BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1.
Ekologi Material Bangunan
2.1.1. Sustainable Development Istilah sustainable development pertama kali diperkenalkan pada tahun 1980 yang mendeskripsikan suatu usaha pembangunan untuk memenuhi kebutuhan sosial dan disaat bersamaan juga berusaha meminimalkan dampak negatif yang ditimbulkan pembangunan pada lingkungan. Namun, definisi yang paling banyak dipakai adalah yang dirumuskan oleh Gro Harlem Brundlant pada tahun 1986 dalam bukunya “Our Common Future”. Ia menyatakan bahwa, ”Sustainable development is development which meets the needs of the present without compromising the ability of future generations to meet their own needs” Sustainable development yang dalam bahasa Indonesia berarti pembangunan yang berkelanjutan dapat dikatakan sebagai suatu konsep pembangunan yang menekankan pada keberlanjutan hidup manusia. Berdasarkan pengertian yang telah disebutkan sebelumnya dapat diidentifikasi adanya tiga unsur utama yang menjadi sangat penting dalam pembangunan yang berkelanjutan, yakni pemenuhan kebutuhan manusia, kelestarian lingkungan hidup dan masa yang akan datang (Graham, 2003). Populasi dunia bertambah dari 1,5 milyar pada tahun 1900, menjadi 6 milyar pada tahun 2000 (Muller, 2002). Bertambahnya populasi manusia berarti juga bertambahnya jumlah kebutuhan manusia yang harus dipenuhi. Manusia memenuhi kebutuhannya terutama kebutuhan fisiknya, dengan mengolah dan
6 Universitas Sumatera Utara
mengkonsumsi sumber daya yang ada di alam. Namun, pola konsumsi yang tidak seimbang telah diterapkan oleh manusia selama beberapa dekade. Tidak seimbangnya antara konsumsi sumber daya dengan kemampuan lingkungan untuk memenuhinya, menimbulkan kerusakan pada lingkungan dan ancaman krisis sumber daya alam bagi generasi manusia di masa yang akan datang. Bangunan merupakan salah satu kebutuhan primer manusia. Pertumbuhan jumlah penduduk yang begitu besar juga akan mempengaruhi jumlah permintaan terhadap kebutuhan akan bangunan. Tiap-tiap bangunan akan mengkonsumsi jumlah sumber daya alam yang sangat banyak dalam konstruksinya. Sebuah bangunan akan bersentuhan langsung dengan lingkungan alam. Keberadaan bangunan itu sendiri secara langsung akan memberi dampak pada lingkungan alam yang ada di sekitarnya. Dampak ini seringkali diabaikan karena memang tidak langsung jelas terlihat. Namun pada kenyataanya ada banyak sekali dampak yang ada. ” There are more impacts than we could possibly know. Building projects may impact on natural environments that are far removed from the site and may be accumulative and long-term” (Graham, 2003). Terdapat lebih banyak dampak dari yang mungkin kita bayangkan. Suatu proyek bangunan dapat memberi dampak pada lingkungan hidup yang berada jauh dari tapak dan dampak tersebut bersifat akumulatif dan dalam jangka panjang. Salah satu isu penting dalam pembangunan yang berkelanjutan adalah pertambahan volume sampah/limbah lingkungan. Pertambahan sampah sangat erat hubungannya dengan pola konsumsi. Pola konsumsi yang baik adalah konsumsi yang memanfaatkan sumber daya alam secara efisien (Graham, 2003).
7 Universitas Sumatera Utara
Dengan pola konsumsi yang efisien maka akan terdapat lebih sedikit sampah/limbah yang dihasilkan pada skala kerja dan konsumsi sumber daya yang sama. Berdasarkan buku Building Ecology (2003) oleh Peter Graham, dalam mendukung sustainable development diperlukan pengetahuan tentang daur hidup bahan. Life Cycle Assesment (nilai daur hidup) atau yang sering disingkat dengan LCA merupakan suatu pendekatan evaluasi yang bertujuan untuk memahami daur hidup lingkung bangun dan dampaknya terhadap lingkungan melalui aplikasi material pada bangunan. Adapun kriteria yang menjadi perhitungan dalam LCA diantaranya: 1. Pengambilan, proses, dan transportasi material mentah; 2. Produksi, transportasi, dan distribusi dari produk yang dihasilkan; 3. Penggunaan, penggunaan kembali dan perawatan; 4. Daur ulang dan pembuangan akhir. Tujuan dari penerapan LCA adalah: 1. Mengevaluasi beban lingkungan berkaitan dengan produk, proses, atau aktivitas, mengidentifikasi dan memperhitungkan penggunaan energi, material, dan jumlah sampah / limbah yang dilepaskan ke lingkungan; 2. Mengetahui dampak penggunaan sumber daya dan pembuangan limbah serta dampak terhadap lingkungan; 3. Melakukan evaluasi dan menerapkannya memberikan kemungkinan untuk perbaikan.
8 Universitas Sumatera Utara
Froschle
(1999)
dalam
artikel
“Environmental
Assessment
and
Specification of Green Building Materials” mengklasifikasikan kriteria material bangunan dalam pembangunan berkelanjutan, diantaranya: Tabel 2.1. Kriteria material bangunan dalam pembangunan berkelanjutan
No.
Kriteria / Variabel
1.
Kadar racun rendah
2.
Emisi minimal
3.
Konsentrasi VOCs rendah
4.
Kandungan hasil daur ulang
5.
Sumber daya yang efisien
6.
Bahan daur ulang
7.
Komponen yang dapat digunakan kembali
8.
Sumber berkelanjutan
9.
Bahan tahan lama
10.
Tahan kelembaban
11.
Hemat energi
12.
Pelestarian air
Deskripsi Bahan dengan tingkat toksisitas atau konsentrasi racun rendah Bahan tanpa emisi kimia atau emisi kimia rendah (VOC / volatile organic compounds dan CFC / chlorofluorocarbons) Bahan yang dapat mengurangi jumlah kontaminan udara dalam ruangan Produk dengan identifikasi konten daur ulang Produk yang diproduksi dengan konsumsi energy dan limbah yang sedikit Bahan yang dapat didaur ulang di akhir masa pakainya Komponen bangunan yang dapat digunakan kembali atau diselamatkan Bahan-bahan alami terbarukan yang dibuat menggunakan sumber yang berkelanjutan Bahan yang sebanding bahan tradisional dengan harapan hidup yang panjang Produk yang tahan terhadap kelembaban atau menghambat pertumbuhan kontaminan Bahan yang membantu mengurangi konsumsi energi pada bangunan Produk dan sistem yang dapat membantu mengurangi konsumsi air
9 Universitas Sumatera Utara
13.
Meningkatkan IAQ (Indoor Air Quality)
14.
Pemeliharaan yang sehat
15.
Produk lokal
16.
Bahan terjangkau
Sistem atau peralatan yang menghasilkan IAQ yang sehat Bahan yang memerlukan pembersihan sederhana dan tidak beracun Bahan lokal sehingga menghemat energi untuk transportasi ke lokasi proyek Biaya pembuatan bangunan sebanding pembuatan dengan bahan konvensional
Sumber: Environmental Assessment and Specification of Green Building Materials (Froschle, 1999)
-
Material yang dapat digunakan kembali dan memperhatikan sampah bangunan pada saat pemakaian Pemanfaatan kembali material dari bangunan lama menjadi lebih
ekonomis dibandingkan dengan biaya pembuangan yang semakin tinggi, peraturan yang semakin ketat, dan harga material yang semakin tinggi. -
Material daur ulang Memilih material bangunan yang dapat didaur ulang lebih diutamakan
karena memberikan keuntungan yang sangat besar terhadap alam. Kemampuan material untuk diolah kembali dapat dilihat pada saat setelah material digunakan atau setelah material dihasilkan. -
Keaslian material Apakah material tersebut datang dari sumber daya alam yang dapat
diperbaharui? Perkiraan jarak dari sumber dan produk ke lokasi pembangunan juga harus diperhatikan. Memakai kayu dari sumber yang jauh lebih dekat ke lokasi bangunan akan mengurangi biaya dan pengaruh pengangkutan pada lingkungan, serta membantu ekonomi daerah setempat.
10 Universitas Sumatera Utara
-
Energi yang diwujudkan Metode yang memperhitungkan seluruh energi dan biaya yang tidak
terlihat namun dibutuhkan pada saat memproduksi material. Energi tersebut dihitung mulai dari produksi awal material, yaitu pengambilan material utama dan fabrikasi yang diperlukan, pengepakan material, transportasi ke site, sampai ke pemasangan bangunan. -
Material yang mengandung racun Bangunan dengan material yang mengeluarkan zat beracun secara lambat
dengan campuran lem, resin, dan campuran minyak dalam cat serta kandungan bahan organik dalam udara yang dipakai sebagai campuran dalam material bangunan. Perancang sebaiknya menghindari pemakaian bahan yang dapat menghasilkan formaldehyde, larutan organik, kandungan bahan kimia dalam udara,
klorofuorkarbon.
Kandungan
bahan
kimia
dalam
udara
dapat
mengakibatkan iritasi pada mata, hidung, dan tenggorokan, sakit kepala dan iritasi dermatologis dan beberapa penyakit lain. -
Memprioritaskan material alami Material alami seperti batu, kayu, dan tanah umumnya menggunakan
energi yang sedikit untuk diproduksi, menghasilkan racun dan polusi yang lebih sedikit terhadap lingkungan. -
Mempertimbangkan durabilitas dan umur produk Material yang berkelanjutan termasuk material yang tidak membutuhkan
perawatan yang tinggi dan tidak secara konstan diganti.
11 Universitas Sumatera Utara
Dari prinsip-prinsip tersebut terlihat bahwa perhatian terhadap kebijakan penggunaan material sangat erat hubungannya dengan keberlanjutan lingkungan hidup. Untuk memahami hubungan ini secara baik dibutuhkan pengetahuan yang lebih
dari
sekedar
kegiatan
mengambil
material,
menggunakan,
dan
membuangnya, namun harus memahami segala proses dan daur yang terjadi pada sumber daya alam yang dikonsumsi sehingga prediksi terhadap dampak yang dihasilkan dapat diketahui secara lebih terperinci. Oleh karena itu, dampak yang ditimbulkan adalah cerminan dari hubungan yang dimiliki manusia dengan lingkungannya. Hubungan yang baik tidak akan menyebabkan kerusakan pada lingkungan melainkan keberlanjutan lingkungan yang mampu mendukung kualitas kehidupan yang baik bagi manusia hingga ke masa yang akan datang. 2.1.2. Klasifikasi Material Bangunan secara Ekologis Heinz Frick (1998) di dalam bukunya Ilmu Bahan Bangunan, mengklasifikasikan material bangunan berdasarkan penggunaan bahan mentah dan tingkat transformasi (perubahan wujud fisik) yang terjadi dalam daurnya. Berikut adalah klasifikasi tersebut: 1. Bahan bangunan yang dapat dibudidayakan kembali (regeneratif) Bahan bangunan organik nabati dan hewani yang dapat diaplikasikan langsung, tanpa transformasi adalah jenis bahan bangunan ini. Contoh: kayu, rotan, rumba, alang-alang, kulit binatang, dll. Bahan bangunan ini memiliki daur hidup alami (kemampuan budidaya), oleh karena itu daurnya bersifat tertutup. Sehingga relatif tidak memiliki dampak negatif secara ekologis. Dalam penggunaannya juga hanya membutuhkan energi yang sangat kecil. Walaupun
12 Universitas Sumatera Utara
sifatnya regeneratif namun penggunaannya tetap harus dijaga agar tidak melebihi kemampuannya beregenerasi secara alami. Sebagai contoh bahan bangunan ini adalah kayu. Berikut jenis-jenis kayu berdasarkan buku Ilmu Bahan Bangunan (Frick, 1999): - Kayu jati (Tectona grandis) Tempat tumbuh: Jawa, Sulawesi Selatan, NTB, Maluku, Lampung, dan Madura. Tinggi mencapai 45 m, panjang bebas cabang 15-20 m. Gemang batang mencapai 2,20 m Warna: Kayu teras cokelat kekuning-kuningan, cokelat kelabu sampai cokelat tua atau merah cokelat. - Kayu Kamper (Dryobalanops spp) Tempat tumbuh: Aceh, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Riau dan Kalimantan Tinggi 35-45 m dan dapat mencapai 60 m, panjang batang bebas 25-30 m. Gemang batang 80-100 cm, bentuk batang sangat baik. Warna: Kayu teras merah cokelat, merah kelabu, merah. Kayu gubal hampir putih sampai cokelat kuning muda. - Kayu Mahoni (Swietania Mahagoni spp) Tempat tumbuh: Jawa Tinggi 35 m, bentuk silindris, tajuk bulat Warna: Kayu teras cokelat muda kemerah-merahan atau kekuningkuningan sampai cokelat tua kemerah-merahan
13 Universitas Sumatera Utara
Tabel 2.2.
Kelas kayu menurut keawetannya
Kelas (tingkat) I keawetan kayu Selalu berhubungan dengan 8 tahun tanah lembap Tidak terlindung, tetapi 20 dilindungi dari pemasukan tahun air Tidak berhubungan dengan tanah lembap, di bawah atap Tak dan dilindungi dari terbatas kelemasan beban Seperti diatas tetapi selalu Tak dipelihara terbatas Serangan rayap Tidak Serangan bubuk kayu kering dan sebagainya
Tidak
II
III
IV
V
5 tahun
3 tahun
Sangat pendek
Sangat pendek
15 tahun
10 tahun
Beberapa tahun
Sangat pendek
Tak terbatas
Sangat lama
Beberapa Pendek tahun
Tak terbatas
Tak terbatas Agak cepat Hampir tidak
20 tahun Sangat cepat Tak seberapa
Jarang Tidak
20 tahun Sangat cepat Sangat cepat
Sumber: Ilmu Bahan Bangunan (Frick, 1999) Tabel 2.3.
