BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Fungsi Ekonomi Pemerintah Sejak lama para filosof telah memperdebatkan peranan negara, sementara itu para pemikir politik telah mengajukan pendekatan-pendekatan yang berbeda terhadap pemerintah. Tidak dapat dipungkiri bahwa peranan pemerintah tetap dibutuhkan meskipun era globalisasi telah mengaburkan batas-batas negara. Tidak ada negara yang sanggup meluputkan diri dari globalisasi, sehingga negara dengan segala fungsinya ikut terpengaruh oleh globalisasi yang membuat dunia seakan menjadi dusun global (global village) tetapi pemerintahan negara manapun tetap menjalankan fungsinya. Menurut Mankiw seperti diterjemahkan Munandar (1992), dari segi ekonomi, ada 4 fungsi pemerintah yaitu : 1.
Mendirikan kerangka kerja resmi bagi perekonomian Dalam fungsi ini pemerintah membuat aturan main ekonomi. Peraturan ini meliputi batasan kekayaan perusahaan, hukum perjanjian kontrak, kewajiban majikan atas pegawainya dan lain-lain.
2.
Mempengaruhi pengalokasian berbagai sumber daya untuk mengubah efisiensi ekonomi Fungsi ini disebut juga fungsi alokasi yang berkaitan dengan barang publik, diskriminasi pasar, kegagalan pasar dan eksternalitas
Universitas Sumatera Utara
3.
Membentuk berbagai program untuk mengubah distribusi pendapatan Fungsi ini dikenal dengan fungsi distribusi, pemerintah memiliki peran yang sangat penting dalam distribusi pendapatan dan kesejahteraan masyarakat. Terdapat ketidakmerataan sejulah distribusi pendapatan sedangkan pasar tidak mampu menyelesaikan masalah tersebut
4. Menstabilkan perekonomian melalui kebijakan makro Pemerintah berusaha untuk memperlancar arus bisnis untuk menghindari tingkat pengangguran yang kronis, stagnasi ekonomi dan inflasi, serta mendorong pertumbuhan ekonomi yang tinggi. Senjata utama pemerintah untuk mengontrol fluktuasi bisnis dan meningkatkan pertumbuhan ekonomi adalah kebijakan moneter dan kebijakan fiskal.. Musgrave (1989) menyebutkan fiscal function pemerintah adalah sebagai berikut : 1. The Provision for social goods, or the process by which total resource use is divided between privat and social goods and by which the mix of social goods is chosen. This provision may be termed the allocation function of budget policy Regulatory policies, which may also be considered apart of the allocation function, are not included here because they are not primarily a problem of budget policy. 2. Adjustment of the distribution of income and wealth to ensure conformance with what society consider a ”fair” or ”just” state of distribution, here referred to as the distribution function. 3. The use of budget policy as a means of maintaining high employment, a reasonable degree of price level stability, and an appropriate rate of
Universitas Sumatera Utara
economic growth, with allowances for effects an trade and on the balance of payments. We refer to all these objectives as the stabilization function. Dengan demikian fungsi pemerintah menurut Musgrave ada tiga yaitu fungsi alokasi yang berkaitan dengan penyediaan barang-barang publik, fungsi distribusi yang berkaitan dengan pembagian yang merata di masyarakat mengenai penghasilan dan kesejahteraan dan fungsi stabilisasi yang berkaitan dengan stabilitas barang-barang kebutuhan masyarakat, mempertahankan kesempatan kerja yang senantiasa terbuka luas dan menjamin pertumbuhan ekonomi yang mantap.
2.2. Kebijakan Publik Dalam menjalankan fungsinya, pemerintah membutuhkan instrument untuk dapat mengimplementasikan fungsinya tersebut. Instrumen yang dimaksud adalah kebijakan. Helco dalam Parsons (2005) memberi batasan dari suatu kebijakan, yaitu “To suggest in academic circle that there is a general agreement of anything is to done a crimson in the bullpen, but policy is one termon which there seems to be a certain amount of definitional agreement, as commonly used, the terms policy is ussualy consider to apply to amethong bigger than particular decisions, but smaller the general social movement.” Kebijakan adalah suatu istilah yang disepakati secara umum yang biasanya digunakan untuk mempertimbangkan keputusan tertentu juga untuk perubahan sosial. Menurut Jones dalam Tangkilisan (2003), Kebijakan terdiri dari komponenkomponen sebagai berikut : 1.
Goal atau tujuan yang diinginkan
Universitas Sumatera Utara
2.
Plans atau proposal yaitu pengertian yang spesifik untuk mencapai tujuan
3.
Program yaitu upaya yang berwenang untuk mencapai tujuan
4.
Decision atau keputusan yaitu tindakan-tindakan untuk menentukan tujuan, membuat rencana, melaksanakan dan mengevaluasi program
5.
Efek yaitu akibat-akibat dari program (baik disengaja atau tidak, primer atau sekunder)
Eaulau dan Previt, dalam Tangkilisan (2003) merumuskan kebijakan sebagai keputusan yang tetap, ditandai dengan kelakuan yang berkesinambungan dan berulang-ulang
pada
mereka
yang
membuat
kebijakan
dan
yang
melaksanakannya, dengan demikian kebijakan merupakan suatu keputusan untuk menetapkan tujuan yang berkesinambungan, melaksanakan dan mengevaluasinya. Istilah kebijakan publik dikemukakan oleh para pakar di bidang politik maupun administrasi Negara. Salah satu definisi yang sering digunakan adalah pendapat dari Dye dalam Thoha (1993) yang menyebutkan “Whatever government choose to do or not to do” (apapun yang dipilih oleh pemerintah untuk dilakukan ataupun untuk tidak dilakukan). Pengertian sederhana ini mencakup bahwa kebijakan publik tidak hanya berupa apa yang dilakukan oleh pemerintah melainkan termasuk juga apa saja yang tidak dilakukan pemerintah. Tindakan yang tidak dilakukan pemerintah pun mempunyai dampak yang besar seperti halnya apa yang dilakukan oleh pemerintah. Pemerintah tidak melakukan tindakan bukan berarti tidak respons dengan masalah publik, namun bias saja masalah publik tersebut telah diatur ketentuannya dengan kebijakan yang sudah ada sehingga tidak membutuhkan kebijakan baru.
Universitas Sumatera Utara
Lebih lanjut Thoha (1993) mengemukakan bahwa public policy dalam arti luas mempunyai dua aspek pokok : 1.
Policy, merupakan praktik sosial, bukan event yang tunggal atau terisolir. Dengan demikian sesuatu yang dihasilkan pemerintah berasal dari segala kejadian dalam masyarakat dan digunakan untuk kepentingan masyarakat.
2.
Policy, adalah suatu peristiwa yang ditimbulkan untuk mendamaikan “claim” dari pihak-pihak yang konflik, atau untuk menciptakan “incentive” bagi tindakan bersama bagi pihak-pihak yang ikut menetapkan tujuan akan tetapi mendapatkan perlakuan yang tidak rasional dalam usaha tersebut.
Senada dengan Thoha, Chandler dan Plano dalam Tangkilisan (2003) berpendapat bahwa kebijakan publik merupakan suatu bentuk intervensi yang dilakukan secara terus menerus oleh pemerintah demi kepentingan kelompok yang kurang beruntung dalam masyarakat agar mereka dapat hidup, dan ikut berpartisipasi dalam pembangunan secara luas. Dengan demikian jika ada pihak-pihak yang berkonflik atau menuntut suatu insentif, maka salah satu usaha yang dilakukan untuk mengatasinya adalah dihasilkan suatu policy.
2.3. Sistem Perpajakan Sistem perpajakan yang berlaku di Indonesia dan pada beberapa negara pada umumnya terdiri dari tiga macam pilar utama. Menurut Mansury (1996) Pilar itu terdiri dari Kebijakan pajak (Tax Policies), Undang-Undang Pajak (Tax Laws), dan juga Administrasi Pajak (Tax Administration). Untuk menunjang sebuah sistem perpajakan yang baik maka koordinasi antara ketiga pilar tersebut tidak dapat dikesampingkan.
Universitas Sumatera Utara
1.
Kebijakan Pajak (Tax Policies)
Mansury (1999) menyatakan bahwa kebijakan pajak merupakan pengertian sempit dari kebijakan fiskal. Kebijakan fiskal dalam arti luas adalah kebijakan untuk mempengaruhi produksi masyarakat, kesempatan kerja dan inflasi dengan mempergunakan instrument pemungutan pajak dan pengeluaran belanja Negara, sedangkan pengertian dari kebijakan fiskal dalam arti sempit adalah kebijakan yang berhubungan dengan penentuan siapa-siapa yang akan dikenakan pajak, apa yang akan dijadikan dasar pengenaan pajak, bagaimana menghitung besarnya pajak yang harus dibayar dan bagaimana tatacara pembayaran pajak yang terhutang. Menurut Sicat dalam Nirwono (1991), kebijakan fiskal (fiscal policy) berkaitan dengan pemanfaatan gabungan pengeluaran pemerintah, perpajakan dan utang pemerintah untuk mencapai sasaran yang dikehendaki. Kebijakan fiskal yang aktif dirancang untuk membantu meredakan goncangan liar siklus dunia usaha (business cycles) agar perekonomian menjadi lebih stabil. Kebijakan fiskal juga harus dirancang guna memantapkan pertumbuhan pendapatan dari waktu ke waktu, memperluas kesempatan kerja, serta meningkatkan keadilan pembagian pendapatan dan kekayaan. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa kebijakan fiskal merupakan salah satu instrumen yang dimiliki pemerintah untuk menstabilkan perekonomian dengan menggunakan instrumen perpajakan dan pengeluaran pemerintah serta hutang pemerintah dengan peraturan atau pengawasan pemerintah yang dapat mempengaruhi
produksi
masyarakat,
kesempatan
kerja,
dan
meratakan
pendapatan dan kekayaan.
Universitas Sumatera Utara
Telah disebutkan bahwa kebijakan pajak merupakan bagian dari kebijakan fiskal. Menurut Mansury (1999) tujuan kebijakan pajak sebagai berikut : 1. Peningkatan kesejahteraan dan kemakmuran 2. Distribusi penghasilan yang lebih adil 3. Stabilitas Dalam pembuatan kebijakan perpajakan, pemerintah harus memperhatikan terlebih dahulu mengenai dua fungsi utama dari perpajakan. Dua fungsi tersebut adalah fungsi budgeter dan fungsi regulerend. Fungsi budgeter yaitu fungsi untuk menghimpun dana dari masyarakat bagi kas negara untuk pembiayaan kegiatan pemerintah, baik pembiayaan rutin maupun pembiayaan pembangunan, Sedangkan fungsi regulerend yaitu fungsi pajak yang memberikan wewenang kepada pemerintah untuk mengatur, bila perlu mengubah susunan pendapatan dan kekayaan swasta. Salah satu bentuk dari fungsi regulerend sebagaimana telah disebutkan sebelumnya dipergunakan untuk mengatur kondisi perkonomian yang ada, salah satunya mengatur mengenai investasi atau penanaman modal. Dalam hal ini apabila pemerintah ingin meningkatkan pertumbuhan investasi baik asing maupun dalam negeri maka pemerintah dapat memberikan rangsangan-rangsangan investasi kepada pihak investor. Rangsangan tersebut dapat berupa pemberian insentif usaha. Salah satu jenis insentif usaha yang dapat diberikan oleh pemerintah adalah melalui pemberian fasilitas pajak. 2.
