BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Respon Respon merupakan suatu tingkah laku atau sikap yang berwujud baik sebelum pemahaman yang mendetail, penilaian, pengaruh, penolakan, suka atau tidak serta pemanfaatan pada suatu fenomena. Selain itu menurut Diryl Beum respon diartikan sebagai tingkah laku balas atau sikap yang menjadi tingkah laku atau adu kuat (Adi, 1994: 105). Respon juga diartikan sebagai suatu proses pengorganisasian rangsang dimana rangsanganrangsangan prosimal diorganisasikan sedemikian rupa sehingga terjadi representasi fenomenal dari rangsangan-rangsangan proksimal tertentu (Adi, 1994; 105). Respon pada prosesnya didahului oleh sikap seseorang, karena sikap merupakan kecenderungan atau kesediaan seseorang untuk bertingkah laku kalau ia menghadapi suatu rangsangan tertentu. Jadi bicara mengenai respon tidak terlepas pembahasan dengan sikap. Dengan melihat sikap seseorang atau sekelompok orang terhadap sesuatu maka akan diketahui bagaimana respon mereka terhadap kondisi tersebut. Sikap merupakan organisasi pendapat, keyakinan seseorang mengenai objek atau situasi yang relatif disertai dengan adanya perasaan tertentu, dan memberikan dasar kepada orang tertentu untuk membuat respon atau berperilaku dalam cara yang tertentu yang dipilihnya. Adapun ciri-ciri sikap adalah sebagai berikut:
xxiv
a. Sikap selalu menggambarkan hubungan antara subjek dengan objek, tidak ada sikap yang tanpa objek, dimana objek ini bisa berupa benda, orang, ideologi, nilai-nilai sosial, lembaga masyarakat. b. Sikap tidak dibawa sejak lahir, tetapi dipelajari dan dibentuk berdasarkan pengalaman dan latihan. c. Karena sikap dapat dipelajari maka sikap dapat berubah-ubah walaupun relatif sulit. d. Sikap tidak menghilang walaupun kebutuhan yang diingini sudah terpenuhi. e. Sikap tidak hanya satu macam saja melainkan sangat beragam sesuai dengan objek yang menjadi pusat perhatiannya. f.
Dalam sikap tersangkut juga motivasi dan perasaan, hal inilah yang membedakannya dari pengetahuan (Adi, 1994: 179). Perubahan sikap dapat menggambarkan bagaimana repon seseorang atau sekelompok orang
terhadap objek-objek tertentu seperti perubahan lingkungan atau situasi lain. Dimana sikap yang muncul mungkin positif yakni cenderung menyenangi, mendekati dan mengharapkan suatu objek, seseorang disebut mempunyai respon positif dilihat dari tahap kognisi, afeksi, dan psikomotorik. Sebaliknya seseorang mempunyai respon negatif apabila informasi yang didengarkan atau perubahan suatu objek tidak mempengaruhi tindakan atau malah menghindari atau membenci objek tertentu.
Menurut Allport, pada hakekatnya sikap merupakan suatu interelasi dari berbagai komponen. Komponen tersebut ada 3, yakni :
1. Kompoen kognitif Komponen kognitif yakni komponen yang tersusun atas dasar pengetahuan atau informasi yang dimiliki seseorang tentang objek sikapnya. Dari pengetahuan ini kemudian akan terbentuk suatu keyakinan tertentu tentang objek sikap tersebut. xxv
2. Komponen afektif Komponen afektif yaitu yang berhubungan dengan rasa senang dan tidak senang. Komponen ini bersifat evaluatif yang berhubungan erat dengan nilai- nilai kebudayaan atau sistem nilai yang dimilki. 3. Komponen konatif Komponen konatif adalah kesiapan seseorang untuk bertingkah laku yang berhubungan dengan objek sikap (Adi, 1994: 179).
Menurut Hunt (dalam Adi,1994; 129) orang dewasa mempunyai sejumlah unit untuk memproses informasi-informasi. Unit-unit ini dibuat khusus untuk mengenai representasi fenomenal dari kejadian di luar yang ada dalam individu. Lingkungan internal ini dapat digunakan untuk memperkirakan peristiwaperistiwa yang terjadi di luar, proses yang berlangsung secara rutin inilah yang disebut dengan respon. Bila berbicara dengan respon tidak lepas juga dari persepsi. Persepsi menurut Mc Mahon adalah proses menginterpresentasikan rangsangan (input) dengan menggunakan alat penerima informasi (sensori information). Sedangkan menurut Morgan, King dan Robinson menunjukkan bagian kita melihat, mendengar, merasakan, mencium dunia sekitar kita, dengan kata lain perspsi dapat juga didefenisikan sebagai gejala suatu yang dialami manusia. Berdasarkan uraian di atas, William James menyatakan bahwa persepsi terbentuk atas dasar data yang kita peroleh dari lingkungan yang diserap oleh indera kita, serta sebagian yang lainnya. Doperolehnya dari pengelolaan ingatan (memory) kemudian diolah kembali berdasarkan pengalaman yang kita miliki (Adi, 1994: 179). Jadi yang dimaksud dengan persepsi adalah suatu proses kognitif yang yang dialami oleh setiap orang didalam memahami informasi tentang lingkungan baik lewat pengihatan, pendengaran, penghayatan, perasaan dan penerimaan. Persepsi merupakan suatu penafsiran yang unik terhadap situasi dan bukan suatu pencatatan yang benar. xxvi
Fenomena lain yang terkait dengan penginderaan adalah ilusi. Ilusi muncul akibat keterbatasan kemampuan indera kita, dan ilusi bukanlah suatu tipuan ataupun persepsi yang salah. Fenomena lain yang terpenting dengan persepsi adalah atensi. Atensi adalah suatu proses penyeleksian input yang diproses dalam kaitan dengan pengalaman. Oleh karena itu atensi ini menjadi yang terpenting dalam proses persepsi. Sedangkan atensi itu banyak mendasarkan diri pada proses yang disebut filtering atau proses untuk menyaring informasi yang ada pada lingkungan. Hal-hal yang mempengaruhi atensi seseorang dapat dilihat dari faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal yang mempengaruhi atensi adalah: 1. Motif dan Kebutuhan. 2. Prepator set, yaitu kesiapan seseorang untuk merespon terhadap suatu input sensori tertentu tetapi tidak pada input yang lain. 3. Minat (interest)
Sedangkan faktor eksternal yang memepengaruhi atensi adalah: 1. Intensitas dan ukuran, misalnya makin keras suatu bunyi maka akan semakin menarik perhatian banyak orang. 2. Kontras dengan hal-hal yang baru. 3. Pengulangan. 4. Pergerakan (Adi, 1994: 107). Selain Sikap dan Persepsi, partisipasi menjadi hal yang sangat penting, bahkan mutlak diperlukan untuk mengukur respon. Pendekatan partisipasi bertumpu pada kekuatan masyarakat untuk secara aktif berperan serta (ikut serta) dalam proses pembangunan secara menyeluruh.
