin, dan dengan oksidasi menjadi 8-OHdG atau tautomernya 8-oxodG.
23
Gambar 2.21 Reaksi pembentukan 8-OHdG Sasaran oksidasi ROS adalah lipid, protein dan DNA (Sies and Menck, 1992). Pada oksidasi DNA, nukleotida guanin adalah nukleotida yang rawan terhadap oksidasi ROS. Hasil oksidasi guanin adalah 8-OHdG, dengan teroksidasinya guanin pada untai DNA, maka untai DNA akan kehilangan nukleotida guanin. Jumlah hilangnya guanin tergantung kadar ROS, hal ini menyebabkan keadaan yang disebut mutasi DNA. Akibatnya dapat menyebabkan kerusakan mitokondria dan inti. Kerusakan pada inti akan mengganggu proses pembelahan sel pada spermatogenesis,
24
dan pada mitokondria mengganggu rantai respirasi sel yang dapat menurunkan energi sel (Sohal and Brunk, 1992). Tingginya 8-OHdG menandakan kerusakan DNA yang terjadi. Pada keadaan “steady state” 8-OHdG 10 kali lebih tinggi di DNA mitokondria dari pada di DNA inti, dan meningkat secara signifikan pada proses penuaan (Anson et al., 1998). Sangat penting untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang dapat menyebabkan risiko kelainan genetik yang bertanggung jawab terhadap perubahan genetik. Senyawa 8OHdG adalah promutagenik kelainan DNA dari hasil oksidasi deoksiguanosin oleh radikal oksigen. Dalam kadar yang tinggi ROS akan mengoksidasi DNA karena bersifar sebagai oksidator. Oksidasi terhadap nukleotida guanin akan membentuk 8-OHdG. (Chung and Xu, 1992). Terbentuknya 8-OHdG pada DNA menginduksi perubahan Guanin:Sitosin ke Timin:Adenin terutama pada replikasi DNA. Adanya akumulasi kerusakan DNA endogen akan berpengaruh pada proses transkripsi RNA (Holmes et al., 1992). 2.4
Makanan Tinggi Purin
2.4.1 Jeroan ayam Jeroan merupakan bagian-bagian organ dalam tubuh hewan yang sudah dijagal, dan biasanya adalah semua bagian, kecuali daging utama, otot, dan tulang. Jeroan sendiri terdiri dari berbagai bagian, yaitu hati, jantung, ginjal, lidah, usus, dan otak. Di berbagai daerah pandangan mengenai jeroan masih berbeda tergantung daerah setempat, ada yang menganggap sebagai makanan bahkan tidak berguna dan dibuang begitu saja (Astawan, 2009).
25
Disamping memiliki manfaat seperti memelihara saraf, mencegah anemia, memelihara jaringan epitel, mencegah kerusakan pembuluh darah, dan lainnya, ternyata jeroan tidak baik dikonsumsi terutama bagi orang yang menderita asam urat. Hal tersebut disebabkan karena jeroan merupakan makanan tinggi purin, dimana purin merupakan pemicu asam urat (Astawan, 2009). 2.4.2 Melinjo Melinjo (Gnetum gnemon Linn.) adalah suatu spesies tanaman berbiji terbuka (Gymnospermae) berbentuk pohon, Bijinya tidak terbungkus daging tetapi terbungkus kulit luar. Klasifikasi tanaman melinjo (Gnetum gnemon L.) dalam dunia tumbuh – tumbuhan adalah sebagai berikut: Divisi
: Spermatophyta
Subdivisi
: Gymnospermae
Kelas
: Gnetinae
Ordo
: Gnetales
Famili
: Gnetaceae
Genus
: Gnetum
Spesies
: Gnetum gnemon L.
Seluruh bagian tanaman melinjo bisa dimanfaatkan tetapi melinjo jarang dibudidayakan secara intensif. Kayunya dapat dipakai sebagai bahan papan dan alat rumah tangga sederhana. Daun mudanya digunakan sebagai bahan sayuran (misalnya pada sayur asem). Bunga (jantan maupun betina) dan bijinya yang masih kecil-kecil (pentil) maupun yang sudah masak dijadikan juga sebagai sayuran. Biji melinjo juga menjadi bahan baku emping sedangkan kulitnya bisa dijadikan abon kulit melinjo.
