Bab II Tinjauan Pustaka
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tinjauan Pustaka Menurut Daniel L. Schodek (1999), gempa bumi dapat terjadi karena fenomena getaran dengan kejutan pada kerak bumi. Faktor utama adalah benturan pergesekan kerak bumi yang mempengaruhi permukaan bumi. Gempa bumi ini menjalar dalam bentuk gelombang. Gelombang ini mempunyai suatu energi yang dapat menyebabkan permukaan bumi dan bangunan diatasnya menjadi bergetar. Getaran ini nantinya akan menimbulkan gaya-gaya pada struktur bangunan karena struktur cenderung mempunyai gaya untuk mempertahankan dirinya dari gerakan. Menurut Mc.Cormak (1995), hal yang perlu diperhatikan adalah kekuatan bangunan yang memadai untuk memberikan kenyamanan bagi penghuninya terutama lantai atas. Semakin tinggi bangunan, defleksi lateral yang terjadi juga semakin besar pada lantai atas. Berdasarkan UBC 1997, tujuan desain bangunan tahan gempa adalah untuk mencegah terjadinya kegagalan struktur dan kehilangan korban jiwa, dengan tiga kriteria standar sebagai berikut : a. Tidak terjadi kerusakan sama sekali pada gempa kecil. b. Ketika terjadi gempa sedang, diperbolehkan terjadi kerusakan arsitektural tetapi bukan merupakan kerusakan structural. c. Diperbolehkan terjadinya kerusakan struktural dan non-struktural pada gempa kuat, namun kerusakan yang terjadi tidak sampai menyebabkan bangunan runtuh. II-1
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab II Tinjauan Pustaka
Menurut Applied Tecnology Council (ATC)-40, kriteria-kriteria struktur tahan gempa adalah sebagai berikut : a. Immediate Occupancy (IO) Bila gempa terjadi, struktur mampu menahan gempa tersebut, struktur tidak mengalami kerusakan struktural dan tidak mengalami kerusakan non struktural. Sehingga dapat langsung dipakai. b. Life Safety (LS) Struktur gedung harus mampu menahan gempa sedang tanpa kerusakan struktur, walaupun ada kerusakan pada elemen non-struktur. c. Collapse Pervention (CP) Struktur harus mampu menahan gempa besar tanpa terjadi keruntuhan struktural walaupun struktur telah mengalami rusak berat, artinya kerusakan struktur boleh terjadi tetapi harus dihindari adanya korban jiwa manusia.
2.2 Perilaku Bangunan Ketika Terjadi Gempa Sebagaimana diketahui bahwa struktur bangunan akan mengalami kerusakan besar apabila frekuensi dominan beban (getaran) tanah akibat gempa berdekatan dengan frekuensi getaran bangunan. Getaran akibat gempa ini menyebabkan elemen-elemen vertikal struktur seperti kolom dan dinding geser mengalami perubahan atau deformasi dari kondisi semula. Semakin besar getaran maka akan terjadi suatu deformasi pada elemen struktur dan jika deformasi tersebut mencapai titik kelelehan elemen-elemen struktur, maka struktur dapat mengalami keruntuhan.
II-2
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab II Tinjauan Pustaka
Besarnya kekuatan gaya akibat getaran gempa, tergantung pada massa struktur, percepatan getaran tanah, karakteristik pondasi dan karakteristik dinamis struktur gedung. Pada jenis pembebanan yang akan dibebankan pada struktur terdapat beban angin dan beban gempa. Dari kedua pembebanan ini, beban ini akan menimbulkan getaran pada struktur dimana gempa akan menimbulkan getaran yang lebih besar dampaknya pada struktur dibandingkan oleh getaran yang ditimbulkan akibat angin. Hal ini disebabkan karena beberapa alasan : a. Getaran gempa terjadi dalam frekuensi yang sangat singkat dibandingkan dengan angina. b. Durasi (waktu) getaran yang ditimbulkan sangat singkat, namun dampak yang ditimbulkan tidak jauh berbeda akibat angin. Oleh sebab itu, getaran yang ditimbulkan oleh gempa dirancang sebagai gaya horisontal lateral, yang dibebani terhadap struktur gedung tinggi.
