109
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Peneliti Terdahulu Peneliti terdahulu dapat dilihat dalam Tabel 2.1 berikut: Tabel 2.1 Peneliti Terdahulu No Judul Penulis Alat Analisis 1. Analisis pengaruh gaya Susilo Toto Analisis kepemimpinan terhadap Raharjo dan regresi kepuasan kerja, Durrotun berganda komitmen organisasi Nafisah (Multiple dan kinerja karyawan regression (Studi empiris pada analyses) departemen agama kabupaten Kendal dan departemen agama kota semarang)
2
Pengaruh motivasi dan kepuasan kerja terhadap karyawan cv berkat cipta karya nusantara Surabaya.
Sulistyo Budi Analisis Utomo regresi berganda (Multiple regression analyses)
3
Analisis pengaruh komunikasi, motivasi, dan kepemimpinan terhadap kepuasan kerja dalam meningkatkan kinerja karyawan PT ARISAMANDIRI PRATAMA
Haryani
Analisis jalur (Path Analysis)
Hasil Penelitian Kelima factor gaya kepemimpinan berpengaruh positif dan signifikan terhadap kepuasan kerja, komitmen organisasi dan kinerja karyawan. Motivasi dan kepuasan kerja perpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja karyawan. Komunikasi, motivasi, dan kepemimpinan berpengaruh positif terhadap kinerja melalui kepuasan kerja
Universitas Sumatera Utara
109
No 4
5
6
Judul
Penulis
Alat Analisis Analisis jalur (Path Analysis)
Pengaruh Motivasi Kerja, Kepemimpinan dan Budaya Organisasi Terhadap Kepuasan Kerja Karyawan serta Dampaknya pada Kinerja Perusahaan (Studi kasus pada PT. Pei Hai International Wiratama Indonesia) The influence of leadership styles on employees’ job satisfaction in public sector organizations in Malaysia
Brahmasari, Ida Ayu dan Suprayetno, Agus
M.L. Voon, M.C. Lo, K.S. Ngui dan N.B. Ayob
Analisis regresi berganda (Multiple regression analyses)
The Effects of Leadership On Job Satisfaction (Visionary Leadership, Transformational leadership, Transactional leadership)
Furkan Baltaci, Emin Kara, Erdal Tascan dan Huseyin Avsalli
Analisis jalur (Path Analysis)
Hasil Penelitian Budaya organisasi, motivasi, dan kepemimpinan berpengaruh positif terhadap kinerja melalui kepuasan kerja
Gaya kepemimpinan transformasional memiliki hubungan positif dengan kepuasan kerja sedangkan gaya kepemimpinan transaksional memiliki hubungan negatif dengan kepuasan kerja di organisasi pemerintah. Kepemimpinan berpengaruh terhadap kepuasan kerja
Universitas Sumatera Utara
109
No 7
Judul The Impact of Rewards and Motivation on Job Satisfaction in Water Utility Industry
Penulis Khalizani Khalid, Hanisah Mat Salim dan Siew-Phaik Loke
Alat Analisis Analisis jalur (Path Analysis)
Hasil Penelitian Penghargaan berpengaruh positif terhadap motivasi dan kepuasan kerja sedangkan motivasi berpengaruh positif terhadap kepuasan kerja
2.2. Landasan Teori 2.2.1.Kepemimpinan Dubrin (2005:3) Kepemimpinan adalah upaya mempengaruhi banyak orang melalui komunikasi untuk mencapai tujuan, cara mempengaruhi orang dengan petunjuk atau perintah, tindakan yang menyebabkan orang lain bertindak atau merespons dan menimbulkan perubahan positif, kekuatan dinamis penting yang memotivasi dan mengkoordinasikan organisasi dalam rangka mencapai tujuan, kemampuan untuk menciptakan rasa percaya diri dan dukungan diantara bawahan agar tujuan organisasi dapat tercapai. Nimran (2004:64) Kepemimpinan atau Leadership adalah merupakan suatu proses mempengaruhi prilaku orang lain agar berperilaku seperti yang akan dikehendaki. Kepemimpinan adalah suatu proses dimana seseorang dapat menjadi pemimpin melalui aktivitas yang terus menerus sehingga dapat mempengaruhi yang dipimpinnya dalam rangka untuk mencapai tujuan organisasi atau perusahaan.
Universitas Sumatera Utara
109
Kepemimpinan merupakan aktivitas orang-orang, dan bukan sesuatu yang dilakukan untuk orang-orang sehingga kepemimpinan melibatkan pengikut. Kepemimpinan yang efektif hanya akan terwujud apabila dijalankan sesuai fungsinya. Fungsi kepemimpinan itu berhubungan langsung dengan situasi sosial dalam kehidupan kelompok/organisasi masing-masing, yang mengisyaratkan bahwa setiap pemimpin berada di dalam dan bukan di luar situasi. 1). Teori-teori Kepemimpinan Secara garis besar pendekatan teori kepemimpinan dibagi atas empat aspek, yaitu teori sifat, teori perilaku, teori situasional dan teori kontigensi. Empat aspek tersebut dijelaskan seperti di bawah ini: a). Kepemimpinan Menurut Teori Sifat (Trait Theory) Studi-studi mengenai sifat-sifat/ciri-ciri mula-mula mencoba untuk mengidentifikasi
karakteristik-karakteristik
fisik,
ciri
kepribadian,
dan
kemampuan orang yang dipercaya sebagai pemimpin alami. Ratusan studi tentang sifat/ciri telah dilakukan, namun sifat-sifat/ciri-ciri tersebut tidak memiliki hubungan yang kuat dan konsisten dengan keberhasilan kepemimpinan seseorang. Penelitian mengenai sifat/ciri tidak memperhatikan pertanyaan tentang bagaimana sifat/ciri itu berinteraksi sebagai suatu integrator dari kepribadian dan perilaku atau bagaimana situasi menentukan relevansi dari berbagai sifat/ciri dan kemampuan bagi keberhasilan seorang pemimpin.