xxvii
Partisipasi aktif masyarakat dalam pelaksanaan program pembangunan memerlukan kesadaran, minat dan kepentingan yang sama. Strategi yang biasa diterapkan adalah melalui strategi penyadaran. Untuk berhasilnya program pembangunan desa tersebut, warga masyarakat dituntun untuk ikut serta terlibat tidak hanya pada aspek kognitif dan praktis tetapi juga ada keterlibatan emosional terhadap program tersebut. Hal ini diharapkan dapat memberikan kekuatan dan perasaan unutk ikut serta dalam gerakan perubahan yang mencakup seluruh bangsa. Partisipasi saja tidak cukup sebagai strategi dalam program pengembangan masyarakat, tetapi juga hasil yang diharapkan dari program pembangunan masyarakat, kita juga dapat memperoleh keuntungan-keuntungan yang lain, yaitu: 1. Mampu merangsang timbulnya swadaya masyarakat, yang merupakan dukungan penting bagi pembangunan. 2. Dapat meningkatkan motivasi dan keterampilan masyrakat dalam membangun. pelaksanaan pembangunan semakin sesuai dengan aspirasi dan kebutuhan masyarakat. 3. Jangkauan pembangunan menjadi lebih luas, meskipun dengan dana yang terbatas. 4. Tidak menciptakan ketergantungan masyarakat terhadap pemerintah (Adi, 1994: 107).
2.2 Masyarakat 2.2.1 Pengertian Masyarakat Masyarakat berasal dari akar kata arab yaitu syaraka yang berarti “ikut serta, berpartisipasi” dimana masyarakat adalah kesatuan hidup manusia yang berinteraksi menurut suatu sistem adat istiadat tertentu yang bersifat kontiniu, dan yang terikat oleh suatu rasa identitas bersama (Sunarto, 2000: 56).
xxviii
Menurut Talcott Parsons Masyarakat adalah Suatu sistem sosial yang swasembada melebihi masa hidup individu normal, dan merekrut anggota secara reproduksi biologis serta melakukan sosialisasi terhadap generasi berikutnya (Sunarto, 2000: 56). Dari defenisi di atas dapat dikemukakan empat kriteria yang perlu dipenuhi agar suatu kelompok dapat disebut masyarakat: 1. Kemampuan bertahan melebihi masa hidup seorang individu. 2. Rekrutmen seluruh atau sebagian anggota melalui reproduksi. 3. Kesetiaan pada suatu “sistem tindakan utama bersama”. 4. Adanya sistem tindakan utama yang bersifat “swasembada” (Sunarto, 2000: 56). 2.2.2 Asal Masyarakat Bermacam-macam penyelidikan dijalankan, untuk mendapatkan jawaban tentang asal masyarakat, tetapi tidak satu pun yang dapat ditegaskan benar semua pendapat hanya merupakan kira-kira dan pandangan saja. Antara lain orang berkesimpulan bahwa manusia tidak dapat hidup seorang diri, hidup dalam gua di pulau sunyi umpamanya selalu ia akan tertarik kepada hidup bersama dalam masyarakat, karena: a. Hasrat yang berdasarkan naluri (kehendak di luar pengawasan akal) untuk memelihara keturunan, untuk mempunyai anak, kehendak akan memaksa ia mencari istri hingga masyarakat keluarga terbentuk. b. Kelemahan manusia selalu terdesak untuk mencari kekuatan bersama, yang terdapat dalam berserikat dengan orang lain, sehingga terlindung bersama-sama dan dapat pula mengejar kebutuhan sehari-hari dengan tenaga bersama. c. Aristoteles berpendapat, bahwa manusia ini adalah zoon politikon, yaitu mahkluk sosial yang hanya menyukai hidup berkelompok atau sedikitnya mencari teman untuk hidup bersama lebih suka dari pada hidup sendiri. xxix
d. Bergson berpendapat bahwa manusia ini hidup bersama bukan karena oleh persamaan melainkan oleh karena perbedaan yang terdapat dalam sifat, kedudukan dan sebagainya (Sunarto, 2000: 56).
2.3 Kemiskinan 2.3.1 Pengertian Kemiskinan Menurut Jhon Friedman (dalam Sismudjito, 136:2004) kemiskinan adalah ketidaksamaan kesempatan untuk mengakumulasikan basis kekuatan sosial. Basis kekuasaan sosial yang dimaksud meliputi (tidak terbatas pada) modal yang produktif atau asset (misalnya tanah, perumahan, peralatan dan kesehatan) sumber-sumber keuangan (pendapatan dan kredit yang memadai), organisasi sosial politik yang dapat digunakan untuk mencapai kepentingan bersama (partai politik, koperasi, jaringan kerja untuk memperoleh pekerjaan, barang-barang, pengetahuan dan keterampilan yang memadai dan informasi yang berguna untuk memajukan kehidupan). Apabila pendapat yang dikemukakan oleh Jhon Friedmann dirujuk dengan pendapat lain dalam derajat yang minimal, akan terdapat titik temu yang signifikan. Oleh karena itu Andre Bayo Ala (dalam Sismudjito, 136:2004) mengemukakan bahwa kemiskinan itu adalah jurang pemisah antara nilai-nilai utama yang diakumulasikan dengan pemenuhan kebutuhan akan nilai-nilai tersebut secara layak.
2.3.2 Jenis-jenis Kemiskinan a. Kemiskinan absolut, yaitu keadaan miskin yang diakibatkan oleh ketidakmampuan seseorang atau sekelompok orang dalam memenuhi kebutuhan pokoknya, seperti untuk makan, pakaian, pendidikan, kesehatan, dan lain-lain. Biasanya diukur dengan garis kemiskinan, baik yang berupa indikator tunggal maupun pendapatan dan pengeluaran atau kebutuhan dasar.
