BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Anatomi dan Fisiologi Paru 2.1.1. Anatomi Paru Paru manusia terbentuk setelah embrio mempunyai panjang 3 mm. Pembentukan paru di mulai dari sebuah Groove yang berasal dari Foregut. Selanjutnya pada Groove ini terbentuk dua kantung yang dilapisi oleh suatu jaringan yang disebut Primary Lung Bud. Bagian proksimal foregut membagi diri menjadi 2 yaitu esophagus dan trakea. Pada perkembangan selanjutnya trakea akan bergabung dengan primary lung bud. Primary lung bud merupakan cikal bakal bronchi dan cabang-cabangnya. Bronchial-tree terbentuk setelah embrio berumur 16 minggu, sedangkan alveoli baru berkembang setelah bayi lahir dan jumlahnya terus meningkat hingga anak berumur 8 tahun. Ukuran alveol bertambah besar sesuai dengan perkembangan dinding toraks. Jadi, pertumbuhan dan perkembangan paru berjalan terus menerus tanpa terputus sampai pertumbuhan somatic berhenti. Saluran pernafasan terdiri dari rongga hidung, rongga mulut, faring, laring, trakea, dan paru. Laring membagi saluran pernafasan menjadi 2 bagian, yakni saluran pernafasan atas dan saluran pernafasan bawah. Pada pernafasan melalui paru-paru atau pernafasan external, oksigen di pungut melalui hidung dan mulut. Pada waktu bernafas, oksigen masuk melalui trakea dan pipa bronchial ke alveoli dan dapat erat hubungan dengan darah didalam kapiler pulmunaris.
Universitas Sumatera Utara
Hanya satu lapis membran yaitu membran alveoli, memisahkan oksigen dan darah oksigen menembus membran ini dan dipungut oleh hemoglobin sel darah merah dan dibawa ke jantung. Dari sini dipompa didalam arteri kesemua bagian tubuh. Darah meninggalkan paru-paru pada tekanan oksigen 100 mm hg dan tingkat ini hemoglobinnya 95%. Di dalam paru-paru, karbon dioksida, salah satu hasil buangan. Metabolisme menembus membran alveoli, kapiler dari kapiler darah ke alveoli dan setelah melalui pipa bronchial, trakea, dinafaskan keluar melalui hidung dan mulut. SISTEM SALURAN PERNAFASAN
Gambar : Anatomi Paru Sumber : (Evelyn. Pearce, Anatomi dan Fisiologi untuk Paramedis, Tahun 1992, Hal 219).
Universitas Sumatera Utara
2.1.2. Fisiologi Paru Udara bergerak masuk dan keluar paru-paru karena ada selisih tekanan yang terdapat antara atmosfir dan alveolus akibat kerja mekanik otot-otot. Seperti yang telah diketahui, dinding toraks berfungsi sebagai penembus. Selama inspirasi, volume toraks bertambah besar karena diafragma turun dan iga terangkat akibat kontraksi beberapa otot yaitu sternokleidomastoideus mengangkat sternum ke atas dan otot seratus, skalenus dan interkostalis eksternus mengangkat iga-iga (Price,1994) Selama pernapasan tenang, ekspirasi merupakan gerakan pasif akibat elastisitas dinding dada dan paru-paru. Pada waktu otot interkostalis eksternus relaksasi, dinding dada turun dan lengkung diafragma naik ke atas ke dalam rongga toraks, menyebabkan volume toraks berkurang. Pengurangan volume toraks ini meningkatkan tekanan intrapleura maupun tekanan intrapulmonal. Selisih tekanan antara saluran udara dan atmosfir menjadi terbalik, sehingga udara mengalir keluar dari paru-paru sampai udara dan tekanan atmosfir menjadi sama kembali pada akhir ekspirasi (Price,1994) Tahap kedua dari proses pernapasan mencakup proses difusi gas-gas melintasi membrane alveolus kapiler yang tipis (tebalnya kurang dari 0,5 µm). Kekuatan pendorong untuk pemindahan ini adalah selisih tekanan parsial antara darah dan fase gas. Tekanan parsial oksigen dalam atmosfir pada permukaan laut besarnya sekitar 149 mmHg. Pada waktu oksigen diinspirasi dan sampai di alveolus maka tekanan parsial ini akan mengalami penurunan sampai sekiktar 103 mmHg. Penurunan tekanan parsial ini terjadi berdasarkan fakta bahwa udara inspirasi tercampur dengan udara dalam ruangan sepi anatomic saluran udara dan dengan uap air. Perbedaan tekanan karbondioksida
Universitas Sumatera Utara