Universitas Sumatera Utara
109
b). Kepemimpinan Menurut Teori Perilaku (Behavioral Theory) Selama tiga dekade, dimulai pada permulaan tahun 1950-an, penelitian mengenai perilaku pemimpin telah didominasi oleh suatu fokus pada sejumlah kecil aspek dari perilaku. Kebanyakan studi mengenai perilaku kepemimpinan selama periode tersebut menggunakan kuesioner untuk mengukur perilaku yang berorientasi pada tugas dan yang berorientasi pada hubungan. Beberapa studi telah dilakukan untuk melihat bagaimana perilaku tersebut dihubungkan dengan kriteria tentang efektivitas kepemimpinan seperti kepuasan dan kinerja bawahan. Penelitipeneliti lainnya menggunakan eksperimen laboratorium atau lapangan untuk menyelidiki bagaimana perilaku pemimpin mempengaruhi kepuasan dan kinerja bawahan. Jika kita cermati, satu-satunya penemuan yang konsisten dan agak kuat dari teori perilaku ini adalah bahwa para pemimpin yang penuh perhatian mempunyai lebih banyak bawahan yang puas. Hasil studi kepemimpinan Ohio State University menunjukkan bahwa perilaku pemimpin pada dasarnya mengarah pada dua kategori yaitu konsiderasi (consideration) dan struktur kelembagaan (initiating structure). Hasil penelitian dari Michigan University menunjukkan bahwa perilaku pemimpin memiliki kecenderungan berorientasi kepada bawahan dan produksi/hasil. Sementara itu, model leadership continuum dan Likert’s Management Sistem menunjukkan bagaimana perilaku pemimpin terhadap bawahan dalam pembuatan keputusan. Pada sisi lain, managerial grid, yang sebenarnya menggambarkan secara grafik
Universitas Sumatera Utara
109
kriteria yang digunakan oleh Ohio State University dan orientasi yang digunakan oleh Michigan University. Menurut teori ini, perilaku pemimpin pada dasarnya terdiri dari perilaku yang pusat perhatiannya kepada manusia dan produksi. c). Teori Situasional Teori situasi mencoba mengembangkan kepemimpinan sesuai dengan situasi dan kebutuhan. Dalam pandangan ini, hanya pemimpin yang mengetahui situasi dan kebutuhan organisasi yang dapat menjadi pemimpin yang efektif. Teori situasi kontingensi berusaha meramalkan efektivitas kepemimpinan dalam segala situasi. Menurut model ini, pemimpin yang efektif karena pengaruh motivasi mereka yang positif, kemampuan untuk melaksanakan, dan kepuasan pengikut. d). Teori Kontingensi (Contigensy Theory) Teori-teori kontingensi berasumsi bahwa berbagai pola perilaku pemimpin (atau ciri) dibutuhkan dalam berbagai situasi bagi efektivitas kepemimpinan.Teori Path-Goal tentang kepemimpinan meneliti bagaimana empat aspek perilaku pemimpin mempengaruhi kepuasan serta motivasi pengikut. Pada umumnya pemimpin memotivasi para pengikut dengan mempengaruhi persepsi mereka tentang konsekuensi yang mungkin dari berbagai upaya. Bila para pengikut percaya bahwa hasil-hasil dapat diperoleh dengan usaha yang serius dan bahwa usaha yang demikian akan berhasil, maka kemungkinan akan melakukan usaha tersebut. Aspek-aspek situasi seperti sifat tugas, lingkungan kerja dan karakteristik pengikut menentukan tingkat keberhasilan dari jenis perilaku kepemimpinan untuk memperbaiki kepuasan dan usaha para pengikut.