xxx
b. Kemiskinan relatif: keadaan miskin yang dialami individu atau kelompok dibandingkan dengan kondisi umum suatu masyarakat. Seseorang yang memiliki pendapatan rendah akan dihitung perkapita. c. Kemiskinan kultural: yaitu kemiskinan yang mengaju pada sikap, gaya hidup, nilai dan orientasi sosial budaya seseorang atau masyarakat yang masi sejalan dengan etos kemajuan (modernisasi). Sikap malas atau tidak memiliki prestasi, berorientasi ke masa lalu, tidak memiliki jiwa wirausaha adalah beberapa karakteristik yang menandai kemiskinan cultural. d. kemiskinan struktural: kemiskinan yang diakibatkan oleh ketidakberesan atau ketidakadilan struktur, baik struktur politik, sosial, maupun ekonomi yang tidak memungkinkan seseorang atau sekelompok orang menjangkau sumber-sumber kehidupan yang sebenarnya tersedia bagi mereka (Suharto, 1997: 74-75)
2.4 Kesejahteraan Sosial 2.4.1 Pengertian Kesejahteraan Sosial Menurut Segel dan Bruzy, “Kesejahteraan sosial adalah kondisi sejahtera dari suatu masyarakat. Kesejahteraan sosial meliputi kesehatan, keadaan ekonomi, kebahagiaan, dan kualitas hidup rakyat, atau suatu keadaan sejahtera secara sosial tersusun dari tiga unsur sebagai berikut. Pertama, setinggi apa masalah-masalah sosial dikendalikan; Kedua, seluas apa kebutuhan-kebutuhan dipenuhi dan; Ketiga, setinggi apa kesempatan-kesempatan untuk maju tersedia. Tiga unsur ini berlaku bagi individu-individu, keluarga-keluarga, komunitas-komunitas, dan bahkan seluruh masyarakat.
Kesejahteraan sosial mencakup penyediaan pertolongan dan proses-proses yang secara langsung berkenaan dengan penyembuhan dan pencegahan masalah-masalah sosial, pengembangan sumber daya manusia, dan perbaikan kualitas hidup itu meliputi pelayanan-pelayanan sosial bagi individu-individu dan xxxi
keluarga-keluarga
juga
usaha-usaha
untuk
memperkuat
atau
memperbaiki
lembaga-lembaga
(blogs.unpad.ac.id/ 06/10/1020). Kesejahteraan sosial sebagai suatu kondisi yang dapat dari rumusan Undang-Undang No.11 Tahun 2009 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kesejahteraan Sosial. Perlindungan dan kesejahteraan sosial merupakan hal-hal yang berkaitan dengan keterlantaran baik anak maupun lanjut usia, kecacatan, ketunasusilaan, bencana alam dan bencana sosial. Hal ini sesuai dengan yang diamanatkan oleh Pasal 28H ayat (1), (2) dan (3) perubahan kedua dan pasal 34 ayat (1)dan (2) perubahan keempat UUD 1945. Menurut catatan Departemen Sosial, pada tahun 2003 jumlah anak terlantar sekitar 4,12 juta jiwa dan jumlah oenyandang cacat tercatat 1.66 juta jiwa, serta jumlah fakir miskin yang ditangani berjumlah sekitar 14,53 juta jiwa. Penenganan penyandang masalah kesejahteraan sosial (PMKS) khususnya fakir miskin apabila dilakukan tidak tepat akan berakibat pada kesenjangna sosial yang semakin meluas, dan berdampak pada lemahnya ketahanan sosial masyarakat, serta dapat mendorong terjadinya konflik sosial, terutama bagi kelompok masyarakat yang tinggal di daerah terpencil dan perbatasan (Republik Indonesia).
2.4.2 Kebijakan Pemerintah Dalam Menanggulangi Kemiskinan Kebijakan menyangkut pada segala sisi dan aspek dari pemerintahan, baik bidang ekonomi, politik, hukum, pembangunan, dan lain-lain. Adanya kebijakan ini tak lain adalah agar dapat memajukan tingkat kesejahteraan masyarakat di suatu negara. Kebijakan sosial adalah suatu aspek dan objek kajian yang memiliki ruang lingkup luas dan global. Peran pekerja sosial dalam menghadapi fenomena perkembangan suatu negara sangat diperlukan dan peran serta aktif pula dalam bekerjasama dengan instansi pemerintah yang memang memiliki otoritas dan peranan dalam melakukan suatu kebijakan.
xxxii
Seperti yang terdapat dalam definisi di atas, kebijakan sosial berfungsi melakukan suatu kesejahteraan bagi penduduk di suatu negara. Pekerja sosial sebagai tenaga yang sangat dibutuhkan kontribusinya dapat pula berfungsi dengan berperan serta aktif ikut menentukan dan membuat perancangan kebijakan sosial strategis tidak hanya dalam lingkup lokal melainkan dalam matra global. Pekerja sosial haruslah aktif dalam merespon situasi perubahan dan perkembangan kondisi global, sehingga dapat bersama dengan pemerintah melakukan rancangan yang efektif dalam mensejahterakan masyarakat. Pemerintah dapat mempengaruhi kesejahteraan masyarakat melalui kebijakan yang telah disuun dan diterapkan, Ketiga langkah tersebut adalah : 1. Mereka (pemerintah) membuat kebijakan yang bersifat spesifik dengan maksud untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Contoh: pemerintah mungkin saja mencoba memperbaiki kondisi sosial penduduknya dengan memperkenalkan bentuk program kebijakan yang baru. 2. Pemerintah mempengaruhi kesejahteraan sosial melalui kebijakan sosial dengan melihatnya dari sisi ekonomi, lingkungan, atau kebijakan lainnya. Walaupun begitu mereka memiliki perhatian terhadap suatu kondisi sosial. Contoh : kebijakan sosial dengan menambah hubungan relasi perdagangan atau mengundang investor dari negara lain lalu menciptakan lapangan pekerjaan baru dan membangkitkan pemasukan yang akan mempengaruhi kesejahteraan masyarakat dengan melihat tumbuh suburnya jumlah investor perdagangan, dan lain-lain. 3. Kebijakan sosial pemerintah yang mempengaruhi kesejahteraan masyarakat secara tidak terduga dan tidak diharapkan. Suatu kebijakan terfokus pada salah satu grup tetapi pada kenyataanya justru
mendatangkan
keuntungan
yang
(Wordpress.com/2007/12/12).
