BAB II TINJAUAN PUSTAKA TENTANG MENYAMARKAN IDENTITAS PELAKU KEJAHATAN OLEH PERS MELALUI MEDIA ELEKTRONIK DI INDONESIA
A. Ruang Lingkup Kejahatan 1. Pengertian Kejahatan Kejahatan adalah perbuatan anti sosial yang melanggar hukum atau undang-undang pada suatu waktu tertentu dan yang dilakukan dengan sengaja, merugikan ketertiban umum dan yang dapat dihukum oleh negara26. Individu atau kelompok yang melakukan kejahatan disebut sebagai pelaku kejahatan. Kejahatan memiliki pengertian yang sangat relatif, yaitu tergantung pada manusia yang memberikan penilaian itu, karena pengertian kejahatan bersumber dari alam nilai. Apa yang disebut kejahatan oleh seseorang belum tentu diakui oleh pihak lain sebagai suatu kejahatan pula. Berat dan ringannya kejahatan tersebut masih menimbulkan perbedaan pendapat. J.M. Bemmelem memandang kejahatan sebagai suatu tindakan anti sosial yang menimbulkan kerugian, ketidakpatutan dalam masyarakat, sehingga dalam masyarakat terdapat kegelisahan, dan untuk menentramkan masyarakat, negara harus menjatuhkan hukuman kepada penjahat27. Edwin H. Sutherland menyebutkan tujuh unsur kejahatan yang saling bergantungan dan saling mempengaruhi. Suatu perbuatan tidak akan disebut
26
Abdul Wahid, Perlindungan Terhadap Korban Kekerasan, Refika Aditama, Bandung, 2001, Hlm. 9. 27 Syahruddin Husein, Kejahatan dalam Masyarakat dan Upaya Penanggulangannya, http://www.library.usu.ac.id, Diakses Tanggal 16 April 2010, Pukul 16.54 WIB.
24
25
kejahatan kecuali apabila memuat semua tujuh unsur tersebut. Unsur-unsur tersebut adalah28 : a. Harus terdapat akibat-akibat tertentu yang nyata atau kerugian; b. Kerugian
tersebut
harus
dilarang
oleh
undang-undang,
harus
dikemukakan dengan jelas dalam hukum pidana; c. Harus ada perbuatan atau sikap membiarkan sesuatu perbuatan yang disengaja atau sembrono yang menimbulkan akibat-akibat yang merugikan; d. Harus ada maksud jahat (mens rea); e. Harus ada hubungan kesatuan atau kesesuaian persamaan suatu hubungan kejadian diantara maksud jahat dengan perbuatan; f. Harus ada hubungan sebab akibat di antara kerugian yang dilarang undang-undang dengan perbuatan yang disengaja atas keinginan sendiri; g. Harus ada hukuman yang ditetapkan oleh undang-undang. R. Soesilo meninjau pengertian kejahatan menjadi dua, yaitu: a. Pengertian Kejahatan secara Yuridis Suatu perbuatan tingkah laku yang bertentangan dengan undangundang. b. Pengertian Kejahatan secara Sosiologis Kejahatan adalah perbuatan atau tingkah laku yang selain merugikan penderita, juga sangat merugikan masyarakat yaitu berupa hilangnya keseimbangan, ketentraman dan ketertiban.
28
Edwin H. Sutherland, Dikutip dalam Ibid.
26
J.E. Sahetapy dan B. Marjono Reksodiputro menyatakan bahwa kejahatan mengandung konotasi tertentu, merupakan suatu pengertian dan penamaan yang relatif, mengandung variabilitas dan dinamik serta bertalian dengan perbuatan atau tingkah laku (baik aktif maupun pasif), yang dinilai oleh sebagian mayoritas atau minoritas masyarakat sebagai suatu perbuatan anti sosial, suatu perkosaan terhadap skala nilai sosial dan atau perasaan hukum yang hidup dalam masyarakat sesuai dengan ruang dan waktu29. Kejahatan pun dapat diuraikan menurut pengertiannya masing-masing, yaitu30 : a. Pengertian secara Praktis Beberapa jenis norma dalam masyarakat antara lain norma agama, kebiasaan, kesusilaan dan norma yang berasal dari adat istiadat. Pelanggaran atas norma tersebut dapat menyebabkan timbulnya suatu reaksi, baik berupa hukuman, cemoohan atau pengucilan. Norma tersebut merupakan suatu garis untuk membedakan perbuatan terpuji atau perbuatan yang wajar pada suatu pihak, sedang pada pihak lain adalah suatu perbuatan tercela. Perbuatan yang wajar pada sisi garis disebut dengan kebaikan dan kebalikannya yang di seberang garis disebut dengan kejahatan. b. Pengertian secara Religius Arti kejahatan sama dengan dosa. Setiap dosa diancam dengan hukuman api neraka terhadap jiwa yang berdosa.
29
J.E. Sahetapy dan B. Mardjono Reksodiputro, Paradoks dalam Kriminologi, Rajawali, Jakarta, 1982, Hlm. 57. 30 Ibid.
27
c. Pengertian dalam Arti Yuridis Contohnya Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP). KUHP memisahkan kejahatan dan pelanggaran dalam 2 (dua) buku yang berbeda. Menurut Memorie van Toelichting, sebagai dasar dari pembedaan antara kejahatan dan pelanggaran yaitu31: 1) Pelanggaran Pelanggaran termasuk dalam wetsdelicten (delik undang-undang), yaitu peristiwa-peristiwa yang untuk kepentingan umum dinyatakan oleh undang-undang sebagai suatu hal yang terlarang. Misalnya mengendarai kendaraan pada malam hari tanpa lampu, merupakan suatu delik undang-undang karena undang-undang menyatakannya sebagai perbuatan yang terlarang. Seseorang baru menyadari hal tersebut merupakan tindak pidana karena perbuatan tersebut tercantum dalam undang-undang. Dimuat di dalam Buku II KUHP Pasal 104 sampai dengan Pasal 488. Contoh mabuk ditempat umum (Pasal 492 KUHP), berjalan diatas tanah yang oleh pemiliknya dengan cara jelas dilarang memasukinya (Pasal 551 KUHP). 2) Kejahatan Kejahatan yang termasuk dalam rehtsdelicten (delik hukum), yaitu peristiwa-peristiwa yang berlawanan atau bertentangan dengan asasasas hukum yang hidup dalam keyakinan manusia dan terlepas dari undang-undang. Contohnya pembunuhan dan pencurian meskipun perbuatan itu (misalnya) belum diatur dalam suatu undang-undang, tapi perbuatan itu sangat bertentangan dengan hati nurani manusia, 31
Zamrul, Perbedaan Kejahatan dan Pelanggaran, Tanggal 23 Mei 2010, Pukul 12.05 WIB.
http://www.untukku.com, Diakses
28
sehingga dianggap sebagai suatu kejahatan. Dimuat dalam Buku III KUHP Pasal 489 sampai dengan Pasal 569. Contohnya pencurian (pasal 362 KUHP), pembunuhan (pasal 338 KUHP), perkosaan (pasal 285 KUHP). Berbagai tindak pidana baik kejahatan maupun pelanggaran tidak hanya diatur dalam KUHP (dalam kodifikasi) tetapi juga dirumuskan dan diatur dalam peraturan perundang2an lainnya. Kejahatan dalam perumusan peraturan perundang-undangan pidana diistilahkan dengan tindak pidana. Tindak pidana yaitu suatu perbuatan atau rangkaian perbuatan manusia yang bertentangan dengan undang-undang atau peraturan perundang-undangan lainnya, yang dilakukan dengan suatu maksud, serta terhadap perbuatan itu harus dilakukan oleh orang yang dapat dipertanggungjawabkan. Pendapat tentang definisi tindak pidana dikemukakan oleh beberapa Sarjana, antara lain32: a. Mulyatno menyatakan bahwa tindak pidana adalah perbuatan yang dilarang oleh suatu aturan hukum, larangan mana disertai ancaman (sanksi) berupa pidana tertentu bagi si pelanggarnya. b. Simons berpendapat bahwa perumusan feit atau tindak pidana harus memenuhi unsur-unsur sebagai berikut: 1) Suatu perbuatan manusia (mislijke handelingen). Dimaksudkan tidak saja
een
doen
(perbuatan),
akan
tetapi
juga
een
nelaten
(mengabaikan).
32
Unila, Kejahatan Ekonomi, http://www.magisterhukum.unila.ac.id, Diakses Tanggal 16 April 2010, Pukul 17.38 WIB.