antara darah dan alveolus yang jauh lebih rendah menyebabkan karbondioksida berdifusi kedalam alveolus. Karbondioksida ini kemudian dikeluarkan ke atmosfir (Price,1994) Dalam keadaan beristirahat normal, difusi dan keseimbangan oksigen di kapiler darah paru-paru dan alveolus berlangsung kira-kira 0,25 detik dari total waktu kontak selama 0,75 detik. Hal ini menimbulkan kesan bahwa paru-paru normal memiliki cukup cadangan waktu difusi. Pada beberapa penyakit misal; fibosis paru, udara dapat menebal dan difusi melambat sehingga ekuilibrium mungkin tidak lengkap, terutama sewaktu berolahraga dimana waktu kontak total berkurang. Jadi, blok difusi dapat mendukung terjadinya hipoksemia, tetapi tidak diakui sebagai faktor utama (Rab,1996). 2. 2. Sistem Pertahanan Paru Paru-paru mempunyai pertahanan khusus dalam mengatasi berbagai kemungkinan terjadinya kontak dengan aerogen dalam mempertahankan tubuh. Sebagaimana mekanisme tubuh pada umumnya, maka paru-paru mempunyai pertahanan seluler dan humoral. Beberapa mekanisme pertahanan tubuh yang penting pada paru-paru dibagi atas(Rab,1996) : 1. Filtrasi udara Partikel debu yang masuk melalui organ hidung akan : -
Yang berdiameter 5-7 µ akan tertahan di orofaring.
-
Yang berdiameter 0,5-5 µ akan masuk sampai ke paru-paru
-
Yang berdiameter 0,5 µ dapat masuk sampai ke alveoli, akan tetapi dapat pula di keluarkan bersama sekresi.
Universitas Sumatera Utara
2. Mukosilia Baik mucus maupun partikel yang terbungkus di dalam mucus akan digerakkan oleh silia keluar menuju laring. Keberhasilan dalam mengeluarkan mucus ini tergantung pada kekentalan mucus, luas permukaan bronkus dan aktivitas silia yang mungkin terganggu oleh iritasi, baik oleh asap rokok, hipoksemia maupun hiperkapnia. 3. Sekresi Humoral Lokal zat-zat yang melapisi permukaan bronkus antara lain, terdiri dari : - Lisozim, dimana dapat melisis bakteri - Laktoferon, suatu zat yang dapat mengikat ferrum dan bersifat bakteriostatik - Interferon, protein dengan berat molekul rendah mempunyai kemampuan dalam membunuh virus. - Ig A yang dikeluarkan oleh sel plasma berperan dalam mencegah terjadinya infeksi virus. Kekurangan Ig A akan memudahkan terjadinya infeksi paru yang berulang. 4. Fagositosis Sel fagositosis yang berperan dalam memfagositkan mikroorganisme dan kemudian menghancurkannya. Makrofag yang mungkin sebagai derivate monosit berperan sebagai fagositer. Untuk proses ini diperlukan opsonim dan komplemen. Faktor yang mempengaruhi pembersihan mikroba di dalam alveoli adalah : - Gerakan mukosiliar. - Faktor humoral lokal. - Reaksi sel. - Virulensi dari kuman yang masuk. - Reaksi imunologis yang terjadi.
Universitas Sumatera Utara
- Berbagai faktor bahan-bahan kimia yang menurunkan daya tahan paru, seperti alkohol, stress, udara dingin, kortekosteroid, dan sitostatik. 2.3. Sistem Pernafasan 2.3.1. Pengertian Pernafasan Pernafasan atau ekspirasi adalah menghirup udara dari luar yang mengandung O2 (oksigen) kedalam tubuh serta menghembuskan udara yang banyak mengandung CO2 (karbon dioksida) sebagai sisa dari oksidasi keluar tubuh. Penghisapan ini disebut inspirasi dan menghembuskan disebut ekspirasi (Syaifuddin,1996). 2.3.2. Fungsi Pernafasan Fungsi pernafasan adalah 1. Mengambil oksigen kemudian dibawa oleh darah keseluruh tubuh (sel-selnya) untuk mengadakan pembakaran. 2. Mengeluarkan karbon dioksida yang terjadi sebagai sisa pembakaran, kemudian dibawa oleh darah ke paru-paru untuk dibuang (karena tidak berguna lagi oleh tubuh). 3. dan melembabkan udara (Syaifuddin, 1996) Pertukaran oksigen dan karbon dioksida antara darah dan udara berlangsung di alveolus paru-paru. Pertukaran tersebut diatur oleh kecepatan dan di dalamnya aliran udara timbal balik (pernafasan), dan tergantung pada difusi oksigen dari alveoli ke dalam darah kapiler dinding alveoli. Hal yang sama juga berlaku untuk gas dan uap yang terhirup paru-paru merupakan jalur masuk terpenting dari bahan-bahan berbahaya lewat udara pada paparan kerja (WHO, 1993).