xxxiii
tidak
terduga
pada
aspek
yang
lain
2.4.3 Pelayanan Sosial Pelayanan sosial meliputi kegiatan-kegiatan atau intervensi-intervensi terhadap kasus yang muncul dan dilaksanaan secara langsung dan terorganisasi serta memiliki tujuan untuk membantu individu, kelompok, dan lingkungan sosial dalam upaya mencapai penyesuaian dan keberfungsian yang baik dalam segala bidang kehidupan di masyarakat, yang terkandung dalam pelayanan dapat dikatakan adanya kegiatan-kegiatan yang memberikan jasa kepada klien dan membantu mewujudkan tujuan-tujuan mereka. Pelayanan sosial itu sendiri merupakan suatu bentuk aktivitas yang bertujuan untuk membantu individu, kelompok, ataupun kesatuan masyarakat agar mereka mampu memenuhi kebutuhankebutuhannya, yang pada akhirnya mereka diharapkan dapat memecahkan permasalahan yang ada melalui tindakan-tindakan kerjasama ataupun melalui pemanfaatan sumber-sumber yang ada di masyarakat untuk memperbaiki kondisi kehidupannya. Pelayanan Sosial dibedakan dalam dua golongan, yakni : 1. Pelayanan–pelayanan sosial yang sangat rumit dan komprehensif sehingga sulit ditentukan identitasnya. Pelayanan ini antara lain pendidikan, bantuan sosial dalam bentuk uang oleh pemerintah, perawatan medis dan perumahan rakyat. 2. Pelayanan sosial yang jelas ruang lingkupnya dan pelayanan-pelayanannya walaupun selalu mengalami perubahan. Pelayanan ini dapat berdiri sendiri, misalnya kesejahteraan anak dan kesejahteraan keluarga, tetapi juga dapat merupakan suatu bagian dari lembaga-lembaga lainnya, misalnya pekerjaan sosial di sekolah, pekerjaan sosial medis, pekerjaan sosial dalam perumahan rakyat dan pekerjaan sosial. Pelayanan sosial dalam arti luas adalah setiap pelayanan yang dimaksudkan untuk meningkatkan kesejahteraan sosial manusia. Sedangkan dalam arti sempit ialah pelayanan yang diberikan kepada sebagian masyarakat yang kurang atau tidak beruntung (blogs.unpad.ac.id/1/10/2010).
xxxiv
Pelayanan sosial dalam arti sempit disebut juga pelayanan kesejahteraan sosial mencakup pertolongan dan perlindungan kepada golongan yang tidak beruntung, seperti pelayanan sosial bagi anak yang terlantar, keluarga miskin, cacat dan sebagainya. Beberapa tujuan dari pelayanan sosial adalah : a. Melindungi dan memulihkan kehidupan keluarga b. Membantu individu untuk mengatasi masalah-masalah yang doakibatkan oleh faktor-faktor yang berasal dari luar dinya maupun dari dalam dirinya. c. Meningkatkan proses perkembangan, yaitu membantu individu atau kelompok untuk mengembangkan atau memanfaatkan potensi-potensi yang ada dalam dirinya. d. Mengembangkan kemampuan orang untuk memahami, menjangkau dan mengusahakan pelayanan yang dibutuhkan (ripmolt078. blog/ 20/10/2009). Selain itu, pelayanan sosial memiliki fungsi mengembangkan kemampuan untuk menjangkau dan mengusahakan pelayanan yang dibutuhkan atau kemampuan untuk memahami pelayanan sosial manakah yang sesuai dengan permasalahan. Di sini terlihat keterlibatan pekerja sosial sebagai pemberi pertolongan untuk meningkatkan kemampuan penyandang masalah kesejahteraan sosial sehingga mereka mampu mengatasi masalah sendiri (ripmolt078. blog/ 20/10/2009).
2.5 Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Perdesaan 2.5.1 Pengertian Program Program adalah unsur pertama yang harus ada demi tercapainya suatu kegiatan. Di dalam program dibuat beberapa aspek, disebutkan bahwa di dalam setiap program dijelaskan mengenai: a. Tujuan kegiatan yang akan dicapai b. Kegiatan yang diambil untuk mencapai kegiatan xxxv
c. Aturan yang harus dipegang dan prosedur yang harus dilalui d. Perkiraan anggaran yang akan dibutuhkan e. Strategi pelaksanaan. Selanjutnya program dapat diartikan serangkaian tentang berbagai kegiatan yang akan dilaksanakan di masa mendatang, dimana kegiatan tersebut dimaksudkan untuk memecahkan satu atau beberapa masalah ayau mencapai satu atau beberapa tujuan. Program juga sering dimaksudkan sebagai tindakan antisipasif atas suatu keadaan yang ada ayau diperkirakan ada, sehingga keadaan tersebut tidak menimbulkan dampak yang membahayakan kehidupan manusia (Gittinger, 2005;195). Apa yang dikemukakan Gittinger merujuk pada proses manajemen pembangunan. Pengertian yang dirumuskan menunjukkan bahwa program tersebut memiliki sifat mengikat, dalam arti wajib dilakukan. Program tersebut merupakan pilihan terbaik dari berbagai alternatif yang dianggap tepat dalam memecahkan suatu masalah atau mencapai tujuan. Dengan demikian program merupakan suatu keputusan yang diambil dalam rangka memecahkan suatu masalah atau mencapai suatu tujuan. Lebih lanjut Gittinger mengemukakan bahwa menetapkan suatu program merupakan suatu alternatif terbaik untuk lebih mudah mencapai suatu tujuan atau melakukan suatu kegiatan. Dengan demikian, dalam merumuskan program setidaknya terkandung beberapa komponen berikut: a. Dipahami bagaimana kondisi yang sedang berlangsung. b. Dipahami masalah-masalah yang sedang ada dan mengancam. c. Dipahami kebutuhan-kebutuhan, kepentingan-kepentingan, keinginan-keinginan dan tujuantujuan dari kelompok sasar program. d. Tersedia data mengenai potensi, kelemahan, peluang dan tantangan internal dan eksternal. e. Ditetapkan kondisi yang diinginkan. f.
Ditetapkan target-target capaian dalam masa tertentu (Gittinger, 2005;217)
xxxvi
Apa yang ditemukan oleh Gittinger menunjukkan bahwa merumuskan suatu program merupakan keputusan dan jalan terbaik dalam mencapai sesuatu dan memecahkan suatu masalah. Dengan adanya program diharapkan kegiatan yang akan dilaksanakan akan lebih terarah, lebih terkonsentrasi, dan akan lebih efisien dan efektif. Adanya program menjadikan suatu kegiatan itu dapat dilaksanakan secara lebih sistematis. Sebaliknya, tanpa program maka setiap kegiatan tidak akan terorganisir, sehingga akan menghabiskan lebih banyak sumber daya. Kadariah mengemukakan bahwa program adalah seperangkat proyek-proyek yang terkoordinir. Sehingga proyek adalah unit terkecil dari suatu kegiatan. Dengan demikian proyek adalah bagian dari program. Dalam program berbagai kegiatan diatur dari berbagai sudut, seperti kapan dilaksankan kegiatan itu, dimana tempat kegiatan itu dilaksanakan, dan bagaimana hubungan atau kordinasi dari kegiatankegiatan atau proyek-proyek itu (Kadariah, 2007:23).