29
2) Perbuatan itu dilarang dan diancam dengan hukuman oleh undangundang. 3) Perbuatan
itu
harus
dilakukan
oleh
artinya
dapat
dipertanggungjawabkan,
seseorang
yang
dipersalahkan
dapat karena
melakukan perbuatan tersebut. c. Wiryono Projodikoro mengungkapkan tindak pidana adalah suatu perbuatan yang pelakunya dapat dikenakan hukuman pidana dan pelakunya ini dapat dikatakan subyek tindak pidana.
2. Kejahatan oleh Pers Kejahatan yang dilakukan oleh pers atau disebut juga delik pers adalah tindak pidana yang bersangkut-paut dengan pekerjaan pers33. Istilah delik pers sendiri sebenarnya hanya istilah atau pengertian umum dan bukan terminologi hukum. Pada pasal-pasal dalam Kitab Undang Undang Hukum Pidana (KUHP), tidak
akan
ditemui
ketentuan
umum
yang
dapat
digunakan
untuk
mengaktualisasi suatu perbuatan pidana sebagai delik pers, termasuk delik khusus yang berlaku bagi insan pers. Istilah delik pers sendiri sebenarnya bukan merupakan terminologi hukum, melainkan hanya sebutan umum di kalangan masyarakat, khususnya praktisi dan pengamat hukum, untuk melakukan penamaan pasal-pasal KUHP yang berkaitan dengan pers. Delik pers sendiri bukanlah suatu delik yang berdiri sendiri, melainkan bagian dari delik khusus yang berlaku umum. Tindak pidana itu disebut sebagai delik pers karena yang sering melakukan pelanggaran atas delik itu adalah pers.
33
Edi Ignatius, Pertanggungjawaban Pidana dalam Pemberitaan Pers di dalam RUU KUHP, http://www.kuhpreform.files.wordpress.com, Diakses Tanggal 16 April 2010, Pukul 10.00 WIB.
30
Hukum hanya mengenal delik formil, delik materil, delik aduan, delik umum dan delik khusus, namun dalam praktiknya akan muncul kejahatan oleh pers atau delik pers dengan adanya Pasal 165 Kitab Undang Undang Hukum Pidana yaitu : “(1) Barang siapa mengetahui ada niat untuk melakukan salah satu kejahatan berdasarkan pasal-pasal 104, 106, 107, dan 108, 110 - 113, dan 115 - 129 dan 131 atau niat untuk lari dari tentara dalam masa perang, untuk desersi, untuk membunuh dengan rencana, untuk menculik atau memperkosa atau mengetahui adanya niat untuk melakukan kejahatan tersebut dalam bab 8 dalam kitab undangundang ini, sepanjang kejahatan itu membahayakan nyawa orang atau untuk melakukan salah satu kejahatan berdasarkan pasal- pasal 224 228, 250 atau salah satu kejahatan berdasarkan pasal-pasal 264 dan 275 sepanjang mengenai surat kredit yang diperuntukkan bagi peredaran, sedang masih ada waktu untuk mencegah kejahatan itu, dan dengan sengaja tidak segera memberitahukan hal itu kepada pejabat kehakiman atau kepolisian atau kepada orang yang terancam oleh kejahatan itu, dipidana jika kejahatan itu jadi dilakukan, dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah. (2) Pidana tersebut diterapkan terhadap orang yang mengetahui bahwa sesuatu kejahatan berdasarkan ayat (1) telah dilakukan, dan telah membahayakan nyawa orang pada saat akihat masih dapat dicegah, dengan sengaja tidak memheritahukannya kepada pihak- pihak tersebut dalam ayat (1)”. Pasal 165 Kitab Undang Undang Hukum Pidana di atas mengatur bahwa bagi setiap warga negara yang mengetahui adanya suatu niat kejahatan ataupun mengetahui suatu kejahatan yang telah dilakukan di mana kejahatan tersebut membahayakan nyawa orang mempunyai kewajiban untuk melaporkannya kepada pejabat kehakiman atau kepolisian atau kepada yang terancam. Pengecualian terhadap Pasal 165 KUHP terdapat dalam Pasal 166 Kitab Undang Undang Hukum Pidana yang menyatakan bahwa : “Ketentuan dalam pasal 164 dan 165 tidak berlaku bagi orang yang dengan memberitahukan itu mungkin mendatangkan bahaya penuntutan pidana bagi diri sendiri, bagi seorang keluarganya sedarah atau semenda dalam garis lurus atau garis menyimpang derajat kedua atau ketiga, bagi suami atau bekas suaminya, atau bagi orang lain yang jika dituntut, berhubung
31
dengan jabatan atau pencariannya, dimungkinkan pembebasan menjadi saksi terhadap orang tersebut”. Pasal 204 Kitab Undang Undang Hukum Pidana (KUHP), yaitu: “(1)Barangsiapa menjual, menawarkan, menyerahkan, atau membagibagikan barang, yang diketahui bahwa membahayakan nyawa atau kesehatan orang, padahal sifat berbahaya itu tidak diberitahukan, diancam dengan pidana penjara paling lama lima belas tahun. (2) Jika perbuatan mengakibatkan matinya orang, yang bersalah dikenakan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara selama waktu tertentu paling lama dua puluh tahun.” Pasal di atas menjelaskan tentang larangan menjual barang yang dapat membahayakan nyawa atau kesehatan orang.
B. Pers 1. Pengertian Pers Istilah pers berasal dari bahasa Belanda yang artinya cetak, dalam bahasa Inggris berarti press. Secara harfiah pers berarti cetak, dan secara makna berarti penyiaran secara tercetak atau publikasi secara dicetak. Pengertian pers secara umum adalah lembaga sosial (social institution) atau lembaga kemasyarakatan yang merupakan subsistem dari sistem pemerintahan negara di mana pers beroperasi, bersama-sama dengan subsistem lainnya. Pers dalam arti sempit meliputi media massa cetak seperti surat kabar, majalah tabloid, dan sebagainya, sedangkan dalam arti luas, pers meliputi media massa cetak elektronik, antara lain radio siaran dan televisi siaran, sebagai media yang menyiarkan karya jurnalistik34.
34
Ahmad Kurnia El-Qorni, Komunikasi Politik, http://www.manajemenkomunikasi.blogspot.com, Diakses Tanggal 16 April 2010, Pukul 20.20 WIB.
32
Pendapat Paus Leo XIII tentang pengertian pers yaitu pers sebagai alat perantara massa gereja, penolong vitalitas kesegaran, keadilan kebenaran kembali ajaran agama waktu itu35. Pers di Indonesia diatur dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 Tentang Pers. Pengertian pers terdapat dalam Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Pers, yaitu: “Pers adalah lembaga sosial dan wahana komunikasi massa yang melaksanakan kegiatan jurnalistik meliputi mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi baik dalam bentuk tulisan, suara, gambar, suara dan gambar, serta data dan grafik maupun dalam bentuk lainnya dengan menggunakan media cetak, media elektronik, dan segala jenis saluran yang tersedia”. Pasal 1 ayat (4) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers, menyatakan bahwa: “Wartawan adalah orang yang secara teratur melaksanakan kegiatan jurnalistik”. Indonesia mengenal istilah Pancasila Press Theory atau Teori Pers Pancasila yang dikemukakan oleh M. Wonohito, seorang wartawan senior kenamaan, yang akhirnya dicanangkan secara resmi oleh Dewan Pers dalam Sidang Pleno XXV di Surakarta pada tanggal 7-8 Desember 1984. Intisari keputusan Sidang Pleno XXV dewan pers mengenai pers Pancasila itu, adalah sebagai berikut36 : a. Pers Indonesia adalah Pers Pancasila dalam arti pers yang orientasi, sikap dan tingkah lakunya berdasarkan pada nilan-nilai Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. b. Pers Pembangunan adalah Pers Pancasila dalam arti mengamalkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 dalam pembangunan 35 36
Paus Leo, Dikutip dalam Ibid. Ibid.
33
berbagai aspek kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, termasuk pembangunan pers itu sendiri. c. Hakikat Pers Pancasila adalah Pers yang sehat, yakni pers yang bebas dan bertanggung jawab dalam menjalankan fungsinya sebagai penyebar informasi yang benar dan objektif, penyaluran aspirasi rakyat dan kontrol sosial konstruktif. Hakikat dan fungsi pers Pancasila mengembangkan suasana saling percaya menuju masyarakat terbuka yang demokratis dan bertanggung jawab. Pers mempunyai 5 (lima) fungsi dalam menjalankan tugas jurnalistiknya yaitu37 : a. Pers sebagai Informasi (to Inform) Fungsi pertama dari lima fungsi utama pers ialah menyampaikan informasi secepat-cepatnya kepada masyarakat yang seluas-luasnya. Setiap informasi yang disampaikan harus memenuhi kriteria dasar yaitu aktual, akurat, faktual, menarik atau penting, benar, lengkap, utuh, jelas dan jernih, jujur adil, berimbang, relevan, bermanfaat dan etis. b. Pers sebagai Edukasi (to Educate). Setiap informasi yang disebarluaskan pers hendaklah dalam kerangka mendidik (to educate). Pers sebagai lembaga ekonomi memang dituntut berorientasi komersil untuk memperoleh keuntungan finansial namun orientasi dan misi komersil itu, sama sekali tidak boleh mengurangi, apalagi meniadakan fungsi dan tanggung jawab sosial.