Universitas Sumatera Utara
Proses sistem pernafasan atau sistem respirasi berlangsung dengan beberapa tahap yaitu : 1. Ventilasi yaitu pergerakan udara ke dalam dan keluar paru. 2. Pertukaran gas dalam alveoli dan darah atau disebut pernapasan luar. 3. Transportasi gas melalui darah. 4. Pertukaran gas antara darah dengan sel-sel jaringan atau disebut pernapasan dalam. 5. Metabolisme penggunaan O2 di dalam sel serta pembuatan CO2 yang disebut pernapasan seluler. 2.3.3. Mekanisme Kerja Sistem Pernapasan Proses terjadinya pernapasan terbagi 2 yaitu : 1. Inspirasi (menarik napas) 2. Ekspirasi (menghembus napas) Inspirasi adalah proses yang aktif, proses ini terjadi bila tekanan intra pulmonal (intra alveol) lebih rendah dari tekanan udara luar. Pada tekanan biasa, tekanan ini berkisar antara -1 mmHg sampai dengan -3 mmHg. Pada inspirasi dalam tekanan intra alveoli dapat mencapai -30 mmHg. Menurunnya tekanan intra pulmonal pada waktu inspirasi disebabkan oleh mengembangnya rongga toraks akibat kontraksi otot-otot inspirasi. Ekspirasi adalah proses yang pasif, proses ini berlangsung bila tekanan intra pulmonal lebih tinggi dari pada tekanan udara luar sehingga udara bergerak keluar paru. Meningkatnya tekanan di dalam rongga paru terjadi bila volume rongga paru mengecil akibat proses penguncupan yang disebabkan oleh daya elastis jaringan paru.
Universitas Sumatera Utara
Penguncupan paru terjadi bila otot-otot inspirasi mulai relaksasi. Pada proses ekspirasi biasa tekanan intra alveoli berkisar antara + 1 mmHg sampai dengan + 3 mmHg (Alsagaff, 2002). Bahan yang dapat mengganggu sistem pernapasan adalah bahan yang mudah menguap dan terhirup saat kita bernafas. Tubuh memiliki mekanisme pertahanan untuk mencegah masuknya lebih dalam bahan yang dapat mengganggu sistem pernapasan, akan tetapi bila berlangsung cukup lama maka sistem tersebut tidak dapat lagi menahan masuknya bahan tersebut ke dalam paru-paru. Debu, aerosol dan gas iritan kuat menyebabkan refleks batuk atau spasme laring (penghentian napas), bila zat-zat tersebut masuk ke dalam paru-paru dapat menyebabkan bronchitis kronik, edema paru atau pneumonitis. Para pekerja menjadi toleran terhadap paparan iritan berkadar rendah dengan meningkatkan sekresi mucus, suatu mekanisme yang khas pada bronchitis dan juga terlihat pada perokok tembakau (WHO, 1995). 2.3.4. Tanda-tanda dan Gejala Gangguan Fungsi Pernapasan Gangguan pada fungsi pernapasan di tandai dengan keluhan-keluhan utama berupa : batuk, sesak, batuk darah, nyeri dada (Danusantoso, 2000). 1. Batuk Batuk adalah suatu
refleks defasif belaka yaitu untuk membersihkan saluran
pernapasan dari sekrit (berupa mucus), bahan nekrotik, benda asing, dan sebagainya. Refleks ini bisa pula ditimbulkan berbagai rangsangan pada mukosa saluran pernapasan dan juga dari rangsangan pleura parietalis (Danusantoso, 2000). Batuk yang menetap cenderung di dapat pada perokok, bronchitis, asma, simesitis, dan kanker paru (Rab, 1996).