Undang-Undang Pajak (Tax Laws)
Definisi tentang pajak, salah satu elemen yang terkandung didalamnya adalah adanya peraturan perundang-undangan yang mengatur. Oleh karena itulah maka
Universitas Sumatera Utara
diperlukan suatu sistem perundang-undangan yang mengatur mengenai masalah perpajakan ini. Peraturan yang mengatur mengenai Undang-Undang pajak ini pada umumnya dikategorikan sebagai hukum pajak. Rosdiana dan Tarigan (2005) menyatakan, pengertian dari hukum pajak sendiri merupakan bagian dari hukum publik, yang mengatur hubungan-hubungan hukum antara negara dan orang-orang atau badan (hukum) yang berkewajiban membayar pajak.
Menurut Mansury
(1999) definisi dari hukum pajak adalah keseluruhan peraturan yang meliputi kewenangan
pemerintah
untuk
mengambil
kekayaan
seseorang
dan
menyerahkannya kembali kepada masyarakat dengan melalui kas Negara. 3.
Administrasi Pajak (Tax Administration)
Administrasi perpajakan merupakan elemen yang tidak kalah penting dari kedua elemen sebelumnya dalam suatu sistem perpajakan. Menurut Rosdiana (2005), administrasi perpajakan memegang peranan yang sangat penting karena seharusnya bukan saja sebagai perangkat laws enforcement, tetapi lebih penting dari itu, sebagai service point yang memberikan pelayanan prima kepada masyarakat sekaligus pusat informasi perpajakan. Sebagai sarana yang ‘menjembatani’ antara pihak pemerintah dengan para wajib pajak maka sudah sewajarnya sistem administrasi perpajakan menjadi salah satu faktor penting penting dalam sistem perpajakan. meskipun terdapat kebijakan perpajakan yang baik dan juga telah dituangkan dalam peraturan perpajakan yang baik tanpa adanya administrasi perpajakan yang baik maka fungsi utama dari pajak baik dalam hal budgeter maupun regulerend akan sulit tercapai.
Universitas Sumatera Utara
2.4. Pajak Adriani dalam Brotodiharjo (2003) menyatakan “Pajak adalah iuran kepada negara (yang dapat dipaksakan) yang terhutang oleh yang wajib membayarnya menurut peraturan-peraturan, dengan tidak mendapat prestasi kembali, yang langsung dapat ditunjuk, dan yang gunanya adalah untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran umum berhubung dengan tugas negara untuk menyelenggarakan pemerintahan.” Brotodiharjo dalam Waluyo (2005) mengemukakan “Pajak adalah iuran kepada negara (yang dapat dipaksakan) yang terutang oleh yang wajib membayarnya menurut peraturan-peraturan, dengan tidak mendapat prestasi kembali, yang langsung dapat ditunjuk, dan yang gunanya adalah untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran umum berhubung dengan tugas Negara untuk menyelenggarakan pemerintahan.” Soemitro (2004) mendefinisikan “ Pajak adalah iuran rakyat kepada Negara berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tidak dapat jasa timbal balik (konsentrasi), yang langsung dapat ditunjukan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum.” Judisseno (2005) mengemukakan “Pajak adalah suatu kewjiban kenegaraan dan pengapdiaan peran aktif warga negara dan anggota masyarakat lainnya untuk membiayai berbagai keperluan negara berupa pembangunan nasional yang pelaksanaannya diatur dalam Undang-Undang dan peraturan-peraturan untuk tujuan kesejahteraan dan negara”.
Universitas Sumatera Utara
Sejak reformasi perpajakan, ditandai dengan di undangkannya Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tanggal 31 Desember 1983, definisi pajak baru dimasukkan dalam
ketentuan
peraturan
perundang-undangan
perpajakan,
dengan
diundangkannya Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 pada tanggal 17 Juli 2007. Ketentuan Pasal 1 angka 1 Undang-Undang No 28 Tahun 2007 menyebutkan “Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.” Dari definisi pajak tersebut di atas jelas bahwa pajak merupakan kewajiban kenegaraan dan pengabdian peran aktif warga negara dalam upaya pembiayaan pembangunan nasional kewajiban perpajakan setiap warga negara diatur dalam Undang-Undang dan Peraturan-peraturan pemerintah. Ciri-ciri yang melekat pada pajak berdasarkan beberapa definisi yang telah diutarakan di atas adalah : 1.
Pajak dipungut berdasarkan atau dengan kekuatan Undang-undang serta aturan pelaksanaannya.
2.
Pembayaran pajak tidak dapat ditunjukkan adanya kontraprestasi individual oleh pemerintah atau negara.
3.
Pajak dipungut oleh pemerintah atau negara.
4.
Pajak diperuntukkan bagi pengeluaran-pengeluaran pemerintah, dan public investment.
Universitas Sumatera Utara
2.5. Fungsi Pajak Fungsi pajak sangat berkaitan erat dengan fungsi ekonomi pemerintah seperti telah dijelaskan sebelumnya. Pajak sebagai salah satu sumber pendanaan bagi pemerintah dalam menjalankan fungsi-fungsinya. Nurmantu (2003) menyebutkan dua fungsi pajak yaitu budgetair dan regulerend. 2.5.1. Fungsi Budgetair Menurut nurmantu (2003), fungsi budgetair adalah salah satu fungsi dimana pajak digunakan untuk memasukkan dana secara optimal ke kas Negara berdasarkan
undang-undang
perpajakan
yang
berlaku.
Rosdiana
(2003)
menyatakan, fungsi pajak yang paling utama adalah untuk mengisi kas Negara (to raise government’s revenue), fungsi ini disebut juga fungsi fiskal (fiscal function). Karena itu suatu pemungutan pajak yang baik sudah seharusnya memenuhi azas revenue productivity. Fungsi ini merupakan fungsi utama di Negara-negara berkembang termasuk Indonesia. Siahaan (2004) menyatakan, terkait dengan fungsi budgetair, ada 3 hal yang harus diperhatikan yaitu ; jangan sampai ada wajib pajak/subjek pajak yang tidak memenuhi kewajiban perpajakan, jangan sampai ada obyek pajak yang tidak dilaporkan oleh wajib pajak, dan jangan sampai ada obyek pajak yang terlepas dari pengamatan atau penghitungan negara 2.5.2. Fungsi Regulerend Menurut Nurmantu (2003), fungsi regulerend adalah suatu fungsi dimana pajak dipergunakan pemerintah sebagai alat untuk mencapai tujuan tertentu. Rosdiana (2004) menyebutkan bahwa pada kenyataannya pajak bukan hanya berfungsi untuk mengisi kas Negara, pajak juga digunakan pemerintah sebagai instrument untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu yang ditetapkan pemerintah.
Universitas Sumatera Utara
2.6. Pajak Penghasilan Pajak penghasilan adalah pajak yang dipungut atas penghasilan yang diterima atau diperoleh oleh subyek pajak. Sedangkan pengertian penghasilan itu sendiri antara lain, 1. Menurut Schanz sebagaimana dikutip Rosdiana (2005) melalui teorinya The Accreation Theory of Income, menyatakan bahwa pengertian penghasilan untuk keperluan perpajakan seharusnya tidak membedakan sumbernya dan tidak menghiraukan pemakaiannya, melainkan lebih menekankan kepada kemampuan ekonomis yang dapat dipakai untuk menguasai barang dan jasa. 2. Menurut Haig sebagaimana dikutip Rosdiana (2005), penghasilan merupakan the money value of the net accreation to one’s economic power between two points of time atau the increase or accreation in one’s power to satisfy his wants in a given period in so far as that power consists. Penghasilan adalah nilai uang berupa penambahan kemampuan ekonomis pada suatu waktu atau peningkatan kemampuan seseorang untuk memenuhi kebutuhannya dalam suatu waktu. 3. Menurut Simon sebagaimana dikutip Rosdiana (2005), ”Personal income may be defined as the algebraic sum of (1) the market value of rights exercised in consumption an (2) the change in the value of the store of the property rights between the beginning and the end of the period in question. In other words, it is merely the result obtained by adding consumption during the period to ’wealth’ at the end of the period and then substracing ’wealth’ at the beginning”. Penghasilan adalah penjumlahan dari nilai yang dikonsumsi dengan penambahan nilai harta pada periode awal dengan periode akhir.
Universitas Sumatera Utara
Ketiga konsep tersebut menekankan pada adanya tambahan kemampuan ekonomis seseorang yang diperolehnya dari sumber manapun juga baik digunakan untuk konsumsi maupun untuk hal lainnya. Hal ini sesuai dengan definisi penghasilan yang dianut oleh sistem perpajakan di Indonesia. Dalam hal ini pengklasifikasiannya, pajak penghasilan termasuk dalam pajak subyektif, yaitu pajak yang dikenakan dengan memperhatikan keadaan wajib pajaknya, oleh karena itu dalam menetapkan pajaknya harus ditemukan alasan-alasan obyektif yang berhubungan erat dengan keadaan materilnya atau yang disebut dengan daya pikulnya. Besarnya daya pikul seseorang tidak hanya berdasarkan faktor pendapatan
atau
kekayaan,
tetapi
masih
ada
faktor-faktor
lain
yang
mempengaruhinya. Menurut Mansury (1999) ada beberapa unsur pokok dari konsep penghasilan yang dianut di Indonesia, yaitu : 1. Tambahan kemampuan ekonomis Obyek pajak penghasilan adalah setiap tambahan kemampuan ekonomis yang dimiliki wajib pajak, yang diperoleh baik dari penghasilan karena hubungan kerja, penghasilan dari pekerjaan bebas dan penghasilan karena pemilikan modal. Tambahan
kemampuan
ekonomis
ini
diperoleh
dengan
mengurangkan
penghasilan dengan biaya yang terjadi atau dikeluarkan sesuai dengan peraturan yang berlaku. 2. Diterima oleh wajib pajak Unsur ini membatasi pengenaan pajak atas setiap tambahan kemampuan ekonomis, yaitu realisasi. Pengertian realisasi menurut Gunadi (1997) mengambil
Universitas Sumatera Utara
konsep akuntansi, yaitu penghasilan yang telah dapat dibukukan dengan memakai “cash bassic” atau “accrual bassic” 3. Berasal dari Indonesia atau luar negeri Nurmantu (2003) berpendapat, Indonesia dalam menentukan penghasilan yang terutang pajak, menganut prinsip “world wide income” yaitu penghasilan yang dikenakan pajak meliputi penghasilan yang diperoleh dari manapun juga, baik yang berasal dari sumber di Indonesia maupun luar Indonesia. Mansury (1999) menyatakan, prinsip ini dikenal juga dengan global taxation, yaitu setiap wajib pajak harus menjumlahkan semua penghasilan selama satu tahun buku dari manapun sumbernya. 4. Untuk konsumsi atau menambah kekayaan Unsur ini merupakan cara tidak langsung dalam menghitung atau mengukur besarnya penghasilan yang dikenakan pajak, yaitu sebagai hasil penjumlahan seluruh pengeluaran untuk konsumsi dan tabungan atau investasi dan aset lainnya.