37
Effendy, Ilmu, Teori dan Filsafat Komunikasi, Citra Aditya Bakti, Bandung, 1993, Hlm. 17.
34
c. Pers sebagai Koreksi ( to Influence). Pers adalah pilar demokrasi keempat setelah legislatif, eksekutif, dan yudikatif, dalam kerangka ini kehadiran pers dimaksudkan untuk mengawasi atau mengontrol kekuasaan legislatif, eksekutif dan yudikatif agar kekuasaan mereka tidak menjadi korup dan absolut. d. Pers sebagai Rekreasi (to Entertain). Fungsi
keempat
pers
adalah
menghibur.
Pers
harus
mampu
menempatkan dirinya sebagai wahana rekreasi yang menghibur bagi semua lapisan masyarakat. Pesan rekreatif yang disajikan mulai dari cerita pendek sampai kepada teka-teki silang dan anekdot, tidak boleh bersifat negatif apalagi destruktif. e. Pers sebagai Mediasi (to Mediate) Mediasi artinya penghubung atau sebagai fasilitator atau mediator. Pers harus mampu menghubungkan tempat yang satu dengan tempat yang lain, peristiwa yang satu dengan peristiwa yang lain, orang yang satu dengan peristiwa yang lain, atau orang yang satu dengan orang yang lain pada saat yang sama. Salah satu tugas pers adalah melakukan wawancara. Wawancara adalah tanya-jawab
dengan
seseorang
untuk
mendapatkan
keterangan
atau
pendapatnya tentang suatu hal atau masalah38. Wawancara sering dihubungkan dengan pekerjaan jurnalistik untuk keperluan penulisan berita yang disiarkan dalam media massa. Pers atau wartawan yang mewawancarai dinamakan pewawancara (interviewer) dan orang yang diwawancarai dinamakan pemberi wawancara
38
Eddy Sugianto, Teknik Wawancara, http://jurnalismedia.blogspot.com, Diakses Tanggal 15 Juni 2010, Pukul 11.00 WIB.
35
(interviewee)
atau
disebut
juga
responden.
Seperti
percakapan
biasa,
wawancara adalah pertukaran informasi, opini, atau pengalaman dari satu orang ke orang lain. Tujuan seorang wartawan melakukan wawancara adalah mengumpulkan informasi yang lengkap, akurat, dan adil (fair). Seorang pewawancara yang baik mencari sebuah pengungkapan atau wawasan (insight), pikiran atau sudut pandang yang menarik, yang cukup bernilai untuk diketahui. Jadi bukan sesuatu yang sudah secara umum didengar atau diketahui. Perbedaan penting antara wawancara dengan percakapan biasa adalah wawancara bertujuan pasti: menggali permasalahan yang ingin diketahui untuk disampaikan kepada khalayak pembaca (media cetak), pendengar (radio), atau pemirsa (televisi). Berbeda dengan penyidik perkara atau interogator, wartawan tidak memaksa tetapi membujuk orang agar bersedia memberikan keterangan yang diperlukan.
2. Jurnalisme Investigatif Kovach dan Rosenstiel menyebutkan ada tiga bentuk utama yang dikenali dari jurnalisme investigatif, yaitu 39: a. Reportase Investigatif Orisinal Reportase investigatif orisinal melibatkan si reporter sendiri yang membuka dan mendokumentasikan kegiatan yang sebelumnya tak diketahui publik. Cara kerjanya mirip dengan cara kerja polisi maupun reportase lapangan meliputi pencarian catatan publik, pemakaian informan, dan bahkan dalam situasi khusus melakukan penyamaran. 39
Andreas Harsono, Jurnalisme Investigatif: Proses, Hukum, Etika, http://andreasharsono.blogspot.com, Diakses Tanggal 13 Juli 2010, Pukul 17.00 WIB.
36
b. Reportase Investigatif Interpretative Reportase investigatif interpretatif melibatkan kegigihan yang sama dengan reportase orisinal, tetapi dengan interpretasi temuannya membawa audiens ke jenjang pemahaman lain. Perbedaan mendasar antara keduanya adalah reportase investigatif orisinal membuka informasi yang belum dikumpulkan pihak lain untuk memberi informasi pada publik tentang kejadian yang mempengaruhi hidup mereka. Reportase interpretatif berkembang sebagai hasil pemikiran cermat, analisis, sekaligus pengejaran fakta-fakta secara intens untuk membawa informasi utuh dalam sebuah konteks baru yang lengkap yang menyajikan pemahaman publik secara mendalam. Masalah yang diungkap biasanya lebih kompleks atau serangkaian fakta. c. Reportase Mengenai Investigasi Reportase investigatif mengenai investigasi berkembang dari penemuan atau bocoran informasi dari sebuah investigasi resmi sudah dijalankan atau sedang disiapkan oleh pihak lain. Di sini wartawan hanya melaporkan apa yang dilakukan oleh pihak lain, biasanya pemerintah. Pada dasarnya, pola kerja wartawan investigatif tidak memiliki banyak perbedaan dengan wartawan secara umum. Bruce Page mengatakan wartawan investigatif hanya melakukan apa yang dilakukan oleh wartawan secara umum meliputi penggalian informasi melalui wawancara maupun dokumen, verifikasi fakta, mempertanyakan motif dari seseorang yang ia wawancarai, dan menganalisa data untuk melihat apakah ada berita di balik berita40.
40
Stephen Tanner, Journalism: Investigation and Research, Pearson Education, Australia, 2002, Hlm. 12.
37
Menurut Page, perbedaan wartawan umum dan wartawan infestigatif terletak pada waktu yang diberikan untuk riset dan penulisan berita. Wartawan umum harus berjuang dalam deadlines sementara wartawan investigatif diberi keleluasaan waktu untuk menggali sebanyak mungkin fakta agar laporan investigatifnya tidak menimbulkan hal-hal negatif, entah itu bagi dirinya, subjek dalam laporannya, media tempat dia bekerja, maupun bagi masyarakat Salah satu pedoman untuk membuat reportase investigatif digagas oleh Sheila Coronel, direktur Philippines Center for Investigative Journalism (PCIJ) – sebuah kelembagaan jurnalisme investigatif di Filipina yang berdiri pada tahun 1989 seusai tirani Ferdinand Marcos berakhir. Coronel sempat datang ke Indonesia. Coronel menunjukkan bahwa tahapan kegiatan investigatif dapat diurut ke dalam dua bagian kerja, yaitu 41: a. Penjajakan dan Pekerjaan Dasar 1) petunjuk awal (first lead) 2) investigasi pendahuluan (initial investigation) 3) pembentukan hipotesis (forming an investigative hypothesis) 4) pencarian dan pendalaman literatur (literature search) 5) wawancara para pakar dan sumber-sumber ahli (interviewing experts) 6) penjejakan dokumen-dokumen (finding paper trail) 7) wawancara sumber-sumber kunci dan saksi-saksi (interwiewing key information and sources) b. Penajaman dan Penyelesaian Investigasi 1) pengamatan langsung di lapangan (first hand observation)
41
Andreas Harsono, Op.Cit.
38
2) pengorganisasian file (organizing files) 3) wawancara lebih lanjut (more interviews) 4) analisis dan pengorganisasian data (analyzing and organizing data) 5) penulisan (writing) 6) pengecekan fakta (fact checking) 7) pengecekan pencemaran nama baik (libel check).