Universitas Sumatera Utara
109
Least Preferred Co-Worker (LPC) Contingency Model dari Fiedler berhubungan dengan pengaruh yang melunakkan dari tiga variabel situasional pada hubungan antara suatu ciri pemimpin (LPC) dan kinerja pengikut. Menurut model ini, para pemimpin yang berskor LPC tinggi adalah lebih efektif untuk situasi-situasi yang secara moderat menguntungkan, sedangkan para pemimpin dengan skor LPC rendah akan lebih menguntungkan baik pada situasi yang menguntungkan maupun tidak menguntungkan. Leader Member Exchange Theory menjelaskan bagaimana para pemimpin mengembangkan hubungan pertukaran dalam situasi yang berbeda dengan berbagai pengikut. Hersey and Blanchard Situasional Theory lebih memusatkan perhatiannya pada para pengikut. Teori ini menekankan
pada
perilaku
pemimpin
dalam
melaksanakan
tugas
kepemimpinannya dan hubungan pemimpin pengikut. Leader
Participation
Model
menggambarkan
bagaimana
perilaku
pemimpin dalam proses pengambilan keputusan dikaitkan dengan variabel situasi. Model ini menganalisis berbagai jenis situasi yang mungkin dihadapi seorang pemimpin dalam menjalankan tugas kepemimpinannya. Penekanannya pada perilaku kepemimpinan seseorang yang bersifat fleksibel sesuai dengan keadaan yang dihadapinya. Kemampuan pimpinan menurut Matondang (2008) yaitu memiliki keterampilan berkomunikasi, memiliki kemampuan memotivasi orang lain, memiliki kemampuan membuat keputusan yang cepat dan tepat, memiliki kemampuan untuk mempengaruhi orang lain, memiliki kemampuan untuk
Universitas Sumatera Utara
109
mengelola konflik, memiliki kemampuan untuk berorganisasi, memiliki kemampuan memimpin tim kerja dan memiliki kemampuan untuk mengendalikan stress. 2). Gaya Kepemimpinan Gaya kepemimpinan, pada dasarnya mengandung pengertian sebagai suatu perwujudan
tingkah
laku
dari
seorang
pemimpin,
yang
menyangkut
kemampuannya dalam memimpin. Perwujudan tersebut biasanya membentuk suatu pola atau bentuk tertentu. Terdapat beberapa tipe dari gaya kepemimpinan antara lain: a). Kepemimpinan Transaksional Model kepemimpinan ini berfokus pada transaksi antara pribadi, manajemen dan karyawan. Dua karakteristik yang melandasi kepemimpinan transaksional adalah: (1) Para pemimpin menggunakan penghargaan kontingensi untuk memotivasi karyawan. (2) Para pemimpin melaksanakan tindakan korektif hanya ketika para bawahan gagal mencapai tujuan kinerja. b). Kepemimpinan Kharismatik Karisma merupakan sebuah atribusi yang berasal dari proses interaktif antara pemimpin dan para pengikut. Atribut-atribut karisma antara lain rasa percaya diri, keyakinan yang kuat, sikap tenang, kemampuan berbicara dan yang
Universitas Sumatera Utara
109
lebih penting adalah bahwa atribut-atribut dan visi pemimpin tersebut relevan dengan kebutuhan para pengikut. Teori kepemimpinan karismatik dari House menekankan kepada identifikasi pribadi, pembangkitan motivasi oleh pemimpin dan pengaruh pemimpin terhadap tujuan-tujuan dan rasa percaya diri para pengikut. Teori atribusi tentang karisma lebih menekankan kepada identifikasi pribadi sebagai proses utama mempengaruhi dan internalisasi sebagai proses sekunder. Teori konsep diri sendiri menekankan internalisasi nilai, identifikasi sosial dan pengaruh pimpinan terhadap kemampuan diri dengan hanya memberi peran yang sedikit terhadap identifikasi pribadi. Sementara itu, teori penularan sosial menjelaskan bahwa perilaku para pengikut dipengaruhi oleh pemimpin tersebut mungkin melalui identifikasi pribadi dan para pengikut lainnya dipengaruhi melalui proses penularan sosial. Pada sisi lain, penjelasan psikoanalitis tentang karisma memberikan kejelasan kepada kita bahwa pengaruh dari pemimpin berasal dari identifikasi pribadi dengan pemimpin tersebut. Karisma merupakan sebuah fenomena. Ada beberapa pendekatan yang dapat digunakan oleh seorang pemimpin karismatik untuk merutinisasi karisma walaupun sukar untuk dilaksanakan. Kepemimpinan karismatik memiliki dampak positif maupun negatif terhadap para pengikut dan organisasi.
Universitas Sumatera Utara
109
c). Kepemimpinan Transformasional Pemimpin transformasi (transforming leaders) mencoba menimbulkan kesadaran para pengikut dengan mengarahkannya kepada cita-cita dan nilai-nilai moral yang lebih tinggi. Burns dan Bass telah menjelaskan kepemimpinan transformasional dalam organisasi dan membedakan kepemimpinan transformasional, karismatik dan transaksional. Pemimpin transformasional membuat para pengikut menjadi lebih peka terhadap nilai dan pentingnya pekerjaan, mengaktifkan kebutuhan-kebutuhan pada tingkat yang lebih tinggi dan menyebabkan para pengikut lebih mementingkan organisasi. Hasilnya adalah para pengikut merasa adanya kepercayaan dan rasa hormat terhadap pemimpin tersebut, serta termotivasi untuk melakukan
sesuatu
transformasional
melebihi
dicapai
dari
dengan
yang
diharapkan
menggunakan
darinya.