Universitas Sumatera Utara
2. Sesak Keadaan ini merupakan akibat kurang lancarnya pemasukan udara pada saat inspirasi atau pengeluaran udara saat ekspirasi, yang disebakan oleh adanya penyempitan ataupun penyumbatan pada tingkat bronkeolus/bronkus/trakea/larings. Sebab lain adalah karena berkurangnya volume paru yang masih berfungsi
baik, juga
berkurangnya elastis paru, bisa juga karena ekspansi paru terhambat (Danusantoso, 2000). 3. Batuk darah Adanya lesi saluran pernapasan dari hidungn sampai paru yang juga mengenai pembuluh darah. Untuk mengetahui penyebab batuk darah kita harus memastikan bahwa pendarahan tersebut berasal dari saluran pernapasan bawah, dan bukan berasal dari nasofaring atau gastro instestinal. Dengan perkataan lain bahwa penderita tersebut benar-benar batuk darah bukan muntah darah (Alsagaff, 2002). 4. Nyeri dada Keluhan ini dapat bersumber pada pleura parietalis, jantung, mediastinum dan dinding toraks (Danusantoso, 2000). Adanya bermacam-macam nyeri dada, nyeri yang terdapat pada sentral dan dada menunjukkan adanya infeksi pada trakea, nyeri yang terdapat pada samping dada yang karakteristik seperti ditusuk dan semakin sakit pada inspirasi menunjukkan adanya pleuritis, nyeri juga dapat disebabkan oleh herpes dan sulit dibedakan dengan nyeri yang berasal dari serabut saraf kolumna vertebralis, nyeri juga terjadi akibat fraktur (Rab,1996).
Universitas Sumatera Utara
2.3.5. Faktor-faktor Yang Menyebabkan Timbulnya Gangguan Fungsi Paru Debu, aerosol dan gas iritan merupakan partikel yang menyebabkan gangguan saluran pernapasan. Ada beberapa factor yang mempengaruhi gangguan saluran pernapasan akibat inhalasi aerosol, faktor aerosol itu sendiri yaitu ukuran partikel, konsentrasi dan kelarutan dan faktor manusia seperti kebiasaan merokok, kecepatan aliran udara, pernapasan, ukuran paru dan factor familial (Alsagaff, 2002). Selain gas dan aerosol, faktor-faktor yang menyebabkan timbulnya gangguan paru akibat inhalasi debu yaitu (Rosbinawati, 2002): 1. Ukuran partikelnya 2. Konsentrasi 3. Lama pajanan 4. Kerentanan individu Faktor lain yang dianggap sebagai pencetus timbulnya gangguan paru adalah merokok, keturunan, perokok pasif, polusi udara dan riwayat infeksi pernapasan sewaktu kecil (Yunus, 1992) Umur merupakan salah satu karateristik yang mempunyai resiko tinggi terhadap gangguan paru terutama yang berumur 40 tahun keatas, dimana kualitas paru dapat memburuk dengan cepat. Menurut penelitian Juli Soemirat dan kawan-kawan dalam Rosbinawati (2002), mengungkapkan bahwa umur berpengaruh terhadap perkembangan paru-paru. Semakin bertambahnya umur maka terjadi penurunan fungsi paru di dalam tubuh. Menurut hasil penelitian Rosbinawati (2002) ada hubungan yang bermakna secara statistik antara umur dengan gejala pernafasan.
Universitas Sumatera Utara
Masa kerja penting diketahui untuk melihat lamanya seseorang terpajan dengan debu, aerosol dan gas iritan. Menurut hasil penelitian Rosbinawati (2002) menunjukkan adanya hubungan yang bermakna antara masa kerja seseorang semakin lama terpajan dengan debu, aerosol dan gas iritan sehingga semakin mengganggu kesehatan paru. Alat pelindung diri adalah perlengkapan yang dipakai untuk melindungi pekerja terhadap bahaya yang dapat mengganggu kesehatan yang ada di lingkungan kerja. Alat yang dipakai disini untuk melindungi sistem pernafasan dari partikel-partikel berbahaya yang ada di udara yang dapat membahayakan kesehatan. Perlindungan terhadap sistem pernafasan sangat diperlukan terutama bila tercemar partikel-partikel berbahaya, baik yang berbentuk gas, aerosol, cairan, ataupun kimiawi. Alat yang dipakai adalah masker, baik yang terbuat dari kain atau kertas wol (Irga, 2009). Riwayat merokok merupakan faktor pencetus timbulnya gangguan pernapasan, karena asap rokok yang terhisap dalam saluran nafas akan mengganggu lapisan mukosa saluran napas. Dengan demikian akan menyebabkan munculnya gangguan dalam saluran napas. Merokok dapat menyebabkan perubahan struktur jalan nafas. Perubahan struktur jalan nafas besar berupa hipertrofi dan hiperplasia kelenjar mukus. Perubahan struktur jalan nafas kecil bervariasi dari inflamasi ringan sampai penyempitan dan obstruksi jalan nafas karena proses inflamasi, hiperplasia sel goblet dan penumpukan secret intraluminar. Perubahan struktur karena merokok biasanya di hubungkan dengan perubahan/kerusakan fungsi. Perokok berat dikatakan apabila menghabiskan rata-rata dua bungkus rokok sehari, memiliki resiko memperpendek usia harapan hidupnya 0,9 tahun lebih cepat ketimbang perokok yang menghabiskan 20 batang sigaret sehari (Antaruddin, 2003).