26
Selain itu melinjo juga menghasilkan senyawa antioksidan. Aktivitas antioksidan ini diperoleh dari konsentrasi protein tinggi, 9-10 persen dalam tiap biji melinjo. Protein utamanya berukuran 30 kilo Dalton yang amat efektif untuk menghabisi radikal bebas yang menjadi penyebab berbagai macam penyakit. Selain itu melinjo juga merupakan antimikroba alami. Itu artinya protein melinjo juga bisa dipakai sebagai pengawet alami makanan sekaligus obat baru untuk penyakit yang disebabkan oleh bakteri. Peptida yang diisolasi dari biji melinjo diindikasikan punya potensi aktif menghambat beberapa jenis bakteri gram positif dan negatif. Banyak mitos yang mengatakan bahwa melinjo dapat menyebabkan kenaikan asam urat (hiperurisemia) yang signifikan. Hal ini benar karena melinjo mengandung purin. Peningkatan asam urat terjadi karena gangguan metabolisme purin dan asupan purin tinggi dari makanan secara berlebihan. Hiperurisemia terjadi karena gangguan pengeluaran asam urat oleh ginjal. Hiperurisemia dapat disebabkan oleh faktor genetik dan dapat diturunkan. Konsumsi makanan dengan purin tinggi, konsumsi gula dan lemak berlebihan dapat meningkatkan kadar asam urat. Kegemukan, pengguna obat diuretik, diet penurunan berat badan, juga sering menyebabkan hiperurisemia. Namun, apabila tidak dikonsumsi secara berlebihan dan cara pengolahannya benar tidak akan menyebabkan asam urat. Konsumsi berlebihan dan minyak goreng yang digunakan untuk menggoreng emping hasil olahan melinjo tersebut yang menyebabkan kadar asam uratnya meningkat. Jadi, bukan melinjo itu sendiri yang menyebabkan asam urat, karena apabila disiapkan dalam bentuk makanan lain tanpa minyak dan tidak dikonsumsi secara berlebihan tidak akan menyebabkan peningkatan asam urat (Shatikah, 2010).
27
2.5
Hewan Uji Hewan yang dipakai dalam percobaan harus memenuhi syarat dan telah
diperiksa sebelum dipergunakan. Berikut syarat-syarat hewan percobaan yaitu: 1. Jenis dan variasi biologis ( spesies dan strain ) harus jelas dan sama. 2. Sehat dengan tingkah laku normal, seragam (umur, berat badan dan jenis kelamin). 3. Terkondisi (diet, kandang/situasi, stres, temperatur dsb). Sedangkan beberapa pemeriksaan yang dilakukan terhadap hewan uji dalam penggunaannya, antara lain : 1. Pemeriksaan toksisitas (keracunan) atau safety, yang tujuannya adalah untuk mengetahui komponen racun atau batas-batas yang dapat diterima. 2. Pemeriksaan potensi, dilakukan untuk menentukan kekuatan atau kemampuan atau potensi suatu produk. 3. Pemeriksaan atau percobaan terhadap adanya substansi pirogen di dalam bahan biologis (misalnya: cairan infus), yang tujuannya adalah untuk mengetahui apakah bahan tersebut mengandung substansi pirogen atau tidak. Dalam penelitian ini dipilih tikus jantan galur wistar (Rattus norvegicus) sebagai hewan coba karena : 1.
Hewan ini lebih besar dan lebih menguntungkan untuk perlakuan jenis penelitian dalam pengambilan serum atau pun plasma yang lebih banyak (Gutama, 2008).
2.
Aspek perilaku dan fisiologi pada tikus lebih relevan dengan manusia dan lebih mudah untuk diamati.
28
Pemilihan jenis kelamin jantan pada hewan uji tikus wistar didasarkan atas pertimbangan bahwa : 1.
Tikus jantan lebih stabil karena tidak memiliki hormon estrogen yang relatif berpengaruh pada masa-masa tertentu seperti siklus estrus, masa kehamilan dan menyusui sehingga dapat berpengaruh pada kondisi psikologis hewan uji.
2.
Tingkat stress tikus jantan lebih kecil dibandingkan tikus betina yang mungkin mengganggu selama proses pengujian (Gutama, 2008).
2.6
Enzim Linked Immunosorbent Assay Enzim Linked Immunosorbent Assay (ELISA) pertama kali diperkenalkan
pada tahun 1971 oleh Peter Perlmann dan Eva Engvall. Teknik ELISA merupakan teknik pengujian serologi yang didasarkan pada prinsip interaksi antara antibodi dan antigen.