2.7. Pajak Pertambahan Nilai Salah satu hal yang dapat membantu memahami Pajak Pertambahan Nilai adalah dengan mengetahui karakteristik atau legal character Pajak Pertambahan Nilai. Rosdiana (2005) mengatakan Legal character dapat didefinisikan sebagai ciri-ciri atau nature dari suatu jenis pajak. Pemahaman tentang feature atau nature dari suatu jenis pajak akan menentukan atau memberikan konsekuensi bagaimana sebaiknya pajak tersebut harus dipungut. Karakteristik berbeda dengan definisi, tetapi definisi dapat dibuat berdasarkan karakteristik. Oleh karena itu, karakteristik
seringkali
lebih
efektif
dalam
menjelaskan
sesuatu
dan
Universitas Sumatera Utara
membedakannya dengan sesuatu yang lain, dibandingkan dengan definisi. Karakteristik atau legal karakter Pajak Pertambahan Nilai menurut Terra (1988) adalah pajak tidak langsung atas konsumsi yang bersifat umum (general indirect tax on consumption). 1. General Pajak Pertambahan Nilai adalah pajak konsumsi yang bersifat umum. Kata umum ini yang membedakan Pajak Pertambahan Nilai dengan jenis pajak lainnya. Karakter ini pun berarti Pajak Pertambahan Nilai dikenakan terhadap semua jenis barang dan jasa yang menjadi expenditure private masyarakat baik berupa barang maupun jasa. Seperti yang diungkapkan oleh Williams dalam Thuronyi (1996) “The principle of the common system of value added tax involve the application goods and services of general tax on consumption exactly proportional to the price of the good and services, what ever the number of transaction that take place in the production and distribution process before the stage at which tax is charge.” 2. Indirect Pajak Pertambahan Nilai adalah jenis pajak tidak langsung, dimana beban pajaknya dapat dilimpahkan kepada pihak lain dengan cara forward shifting maupun backward shifting. Sukardji (2002) berpendapat bahwa karakter pajak tidak langsung ini member konsekuensi yuridis bahwa antara pemikul beban pajak (destinataris) dengan penanggung jawab atas pembayaran pajak ke Negara di pihak berbeda.
Universitas Sumatera Utara
3. On Consumption Pajak Pertambahan Nilai adalah pajak atas konsumsi baik untuk konsumsi sekaligus maupun bertahap. Pajak Pertambahan Nilai dikenakan atas konsumsi barang bergerak dan tidak bergerak serta pemanfaatan jasa. Semua barang seharusnya menjadi obyek Pajak Pertambahan Nilai tanpa kecuali, tanpa membedakan apakah barang bergerak maupun tidak bergerak. Cnossen dalam Thuronyi (1996) berpendapat bahwa “VAT is a tax on consumption expenditure as they are incurred”. Legal
character
VAT
di
atas
diadopsi
oleh
Indonesia
yang
menerapkannya sebagai pengganti pajak penjualan. Gunadi (1999) menyebutkan bahwa, karakteristik Pajak Pertambahan Nilai adalah ciri khusus yang melekat dalam sistem Pajak Pertambahan Nilai yang tidak dimiliki oleh sistem pajak yang lain. Karakteristik tersebut yaitu : 1.
Merupakan pajak tidak langsung
2.
Merupakan pajak obyektif
3.
Bersifat Multistage tax
4.
Menggunakan faktur pajak
5.
Merupakan pajak atas konsumsi dalam negeri
2.8. Konsep Nilai Tambah Pada dasarnya Pajak Pertambahan Nilai merupakan turunan pajak penjualan yang dikenakan atas nilai tambah yang muncul baik pada setiap jalur produksi maupun distribusi. Tait (1988) menyatakan ”value added is the value that procedure (whether a manufacture, distributor, advertising agent, farmer, race horse
Universitas Sumatera Utara
trainer, or circus owner) adds to his raw material or purchase (other than labour) before selling the new or improved product or service. That is, the inputs (the raw materials, transport, rent, advertising, and so on) are bought, people are paid wages to work on these inputs and, when the final good or service is sold, some profit is left. So value added can be looked at from the additive side (wages plus profit) or from the substractive side (output minus input). Tait melihat konsep nilai tambah dari sisi penambahan (gaji ditambah dengan keuntungan) dan dari sisi pengurangan (keluaran dikurangi masukan). Nilai tambah dapat juga diidentikkan dengan selisih antara penjualan dengan pembelian. Hal ini sesuai dengan definisi menurut OECD (1998), ”value added is identical to the different between sales and purchases.” Aron (1982) mendefinisikan hal yang sama tentang nilai tambah sebagai berikut ”value added is the difference between the value of a firm sales and the value for chosed material inputs used in production sold”, Sementara Hyman (1982) mendefinisikan tentang nilai tambah sebagai berikut ”value added is the difference between sales proceeds and purchases of intermediate goods and services over a certain period.”
2.9. Insentif Pajak Insentif pajak atau yang dalam peraturan perpajakan Indonesia disebut dengan fasilitas pajak secara umum dapat diartikan sebagai kemudahan yang diberikan oleh pemerintah dalam hal perpajakan. Viherkentta (1991) mengatakan “There is no universally accepted definition of a ‘tax incentives’. In this study, the concept denotes a tax reduction intended to encourage business operations including
Universitas Sumatera Utara
inward foreign investmet”, sementara menurut Aaron sebagaimana dikutip oleh Viherkenttä (1991) menyatakan “Tax incentives are often understood to be spesific provisions intended by the lawgiver to encourage certain kinds of behaviour in response to tax benefits granted in the provision.” Menurut United Nations Conference on Trade and Development (UNCTAD) (2000) “FDI incentives may be defined as any measurable advantages accorded to specific enterprises or categories of enterprises by (or at the direction of) a Government, in order to encourage them to behave in a certain manner. They include measures specifically designed either to increase the rate of return of a particular FDI undertaking, or to reduce (or redistribute) its costs or risks.” Dari ketiga teori tersebut dapat ditemukan kesamaan yaitu insentif pajak merupakan sebuah fasilitas yang diberikan kepada investor agar tertarik untuk menanamkan modalnya disuatu negara. Dari definisi tersebut juga dapat disimpulkan bahwa insentif pajak merupakan alat yang dapat digunakan oleh pemerintah untuk mempengaruhi perilaku investor dalam menentukan kegiatan bisnisnya. Menurut Chalk (2001) Beberapa alasan rasional pemberian insentif usaha dalam bentuk insentif pajak menurut tulisan yang dikeluarkan oleh International Monetary Fund (IMF) adalah: 1.
Kebijakan sektor industri
2.
Transfer ilmu pengetahuan dan teknologi
3.
Penciptaan lapangan pekerjaan
4.
Pelatihan dan pengembangan sumber daya manusia
5.
Diversifikasi ekonomi
Universitas Sumatera Utara
6.
Akses ke pasar global
7.
Penciptaan klaster-klaster kegiatan ekonomi
Alasan dalam pemberian insentif usaha tersebut digunakan dengan pertimbangan pertama dalam hal industrial policy, alasan dari diberikannya insentif usaha adalah guna mendorong majunya industri yang ada dalam suatu negara, karena diharapkan dengan adanya insentif usaha maka para pelaku industri besar berminat untuk menanamkan modalnya di negara yang bersangkutan dan selanjutnya dapat menjadi katalis guna memajukan industri dalam negeri. Kedua yaitu the transfer of proprietary knowledge or technology, dengan adanya pemberian insentif usaha yang nantinya akan menghadirkan para investor yang memiliki skala industri besar maka diharapkan pengetahuan dan teknologi yang digunakan oleh para investor tersebut dapat dimanfaatkan oleh para investor lokal, pemerintah, dan juga masyarakat melalui proses alih teknologi sehingga ilmu pengetahuan dan teknologi akan menjadi semakin maju. Ketiga yaitu employment objectives, diharapkan dengan adanya insentif usaha yang dapat mengajak para investor untuk menanamkan modalnya dapat menciptakan lapangan pekerjaan baru bagi masyarakat terutama apabila investasi tersebut merupaka investasi yang menyerap banyak tenaga kerja. Keempat yaitu training and human capital development, berkaitan dengan alasan sebelumnya yaitu adanya transfer pengetahuan dan tekhnologi maka selanjutnya dengan adanya proses transfer tersebut maka diharapkan kualitas sumber daya manusia akan semakin meningkat. Kelima yaitu economic diversification, dengan masuknya para investor baru maka diharapkan dapat menimbulkan diversifikasi ekonomi bagi negara tersebut
Universitas Sumatera Utara
sehingga kemungkinan adanya penambahan sektor-sektor industri baru dapat tumbuh lebih banyak. Keenam yaitu access to overseas market, dengan adanya insentif usaha maka para investor akan tertarik untuk menanamkan modalnya, apabila investor
mulai
memasuki industri dalam negeri maka kemungkinan besar investor tersebut akan melakukan perdagangan internasional, sehingga diharapkan dapat membuka akses pasar internasional terhadap negara yang bersangkutan. Dengan adanya akses ke pasar internasional ini maka diharapkan dapat mendorong kegiatan ekspor negara yang bersangkutan. Ketujuh yaitu regional or locational objectives, dengan penentuan lokasi-lokasi tertentu untuk penanaman modal yang telah ditentukan oleh pemerintah maka diharapkan pertumbuhan dari lokasi-lokasi tersebut dapat lebih maju tingkat pertumbuhannya. Alasan-alasan pemberian fasilitas pajak diatas, merupakan suatu penilaian untuk menetapkan layak atau tidaknya suatu industri atau daerah tertentu untuk diberikan fasilitas pajak penghasilan. Perumusan mengenai bidang usaha dan daerah tertentu yang dapat diberikan fasilitas pajak penghasilan tersebut dilakukan mengingat tujuan yang ingin dicapai oleh pemerintah dalam rangka pemberian fasilitas pajak penghasilan. Jenis-jenis insentif pajak yang diberikan oleh pemerintah pada umumnya terdapat suatu pola yang sama. Hanya dalam penerapannya terdapat berbagai macam variasi yang disesuaikan dengan kondisi negara masing-masing. Menurut Holland dan Vann dalam Thuronyi (1998), secara umum insentif pajak dapat dibagi lima macam, yaitu:
Universitas Sumatera Utara
1.
Tax Holidays
2.
Investment Allowances and Tax Credits
3.
Timing Differences
4.
Tax Rate Reductions
5.
Administrative Discretion.
Insentif pajak dalam bentuk tax holidays pada umumnya digunakan oleh negaranegara berkembang untuk menarik minat investor agar mau berinvestasi dinegaranya. Insentif ini menurut Holland dan Vann dalam Thuronyi (1998) “ ... new firms are allowed a period of time when they are exempt from the burden of income taxation.” Maka dengan tax holidays ini wajib pajak memperoleh hak berupa pembebasan dari pengenaan pajak dalam suatu periode waktu tertentu. Jenis insentif yang kedua adalah investment allowances and tax credits, jenis insentif ini menurut Holland dan Vann dalam Thuronyi (1998) “Investment allowances and tax credit are forms of tax relief that are based on the value of expenditures on qualifying investments.” Jenis insentif ini merupakan insentif yang berdasarkan jumlah investasi yang bersangkutan. Pada umumnya jenis insentif ini menggunakan suatu persentase tertentu yang ditentukan oleh pemerintah dan kemudian diperhitungkan dalam penghitungan pajak yang harus dibayarkan oleh wajib pajak. Jenis insentif yang ketiga adalah timing differences, jenis insentif ini pada intinya ialah terdapat adanya perbedaan antara laporan keuangan komersial dengan laporan keuangan pajak dalam pengakuan biaya dan juga dalam hal pengakuan penghasilan. Seperti yang ditulis oleh Holland dan Vann dalam Thuronyi (1998)
Universitas Sumatera Utara
“Timing differences can arise through either the acceleration of deductions or the defferal of the recognition of income.” Jenis insentif yang keempat adalah tax rate reductions, jenis insentif ini sesuai dengan namanya yaitu pengurangan tarif pajak merupakan jenis insentif yang mengurangi tarif pajak yang dikenakan kepada wajib pajak dari suatu persentase atau tingkatan tarif tertentu ke tingkatan tarif yang berada dibawahnya. Jenis insentif selanjutnya adalah administrative discretion, administrative discretion merupakan salah satu isu yang pada umumnya beredar dalam perumusan kebijakan fasilitas pajak. Pengertian dari administrative discretion ini adalah apakah fasilitas pajak dapat dinikmati secara otomatis oleh setiap wajib pajak yang memenuhi ketentuan atau harus mengajukan permohonan penggunaan fasilitas pajak terlebih dahulu. Discretion dapat diartikan sebagai selektif, sehingga administrative discretion dapat diartikan sebagai proses administrasi yang selektif dalam rangka pemberian fasilitas pajak. Sedangkan menurut Spitz sebagaimana dikutip Suandy (2006) umumnya terdapat empat macam bentuk insentif pajak, yaitu: 1.