Kelas kuat I II III IV V
Kelas kayu menurut kekuatannya
Berat jenis kering udara (kg/dm3) >0.90 0.90 - 0.60 0.60 - 0.40 0.40 - 0.30 <0.30
Keteguhan lentur mutlak ((kg/dm3) >1‟100 1‟000 - 725 725 - 500 500 - 360 <360
Keteguhan tekan mutlak (kg/cm3) >650 650 - 425 425 - 300 300 - 215 <215
Sumber: Ilmu Bahan Bangunan (Frick, 1999)
Seperti yang dijelaskan dalam buku Ilmu Bahan Bangunan, terdapat pula bahan perkayuan seperti vinir dan kayu lapis (tripleks dan multipleks). Vinir adalah lembaran kayu tipis yang diperoleh dengan cara mengupas atau mengiris dari dolok kayu jenis tertentu. Kayu yang biasa untuk membuat vinir dari jenis kayu yang lunak, ringan, kelas kuat dan kelas awetnya sekitar II – 1V dan bila dikupas tidak mudah pecah / retak.
14 Universitas Sumatera Utara
Kayu lapis adalah papan / panel buatan yang terdiri dari susunan beberapa lapisan vinil yang mempunyai arah serat bersilangan tegak lurus dengan diikat oleh perekat tertentu, serta jumlah lapisan harus ganjil. Penggunaan kayu lapis pada bangunan misalnya bekisting, daun pintu, dinding penyekat, plafon, lapisan dasar lantai parket. Selain itu dapat diaplikasikan sebagai perabot rumah tangga seperti lemari, tempat tidur, meja dan kursi. 2. Bahan bangunan alam yang dapat digunakan kembali Bahan organik bukan nabati atau hewani yang dapat langsung diaplikasikan pada bangunan adalah jenis klasifikasi bahan bangunan ini, seperti: tanah liat, pasir, batu alam, dll. Bahan bangunan ini sifatnya terbarukan, namun dapat dipergunakan berulang kali dengan proses sederhana. 3. Bahan bangunan buatan yang dapat digunakan kembali Klasifikasi bahan bangunan ini adalah bahan bangunan yang didapat sebagai limbah, potongan, sampah, ampas, dan sebagainya dari perusahaan industri dalam bentuk bahan bungkusan, mobil bekas, ban mobil bekas, serbuk kayu, potongan bahan sintetis, kaca, seng, atau bermacam-macam kain. Kaleng aluminium bekas memiliki ketinggian sekitar 130 mm, hampir sama dengan ketebalan dinding batu-bata. Berdasarkan buku Ilmu Bahan Bangunan (Frick, 1999) dikatakan bahwa kaleng aluminium bekas dapat dimanfaatkan untuk dinding bangunan. Penyusunan kaleng bekas dilakukan secara teratur sehingga sisinya dengan bukaan kaleng akan dapat diplester. Oleh karena aluminium akan beroksidasi bila terkena adukan/plesteran semen, maka bagian-bagian lain yang tidak diplester harus segera dibersihkan.
15 Universitas Sumatera Utara
4. Bahan bangunan alam yang mengalami perubahan transformasi sederhana Klasifikasi bahan bangunan ini adalah material yang bahan mentahnya berasal dari alam, kemudian mengalami pengolahan yang mengakibatkan perubahan pada wujud (transformasi) bahan. Contoh: batu bata dari tanah liat, genteng dari tanah liat, keramik, logam dari bijih logam, seng, kaca dari pasir kuarsa, dll. Bahan mentah yang digunakan sifatnya tidak terbarukan, namun bahan bangunan dapat digunakan kembali dengan perlakuan tertentu. Salah satu contoh bahan bangunan ini adalah keramik. Bahan keramik sebagai ubin keramik adalah unsur bangunan yang dipergunakan untuk melapisi lantai ataupun dinding, biasanya berbentuk pelat persegi dan tipis yang dibuat dari tanah liat atau campuran tanah liat dan bahan mentah keramik laninnya, dibakar sampai suhu sedemikian tinggi, sehingga mempunyai sifat-sifat fisik khusus. (Frick, 1999). Pada dasarnya hanya ada 2 jenis keramik yaitu: a. Keramik yang mempunyai lapisan glazur (glazed) Jenis keramik yang paling banyak di pasaran untuk aplikasi lantai maupun dinding. Lapisan glazur di aplikasikan dengan temperature tinggi sehingga menyatu dengan badan keramik. Lapisan ini lah yang membuat motif desain dan tekstur keramik. Lapisan glazur membuat keramik tahan air, tahan api dan mudah dibersihkan karena sangat padat dan tidak berpori. b. Keramik homogenious tanpa lapisan glazur (unglazed) Jenis keramik ini sekarang semakin trend dengan bermacam macam desain. Tidak ada lapisan apapun yang di aplikasikan pada keramik. Pencampuran bahan utama dan motif keramik dilakukan sejak awal
16 Universitas Sumatera Utara
sebelum pembentukan body sehingga ada kesatuan warna antara bagian permukaan dan belakang. Permukaan keramik mengkilat dengan cara di polish. Keramik jenis ini biasanya lebih tebal, keras dan lebih tinggi kekuatannya dari pada glazed ceramic. Dikutip dari Rumah Ide (Online), ada beberapa jenis permukaan keramik baik yang memakai lapisan glazur ataupun tidak, diantaranya: a. Mengkilat dan licin. Biasa dipakai untuk keramik dinding ataupun keramik lantai dalam ruangan. Tidak cocok untuk lantai yang sering terkena air atau area servis dengan loading yang tinggi karena biasanya tidak tahan goresan. b. Doff / Matte. Cocok untuk berbagai macam aplikasi hanya tidak licin dan mengkilat. Biasa dipakai di rumah dengan desain minimalis. Lebih tahan terhadap goresan. c. Bertekstur kasar. Cocok dipakai untuk lantai kamar mandi, carport atau ruang terbuka yang sering terkena panas dan hujan. Jenis keramik ini tidak licin walaupun terkena air. d. Cutting edge. Permukaan keramik yang sangat siku pada keempat sisinya. Keramik jenis ini dipotong setelah proses pembakaran. Dari segi harga pasti lebih mahal dari pada keramik yang bukan cutting. Contoh lain dari bahan bangunan alam yang mengalami perubahan transformasi sederhana adalah seng. Seng adalah jenis logam yang biasa digunakan untuk melindungi terhadap terjadinya korosi dengan menggunakan cara menyepuh atau melapisi secara galvanis. Di Indonesia, atap seng gelombang
17 Universitas Sumatera Utara
masih sering digunakan karena harganya agak murah untuk atap yang awalnya kedap air hujan dan tahan lama dengan pengecualian pada daerah yang mengalami udara tercemar sulfur (dekat gunung api, dsb). Kaca merupakan salah satu bahan bangunan alam yang mengalami perubahan transformasi sederhana. Material kaca dibedakan menjadi beberapa jenis, antara lain: a. Kaca Tempered. Jenis kaca yang telah melalui suatu proses pemanasan hingga pada tingkat suhu tertentu dan kemudian didinginkan seketika, sehingga menghasilkan kaca yang mempunyai kekuatan dan kelenturan yang baik terhadap tekanan pada kedua sisi pemrukaan kaca. Jenis ini biasa digunakan sebagai pintu shower, railing tangga/balkon, dinding kaca ruangan, skylight. b. Kaca Laminated. Lembaran kaca yang terdiri dari 2 lapisan kaca yang direkatkan, sehingga dapat berfungsi untuk mencegah kemungkinan jatuh atau hancurnya kaca akibat benturan pada salah satu sisinya. Kaca laminated juga dapat digunakan sebagai skylight karena sifatnya yang dapat meredam sinar UV dan juga digunakan untuk partisi dinding kaca suatu ruangan. c. Kaca Polos dan Rayban. Kaca polos atau juga disebut kaca bening biasa yang kemudian biasa dikembangkan menjadi kaca tempered, kaca laminated, kaca double, dll. Kaca rayban adalah kaca gelap namun masih dapat tembus pandang, umumnya dengan ketebalan 3 mm dan 5 mm.
18 Universitas Sumatera Utara
d. Kaca Double Glass. Kaca yang dibentuk / digabung oleh 2 panel kaca dengan terciptanya ruang antara panel yang memiliki ketebalan beberapa milimeter. Ruang antara panel bersifat kedap udara dan memiliki kelembapan yang rendah, sehingga pemasangan kaca double glassing pada sebuah ruangan menyebabkan ruangan tersebut kedap suara dan suhu ruangan dapat terjaga dengan baik / stabil. e. Kaca Reflective. Kaca yang hanya memiliki daya tembus pandang satu arah saja sehingga dari bagian luar tidak dapat melihat bagian dalam suatu ruangan. Kaca reflective biasa digunakan untuk eksterior gedung. f. Kaca Bevel. Kaca yang sisinya memiliki tepi miring. Teknik bevel kaca digunakan
untuk
menambah
gaya
dekoratif
kaca
karena
dapat
meningkatkan dampak visual pada kaca. 5.
Bahan
bangunan
yang
mengalami
beberapa
tingkat
perubahan
transformasi Bahan bangunan jenis ini adalah material yang menggunakan bahan mentah fosil (minyak bumi, arang, gas). Material yang dihasilkan berupa material sintetis seperti: plastik, epoksi, polikarbonat, pvc, dll. Bahan sintetis merupakan bahan yang dinilai tidak baik secara ekologis, karena; 1. Sulit di daur ulang, membutuhkan energi dan biaya yang besar; 2. Pengolahan harus melalui beberapa proses yang tidak dapat dibalik (irreversible); 3. Menggunakan bahan baku yang tidak dapat diperbaharui (bahan mentah fosil). Material bangunan merupakan salah satu sumberdaya proyek yang cukup dominan dalam menentukan kualitas hasil konstruksi. Pemilihan material untuk
19 Universitas Sumatera Utara
digunakan pada bangunan sama pentingnya dengan rancangan bangunan itu sendiri. Penggunaan material yang tepat akan meningkatkan aspek estetika pada bangunan. Sebaliknya, penggunaan material yang kurang atau tidak tepat kemungkinan besar akan menurunkan rancangan yang dihasilkan secara keseluruhan (Ervianto, 2012). Di samping aspek estetika, pemilihan material yang dapat mendorong penghematan penggunaan energi sebaiknya terus dikembangkan. Menurut Mediastika (2013) kegiatan konstruksi ternyata berandil besar dalam hal polusi gas buang yang secara tidak langsung juga menunjukkan besarnya pemanfaatan energi pada kegiatan ini. Penggunaan energi pada bangunan dapat dihitung sejak awal penyediaan material bangunan, proses pembangunan, sampai saat bangunan ditempati. Penghematan energi pada tahap awal pemilihan material dapat dilakukan dengan penggunaan material yang tersedia secara lokal. Selain dari sisi konsumen, aspek penghematan juga ditinjau dari sisi penjual dan produsen. Penghematan dari sisi penjual dan produsen terjadi manakala toko material juga mendapatkan pasokan material dari daerah sekitarnya. Mediastika (2013) mengklasifikasikan material bangunan berdasarkan aspek hemat energi dan ramah lingkungan terdiri atas material alami lokal khas Indonesia dan material bekas. Penerapan material alami lokal akan mendukung tumbuhnya ekonomi masyarakat, menghemat biaya dan tenaga angkut. Penghematan dan pelestarian alam pun semakin meningkat manakala digunakan material bekas atau material daur ulang.
20 Universitas Sumatera Utara
a. Material Alami Lokal Khas Indonesia Sebagai negara tropis yang kaya akan sumber daya alam, Indonesia memiliki beragam material mentah untuk diolah menjadi bahan bangunan yang berkualitas. Namun, tanpa pertimbangan yang bijaksana, penggunaan material alami justru dapat menyebabkan kepunahan dan terjadinya bencana alam. Sumber daya alam lokal yang sering dimanfaatkan sebagai material bangunan adalah kayu. Permintaan yang tinggi akan kayu-kayu berkualitas telah menyebabkan penebangan hutan secara serampangan. Beberapa jenis pohon yang menghasilkan kayu berkualitas kini telah dilindungi dan dilarang ditebang. Begitupun dengan permintaan yang tinggi akan batu alam yang telah menyebabkan terjadinya penambangan batu alam ilegal di beberapa tempat (Mediastika, 2013). Tabel 2.4. Material alami Indonesia
Bahan Mentah / Asal
Material Bangunan
Pohon bambu
Batang bambu
Pohon jati
Kayu jati
Tanah liat
Genteng
Pohon kelapa
Kayu kelapa (gelugu)
Batu, koral, pasir
Pasir
Tanah liat
Batu bata merah
Pasir, semen
Batako
Batu marmer Berbagai jenis batu alam
Lantai/dinding marmer Batu alam: batu templek, salagedang, palimanan, batu
Daerah Penghasil Merata di beberapa daerah di Indonesia Jepara, Cepu, Bojonegoro Kebumen, Karang Pilang (Surabaya) Pantai Sulawesi dan Kalimantan Merata di beberapa tepian hulu sungai, hilir/muara, pantai, dan pegunungan, seperti Lumajang, Cilacap, dan Gunung Merapi Merata di beberapa daerah di Indonesia Merata di beberapa daerah di Indonesia Tulungagung, Jawa Timur
Berbagai daerah di Jawa Barat
21 Universitas Sumatera Utara
Tabel 2.4, sambungan
Penutup atap
paras, batu andesit, batu candi, batu kora;/telur Ijuk, rumbia, alangBerbagai daerah di Indonesia alang
Sumber: Mediastika (2013)
Secara umum dapat dipaparkan empat kelebihan penggunaan material alami atau buatan lokal, yaitu: 1. Menghemat biaya angkut; 2. Lebih sesuai dengan iklim/keadaan setempat; 3. Material lokal dapat menambah nilai estetika bangunan melalui ide-ide kreatif; 4. Memberikan dukungan bagi pertumbuhan industri setempat. Adapun kelemahan material lokal yakni kualitasnya mungkin kurang memadai. b.