3. Sejarah dan Perkembangan Pers di Indonesia Pers Indonesia memiliki latar belakang sejarah yang erat hubungannya dengan pergerakan nasional guna memperjuangkan kemerdekaan Indonesia. Posisi dan peranan pers mengalami pergeseran sesuai dengan perkembangan sejarah negara dan sistem politiknya, namun pers Indonesia memiliki karakter yang konstan, yakni komitmen sosial-politik yang kuat. Kemerdekaan pers adalah kebebasan yang dibarengi dengan kewajibankewajiban. Tuntutan kebebasan tersebut harus pula memikul kewajiban atau tanggung jawab tertentu sehingga kebebasan pers berlaku tanpa batas42. Maksud dan tujuan kebebasan pers Indonesia adalah menciptakan pers yang sehat, yaitu pers yang bebas dan bertanggung jawab guna mengembangkan suasana saling percaya menuju masyarakat terbuka yang demokratis dengan mekanisme interaktif positif antara pers, pemerintah dan masyarakat43 Perkembangan pers di Indonesia dimulai beberapa hari setelah teks proklamasi dibacakan Bung Karno, dari kota sampai ke pelosok telah terjadi perebutan kekuasaan dalam berbagai bidang, termasuk pers dan peralatan
42
A.Muis, Titian Jalan Demokrasi Peranan Kebebasan Pers untuk Budaya Komunikasi Politik, Kompas Media Nusantara, Jakarta, 2000, Hlm. 21. 43 Khrisna Harahap, Pasang Surut Kemerdekaan di Indonesia, Grafitri Bumi Utami, Bandung, 2003, Hlm. 23.
39
percetakan. Perebutan kekuasan semacam ini telah terjadi di perusahaan koran milik Jepang yakni Soeara Asia di Surabaya, Tjahaja di Bandung dan Sinar Baroe di Semarang. Pada tanggal 19 Agustus 1945 koran-koran tersebut telah terbit dengan mengutamakan berita sekitar Indonesia Merdeka. Teks proklamasi dimuat secara mencolok dalam koran-koran itu dan beberapa berita penting dari bulan September sampai akhir tahun 1945 seperti Maklumat Kepada Seluruh Rakyat Indonesia, Republik Indonesia Sudah Berdiri, Pernyataan Indonesia Merdeka, Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945, dan lagu Indonesia Raya. Kondisi pers
Republik
Indonesia
semakin
kuat,
yang
ditandai
oleh
mulai
beredarnya Soeara Merdeka di Bandung, Berita Indonesia di Jakarta, Merdeka, Independent, Indonesian News Bulletin, Warta Indonesia, dan The Voice of Free Indonesia. Koran pada masa itu adalah alat untuk mempropagandakan kemerdekaan Indonesia. Pers banyak mendapat ancaman pembredelan atau pelarangan penyiaran dari tentara Jepang, namun dengan penuh keberanian mereka tetap menjalankan tugasnya. Masyarakat pada masa penjajahan Belanda dan Jepang enggan untuk membaca koran, karena isi beritanya adalah propaganda untuk kepentingan penguasa, namun pada masa kemerdekaan, koran selalu menjadi rebutan masyarakat. Sehari setelah pemberitaan surat yang mengabarkan berita tentang proklamasi kemerdakaan, maka dengan sangat antusias masyarakat memburu berbagai surat kabar. Antusiasme masyarakat dipicu semangat kemerdekaan dan keinginan untuk mengikuti berita perkembangan negaranya yang baru
40
merdeka. Masyarakat semakin menyadari akan kebutuhan untuk memperoleh informasi melalaui media massa. Usaha penerbitan koran pun mulai marak. Suasana seperti ini tentunya berdampak positif bagi para pengelola media massa di masa itu. Usaha penerbitan koran pun mulai marak kembali, yang diramaikan oleh suara alat cetak intertype atau mesin roneo. Semakin banyak jumlah pers yang sibuk kian kemari memburu berita. Pada tahun 1946 atas inisiatif para wartawan telah dilangsungkan kongres di Solo guna menertibkan dan mempersatukan pers. Kongres itu telah membentuk persatuan wartawan yaitu Persatuan Wartawan Indonesia yang biasa disingkat PWI. Persatuan Wartawan Indonesia atau PWI adalah organisasi wartawan pertama di Indonesia. Didirikan pada 9 Februari 1946 di Solo. Munculnya PWI diwarnai aspirasi perjuangan para pejuang kemerdekaan, baik mereka yang ada diera 1908,1928
maupun
klimaksnya tahun
1945.
Organisasi
PWI
lahir
mendahului SPS (Serikat Penerbit Suratkabar)44. Tercatat beberapa peristiwa penting dalam sejarah pers di masa revolusi yakni ketika didirikan Sari Pers di Jakarta oleh Pak Sastro dan kantor berita Antara dibuka kembali, setelah selama tiga tahun dibekukan oleh Jepang. Kantor Sari Pers setiap hari mencetak ratusan koran stensilan yang memuat berbagai berita penting dari seluruh tanah air. Pada tahun 1946, pihak pemerintah mulai merintis hubungan dengan pers. Disusun peraturan yang tercantum dalam Dewan Pertahanan Negara Nomor 11 Tahun 1946 yang mengatur soal percetakan, pengumuman, dan penerbitan. Diadakan juga beberapa perubahan aturan yang tercantum dalam Wetboek van Strafrecht atau Kitab Undang-Undang Hukum Perdata seperti Drukpersreglement 44
Wikipedia, Persatuan Wartawan Indonesia, http://id.wikipedia.org, Diakses Tanggal 17 April 2010, Pukul 14.32 WIB
41
tahun 1856, Persbreidel Ordonnantie tahun 1931 yang mengatur tentang kejahatan dari pers, penghinaan, hasutan, pemberitaan bohong dan sebagainya. Upaya ini pelaksanaannya tertunda karena invasi dari pihak Belanda. Tahun 1947 pers Indonesia dibagi dua yaitu golongan pertama dan golongan kedua. Golongan pertama tetap bertugas di kota yang diduduki Belanda dan menerbitkan koran yang berhaluan Republikein sekalipun aktif di wilayah musuh, yang selalu dibayangi ancaman dan bersaing dengan koran Belanda. Surat kabar yang terkenal di masa itu antara lain Merdeka, Waspada, dan Mimbar Umum. Golongan kedua telah mengungsi ke pedalaman yang dikuasai Republik Indonesia dan bergerilya ke pedalaman, dengan peralatan dan bahan seadanya, koran mereka senantiasa menjaga agar jiwa revolusi tetap menyala. Beredar pula koran kaum gerilya, yakni Suara Rakjat, Api Rakjat, Patriot, Penghela Rakjat, dan Menara. Koran-koran tersebut dicetak di atas kertas merang atau stensil dengan perwajahan yang sangat sederhana. Pembenahan dalam bidang pers dilanjutkan kembali setelah Indonesia memperoleh kedaulatannya di tahun 1949. Terjadi peristiwa bersatunya kembali golongan insan pers yang bergerak di kota yang dikuasai Belanda (golongan pertama) dengan golongan yang bergerak di daerah gerilya (golongan kedua). Hubungan itu meliputi soal perundang-undangan, kebijaksanaan pemerintah terhadap kepentingan pers dalam hal aspek sosial ekonomi maupun aspek politisnya. Tanggal 7 Desember 1949 diadakan Sidang Komite Nasional Pusat Pleno VI Yogya yang intinya, Pemerintah Republik Indonesia agar memperjuangkan pelaksanaan kebebasan pers yang mencakup memberi perlindungan kepada pers nasional, memberi fasilitas yang dibutuhkan perusahaan surat kabar, dan
42
mengakui kantor berita Antara sebagai kantor berita nasional yang patut memperoleh fasilitas dan perlindungan. Sidang tersebut juga membahas usulan kemerdekaan pers pada Undang-Undang Dasar 1945. Pemerintah RI sudah mulai merencanakan segala peraturan mengenai pers dan berupaya sekerasnya untuk melaksanakan hak asasi demokrasi. Hubungan antara pemerintah dan pers lebih dipererat dengan membentuk Panitia Pers pada tanggal 15 Maret 1950, penambahan halaman koran, persediaan kertas dan bahan-bahan yang diperlukan, tanpa ada ikatan apapun yang mengurangi kemerdekaan pers. Untuk meningkatkan nilai dan mutu jurnalistik, maka para wartawan diberi kesempatan untuk memperdalam ilmunya. Diupayakan pula agar kedudukan kantor berita Antara lebih terasa sebagai mitra dari para pengelola surat kabar. Upaya di atas telah menciptakan iklim pers yang tertib dan menguntungkan semua pihak. Jumlah perusahaan koran pun dari tahun ke tahun semakin meningkat. Kurun waktu empat tahun sesudah 1949, jumlah surat kabar berbahasa Indonesia, Belanda, dan Cina naik, dari 70 menjadi 101 buah. Setelah peristiwa G 30 S/PKI, 43 dari 163 surat kabar yang ada ditutup oleh pemerintah. Tahun 1967, jumlah terbitan menurun sebanyak 132 terbitan dari tahun sebelumnya. Kekuasaan pemerintah atas pers muncul lagi melalui pembentukan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1966 tentang KetentuanKetentuan Pokok Pers. Menurut Pasal 20 Undang-Undang No. 11 Tahun 1966 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Pers, selama masa peralihan, penerbit surat kabar wajib memperoleh baik Surat Izin Terbit (SIT) dari Departemen Penerangan maupun Surat Izin Cetak (SIC) dari Komando Pemulihan Keamanan dan Ketertiban (Kopkamtib). Tanpa kedua surat izin tersebut, sebuah terbitan
43
dianggap tidak sah dan apabila satupun surat izinnya dicabut, terbitan itu dilarang terbit. Masa Peralihan itu berlaku lebih dari 15 tahun, sampai tahun 1982. Pers sebagai pilar keempat demokrasi berperan semakin maksimal ketika ruang ekspresi dan informasi dibuka lebar. Independensi media dilindungi dengan Undang-Undang Pers dan negara memasukkan pers sebagai salah satu Hak Asasi Manusia yang terdapat dalam Pasal 28E ayat (3) Undang-undang Dasar 1945 yaitu: “Setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat”. .Pada periode ini kekuatan pers untuk menjadi pilar keempat demokrasi mendapatkan ruang yang sangat besar. Gerakan reformasi yang menyebabkan jatuhnya Presiden Soeharto dan rezim Orde Barunya, juga memberikan semangat kebangkitan kepada pers di Indonesia. Era reformasi ditandai dengan terbukanya kran kebebasan informasi. Di dunia pers, kebebasan itu ditunjukkan dengan dipermudahnya pengurusan SIUPP. Sebelum tahun 1998 proses perolehan SIUPP melibatkan 16 tahap, tetapi dengan instalasi Kabinet BJ Habibie, dikurangi menjadi tiga tahap.bulan September 1999, pemerintahan BJ Habibie mensahkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 40 Tahun 1999 Tentang Pers, menggantikan UndangUndang Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 1982 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1967 Tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Pers yang diakui sudah tidak sesuai dengan tuntutan perkembangan zaman45.