Pengecualian dari pengenaan pajak
2.
Pengurangan dasar pengenaan pajak
3.
Pengurangan tarif pajak
4.
Penangguhan pajak.
Insentif pajak dalam bentuk pengecualian dari pengenaan pajak merupakan bentuk insentif yang paling banyak digunakan. Jenis insentif ini memberikan hak kepada wajib pajak agar tidak dikenakan pajak dalam jangka waktu tertentu yang ditentukan
oleh
pemerintah.
Namun
diperlukan
kehati-hatian
dalam
Universitas Sumatera Utara
mempertimbangkan pemberian insentif ini. Hal yang perlu diperhatikan adalah sampai berapa lama pembebasan pajak ini diberikan dan sampai berapa lama investasi dapat memberikan hasil. Contoh dari jenis insentif ini adalah tax holiday atau tax exemption. Jenis insentif yang kedua berupa pengurangan dasar pengenaan pajak. Jenis insentif ini biasanya diberikan dalam bentuk berbagai macam biaya yang dapat dikurangkan dari pendapatan kena pajak. Pada umumnya biaya yang dapat menjadi pengurang boleh dikurangkan lebih dari nilai yang seharusnya. Jenis insentif ini misalnya dapat ditemui dalam bentuk double deduction, investment allowances, dan loss carry forwards. Jenis insentif yang ketiga adalah pengurangan tarif pajak. Insentif ini yaitu berupa pengurangan tarif pajak dari tarif yang berlaku umum ke tarif khusus yang diatur oleh pemerintah. Insentif ini paling sering ditemui dalam pajak penghasilan. Misalnya pengurangan tarif corporate income tax atau tarif witholding tax. Jenis insentif yang terakhir menurut Spitz Suandy (2006) adalah penangguhan pajak. Jenis insentif ini pada umumnya diberikan kepada wajib pajak sehingga pembayar pajak dapat menunda pembayaran pajak hingga suatu waktu tertentu. Kemudian menurut UNCTAD (2000), a Global Survey mengklasifikasikan jenis insentif pajak antara lain sebagai berikut, a.
Reduced corporate income tax rate
b.
Loss carry forwards
c.
Tax holidays
d.
Investment allowances
e.
Investment tax credits
Universitas Sumatera Utara
f.
Reduced taxes on dividends and interest paid abroad
g.
Deductions for qualifying expenses
h.
Zero or reduced tariffs
i.
Employment-based deductions.
Jenis insentif pajak yang pertama adalah reduced corporate income tax rates, insentif pajak ini berupa pengurangan tarif pajak penghasilan untuk wajib pajak badan. Pemerintah dapat menetapkan tarif pajak penghasilan yang lebih rendah kepada wajib pajak badan dengan kriteria persyaratan tertentu untuk menarik investor agar menanamkan modalnya di dalam negeri. Jenis insentif yang kedua yaitu loss carry forwards adalah jenis insentif yang memperbolehkan investor untuk mengkompensasikan kerugian yang dialami pada suatu tahun pada tahuntahun berikutnya. Jenis insentif ini berguna bagi investor yang kegiatan bisnisnya relatif mengalami kerugian pada awal-awal tahun berdirinya ketika investor sedang meningkatkan kapasitas produksi atau memasuki pasar. Jenis insentif yang ketiga yaitu tax holidays adalah jenis insentif berupa pembebasan pajak penghasilan badan dengan sejumlah tahun tertentu. Insentif ini merupakan insentif yang umum digunakan oleh negara berkembang untuk meningkatkan pertumbuhan penanaman modal di negaranya. Tax holidays dapat dikategorikan sebagai insentif yang mudah penerapannya dan juga memiliki compliance cost yang relatif tidak tinggi. Tetapi meskipun di satu sisi tax holidays memiliki compliance cost yang tidak tinggi, insentif ini merupakan jenis insentif yang memiliki potential tax loss yang lebih besar apabila dibandingkan dengan jenis insentif lainnya.
Universitas Sumatera Utara
Jenis insentif yang keempat yaitu investment allowances, insentif ini berupa pengurangan penghasilan kena pajak berdasarkan persentase tertentu dari jumlah investasi awal. Besarnya persentase ini tergantung dari kebijakan negara yang menerapkan insentif ini, semakin besar persentase yang diperbolehkan untuk menjadi pengurang penghasilan kena pajak, maka semakin besar pula manfaat yang diterima oleh penerima fasilitas. Negara yang menerapkan jenis insentif ini pada umumnya juga menerapkan jenis insentif kompensasi kerugian, karena pada beberapa negara investment allowances yang dapat dikurangkan setiap tahunnya dapat dikompensasikan pada tahun berikutnya apabila investment allowances tersebut tidak habis dikurangkan pada tahun berjalan. Jenis insentif yang kelima adalah investment tax credits, jenis insentif ini yaitu berupa pengurangan pajak penghasilan badan yang harus dibayar oleh wajib pajak pada tahun tertentu, hal ini yang membedakan dengan investment allowances yang mengurangi pajak melalui penambahan biaya fiskal pada tahun tertentu. Besarnya tax credits pada umumnya berupa persentase dari nilai investasi yang dilakukan oleh wajib pajak. Pada beberapa negara, tax credits yang tidak habis dipakai pada suatu tahun dapat dikompensasikan pada tahun berikutnya, atau tax credits yang tidak terpakai tersebut dapat diuangkan seperti halnya kelebihan pembayaran pajak. Jenis insentif yang keenam adalah reduced taxes on dividends and interest paid abroad, jenis insentif ini memberikan pengurangan tarif pajak penghasilan atas dividen dan bunga yang dibayarkan ke luar negeri sebesar persentase tertentu, dengan pengurangan tarif pada dividen yang dibayarkan ke luar negeri maka beban pajak yang ditanggung akan menjadi lebih kecil. Tetapi yang harus
Universitas Sumatera Utara
diperhatikan, semakin kecil persentase pajak atas pembayaran dividen maka semakin besar kemungkinan pembayaran dividen dan berdampak semakin sedikitnya jumlah dana yang di investasikan kembali. Jenis insentif yang ketujuh adalah deductions for qualifying expenses, jenis insentif ini memberikan kesempatan kepada wajib pajak untuk membebankan biaya-biaya tertentu dalam jumlah lebih besar daripada jumlah yang seharusnya dibebankan. Misalkan berupa pembebanan sebesar dua kali lipat dari pembebanan yang seharusnya untuk biaya riset dan pengembangan atau biaya pemasaran ke luar negeri dengan tujuan ekspor. Insentif ini pada umumnya digunakan untuk mendorong investor agar melakukan kegiatan pada bidang yang diberikan insentif ini (dalam contoh sebelumnya, investor dihimbau untuk melakukan riset dan pengembangan atau melakukan pemasaran ke luar negeri dengan tujuan ekspor). Jenis insentif yang kedelapan yaitu zero or reduced tariffs, jenis insentif ini yaitu berupa pengurangan atau penghapusan tarif atas suatu pajak tertentu, misalkan pengurangan atau penghapusan pajak atas impor barang modal atau peralatan lainnya pada proyek investasi yang mendapatkan fasilitas pajak. Jenis insentif yang kesembilan adalah employment based deductions, jenis insentif ini yaitu jenis insentif yang berkaitan dengan biaya yang dikeluarkan terkait dengan mempekerjakan karyawan dengan kondisi tertentu. Misalkan pada investasi yang dilakukan
di
daerah
terpencil,
pemerintah
memberikan
insentif
yaitu
membolehkan pembiayaan atas pemberian berbentuk natura kepada karyawan.
Universitas Sumatera Utara
2.10. Pengertian Investasi Teori ekonomi mendefinisikan investasi sebagai pengeluaran untuk membeli barang-barang modal dan peralatan-peralatan produksi dengan tujuan untuk mengganti dan terutama menambah barang-barang modal dalam perekonomian yang akan digunakan untuk memproduksikan barang dan jasa di masa depan. Investasi yang lazim disebut dengan istilah penanaman modal atau pembentukan modal, menurut Sukirno (2011) investasi adalah merupakan komponen kedua yang menentukan tingkat pengeluaran agregat. Boediono (2001) mendefenisikan investasi sebagai pengeluaran oleh sektor produsen (swasta) untuk pembelian barang dan jasa untuk menambah stok yang digunakan atau untuk perluasan pabrik. Investasi dalam ekonomi makro, dibedakan atas investasi otonom (otonomous investment) dan investasi terpengaruh (induced investment). Investasi otonom adalah investasi yang tidak dipengaruhi oleh pendapatan nasional, artinya tinggi rendahnya pendapatan nasional tidak menentukan jumlah investasi yang dilakukan oleh perusahaan-perusahaan. Jenis investasi ini umumnya dilakukan oleh pemerintah dengan maksud sebagai landasan pertumbuhan ekonomi berikutnya, misalnya investasi untuk pembuatan jalan, jembatan dan infrastruktur lainnya. Sedangkan investasi yang terpengaruh adalah investasi yang dipengaruhi oleh pendapatan nasional, artinya pendapatan nasional yang tinggi akan memperbesar pendapatan masyarakat dan selanjutnya pendapatan masyarakat yang tinggi tersebut akan memperbesar permintaan terhadap barang-barang dan jasa-jasa. Maka keuntungan perusahaan akan bertambah tinggi dan ini akan mendorong dilakukannya lebih banyak investasi.
Universitas Sumatera Utara
Investasi (pembentukan modal atau penanaman modal) dapat digolongkan meliputi pengeluaran-pengeluaran : 1. Pembelian berbagai jenis barang modal yaitu mesin-mesin dan peralatan produksi lainnya untuk mendirikan berbagai jenis industri dan perusahaan; 2. Pengeluaran untuk mendirikan rumah tempat tinggal, bangunan kantor, bangunan pabrik dan bangunan-bangunan lainnya; 3. Pertambahan nilai stok barang-barang yang belum terjual, bahan mentah dan barang yang masih dalam proses produksi pada akhir tahun penghitungan pendapatan nasional Jumlah dari ketiga jenis komponen investasi tersebut dinamakan investasi bruto, yaitu meliputi investasi untuk menambah kemampuan berproduksi dalam perekonomian dan mengganti barang modal yang telah didepresiasikan.