Material Bekas Selain penggunaan material lokal yang akan menghemat banyak energi
dan penggunaan material yang menjaga kelestarian alam, penggunaan material bekas atau material daur ulang akan sekaligus memenuhi aspek hemat dan lestari. Menurut Ervianto (2012) material bekas merupakan sisa material konstruksi dan sampah lain yang bersumber dari aktivitas konstruksi, pembongkaran, dan pembersihan lahan di awal pelaksanaan proyek. Efek jangka pendek dari material bekas dapat menghemat biaya pembangunan, sementara efek jangka panjang yakni dapat membantu program pelestarian lingkungan yang hemat energi. Beberapa pakar Sustainable Construction di Indonesia, seperti Ahmad Tardiyana, Adi Purnomo, dan Eko Prawoto menyatakan bahwa penggunaan material bekas
22 Universitas Sumatera Utara
merupakan salah satu gerakan sustainable karena memanfaatkan kembali barang bekas merupakan upaya untuk meminimalisasi kerusakan lingkungan. Menurut Skoyles (1976) dalam Asnuddin (2012) material bekas merupakan bagian dari limbah konstruksi. Berdasarkan penyebabnya, limbah konstruksi dapat digolongkan menjadi dua kategori, yaitu indirect waste dan direct waste. Indirect waste adalah sisa material yang terjadi dalam bentuk pemborosan (moneter loss) akibat kelebihan pemakaian volume material dari yang direncanakan dan tidak terlihat sebagai limbah di lapangan. Sedangkan direct waste adalah sisa material yang timbul di proyek konstruksi karena rusak dan tidak dapat diperbaiki dan digunakan kembali selama proses konstruksi. Menurut Tchobanoglous dkk (1976) dalam Devia dkk (2010), sisa material konstruksi yang timbul selama pelaksanaan konstruksi dapat dikategorikan menjadi dua bagian yaitu: 1. Demolition waste adalah sisa material
yang timbul dari hasil
pembongkaran atau penghancuran bangunan lama. 2. Construction waste adalah sisa material konstruksi yang berasal dari pembangunan atau renovasi bangunan milik pribadi, komersil dan struktur lainnya. Sisa material tersebut berupa sampah yang terdiri dari beton, batu bata, plesteran, kayu, sirap, pipa dan komponen listrik. Sehubungan dengan pembagian kategori sisa material bekas oleh Tchobanoglous dkk terjadinya sisa material konstruksi dapat disebabkan oleh satu atau kombinasi dari beberapa sumber dan penyebab. Berikut adalah tabel sumber
23 Universitas Sumatera Utara
dan penyebab terjadinya sisa material konstruksi menurut Gavilan dan Bemold (1994) dalam Devia dkk (2010): Tabel 2.5. Sumber dan penyebab terjadinya sisa material konstruksi
Sumber Desain
Pengadaan
Penanganan
Pelaksanaan
Penyebab Kesalahan dalam dokumen kontrak Ketidaklengkapan dokumen kontrak Perubahan desain Memilih spesifikasi produk Memilih produk yang berkualitas rendah Kurang memperhatikan ukuran dari produk yang digunakan Desainer tidak mengenal dengan baik jenis-jenis produk yang lain Pendetailan gambar yang rumit Informasi gambar yang kurang Kurang berkoordinasi dengan kontraktor & kurang berpengetahuan tentang konstruksi Kesalahan pemesanan, kelebihan, kekurangan, dsb. Pesanan tidak dapat dilakukan dalam jumlah kecil Pembelian material yang tidak sesuai dengan spesifikasi Pemasok mengirim barang tidak sesuai dengan spesifikasi Kemasan kurang baik, menyebabkan terjadi kerusakan dalam perjalanan Material yang tidak dikemas dengan baik Material yang terkirim dalam keadaan tidak padat/kurang Membuang atau melempar material Penanganan material yang tidak hati-hati pada saat pembongkaran untuk dimasukkan ke dalam gudang Penyimpanan material yang tidak benar menyebabkan kerusakan Kerusakan material akibat transportasi ke/di lokasi proyek Kesalahan yang diakibatkan oleh tenaga kerja Peralatan yang tidak berfungsi dengan baik Cuaca yang buruk Kecelakaan pekerja di lapangan Penggunaan material yang salah sehingga perlu diganti Metode untuk menempatkan pondasi Jumlah material yang dibutuhkan tidak diketahui karena perencanaan yang tidak sempurna
24 Universitas Sumatera Utara
Tabel 2.5, sambungan
Residual
Lain-lain
Informasi tipe dan ukuran material yang akan digunakan terlambat disampaikan kepada kontraktor Kecerobohan dalam mencampur, mengolah, dan kesalahan dalam penggunaan material sehingga perlu diganti Pengukuran di lapangan tidak akurat sehingga terjadi kelebihan volume Sisa pemotongan material tidak dapat dipakai lagi Kesalahan pada saat memotong material Kesalahan pesanan barang, karena tidak menguasai spesifikasi Kemasan Sisa material karena proses pemakaian Kehilangan akibat pencurian Buruknya pengontrolan material di proyek dan perencanaan manajemen terhadap sisa material
Sumber: Jurnal Rekayasa Sipil. Vol.4, No.3, ISSN 1978-5658 (2010): 195-203. Tabel 2.6. Jenis sampah asal kegiatan pembangunan dan cara pengelolaannya
Sampah yang berasal dari kegiatan pembangunan Bahan organik: Kayu
Kayu lapis
Bambu
Kertas/kardus
Diolah kembali
Didaur ulang
Digunakan kembali
Dibakar dan Konstruksi atap Kusen, jendela, abunya diserap kayu menjadi dan pintu yang kembali oleh akar kusen dsb. masih dalam tumbuhan keadaan baik Dibakar dan Bekisting beton abunya diserap kayu lapis dapat kembali oleh akar menjadi pelat tumbuhan untuk langit(mengandung langit fenol formaldehide, senyawa kimia berbahaya) Dibakar dan abunya diserap kembali oleh akar tumbuhan Dikumpulkan dan Pembungkus diproses ulang barang-barang menjadi kertas kembali (menghemat
25 Universitas Sumatera Utara
Tabel 2.6, sambungan
±50% energi) Bahan anorganik: Tanah galian Tanah liat
Tanah timbunan
Dicetak dan dibakar menjadi batu bata, genteng tanah liat, dsb. Pasir/kerikil Dicampur semen menjadi beton Ubin/genteng Digiling menjadi beton pasir Batu bata, genteng Digiling menjadi tanah liat semen merah Kaca Dilebur menjadi kaca baru Logam (besi, baja, Dilebur menjadi kaleng, dsb) logam baru Bahan sintetis: Pipa plastik, dsb
Dicetak batu tanah liat
Lapisan kersik untuk jalan Lapisan pecahan batu untuk jalan
Dipasang pada jendela yang lain Dipotong/dilas dan Digunakan dibentuk baru sebagai tulangan dalam beton lagi Dipotong/dilem bahan disambung pipa
Diproses menjadi sintesis berkualitas rendah
Cat sintetik
Sisa digunakan pada tempat lain
Sumber: Ilmu Bahan Bangunan (Frick, 2010)
Berikut dijelaskan Yoppy (2008) dalam Permana (2008) mengenai material-material bekas yang umum didapati dari bongkaran bangunan beserta karakteristiknya: a. Kayu Material kayu adalah jenis material yang paling banyak diperoleh dari bongkaran bangunan terutama rumah tinggal. Diantaranya berupa kusen yang masih lengkap, rangka atap, parket lantai, maupun elemen lainnya. Kayu merupakan elemen yang rentan terhadap air. Pada material bekas seringkali kayu mengalami kondisi yang lapuk sebagian. Penanganannya dapat dilakukan dengan mempernis ulang atau mengecatnya sesuai keperluan.
26 Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.1. Pintu kayu bekas Sumber: www.homeworkshop.com
Material bekas dari kayu yang sering diburu ialah kusen dan rangka bangunan. Rangka bangunan bisa berupa tiang, kuda-kuda atap, maupun gabungan keduanya. Tiang dan kuda-kuda bangunan zaman dahulu biasanya memiliki teknik pengerjaan tradisional dan susunan yang unik. Demikian juga terdapat ukiran pada batang-batang kayu yang digunakan. Pada bagian kusen yang cukup sering diburu ialah gebyok, yaitu pintu dengan bingkainya yang bercirikan etnik tertentu. Selain itu ada pula kusen dengan kaca patri yang kini diburu karena keindahannya. Kusen jenis ini biasanya diperoleh dari bongkaran bangunan tua zaman belanda. Dikarenakan makin tingginya kesadaran masyarakat untuk mempertahankan bangunan-bangunan tua terutama di daerah perkotaan, maka kusen seperti ini sulit didapat. Kalaupun ada berasal dari pembongkaran rumahrumah zaman belanda yang berada di daerah pedesaan dan sangat jarang dijumpai. Setiap kusen bekas bongkaran sebenarnya dapat dimanfaatkan kembali, asalkan memenuhi kiteria yang diinginkan baik dari segi fungsional maupun
27 Universitas Sumatera Utara
estetika. Bukan tidak mungkin dengan menggunakan kusen bekas dalam bangunan baru, kusen yang tadinya biasa-biasa saja bisa tampil lebih indah bersama elemen lain.
Gambar 2.2. Kaca patri bekas Sumber: Falk, Bob and Guy, Brad. Unbuilding: Salvaging the Architectural Treasures of Unwanted Houses. (Canada: Taunton, 2007)
b. Metal Beberapa jenis dari material logam ini dapat dijumpai di bongkaran rumah tinggal, pabrik atau gudang sebagai perangkat-perangkat yang fungsional mulai kerangka furnitur, pagar, railing (susuran tangga), teralis jendela, bahkan rangka atap. Baja dan baja ringan bisa diperoleh dalam wujud rangka atap dan genteng. Besi untuk kerangka pengikat beton, pintu aluminium, bingkai jendela atau atap seng. Stainless steel bisa diperoleh dalam wujud kitchen sink dan tandon air yang masih bisa dimanfaatkan. Umumnya logam merupakan material yang rentan terhadap karat dan korosi. Cara mengatasi masalah karat dan korosi adalah dengan memberi tambahan lapisan krom dan semacamnya. Untuk material metal bekas bongkaran
28 Universitas Sumatera Utara
biasanya penanganan yang harus dilakukan ialah melapis ulang metal tersebut. Adapun pengecatan merupakan metode yang paling umum. Pemanfaatan rangka baja cukup tepat untuk perancangan bangunan yang berkesan ringan dan modern. Kesan rapi dan bersih mudah diperoleh dari penggunaan rangka baja. Rangka baja juga memungkinkan bentangan atap yang lebar jika dibutuhkan ruang yang lega di dalam bangunan. Sementara itu, pemanfaatan kitchen sink dan tandon air bekas lebih mengejar segi fungsional dan efisiensi biaya. Kitchen sink bekas berbahan stainless steel harganya tidak terpaut jauh dari kitchen sink aluminium baru, akan tetapi kualitas yang didapat lebih tinggi, karena stainless steel jauh lebih tahan karat dan penyok dibanding aluminium.
Gambar 2.3. Kitchen sink bekas dapur hotel Sumber: www.dannyseo.typepad.com
c. Keramik Dilihat dari segi fungsi, material keramik mencakup semua tegel beton dan keramik yang sudah umum dikenal, seperti marmer dan granit. Perbedaan antara
29 Universitas Sumatera Utara
satu dan lainnya adalah bahan, tampilan, dan kualitas. Ubin keramik dapat dibagi atas beberapa kategori utama: keramik lantai (dalam ruang dan luar ruang), biasanya ukuran luasannya per lembar lebih besar, keramik dinding kamar mandi (KM/WC), keramik lantai KM/WC, keramik dapur dan keramik dinding luar. Tentu saja setiap kategori keramik memiliki karakter yang berlainan. Keramik lantai dalam ruang, misalnya, permukaannya bisa licin mengilap ataupun dof (mat), sedangkan keramik luar ruang (garasi, carport, taman, atau tempat cuci/ jemuran) memiliki permukaan yang kasar. Kualitas keramik (terutama) untuk pemasangan di area KM/WC mutlak diutamakan karena keramik di area ini akan sangat sering berkontaminasi dengan zat pembersih kimiawi yang dapat mengikis lapisan glasur pada permukaan keramik. Untuk material bekas berkesan antik yang sering diburu ialah tegel PC, karena antik sulit diperoleh dan produsennya tinggal sedikit serta harga baru yang tentu lebih mahal.
Gambar 2.4. Meja makan yang memanfaatkan keramik bekas Sumber: www.vemale.com
30 Universitas Sumatera Utara
d. Kaca Material bekas lainnya yang banyak ditemui pada sebuah rumah tinggal adalah kaca. Material kaca dengan tampilan berbagai bentuk, memberikan kreativitas yang tinggi pada desain-desain rumah modern. Seiring berkembangnya zaman, kini material kaca juga hadir dalam aneka bentuk dan kegunaan, seperti glassblock, aksesori tata ruang, dan lampu-lampu elegan. Selain itu, kaca dengan berbagai macam teknik penggarapan juga banyak diminati oleh pemburu material bekas, seperti kaca patri, sandblast, grafir, bevel, atau lukis (painting). Bahkan ada pula kaca berlaminasi (sejenis dengan kaca mobil) yang pecahannya sulit beterbangan ke mana-mana jika terjadi sesuatu yang tidak diinginkan, misalnya gempa bumi.