karisma,
Efek-efek
kepemimpinan
inspirasional, perhatian yang diindividualisasi serta stimulasi intelektual. 2.2.2. Motivasi Kerja Menurut Mangkunegara (2009) bahwa motivasi adalah sebagai kondisi yang menggerakkan manusia ke arah suatu tujuan tertentu, sedangkan Hasibuan (2007)
menyebutkan
motivasi adalah pemberian daya penggerak yang
menciptakan kegairahan kerja seseorang agar mereka mau bekerjasama, bekerja efektif, dan terintegrasi dengan segala daya upayanya untuk mencapai kepuasan. Kebutuhan merupakan faktor pendorong yang pada gilirannya akan menimbulkan
Universitas Sumatera Utara
109
perilaku tertentu. Dengan demikian adanya motivasi dalam diri karyawan akan sangat menentukan dalam pencapaian peningkatan kinerja karyawan tersebut. Motivasi adalah salah satu penggerak (dorongan) dari dalam diri seseorang untuk melakukan atau mencapai sesuatu tujuan yang ingin dicapai. Sehingga motivasi dapat juga dikatakan sebagai keinginan untuk menuju kesuksesan dan mencapai target yang telah ditetapkan. Motivasi bermanfaat untuk menciptakan gairah kerja untuk para karyawan, sehingga produktivitas kerja menjadi meningkat. Sementara itu, manfaat yang diperoleh karena bekerja dengan orang-orang yang memiliki motivasi adalah pekerjaan dapat diselesaikan dengan tepat dan cepat, pekerjaan dapat diselesaikan sesuai standar yang benar dan dalam skala waktu yang sudah ditentukan. 1). Teori Motivasi Berdasarkan pendekatan kontemporer (Contemporary Approach) membagi teori-teori motivasi ke dalam 3 (tiga) tipe yaitu: teori isi, teori proses, dan teori penguatan (Bangun 2012). a). Teori Isi (Content Theory) Penganut teori ini mendasari diri kepada teori kebutuhan manusia yang menjelaskan
berbagai
macam
kebutuhan
manusia
yang
mempengaruhi
kegiatannya dalam organisasi. Pada dasarnya orang mau bekerja agar dapat memenuhi segala kebutuhannya. Oleh sebab itu perlu pemahaman mengenai
Universitas Sumatera Utara
109
kebutuhan manusia agar mereka lebih bertanggungjawab dan lebih setia akan pekerjaannya. Menurut Bangun (2012), teori isi terdiri dari: teori hirarki kebutuhan, teori ERG, dan teori dua faktor. (1) Teori Motivasi Abraham Maslow (1943-1970) Salah satu teori motivasi yang paling banyak dijadikan acuan adalah Teori “Hirarki Kebutuhan” oleh Abraham Maslow. Maslow mengemukakan bahwa pada dasarnya semua manusia memiliki kebutuhan yang munculnya sangat tergantung pada kepentingannya secara individu. Ia menunjukkannya dalam 5 tingkatan yang berbentuk piramid, orang memulai dorongan dari tingkatan terbawah. Lima tingkat kebutuhan itu dikenal dengan sebutan Hirarki Kebutuhan Maslow, dimulai dari kebutuhan biologis dasar sampai motif psikologis yang lebih kompleks hanya akan penting setelah kebutuhan dasar terpenuhi. Kebutuhan pada suatu peringkat, paling tidak harus terpenuhi sebagian sebelum kebutuhan pada peringkat berikutnya menjadi penentu tindakan yang penting. (2) Teori ERG dari Clayton Alderfer Teori motivasi dari Alderfer yang dikenal dengan teori ERG. Teori ERG adalah teori motivasi kepuasan yang
menyatakan bahwa individu
mempunyari kebutuhan-kebutuhan akan eksistensi, keterkaitan-relatedness dan pertumbuhan-growth (Gibson, 2003).
Universitas Sumatera Utara
109
Alderfer setuju dengan teori yang dikemukakan oleh Maslow bahwa setiap orang mempunyai kebutuhan yang tersusun dalam suatu hirarki yang terdiri dari: (a) Eksistensi adalah kebutuhan yang dipuaskan oleh faktor-faktor seperti makanan, air, upah, dan kondisi kerja. (b) Keterkaitan adalah kebutuhan yang dipuaskan oleh hubungan sosial dan hubungan pribadi yang bermanfaat. (c) Pertumbuhan adalah kebutuhan dimana individu merasa puas dengan membuat suatu kontribusi (sumbangan) yang kreatif dan produktif. (3) Teori Dua Faktor oleh HERZBERG (1966) Teori ini dikemukakan oleh Frederick Herzberg, dimana dikemukakan bahwa karyawan baru cenderung untuk memusatkan perhatiannya pada pemuasan kebutuhan rendah seperti rasa keamanan. Setelah itu terpenuhi, mereka akan mencari kebutuhan yang lebih tinggi seperti kebutuhan inisiatif, kreativitas, dan tanggung jawab. Herzberg dalam Hasibuan (2007) menyatakan bahwa orang dalam melaksanakan pekerjaannya dipengaruhi oleh dua faktor yang merupakan kebutuhan yaitu faktor pemeliharaan (maintenance factor) dan faktor motivasi (motivation factor). Faktor pemeliharaan adalah faktor-faktor yang berhubungan dengan hakikat manusia yang ingin memperoleh ketentraman badaniah seperti gaji, upah, kondisi kerja, kebijaksanaan, administrasi perusahaan, hubungan antar pribadi dan kualitas supervisi.