Universitas Sumatera Utara
Riwayat penyakit merupakan faktor yang dianggap juga sebagai pencetus timbulnya gangguan pernapasan, karena penyakit yang di derita seseorang akan mempengaruhi kondisi kesehatan dalam lingkungan kerja. Apabila seseorang pernah atau sementara menderita penyakit sistem pernafasan, maka akan meningkatkan resiko timbulnya penyakit sistem pernapasan jika terpapar debu. 2.4. Partikel Debu 2.4.1. Pengertian Debu Debu adalah partikel-partikel zat padat yang disebabkan oleh kekuatan-kekuatan alami atau mekanis seperti pengolahan, penghancuran, pelembutan, pengepakan yang cepat, peledakan dan lain-lain dari bahan dan seterusnya (Suma’mur, 1967) Debu merupakan salah satu bahan yang sering disebut sebagai partikel yang melayang di udara (Suspanded Particulate Matter/SPM) dalam bentuk padatan maupun cairan yang tersebar di udara dengan diameter yang sangat kecil, kurang dari 1 mikron sampai dengan 500 mikron. Ukuran partikel debu yang membahayakan kesehatan umumnya berkisar antara 0,1 mikron sampai 10 mikron. Partikel debu tersebut akan berada di udara dalam waktu yang relatif lama dalam keadaan melayang-layang dan dapat masuk ke dalam tubuh manusia melalui saluran pernapasan. Konsentrasi debu dengan ukuran 5 mikron akan dikeluarkan seluruhnya bila jumlah yang masuk ke saluran napas kurang dari 10 partikel, sedangkan seluruhnya bila masuk 1000 partikel maka 10% dari jumlah tersebut akan tertimbun dalam jaringan paru (Pudjiastuti, 2002).
Universitas Sumatera Utara
2.4.2. Jenis Debu Dilihat dari jenisnya debu dikelompokkan menjadi 2, yaitu : 1. Debu organik antara lain fosil, mikrobakterium, sayuran, binatang, sintetik (toluene diisocynate), dan reagen. 2. Debu anorganik antara lain silica bebas, silica, metal, debu inert termasuk besi, boruin, titanium, dan lain-lain. 2.4.3. Sifat-sifat Debu Sifat-sifat debu tidak berflokulasi, kecuali oleh gaya tarikan elektris, tidak berdifusi dan turun oleh karena tarikan gaya tarik bumi. Sifat-sifat debu adalah sebagai berikut (Pudjiastuti, 2002) : 1. Mengendap Debu cenderungn mengendap karena daya gravitasi bumi. 2. Permukaan Cenderung basah Sifatnya selalu basah karena permukaannya selalu dilapisi oleh lapisan air yang sangat tipis. 3. Menggumpal Permukaan debu yang selalu basah, sehingga debu satu dengan yang lainnya menempel dan membentuk gumpalan. 4. Elektrostatis (listrik statis) Debu dapat menarik partikel lain yang berlawanan dengan demikian partikel dalam larutan debu mempercepat terjadinya gumpalan.