Kaca sangat sulit dimodifikasi saat merancang, kecuali hanya
memotong untuk memperkecil ukuran. Maka dari itu, pemilihan kaca bekas harus teliti agar sesuai dengan desain yang diinginkan.
Gambar 2.5 Tirai / sekat ruangan dari limbah botol kaca Sumber: www.ecoyouthtoyota.com
31 Universitas Sumatera Utara
2.1.3. Siklus Material Bangunan Pada prinsipnya, setiap material bangunan mempunyai siklus hidup, dimulai dari pengambilan bahan baku di tempat asal dan berakhir di tempat pembuangan (Ervianto, 2012) Dalam konsep bangunan yang ramah lingkungan, siklus hidup material tidak boleh berakhir di tempat pembuangan begitu saja, namun material tersebut sedapat mungkin dimanfaatkan kembali dengan cara digunakan kembali (reuse), diolah kembali (recycling), dan apabila memang tidak dapat untuk kedua hal tersebut diatas maka harus dibuang dengan cara yang ramah lingkungan. Adapun siklus hidup material bangunan ialah sebagai berikut:
Gambar 2.6. Siklus hidup material bangunan Sumber: Selamatkan Bumi Melalui Konstruksi Hijau (Ervianto, 2012)
32 Universitas Sumatera Utara
Daur Ulang
2.2.
2.2.1. Pengertian Daur Ulang Daur ulang merupakan tindakan mengembalikan sesuatu yang telah digunakan kepada suatu siklus atau daurnya sehingga pada akhirnya sesuatu itu dapat digunakan kembali (David, 1992). Menurut pengertian tersebut, suatu kegiatan dapat didefinisikan sebagai kegiatan daur ulang jika mencakup tiga jenis proses, yaitu:
Collection, yakni kegiatan mengumpulkan material-material yang tidak digunakan lagi.
Manufacturing, yakni kegiatan produksi dengan menggunakan material bekas sebagai bahan mentah untuk menghasilkan produk baru.
Consumption, yakni kegiatan memakai produk baru yang diolah dari material bekas. Menurut Berge (2000) dalam bukunya The Ecology of Building Materials,
ada tiga tingkatan hierarkial daur ulang sesuai dengan manfaat yang diperoleh, yaitu: 1. Re-use Re-use atau penggunaan kembali ialah tingkatan tertinggi dalam daur ulang, yaitu menggunakan kembali barang yang sudah dipakai namun masih memiliki sisa umur. Ia merupakan tingkatan tertinggi karena tidak memerlukan energi untuk merubah bentuknya atau mengolahnya menjadi bahan layak pakai. Kalaupun diperlukan, hanya untuk mengangkut atau
33 Universitas Sumatera Utara
memindahkan material tersebut. Material yang di re-use adalah material yang siap pakai namun tidak lagi dipakai oleh pengguna sebelumnya. 2. Recycling Recycling adalah proses daur ulang yang memerlukan energi dan proses untuk menjadikan material bekas pakai menjadi material yang layak pakai. Energi yang digunakan dalam proses pengubahan ini haruslah sebanding dengan fungsi yang bisa diembannya kelak. Adakalanya material layak pakai hasil daur ulang tidak tahan lama saat digunakan dan terkesan menyia-nyiakan energi yang sudah dikeluarkan saat proses recycling. Pada material tertentu, recycling menghasilkan material dengan mutu lebih rendah, seperti PVC menjadi pot bunga, balok beton menjadi agregat atau campuran adukan semen untuk lantai, dsb. 3. Energy recovery Energy recovery merupakan jenjang terendah dalam daur ulang. Semua material yang sudah tidak mungkin dipakai dibakar untuk memperoleh energi potensial yang masih terdapat dalam material melalui proses pembakarannya. Contoh yang paling umum yaitu membakar kayu bekas untuk penghangat pada perapian atau memasak. Dalam hal ini, material bekas tidak lagi dapat dipertahankan fungsinya ataupun sudah habis masa pakainya. Inti dari tujuan daur ulang ialah untuk memperpanjang usia guna suatu benda atau material. Pada saat produksi bahan bangunan dan pada saat dilakukan pembongkaran bangunan lama timbul banyak puing dan sampah. Semakin lama
34 Universitas Sumatera Utara
masa penggunaan bahan dan bagian bangunan atau kemungkinan untuk digunakan kembali, semakin kecil pula kemungkinan bahan bangunan tersebut menimbulkan sampah dan puing yang mencemari lingkungan. Proses daur ulang dengan metode reuse (penggunaan kembali) memiliki karakteristik sebagai berikut: Tidak mengalami perubahan bentuk produk Proses tidak membutuhkan teknologi Relatif tidak membutuhkan energi Dapat dilakukan dalam skala kecil ataupun besar, namun tidak membutuhkan pabrikasi Membutuhkan modal yang sangat kecil Proses tidak melibatkan proses fisika maupun kimia Proses ini dapat dianggap sebagai proses yang paling baik secara ekologis (Smith, 2007). Proses relatif tidak membutuhkan energi, dapat dengan mudah dilakukan. Produk dari proses ini langsung dapat digunakan. Proses ini hanya dapat dilakukan pada material yang masih memiliki kualitas yang layak pakai baik secara fisik maupun materi. Selain itu proses ini tidak memberikan fleksibilitas dalam desain karena keterbatasan bentuk yang diberikan oleh material lama. Re-use dapat dibedakan menjadi tiga: (a) building reuse, (b) component reuse, (c) material reuse (Saleh T.M., 2009). Reuse sebuah bangunan dapat terjadi manakala seluruh bangunan dapat diselamatkan tanpa proses penghancuran melainkan melalui proses relokasi dan renovasi. Reuse sebuah bangunan harus
35 Universitas Sumatera Utara
berurusan dengan perencanaan dan desain yang kompleks untuk mendapatkan manfaat maksimal dari aspek lingkungan dan ekonomi. Hal ini dapat menghemat pemakaian sumberdaya alam termasuk didalamnya bahan baku, energi, dan air. Selain itu, reuse bangunan mampu mencegah tirnbulnya polusi yang disebabkan oleh pengambilan material, produksi, transportasi dan mencegah timbulnya limbah padat yang berakhir di tempat pembuangan (Saleh T.M., 2009). Re-use komponen bangunan diutamakan untuk bagian interior non struktur, seperti dinding interior, pintu, lantai, plafon yang akan digunakan untuk hal yang sama atau untuk hal lain sampai habis umur pakai komponen tersebut. Agar komponen dapat digunakan kernbali perencana dan arsitek ikut berperan untuk menciptakan desain inovatif yang memungkinkan untuk dipasang dan dibongkar tmpa mengalami kerusakan agar dapat dipasang pada bangunan lain (McGraw-Hill Construction dalam Wulfram, I.E., Biemo, W.S., Muhamad, A., dan Surjamanto, 2012). Reuse material hasil dekonstruksi struktur bangunan dalam bangunan baru sangat dianjurkan guna mempertahankan nilai ekonomis, mengurangi energi yang dibutuhkan dalam proses daur ulang, dan rneminimalkan kebutuhan cetakan dan sumberdarya alam terutama pengurangan terjadinya CO2. Menggunakan material sampai habis umur pakainya menjadi prioritas utama bagi arsitek dan perencana dalam memillih jenis material yang akan digunakan. (Chini, A. R., dalam Wulfram, I.E., Biemo, W.S., Muhamad, A., dan Surjamanto, 2012). Re-use adalah menggunakan kembali berbagai material dengan cara:
Dekonstruksi, material digunakan kembali dalam bentuk yang sama
Limbah material yang tetap digunakan sama dengan fungsi sebelumnya
36 Universitas Sumatera Utara
Beberapa tindakan yang dapat dilakukan untuk menggunakan kembali berbagai material konstruksi adalah: (a) identifikasi material yang masih baru, material yang dapat dipindahkan/dipisahkan tanpa terjadi kerusakan untuk digunakan kembali; (b) rencanakan untuk berbagai material yang masih dapat digunakan dalam hal: perlindungan material, penanganan material, penyimpanan material, dan pemindahan material; (c) diskusikan ide-ide untuk menggunakan kembali berbagai jenis material kepada pemilik proyek dan kontraktor; (d) komunikasikan kepada subkontraktor untuk menggunakan kembali sisa material. Sementara proses daur ulang dengan metode recycle memiiki karakteristik sebagai berikut: Dalam proses daur ulang bahan mengalami perubahan wujud fisik Proses daur ulang membutuhkan teknologi yang relatif tinggi Membutuhkan energi yang relatif besar Biasanya dilakukan secara massal / bersifat pabrikasi Membutuhkan modal yang besar Proses melibatkan proses fisika dan / atau kimia Salah satu kekurangan dari proses ini adalah besarnya jumlah energi yang dibutuhkan dalam proses daur ulang. Selain energi yang dipakai dalam proses daur ulang energi kandungan bahan (embodied energy) juga relatif tinggi. Hal ini disebabkan proses recycle ini memiliki output berupa bahan yang belum siap pakai, masih harus melalui beberapa proses lagi di dalam daur bahannya sebelum benar-benar bisa diaplikasikan pada bangunan. Proses ini paling tidak efisien dalam pemanfaatan energi (Smith, 2007).
37 Universitas Sumatera Utara
Oleh karena itu, proses ini dapat dikatakan baik secara ekologis apabila total energi yang digunakan dalam proses daur ulang tidak lebih besar apabila dibandingkan dengan total energi yang digunakan dalam ekstraksi sumber daya alam mentah menjadi material bangunan tersebut. Namun proses ini tetap akan lebih baik secara ekologis apabila dilihat dari sudut pandang konservasi sumber daya alam terutama sumber daya alam yang tak terbarukan. Hal ini disebabkan bahan mentah dalam proses daur ulang tidak lagi diambil dari alam melainkan dengan memanfaatkan sampah. Proses ini biasanya diterapkan pada material-material bekas yang secara fisik tidak memadai lagi, namun secara materi material-material ini masih memiliki nilai. Misalnya baja yang sudah berkarat, kayu yang sudah lapuk, kaca yang telah pecah, dll. Dalam daur bahan proses ini dapat mengembalikan material (dalam bentuk produk) kepada bentuk dasarnya. Salah satu contoh penerapan recycle adalah pada proses daur ulang bahan kaca jendela. Dalam proses pengolahan kembali kaca mengalami perubahan wujud dari padat menjadi cair dalam proses peleburan. Peleburan ini akan dilakukan dengan melakukan pemanasan pada kaca dengan suhu yang sangat tinggi. Energi yang besar dibutuhkan dalam proses peleburan ini. Proses daur ulang dengan recycle ini membutuhkan teknik-teknik tertentu yang menyebabkan proses ini tidak dapat dilakukan secara mudah. Dalam melakukan proses daur ulang pada bangunan dibutuhkan ketelitian dalam melihat potensi yang terdapat pada material-material bekas / sisa dan juga ketelitian dalam memutuskan metode daur ulang yang akan dilakukan pada
38 Universitas Sumatera Utara
material. Begitu banyak material bekas yang dapat di daur ulang sehingga dapat diaplikasikan kembali pada bangunan. Berbagai karakteristik yang ada pada cakupan daur ulang perlu dipahami untuk menghindari kegiatan daur ulang yang tidak tepat guna pada material. Tindakan daur ulang yang tidak tepat dapat mengakibatkan pemanfaatan materi yang tidak optimal dan efisien. Akibatnya dapat memberi dampak buruk bagi lingkungan. 2.2.2. Pengolahan Material Daur Ulang Bahan baku berupa barang bekas merupakan suatu komponen penting dalam industri daur ulang. Apabila bahan baku tidak tersedia maka aktivitas produksi akan terhenti. Bahan baku dapat diperoleh melalui mekanisme yang terbentuk secara alamiah di masyarakat mana pemulung merupakan ujung tombaknya. Adapun mekanisme untuk mendapatkan bahan baku berupa barang bekas sampai pada level industri adalah sebagai berikut:
Gambar 2.7. Mekanisme pengadaan bahan baku dalam proses daur ulang Sumber: Ervianto dkk dalam Jurnal Teknik Sipil. Vol. 12, No.1 (2012): 18-27.
39 Universitas Sumatera Utara
Pengolahan bentuk material habis pakai dapat dibagi menjadi dua kemungkinan. Yang pertama, material akan diolah di tempat pengepul untuk tahap penyeleksian dan perbaikan material (sesuai kriteria), sedangkan untuk pengolahan cara kedua dilakukan di lapangan dimana pengolahan material seperti yang dilakukan pada material-material baru untuk diterapkan pada bangunan. Pengepul dapat dibedakan menjadi pengepul lokal, pengepul wilayah dan pengepul yang mempunyai akses ke industri. Pengepul adalah pengumpul material bekas yang dihasilkan oleh pemulung. Tingkatan tertinggi dari pengepul ini apabila pengepul tersebut mempunyai akses untuk memasok material bekasnya ke industri yang membutuhkan. Pengepul pada tingkatan ini mempunyai pendapatan yang lebih besar bila dibandingkan dengan pengepul-pengepul yang memasoknya. Pengepul material bekas bangunan banyak dijumpai di beberapa kota besar diantaranya adalah Surabaya di daerah Dupak, Semarang di Jalan Kokrosono dan Barito, beberapa lokasi di Surakarta, di Yogyakarta dapat dijumpai di jalan lingkar utara dan selatan. Berdasarkan wawancara yang dilakukan Wulfram (2012) terhadap beberapa pengepul material bekas, untuk membuka usaha ini syarat utamanya adalah tersedianya lahan yang cukup luas agar dapat menampung bongkaran bangunan sebanyak mungkin. Pertimbangan utamanya adalah agar dapat melayani pembeli secara maksimal sesuai dengan apa yang dibutuhkan. Hal ini penting karena semakin luas lahan maka semakin mudah untuk memasang semua material bekas berupa komponen bangunan sehingga mudah ditemukan.