2.11. Faktor-faktor yang mempengaruhi investasi Menurut Jhingan (1996), investasi atau pembentukan modal merupakan jalan keluar utama dari masalah negara terbelakang ataupun berkembang dan kunci utama menuju pembangunan ekonomi. Hal ini sebagaimana juga dipertegas oleh Ragnar Nurkse, pemenang nobel ekonomi asal Swedia, bahwa lingkaran setan kemiskinan di negara terbelakang atau berkembang dapat digunting melalui investasi atau pembentukan modal. Lebih rinci lagi dikatakan oleh Todaro (2003) bahwa persyaratan umum pembangunan ekonomi suatu negara adalah: 1.
Akumulasi modal, termasuk akumulasi baru dalam bentuk tanah, peralatan fisik dan sumber daya manusia;
Universitas Sumatera Utara
2.
Perkembangan penduduk yang dibarengi dengan pertumbuhan tenaga kerja dan keahliannya;
3.
Kemajuan teknologi. Bagi negara-negara terbelakang atau berkembang pembentukan modal
umumnya masih rendah. Menurut Jhingan (1996), penyebabnya adalah : 1. Pendapatan rendah Karena pertanian, industri dan sektor lain di Negara berkembang masih terbelakang, output nasional menjadi rendah dan begitu juga pendapatan nasional. Akibatnya, pendapatan perkapita rendah. Pada pihak lain, kecenderungan berkonsumsi sangat tinggi sehingga seluruh pendapatan habis dikonsumsi. Akhirnya, menabung menjadi tidak mungkin dan tingkat pembentukan modal tetap rendah. 2. Produktifitas rendah Kemampuan buruh yang tidak mampu bekerja secara efisien, pengetahuan teknologi yang rendah, berujung pada pemanfaatan sumber alam yang kurang tepat atau malah tidak dipergunakan, akibatnya menghambat peningkatan pendapatan pemilik sumber alam hingga tidak mampu untuk menabung dan berinvestasi sehingga laju pembentukan modalpun tidak meningkat. 3. Kependudukan Karena pertumbuhan penduduk sangat tinggi sementara pendapatan perkapita rendah maka akibatnya keseluruhan pendapatan dipergunakan untuk menghidupi tambahan penduduk dan hanya sedikit yang ditabung untuk pembentukan modal.
Universitas Sumatera Utara
4. Kekurangan wiraswasta Karena kecilnya pasar, kurangnya modal, langkanya milik pribadi, perjanjian yang memperlambat usaha, dan inisiatif untuk berwiraswasta sedangkan dalam kenyataannya kewiraswastaan merupakan faktor penting dalam pembangunan ekonomi; 5. Kekurangan overhead ekonomi Karena kurangnya sumber tenaga, angkutan, perhubungan, air dan sebagainya telah memperlambat kegiatan usaha yang akhirnya berpengaruh terhadap pembentukan modal 6. Kekurangan peralatan modal Di negara berkembang ketersediaan barang modal hanya sekitar 5-6 persen dari pendapatan nasionalnya, sedangkan di negara maju sampai 15-20 persen dari pendapatan nasionalnya. Karena rendahnya modal maka penggatian barang modal menjadi tidak mungkin dan ini mempengaruhi pembentukan modal 7. Ketimpangan distribusi pendapatan Adanya ketidakmerataan pendapatan di negara berkembang dimana hanya sekitar 3-5 persen berpenghasilan tinggi dan mereka ini berivestasi tidak pada saluran yang produktif menyebabkan pembentukan modal tetap rendah. 8. Pasar sempit Karena kemampuan untuk menyerap penawaran suatu produk baru, menyebabkan tidak bergairahnya tumbuhnya usaha dan inisiatif masyarakat sehingga upaya pembentukan modal tetap rendah
Universitas Sumatera Utara
9. Kekurangan lembaga Keuangan Karena kurang berkembangnya pasar uang, pasar modal, lembaga kredit dan bank di Negara berkembang menyebabkan pengerahan dana tabungan dalam jumlah yang cukup untuk tujuan investasi menjadi rendah 10. Keterbelakangan ekonomi dan teknologi Aktifitas ekonomi yang terbatas dan terbengkalai, efisiensi buruh yang rendah, nilai dan struktur sosial yang tradisional serta teknik produksi yang masih kuno telah menghambat pembentukan modal. Selanjutnya menurut Sukirno (2011), faktor-faktor utama yang menentukan tingkat investasi atau pembentukan modal yang akan dilakukan dalam perekonomian adalah : 1. Tingkat pengembalian yang diharapkan (expected rate of return) Investasi yang direncanakan hanya akan dilakukan apabila tingkat keuntungan yang akan diperolehnya adalah lebih besar dari suku bunga yang harus dibayarnya. Suatu kegiatan investasi dapat dikatakan memperoleh keuntungan apabila nilai sekarang pendapatan di masa depan adalah lebih besar daripada nilai sekarang modal yang diinvestasikan. Kemampuan perusahaan dalam menentukan tingkat investasi yang diharapkan, sangat dipengaruhi oleh kondisi internal dan eksternal perusahaan. Untuk kondisi internal dapat berupa efisiensi, kualitas sumber daya manusia, dan teknologi yang digunakan. Disamping itu, kepemilikan hak monopoli, kedekatan dengan pusat kekuasaan, dan penguasaan jalur informasi juga menjadi faktor nonteknis internal perusahaan. Sedangkan kondisi eksternal perusahaan adalah perkiraan kondisi ekonomi tingkat nasional maupun internasional, kondisi sosial
Universitas Sumatera Utara
politik serta kondisi keamanan negara. Selain itu, kebijakan pemerintah di bidang perpajakan akan mempengaruhi permintaan agregat, juga menjadi faktor yang harus diperhitungkan terhadap tingkat pengembalian investasi yang diharapkan. 2. Suku Bunga Suku bunga merupakan faktor utama yang mempengaruhi investasi. Jika suku bunga tinggi, maka investasi akan berkurang. Hal ini disebabkan karena kenaikan suku bunga terutama dalam hal ini suku bunga pinjaman menyebabkan biaya
investasi
semakin
tinggi
sehingga
akan
mempengaruhi
tingkat
pengembalian modal atau tingkat keuntungan yang akan diperoleh dari kegiatan investasi yang dilakukan. Demikian sebaliknya, jika suku bunga rendah akan mendorong lebih banyak investasi karena biaya investasinya rendah sehingga tingkat pengembalian modal atau harapan keuntungan dari kegiatan investasi tersebut akan tinggi. 3. Kemajuan Teknologi Adanya penemuan-penemuan teknologi baru oleh para pengusaha untuk dikembangkan dalam kegiatan produksi atau manajemen memacu dilakukannya pembaruan-pembaruan atau inovasi dengan melakukan pembelian barang-barang modal baru dan adakalanya juga harus mendirikan bangunan-bangunan pabrik/industri yang baru. Dengan demikian, makin banyak pembaruanpembaruan yang dilakukan, makin tinggi investasi yang akan dicapai.
2.12. Konsep Investasi Sosial Dalam tinjauan akademik, konsep tentang investasi sosial lahir dalam khazanah pemikiran tentang pembangunan sosial (social development) yang
Universitas Sumatera Utara
berkembang pada dekade 1990-an. Sejumlah nama yang cukup terkenal dalam perkembangan konsep ini antara lain James Midgley (1999), Taylor-Gooby (2000), dan Anthony Giddens (1998). Midgley mendefinisikan pembangunan sosial sebagai suatu perspektif alternatif untuk mendistibusikan sumber daya dengan menekankan prioritas alokasi pada program-program sosial yang berorienstasi pada produktivitas dan investasi untuk memperluas partisipasi dalam bidang ekonomi dan memberikan kontribusi positif pada pembangunan. Strategi yang
digunakan
dalam
pembangunan
sosial
mencakup
investasi
pada
pengembangan sumber daya manusia, program-program perluasan lapangan kerja dan
kewirausahaan,
pembentukan
modal
sosial,
pengembangan
asset,
penghematan, dan penghapusan berbagai pembatasan terhadap partisipasi di bidang ekonomi. Sejalan dengan pendapat tersebut, Taylor-Gooby (2000) memperkuat argumentasi diperlukannya investasi sosial, karena dalam konteks globalisasi ekonomi, tidak mungkin lagi tercapai kondisi tersedianya lapangan kerja yang memadai, redistribusi pendapatan yang adil, dan semakin mahalnya biaya pelayanan publik, sehingga peran pemerintah dalam mewujudkan kesejahteraan hanya dapat dilakukan melalui pembiayaan-pembiayaan sosial berbentuk investasi pada sumber daya manusia dan perluasan peluang bagi setiap individu anggota masyarakat. Menurutnya, investasi sosial harus difokuskan pada upaya penjaminan agar tiap individu memiliki kemampuan dan kualitas yang diperlukan untuk bekerja, bertahan hidup, dan menjalankan fungsinya sebagai warga Negara di masa kini dan mendatang. Strategi yang dapat diterapkan adalah dengan mengalokasikan anggaran publik untuk program-program pemberdayaan dan
Universitas Sumatera Utara
pendidikan bagi anak-anak yang berkaitan dengan life skill education karena anak-anak inilah calon tenaga kerja di masa mendatang, sehingga dengan menyiapkan mereka sejak dini, maka akan lahir tenaga-tenaga kerja berkualitas dan memiliki daya saing global di masa mendatang. Berbeda dengan pendapat Taylor-Gooby yang menekankan
pentingnya
investasi bagi individu, Giddens (1998) mengembangkan konsep investasi sosial sebagai investasi pada sumber daya manusia untuk memajukan kesejahteraan agar setiap individu maupun kelompok dapat berkontribusi bagi penciptaan kesejahteraan. Investasi sosial terutama diarahkan pada program peningkatan keterampilan, riset, teknologi, pemeliharaan anak-anak, dan pemberdayaan komunitas sebagai upaya untuk mewujudkan pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan. Asumsinya, menurut Giddens, melalui program-program invetasi sosial tersebut, pemerintah dapat melengkapi masyarakatnya dengan kemampuan untuk merespon dan beradaptasi dengan perubahan ekonomi global yang selanjutnya dapat meningkatkan daya saing. Investasi pada pendidikan seumur hidup (life long learning), kesehatan, dan pengembangan komunitas sebagai basis modal sosial merupakan langkah strategis untuk mempersiapkan sumber daya manusia yang berkualitas di masa mendatang. Demikian pula investasi pada penguatan modal sosial dan kohesi komunitas dapat memperkuat solidaritas sosial yang berfungsi sebagai daya rekat bagi stabilitas sosial yang lebih baik. Menurut Giddens (1998), investasi sosial bukan hanya diarahkan bagi individu semata, tapi juga bagi komunitas, karena individu hidup di tengah-tengah komunitas dan kondisi sosial yang akan menjadi faktor pendukung yang kuat untuk mendorong pertumbuhan ekonomi. Dengan demikian, investasi sosial
Universitas Sumatera Utara
diarahkan
sebagai
prakondisi
untuk
menunjang
pertumbuhan
ekonomi.
Pertumbuhan ekonomi tidak hanya diciptakan melalui pengelolaan faktor-faktor produksi, tapi juga melalui pemberdayaan sosial.