Universitas Sumatera Utara
109
Faktor ini sering disebut sebagai hygiene factor atau faktor ketidakpuasan. Sedangkan faktor motivasi adalah faktor yang menyangkut kebutuhan psikologis seseorang yakni perasaan sempurna dalam melakukan pekerjaan. Faktor motivasi ini berhubungan dengan prestasi, pengakuan, pekerjaan itu sendiri, tanggung jawab dan pengembangan potensi individu. Motivation factor sering juga disebut sebagai faktor pemuas karena dapat memberikan kepuasan kerja kepada seseorang dan juga dapat meningkatkan prestasi kerja para pekerja. Ada dua jenis faktor yang mendorong seseorang untuk berusaha mencapai kepuasan dan menjauhkan diri dari ketidakpuasan. Dua faktor ini disebut factor hygiene (faktor ekstrinsik) dan faktor motivator (faktor intrinsik). Faktor hygiene memotivasi seseorang untuk keluar dari ketidakpuasan, termasuk di dalamnya adalah hubungan antar manusia, imbalan, kondisi lingkungan, dan sebagainya (factor ekstrinsik), sedangkan faktor motivator, motivasi seseorang untuk berusaha mencapai kepuasan, yang termasuk di dalamnya adalah achievement, pengakuan, kemajuan tingkat kehidupan (faktor intrinsik). b). Teori Proses (Proces Theory) Hasibuan (2007) menyatakan bahwa teori proses pada dasarnya berusaha untuk menjawab pertanyaan bagaimana menguatkan, mengarahkan, memelihara, dan menghentikan perilaku individu, agar setiap individu bekerja giat sesuai dengan keinginan manajer.
Universitas Sumatera Utara
109
Secara umum teori ini dibagi 2 (dua) yaitu teori keadilan dan teori pengharapan. (a) Teori Keadilan Teori ini berpandangan bahwa manusia selalu berusaha menghilangkan kesenjangan antara usaha yang dilakukan untuk organisasi dengan imbalan yang diterima. Jika seseorang merasa bahwa imbalan yang diterima tidak memadai maka akan muncul dua kemungkinan yaitu: (1) Berusaha untuk memperoleh imbalan yang lebih besar atau (2) Mengurangi intensitas usaha dalam melaksanakan tugas yang menjadi tanggung jawabnya. Dalam melakukan perbandingan antara apa yang mereka sumbangkan dan apa yang mereka dapat sebagai konsekwensinya akan diperoleh kemungkinan antara keadilan (equity) dan ketidakadilan (inequity). Sesuatu dikatakan adil jika apa yang mereka terima sama dengan apa yang mereka sumbangkan kepada perusahaan. Sebaliknya ketidakadilan terjadi jika apa yang mereka terima tidak sama dengan apa yang mereka berikan kepada perusahaan. (b). Teori Pengharapan Teori ini dikembangkan oleh Victor Vroom yang menyatakan bahwa motivasi seseorang mengarah pada satu tindakan yang bergantung pada kekuatan pengharapan. Seseorang akan termotivasi melakukan sesuatu hal untuk mencapai tujuan jika mereka meyakini bahwa perilaku mereka mengarah kepada tujuan
Universitas Sumatera Utara
109
tersebut. Menurut Vroom dalam Davis (2000) menjelaskan bahwa motivasi adalah hasil dari tiga faktor yaitu: (1) Ekspektasi (harapan) keberhasilan pada suatu tugas. (2) Instrumentalis, yaitu penilaian tentang apa yang akan terjadi jika berhasil dalam
melakukan suatu tugas (keberhasilan tugas untuk mendapatkan
outcome tertentu). (3) Valensi, yaitu respon terhadap outcome seperti perasaan positif, netral, atau negatif. Motivasi tinggi jika usaha menghasilkan sesuatu yang melebihi harapan. Motivasi rendah jika usahanya menghasilkan kurang dari yang diharapkan. c). Teori Penguatan ( Reinforcement Theory) Teori ini dikemukakan oleh seorang ahli psikolog yaitu B. F. Skinner, yang menyatakan bahwa tingkahlaku dimasa lampau akan mempengaruhi tindakan di masa depan. Secara sederhana proses penguatan tersebut dapat dilihat dalam gambar berikut :
Stimulus
Respons
Konsekuensi
Respon Selanjutnya
Gambar 2.1 Kerangka Pikir B.F. Skinner (Bangun 2012). Apabila seorang karyawan mendapatkan perlakuan positif misalnya pemberian pujian atau hadiah atas prestasinya yang baik, maka untuk selanjutnya karyawan tersebut juga akan menunjukkan kinerja yang baik seperti masa sebelumnya sudah dilakukan. Tetapi jika sekiranya karyawan tersebut
Universitas Sumatera Utara
109
mendapatkan perlakuan yang negatif misalnya tidak ada respon yang baik dari pimpinan, maka untuk selanjutnya karyawan yang bersangkutan kemungkinan akan memberikan respon yang negatif terhadap pekerjaannya karena merasa bahwa sia-sia berkinerja baik namun tidak ada penghargaan. Kalaupun dirinya tetap merespon pekerjaannya secara positif, kemungkinan hal ini dilakukan dengan terpaksa bukan dengan kesadaran sendiri. G.R. Terry dalam Hasibuan (2007) menyatakan bahwa “Motivasi yang paling berhasil adalah pengarahan diri sendiri oleh pekerja yang bersangkutan”. Keinginan atau dorongan tersebut harus datang dari individu itu sendiri dan bukanlah dari orang lain dalam bentuk kekuatan dari luar. Davis Keith Davis & John W. Newstroom (2000:75) membedakan dua bentuk motivasi yang meliputi motivasi intrinsik dan motivasi ekstrinsik. Motivasi intrinsik merupakan dorongan yang datang dari dalam diri sendiri yang mempengaruhi orang untuk berperilaku atau bergerak ke arah tertentu, sedangkan motivasi ekstrinsik merupakan dorongan yang muncul karena ada rangsangan dari luar individu. Motivasi intrinsik timbul tidak memerlukan rangsangan dari luar karena telah ada dalam diri seseorang sesuai dengan kebutuhan, sedangkan motivasi ekstrinsik muncul karena adanya rangsangan dari luar diri individu seperti pujian dari atasan, promosi, imbalan yang diterima dan sebagainya.