40 Universitas Sumatera Utara
Terkadang karena sempitnya lahan material yang dibutuhkan oleh pembeli tidak ditemukan padahal tersedia dan tertumpuk oleh material bekas lainnya dan hal ini mengakibatkan kerugian bagi pemilik material bekas. Untuk memperoleh pasokan material bekas, pengepul dapat memperoleh melalui beberapa cara sebagai berikut: (a) mendapatkan pasokan dari pemulung, (b) lelang pembongkaran bangunan, (c) membeli bongkaran bangunan. Dari ketiga cara tersebut mempunyai aspek positif dan negatif masing-masing. a. Pemulung Orang yang memungut material bekas untuk dijual kembali guna memperoleh penghasilan, meskipun sebagian besar orang beranggapan bahwa profesi ini merupakan ancaman terhadap keamanan di kampung dimana penduduk tinggal. Oleh karena itu profesi ini sering dikonotasikan negatif. Pemulung dapat dibedakan menjadi dua kelompok, yaitu: (a)kelompok pertama adalah pemulung lepas yaitu pemulung yang bekerja secara mandiri, (b)kelompok kedua adalah pemulung yang bekerja untuk seseorang. Pemulung diberikan pinjaman modal untuk digunakan sebagai biaya dalam menjalankan aktivitasnya.Setelah terkumpul material bekas sebagai hasil kerjanya maka pemulung ini diwajibkan menjual hasilnya kepada orang yang telah meminjamkan modal tersebut yang dibayar dengan cara memotong uang pinjamannya. Biasanya pemberi pinjarnan tersebut juga memberikan fasilitas tempat pemondokan di lokasi penampungan material bekas bagi segenap pemulung yang bekerja kepadanya. Disadari atau tidak profesi pemulung ini adalah mata rantai pertama dalam industri daur ulang (recycle).
41 Universitas Sumatera Utara
Pada industri daur ulang, komponen penting yang harus ada adalah bahan baku, apabila bahan baku ini tidak tersedia maka aktivitas produksinya secara otomatis akan terhenti. Bahan baku ini dapat diperoleh melalui mekanisme yang terbentuk secara alamiah di masyarakat dimana pemulung merupakan ujungnya. b. Lelang pembongkaran bangunan. Aspek penting dalam proses lelang adalah adanya kompetisi antar peserta lelang, oleh sebab itu peserta lelang harus mempunyai batas atas nilai kontrak pembongkaran bangunan. Agar dapat mengikuti lelang diperlukan persyaratan tertentu sesuai dengan keinginan pemilik bangunan. Beberapa persyaratan lelang antara lain adalah: (a) ditetapkan waktu untuk melihat material; (b) peserta mengajukan penawaran lelang sesuai dengan blangko yang ditetapkan; (c) peserta wajib mengajukan penawaran secara tertulis dalam amplop tertutup minimal sesuai harga limit, jika tidak maka peserta akan dinyatakan gugur; (d) surat penawaran dilampiri foto kopi identitas dikirimkan kepada panitia lelang; (e) peserta lelang atau kuasanya wajib hadir saat pelaksanaan lelang; (f) pemenang lelang dikenakan bea lelang sebesar I% sesuai dengan ketentuan yang berlaku; (g) pemenang lelang tidak diperkenankan mengalihkan hak, kewajiban dan tanggung jawab ke pihak lain tanpa persetujuan panitia lelang. Selain persyaratan lelang seperti tersebut diatas, juga diatur beberapa hal sebagai berikut: (a) jangka waktu pembongkaran bangunan, (b) adanya ketetapan untuk membuang seluruh bongkaran dari lokasi maksimal dalam jangka waktu tertentu,
(c)
ketentuan
tidak
menggunakan
cara
tertentu
yang
dapat
membahayakan lingkungan sekitarnya, dan lain sebagainya sesuai dengan
42 Universitas Sumatera Utara
lokalitas setempat. Untuk menghitung nilai bongkaran bangunan yang dilelangkan peserta lelang harus telah menghitung secara rinci nilai komponen material bekas yang dapat manfaatkan dengan cara melakukan kuantifikasi terhadap semua komponen bangunan, antara lain volume material kayu, perkiraan berat besi, jumlah kloset, jurnlah washtafel, jumlah urinal, jumlah kran air, volume kaca, jumlah lampu, panjang kabel, dan material lain yang dapat dimanfaatkan. Pada saat lelang bongkaran bangunan, peserta lelang harus telah mengetahui dengan pasti material bekas bangunan tersebut akan digunakan dan apabila akan dijual maka harus diketahui dengan pasti harga satuan setiap material bekas bongkaran tersebut. Hal ini untuk menghindari terjadinya kerugian akibat tidak terdistribusinya seluruh material bekas tersebut. c. Membeli bongkaran bangunan. Berbeda dengan lelang, dalam membeli bongkaran bangunan tidak terjadi kompetisi. Pengepul biasanya mendapatkan tawaran secara personal dari pemilik bangunan yang akan dibongkar. Jika pengepul berminat dengan bongkaran bangunan tersebut akan dilanjutkan dengan melihat secara detil dan melakukan kuantifikasi terhadap berbagai jenis komponen bangunan yang masih dapat digunakan. Selanjutnya adalah melakukan tawar menawar harga bongkaran bangunan tersebut dan jika terjadi kesepakatan maka proses pembongkaran dapat dilanjutkan. Komparasi dalam mendapatkan pasokan barang bekas berdasarkan tiga cara seperti diatas dapat dilihat pada tabel :
43 Universitas Sumatera Utara
Tabel 2.7. Komparasi sistem pasokan barang bekas
Aspek Dipertimbangkan Legalitas perusahaan Harga material bekas Kualitas material bekas
Dipasok Pemulung Tidak diperlukan Relatif lebih murah Tergantung tersedianya material dari pemulung
Lelang Bongkaran
Beli Bongkaran Tidak diperlukan
Diperlukan Tidak tentu
Tidak tentu
Relatif lebih baik
Relatif lebih baik
Kemudahan mendapatkan material bekas
Lebih mudah
Relatif
Relatif
Kontinuitas
Relatif konstan untuk material tertentu
Tidak tentu
Tidak tentu
Sumber: Ervianto dkk dalam Jurnal Teknik Sipil. Vol. 12, No.1 (2012): 18-27.
Tabel 2.8. Komparasi pembelian di kios barang bekas dengan toko bangunan
Aspek Dipertimbangkan Konservasi sumberdaya alam Ketersediaan material Harga material
Kualitas
Cara mendapatkan
Fleksibilitas
Toko Material Bekas
Toko Bangunan
Mendukung konservasi Tidak terjamin selalu ada, tergantung hasil bongkaran bangunan Relatif lebih murah karena material bekas Kualitas untuk material tertentu dapat lebih tinggi (misalnya reproduksi kusen kayu jati), sedangkan material yang tidak mengalami reproduksi lebih rendah Relatif lebih sulit mengingat penyimpanan di lokasi kurang berstruktur dan jumlah penjual material bekas relatif lebih sedikit Dimungkinkan membeli material dalam ukuran.jumlah yang
Lebih terjamin Relatif lebih mahal
Sesuai kualitas pabrik pembuatnya
mudah
Harus membeli dalam satuan yang ditetapkan (misalnya pipa harus
44 Universitas Sumatera Utara
Tabel 2.8, sambungan
Keberlanjutan
dibutuhkan (misalnya pipa besi 1m panjang) Tergantung ada tidaknya bongkaran bangunan
membeli 1 batang) Tergantung proses produksi oleh pabrikan
Sumber: Ervianto dkk dalam Jurnal Teknik Sipil. Vol. 12, No.1 (2012): 18-27. 2.2.3. Penerapan Material Bekas pada Bangunan Pada pembongkaran bangunan dan renovasi bangunan, komponen bangunan yang masih mempunyai nilai dapat digunakan kembali pada proyek tersebut, atau disimpan dan digunakan kembali pada proyek lain, atau dijual untuk tetap digunakan sesuai fungsinya maupun beralih fungsi lain. Menurut Mediastika (2013) dalam bukunya yang berjudul Hemat Energi & Lestari Lingkungan Melalui Bangunan, penggunaan material bekas untuk konstruksi bangunan dan pengolahan lahan dapat dibedakan menjadi dua, yaitu: 1. Material bekas bangunan atau sisa-sisa material bangunan untuk material bangunan. 2. Material bekas selain dari bangunan untuk material bangunan. Mediastika (2013) menjelaskan bahwa pada jenis yang pertama dapat diambil contoh pemakaian kayu bekas, besi bekas, genteng bekas, atau sisa/pecahan lantai keramik dari renovasi rumah yang tidak terpakai, kemudian digunakan oleh para pekerja konstruksi untuk membangun atau memperbaiki rumahnya sendiri. Contoh pemanfaatan material bekas lainnya adalah sebuah bengkel kerja karya dan milik Paulus Mintarga di Colomadu, Karanganyar, Solo, Jawa Tengah. Bengkel atau studio ini dinamai “Rempah” kependekan dari remukan sampah karena memang didirikan dengan 90% material bekas, baik itu sisa/potongan besi kanal, sisa kayu, kulit kayu, anyaman bambu, dan sebagainya.
45 Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.8. Bengkel kerja “Rempah” Sumber:http//unik.kompasiana.com
Sementara pada jenis yang kedua adalah pemanfaatan
material non-
bangunan untuk konstruksi bangunan, seperti botol, kaleng, dan sebagainya. Botol dan kaleng bekas dapat digunakan pada tata lanskap, misalnya sebagai pembatas antara area tanaman (taman) dengan area perkerasan. Botol dan tutupnya (baik tutup aluminium, plastik, maupun gabus) juga dapat digunakan untuk memberikan keunikan pada perkerasan ruang luar.
Gambar 2.9. Dinding dari botol Sumber: www.gmtproperty.com
46 Universitas Sumatera Utara
Salah satu contoh penerapan material bekas sebagai elemen interior bangunan terdapat pada Rumah Heinz Frick yang akan dijelaskan sebagai berikut: -
Rumah „Tropis‟ Heinz Frick Rumah ini terletak di atas bukit Simongan dekat sebuah kawasan industri
di sisi selatan Semarang. Bukit ini memiliki jenis tanah yang kurang subur sehingga ideal menjadi tempat tinggal bagi Dr.Heinz Frick, karena tidak mengurangi lahan produktif pertanian. Bukit ini telah terpapras sebagian untuk reklamasi pantai Semarang dan kondisi ini mengancam kelangsungan komunitas yang tinggal di bukit tersebut. Maka dari itu, rumah ini dibangun untuk melakukan
advokasi
untuk
komunitas
tersebut
dalam
mempertahankan
lingkungan. Rumah karya Dr. Heinz Frick yang terletak di Jalan Srinindito, Simongan, Semarang menerapkan prinsip desain ramah lingkungan sekaligus tetap terjangkau. Rumah yang memiliki luas 140 meter persegi (luas bangunan 88 m2 dan luas teras 43.6 m2) yang terletak di atas lahan seluas 350 meter persegi ini telah menjadi perhatian publik karena desainnya yang ramah lingkungan dan unik serta menerapkan material bekas yang dimanfaatkan kembali sebagai bahan material pada bangunannya. Bangunan ini berdiri sejak tahun 1999, biaya pembangunan rumah mencapai Rp. 150 juta. Hal ini menunjukkan bahwa desain rumah yang ramah lingkungan dan terjangkau menjadi jawaban bagi masyarakat Indonesia yang mayoritas merupakan masyarakat menengah ke bawah. (Tanuwidjaja, 2012).
47 Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.10. Rumah Heinz Frick Sumber: Jurnal Tesa Arsitektur, 11 (1). pp. 44-63. ISSN 1410-6094
Desain rumah menggunakan tenaga lokal dan material lokal sesuai dengan sub-aspek material bangunan yang berkelanjutan seperti material batako, batu alam, kayu daur ulang, atap genteng serta baja. Selain itu, limbah daur ulang berupa ubin bekas, limbah kertas, limbah kayu, dan besi beton juga digunakan.
Pagar dari kayu bekas
Dinding pecahan keramik bekas
Gambar 2.11. Pagar teras dari kayu bekas dan dinding pecahan keramik bekas Sumber: Jurnal Tesa Arsitektur, 11 (1). pp. 44-63. ISSN 1410-6094
48 Universitas Sumatera Utara
Kayu bekisting yang digunakan dalam pengecoran rumah ini berasal dari Kalimantan. Sementara, kayu usuk Bangkirai (5x7cm) dari sumber yang sama dimanfaatkan untuk konstruksi rangka langit-langit dan pagar teras. Pecahan keramik dari UNIKA digunakan ulang secara kreatif untuk finishing dinding dan lantai kamar mandi tamu. Plafon pada rumah ini didesain dengan banyak material bekas. (1) Papanpapan akustik dari vermikulit yang dibongkar oleh Pelatihan Industri Kayu Atas (PIKA) dari tempat lain, dimanfaatkan sebagai langit-langit di dapur, teras, ruang makan, dan ruang keluarga. (2) Papan bekas peti kemas uang digunakan untuk langit-langit selasar. (3) Kayu-kayu bekas PIKA yang juga digunakan untuk membuat lubang penghawaan pada langit-langit dapur.
Gambar 2.12. Plafon dari papan akustik bekas Sumber: Jurnal Tesa Arsitektur, 11 (1). pp. 44-63. ISSN 1410-6094
49 Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.13. Plafon dari kayu peti kemas bekas Sumber: Jurnal Tesa Arsitektur, 11 (1). pp. 44-63. ISSN 1410-6094
Tangga pada teras barat rumah ini, yang menuju ke tangki air atas, dibangun meggunakan tiang lstrik bekas sebagai balok tangga, lempengan besi sebagai anak tangganya, dicor dengan beton dan difinishing dengan batu alam.