2.3 Analisis Dinamik Analisis dinamik adalah analisis struktur dimana pembagian gaya geser gempa di seluruh tingkat diperoleh dengan memperhitungkan pengaruh dinamis gerakan tanah terhadap struktur. Analisis dinamik terbagi menjadi 2, yaitu : a. Analisis ragam respon spektrum dimana total respon didapat melalui superposisi dari respon masing-masing ragam getar. b. Analisis riwayat waktu adalah analisis dinamis dimana pada model struktur diberikan suatu catatan rekaman gempa dan respon struktur dihitung langkah demi langkah pada interval tertentu. II-3
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab II Tinjauan Pustaka
Analisis dinamik untuk perancangan struktur tahan gempa dilakukan jika diperlukan evaluasi yang lebih akurat dari gaya-gaya gempa yang bekerja pada struktur, serta untuk mengetahui perilaku dari struktur akibat pengaruh gempa. Pada cara elastis dibedakan analisis ragam riwayat waktu (time history modal analysis), dimana pada cara ini diperlukan rekaman percepatan gempa dan analisis ragam respons spektrum (respons spectrum modal analysis), dimana pada cara ini respons maksimum dari tiap ragam getar yang terjadi didapat dari respons spektrum rencana (design spectra). Pada analisis dinamis elastis digunakan untuk mendapatkan respons struktur akibat pengaruh gempa yang sangat kuat dengan cara integrasi langsung
(direct integration method). Analisis dinamik elastis lebih sering digunakan
karena lebih sederhana. Analisis dinamik adalah untuk menentukan pembagian gaya
geser tingkat akibat gerakan tanah oleh gempa dan dapat dilakukan dengan cara analisis ragam reposn spektrum.
2.4 Metode Kekakuan Langsung Dengan perkembangan yang pesat dalam bidang komputer, menyebabkan analisis struktur yang mendasarkan hitungan dengan metoda matriks kekakuan menjadi populer dan cocok dilakukan dengan bantuan komputer. Hal ini dikarenakan langkah-langkah analisis pada metoda matriks kekakuan sangat sistematis dan terpola sehingga mudah diprogram dengan komputer. Dengan demikian analisis struktur yang kompleks dapat dilakukan dengan mudah dan cepat. Secara umum langkah hitungan pada metoda matriks kekakuan dapat dilakukan sebagai berikut ini: a. Bentuk matriks kekakuan elemen dan gaya ujung jepit b. Bentuk matriks kekakuan dalam koordinat global II-4
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab II Tinjauan Pustaka
c. Selesaikan persamaan linier simultan untuk mencariari perindahan d. Gaya-gaya batang dapat dihitung. Permasalahan pada metoda kekakuan langsung didasarkan pada hubungan antar variabel sebagai berikut: a. Hubungan antara deformasi batang dan perpindahan titik-kumpul (compatibility atau kesepadanan) b. Hubungan antara deformasi batang dan gaya-gaya dalam (constitutve equation) c. Hubungan antara beban luat dan gaya gaya dalam (Arfiadi, 2003)
2.4.1 Derajat Kebebasan Derajat kebebasan (degree of freedom) adalah derajat independensi yang diperlukan untuk menyatakan posisi suatu system pada setiap saat. Pada masalah dinamika, setiap titik atau massa pada umumnya hanya diperhitungkan berpindah tempat dalam satu arah saja yaitu arah horizontal. Jumlah derajat kebebasan sama dengan derajat ketaktentuan kinematis. Pada setiap ujung elemen 2D yang tidak ditahan / ditumpu, terdapat tiga derajat kebebasan (2 translasi dan 1 rotasi). Di setiap ujung elemen 3D terdapat enam derajat kebebasan (3 translasi dan 3 rotasi).
Gambar 2.1 Derajat kebebasan 2D
II-5
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab II Tinjauan Pustaka
Gambar 2.2 Derajat kebebasan 3D
2.4.2 Sistem Berderajat Kebebasan Tunggal (SDOF) Dalam analisis dinamik, jumlah perpindahan yang diperlukan untuk menentukan posisi pengungsi dari semua massa relatif terhadap posisi semula mereka disebut jumlah derajat kebebasan (DOF). Ketika sebuah sistem struktur dapat ideal dengan massa tunggal terkonsentrasi di satu lokasi dan bergerak hanya dalam satu arah, sistem yang dinamis ini disebut sistem SDOF.