Universitas Sumatera Utara
109
2.2.3. Kepuasan Kerja Karyawan Kepuasan kerja mencerminkan perasaan seseorang terhadap pekerjaannya. Ini nampak dalam sikap positif karyawan terhadap pekerjaan dan segala sesuatu yang dihadapi di lingkungan kerjanya. Departemen personalia atau manajemen harus senantiasa memonitor kepuasan kerja, karena hal itu mempengaruhi tingkat absensi, perputaran tenaga kerja, semangat kerja, keluhan-keluhan, dan masalahmasalah personalia vital lainnya. Kepuasan kerja merupakan suatu tinjauan penting bagi dunia usaha dan karyawan selaku individu. Dalam dunia usaha peranan kepuasan kerja akan mengarah pada bagaimana perusahaan melihat dan menganalisa perilaku karyawan dalam menyelesaikan pekerjaan serta faktor-faktor apakah yang pengaruhnya dominan terhadap tingkat kepuasan kerja yang pada akhirnya akan berpengaruh terhadap kinerja perusahaan. Bagi individu kepuasan kerja akan menjadi ukuran terpenuhi atau tidaknya kebutuhan para karyawan yang tidak hanya bersumber dari lingkungan kerja maupun lingkungan keluarga dan masyarakat namun juga kebutuhan diri Widodo (2006). Menurut Blum dalam As’ad (2003), faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja adalah sebagai berikut: a. Faktor individual meliputi : umur, kesehatan, watak, dan harapan. b. Faktor
sosial
meliputi: hubungan kekeluargaan, pandangan
masyarakat,
kegiatan serikat pekerja, dan kebebasan berpolitik.
Universitas Sumatera Utara
109
c. Faktor utama dalam pekerjaan meliputi: upah, pengawasan, ketentraman kerja, kondisi kerja, dan kesempatan untuk maju. Martoyo (2006) mengemukakan bahwa kepuasaan kerja (job satisfaction) adalah keadaan emosional karyawan dimana terjadi ataupun tidak terjadi titik temu antara nilai balas jasa kerja karyawan dari perusahaan/organisasi dengan tingkat nilai balas jasa yang memang diinginkan oleh karyawan yang bersangkutan. Menurut Fathoni (2006) bahwa kepuasan kerja adalah sikap emosional yang mengembangkan dan mencintai pekerjaannya. 1). Faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasaan kerja Kepuasan kerja dipengaruhi oleh berbagai faktor dimana setiap faktor mempunyai peranan yang berbeda tergantung dari pribadi masing-masing orang. Luthans (2006) menyebutkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja terdiri dari: supervisi, rekan kerja, pekerjaan itu sendiri, upah dan promosi. Faktor-faktor ini merupakan item instrumen Job Description Index yang banyak dipakai para peneliti untuk mengukur kepuasan kerja. Menurut Hasibuan (2007) menyatakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja adalah: a). Balas jasa yang adil dan layak. b). Penempatan yang tepat sesuai dengan keahlian.
Universitas Sumatera Utara
109
c). Berat ringannya pekerjaan. d). Suasana dan lingkungan pekerjaan. e). Peralatan yang menunjang pelaksanaan pekerjaan. f). Sikap pimpinannya dalam kepemimpinannya. g). Sifat pekerjaan monoton atau tidak. Sedangkan menurut Robbins (2008) menyatakan bahwa kepuasan kerja adalah kerja itu sendiri, bayaran, kondisi kerja, kenaikan jabatan, rekan kerja, pengawasan, dan kepribadian. Adapun penjelasan aspek-aspek kepuasan kerja tersebut adalah sebagai berikut: a). Kerja itu sendiri. Karyawan cenderung menyukai pekerjaan-pekerjaan yang memberi mereka kesempatan untuk menggunakan keterampilan, kemampuan mereka dan menawarkan tugas, kebebasan serta umpan balik mengenai betapa baik mereka mengerjakan. b). Bayaran Para karyawan menginginkan sistem upah dan kebijakan promosi yang mereka persepsikan sebagai adil, tidak kembar arti dan segaris dengan pengharapan mereka. Bila upah dilihat sebagai adil yang didasarkan pada tuntutan pekerjaan, tingkat keterampilan individu, dan standar pengupahan komunitas kemungkinan besar akan dihasilkan kepuasan. Tentu saja, tidak semua orang mengejar uang. Banyak orang bersedia menerima baik uang yang lebih kecil
Universitas Sumatera Utara
109
untuk bekerja dalam lokasi yang lebih diinginkan atau dalam pekerjaan yang kurang menuntut atau mempunyai keleluasaan yang lebih besar bila mereka melakukan pekerjaan dan jam-jam kerja, tetapi kunci hubungan antara upah dengan kepuasan bukanlah jumlah mutlak yang dibayarkan, yang sangat penting adalah persepsi keadilan. c). Kenaikan jabatan (promosi). Setiap karyawan menginginkan jabatan yang lebih tinggi. Karyawan berusaha mendapatkan kebijakan dan praktik promosi yang lebih banyak, dan status sosial yang ditingkatkan. Oleh karena itu individu yang mempersepsikan bahwa keputusan promosi dibuat secara adil kemungkinan besar akan mengalami kepuasan dari pekerjaan mereka. d). Kondisi kerja. Karyawan sangat peduli akan lingkungan kerja baik untuk kenyamanan pribadi
maupun
untuk
memudahkan
mengerjakan
tugas.