Gambar 2.14. Tangga dari bahan tiang listrik bekas Sumber: Jurnal Tesa Arsitektur, 11 (1). pp. 44-63. ISSN 1410-6094
Desain rumah karya Dr.Heinz Frick, Semarang merupakan rumah tropis yang ideal dan memiliki fitur-fitur desain yang ramah lingkungan sekaligus tetap terjangkau karena memanfaatkan kembali material bekas maupun lokal sebagai elemen arsitekturnya.
50 Universitas Sumatera Utara
2.3.
Terminologi Kafe
2.3.1. Definisi Kafe Kafe adalah suatu usaha di bidang makanan yang dikelola secara komersial yang menawarkan pada para tamu makanan atau makanan kecil dengan pelayanan dalam suasana tidak formal tanpa diikuti suatu aturan atau pelayanan yang baku (sebagaimana sebuah exlusive dinning room), jenis-jenis makanan atau harganya lebih murah karena biasanya beroperasi selama 24 jam, dengan demikian dapat dipastikan sebuah kafe akan tetap buka ketika restoran-restoran lainnya sudah tutup. (Sugiarto, 1996). Menurut Marsum (2005) kafe adalah tempat untuk makan dan minum sajian cepat saji dan menyuguhkan suasanan santai atau tidak resmi, selain itu juga merupakan suatu tipe dari restoran yang biasanya menyediakan tempat duduk di dalam dan di luar restoran. Kebanyakan kafe tidak menyajikan makanan berat namun lebih berfokus pada menu makanan ringan seperti kue, roti, sup, dan minuman. Menurut Agvirafani (2014) kafe adalah suatu bentuk restoran informal yang
mengutamakan pada penyajian tempat yang nyaman untuk bersantai,
beristirahat, dan
berbincang-bincang sambil menikmati kopi atau teh serta
hidangan-hidangan ringan lainnya. Pemilihan tema dan gaya sangat berpengaruh pada suasana interior dalam kafe yang berdampak pada psikologis pengunjung yang datang. Istilah kafe paling umum dijumpai di Negara Perancis yang kemudian diadopsi oleh kota-kota di Inggris pada akhir abad ke-19. Istilah kafe berasal dari kata coffee yang berarti kopi. Kafe merupakan tempat yang cocok untuk bersantai, melepas kepenatan, serta bertemu dengan kerabat (Wikipedia,
51 Universitas Sumatera Utara
2015). Pada awalnya kafe hanya berfungsi sebagai kedai kopi, tetapi sesuai dengan perkembangan jaman, kafe telah memilih banyak konsep, diantaranya sebagai tempat menikmati hidangan/dinner (Kompas Media Cyber, 2005). 2.3.2. Perkembangan Kafe di Kota Medan Berdasarkan pernyataan M.Ishak, pengamat ekonomi dari Universitas Negeri Medan, dikatakan bahwa perkembangan bisnis kafe yang marak di Medan saat ini mengindikasikan bahwa pertumbuhan ekonomi di kota ini semakin baik dan maju (Harian Medan Bisnis Online, 2013). Menurutnya, kafe yang mulai marak saat ini dapat dijadikan tempat pertukaran bisnis antar pengusaha, juga dapat dijadikan tempat interaksi sosial antar masyarakat dengan tujuan membicarakan bisnis maupun sekedar tempat untuk menikmati kuliner. Adapun investasi kuliner seperti ini diprediksi naik 25% dari tahun sebelumnya. Saat ini, nyaris tidak bisa ditemui cafe yang biasa saja tanpa mengusung tema tertentu. Demi kenyamanan dan pengalaman eksklusif para pengunjung, para pemilik cafe berlomba menentukan tema yang unik, cantik, dan memakai jasa para interior designer. Saat ini, tema vintage, retro, dan kampung adalah yang paling banyak digemari. Semua konsep itu dikemas secara apik dan modern, sehingga setiap pengunjung memperoleh suasana berbeda yang tidak akan didapat di tempat lain. Hal ini berpengaruh terhadap meningkatnya daya saing bisnis kafe. (Majalah Peluang, 2014) Selain menu dan konsep tata ruang, kafe juga harus didukung dengan strategi marketing yang maksimal. Terlebih di kota-kota besar, tempat bisnis hiburan tumbuh pesat, promosi dan taktik pemasaran wajib dikuasai. Tidak hanya
52 Universitas Sumatera Utara
promo di momen-momen special, kafe juga kerap menghadirkan entertainment tambahan melalui serangkaian event dan paket-paket khusus. Tidak jarang, pengelola bersedia memberikan space secara gratis, bahkan sengaja menyewa Event Organizer untuk menyiapkan event sebagai daya tarik pengunjung. (Majalah Peluang, 2014). Berdasarkan Asosiasi Pengusaha Kafe Restoran Indonesia (Apkrindo), jumlah kafe dan restoran tumbuh sebesar 15-20% pada tahun 2014 di kota-kota besar yang ada di Indonesia. Hal ini menandakan bahwa bisnis kafe cukup diandalkan dan menjanjikan. 2.3.3. Prosedur dalam Membuka Usaha Kafe Berikut adalah prosedur dalam membuka usaha kafe dikutip dari Harian Online Satu Harapan (2015): 1. Prosedur Pengurusan Ijin Usaha Langkah awal untuk mengurus ijin usaha kafe adalah datang ke kantor walikota/bupati. Di sana akan diinformasikan mengenai syarat-syarat dan dokumen apa saja yang dibutuhkan untuk mengurus ijin kafe. Setelah berkas selesai dan memenuhi segala persyaratannya, kembalikan berkas tersebut ke kantor walikota/bupati. Selanjutnya setelah berkas diterima, akan ada pemeriksaan lapangan untuk memeriksa kecocokan data antara dokumen-dokumen yang diberikan dengan data di lapangan. Jika proses pemeriksaan di lapangan sudah selesai, diharuskan membayar retribusi untuk usaha kafe ke rekening pemda setempat yang sudah diinformasikan. Setelah semuanya selesai, dibutuhkan waktu sekitar 14 hari kerja hingga surat ijin dikeluarkan dan kafe dapat beroperasi.
53 Universitas Sumatera Utara
2. Persyaratan Administrasi -
Mengisi formulir permohonan dengan materai Rp 6.000,-
-
Fotokopi KTP dengan menunjukkan KTP Asli
-
Fotokopi sertifikat tanah atau jika bukan milik sendiri ada pernyataan dari pemilik tanah/bangunan bahwa tidak keberatan dibuat usaha tentunya dengan materai
-
Gambar denah lokasi
-
Salinan IMB
-
Salinan perijinan gangguan (HO)
-
Salinan NPWP
-
Salinan Ijin Peruntukkan Penggunaan Tanah
-
Dokumen-dokemen lainnya berhubungan dengan lingkungan hidup
-
Salinan akte pendirian perusahaan (jika memang berbadan hukum)
3. Persyaratan Non-Formal - Informasikan usaha kepada Kelurahan dan RT/RW setempat untuk menghindari pungutan liar berbagai oknum pada saat pembangunan - Informasikan kepada ormas-ormas setempat agar tidak ada oknum yang berani mengganggu - Jika jenis makanan bersifat tidak halal bagi kalangan muslim berikan informasi tersebut pada menu Terkait dengan Izin Mendirikan Bangunan, secara umum syarat-syarat dan cara mengurus IMB renovasi rumah atau membangun baru diantaranya:
54 Universitas Sumatera Utara
- Mengisi formulir Permohonan Izin - Foto Copy surat tanah - Gambar konstruksi bangunan (denah, tampak muka, samping, belakang, rencana utilitas) - Fotocopy KTP - Persetujuan tetangga (khusus bangunan bertingkat) - Bukti pelunasan PBB Namun, tidak semua renovasi rumah atau bangunan rumah harus disertai IMB. Menurut Perda No. 7/1991, pasal 17 ayat 2 menyatakan bahwa pembangunan atau renovasi rumah yang kurang dari 12 m2 tidak perlu menggunakan IMB. Berikut ini ada beberapa kegiatan yang tidak memerlukan izin: - Pekerjaan yang termasuk dalam pemeliharaan dan perawatan bangunan yang bersifat biasa - Mendirikan kandang pemeliharaan binatang atau bangun-bangunan di halaman belakang dan isinya tidak lebih dari 12 m2. - Bangun-bangunan di bawah tanah. - Perbaikan-perbaikan yang ditentukan oleh Gubernur Kepala Daerah. - Jika renovasi rumah yang dilakukan tergolong kecil dan bangunan tersebut telah memiliki IMB, maka tidak perlu mengurus IMB baru. Cukup dengan surat keterangan membangun. Misalnya, renovasi rumah berupa penambahan ruang yang luasnya tidak lebih dari 30% luas bangunan lama. Luas ruang tambahan juga tidak lebih dari 250 m2. Jika
55 Universitas Sumatera Utara
renovasi rumah berupa penambahan lantai, luas lantai atas tidak lebih dari dari 50% luas lantai bawah. Ukurannya juga tidak lebih dari 250 m2. Lain halnya jika renovasi rumah yang dilakukan berupa perubahan fasad, tata letak ruangan atau struktur bangunan keseluruhan. Renovasi rumah seperti ini butuh IMB baru. Hal ini juga berlaku pada renovasi rumah dengan penambahan ruang lebih dari 30% luas bangunan lama. 2.3.4. Tinjauan Arsitektur pada Kafe 2.3.4.1 Elemen Pembentuk Ruang Secara harfiah “ruang” dapat diartikan sebagai alam semesta yang dibatasi oleh atmosfir dan tanah dimana kita berpijak, sedang secara sempit “ruang” berarti suatu kondisi yang dibatasi oleh 4 lembar dinding . yang bisa diraba dan dirasakan keberadaannya. (Suptandar, 1999). Elemen pembentuk ruang terdiri dari: a. Elemen horizontal bawah (bidang alas) yaitu lantai, b. Elemen horizontal atas, yaitu bidang langit-langit (plafon) dan atap, c. Elemen vertikal, yaitu bidang dinding atau pembatas dan kolom, d. Elemen pelengkap pembentuk ruang, yaitu pintu, jendela, dan furnitur. -
Lantai Dalam buku (The Encyclopedia Americana, 1990) fungsi lantai tidak saja sebagai tempat untuk kaki berpijak, tetapi juga sebagai unsur dekorasi, sebagai pendukung beban untuk penempatan furniture, fasilitas dan lain sebagainya, dan sebagai penyerap / peredam suara. Bahan lantai ada 2 jenis yaitu :
56 Universitas Sumatera Utara
1. Bahan keras berupa kayu, batu alam, batu bata, marmer dsb. 2. Bahan lembut berupa karpet, permadani dsb. Untuk kekuatan lantai, pemilihan material lantai yang tahan terhadap kelembaban, minyak dan noda khususnya daerah yang digunakan untuk bekerja/ daerah lalu lalang (Ching,1996). -
Plafon Plafon dapat diartikan sebagai pembatas antara ruang atas (atap) dengan ruangan bawah. Fungsi utama dari plafon dalam suatu disain yaitu sebagai penutup bangunan dan menyembunyikan peralatan – peralatan enginering serta terminal equipment. Ketinggian langit – langit mempunyai pengaruh besar terhadap skala ruang. Langit – langit yang tinggi cenderung menjadikan ruang terasa terbuka, segar dan luas. Dapat juga memberi suasana agung atau resmi, khususnya jika rupa dan bentuknya beraturan. Langit – langit yang rendah, sebaliknya, mempertegas kualitas ruangnya dan cenderung menciptakan suasana intim dan ramah (Ching, 1996).
-
Dinding Dinding merupakan suatu bidang nyata yang membatasi suatu ruang atau pembatas kegiatan yang mempunyai jenis kegiatan berbeda (Suptandar, 1982). Dinding adalah unsur pembentuk ruang yang penting untuk setiap bangunan. Secara tradisional, dinding telah berfungsi sebagai struktural pemikul lantai di atas permukaan tanah, langit – langit dan atap. Dinding berperan sebagai muka bangunan, memberi proteksi dan privasi pada ruang interior yang dibentuknya (Ching, 1996).
57 Universitas Sumatera Utara
Adapun unsur pelengkap pembentuk ruang, diantaranya: -
Pintu Pintu dan jalan masuk memungkinkan akses fisik untuk kita sendiri, perabot, dan barang-barang untuk masuk dan keluar bangunan dan dari satu ruang ke ruang lain dalam bangunan. (Ching, 1996). Pintu merupakan bukaan ruang yang berfungsi sebagai tempat keluar dan masuknya orangorang yang melakukan kegiatan dalam ruang. Penempatan pintu sangat berpengaruh pada sistim sirkulasi yang dipergunakan, pengarahan atau pembimbing jalan. (Suptandar, 1982). Keberadaan pintu juga dapat mengendalikan jalan keluar masuk cahaya, suara, udara, panas dan dingin. (Ching, 1996).
-
Jendela Ukuran dan orientasi jendela dan lubang cahaya dari atap mengendalikan kualitas dan kuantitas cahaya matahari yang menembus dan menyinari ruang, ukuran jendela berkaitan dengan cahaya penerangan intensitas dan warnanya ditentukan oleh orientasi jendela dan penempatanya dalam ruang. (Ching, 1996). Penempatan posisi jendela yang strategis dan estetis dengan pertimbangan view, tentunya akan menarik minat pengunjung dalam ruang kafe sambil menikmati pemandangan karena disebutkan, “Suasana lingkungan merupakan faktor penting dalam merancang hunian, dimana dekorasi dan sistem pencahayaan merupakan bagian-bagian yang terpadu”. (Neufert, 1990). Secara tradisional jendela mempunyai tiga
58 Universitas Sumatera Utara
fungsi : sebagai penerima cahaya dari luar, ventilasi dan mengatur pemandangan. -
Ventilasi Ventilasi adalah pergerakan udara masuk kedalam dan keluar dari ruang tertutup. Penghawaan ruangan di wilayah terluar bangunan menggunakan ventilasi untuk mengalirkan udara, sementara untuk ruangan yang posisinya di tengah bangunan, bisa menggunakan channel penangkap angin, atau biasa disebut saluran penangkap angin.