45
Emma, Peranan Pers dalam Masyarakat, http://www.community.gunadarma.ac.id, Diakses Tanggal 24 Mei 2010, Pukul 19.30WIB.
44
Pengakuan
ketidaksesuaian
dalam
perundang-undangan
Republik
Indonesia tersebut, merupakan sejenis kemenangan untuk pers Indonesia. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 40 Tahun 1999 Tentang Pers tersebut juga menjamin keberadaan Dewan Pers. Pers nasional sebagai wahana komunikasi massa, penyebar informasi, dan pembentuk opini harus dapat melaksanakan asas, fungsi, hak, kewajiban, dan peranannya dengan sebaik-baiknya berdasarkan kemerdekaan pers yang profesional, sehingga harus mendapat jaminan dan perlindungan hukum, serta bebas dari campur tangan dan paksaan dari manapun. Hal ini sesuai dengan Pasal 2 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 Tentang Pers yang menyatakan bahwa : “Kemerdekaan pers adalah salah satu wujud kedaulatan rakyat yang berasaskan prinsip-prinsip demokrasi, keadilan, dan supremasi hukum”. Pada hakikatnya demokrasi adalah kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan. Prinsip demokrasi harus disertai dengan menghargai hak asasi manusia serta menjamin hak-hak minoritas. Demokrasi harus bersendikan pada hukum dan penghormatan terhadap supremasi hukum.
4. Landasan Pers di Indonesia Menurut keputusan Dewan Pers Nomor 79/XIV/1974 pada tanggal 1 Desember 1974
yang ditandatangani oleh Menteri Pendidikan yaitu Mashuri
S.H, pers nasional berpijak kepada enam landasan, yakni:
45
a. Landasan Idiil Landasan idiil adalah Pancasila. Artinya, selama ideologi negara tidak diganti, suka atau tidak suka, pers nasional harus tetap merujuk kepada Pancasila sebagai ideologi nasional, dasar negara, falsafah hidup bangsa, sumber tata nilai, dan sumber segala hukum. Di negara manapun, pers sangat dipengaruhi dan sangat bergantung pada ideologi serta sistem politik yang di anut negara bersangkutan. Negara monarki, lahir dan berkembang pers monarki. Negara liberal, lahir dan berkembang pers kapitalistik. b. Landasan Konstitusional Merujuk kepada Undang-Undang Dasar 1945 dan ketetapan-ketetapan Majelis
Perusyawaratan
Rakyat
(MPR)
yang
mengatur
tentang
kebebasan berserikat, berkumpul, dan kebebasan menyatakan pikiran, pendapat baik lisan maupun tulisan. Pers nasional harus memiliki pijakan konstitusional agar tidak kehilangan kendali serta jati diri dalam kompetisi era global. c. Landasan Yuridis Formal 1) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 Tentang Pers. Pedoman bagi insan Pers dalam menjalankan profesinya adalah Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 Tentang Pers dan Kode Etik Jurnalistik. Bulan September tahun 1999, pemerintah Indonesia mensahkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 40 Tahun 1999 Tentang Pers. Tujuan diundangkannya Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 Tentang Pers ini adalah bahwa dalam kehidupan bermasyarakat,
46
berbangsa,
dan
bernegara
yang
demokratis,
kemerdekaan
menyatakan pikiran dan pendapat sesuai dengan hati nurani dan hak memperoleh informasi, merupakan hak asasi manusia yang sangat hakiki, yang diperlukan untuk menegakkan keadilan dan kebenaran, memajukan kesejateraan umum, dan mencerdaskan kehidupan bangsa. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 40 Tahun 1999 Tentang Pers terdiri dari 21 pasal. Pada bab pertama berisi tentang ketentuan umum yang memuat pengertian pers, perusahaan pers, berita,
kantor
wartawan, organisasi pers, pers nasional, pers asing,
penyensoran, pembredelan atau pelarangan penyiaran, hak tolak, hak jawab, kewajiban koreksi, dan kode etik jurnalistik. Bab kedua meliputi asas, fungsi, hak, kewajiban dan peranan pers. Bab ketiga berisi
peraturan
tentang
wartawan.
Bab
keempat
mengenai
perusahaan pers. Bab kelima meliputi dewan pers. Bab keenam tentang pers asing. Bab ketujuh mengenai peran serta masyarakat. Bab kedelapan meliputi ketentuan pidana. Ketentuan peralihan pada bab sembilan dan bab sepuluh berisi ketentuan penutup. 2) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 Tentang Penyiaran. Siaran yang dipancarkan dan diterima secara bersamaan, serentak dan bebas, memiliki pengaruh yang besar dalam pembentukan pendapat, sikap, dan perilaku khalayak, maka Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 Tentang Penyiaran mengatur segala kegiatan siaran di dalam media elektronik. Kemerdekaan menyampaikan pendapat dan memperoleh informasi melalui penyiaran sebagai
47
perwujudan hak asasi manusia dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, dilaksanakan secara bertanggung jawab, selaras
dan
seimbang
antara
kebebasan
dan
kesetaraan
menggunakan hak berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. d. Landasan Strategis Operasional Mengacu kepada kebijakan redaksional media pers masing-masing secara internal yang berdampak kepada kepentingan sosial dan nasioanal. Setiap penerbitan pers harus memiliki garis haluan manajerial berkaitan erat dengan filosofis, visi, orientasi, kebijakan dan kepentingan komersial. Garis haluan redaksional mengatur tentang kebijakan pemberitaan atau sesuatu yang menyangkut materi isi serta kemasan penerbitan media pers. e. Landasan Sosiologis Kultural Berpijak pada tata nilai dan norma sosial budaya agama yang berlaju dan sekaligus dijunjung tinggi oleh masyarakat bangsa indonesia. Pers Indonesia adalah pers nasional yang sarat dimuati nilai serta tanggung jawab. Pers Indonesia bukanlah pers liberal. Segala sikap dan perilakunya pers nasional dipengaruhi dan dipagari nila-nilai kultural. f. Landasan Etis Profesional Setiap organisasi pers harus memiliki kode etik. Secara teknis, beberapa organisasi pers bisa saja sepakat untuk hanya menginduk kepada satu kode etik. Secara filosofis setiap organisasi pers harus menyatakan terkait dan tunduk kepada ketentuan kode etik. Setiap
48
organisasi pers dapat memiliki kode etik sendiri dan menyepakati kode etik bersama. Pers dalam menjalankan kegiatan jurnalistiknya memiliki 3 (tiga) hak seperti yang tercantum dalam Pasal 1 angka 10-12 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 Tentang Pers, yaitu: a. Hak Tolak Hak wartawan karena profesinya, untuk menolak mengungkapkan nama dan
atau
identitas
lainnya
dari
sumber
berita
yang
harus
dirahasiakannya. b. Hak jawab Hak seseorang atau sekelompok orang untuk memberikan tanggapan atau sanggahan terhadap pemberitaan berupa fakta yang merugikan nama baiknya. c. Hak Koreksi Hak setiap orang untuk mengoreksi atau membetulkan kekeliruan informasi yang diberitakan oleh pers, baik tentang dirinya maupun tentang orang lain. Pasal 4 ayat (4) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 Tentang Pers menyatakan bahwa : “Dalam
mempertanggungjawabkan
pemberitaan
di
depan
hukum,
wartawan mempunyai hak tolak”. Tujuan dari hak tolak tercantum dalam Penjelasan Pasal 4 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 Tentang Pers yang menerangkan tiga hal yaitu :
49
a. Tujuan Utama Hak Tolak Tujuan utama hak tolak adalah agar wartawan dapat melindungi sumber informasi, dengan cara menolak menyebutkan identitas sumber informasi. Hak tersebut dapat digunakan jika wartawan dimintai keterangan oleh pejabat penyidik dan atau diminta menjadi saksi di pengadilan. b. Kegunaan Hak Tolak Hak tolak dapat digunakan jika wartawan dimintai keterangan oleh pejabat penyidik dan atau diminta menjadi saksi di pengadilan. c. Pembatalan Hak Tolak Hak Tolak dapat dibatalkan demi kepentingan dan keselamatan negara atau ketertiban umum yang dinyatakan oleh pengadilan. Seorang wartawan mempunyai tugas pokok sebagai peliput, penyusun berita, dan menyebarkan berita. Menjadi wartawan seseorang harus memiliki kualifikasi sebagai berikut: menguasai teknik jurnalistik, yaitu skill meliput dan menulis berita, feature dan tulisan opini; menguasai liputan (beat), serta mampu menguasai dan menaati Kode Etik Jurnalistik. Kode Etik Jurnalistik menjamin kemerdekaan pers dan memenuhi hak publik
untuk
memperoleh
informasi
yang
benar.