2.5.2 Latar Belakang PNPM-Mandiri Perdesaan
PNPM-MP merupakan salah satu mekanisme program pemberdayaan masyarakat yang digunakan PNPM Mandiri dalam upaya mempercepat penanggulangan kemiskinan dan perluasan kesempatan kerja di wilayah perdesaan. PNPM-MP mengadopsi sepenuhnya mekanisme dan prosedur Program Pengembangan Kecamatan (PPK) yang telah dilaksanakan sejak 1998. PNPM Mandiri sendiri dikukuhkan secara resmi oleh Presiden RI pada 30 April 2007 di Kota Palu, Sulawesi Tengah. Program pemberdayaan masyarakat ini dapat dikatakan sebagai program pemberdayaan masyarakat terbesar di tanah air. Dalam pelaksanaannya, program ini memusatkan kegiatan bagi masyarakat Indonesia paling miskin di wilayah perdesaan. Program ini menyediakan fasilitasi pemberdayaan masyarakat/ kelembagaan lokal, pendampingan, pelatihan, serta dana Bantuan xxxvii
Langsung untuk Masyarakat (BLM) kepada masyarakat secara langsung. Besaran dana BLM yang dialokasikan sebesar Rp750 juta sampai Rp3 miliar per kecamatan, tergantung jumlah penduduk. Dalam PNPM-MP, seluruh anggota masyarakat diajak terlibat dalam setiap tahapan kegiatan secara partisipatif, mulai dari proses perencanaan, pengambilan keputusan dalam penggunaan dan pengelolaan dana sesuai kebutuhan paling prioritas di desanya, sampai pada pelaksanaan kegiatan dan pelestariannya. Pelaksanaan PNPM-MP berada di bawah binaan Direktorat Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (PMD), Departemen Dalam Negeri. Program ini didukung dengan pembiayaan yang berasal dari alokasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), alokasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), dana hibah dari sejumlah lembaga pemberi bantuan dibawah koordinasi Bank Dunia.
2.5.3 Prinsip Pokok PNPM-MP
Dalam pelaksanaannya, PNPM-MP menekankan prinsip-prinsip pokok SiKOMPAK, yang terdiri dari: a. Transparansi dan Akuntabilitas. Masyarakat harus memiliki akses yang memadai terhadap segala informasi dan proses pengambilan keputusan, sehingga pengelolaan kegiatan dapat dilaksanakan secara terbuka dan dipertanggunggugatkan, baik secara moral, teknis, legalitas maupun administratif b. Desentralisasi. Kewenangan pengelolaan kegiatan pembangunan sektoral dan kewilayahan dilimpahkan kepada Pemerintah Daerah atau masyarakat, sesuai dengan kapasitasnya
xxxviii
c. Keberpihakan
pada
Orang/Masyarakat
Miskin.
Semua
kegiatan
yang
dilaksanakan
mengutamakan kepentingan dan kebutuhan masyarakat miskin dan kelompok masyarakat yang kurang beruntung d. Otonomi. Masyarakat diberi kewenangan secara mandiri untuk berpartisipasi dalam menentukan dan mengelola kegiatan pembangunan secara swakelola e. Partisipasi/ Pelibatan Masyarakat. Masyarakat terlibat secara aktif dalam setiap proses pengambilan keputusan pembangunan dan secara gotong-royong menjalankan pembangunan f.
Prioritas Usulan. Pemerintah dan masyarakat harus memprioritaskan pemenuhan kebutuhan untuk pengentasan kemiskinan, kegiatan mendesak dan bermanfaat bagi sebanyak-banyaknya masyarakat, dengan mendayagunakan secara optimal berbagai sumberdaya yang terbatas
g. Kesetaraan dan Keadilan Gender. Laki-laki dan perempuan mempunyai kesetaraan dalam perannya di setiap tahap pembangunan dan dalam menikmati secara adil manfaat kegiatan pembangunan tersebut h. Kolaborasi. Semua pihak yang berkepentingan dalam penanggulangan kemiskinan didorong untuk mewujudkan kerjasama dan sinergi antar-pemangku kepentingan dalam penanggulangan kemiskinan i.
Keberlanjutan.
Setiap
pengambilan
keputusan
harus
mempertimbangkan
kepentingan
peningkatan kesejahteraan masyarakat, tidak hanya untuk saat ini tetapi juga di masa depan, dengan tetap menjaga kelestarian lingkungan (blogcategory.id/20/09/2010).
PNPM-MP juga memiliki prinsip lainnya, yakni: a. Bertumpu pada pembangunan manusia. Setiap kegiatan diarahkan untuk meningkatkan harkat dan martabat manusia seutuhnya
xxxix
b. Demokratis. Setiap pengambilan keputusan pembangunan dilakukan secara musyawarah dan mufakat
dengan
tetap
berorientasi
pada
kepentingan
masyarakat
miskin
(blogcategory.id/20/09/2010).
2.5.4 Tujuan PNPM Mandiri Perdesaan Tujuan yang ingin dicapai dalam pelaksanaan Program PNPM Mandiri ini adalah : 1. Tujuan Umum Meningkatnya kesejahteraan dan kesempatan kerja masyarakat miskin secara
mandiri.
2. Tujuan Khusus a. Meningkatnya partisipasi seluruh masyarakat, termasuk masyarakat miskin, kelompok perempuan, komunitas adat terpencil dan kelompok masyarakat lainnya yang rentan dan sering terpinggirkan ke dalam proses pengambilan keputusan dan pengelolaan pembangunan. b. Meningkatnya kapasitas kelembagaan masyarakat yang mengakar, representatif dan akuntabel. c. Meningkatnya kapasitas pemerintah dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat, terutama masyarakat miskin melalui kebijakan, program dan penganggaran yang berpihak pada masyarakat miskin (pro-poor) d. Meningkatnya sinergi masyarakat, pemerintah daerah, swasta, asosiasi, perguruan tinggi, lembaga swadaya masyarakat, organisasi masyarakat dan kelompok perduli lainnya untuk mengefektifkan upaya-upaya penanggulangan kemiskinan. e. Meningkatnya keberadaan dan kemandirian masyarakat serta kapasitas pemerintah daerah dan kelompok perduli setempat dalam menanggulangi kemiskinan di wilayahnya. f.
Meningkatnya modal sosial masyarakat yang berkembang sesuai dengan potensi sosial dan budaya serta untuk melestarikan kearifan lokal.
xl
g. Meningkatnya inovasi dan pemanfaatan teknologi tepat guna, informasi dan komunikasi dalam pemberdayaan masyarakat (blogcategory.id/20/09/2010).