Gambar 2.3 Sistem SDOF teredam, (a) model struktur, (b) model SDOF, dan (c) model matematis
2.4.3 Sistem Berderajat Kebebasan Banyak (MDOF) 2.4.3.1 Sistem MDOF Sederhana Persamaan gerak untuk sistem MDOF sederhana, dapat diidealisasikan pada struktur portal tingkat dua dengan gaya luar p1(t) dan p2(t). II-6
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab II Tinjauan Pustaka
Gambar 2.4 (a) Struktur portal tingkat dua (b) gaya yang bekerja pada kedua massa
Persamaan gerak dari sistem tersebut adalah : FI1 + FD1 + FS1 = F1(t)
(2.3-1)
FI2 + FD2 + FS2 = F2(t)
(2.3-2)
Gaya inersia pada pada persamaan gerak : FI1 = m1 ü1
(2.3-3)
FI2 = m2 ü2
(2.3-4)
atau ditulis dalam bentuk matrik :
FI 1 m1 0 υ1 FI 2 0 m2 υ 2
(2.3-5)
II-7
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab II Tinjauan Pustaka
Persamaan dapat ditulis dalam bentuk : FI = m ϋ
(2.3-6)
dimana FI = vektor gaya inersia ϋ = vektor percepatan m = matrik massa.
Karena massa dari struktur di pusatkan pada setiap lantai, maka matrik massa merupakan matriks diagonal. Gaya pegas dan perpindahan yang terjadi pada masingmasing tingkat adalah : FS1 = k1.u1 – k2.(u2 – u1)
(2.3-7)
FS2 = k2.(u2 – u1)
(2.3-8)
Dengan memperkenalkan k11, k12, k21, dan k22 : k11 = k1 + k2 dan k12 = -k k21 = -k2 dan
k22 = k2
dengan mensubstitusikan harga-harga ini, akan diperoleh persamaan : FS1 = k11.u1 + k12.u2
(2.3-9)
FS2 = k21.u1 + k22.u2
(2.3-10)
II-8
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab II Tinjauan Pustaka
Gambar 2.5 Beban dan lendutan dari suatu sistem dengan dua derajad kebebasan ( a) Lendutan total ( b) Dekomposisi dari lendutan.
Persamaan dapat ditulis dalam bentuk matrik sebagai berikut :
FS1 k11 k12 υ1 FS 2 k 21 k 22 υ 2
(2.3-11)
Persamaan dapat ditulis dalam bentuk : FS = k u
(2.3-12)
dimana FS = vektor gaya elastis k = matrik kekakuan u = vektor perpindahan. Pada persamaan ini, matrik kekakuan k adalah matriks simetris. Jika gaya redaman (viscous damping) di asumsikan sebanding dengan kecepatan, maka di dapatkan hubungan sebagai berikut : FD1 c11 c12 υ1' ' FD 2 c 21 c 22 υ 2
(2.3-13)
II-9
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab II Tinjauan Pustaka
Persamaan dapat ditulis dalam bentuk : FD = c ύ
(2.3-14)
dimana FD = vektor gaya peredam c = matrik redaman ύ = vektor kecepatan Vektor beban luar yang bekerja pada sistem :
F1 (t ) F(t) = F2 (t )
(2.3-15)
Persamaan gerak untuk sistem dengan banyak derajad kebebasan (Multi Degrees of Freedom/MDOF) dapat ditulis sebagai berikut : FI + FD + FS = F(t)
(2.3-16)
atau m ϋ + c ύ + k u = F(t)
(2.3-17)
Jika percepatan tanah ϋg akibat gempa diberlakukan pada struktur, maka akan didapatkan persamaan gerak dari untuk sistem MDOF sebagai berikut : m ϋ + c ύ + k u = -m 1 ϋg
(2.3-18)
dimana 1 adalah vektor satuan.