2.3.4.2 Perabot Kafe Pemilihan desain perabot merupakan pencerminan kepribadian seseorang. Penyusunan perabot harus disesuaikan dengan kebutuhan guna kenyamanan si pemakai sedangkan fungsi perabot tidak dapat dipisahkan dengan faktor estetika (Suptandar, 1999). Fasilitas atau perabot dapat digunakan sebagai media untuk pemersatu antara arsitektur dan interiornya. Fasilitas merupakan perlengkapan untuk bangunan tempat tinggal, bisnis maupun umum, yaitu perabot yang dapat dipindahkan, yang dapat dipindahkan, yang dapat ditempatkan di dalam ruang misalnya berbagai bentuk kursi, meja, dan lain-lain (Ching, 1980). Menurut Suptandar (1999), desain perabot terbagi atas 2 kategori yaitu: 1. Perabot yang berbentuk kotak (case) termasuk chests, meja, lemari dan kursi yang tidak mempunyai pelapis, tipe semacam ini di Indonesia masih terbuat dari kayu walaupun bahan-bahan lain makin bertambah popular. 2. Perabot yang dilapisi, misalnya sofa, kursi-kursi yang seluruhnya atau sebagian diberi pelapis.
59 Universitas Sumatera Utara
Manusia adalah faktor utama yang mempengaruhi bentuk, proporsi dan skala perabot. Untuk memperoleh manfaat dan kenyamanan dalam melaksanakan tugas kita perabot harus dirancang pertama-tama agar tanggap dan sesuai dengan ukuran kita, jarak bebas yang diperlukan oleh pola aktifitas kita dan sifat aktifitas yang kita jalani (Ching,2000). -
Seating (tempat duduk) Elemen pertama yang berhubungan langsung dengan tubuh ketika
pengunjung diarahkan pada meja adalah tempat duduk. Permukaan dan bentuk tempat duduk, ketinggian lebarnya, posisi relatifnya terhadap meja (jarak dari meja dan permukaan meja), jaraknya dengan tempat duduk lain, serta relasi visualnya dengan dengan desain ruangan mempengaruhi persepsi pengunjung. Tipe tempat duduk yang berbeda membuat kesan yang berbeda. Tempat duduk juga dapat dipilih untuk sebuah tema (Baraban dan Durocher 104)
Gambar 2.15. Dimensi tubuh manusia saat duduk Sumber : Ilustrasi Desain Interior (Ching, 1996)
60 Universitas Sumatera Utara
Untuk memudahkan pengaturan meja dengan jumlah tempat duduk sesuai dengan pesanan dalam satu meja, kafe perlu memiliki fasilitas meja dengan berbagai ukuran dan bentuk yaitu meja bundar dan meja empat sisi. Jalur pelayanan antara tempat duduk satu dengan yang membelakangi merupakan gang atau jalur pelayanan dengan jarak 1350 mm. Panjang meja untuk 2 pengunjung 850 mm. Ukuran dan tata letak: 1. Tinggi kursi secara keseluruhan sampai dengan sandaran 900 mm. 2. Tinggi kursi sampai bagian yang diduduki 450 mm. 3. Panjang dan lebar kaki kursi 450 x 450 mm. 4. Luas meja relatif dapat disesuaikan dengan banyak atau sedikitnya tempat duduk. 5. Jarak kursi yang satu dengan yang membelakangi 1350 mm untuk 2 jalur pramusaji atau 900 mm untuk 1 pramusaji (Soekresno, 2001)
Gambar 2.16. Dimensi standar untuk aktivitas makan Sumber : Ilustrasi Desain Interior (Ching, 1996)
61 Universitas Sumatera Utara
-
Seating Material Perabot berbahan besi tempa adalah pilihan untuk digunakan di outdoor.
Perabot berbahan besi tempa memiliki ketahanan tinggi dan dapat dilapisi dengan berbagai warna cat. Perabot dengan bahan ini dapat digabungkan dengan dekorasi lain seperti dengan tambahan alas duduk, sandaran punggung, kursi dan bahan ini dapat menjadi cukup nyaman (Baraban dan Durocher, 2010). -
Table and Table Tops Meja adalah visual focal point sebuah restoran. Ukuran, bentuk, material
permukaannya adalah komponen paling penting untuk dipertimbangkan ketika memilih meja untuk kafe. Ukuran juga berhubungan dengan jumlah bendabenda yang akan diletakkan di meja dan ukuran piring yang dipergunakan (Baraban dan Durocher, 2010). Ada beberapa macam bentuk meja makan . Bahan meja makan yang harus dipilih tergantung pada pemakaian penyesuaian bentuk ruang serta di bagian mana meja itu akan diletakan. Bentuk – bentuk yang paling umum adalah: 1. Bentuk bulat dengan berbagai macam ukuran sesuai kebutuhan 2. Bentuk elips atau lonjong telur 3. Bentuk bujur sangkar 4. Bentuk persegi panjang Pada kafe juga dapat dipergunakan bentuk campuran dengan beberapa jenis yang telah dijelaskan di atas. Ada berbagai pilihan untuk memberikan variasi asalkan bentuk ruang makan tersebut mampu menunjang. Penyusunan meja juga terkadang disesuaikan dengan bentuk ruang, pelayanan, ataupun gaya yang ingin
62 Universitas Sumatera Utara
ditampilkan pada kafe. Selain bentuk yang bervariasi, dimensinya pun bermacammacam sesuai dengan civitas, ada meja untuk 2 orang, 3 orang ,4orang, 6 orang ataupun 8 orang.
Gambar 2.17. Pengaturan meja secara paralel Sumber : Data Arsitek (Neufert, 2002)
Gambar 2.18. Pengaturan meja secara diagonal Sumber : Data Arsitek (Neufert, 2002)
63 Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.20. Dimensi optimum permukaan meja makan Sumber : Dimensi Manusia dan Ruang Interior (Panero dan Zelnik, 2003)
-
Coffee Table Dalam sebuah kafe tidak hanya menikmati makanan namun juga terjadi aktivitas minum seiring dengan kebutuhan manusia seperti halnya dengan meja dalam menikmati coffee ini biasanya cenderung berbentuk lingkaran dimensinya tidak terlalu besar hampir sama dengan meja cocktail. Kegiatan ini cenderung dilakukan oleh dua orang yang tidak membutuhkan peralatan penunjang yang terlalu banyak.
-
Sideboard (Meja Samping) Sideboard atau meja samping ini merupakan seperti almari yang di tempatkan pada area makan yang berfungsi sebagai penyimpanan alat-alat makan serta sebagi tempat persediaan bahan penunjang makanan seperti sauce, bumbu dan sebagainya yang diperlukan untuk pelayanan. Besaran sideboard atau meja samping hendaknya disesuaikan dengan keluasan
64 Universitas Sumatera Utara
ruang, sideboard hendaknya dilengkapi dengan rak serta laci untuk kebutuhan penyımpanan alat-alat makan, sehingga dalam keadaan sibuk pelayan tidak bingung mencari alat-alat yang diperlukan. Hal ini akan membantu kelancaran pelayanan kafe. 2.3.4.3 Sistem Utilitas -
Pencahayaan Pencahayaan dapat dibedakan menjadi dua yaitu pencahayaan alami yang berasal dari cahaya matahari dan pencahayaan dari lampu (Suptandar, 1982). Pencahayaan merupakan faktor yang sangat penting dalam pengadaan sebuah ruang, selain fungsi utamanya sebagai penerangan dalam melakukan aktivitas, pencahayaan juga berfungsi sebagai daya tarik tersendiri pada ruang yang menimbulkan efek psikologis pada seseorang atau sebagai dekorasi. Sistem pencahayaan di dalam suatu bangunan harus memenuhi dua fungsi yaitu: 1. Untuk menerangi ruang dalam (interior) dan seluruh isinya. 2. Untuk dapat menerangi hal – hal khusus, seperti pencahayaan untuk membaca, untuk dapat melihat dengan jelas benda-benda halus, pencahayaan yang jelas pada saat berjalan turun / naik tangga.
-
Penghawaan Yang dimaksud dari penghawaan adalah suatu usaha pembaharuan udara dalam ruang melalui penghawaan buatan maupun penghawaan alami dengan pengaturan sebaik-baiknya dengan harapan untuk mencapai tujuan kesehatan dan kenyamanan dalam ruang. Jumlah udara segar yang
65 Universitas Sumatera Utara
dimaksudkan berguna untuk menurunkan kandungan uap air di dalam udara,
menghilangkan
bau
keringat,
gas
karbondioksida.
Dan
jumlah/kapasitas udara segar tersebut tergantung dari aktivitas penghuni, setiap tambahan jumlah sivitas, maka udara yang dimasukkan akan lebih besar (Suptandar, 1982). -
Akustik Akustik merupakan unsur penunjang dalam sebuah desain, karena akustik memberi pengaruh luas dan dapat menimbulkan efek psikis dan emosional bagi orang yang mendengarnya. Akustik yang perlu diperhatikan dalam sebuah ruang untuk mampu meredam bunyi bising yang ditimbulkan dengan persyaratan tingkat kebisingan 60 dB. Pengendalian akustik dapat dilakukan selain menggunakan material yang mampu meredam suara juga melalui pemanfaatan tumbuhan. Seperti penanaman pagar tanaman atau vertical garden pada bagian yang bersisian dengan pusat bising.
-
Dekorasi Unsur dekorasi dapat dibedakan menjadi 2 macam (Suptandar, 1982) yaitu: 1. Benda pelengkap fungsional, dimana benda-benda yang digunakan untuk maksud-maksud tertentu seperti cermin, bantalan, vas bunga, lampu meja dan lainnya. 2. Benda pelengkap dekoratif, dimana benda tersebut hanya menjadi benda dekorasi hanya karena keindahan saja seperti lukisan, patung, relief, poster / potret, bunga / tanaman hias dan lainnya.
66 Universitas Sumatera Utara
Untuk memperindah ruang dapat dilakukan dengan cara membuat motif – motif dekorasi secara langsung pada dinding dan melapisi dinding dengan bahan ornamental atau dengan memasang hiasan yang ditempel pada dinding. (Suptandar, 1996). Ketentuan dari keseimbangan, skala, warna, dan fungsi adalah alat penolong untuk membuat dekorasi agar dapat menambah keindahan disekitarnya dengan dekorasi–dekorasi baik yang konvensional sampai yang tradisional (Suptandar, 1982). 2.3.4.4 Sistem Sirkulasi Kafe Sirkulasi merupakan ruang gerak atau jalur yang diatur untuk menghubungkan, membimbing dan melintasi bagian-bagian tertentu didalam bangunan atau ruangan untuk kelancaran bagian itu sendiri, yang berhubungan dengan penghayatan obyek didalam ruang. Dengan demikian, pengertian dari sirkulasi, kaitannya dengan aktifitas ruang adalah; pengarahan dan pembimbingan jalan atau tapak yang terjadi didalam suatu ruang yang direncanakan. (Suptandar, 1982). Beradasarkan buku Dimensi Manusia dan Ruang Interior (Panero dan Zelnik, 2003) dijelaskan bahwa sistem sirkulasi antara pengunjung kafe dan karyawan tidak boleh bersilangan. Bersilangan ialah jika sirkulasi antara pelayan dan pengunjung kafe saling bertemu tanpa adanya sirkulasi alternatif lainnya, sehingga bisa terjadi peristiwa saling menunggu atau bertabrakan antara pengguna.
67 Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.20. Jarak bersih sirkulasi Sumber : Dimensi Manusia dan Ruang Interior (Panero dan Zelnik, 2003)
Hal yang harus diperhatikan dalam desain layout sebuah restoran/kafe adalah: 1. Direction (arah) Pengarahan atau pembimbingan jalan dapat diperkuat dengan perletakan pintu-pintu, permainan lantai, perminan plafon/langit-langit, permainan dinding, lampu-lampu/penyinaran, gambar-gambar atau lukisan-lukisan warna dan bendabenda di dalam ruang. (Suptandar, 1999)
Gambar 2.21. Pengarahan jalan Sumber : Pengantar Merencana Interior untuk Mahasiswa Disain dan Arsitektur (Suptandar, 1999)
68 Universitas Sumatera Utara
2. Flow Sebuah tujuan penting dari proses desain adalah untuk mengoptimalkan flow yang meliputi jarak, kapasitas, kecepatan, dan arah. Pola flow dihasilkan oleh pelanggan atau konsumen, karyawan, makanan, meja-kursi makan dan pelayanan. 3. Distance (Jarak) Selain memperhatikan jarak antar ruang, dalam desain interior kafe juga harus memperhatikan jarak yang akan terjadi antar individu. Distance zone, dimana merupakan petunjuk yang jauh untuk rencana perancangan lingkungan, adalah sebagai berikut: -
Public Distance: 12 feet dan seterusnya (>365,8 cm) Hal ini meliputi jarak yang akan didapatkan saat memasuki kafe dengan plafon tinggi atau lobi yang luas. Public distance meliputi pendangan untuk berjalan ke area makan atau ketika memasuki area pengambilan makanan di dapur.
-
Social Distance: 4 – 12 feet (121,9 cm – 365,8 cm) Pelanggan merasakan social distance ketika mereka melihat layar televisi disebuah bar, pertunjukan di klub malam, atau staf pelayanan yang sibuk bekerja di kafe. Sama juga dengan staf dapur yang merasakan bahwa mereka terlihat oleh pelanggan yang berjalan melewati dapur.
-
Personal Distance: 18inch – 4 feet (45,72 – 121,9cm) Perasaan pada jarak ini misalnya ketika berbicara pada teman makan diseberang meja.