2.5.5 Cara Kerja PNPM-MP PNPM-MP dilaksanakan melalui upaya-upaya pemberdayaan dan partisipasi masyarakat di wilayah perdesaan melalui tahapan-tahapan kegiatan berikut: a. Sosialisasi dan penyebaran informasi program. Baik secara langsung melalui fórum-forum pertemuan maupun dengan mengembangkan/ memanfaatkan media/saluran informasi masyarakat di berbagai tingkat pemerintahan b. Proses Partisipatif Pemetaan Rumahtangga Miskin (RTM) dan Pemetaan Sosial. Masyarakat diajak untuk bersama-sama menentukan kriteria kurang mampu dan bersama-sama pula menentukan rumahtangga yang termasuk kategori miskin/ sangat miskin (RTM). c. Perencanaan Partisipatif di Tingkat Dusun, Desa dan Kecamatan. Masyarakat memilih Fasilitator Desa atau Kader Pemberdayaan Masyarakat Desa (KPMD) --satu laki–laki, satu perempuan-untuk mendampingi proses sosialisasi dan perencanaan. KPMD ini kemudian mendapat peningkatan kapasitas untuk menjalankan tugas dan fungsinya dalam mengatur pertemuan kelompok, termasuk pertemuan khusus perempuan, untuk melakukan penggalian gagasan berdasarkan potensi sumber daya alam dan manusia di desa masing-masing, untuk menggagas masa depan desa. Masyarakat kemudian bersama-sama membahas kebutuhan dan prioritas pembangunan di desa dan bermusyawarah untuk menentukan pilihan jenis kegiatan pembangunan yang prioritas untuk didanai. PNPM-MP sendiri menyediakan tenaga konsultan pemberdayaan dan teknis di tingkat kecamatan dan kabupaten guna memfasilitasi/ membantu upaya sosialisasi, perencanaan dan pelaksanaan kegiatan. Usulan/ gagasan dari masayarakat akan menjadi bahan penyusunan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa (RPJMDes).
xli
d. Seleksi/Prioritas Kegiatan di Tingkat Desa dan Kecamatan. Masyarakat melakukan musyawarah di tingkat desa dan kecamatan untuk memutuskan usulan kegiatan prioritas yang akan didanai. Musyawarah ini terbuka bagi segenap anggota masyarakat untuk menghadiri dan memutuskan jenis kegiatan yang paling prioritas/ mendesak. Keputusan akhir mengenai kegiatan yang akan didanai, diambil dalam forum musyawarah antar-desa (MAD) di tingkat kecamatan, yang dihadiri oleh wakil–wakil dari setiap desa dalam kecamatan yang bersangkutan. Pilihan kegiatan adalah open menu untuk semua investasi produktif, kecuali yang tercantum dalam daftar larangan (negative list). Dalam hal terdapat usulan masyarakat yang belum terdanai, maka usulan tersebut akan menjadi bahan kajian dalam Forum Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) e. Masyarakat Melaksanakan Kegiatan Mereka. Dalam forum musyawarah, masyarakat memilih anggotanya sendiri untuk menjadi Tim Pelaksana Kegiatan (TPK) di setiap desa untuk mengelola kegiatan yang diusulkan desa yang bersangkutan dan mendapat prioritas pendanaan program. Fasilitator Teknis PNPM Mandiri Perdesaan akan mendampingi TPK dalam mendisain sarana/ prasarana (bila usulan yang didanai berupa pembangunan infrastruktur perdesaan), penganggaran kegiatan, verifikasi mutu dan supervisi. Para pekerja yang terlibat dalam pembangunan sarana/ prasarana tersebut berasal dari warga desa penerima manfaat f.
Akuntabilitas dan Laporan Perkembangan. Selama pelaksanaan kegiatan, TPK harus memberikan laporan perkembangan kegiatan minimal dua kali dalam pertemuan terbuka desa, yakni sebelum program mencairkan dana tahap berikutnya dan pada pertemuan akhir, dimana TPK akan melakukan serah terima kegiatan kepada desa, serta badan operasional dan pemeliharaan kegiatan atau Tim Pengelola dan Pemelihara Prasarana (TP3) (blogcategory.id/20/09/2010)
2.5.6 Sasaran PNPM – MP 1. Lokasi Sasaran
xlii
Pada tahun 2009, lokasi sasaran PNPM – MP meliputi seluruh kecamatan pedesaan di Indonesia yang dalam pelaksanaannya dilakukan secara bertahap. Untuk tahun 2008, ketentuan pemilihan lokasi sasaran berdasarkan ketentuan: a. Kecamatan-kecamatan yang tidak termasuk kategori “kecamatan bermasalah dalam PKK” b. Kecamatan – kecamatan yang diusulkan oleh pemerintah daerah dalam skema kontribusi pendanaan. 2. Kelompok Sasaran a. Rumah Tangga Miskin (RTM) di perdesaan b. Kelembagaan masyarakat di perdesaan c. Kelembagaan pemerintah lokal.
2.5.7 Peranan Pekerja Sosial dalam pelaksanaan PNPM MD Pekerja sosial merupakan salah satu profesi yang diakui, walaupun pengembangannya cukup lambat menuju pelaksaan tugas secara professional dibandingkan dengan profesi lain, seperti dokter. Profesi di bidang pekerjaan sosial terfokus pada upaya peningkatan kesejahteraan manusia, baik secara individual, kelompok maupun masyarakat. Dalam upaya penyelenggaraan kesejahteraan sosial sebagaimana dimuat dalam pasal 32 UU No.11 Tahun 2009 tentang kesejahteraan sosial diperlukan tiga sumber daya, yaitu: 1. Sumber daya manusia 2. Sarana dan prasarana 3. Sumber pendanaan Selanjutnya sumber daya manusia sebagai salah satu unsur dalam penyelanggaraan kesejahteraan sosial terdiri dari: xliii
1. Tenaga kesejahteraan sosial 2. Pekerja sosial professional 3. Relawan sosial 4. Penyuluh sosial Dalam ketentuan umum UU No.11 Tahun 2009 tentang kesejahteraan sosial ditegaskan pengertian pekerja sosial professional, yaitu seorang yang bekerja baik dilembaga pemerintah maupun swasta yang memiliki kompetensi dan profesi pekerja sisoal, dan kepedulian dalam pekerja sosial yang diperoleh melalui pendidikan, pelatihan dan pengalaman praktek pekerja sosial untuk melaksanakan tugas-tugas pelayanan dan penangnan masalah sosial. Defenisi pekerja sosial yang lebih praktis dikembangkan oleh skidmore dan kawankawan (dalam Thackeray. Et.All, 2001) yang mengemukakan, bahwa pekerja sosial adalah suatu seni, ilmu dan profesi yang menolong masyarakat untuk memecahkan masalah pribadi, kelompok, dan masyarakat melalui praktek pekerja soaial, termasuk di dalamnya bimbingan perseorangan, bimbingan kelompok, pengorganisasian dan pemgembangan masyarakat, aksi sasial dan penelitian. Dalam kaitanya dalam pelaksanaan PNPM-MP, maka tugas pekerja sosial
yang
diperankan oleh pekerja sosial dalam hal ini pencapaian kesejahteraan masyarakat melalui pelaksanaan P PNPM-MP. Peranan pekerja sosial dalam hal ini adalah saat mana ada desa yang tidak mendapatkan atau beum pernah merasakan PNPM-MP, dengan jumlah masyarakat miskin dalam kecamatan tersebut. Dengan demikian sasaran pertolongan pekerja sosial adalah masyarakat yang berada di daerah kawasan PNPM-MP dilaksanakan.