2.13. Corporate Social Responsibility Sebagai Investasi Sosial Sebuah perusahaan berdiri pada awalnya bertujuan untuk meningkatkan nilai, yang pada akhirnya akan bermuara pada pemaksimalan return bagi pemegang saham. Perkembangan saat ini, perusahaan sebagai suatu oraganisasi yang berada di tengah-tengah masyarakat dituntut menjadi organisasi dengan sistem terbuka, yang berarti bahwa organisasi merupakan subsistem dari lingkungannya, sehingga organisasi dapat dipengaruhi maupun mempengaruhi lingkungannya. Dengan sistem terbuka, memungkinkan adanya tuntutan stakeholder terkait dengan kepedulian terhadap lingkungan perusahaan semakin besar, dalam hal ini pandangan pemegang saham dan pengguna laporan keuangan telah berubah. Mereka tidak hanya memfokuskan pada perolehan laba perusahaan, tetapi juga memperhatikan tanggung jawab dan lingkungan perusahaan. Pihak-pihak yang berkepentingan dengan perusahaan dapat dibagi dua, yaitu inside stakeholder dan outside stakeholder. Inside stakeholder (internal) meliputi individu atau kelompok pemegang saham dan tenaga kerja. Sedangkan Outside stakeholder (eksternal) meliputi konsumen, pemasok, kreditur, pemerintah, serikat pekerja, dan masyarakat umum. Pihak eksternal inilah pihak yang paling mendorong atau menekan perusahaan untuk memperhatikan kinerja sosial perusahaan. Dalam hal ini perusahaan diharuskan untuk membuat keseimbangan
Universitas Sumatera Utara
antara kepentingan beragam pemangku kepentingan eksternal dan kepentingan pemegang saham sebagai pemangku kepentingan internal. Secara yuridis formal, pemerintah telah memberikan pengakuan dan mewajibkan partisipasi pengelolaan sosial bagi semua pihak lewat ketentuan Pasal 66 ayat 2b dan Pasal 74 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. Kedua pasal tersebut menjelaskan bahwa laporan tahunan perusahaan harus mencerminkan kinerja sosial perusahaan. Dewasa ini suatu perusahaan dalam melakukan corporate social responsibility (CSR) tidak lagi dihadapkan pada tanggung jawab yang berpijak pada single bottom line, yaitu nilai perusahaan yang direfleksikan dalam kondisi keuangannya saja. Namun tanggung jawab perusahaan harus berpijak pada triple bottom lines, Elkington (1997) yaitu : 1. Masyarakat, perusahaan berperan aktif dalam peningkatan kesejahteraan masyarakat dan tenaga kerja perusahaan; 2. Lingkungan, perusahaan berupaya mengurangi atau bahkan menghilangkan dampak negatif yang ditimbulkan oleh aktivitas bisnis perusahaan; 3. Laba, perusahaan membutuhkan profit untuk tetap bertahan hidup. Perusahaan yang menjalankan investasi sosial berupa CSR, tidak hanya akan mengejar keuntungan jangka pendek, namun juga turut berkontribusi bagi peningkatan kesejahteraan dan kualitas hidup masyarakat dan lingkungan sekitar dalam jangka panjang. Menurut Susanto (2009) dari sisi perusahaan terdapat berbagai manfaat yang dapat diperoleh dari aktivitas CSR, Pertama, mengurangi resiko dan tuduhan terhadap perlakuan tidak pantas yang diterima perusahaan. Perusahaan yang
Universitas Sumatera Utara
menjalankan tanggung jawab sosialnya secara konsisten akan mendapatkan dukungan luas dari komunitas yang telah merasakan manfaat dari aktivitas yang dijalankannya. Kedua, CSR dapat berfungsi sebagai pelingung dan membantu perusahaan meminimalkan dampak buruk yang diakibatkan suatu krisis. Ketiga, keterlibatan dan kebanggaan karyawan. Kelangsungan hidup perusahaan hanya akan terjamin apabila perusahaan memperhatikan dimensi sosial. Pelaksanaan aktivitas CSR tidak memiliki standar atau praktik-praktik tertentu yang dianggap baik, karena tiap perusahaan memiliki karakteristik dan situasi yang unik yang berpengaruh pada cara memandang tanggung jawab sosial. Namun secara umum, aktivitas investasi sosial berupa CSR dilakukan dalam bentuk : 1.
Pemberdayaan melalui pemberian beasiswa dan bantuan biaya penelitian kepada siswa di lingkungan sekitar perusahaan.
2.
Pelatihan teknologi ramah lingkungan kepada karyawan, terkait upaya konservasi lingkungan sekitar perusahaan.
3.
Pemberdayaan
masyarakat
melalui
pendampingan
kegiatan
sosial
kemasyarakatan warga sekitar perusahaan. 4.
Perbaikan sarana dan prasarana umum, meliputi sarana pendidikan, sarana keagamaan, dan sarana sosial lainnya.
2.14. Produktivitas Istilah produktivitas bukan merupakan hal yang baru. Produktivitas berasal dari Bahasa Inggris, product: result, outcome, kemudian berkembang menjadi kata productive yang berarti menghasilkan, dan productivity: having the ability or
Universitas Sumatera Utara
creative. Secara utuh dapat diartikan kekuatan atau kemampuan menghasilkan sesuatu. Istilah produktivitas muncul pada tahun 1776 dalam artikel yang berjudul “the school of physiocraft” yang ditulis oleh Francois Quesney (ekonom Perancis), sedangkan produktivitas sebagai konsep keluaran dan masukan dicetuskan oleh David Ricardo. Inti konsepnya adalah bagaimana keluaran akan berubah apabila besaran masukan berubah. Pokok bahasan produktivitas selalu dikaitkan dengan organisasi, produksi dan tenaga kerja. Produktivitas seringkali dijadikan tolak ukur keberhasilan suatu organisasi atau perusahaan. Anoraga (2004) mendefinisikan produktivitas ke dalam tiga konsep yaitu konsep ekonomis, konsep filosofis, dan konsep sistem. Konsep ekonomis dikaitkan dengan usaha manusia dalam upaya menghasilkan barang dan jasa guna pemenuhan kebutuhan hidup manusia, konsep filosofis dikaitkan dengan pandangan hidup dan sikap mental dalam upaya pencapaian kehidupan esok yang lebih baik lagi, sedangkan konsep sistem dikaitkan dengan pemikiran bahwa tujuan suatu sistem akan tercapai dengan adanya kerjasama dan keterpaduan dari unsur-unsur yang relevan. Produktivitas menurut Sinungan (2008) adalah sebagai hubungan antara hasil nyata maupun fisik (barang-barang atau jasa) dengan masukan yang sebenarnya, dengan kata lain suatu perbandingan antara hasil keluaran dan masukan atau output : input”, sedangkan Mulyadi (2007) mengungkapkan: ’Produktivitas adalah suatu ukuran yang berhubungan dengan produksi keluaran secara efisien, terutama ditujukan kepada hubungan antara keluaran dan masukan yang digunakan untuk menghasilkan keluaran tersebut’.
Universitas Sumatera Utara
Lebih lanjut Dewan Produktivitas Nasional dalam Anoraga (2004) mengemukakan, Produktivitas mengandung pengertian sikap mental yang selalu mempunyai pandangan bahwa mutu kehidupan hari ini harus lebih baik dari hari kemarin dan hari esok harus lebih baik dari hari ini. Secara umum produktivitas mengandung pengertian perbandingan antara hasil yang dicapai dengan keseluruhan sumber daya yang digunakan. Berdasarkan beberapa pendapat yang dikemukakan di atas, secara umum produktivitas dapat diartikan sebagai perbandingan antara keluaran atau output tertentu dengan sumber daya yang digunakan sebagai masukan sistem produksi (modal, tenaga kerja, bahan, energi, dll).
2.15. Unsur-unsur Produktivitas 2.15.1. Efisiensi Rasio output/input merupakan ukuran efesiensi pemakaian sumberdaya. Efesiensi merupakan suatu ukuran dalam membandingkan penggunaan masukan (input) yang direncanakan dengan penggunaan masukan yang sebenarnya terlaksana. Pengertian efisiensi berorientasi kepada masukan, Atau ukuran penghematan pemakaian sumbersumber produksi dalam kegiatan produksi atau kegiatsan organisasi seperti kehematan pemakaian bahan, tenaga kerja, tenaga listrik, uang, waktu, ruangan, pupuk, air, dan sebagainya 2.15.2. Efektifitas Rasio keluaran/masukan merupakan ukuran efektifitas. Efektifitas menunjukkan sejauh mana target dapat tercapai baik secara kuantitas maupun waktu, makin besar persentase target tercapai, makin tinggi tingkat efektifitasnya.
Universitas Sumatera Utara
Konsep ini berorientasi pada keluaran. Peningkatan efektivitas belum tentu dibarengi dengan peningkatan efisiensi dan demikian pula sebaliknya. Gabungan efisiensi dan efektivitas membentuk pengertian produktivitas dengan cara berikut : Efektivitas Pelaksanaan Tugas Mencapai Tujuan Produktivitas = Efesiensi Penggunaan Sumber Masukan Ke Proses Atau : Efektivitas Menghasilkan Pengeluaran Produktivitas = Efesiensi Penggunaan Sumber Masukan Ke Proses Produktivitas yang tinggi berarti hasil produksi yang tinggi dapat dicapai dengan ongkos rendah. Hal ini sesuai dengan prinsip ekonomi yang berbunyi “memperoleh hasil yang setinggi-tingginya dengan pengorbanan yang serendahrendahnya” yang jika dijabarkan dalam bahasa operasional ini berarti bahwa bekerja secara ekonomis sama dengan bekerja secara produktif. 2.15.3. Kualitas Produktivitas merupakan ukuran kualitas. Kualitas masukan dan kualitas proses akan menentukan kualitas keluaran. Keluaran yang berkualitas baik akan meningkatkan rasio O/I dalam nilai atau nilai tambah, berarti meningkatkan daya saing atau produktivitas. Menurut Crosby (1979), kualitas adalah pemenuhan spesifikasi sesuai permintaan konsumen, sementara menurut Juaran (1979), kualitas adalah kesesuaian untuk dipakai. Secara umum kualitas adalah ukuran yang menyatakan derajat pemenuhan harapan konsumen.
Universitas Sumatera Utara
Berikut ini adalah keterkaitan antara efisiensi, efektivitas, kualitas dan produktivitas yang secara skematis dapat digambarkan pada gambar 2.1 yaitu: Hasil Utama Input
Proses Produksi Hasil Sampingan
Kualitas dan Efisiensi
Kualitas
Kualitas & Evektifitas
Produktivitas
Gambar 2.1. Hubungan Produktivitas dengan kualitas, efesiensi, efektivitas (Sedarmayanti, 2009)……((…(kd (…… Berdasarkan bagan diatas, dapat dijelaskan bahwa keterkaitan efisiensi, efektivitas, kualitas dan produksi dapat dikatakan sebagai ukuran dalam membandingkan penggunaan masukan (input). Efektivitas merupakan gambaran seberapa jauh target dapat tercapai yang dapat dilihat dari kualitas yang memadai. Kualitas berpengaruh pada hasil yang akan dicapai. Produktivitas merupakan perbandingan dari efektivitas keluaran (pencapaian hasil kerja yang maksimal) dengan efisiensi salah satu masukan (tenaga kerja) yang mencakup kuantitas, kualitas dalam satuan waktu tertentu
2.16. Jenis-Jenis Produktivitas Berdasarkan pengukuran produktivitas melalui pendekatan rasio output : input menurut Gaspersz (2000) akan mampu menghasilkan tiga jenis
Universitas Sumatera Utara
produktivitas
yaitu:
produktivitas
parsial,
produktivitas
faktor-total
dan
produktivitas total. Produktivitas parsial atau produktivitas faktor tunggal (single-factor productivity) merupakan rasio dari output terhadap salah satu jenis input. Contohnya produktivitas tenaga kerja. Produktivitas faktor-total merupakan rasio dari output bersih terhadap banyaknya input modal dan tenaga kerja yang digunakan. Berdasarkan definisi di atas jenis input yang dipergunakan dalam pengukuran produktivitas faktor total hanya faktor tenaga kerja dan modal. Sedangkan produktivitas total merupakan rasio dari output total terhadap input total yang meliputi semua input yang digunakan dalam proses produksi Lebih lanjut Washnis et.al, dalam Syarif (1991) mengemukakan bahwa produktivitas dapat dibagi menjadi : 1. Produktivitas makro (nasional) Model pengukuran produktivitas tingkat nasional antara lain adalah : a. Produktivitas unsur manusia. b. Produktivitas total 2. Produktivitas sektoral Produktivitas ini merupakan tingkat industri. Yang setingkat ini adalah pengukuran
produktivitas
regional,
misal
tingkat
propinsi.