Pada idealisasi tersebut balok dan lantai adalah kaku. Massa yang terdistribusi pada seluruh gedung. akan diidealisasikan terpusat pada bidang lantai. Asumsi tersebut umumnya sesuai untuk bangunan bertingkat. Portal tingkat dua dengan massa terpusat II-10
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab II Tinjauan Pustaka
pada setiap lantai memiliki dua DOF : perpindahan lateral u1 dan u2 pada kedua lantai dalam arah x. Gaya elastis dan redaman menunjukan arah yang berlawan, karena kedua gaya tersebut adalah gaya dalam yang menahan gerakan.
2.4.3.2 Sistem MDOF Tak Teredam Persamaan gerak MDOF tak teredam dengan p(t)=0, (2.3-19) Terdapat dua kemungkinan gerak harmonis dari struktur sedemikian rupa, dimana semua massa bergerak dengan fasa tertentu pada frekuensi ω1
dan ω2. Setiap
karakteristik perubahan bentuk disebut normal atau pola natural dari getaran. Sering disebut dengan pola pertama (first mode) atau pola dasar (fundamental mode) untuk menyatakan pola yang sesuai dengan frekuensi terendah. Pola yang lain disebut pola harmonis atau pola harmonis yang lebih tinggi. Gambar 2.5 dan 2.6 menunjukan getaran bebas pada portal dua tingkat.
Gambar 2.6 Getaran bebas pada sistem tak teredam dengan pola natural pertama dari getaran (a) Struktur portal tingkat dua; (b) perubahan bentuk struktur pada waktu a,b,c; (c) modal coordinate qn(t) (d) perpindahan
II-11
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab II Tinjauan Pustaka
2.4.3.3 2.4.3.4
Gambar 2.7 Getaran bebas pada sistem tak teredam dengan pola natural kedua dari getaran (a) Struktur portal tingkat dua; (b) perubahan bentuk struktur pada waktu a,b,c (c) koordinat modal qn(t) (d) perpindahan
Perioda alami dari getaran Tn pada sistem MDOF adalah waktu yang diperlukan untuk satu siklus dari gerak harmonis sederhana dalam satu pola natural. Hubungan terhadap frekuensi natural sudut dari getaran adalah ωn dan frekuensi natural adalah fn,
(2.3-20)
2.5 Analisis Ragam Respons Spektrum Analisis ragam respons spektrum yaitu suatu cara analisis untuk menentukan respons dinamik struktur gedung yang berperilaku elastik penuh terhadap pengaruh suatu gempa melalui suatu metoda analisis yang dikenal dengan analisis ragam respons spektrum, dimana respons dinamik total struktur gedung tersebut didapat II-12
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab II Tinjauan Pustaka
sebagai superposisi dari respons dinamik maksimum masing – masing ragamnya yang didapat melalui spektrum respons gempa rencana. Analisis ragam spektrum respons mendefinisikan bahwa simpangan struktur yang terjadi merupakan penjumlahan dari simpangan masing-masing ragam getarnya. Analisis harus dilakukan untuk menentukan ragam getar alami untuk struktur. Analisis harus menyertakan jumlah ragam yang cukup untuk mendapatkan partisipasi massa ragam terkombinasi sebesar paling sedikit 90 persen dari massa aktual dalam masingmasing arah horisontal ortogonal dari respons yang ditinjau oleh model. Analisis ragam respons spektrum merupakan plat respon maksimum (perpindahan, kecepatan, percepatan maksimum sataupun besaran yang diinginkan) dari fungsi beban tertentu untuk semua kemungkinan. Asal mula diperolehnya dari catatancatatan rekaman gempa (accelerogram) pada suatu daerah tertentu. Daerah yang berbeda akan memiliki catatan rekaman gempa yang berbeda, sehingga akan memiliki respon spektra yang berbeda-beda pula. Spektrum respons hanya dapat menyelesaikan respons struktur yang linier elastis. Jika respons struktur yang terjadi adalah non-linier, maka harus digunakan catatan riwayat waktu. Dari persamaan umum dinamik ditransformasikan dari koordinat kartesius ke koordinat nodal melalui hubungan. Persamaan dinamik yang digunakan adalah (2.4-1) Persamaan di atas dapat diselesaikan dengan
(2.4-2)
II-13
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab II Tinjauan Pustaka
Menghasilkan persamaan modal (2.4-3) (2.4-4) Dengan modal respons spektrum puncak kontribusi moda ke-n (2.4-5) Menentukan total respons spektrum puncak, terdapat 3 macam ketentuan kombinasi penentuan jumlah total respons, yaitu: a. Square Root of Sum of Square (SRSS)
(2.4-6)
Ketentuan kombinasi ini dikembangkan oleh E. Rosenblueth’s Ph.D (1951) di mana memiliki perhitungan yang baik di dalam menentukan respons apabila struktur
yang
ditinjau
frequencies) yang cukup
memiliki
selisih
frekuensi
alami (natural
nyata terpisah (tidak saling berdekatan). Namun
batasan tersebut tidak memberikan kepastian dalam menentukan ketentuan permasalahan. Metode ini dipakai pada peraturan gempa Indonesia. b. Complete Quadratic Combination (CQC) (2.4-7) Persamaan di atas dapat diselesaikan dengan (2.4-8) II-14
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab II Tinjauan Pustaka
Kombinasi ini memiliki kemampuan yang lebih luas terhadap struktur jika dibandingkan dengan batasan ketentuan SRSS. Metode ini memperbolehkan menggunakan CQC untuk selisih waktu getar hampir sama besar dengan batasan selisih 15%.