Studi-studi
memperagakan bahwa karyawan lebih menyukai keadaan sekitar fisik yang tidak berbahaya atau merepotkan. Temperatur (suhu), cahaya, kebisingan, dan faktor lingkungan lain seharusnya tidak ekstrim yaitu tidak terlalu tinggi atau terlalu rendah. e). Rekan kerja yang mendukung. Orang-orang mendapatkan lebih daripada sekedar uang atau prestasi yang berwujud dari dalam kerja. Bagi kebanyakan karyawan, kerja juga mengisi kebutuhan akan interaksi sosial. Oleh karena itu tidaklah mengejutkan bila
Universitas Sumatera Utara
109
mempunyai rekan sekerja yang ramah dan mendukung menghantar ke arah kepuasan kerja yang meningkat. f). Pengawasan. Perilaku atasan juga merupakan determinan utama dari kepuasan. Umumnya studi mendapatkan bahwa kepuasan karyawan ditingkatkan bila penyedia langsung bersifat ramah dan dapat memahami, menawarkan pujian yang baik, mendengarkan pendapat karyawan, dan menunjukkan suatu minat pribadi pada mereka. g). Kepribadian. Kepribadian juga mempunyai peran terhadap kepuasan kerja. Beberapa individu dipengaruhi untuk menyukai hampir segala hal, dan individu lain merasa tidak senang bahkan dalam pekerjaan yang tampaknya sangat hebat. Individu yang mempunyai kepribadian negatif biasanya kurang puas dengan pekerjan mereka. 2). Teori Kepuasan Kerja Menurut Wexley dan Yuk dalam As`ad (2003) menyatakan bahwa teori kepuasan kerja yang lazim dikenal ada tiga macam yaitu: a). Teori Perbandingan Intrapersonal (Discrepancy Theory) Kepuasan atau ketidakpuasan yang dirasakan oleh individu merupakan hasil dari perbandingan atau kesenjangan yang dilakukan oleh diri sendiri terhadap berbagai macam hal yang sudah diperolehnya dari pekerjaan dan yang
Universitas Sumatera Utara
109
menjadi harapannya. Kepuasan akan dirasakan oleh individu tersebut bila perbedaan atau kesenjangan antara standar pribadi individu dengan apa yang diperoleh dari pekerjaan kecil, sebaliknya ketidakpuasan akan dirasakan oleh individu bila perbedaan atau kesenjangan antara standar pribadi individu dengan apa yang diperoleh dari pekerjaan besar. b). Teori Keadilan (Equity Theory) Seseorang akan merasa puas atau tidak puas tergantung apakah ia merasakan adanya keadilan atau tidak atas suatu situasi. Perasaan equity atau inequity atas suatu situasi diperoleh seseorang dengan cara membandingkan dirinya dengan orang lain yang sekelas, sekantor, maupun di tempat lain. c). Teori Dua – Faktor (Two Factor Theory) Prinsip dari teori ini adalah bahwa kepuasan dan ketidakpuasan kerja merupakan dua hal yang berbeda. Menurut teori ini, karakteristik pekerjaan dapat dikelompokkan menjadi dua kategori, yang satu dinamakan dissatisfier atau hygiene factors dan yang lain dinamakan satisfier atau motivators. 2.2.4. Kinerja Kinerja (perfomance) mengacu kepada kadar pencapaian tugas-tugas yang membentuk sebuah pekerjaan karyawan (Simamora, 2004). Menurut Robbins (2002), kinerja adalah suatu hasil yang dicapai oleh pekerja dalam pekerjaannya menurut kriteria tertentu yang berlaku untuk suatu pekerjaan.