Universitas Sumatera Utara
5. Opsis Debu atau partikel basah atau lembab lainnya dapat memancarkan sinar yang dapat terlihat dalam kamar gelap. 2.5. Hubungan Debu Padi Dengan Gejala Gangguan Fungsi Paru Debu kilang padi menurut asalnya terdiri dari 2 macam yaitu debu yang berasal dari biji padi dan debu yang berasal dari biji beras. Debu yang berasal dari biji padi sudah terdapat di udara sebelum di sentuh oleh mesin sewaktu dituang kedalam corong penggilingan. Debu yang berasal dari biji beras partikel-partikelnya terbentuk dari proses penggilingan, lalu menyebar di udara sewaktu pindah tempat (Anonim,2006). Debu padi bersifat respirable dimana mempunyai ukuran yang dapat terhirup dan masuk ke dalam saluran pernapasan. Lambat laun debu yang masuk ke dalam saluran pernapasan tersebut akan mengganggu kesehatan karena dapat tertahan pada saluran pernapasan itu sendiri. Debu tersebut juga akan tertimbun mulai dari bronkhiolus terminalis atau saluran napas kecil paling ujung sampai ke alveoli atau gelumbunggelembung udara yang merupakan akhir dari saluran pernapasan (Suzaina, 2006). Meskipun bahaya kesehatan paru pekerja disebabkan oleh debu biji-bijian dari hasil pertanian yaitu padi telah dikenal secara dini, tetapi penanggulangannya tidak diperhatikan secara baik. Pemeriksaan terhadap bahaya-bahaya kesehatan paru pada pertanian telah jauh ketinggalan dibanding bahaya-bahaya industri baja dan industriindustri lainnya. Masalah klinis pada pekerja-pekerja pertanian saat ini adalah masalah penyakit saluran pernapasan. Gangguan pernapasan pada pekerja kilang padi seharusnya perlu mendapat perhatian, karena penyakit tersebut dapat di cegah, namun karena keuntungan-keuntungan sosial ekonomi, hal tersebut terabaikan (Antaruddin, 2003)
Universitas Sumatera Utara
2.6. Spirometry Test Spirometri merupakan suatu metode sederhana yang dapat mengukur sebagian terbesar volume dan kapasitas paru- paru. Spirometri merekam secara grafis atau digital volume ekspirasi paksa dan kapasitas vital paksa. Volume Ekspirasi Paksa atau Forced Expiratory Volume (FEV) adalah volume dari udara yg dihembuskan dari paru- paru setelah inspirasi maksimum dengan usaha paksa minimum, diukur pada jangka waktu tertentu. Biasanya diukur dalam 1 detik (FEV1) . Kapasitas Vital paksa atau Forced Vital Capacity (FVC) adalah volume total dari udara yg dihembuskan dari paru- paru setelah inspirasi maksimum yang diikuti oleh ekspirasi paksa minimum. Pemeriksaan dengan spirometer ini penting untuk pengkajian fungsi ventilasi paru secara lebih mendalam. Jenis gangguan fungsi paru dapat digolongkan menjadi dua yaitu gangguan fungsi paru obstruktif (hambatan aliran udara) dan restriktif (hambatan pengembangan paru). Seseorang dianggap mempunyai gangguan fungsi paru obstruktif bila nilai FEV1 kurang dari 75% dan menderita gangguan fungsi paru restriktif bila nilai kapasitas vital kurang dari 80% dibanding dengan nilai standar (Alsagaf, 2002). Jenis Ganggaun Funsi Paru terdiri dari : 1. Gangguan Fungsi Paru Obstruktif. Tidak dapat menghembuskan udara (Unable to get air out). FEV1/FVC <75% Semakin parah obstruksinya : a. FEV1 : 60-75% = mild b. FEV1 : 40-59% = moderate c. FEV1 : <40 = severe
Universitas Sumatera Utara
Jalan napas yang menyempit akan mengurangi volume udara yang dapat dihembuskan pada satu detik pertama ekspirasi.Amati bahwa FVC hanya dapat dicapai setelah ekshalasi yang panjang. Ratio FEV1/FVC berkurang sacara nyata.Ekspirasi diperlama dengan peningkatan perlahan pada kurva, dan plateau tidak tercapai sampai waktu 15 detik. 2. Gangguan Fungsi Paru Restriktif Tidak dapat menarik napas (unable to get air in) •
FVC rendah; FEV1/FVC normal atau meningkat
•
TLC berkurang → sebagai Gold Standart FEV1 dan FVC menurun, karena jalan napas tetap terbuka, ekspirasi bisa cepat dan selesai dalam waktu 23 detik. Rasio FEV1/FVC tetap normal atau malah meningkat, tetapi volume udara yang terhirup dan
terhembus lebih kecil dibandingkan normal. 3. Gangguan Fungsi Paru Gabungan (Mixed) Ekspirasi diperlama dengan peningkatan kurva perlahan mencapai plateau. Kapasitas vital berkurang signifikan dibandingkan gangguan obstruktif. Pola campuran ini, jika tidak terlalu parah, sulit dibedakan dengan pola obstruktif (Ikawati.2009).
Universitas Sumatera Utara
2.6.1. Volume dan Kapasitas Paru
Sumber : Ikawati,2009.