Pengukuran
produktivitas ini masih bersifat makro. 3. Produktivitas mikro Pengertian produktivitas pada skala mikro atau ditingkat perusahaan bisa diartikan sebagai perbandingan antara keluaran dengan masukan perusahaan tersebut.
Universitas Sumatera Utara
2.17. Model Pengukuran Produktivitas Terdapat
sekian
banyak
model
pengukuran
produktivitas
yang
dikembangkan, diantaranya adalah : 1. Model CraigHaris Menurut model ini, produktivitas total diukur sebagai :
Dimana : Pt = produktivitas total L
= faktor masukan tenaga kerja
C
= faktor masukan modal
R
= faktor masukan bahan mentah dan alat
Q
= faktor masukan lain pada barang dan jasa
Qt = Keluaran total Menurut model ini, output merupakan perkalian antara jumlah unit yang diproduksi dengan harga jualnya, ditambah deviden dan bunga serta sumbersumber pendapatan lainnya, semuanya dalam nilai harga konstan. Input dalam model CraigHarris dinyatakan sebagai berikut : a. Input tenaga kerja untuk periode pengukuran dalam harga periode dasar = (jumlah jam kerja untuk tiap klasifikasi) x (tingkat upah periode dasar untuk klasifikasi tersebut). b. Input bahan mentah dan komponen yang dibeli untuk periode pengukuran dalam harga dasar = (jumlah yang dibeli) x (harga material dalam harga periode dasar).
Universitas Sumatera Utara
c. Input modal meliputi aktiva tetap dan aktiva lancar. Craig dan harris menggunakan konsep nilai pelayanan (service value concept) dalam perhitungan input modal. Dengan konsep ini, input capital dianggap sebagai pembayaran (sewa) kepada suatu badan penyewaan yang menyediakan aktiva tetap dan aktiva lancar. Yang dianggap sebagai badan penyewaan dari perusahaan adalah para pemberi pinjaman pemegang saham. d. Input lain-lain meliputi semua input kecuali semua input kecuali tenaga kerja, material, dan modal. 2. Model OMAX (Objektiv Matrix) Dalam model ini, kriteria produktivitas yang akan diukur ditentukan sendiri oleh pihak-pihak yang berkepentingan dengan pengukuran tersebut, baik dari pihak manajemen maupun pekerja lapangan. Selanjutnya masing-masing kriteria tersebut dikuantifikasikan, dan diletakan pada bentuk skala 0-10. Keadaan produktivitas pada saat dilakukan pengukuran diberi nilai angka 3 pada skala, sedangkan target atau sasaran produktivitas yang akan dicapai diberi nilai 10. Nilai-nilai lain pada skala diisi dengan cara membuat interpolasi linier dari kondisi sekarang dan sasaran yang akan dicapai. Nilai 0 pada skala diisi dengan kondisi paling buruk yang pernah atau mungkin terjadi, dan selanjutnya antara lain 0-3 dilakukan interpolasi linier seperti diatas.
2.18. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Produktivitas Menurut Sinungan (2008) mengemukakan bahwa: ”Faktor-faktor yang mempengaruhi produktivitas perusahaan, yaitu: (1) Manusia, (2) Modal, (3) Produksi, (4) Lingkungan , dan (5) Umpan balik ”. Lebih lanjut Sinungan
Universitas Sumatera Utara
menjabarkan bahwa pada faktor-faktor di atas memiliki sub faktor lagi, yaitu sebagai berikut: 1. Manusia, dipengaruhi oleh: kuantitas, tingkat keahlian, latar belakang kebudayaan dan pendidikan, kemampuan, sikap, minat, stuktur pekerjaan, keahlian, dan umur 2.
Modal, dipengaruhi oleh: modal tetap (mesin, gedung, alat-alat), teknologi, dan bahan baku
3.
Produksi, dipengaruhi oleh: penanganan bahan baku, perencanaan dan pengawasan produksi, pemeliharaan melalui pencegahan, energi, kuantitas, kualitas, spesialisasi produksi
4.
Lingkungan. Seperti yang telah disebutkan diawal pemaparan, bahwa faktorfaktor yang mempengaruhi produktivitas ini hanya memusatkan perhatian pada tingkat perusahaan, sehingga lingkungan yang dimaksud adalah lingkungan
organisasi
(internal).
Lingkungan
ini
dipengaruhi
oleh:
suasana/iklim kerja (sosial), sistem insentif, hubungan antar manajemen dan karyawan, lingkungan alam, organisasi dan perencanaan, serta kondisi ekonomi dan perdagangan 5.
Umpan balik, dalam pengertian umum umpan balik adalah informasi yang ada pada hubungan timbal balik masukan dan hasil dalam perusahaan. Setiap faktor-faktor ini memiliki pengaruh yang berbeda terhadap
produktivitas. Beberapa di antaranya di luar pengendalian manajemen perusahaan, misalnya: bagi manajemen perusahaan akan sulit mempengaruhi faktor-faktor produktivitas seperti siklus perdagangan, inflasi, dan sebagainya.
Universitas Sumatera Utara
2.19. Produktivitas Produksi Produktivitas produksi merupakan gabungan dari dua istilah yaitu produktivitas dan produksi serta dalam memahami produktivitas harus dibedakan dengan produksi, menurut Sudriamunawar (2006) “Produksi pada dasarnya hanya berorientasi kepada output, sedangkan produktivitas mengacu kepada suatu keadaan tingkat perbandingan antara besarnya keluaran dengan besarnya masukan”. Kemudian pendapat yang sama tentang pengertian produksi menurut Assauri (2008) adalah sebagai berikut: “Produksi hanya dimaksud sebagai kegiatan yang menghasilkan barang baik barang jadi maupun barang setengah jadi, bahan industri, dan suku cadang atau spareparts dan komponen”. Lebih lanjut Gaspersz (2000) menyatakan produksi merupakan fungsi pokok
dalam
setiap
organisasi
yang
mencangkup
aktivitas
yang
bertanggungjawab untuk pencapaian nilai tambah produk yang merupakan output dari setiap organisasi itu. Sedangkan pendapat yang diungkapkan oleh Sinungan (2008) yang menyatakan bahwa: “Produksi berkaitan dengan jumlah hasil yang dicapai, sedangkan produktivitas berkaitan dengan cara pencapaian tingkat produksi tersebut”. Produktivitas dan produksi dianggap sebagai suatu pengertian yang sama artinya, kenyataannya jelas produktivitas adalah bukan produksi. Produksi menunjukkan output yang dihasilkan oleh perusahaan, sedangkan produktivitas menghubungkan jumlah output yang dihasilkan dengan input yang digunakan. Berdasarkan pendapat di atas dapat dijelaskan bahwa produktivitas produksi adalah kemampuan perusahaan dalam meningkatkan hasil produksi dalam kurun waktu tertentu.
Universitas Sumatera Utara
2.20. Pengukuran Produktivitas Produksi Berbicara
soal
produktivitas
produksi
tidak
bisa
terlepas
dari
pengukurannya. Tidak ada pengukuran, berarti tidak ada produktivitas produksi. Pengukuran produktivitas produksi bertujuan untuk melihat ada atau tidaknya perubahan produktivitas produksi yang terjadi dalam perjalanan kurun waktu tertentu. Pendapat tentang produktivitas produksi dikemukakan oleh Blocher, Chen, dan Lin (2001), yang menyatakan bahwa produktivitas produksi termasuk ke dalam produktivitas total, yaitu dapat di ukur dengan menghubungkan antara output yang diperoleh atau dihasilkan dan biaya input total semua sumber daya input yang diperlukan untuk memproduksi output. Formula pengukuran produktivitasnya adalah sebagai berikut: Biaya total semua sumber daya input Nilai output yang diproduksi Sudriamunawar (2006) mengatakan bahwa ”Apabila keluaran akan diperbandingkan dengan dua faktor masukan saja atau lebih, maka pengukuran seperti ini menuju kepada pengukuran seluruh faktor masukan, maka pengukuran seperti ini menuju kepada pengukuran produktivitas total”. Produktivitas produksi merupakan ukuran produktivitas keuangan (financial productivity). Satuan moneter mencerminkan faktor umum yang memungkinkan pengukuran produktivitas bersama berbagai sumber daya, seperti bahan baku, tenaga kerja dan faktor produksi lain.
Universitas Sumatera Utara
Jika output dan input yang dipergunakan itu dinyatakan dalam satuan fisik, maka dinamakan produktivitas operasional (operational productivity measure). Sedangkan jika output dan input yang digunakan dinyatakan dalam satuan moneter (dollar, rupiah, dan lain-lain), maka dinamakan produktivitas keuangan (financial productivity measure).