Universitas Sumatera Utara
109
Kinerja merupakan perilaku nyata yang ditampilkan setiap orang sebagai prestasi kerja yang dihasilkan oleh karyawan sesuai dengan perannya dalam perusahaan. Kinerja karyawan merupakan suatu hal yang sangat penting dalam upaya perusahaan untuk mencapai tujuannya (Rivai, 2005) 1). Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Kinerja Menurut Mathis dan Jackson (2009) terdapat tiga faktor utama yang dapat mempengaruhi bagaimana individu yang ada bekerja adalah a). Kemampuan individual untuk melakukan pekerjaan tersebut, b). Tingkat usaha yang dicurahkan, c). Dukungan organisasi. Sedangkan menurut Raymond, et.all (2010) bahwa faktor - faktor yang mempengaruhi kinerja karyawan adalah sebagai berikut: a). Karakteristik-karakteristik individu (person characteristics), mengacu pada pengetahuan, keterampilan, kemampuan, dan sikap para karyawan. b). Masukan
(input),
berhubungan
dengan
berbagai
pengajaran
yang
memberitahukan kepada para karyawan tentang apa, bagaimana, dan kapan harus bekerja. Masukan juga mengacu pada dukungan yang diberikan kepada karyawan agar dapat membantu mereka dalam bekerja. Dukungan itu meliputi sumber daya, seperti peralatan, waktu, atau anggaran. Dukungan juga meliputi umpan balik serta penguatan dari para manajer dan rekan kerja. c). Keluaran (output), mengacu pada standar-standar kinerja pekerjaan.
Universitas Sumatera Utara
109
d). Akibat (consequences), merupakan insentif-insentif yang diterima para karyawan karena bekerja dengan baik. e). Umpan balik (feedback), merupakan informasi yang diterima para karyawan ketika mereka bekerja. 2). Pengembangan Karir Pengembangan karir dapat dilihat apabila seseorang yang pertama kali menerima tawaran pekerjaan akan memiliki pengetahuan yang berbeda tentang pekerjaan jika dibandingkan dengan karyawan yang telah lama bekerja. Karyawan yang telah lama bekerja akan berpandangan lebih luas dan bermakna maka anggapan tentang kerja tersebut berubah. Karyawan bekerja dianggap sebagai persaingan terhadap kekuasaan serta jabatan yang lebih tinggi, sesuatu yang dapat memuaskan keinginan-keinginan lain, seperti penghargaan dari orang lain, dan lain-lain tetapi tidak saja sumber penghasilan. Ada beberapa pengertian pengembangan karir yang dikemukakan oleh para ahli : Menurut Veithzal Rivai (2004:280), proses peningkatan kemampuan kerja individu yang dicapai dalam rangka mencapai karir yang diinginkan. Pengembangan karir diartikan sebagai penyiapan individu untuk memikul tanggung jawab yang berbeda atau yang lebih tinggi di dalam organisasi dalam hal ini Henry Simamora (2004:273) menyatakan bahwa: Proses individu merencanakan kehidupan kerja mereka.
Universitas Sumatera Utara
109
Pengembangan biasanya berhubungan dengan peningkatan kemampuan intelektual atau emosional yang diperlukan untuk menunaikan pekerjaan yang lebih baik. Biasanya dalam sebuah organisasi seseorang akan mengalami tingkat kesuksesan dimana seseorang karyawan tersebut memiliki peluang untuk mendapatkan karir yang diinginkannya disini Wayne F. Casio yang dikutip oleh Bambang Wahyudi (2002:162) menyatakan bahwa : Rangkaian promosi jabatan atau mutasi ke jabatan yang lebih tinggi dalam jenjang hirarki yang dialami oleh seorang tenaga kerja selama masa dinasnya. Maka disini dapat kita simpulkan bahwa pengembangan karir sesorang didorong oeh keinginan yang kuat untuk dapat menempati kedudukan yang lebih tinggi dalam suatu organisasi yang didukung dengan kemampuan individu dan tingkat emosional yang dimilikinya di atas rata-rata karyawan lainya. 2.2.5. Kerangka Konseptual Nimran (2004:64) Kepemimpinan atau Leadership adalah merupakan suatu proses mempengaruhi prilaku orang lain agar berperilaku seperti yang akan dikehendaki. Sehingga baik buruknya kepemimpinan berpengaruh terhadap kepuasan kerja dan kinerja dari para karyawan. Hasibuan (2007) menyebutkan motivasi adalah pemberian daya pengerak yang menciptakan kegairahan kerja seseorang agar mereka mau bekerjasama, bekerja efektif, dan terintegrasi dengan
Universitas Sumatera Utara
109
segala daya upayanya untuk mencapai kepuasan. Kepuasan kerja mencerminkan perasaan seseorang terhadap pekerjaannya. Ini nampak dalam sikap positif karyawan terhadap pekerjaan dan segala sesuatu yang dihadapi di lingkungan kerjanya.
Kepemimpinan (X1) Kinerja Kepuasan Kerja (Y1)
(Y2)
Motivasi (X2)
Gambar 2.2. Kerangka Konseptual 2.2.6. Hipotesis Penelitian Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini, didasarkan pada tinjauan kepustakaan dan kerangka konseptual yang telah dikembangkan di atas adalah sebagai berikut: Hipotesis 1 : Kepemimpinan berpengaruh positif dan signifikan terhadap kepuasan kerja.
Universitas Sumatera Utara
109
Hipotesis 2 : Motivasi berpengaruh positif dan signifikan terhadap kepuasan kerja Hipotesis 3 : Kepemimpinan berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja Hipotesis 4 : Motivasi berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja Hipotesis 5 : Kepuasan kerja berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja Hipotesis 6 : Kepemimpinan berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja melalui kepuasan kerja Hipotesis 7 : Motivasi berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja melalui kepuasan kerja
Universitas Sumatera Utara