Interaksi antigen dengan antibodi ditandai dengan menggunakan suatu
enzim yang berfungsi sebagai signal (Sugiono et al., 2010). Umumnya ELISA dibedakan menjadi dua jenis, yaitu competitive assay yang menggunakan konjugat antigen enzim atau konjugat antobodi enzim, dan noncompetitive assay yang menggunakan dua antibodi. Pada ELISA non-competitive assay, antibodi kedua akan dikonjugasikan dengan enzim sebagai indikator. Teknik kedua ini sering disebut sebagai "Sandwich" ELISA (Lequin, 2005). Prinsip dasar teknik ELISA secara sederhana dapat dijabarkan sebagai berikut: a. Antigen atau antibodi yang akan diuji ditempelkan pada permukaan microtier. Penempelan tersebut dapat dilakukan melalui dua cara yaitu penempelan secara spesifik dengan menggunkan antibodi atau antigen
29
lain yang bersifat spesifik dengan antigen atau antibodi yang diuji (digunakan dalam Sandwich ELISA) dan dengan penempelan nonspesifik dengan adsorpsi ke permukaan microtier. b. Antigen atau antibodi spesifik yang telah ditautkan dengan suatu enzim signal kemudian disesuaikan dengan sampel, bila sampel berupa antigen maka digunakan antibodi spesifik sedangkan bila sampel berupa antibodi maka digunakan antigen spesifik yang dicampurkan di atas permukaan sehingga dapat terjadi interaksi antara antigen dengan antibodi yang bersesuaian. Kemudian ke atas permukaan tersebut dicampurkan suatu substrat yang bereaksi dengan enzim signal. Pada saat substrat dicampurkan, enzim enzim yang bertaut dengan antibodi atau antigen spesifik yng berinteraksi dengan antibodi atau antigen sampel akan bereaksi dengan substrat yang akan menimbulkan suatu signal yang dapat dideteksi. Dalam perkembangan selanjutnya, selain digunakan sebagai uji kualitatif untuk mengetahui keberadaan suatu antibodi atau antigen dengan menggunakan antyibodi atau antigen spesifik, teknik ELISA juga dapat diaplikasikan dalam uji kuantitatif untuk mengukur kdar antibodi atau antigen yang diuji dengan menggunakan alat bantu berupa spektrofotometer atau dengan cara menentukan jumlah penambahan atau kadar antibodi atau antigen (Sugiono et al., 2010). Pengujian terhadap kerusakan DNA dengan ELISA merupakan pengujian yang cepat dan sensitif untuk mendeteksi dan mengkuantisasi 8-OHdG dalam serum. 8-OHdG telah menjadi biomarker untuk kerusakan DNA dan stres oksidatif.
30
Pengujian dengan ELISA menggunakan antibodi monoklonal 8-OHdG untuk mengikat secara kompetitif 8-OHdG dalam sampel dan standar. Anti-8 OHdG terikat pada 8-OHdG dalam sampel atau standar yang ditangkap oleh 8-OHdG teramobilisasi yang dideteksi dengan antibodi sekunder yaitu Horseradish Peroxidase (HRP) konjugat. Uji ini dikembangkan dengan substrat tetramethylbenzidine (TMB Substrat) kemudian absorbansinya diukur pada panjang gelombang 450 nm dengan Spektrofotometer UV-Vis. 2.7
Spektrofotometer UV-Vis Spektrofotometer Ultraviolet-Visible (UV-Vis) mempelajari serapan atau
emisi
radiasi
elektromagnetik
sebagai
fungsi
dari
panjang
gelombang.
Spektrofotometer UV-Vis memiliki dua daerah pengukuran yaitu daerah radiasi ultraviolet pada panjang gelombang 220-380 nm dan daerah radiasi sinar tampak (visible) pada panjang gelombang 380-780 nm (Riyadi, 2009). Analisis kuantitatif dengan spektrofotometer UV-Vis didasarkan pada teknik analisis standar tunggal, kurva kalibrasi, dan metode pemisahan standar (adisi standar). Sebagian besar teknik yang digunakan untuk analisi kuantitatif didasarkan pada metode kurva kalibrasi. Kurva kalibrasi diperoleh dengan mengukur konsentrasi dari larutan standar. Untuk senyawa atau zat yang memenuhi hukum Lambert Beer, plot antara absorbansi dengan konsentrasi merupakan garis lurus (Kenkel, 1992). Kurva kalibrasi yang ideal mempunyai intersep (b) sama dengan nol, karena larutan tanpa sampel idealnya tidak menyerap cahaya pada panjang gelombang yang diukur. Konsentrasi larutan sampel dapat dengan mudah diketahui atau dihitung dari pembacaan absorbansi pada kurva kalibrasi atau kurva standar. Perhitungan
31
konsentrasi sampel juga dapat menggunakan regresi linear y = ax + b, dimana y = absorbansi; x = konsentrasi; a = slope dan b = intersep (Syaahputra, 2004).
Absorbansi
Konsentrasi Gambar 2. 22 Grafik hubungan antara absorbansi dengan konsentrasi.