Wartawan
Indonesia
memerlukan landasan moral dan etika profesi sebagai pedoman operasional dalam
menjaga
kepercayaan
publik
dan
menegakkan
integritas
serta
profesionalisme. Atas dasar itu, wartawan Indonesia menetapkan dan menaati Kode Etik Jurnalistik. Pasal 1 ayat (14) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers, menyatakan bahwa:
50
“Kode Etik Jurnalistik adalah himpunan etika profesi kewartawanan.” Hak tolak dicantumkan dalam Pasal 5 dan Pasal 7 Kode Etik Jurnalistik. Pasal 5 Kode Etik Jurnalistik menyatakan bahwa : “Wartawan Indonesia tidak menyebutkan dan menyiarkan identitas korban kejahatan susila dan tidak menyebutkan identitas anak yang menjadi pelaku kejahatan”. Penjelasan Pasal 5 Kode Etik Jurnalistik menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan Identitas adalah semua data dan informasi yang menyangkut diri seseorang yang memudahkan orang lain untuk melacak. Anak adalah seorang yang berusia kurang dari 16 tahun dan belum menikah. Pasal 7 Kode Etik Jurnalistik menyatakan bahwa : “Wartawan Indonesia memiliki hak tolak untuk melindungi narasumber yang
tidak
bersedia
diketahui
identitas
maupun
keberadaannya,
menghargai ketentuan embargo, informasi latar belakang, dan off the record sesuai dengan kesepakatan”. Penjelasan Pasal 7 Kode Etik Jurnalistik menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan Embargo adalah penundaan pemuatan atau penyiaran berita sesuai dengan permintaan narasumber. Informasi latar belakang adalah segala informasi atau data dari narasumber yang disiarkan atau diberitakan tanpa menyebutkan narasumbernya. Off the record adalah segala informasi atau data dari narasumber yang tidak boleh disiarkan atau diberitakan. Pasal 9 Kode Etik Jurnalistik, menyatakan bahwa: “Wartawan Indonesia menghormati hak narasumber tentang kehidupan pribadinya, kecuali untuk kepentingan publik.”
51
Pers
dalam
menyiarkan
pemberitaannya
harus
menghormati
hak
narasumber, yaitu dengan sikap menahan diri dan berhati-hati. Pers harus memegang prinsip bahwa kehidupan pribadi adalah segala segi kehidupan seseorang dan keluarganya selain yang terkait dengan kepentingan publik. Terkait dengan investigasi yang dilakukan oleh insan pers dalam acara berita kriminal, pengertian Investigasi adalah upaya penelitian, penyelidikan, pengusutan, pencarian, pemeriksaan dan pengumpulan data, informasi, dan temuan lainnya untuk mengetahui atau membuktikan kebenaran atau bahkan kesalahan sebuah fakta yang kemudian menyajikan kesimpulan atas rangkaian temuan dan susunan kejadian.46 Istilah investigasi berasal dari bahasa Inggris investigation yang berarti penyelidikan. Investigasi hanyalah varian dari teknik jurnalistik. Kalangan Reporter media massa menyebut teknik tersebut dengan istilah Investigative Reporting (IR) atau Reportase Investigasi. Reportase investigasi adalah sebuah jenis reportase di mana si wartawan berhasil menunjukkan siapa yang salah, siapa yang melakukan pelanggaran hukum, yang seharusnya jadi terdakwa, dalam suatu kejahatan publik yang sebelumnya dirahasiakan47.
IR relatif lebih mampu memaparkan persoalan
ataupun kasus secara lebih detail dibandingkan dengan teknik jurnalistik lainnya. Kelahiran Investigative Reporting (IR) memang dilatar belakangi oleh kasus mengenaskan yang menimpa seorang Wartawan yaitu Donald Bolles seorang Wartawan Arizona Report yang meninggal dunia akibat ledakan bom mobil miliknya48.
46
PPKJATIM, Spesialis Penanganan Masalah KMN yang dimuat dalam situs PPK Jawa Timur, http://ppkjatim.atspace.com/, Diakses tanggal 18 April 2010, Pukul 15.07 WIB. 47 Redha Herdianto, Investigative Reporting, http://www.herdianto.web.id, Diakses Tanggal 15 Juni 2010, Pukul 16.00 WIB. 48 Sumanto, Investigative Reporting, Wawancara dan Teknik Pengoperasiannya, http://penaonline.wordpress.com/2007/12/23, Diakses 18 juni 2010, pukul 11.00 WIB.
52
Peristiwa tragis itu terjadi pada tahun 1976 pada saat sang Wartawan menunaikan tugas profesinya. Diketahui bahwa si pemasang bom itu adalah pihak yang merasa dirugikan oleh pemberitaannya tentang hubungan antara kejahatan terorganisir dengan pacuan anjing di Arizona, Amerika Serikat (AS). Kematian Donald Bolles itulah
yang
kemudian mendorong tumbuhnya
Investigative Reporting and Editors Inc. (IRE). Penyelidikan adalah serangkaian tindakan penyelidik untuk mencari dan menemukan suatu peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana guna menentukan dapat atau tidaknya dilakukan penyidikan menurut cara yang diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana. Pihak yang berwenang untuk melakukan penyelidikan hanya pejabat Kepolisian Negara Republik Indonesia, tidak dibenarkan adanya campur tangan dari instansi dan pejabat lain sebagaimana tercantum dalam Pasal 1 angka 10 UndangUndang Nomor 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia menyatakan bahwa : “Penyidik adalah pejabat Kepolisian Negara Republik Indonesia yang diberi wewenang oleh undang-undang untuk melakukan penyidikan”. Pasal 1 angka 3 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia menyatakan bahwa : “Pejabat Kepolisian Negara Republik Indonesia adalah anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia yang berdasarkan undang-undang memiliki wewenang umum Kepolisian”. Kepolisian seperti yang dinyatakan dalam Pasal 1 angka 3 UndangUndang Kepolisian Negara Republik Indonesia adalah segala hal ihwal yang
53
berkaitan dengan fungsi dan lembaga polisi seusai dengan peraturan perundangundangan. Penyidikan menurut cara yang diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana terdapat dalam Pasal 1 angka 1 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana Nomor 8 Tahun 1981, yaitu : “Penyidik adalah pejabat polisi Negara Republik Indonesia atau pejabat pegawai negeri sipil tertentu yang diberi wewenang khusus oleh undangundang untuk melakukan penyidikan.” Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana memberi definisi penyidikan sebagai serangkaian tindakan penyidik dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tentang tindak pidana yang terjadi dan guna menemukan tersangkanya. Pasal 106 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) menyatakan bahwa : “Penyidik yang mengetahui, menerima laporan atau pengaduan tentang terjadinya suatu peristiwa yang patut diduga merupakan tindak pidana wajib segera melakukan tindakan penyidikan yang diperlukan.” Penyidik wajib segera melakukan tindakan penyidikan apabila penyidik menerima laporan tentang adanya suatu peristiwa tindak pidana.