xliv
Dalam rangka menjalankan tugas-tugas demi pencapaian tujuan, organisasi pekerjapekerja sosial nasional Amerika menetapkan sepuluh kemahiran atau ketampilan yang harus dilakukan oleh pkerja sosial yang bekerja pada masyarakat, yaitu: 1. Mahir dalam mendengar orang lain dan paham akan tujuan mereka, 2. Mahir dalam pengumpulan data yang sesuai sehingga mengetahui kondisi masyarakat secara keseluruhan, 3. Mahir membentuk program bantuan yang profesinya dengan membentuk hubungan dengan semua pihak, 4. Mahir dalam observasi dan membuat pemaknaan yang tepat atas perilaku masyrakat, 5. Mahir menjalin hubungan masyarakat dengan sistem sumberr, 6. Mahir dalam berdiskusi dengan pengendalian perasaan yang tinggi, 7. Mahir membentuk cara-cara baru dalam memecahkan masalah dan memenuhi keperluan masyarakat. 8. Mahir dalam penetapan waktu mengakhiri ubungan kerjanya dengan masyarakat setempat dengan sebagaimana berbuat demikian, 9. Mahir dalam menggunakan hasil kajian dan penelitian yang sesuai dengan profesinya, 10. Mahir
penyediakan
pelayanan
hubungan
organisasi-organisasi,
memaknai
dan
menghubungkan keperluan sosial dengan sumber-sumber anggaran, dengan pemerintah atau dengan anggota parlemen(Siagian dan Suriadi, 2010:86-90).
Dennis Seleebey mengemukakan pendapat beberapa strategi dalam pembangunan masyarakat. Strategi tersebut disesuaikan dengan peranan pekerja sosial dalam melakukan pengembangan masyarakat yang dapat dikelompokkan kedalan lima kelompok peran, meliputi:
xlv
1. Fasilatator, yaitu sebagai pemungkin. Strategi-strategi khusus untuk mencapai tujuan tersebut meliputi; pemberian harapan, pengurangan penolakan dan rasa pro kontra dalam diri sendiri, pengakuan dan pengeturan perasaan-perasaan, pemahaman dan motivasi kekuatan-kekuatan pribadi dan modal-modal sosial, pengetahuan masalah dan membagikan menjadi berbagai bagian agar lebih mudah dipecahkan, dan pemeiliharaan sebuah fokus pada tujuan dan cara-cara pencapaian. 2. Broker, yaitu pengenalan kualitas pemanfatan sosial di lingkungan klien dalam memenuhi keinginan klien memperoleh keuntungan maksimal. Untuk itu, pekerja sosial harus mahir dalam mengetahui sumber-sumber sosial yang tepat, menghubungkan klien dengan sumber secara selaras, dan mahir dalam menilai efektifitas sumber
dalam
kaitannya dalam memenuhi keperluan pelanggan. 3. Sebagai perantara, yang perlu pada saat terjadi perbedaan yang kontras dan mengarah berbagai konfik antara berbagai pihak. Pekerja sosial mampu berperan sebagai kekuatan ketiga untuk menjembatani antara anggota kelompok dan sistem lingkungan yang menghambatnya. Aktivitas yang dapat dilakukan dalam menjalankan peran sebagai perantara meliputi kontrak perilaku, konverensi, pendamai pihak ketiga serta berbagai macam pemecahan konflik. Dalam penengahan, upaya-upaya dapat dilakukan diarahkan unutk mencapai pemecahan masalah yang menguntungkan dan memenangkan semua pihak. Hal ini berbeda dengan peran sebagai pembela, dimana kontribusi pekerjaan sosial diarahkan untuk memenangkan perkara klien atau menolong klien atau memenangkan diri sendiri. 4. Sebagai pembela, dimana dalam praktek pekerjaan sosial dengan masyarakat kerakali pekerjasosial harus berhadapan dengan sistem politik yang menjamin bagi keperluan dan
xlvi
sumber
yang
diperlukan
oleh
klien
atau
dalam
melaksanakan
tujuan-tujuan
pengembangna masyarakat. Manakala pemanpaatan dan sumber-sumber sulit diakui oleh klien, pekerja sosial harus menjalankan perannya sebagai pembela. Peran pembelaan adalah salah satu praktek pekerjaan sosial yang bersentuhan dengan aktivitas politik. 5. Pendukung, dalam hal ini tangguang jawab pekerja sosial terhadap karyawan didukung oleh hukum. Hukum tersebut memberikan kesahan pada pekerja sosial unutk menjadi pelindung teerhadap orang-orang yang lemah. Dalam melakukan peran sebagai pelindung, pekerja sosial bertindak berdasarkan kepentingan korban, calon korban, dan pihak-pihak lainyang mungkin juga menghadapi resiko akibat perilaku orang lain (Siagian dan Suriadi, 2010:86-90).
2.6 Kerangka Pemikiran Kemiskinan merupakan permasalahan yang cukup kompleks dan sangat membutuhkan intervensi semua pihak secara bersama dan terkoordinasi. Namun penanganannya selama ini cenderung parsial dan tidak berkelanjutan. Peran dunia usaha dan masyarakat pada umumnya juga belum optimal. Kerelawanan sosial dalam kehidupan masyarakat yang dapat menjadi sumber penting pemberdayaan dan pemecahan akar permasalahan kemiskinan juga mulai luntur. Untuk itu diperlukan perubahan yang bersifat sistemik dan menyeluruh dalam upaya penanggulangan kemiskinan. Dalam hal ini, PNPM-MP berprinsip bahwa pendekatan yang lebih efektif dalam mewujudkan proses perubahan perilaku masyarakat adalah melalui pendekatan memberdayaan masyarakat dan penguatan peran pemerintah daerah dalam mengapresiasikan dan mendukung kemandirian masyarakat.
PNPM-MP merupakan salah satu mekanisme program pemberdayaan masyarakat yang digunakan PNPM Mandiri dalam upaya mempercepat penanggulangan kemiskinan dan perluasan kesempatan kerja di wilayah perdesaaan. Dalam PNPM-MP, seluruh anggota xlvii
masyarakat diajak terlibat dalam setiap tahapan kegiatan secara partisipatif, mulai dari proses perencanaan, pengambilan keputusan dalam penggunaan dan pengelolaan dana sesuai kebutuhan paling prioritas di desanya, sampai pada pelaksanaan kegiatan dan pelestariannya. Respon masyarakat adalah tingkah laku balasan tindakan masyarakat yang berupa wujud dari persepsi, sikap dan partisipasi masyarakat , dimana persepsi itu meliputi pengetahuan masyarakat tentang program nasional pemberdayaan masyarakat dan apa tujuan, manfaat program dan atensi. Sikap meliputi tentang penilaian masyarakat terhadapa PNPM, penolakana atau penerimaan, dan mengharapkan atau menghindari dari program pelayanan sosial. Partisipasi meliputi tentang, menikmati melaksanakan, memelihara, menilai, frekwensi dan kualitas. Masyarakat dapat memahami akan nilai positif dan negative yang telah dilaksanakan oleh PNPM-MP dalam kehidupan bermasyarakat dan bekerja sama di dalam pelaksanaannya.