-
Intimate Distance: Kontak fisik – 18inch (<45,72)
69 Universitas Sumatera Utara
Perasaan ketika cukup dekat untuk bersentuhan dengan teman makan, seperti ketika duduk bersampingan di sebuah sofa. Seringkali terasa “crowded feeling” ketika kursi makan yang diduduki ditabrak oleh karyawan yang lewat (Baraban dan Durocher, 2010).
Gambar 2.22. Zona jarak Sumber : Ilustrasi Desain Interior (Ching , 1996)
Sirkulasi mengarah dan membimbing perjalanan atau apak yang terjadi dalam ruang. Sirkulasi member kesinambungan pada pengunjung terhadap fungsi ruang, antara lain dengan penggunaan tanda-tanda pada ruang sebagai penunjuk arah jalan tersendiri (Suptandar, 1999). Dibawah ini adalah arah sirkulasi berdasarkan pada penempatan dan bukaan pintu.
Gambar 2.23. Sirkulasi berdasarkan penempatan pintu Sumber : Pengantar Merencana Interior untuk Mahasiswa Disain dan Arsitektur (Suptandar, 1999)
70 Universitas Sumatera Utara
2.3.4.5 Pembagian Ruang Kafe Pada sebuah kafe terdapat pembagian ruang antara lain: a. Area Makan yaitu tempat untuk menikmati hidangan makanan dan minuman ringan berupa: - Hot Drink seperti: Coffe, Black Coffe, Chocolate - Cold Drink seperti: Ice Coffe, Soft Drink, Ice Tea - Cold Food seperti: Cake, Salad, Cemilan Ringan - Hot Food seperti: Sup Ayam dan Steak Persyaratan untuk luas area makan: 1. 1,2 – 1,4 m2 perorangan dan dilayani oleh pelayan. 2. 0,83 m2 perorangan, makanan yang disajikan terbatas dan dirancang menurut pola yang ada. Area makan harus: -Peletakan sebuah meja sebaiknya berdekatan dengan tiang atau kolom jika berada di tengah ruangan. -Pintu masuk tidak bersilangan dengan jalur pelayanan. -Antara tempat duduk yang satu dengan tempat duduk yang membelakangi merupakan gang atau disebut jalur pelayanan dengan jarak 1350 mm sebagai jalur maksimum 2 pramusaji. -Pergeseran maju mundur kursi antara 100 – 200 mm untuk kebutuhan duduk. -Pergeseran mundur kursi untuk pelanggan berdiri 300 mm.
71 Universitas Sumatera Utara
-Tempat tangga pelayan tidak terletak pada tempat yang mengganggu pengunjung b. Bar yaitu tempat menikmati minuman berupa hot drink, coctail, dan jenis minuman yang dicampur oleh bartender seperti wiski, chivas, vodka, dan wine. - Terdapat bangku tinggi, merapat dinding meja, pengunjung dapat menikmati minuman pembangkit selera dan sekaligus untuk koordinasi karyawan - Jarak duduk pada meja bar antara orang yang satu dengan yang lain 75 mm. c. Lounge yaitu tempat tunggu sementara di bagian kafe. d. Kasir, terletak dekat dengan bar karena letaknya mudah dijangkau oleh pelayan, sehingga mudah dalam pencapaiannya. 2.3.4.6 Kajian Teori Warna Dalam buku Unsur Warna dalam Perancangan Desain karangan Artini Kusmiati dan Pamudji Suptandar disebutkan beberapa persepsi bila sebuah warna ditangkap oleh penglihatan manusia yaitu : -
Persepsi Visual; apabila terjadi kontras dan kejenuhan akan terjadi glare yang sangat mengganggu.
-
Persepsi Thermal; masing-masing warna mempunyai temperatur yang berbeda-beda dan masing-masing warna tersebut mempunyai tingkat kemampuan
merefleksi
warna
yang berbeda-beda.
Warna
muda
mempunyai kemampuan merefleksi panas lebih besar, sedangkan warna
72 Universitas Sumatera Utara
tua mempunyai kemampuan menyerap panas, sehingga panas yang diterima disimpan di dalam benda yang berwarna tersebut. -
Persepsi Psikologi; setiap warna menunjukkan gejala emosional yang berbeda. Warna-warna hangat (hues) sering dihubungkan dengan api, matahari dan panas. Warna ini mampu menaikkan emosional seseorang. Warna dingin (cool hues) sering dihubungkan dengan es, bayang-bayang dan air. Berikut adalah karakteristik warna menurut Akmal (2005) dalam bukunya
Rumah Mungil yang Sehat (Seri Menata Rumah): Merah: Aktif terkesan bergerak, memotivasi diri, menghangatkan, tetapi juga merangsang kemarahan. Oranye: Sosialisasi, bersahabat, kreatif, praktikal, menyenangkan, berenergi, namun dapat mengakibatkan perilaku hiperaktif. Kuning: Melambangkan kecepatan, menaikkan mood, memberikan inspirasi dan ide, terang, ringan, gembira, komunikatif, namun bisa menakutkan. Hijau: Menunjukkan perhatian, empati, natural, keseimbangan emosi, keharmonisan alam, namun dapat memberikan perasaan terjebak. Biru: Memberikan kedamaian, ketenangan, rasa ketertutupan, kesetiaan, kejujuran, menyejukkan, tetapi juga berkesan menekan dan menjatuhkan. Ungu: Kreatif, memberikan atmosfer spiritual, sensitif, powerful, memberikan inspirasi, namun juga melambangkan obsesi.
73 Universitas Sumatera Utara
Hitam: Bersahaja, misterius, maskulin, memiliki potensi, powerful, namun juga memberikan kesan krisis identitas, tersembunyi, dan duka. Putih: Bersih, steril, kejujuran, namun juga kaku dan terisolasi. Warna ini banyak digunakan pada interior bergaya minimalis. Cokelat: Mengingatkan tanah dan kesan yang natural. Warna ini bersifat hangat dan bersahabat. Cukup aman digunakan untuk interior, namun terkadang juga kaku. Abu-abu: Percaya, berkesan independen, stabil, konsentrasi, namun kaku, kritis, tidak komunikatif, dan menekan. Peach: Hangat, perhatian, lembut, kreatif, suportif, royal, matang, sentimental, kurang percaya diri. Pink: Mencintai, hangat, emosional, pengertian, simpati, tidak dewasa atau kekanakan, tidak stabil. 2.3.5. Penerapan Material Daur Ulang pada Kafe Fenomena material daur ulang yang dimanfaatkan kembali sebagai bahan material dalam bangunan memberikan dampak yang positif terhadap perancangan sebuah bangunan, baik dari segi penghematan biaya maupun tren bangunan itu sendiri. Seperti hal nya beberapa bangunan kafe dengan konsep daur ulang, memberikan aksen material bekas pada desain interior bangunannya mampu menjadi daya tarik bagi pengunjung sehingga memberikan nilai jual lebih dibandingkan dengan desain interior kafe pada umumnya. Berikut adalah beberapa kafe dengan penerapan material bekas sebagai konsep desain bangunannya:
74 Universitas Sumatera Utara
-
Junkyard Cafe and Bar Junkyard Cafe and Bar yang berlokasi di Jakarta menerapkan barang bekas
pada elemen interiornya berupa pemanfaatan kursi pesawat yang tidak digunakan lagi sebagai kursi duduk kafe, aksesoris ember dan kumpulan botol bekas yang menjadi hiasan lampu langit-langit, serta furniture bekas lainnya. Tersedia juga bar mini dengan dekorasi tanki gas dan krat bir pada bagian depan kafe.
Gambar 2.24. Junkyard Cafe and Bar Sumber: www.fremagz.com -
Gajetto Gajetto yang berlokasi di Kemang ini mengusung konsep 3R (Reuse,
Reduce, Recycle) dan sering digunakan sebagai wadah gathering beberapa komunitas. Kursi yang terbuat dari krat minuman bersoda, pajangan dari keran air, wastafel yang terbuat dari CPU Macintosh G3, hingga tadahan untuk gelas dari cakram flopi. Gabungan kreativitas Aditya Stark & Dion Wayne terlihat dalam tampilan interior yang dipenuhi oleh electronical and game recycled items.
75 Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.25. Gajetto: Geek | Café | Resto Sumber: www.travelblog.ticktab.com
-
Kafe Parlour Kafe Parlour di Semarang memanfaatkan barang-barang bekas menjadi
material utama pada interiornya. Konsep yang diusung oleh Cosmas Bothi Winasanto, Damianus Beloni Winasongko, dan Andi Natanael pada kafe ialah konsep custom life, menggunakan barang-barang bekas seperti kayu, ranting, peralon, packing mesin, tali tambang dan tong, menjadi meja, kursi, aplikasi dinding, tiang lampu hingga coat hanger (Manggia, 2015)
Gambar 2.26 Parlour Cafe Sumber: Harian Suara Merdeka Online, 2015
76 Universitas Sumatera Utara
Berdasarkan Agvirafani (2014) dalam Jurnal Rekajiva, Vol.1, No.2, ISSN 2338-1892, penerapan beberapa material bekas dan konsep daur ulang pada kafe juga terdapat di Kafe Hummingbird Eatery Bandung yang akan dijelaskan sebagai berikut: -
Hummingbird Eatery Bandung Sebagaimana umumnya kawasan sekitar Gedung Sate Bandung, Kafe
Hummingbird Eatery dulunya adalah rumah tinggal peninggalan zaman Belanda yang kemudian direnovasi dan dialihfungsikan menjadi sebuah kafe. Untuk memberi nuansa bangunan klasik, pemilik tetap mempertahankan bentuk asli massa bangunan dengan berbagai elemen arsitektur dan interior yang bergaya art deco. Elemen interior asli-nya pun masih layak pakai, seperti terlihat pada tegel kunci pada lantai, panel papan solid pada langit-langit dan kusen-kusen antik dari bahan kayu jati dengan kaca patri memberikan kesan antik dan homey.
Gambar 2.27. Layout Kafe Hummingbird Eatery Sumber: Agfiravani dkk (2014) dalam Jurnal Rekajiva No2 Vol.01
Kafe Hummingbird yang berlokasi di Jalan Progo 14 mempunyai luas tanah 730m² dan luas bangunan 320m² dirancang oleh desainer Singapura bernama Zumar Muzammil dari A2 Associated Architects, sedangkan mural
77 Universitas Sumatera Utara
didesain oleh seniman Faisal Habibi. Linda Maryorie selaku pemiliknya melakukan grand opening café tersebut pada tanggal 20 Desember 2010. (Agvirafani dkk, 2014) Material yang digunakan pada kafe ini menggunakan dari berbagai jenis material mulai dari yang alami sampai pabrikasi, misalnya pada bagian dinding menggunakan material yang terbuat dari kayu, kaca, batu bata, batako, dan dinding lembaran (cladding). Pada langit-langit pengaplikasian material terdiri dari gypsum board, kayu solid, multipleks, kaca, bambu, metal, dan lain-lain. Sedangkan pada lantai, jenis material disesuaikan dengan pertimbangan karakteristik dan kebutuhan ruang yang terbagi menjadi indoor dan outdoor antara lain plester (concrete), keramik, marmer, granit, kayu, dan batu.
Gambar 2.28. Tegel bertekstur pada lantai Sumber: Agfiravani dkk (2014) dalam Jurnal Rekajiva No2 Vol.01
Pada bagian lantai, material asli tetap dipertahankan. Lantai di ruang makan utama dan ruang lainnya masih menggunakan tegel bertekstur dan bermotif peninggalan dari bangunan kolonial Belanda, dengan ukuran 20 x 20 cm, sehingga ruangan terasa seperti berada di rumah sendiri.
78 Universitas Sumatera Utara
Di dekat salah satu sudut ruangan atau bagian belakang ruang makan utama, kursi makannya menggunakan sofa. Bantalan duduk untuk sofa, menggunakan bahan kain dan synthetic leather yang berwarna soft. Pemanfaatan limbah kayu yang berupa potongan sisa kayu yang berbentuk segitiga dan disusun secara acak tapi rapi pada top table menambah keunikan lain pada furnitur di kafe.
Gambar 2.29. Dining set pada ruang makan bagian belakang Sumber: Agfiravani dkk (2014) dalam Jurnal Rekajiva No2 Vol.01
Gambar 2.30. Potongan sisa kayu sebagai hiasan top table Sumber: Agfiravani dkk (2014) dalam Jurnal Rekajiva No2 Vol.01
79 Universitas Sumatera Utara
Terdapat tempat duduk pada area outdoor memanfaatkan bekas boks plastik botol minuman berwarna kuning keemasan yang dapat dipindah-pindah karena ringan. Dudukannya menggunakan busa yang dilapisi oleh synthetic leather berwarna abu muda. Kekurangan dari tempat duduk ini adalah tidak adanya sandaran punggung, sehingga pengunjung tidak dapat bersandar karena dapat menyebabkan kelelahan pada punggung apabila pemakaian yang lama.
Gambar 2.31. Box bekas sebagai tempat duduk Sumber: Agfiravani dkk (2014) dalam Jurnal Rekajiva No2 Vol.01
Walaupun fungsi utama dari kafe adalah tempat untuk menikmati makanan dan minuman, tetapi tidak menutup kemungkinan bahwa pengunjung akan tinggal lama setelah makanan tersebut habis. Dalam hal ini, pemilihan konsep yang unik dalam suatu kafe dapat menarik minat pengunjung yang tidak hanya dapat bersantap di dalam tetapi juga dapat dilakukan di luar bangunan. Adapun aksen material bekas dapat menambah nilai estetika pada bangunan dan memanfaatkan kembali material bekas pada interior kafe juga berpengaruh sebagai salah satu upaya untuk meminimalisasi kerusakan lingkungan.
80 Universitas Sumatera Utara