C. Ruang Lingkup Media Elektronik 1. Pengertian Media Elektronik Menurut
kamus
Bahasa
Indonesia,
media
adalah
sarana
yang
dipergunakan oleh komunikator sebagai saluran untuk menyampaikan suatu pesan kepada komunikan, apabila komunikan jauh tempatnya atau banyak
54
jumlahnya
atau
kedua-duanya.49 Media
massa
adalah
sarana
yang
mentransmisikan pesan-pesan yang identik kepada sejumlah besar orang yang secara fisik berpencaran. Media dapat di kategorikan dalam beberapa hal yaitu50: a. Media Antar Pribadi Media ini berbentuk surat, telepon, ataupun kurir yang mengantarkan informasi tersebut. b. Media Kelompok Media kelompok merupakan sarana untuk menemukan orang-orang dalam kelompok untuk saling berinteraksi. Media ini bisa berupa seminar, konferensi serta rapat-rapat tradisional. c. Media Publik Media yang mempertemukan banyak orang atau massa yang berinteraksi langsung. Media ini bisa berupa rapat akbar, dialog publik dan kampanye. d. Media Massa. Media massa memainkan peran untuk menyampaikan informasi pada orang atau massa yang tersebar tidak diketahui dimana meraka berada. Media ini berupa surat kabar, film, televisi, dan radio. Media ini bersifat melembaga, satu arah, meluas dan serempak, memakai alat, dan terbuka. Media melahirkan informasi yang diterma oleh orang atau kelompok. Informasi merupakan sesuatu yang bernilai dan bermanfaat yang berbentuk tulisan maupun rangkaian kata-kata serta menginterpretasikan sesuau hal. 49
Onong Uchjana Effendy, Kamus Komunikasi, Mandar Maju, Bandung, 1989, Hlm. 30. Media Kita, Komunikasi dalam Organisasi, http://www.batan.go.id/mediakita, Diakses Tanggal 24 Mei 2010, Pukul 20.15WIB. 50
55
Media Elektronik adalah media yang proses bekerjanya berdasar pada prinsip elektronik dan elektromagnetis, contohnya51: a. Televisi Televisi adalah sebuah alat penangkap siaran bergambar. Kata televisi berasal dari kata tele yang berarti jauh dan vision yaitu tampak. Televisi berarti tampak atau dapat melihat dari jarak jauh. Penemuan televisi disejajarkan dengan penemuan roda, karena penemuan ini mampu mengubah peradaban dunia. b. Radio Radio adalah nama untuk lapangan teknik arus listrik lemah yang memperhatikan transmisi (penyiaran) berita-berita dan lain-lain dengan tidak menggunakan kawat penghantar yakni tanpa menggunakan hubungan yang menghantarkan listrik atau stasiun pemancar dan stasiun penerima. c. Internet. Internet (inter-network) berasal dari bahasa Latin inter, yang berarti antara. Definisi internet adalah hubungan antar berbagai jenis komputer dan jaringan di dunia yang berbeda sistem operasi maupun aplikasinya di mana hubungan tersebut memanfaatkan kemajuan media komunikasi (telepon dan satelit) yang menggunakan protokol standar dalam berkomunikasi yaitu protokol TCP/IP. Fungsi Internet merupakan media komunikasi dan informasi modern, yang menciptakan kemungkinan komunikasi antar jaringan di seluruh dunia tanpa bergantung pada jenis komputer tersebut.
51
Wikipedia, Media elektronik, http://ms.wikipedia.org, Diakses Tanggal 16 April 2010, Pukul 20.31 WIB.
56
2. Sejarah Media Elektronik Perkembangan media elektronik diawali oleh penemuan sebuah alat cetak pada tahun 1041 oleh Bi Zheng dari Cina. Diakui secara umum sebagai pencipta keterampilan cetak-mencetak. Bi Zheng mencetak dokumen-dokumennya yang pertama dengan menggunakan cetakan huruf yang sudah dibakar dalam tanah liat dan kemudian dibentuk menjadi kalimat. Proses Bi Zheng diperbaiki oleh Wang Zhen pada tahun 1298, yang membuat huruf-hurufnya dari kayu keras dan selanjutnya mencetak buku-buku dan bahkan surat kabar52. Di Asia, cetak-mencetak sudah berlangsung sejak sekitar 100 tahun yang lalu, terutama di Cina dan Korea. Teks dan gambar diukirkan pada kepingan papan, logam atau tanah liat, kemudian acuan stempel itu diberi tinta, ditumpangi selembar kertas lalu di tekan rata. Di Eropa cara mencetak semacam itu pertama kali disempurnakan oleh Johann Gutenberg, yang hasil penyempurnaannya itu merupakan salah-satu hasil karya terbesar dalam sejarah sampai saat ini. Mesin cetak ini digunakan untuk mencetak Bible (Kitab Suci). Gutenberg menulis secara manual kitab-kitab suci tersebut sebelum menemukan mesin cetak tersebut. Kitab suci yang dihasilkan jauh lebih banyak dengan bantuan mesin cetak,. Buku-buku di Eropa disalin dengan menggunakan Manuscript sebelum adanya revolusi Gutenberg. Harga buku-buku tersebut tergolong mahal dan hanya bisa dibeli oleh orang-orang yang mampu, dengan ditemukannya mesin cetak tersebut, perkembangan ilmu dan pengetahuan saat itu semakin pesat, bahkan tidak hanya untuk bangsa Eropa saja tetapi juga sampai ke Timur Tengah. Minat baca masyarakat menjadi tinggi karena buku-buku yang dicetak
52
Yenne Bill, Seri Sekilas Mengetahui 100 Peristiwa yang Berpengaruh di dalam Sejarah Dunia, Karisma Publishing Group, Batam, 2002, Hlm. 70.
57
dalam berbagai bahasa itu. Ini akhirnya membuat gerakan kaum protestan. Sejak saat itu industri percetakan pun mulai dan terus berkembang. Abad ke-19, muncul kebutuhan sebuah sarana komunikasi langsung jarak jauh. Kebutuhan ini merupakan kebutuhan yang sangat penting untuk menunjang terciptanya komunikasi secara jelas meski berada pada tempat-tempat yang begitu jauh dari pandangan mata. Komunikasi itu harus lebih cepat dari kecepatan kapal maupun kilat. Pers dalam artian surat kabar dan majalah merupakan media tertua dari keempat jenis media massa lainnya. Film, radio, televisi adalah media yang lahir setelah surat kabar dan majalah. Menurut sejarah, surat kabar yang tertua adalah Notizie Scritte di Vinesia yang terbit pada tahun 1566. Majalah yang pertama diterbitkan adalah Gentelman’s Megazine pada tahun 1731 di London53. Kegiatan komunikasi massa sampai akhir abad ke-19 hanya dilakukan oleh surat kabar dan majalah. Surat kabar dan majalah sudah mengalami kemajuan sangat pesat sesuai dengan perkembangan teknologi yang semakin canggih. Pada mulanya surat kabar dan majalah hanya dicetak dengan tinta hitam saja, sekarang dicetak dengan banyak warna atau disebut full-colour. Teknik percetakan yang sudah semakin maju telah mengantarkan bentuk surat kabar dan majalah semakin baik dan indah. Selain dari itu, teknik penulisan isi redaksionalnya sudah semakin baik pula. Perkembangan terakhir adalah diperlukannya teknik percetakan jarak jauh. Cetak jarak jauh ini telah diterapkan oleh beberapa suratkabar besar di dunia. Surat kabar yang dulunya hanya dicetak di London, sekarang dalam waktu bersamaan juga dicetak di Hongkong. Teknik ini juga akan berlaku di Indonesia.
53
Zamris Habib, Sejarah Perkembangan Teknologi http://zamrishabib.wordpress.com, Diakses Tanggal 17 April 2010, Pukul 13.08 WIB.