2.21. Indeks Produktivitas Indeks produktivitas adalah jangka produktivitas yang dibandingkan dengan angka tahun dasar untuk mengetahui turun naiknya produktivitas, contoh : Tabel 2.1. Contoh perhitungan indeks produktivitas Tahun
Output
Input
Produktivitas Indeks Produktivitas
a
b
c
D=
E
1992
250
15
16.67
100
1993
400
16
25.00
1994
450
17
26.47
Sumber : Gaspersz, 2000
2.22. Industri Kelapa Sawit Kelapa sawit (Elaeis guinenensis) merupakan tanaman perenial (berumur panjang), dapat berproduksi hingga usia 30 tahun. Bibit kelapa sawit diperoleh dengan pembibitan dan setelah 12 bulan, tanaman mulai dapat ditanam di perkebunan. Kelapa sawit merupakan tumbuhan tropis yang banyak tumbuh di kawasan Afrika, Asia, dan Amerika Latin. Suhu optimum untuk pertumbuhan
Universitas Sumatera Utara
kelapa sawit adalah 28º Celsius, dengan ketinggian 0-500 meter dari permukaan laut. Curah hujan yang baik untuk pertumbuhan kelapa sawit adalah 2000-3000 mm per tahun. Jenis tanah yang cocok untuk pertumbuhan kelapa sawit adalah latosol dan podsolik merah kuning. Tanaman kelapa sawit dapat berbuah setelah berusia 3-4 tahun dengan kemampuan produksi awal sekitar 7-9 ton per hektar per tahun. Hasil buah optimal dapat diperoleh sampai dengan tanaman berusia 25 tahun, dengan puncak produksi pada usia 9-14 tahun (produksi sekitar 27 ton per hektar per tahun) dan mulai menurun setelah usia 20 tahun (produksi sekitar 20 ton per hektar per tahun). Tandan buah segar kelapa sawit harus dimasukkan dalam proses produksi dalam waktu 24 jam untuk menghindari meningkatnya kadar asam buah yang dapat mempengaruhi kualitas minyak kelapa sawit (crude palm oil). Dari tandan buah segar yang diolah, dapat dihasilkan minyak kelapa sawit (crude palm oil) dengan rendemen sekitar 17%-22% dan inti sawit (palm kernel) dengan rendemen 4,6%-5%. Tingkat ekstraksi tandan buah segar sangat dipengaruhi oleh umur dan kondisi tanaman, serta penanganan paska panen. Bagian utama dari tandan buah segar kelapa sawit yang diolah adalah buahnya. Bagian daging buah menghasilkan minyak kelapa sawit mentah (crude palm oil) yang dapat diolah lebih lanjut menjadi beberapa produk turunan, seperti minyak goring, margarine, bahan baku industri alkohol dan oleokimia. Tandan buah segar direbus dengan suhu 90º Celsius untuk membuat lunak daging buahnya. Tahapan selanjutnya adalah mekanisme pemisahan bagian dari rebusan buah sawit yang masuk proses produksi minyak kelapa sawit (crude palm oil) dan
Universitas Sumatera Utara
minyak inti sawit (palm kernel oil). Daging buah yang telah lunak dipisahkan dengan bagian inti dan cangkang dengan pressing pada mesin silinder berlubang, lalu masuk ke proses selanjutnya untuk menghasilkan minyak kelapa sawit (crude palm oil), sementara inti dan cangkang dari proses pressing dialirkan ke tahap lainnya untuk diolah menjadi minyak inti sawit (palm kernel oil), sebagaimana tampak pada gambar 2.2.
2.23. Penelitian Terdahulu (Mapping) Penelitian pertama adalah penelitian dengan judul “Business Tax Incentives and Investment” dalam Karier (1994), penelitian ini memiliki hipotesis awal bahwa fasilitas pajak berupa tax credit yang diberikan oleh pemerintah (AS) tidak memberikan dampak yang cukup signifikan dalam pertumbuhan investasi (ekspansi) yang ada. Kemudian dilakukan penelitian lebih lanjut guna meneliti bagaimanakah seharusnya tax credit diberlakukan. Dalam penelitian tersebut ditemukan bahwa tax credit yang diberikan oleh pemerintah tidak memberikan dampak yang berarti dalam pertumbuhan investasi. Dari penelitian yang dilakukan, ditemukan bahwa hanya 12 sen dari tiaptiap dollar setelah pajak yang di investasikan kembali oleh perusahaan. Sedangkan sisanya digunakan untuk membayar dividen yang tinggi, membeli saham atau obligasi. Dari hasil penelitian yang telah dilakukan, disimpulkan bahwa pemberian insentif pajak hanya akan menjadi sia-sia apabila diberikan kepada seluruh bidang usaha tanpa mempertimbangkan beberapa faktor yang diperlukan. Penelitian menyarankan, sebaiknya dalam pemberian insentif pajak pemerintah
Universitas Sumatera Utara
mempertimbangkan terlebih dahulu bidang usahanya, sehingga upaya mencapai pertumbuhan investasi dapat tercapai. Penelitan kedua adalah penelitian dengan judul “The Economics of Foreign Direct Investment Incentives” dalam Blomstrom & Kokko (2003). Penelitian tersebut ingin mencari informasi mengenai suatu desain insentif perpajakan yang baik. Menurut penelitian tersebut untuk ‘mengundang’ investasi ke suatu negara pada umumnya negara-negara tersebut memberikan berbagai macam insentif usaha. Akan tetapi menemukan desain program insentif tersebut bukanlah hal yang mudah. Kompetisi untuk memperebutkan investasi dalam suatu kawasan regional semakin mempersulit keadaan. Sehingga menurut penelitian tersebut sebaiknya dibuat suatu aturan umum dalam kawasan regional tersebut mengenai macam-macam insentif yang akan diberikan sehingga terjalin koordinasi yang baik antara negara yang satu dengan negara lainnya. Salah satu contoh penerapan harmonisasi ini menurut penelitian tersebut adalah di negaranegara uni eropa, yang telah menerapkan harmonisasi insentif usaha. Hal lain yang di dapat dalam penelitian tersebut adalah pengaruh dari adanya foreign direct investment (FDI), menurut penelitian tersebut banyak negara-negara yang menempatkan kebijakan dalam pemberian insentif usaha kepada FDI pada urutan teratas, bukan hanya mengharapkan manfaat tingkat pertumbuhan ekonomi yang tinggi, melainkan juga peningkatan teknologi dalam industri dan meningkatkan skill pekerja di negaranya. Penelitian tersebut merekomendasikan agar pemerintah memberikan insentif usaha kepada sektor usaha tertentu yang dapat memberikan pengaruh besar terhadap kemajuan pendidikan, training, dan juga pengembangan sumber daya manusia.
Universitas Sumatera Utara
Penelitan ketiga adalah penelitian dengan judul “Hubungan Kebijakan Insentif Pajak dengan Iklim Investasi bagi Perusahaan Penanaman Modal Asing Sektor Industri Tekstil di Indonesia” yang dilakukan oleh Hartono dan Setyowati (2009). Penelitian tersebut ingin mencari informasi mengenai pengaruh kebijakan pemberian insentif pajak terhadap iklim berinvestasi pada sektor industri tekstil di Indonesia, khususnya yang terdaftar sebagai wajib pajak pada Kantor Pelayanan Pajak Penanaman Modal Asing Empat. Menurut penelitian tersebut kebijakan insentif pajak tidak berhubungan secara signifikan dengan iklim investasi perusahaan PMA sektor industri tekstil. Penelitan keempat adalah penelitian dengan judul “Efektivitas Insentif PPh Terhadap Tingkat Kepuasan Wajib Pajak PMA” yang dilakukan oleh Sutrisno Ali (2012). Penelitian tersebut ingin mencari informasi tentang tingkat kepuasan wajib pajak terhadap pemberian insentif PPh. Menurut penelitian tersebut pemberian insentif PPh memiliki keterkaitan erat terhadap tingkat kepuasan yang diterima wajib pajak. Berkaitan dengan insentif pajak, Sutrisno memberikan tiga saran. Pertama, insentif PPh pada umumnya menjadi sarana untuk menarik investor agar mau melakukan investasi. Namun bukanlah satu-satunya insentif untuk menarik investasi asing. Ada unsur lain yang perlu dipertimbangkan yang bersifat non tax incentives, seperti infra struktur, kepastian hukum dalam pengaturan perburuhan, lalu lintas devisa, dan kestabilan politik. Kedua, pada dasarnya perusahaan akan bertindak secara ekonomis, yaitu untuk mendapatkan keuntungan dengan cara seefisien mungkin. Oleh karena itu pemerintah dalam memberikan insentif perlu memperhatikan harapan Wajib Pajak atas insentif pajak yang diberikan, misalnya untuk investasi perusahaan minyak
Universitas Sumatera Utara
sawit, lokasi yang diberikan insentif adalah daerah yang lahannya cocok untuk kelapa sawit namun tidak banyak merugikan lingkungan sekitarnya. Ketiga, pemilihan sektor atau bidang usaha serta lokasi yang mendapatkan insentif perlu dipertimbangkan dengan seksama agar tidak merugikan masyarakat setempat dan industri dalam negeri yang sudah ada. Dengan kata lain harus dipertimbangkan faktor sosiologis (adat dan budaya setempat) agar tidak terjadi benturan sosial yang menghambat pembangunan nasional. Tabel 2.2. Mapping penelitian sebelumnya Peneliti
Tahun
Judul Penelitian
Hasil/Saran
Karier
1994
Business
Tax
Incentives
and
- Pemberian insentif pajak harus mempertimbangkan lebih dahulu bidang usahanya, sehingga upaya mencapai pertumbuhan investasi dapat tercapai - Harmonisasi insentif usaha. - Pemberian insentif usaha harus diprioritaskan kepada sektor usaha tertentu yang dapat memberikan pengaruh besar terhadap kemajuan pendidikan, pelatihan, dan pengembangan sumber daya manusia - Kebijakan insentif pajak tidak berhubungan secara signifikan dengan iklim investasi perusahaan PMA di sektor industri tekstil. - Akses pasar merupakan faktor yang lebih penting dalam menarik investor asing di sektor industri tekstil di Indonesia.
Investment Blomstrom & 2003
The Economics of
Kokko
Foreign
Direct
Investment Incentives Hartono
& 2009
Setyowati
Hubungan Insentif Pajak
dengan
Iklim
Investasi
bagi PMA Sektor Industri Tekstil di Indonesia Sutrisno Ali
2012
Efektivitas
- Insentif pajak penghasilan bukanlah satu-satunya sarana menarik investasi.
Universitas Sumatera Utara
Insentif
PPh
Terhadap Kepuasan Pajak PMA
Wajib
- Pemberian insentif harus sesuai dengan ekspektasi terkait dengan core bussiness tiap sektor usaha. - Pemilihan sektor yang berhak diberikan insentif harus mempertimbangkan faktor sosiologis untuk menghindari benturan sosial.
Sumber : Penelitian terdahulu, data diolah
2.24. Kerangka Konseptual Indonesia memiliki kebutuhan untuk merevitalisasi industri minyak sawit dari hulu sampai ke hilir. Pengurus Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI), menjadikan investasi untuk merevitalisasi industri sawit sebagai fokus utama menuju sustainable industry. Investasi yang mencakup ekspansi lahan dan teknologi terbarukan yang ramah lingkungan dalam pengolahan minyak sawit membutuhkan kemampuan finansial yang besar, untuk itu pelaku usaha di sektor ini, sangat mengharapkan peran pemerintah melalui insentif kebijakan maupun diskresi adminstrasi. Berdasarkan perumusan masalah, landasan teori, dan penelitian yang telah dilakukan sebelumnya, maka dibentuk suatu kerangka konseptual penelitian sebagai berikut :
Universitas Sumatera Utara
KIP1
KIP3
KIP2
KIP P3 P2
P
P1 IS
IS1
IS2
IS3
IS4
Gambar 2.3. Kerangka Konseptual Penelitian Keterangan ; KIP
: Kebijakan insentif pajak
IS
: Investasi sosial
P
: Produktivitas
KIP1 : Pengecualian dari pengenaan pajak KIP2 : Pengurangan dasar pengenaan pajak KIP3 : Diskresi administrasi pemenuhan hak dan kewajiban perpajakan IS1
: Pemberian beasiswa dan biaya penelitian dan pengembangan
IS2
: Pelatihan teknologi
IS3
: Pendampingan kegiatan masyarakat
IS4
: Perbaikan sarana umum
P1
: Efisiensi
P2
: Efektifitas
P3
: Kualitas
Universitas Sumatera Utara
2.25. Hipotesis Penelitian Hipotesis dalam penelitian ini adalah : 1. Kebijakan insentif pajak memiliki pengaruh positif terhadap produktivitas sektor industri pengolahan kelapa sawit di wilayah kerja Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Sumatera Utara I. 2. Kebijakan insentif pajak mempunyai pengaruh positif terhadap produktivitas sektor industri pengolahan kelapa sawit melalui investasi sosial sektor di industri pengolahan kelapa sawit di wilayah kerja Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Sumatera Utara I.
Universitas Sumatera Utara