1. Volume Paru Ada empat volume paru yang bila dijumlahkan sama dengan volume maksimal paru yang mengembang (Syaifuddin, 2009). 1. Volume Tidal (VT) : merupakan volume udara yang diinspirasikan dan diekspirasikan disetiap pernapasan normal, jumlahnya ±500 ml. 2. Volume Cadangan Inspirasi : merupakan volume tambahan udara yang dapat diinspirasikan di atas volume tidl normal, jumlahnya ±3000 ml. 3. Volume Cadangan Ekspirasi : merupakan jumlah udara yang masih dapat dikeluarkan dengan ekspirasi tidal yang jumlah normalnya ±1100 ml. 4. Volume Sisa : volume udara yang masih tersisa di dalam paru-paru setelah ekspirasi kuat, volume ini ±1200 ml.
Universitas Sumatera Utara
2. Kapasitas Paru Dalam peristiwa siklus paru-paru diperlukan menyatukan dua volume atau lebih kombinasi seperti ini disebut kapasitas paru-paru. Jenis kapasitas paru-paru ada empat yaitu kapasitas inspirsi, kapasitas fungsional, kapasitas vital dan kapasitas total paru (Syaifuddin, 2009). 1. Kapasitas Inspirasi : merupakan jumlah udara yang dapat dihirup oleh seseorang mulai pada tingkat normal dan mengembangkan paru-parunya sampai jumlah maksimum. 2. Kapasitas Fungsional : merupakan jumlah udara yang tersisa didalam paru-paru pada akhir ekspirasi normal ±2300 ml. 3. Kapasitas Vital : merupakan jumlah udara maksimum yang dapat dikeluarkan dari paru-paru setelah mengisi sampai batas maksimum dan kemudian mengeluarkan sebanyak-banyaknya ±4600 ml. 4. Kapasitas Total Paru : volume maksimum pengembangn paru-paru dengan usaha inspirasi yang sebesar-besarnya ±5800 ml. 2.6.2. Test Fungsi Paru Pada test ini digunakan alat spirometer yang dapat menggambarkan fungsi paru (Somantri 2009). 1. Isi Alun Napas (Tidal volume – TV) Merupakan volume udara yang masuk dan keluar paru pada pernapasan biasa ketika dalam keadaan istirahat (N = ± 500 ml).
Universitas Sumatera Utara
2. Volume Cadangan Inspirasi (Inspiration Reserve Volume – IRV) Adalah volume udara yang masih dapat masuk kedalam paru pada inspirasi maksimal setelah inspirasi biasa (L = ±3.300 ml, P = ±1.900 ml ). 3. Vulome Cadangan Ekspirasi (Ekspiration Reserve Volume – ERV) Jumlah udara yang dapat dikeluarkan secara aktif dari dalam paru melalui kontraksi otot otot ekspirasi setelah ekspirasi biasa (L = ±1.000 ml, P = 700 ml). 4. Volume Residu (Residual Volume – RV) Udara yang masih tersisa dalam paru setelah ekspirasi maksimal (L = ±1.200 ml, P = ±1.100 ml) 5. Kapasitas Inspirasi (Inspiration Capacity- IC) Jumlah udara yang dapat dimasukkan ke dalam paru-paru setelah akhir ekspirasi biasa ( IC = IRV + TV ) menunjukkan banyaknya udara yang dapat dihirup mulai dari taraf ekspirasi normal hingga mengembangkan paru-paru secara maksimal. 6. Kapasitas Residu Fungsional ( Functional Residual Capacity – FRC ) Jumlah udara di dalam paru pada akhir ekspirasi biasa ( FRC = ERV + RV ). Bermakna untukmempertahankan kadar 02 dan CO2 yang reltif stabil di alveoli selama proses inspirasi dan ekspirasi. 7. Kapasitas Vital ( Vital Capacity – CV ) Merupakan volume udara maksimal yang dapat masuk dan keluar paru selama satu siklus pernapasan yaitu setelah inspirasi maksimal dan ekspirasi maksimal ( VC = IRV + TV ERV ). Bermakna untuk menggambarkan kemampuan paru dan dada.
Universitas Sumatera Utara
8. Kapasitas Paru Total ( Total Lung Capacity – TLC ) Jumlah udara maksimal yang dapat dikandung paru ( TLC = VC + TV ). Normal L = ±6.000 ml, P = ±4.200 ml. 9. Ruang Rugi ( Antomical Dead Space ) Ruang di sepanjang saluran napas yang tidak terlibat proses pertukaran gas (±150 ml). Pada pria dengan TV = 500 ml, maka hanya ±350 ml yang mengalami pertukaran gas. 10. Frekuensi Nafas (f) Jumlah pernapasan yang dilakukan per menit. Dalam keadaan istirahat kecepatan pernapasan sekitar 15 kali per menit.