Komunikasi,
58
Teknik cetak jarak jauh tentu akan memudahkan pendistribusian media cetak ke daerah, sehingga waktu pengiriman bisa dipangkas. Media selanjutnya adalah penyiaran televisi dilakukan pada tahun 1928 secara terbatas ke rumah tiga orang eksekutif General Electric, menggunakan alat yang sederhana. Penyiaran televisi secara elektrik pertama kali dilakukan pada tahun 1936 oleh British Broadcasting Coorporation. Di Jerman penyiaran TV pertama kali terjadi pada tanggal 11 Mei 1939. Stasiun televisi itu kemudian diberi nama Nipko, sebagai penghargaan terhadap Bapak Televisi yaitu Paul Nikov. Televisi mulai dapat dinikmati oleh publik Amerika Serikat (AS) pada tahun 1939, yaitu ketika berlangsungnya World’s Fair di New York, namun sempat terhenti ketika terjadi Perang Dunia II. Tahun 1946 kegiatan dalam bidang televisi di Amerika Serikat hanya terdapat beberapa buah pemancar. Jumlah studio atau pemancar televisi pun meningkat dengan hebatnya karena situasi dan kondisi yang mengizinkan serta perkembangan tekhnologi. Televisi dinikmati sebagai media massa ketika khalayak dapat menonton siaran Rapat Dewan Keamanan PBB di New York. Setiap negara telah mempunyai pemancar televisi. Melalui parabola sebagai sambungan satelit, pemirsa dapat menikmati siaran dari luar negaranya seperti yang terjadi di Indonesia. Televisi selain menyajikan aspek hiburan, juga menyiarkan berita, yang ada antaranya bersifat sosial kontrol. Televisi sebagai media massa telah menjadi salah satu kebutuhan masyarakat di rumah tangga masing-masing. Terdapat sekitar 750 stasiun televisi di negara Paman Sam saat ini. Televisi akhirnya menjadi kebutuhan hidup sehari-hari di seluruh penjuru Amerika
59
Serikat termasuk Indonesia dan merupakan kekuatan yang luar biasa dalam komunikasi massa. Lebih dari 75 juta pesawat televisi digunakan secara tetap. Televisi baru berperan selama tiga puluh tahun sebagai media massa yang muncul belakangan dibandingkan media cetak. Kotak ajaib ini lahir setelah adanya beberapa penemuan tekhnologi, seperti telepon, telegraf, fotografi (yang bergerak dan tidak bergerak) serta rekaman suara. Perkembangan mutakhir dari teknologi komunikasi adalah kemunculan internet yang merebak dengan cepat. Internet adalah sejenis media massa yang agak baru. Tahun 1972 merupakan awal kelahiran jaringan internet, yaitu dengan adanya proyek yang menghubungkan antara jaringan komunikasi pada jaringan komputer ARPANET. Proyek tersebut telah menetapkan sebuah metoda baru untuk menghubungkan berbagai macam jaringan yang berbeda yang dikenal sebagai
konsep gateway.
Pada
tahun
1973-1977,
dikembangkan
protokol TCP/IP (Transmission Control/Internetworking Protocol). Protokol ini digunakan untuk pengiriman informasi yang dikenal sebagai paket (packet). Internet baru dimanfaatkan di Indonesia pada tahun 1996. Seseorang yang mempunyai pesawat komputer dapat menyambungkannya dengan jaringan komputer lainnya lewat satelit. Perbedaannnya dengan teknologi komunikasi lainnya bahwa internet dapat dibuat oleh orang perorang, bukan hanya oleh satu lembaga yang bergerak dalam penyiaran informasi. Informasi yang dibuat seseorang dapat diketahui oleh banyak orang sepanjang orang lain tersebut mempunyai jaringan. Internet dikategorikan sebagai media massa karena dapat diakses oleh publik.
60
3. Peraturan Perundang-undangan tentang Media Elektronik Media Elektronik dalam dunia pertelevisian selalu bersinggungan dengan permasalahan penyiaran. Penyiaran diselenggarakan berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dengan asas manfaat, adil dan merata, kepastian hukum, keamanan, keberagaman, kemitraan, etika, kemandirian, kebebasan, dan tanggung jawab. Landasan hukum mengenai penyiaran dan media elektronik terdapat pada beberapa ketentuan, yaitu: a. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 Tentang Penyiaran Pengaturan tentang media elektronik yang berkaitan dengan siaran berita kriminal di televisi terdapat pada Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 Tentang Penyiaran menyatakan bahwa : “Siaran adalah pesan atau rangkaian pesan dalam bentuk suara, gambar, atau suara dan gambar atau yang berbentuk grafis, karakter, baik yang bersifat interaktif maupun tidak, yang dapat diterima melalui perangkat penerima siaran”. Pasal 1 angka 4 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 Tentang Penyiaran menjelaskan bahwa : “Penyiaran televisi adalah media komunikasi massa dengar pandang, yang menyalurkan gagasan dan informasi dalam bentuk suara dan gambar secara umum, baik terbuka maupun tertutup, berupa program yang teratur dan berkesinambungan”. Tujuan penyiaran adalah untuk memperkukuh integrasi nasional, terbinanya watak dan jati diri bangsa yang beriman dan bertakwa, mencerdaskan kehidupan bangsa, memajukan kesejahteraan umum,
61
dalam rangka membangun masyarakat yang mandiri, demokratis, adil dan sejahtera, serta menumbuhkan industri penyiaran Indonesia. Tidak lupa penyiaran diarahkan untuk menjunjung tinggi pelaksanaan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. b. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik menyebutkan bahwa : “Informasi Elektronik adalah satu atau sekumpulan data elektronik, termasuk tetapi tidak terbatas pada tulisan, suara, gambar, peta, rancangan, foto, electronic data interchange (EDI), surat elektronik (electronic mail), telegram, teleks, telecopy atau sejenisnya, huruf, tanda, angka, Kode Akses, simbol, atau perforasi yang telah diolah yang memiliki arti atau dapat dipahami oleh orang yang mampu memahaminya.”
Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik di atas menjelaskan keberadaan sistem informasi yang merupakan penerapan teknologi informasi yang berbasis jaringan telekomunikasi dan media elektronik, yang berfungsi merancang, memproses, menganalisis, menampilkan, dan mengirimkan atau menyebarkan informasi elektronik. Sistem informasi secara teknis dan fungsional adalah keterpaduan sistem antara manusia dan mesin yang mencakup komponen perangkat keras, perangkat lunak, prosedur, sumber
daya
manusia,
dan
substansi
informasi
yang
dalam
pemanfaatannya mencakup fungsi input, process, output, storage, dan communication.
62
Berkaitan dengan pemanfaatan teknologi informasi dan transaksi elektronik Pasal 3 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik menyatakan bahwa : “Pemanfaatan
Teknologi
Informasi
dan
Transaksi
Elektronik
dilaksanakan berdasarkan asas kepastian hukum, manfaat, kehatihatian, iktikad baik, dan kebebasan memilih teknologi atau netral teknologi.” Asas kepastian hukum yang dimaksud pasal di atas berarti landasan hukum bagi pemanfaatan Teknologi Informasi dan Transaksi Elektronik serta segala sesuatu yang mendukung penyelenggaraannya yang mendapatkan pengakuan hukum di dalam dan di luar pengadilan. Asas manfaat berarti asas bagi pemanfaatan Teknologi Informasi dan Transaksi Elektronik diupayakan untuk mendukung proses berinformasi sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Asas kehatihatian
berarti
landasan
bagi
memperhatikan
segenap
aspek
pihak yang
yang
bersangkutan
berpotensi
harus
mendatangkan
kerugian, baik bagi dirinya maupun bagi pihak lain dalam pemanfaatan Teknologi Informasi dan Transaksi Elektronik dan asas iktikad baik berarti asas yang digunakan para pihak dalam melakukan Transaksi Elektronik tidak bertujuan untuk secara sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum mengakibatkan kerugian bagi pihak lain tanpa sepengetahuan pihak lain tersebut. Asas kebebasan memilih teknologi atau netral teknologi berarti asas pemanfaatan Teknologi Informasi dan Transaksi Elektronik tidak terfokus pada penggunaan teknologi tertentu sehingga dapat mengikuti perkembangan pada masa yang akan datang.
63
Dasar pembuktian tercantum dalam Pasal 5 ayat (1) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik menyebutkan bahwa : “Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dan/atau hasil cetaknya merupakan alat bukti hukum yang sah”. Selama ini bentuk tertulis identik dengan informasi dan/atau dokumen yang tertuang di atas kertas semata, padahal pada hakikatnya informasi dan/atau dokumen dapat dituangkan ke dalam media apa saja, termasuk media elektronik. Dalam lingkup Sistem Elektronik, informasi yang asli dengan salinannya tidak relevan lagi untuk dibedakan sebab Sistem Elektronik pada dasarnya beroperasi dengan cara penggandaan yang mengakibatkan informasi yang asli tidak dapat dibedakan lagi dari salinannya.