Tujuan umum PNPM adalah meningkatkan kesejahteraan dan kesempatan kerja bagi masyarakat miskin secara mandiri. Dengan demikian tujuan khusus PNPM-MP adalah meningkatnya partisipasi seluruh masyarakat, termasuk masyarakat miskin, kelompok perempuan, komunitas adat terpencil dan kelompok masyarakat lainnya yang rentan dan sering terpinggirkan ke dalam proses pengambilan keputusan dan pengelolaan pembangunan dan meningkatnya kapasitas kelembagaan masyarakat yang mengakar, representatif dan akuntabel serta meningkatnya kapasitas pemerintah dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat terutama masyarakat miskin melalui kebijakan, program dan penganggaran yang berpihak pada masyarakat miskin (pro-poor) dan juga meningkatnya sinergi masyarakat, pemerintah daerah, swasta, asosiasi, perguruan tinggi, lembaga swadaya masyarakat, organisasi masyarakat dan kelompok perduli lainnya untuk mengefektifkan upaya-upaya penanggulangan kemiskinan. Untuk memperjelas alur pemikiran diatas dapat dilihat pada bagan berikut ini:
xlviii
Gambar I Bagan Alur Pemikiran
Kemiskinan
Pemerintah/ Dinas BPMPOD
Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandri Persedaan PNPM MP
Respon Masyarakat Kecamatan Pangururan
Persepsi, meliputi: 1. Pengetahuan masyarakat terhadap PNPM MP 2. Pengetahuan masyarakat terhadap tujuan dan manfaat PNPM 3. Atensi
Sikap, meliputi: 1. Penilaian masyarakat tentang PNPM 2. Penolakan atau penerimaan program 3. Mengharapkan atau menghindari PNPM
Partisipasi, meliputi: 1. Melaksanakan 2. Memelihara 3. Menikmati 4. Menilai 5. Frekwensi 6. Kualitas
2.7 Defenisi Konsep dan Defenisi Operasional 2.7.1 Defenisi Konsep Konsep adalah generalisasi dari sekelompok fenomena sosial, yang harus dipahami untuk memahami kerangka acuan dalam sebuah peneliatian (Bungin, 2005: 57). Dalam penelitian ini, defenisi konsep bertujuan untuk merumuskan istilah yang digunakan secara mendasar tentang apa yang akan diteliti serta menghindari pemahaman yang salah yang dapat mengaburkan tujuan dari penelitian.
xlix
Adapun yang menjadi konsep yang diangkat dalam penelitian ini dapat didefinikan sebagai berikut: 1. Respon adalah suatu tingkah laku atau sikap yang berwujud baik sebelum pemahaman yang mendetail, penilaian, pengeruh, penolakan, suka atau tidak serta oemanfaatan pada suatu fenomena. 2. Masyarakat adalah suatu sistem sosial yang swasembada melebihi masa hidup individu normal, dan merekrut anggota secara reproduksi biologis serta melakukan sosialisasi terhadap generasi berikutnya. 3. PNPM-MP adalah program nasional dalam wujud kerangka kebijakan sebagai dasar dan acuan pelaksanaan program-program penanggulangan kemiskinan berbasis pemberdayaan masyarakat. PNPM-MP dilaksanakan melalui harmonisasi dan pengembangan sistem serta mekanisme dan prosedur program, penyediaan pendampingan dan pendanaan stimulan untuk mendorong prakarsa dan inovasi masyarakat dalam upaya penanggulangan kemiskinan yang berkelanjutan.
4. Pemberdayaan masyarakat adalah upaya untuk menciptakan/meningkatkan kapasitas masyarakat, baik secara individu maupun berkelompok, dalam memecahkan berbagai persoalan terkait upaya peningkatan kualitas hidup, kemandirian dan kesejahteraannya. Pemberdayaan masyarakat memerlukan keterlibatan yang besar dari perangkat pemerintah daerah serta berbagai pihak untuk memberikan kesempatan dan menjamin keberlanjutan berbagai hasil yang dicapai. 5. Kesejahteraan sosial adalah sebagai tata kehidupan dan penghidupan yang diliputi oleh rasa aman dari berbagai ancaman, tentram lahir dan batin serta mencapai standar hidup dan kesehatan yang memuaskan.
l
2.7.2 Defenisi Operasional Agar variabel panalitian dapat diukur, maka variabel penelitian harus dijelaskan ke dalam konsep operasional variabel yang sering disebut sebagai defenisi operasional (Bungin, 2005:60). Untuk memahami operasionalisasi konsep penelitian, penulia menegaskan bahwa penelitian ini melakukan satu variabel. Respon masyarakat terhadap PNPM-MP dapat diukur dari: 1. Sikap masyarakat terhadap Program pelayanan sosial diukur melalui: a. Penilaian adalah pengetahuan atau informasi yang dimiliki masyarakat tentang PNPMMP b. Penolakan atau penerimaan adalah hubungan dengan rasa senang atau tidak senangnya masyarakat terhadap program PNPM-MP. Dalam hal ini dapat diketahui bahwa masyarakat tersebut menolak atau menerima program tersebut. c. Mengharap atau menghindari adalah kesiapan masyarakatuntuk bertingkah laku yang berhubungan dengan PNPM-MP, dalam hal ini dapat diketahui apakah masyarakat mengharapkan atau menghindari program tersebut.
2. Persepsi atau pemahaman masyarakat tentang program pelayanan sosial: a. Pengetahuan masyarakat tentang PNPM-MP. b. Pengetahuan masyarakat bagaimana pelaksanaan PNPM-MP c. Pengetahuan masyarakat tentang tujuan dan manfaat PNPM-MP d. Atensi suatu proses penyeleksian masyarakat terhadap PNPM-MP. 3. Partisipasi masyarakat terhadap program pelayanan sosial:
li
a. Melaksanakan adalah masyarakat berperan serta dalam pelaksanaan PNPM-MP dengan penuh persiapan, perencanaan, pemahaman dan evaluasi agar pelaksanaan program tersebut dapat berjalan dengan baik dan lancar. b. Memelihara adalah masyarakat berperan serta dalam memelihara hasil PNPM-MP agar dapat digunakan dalam jangka waktu yang lama. c. Menikmati adalah masyarakat berperan serta dalam menikmati hasil PNPM-MP dimana masyarakat tinggal menerima dan merasakan manfaat dari PNPM-MP.
lii