2.7. Kerangka Konsep
Debu Kilang Padi
Karekterisrik Pekerja: 1. Umur 2. Masa kerja 3. APD 4. Riwayat merokok 5. Riwayat penyakit
Fungsi Paru Pekerja
Universitas Sumatera Utara
BAB III METODE PENELITIAN
3.1. Jenis Penelitian Penelitian ini bersifat deskriptif yang bertujuan untuk mengetahui gambaran fungsi paru pada pekerja kilang padi di Kecamatan Porsea Tahun 2010. 3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2.1. Lokasi Lokasi penelitian ini dilakukan di kilang padi di Kecamatan Porsea dengan alasan sebagai berikut : 1. Belum pernah dilakukannya penelitian mengenai gambaran fungsi paru pekerja pada kilang padi di Kecamatan Porsea. 2. Peneliti mendapat kemudahan dalam memperoleh izin untuk melakukan penelitian ini. 3.2.2. Waktu Penelitian Peneliltian ini dilakukan pada bulan Januari sampai Juni 2010. 3.3. Populasi dan Sampel 3.3.1. Populasi Populasi meliputi seluruh pekerja kilang padi di kecamatan Porsea yaitu 10 kilang padi dengan jumlah pekerja 75 orang.
Universitas Sumatera Utara
3.3.2. Sampel Sampel adalah sepuluh kilang padi, penulis hanya meneliti 4 kilang padi saja sehungan dengan kesediaan kilang padi yang mau diteliti serta keterbatasan waktu dan biaya dengan jumlah pekerja sebanyak 35 orang yaitu : 1. Kilang Padi Mampe Tua = KP I dengan jumlah pekerja = 8 orang 2. Kilang Padi Horas
= KP II dengan jumlah pekerja = 6 orang
3. Kilang Padi RM
= KP III.dengan jumlah pekerja = 8 orang
4. Kilang Padi Gomari
= KP IV dengan jumlah pekerja = 13 orang
3.4. Metode Penelitian 3.4.1. Data Primer Data primer diperoleh dengan observasi ke lokasi penelitian dan wawancara langsung dan melakukan spirometry test dengan menggunakan Spirometer Tipe Microlab ML 3500. 3.4.2. Data Sekunder Data sekunder diperoleh dari kilang padi mengenai jumlah pekerja serta gambaran umum kilang padi.. 3.5. Definisi Operasional 1. Debu padi adalah partikel-partikel zat padat yang ditimbulkan oleh hasil kegiatan kerja pada penggilingan padi. 2. Umur adalah ulang tahun terakhir pekerja sampai saat penelitian dilakukan. 3. Masa kerja adalah lamanya pekerja bekerja sampai saat penelitian dilakukan. 4. APD adalah penggunaan alat pelindung diri selama bekerja. 5. Riwayat merokok adalah kebiasaan pekerja merokok sehari-hari
Universitas Sumatera Utara
6. Riwayat penyakit adalah penyakit yang pernah diderita oleh pekerja. 7. Fungsi paru adalah hasil pengukuran fungsi paru dengan menggunakan spirometer yang terdiri dari restriktif, obstruktif dan mixed. 3.6. Aspek Pengukuran Pengukuran dilakukan dengan menggunakan spirometer tipe Microlab ML 3500 setelah dikalibrasi dahulu sebelum digunakan. Cara kerja : 1. Pasien diukur tinggi badan dan berat badannya. 2. Pasien yang diperiksa dalam posisi berdiri, pakai penjepit hidung. 3. Pasien diminta bernapas dengan posisi alat (mouth piece) dimasukkan kedalam mulut dengan bibir mengulum bagian alat dengan erat. 4. Tekan VC, pasien menarik napas dalam semampunya dan membuang napas pada mouth piece semampunya atau selama mungkin, lakukan 3 X, print out. 5. Tekan FVC, mouth piece sudah terpasang dimulut, bernapas biasa 4 X lalu tarik napas
sedalam-dalamnya
dan
buang
napas
dengan
cara
cepat
dan
keras/dihentakkan selama mungkin (FEV 1) mouth piece. 6. Pembacaan dan pencatatan hasil grafik diperoleh :
Restriktif (%) ≥ 80
a. Normal
Obstruktif (%) ≥ 75
b. Ringan
60
− 79
60 − 74
c. Sedang
30
− 59
30 − 59
d. Berat
< 30
< 30
Universitas Sumatera Utara
3.7. Teknik Analisa Data Data
yang
diperoleh
dikelompokkan
kedalam
tabel
distribusi
dengan
menggunakan kankomputer SPSS untuk melihat gambaran fungsi paru pekerja dan disajikan secara deskriftif.
Universitas Sumatera Utara