Salah satu pendekatan untuk memperoleh catatan-catatan percepatan tanah puncak yang sesuai telah dapat dimodifikasi dan mengubah catatan gempa bumi yang nyata dengan bentuk grafik respons spektrum terhadap periode getar. Kurva yang melingkupi spektrum respons dasar diistilahkan sebagai spektrum respons yang diisyaratkan karena menandai syarat batas getaran yang dibuat pada suatu jenis bangunan yang munkin akan mengalaminya pada suatu daerah selama gempa bumi Berdasarkan SNI 1726-2012 pasal 7.9.4.1, nilai akhir respons dinamik struktur gedung terhadap pembebanan gempa nominal akibat pengaruh gempa rencana dalam suatu arah tertentu, tidak boleh diambil kurang dari 85% nilai respons ragam yang pertama. Bila respons dinamik struktur gedung dinyatakan dalam gaya geser dasar Vt, maka persyaratan tersebut dapat dinyatakan dengan persamaan : (2.4-9)
𝑽𝒕 ≥ 𝟎. 𝟖𝟓 𝑽𝟏
Dimana V1 adalah gaya geser dasar nominal sebagai respons ragam pertama atau yang didapat dari prosedur gaya lateral ekivalen terhadap pengaruh gempa rencana. 𝑭𝒂𝒌𝒕𝒐𝒓 𝑺𝒌𝒂𝒍𝒂 =
𝟎.𝟖𝟓𝑽𝟏 𝑽𝒕
≥𝟏
(2.4-10)
Dimana : V1
: geser dasar prosedur gaya lateral ekivalen
http://digilib.mercubuana.ac.id/
II-15
Bab II Tinjauan Pustaka
: geser dasar dari kombinasi ragam yang disyaratkan
Vt
2.5.1 Eigenvalue dan Eigenvector Penentuan nilai eigenvalue (2) yang merepresentasikan frekwensi natural dan eigenvector (V) yang mewakili besaran mode shape (ragam getar) dapat ditentukan dengan banyak metode. Kalau masih berada dalam kriteria dibawah 3 DOF penentuan eigenvalue dan eigenvector dapat dilakukan dengan perhitungan determinan matrix dan persamaan polinomial biasa, akan tetapi apabila sudah melebihi 3 DOF akan ditemui kesulitan
dalam
melakukan
perhitungan
determinan
marix
dan
persamaan
polinomialnya. Sebagai contoh persamaan diferensial gerak berikut ini m x k x 0 akan mempunyai solusi umum :
x A1 Sin (t )
(2.4-11)
A2
x A1 2 Sin (t ) 2 x
(2.4-12)
2 m x k x 0
(2.4-13)
k mx 0
(2.4-14)
A2
2
Solusi nontrivial dari persamaan diatas jika det
k 2 m
0 yang bisa diselesaikan
dengan perhitungan manual dan jumlah 2 sesuai dengan jumlah DOF yang ada.
Sehingga solusi gerak yang diperoleh :
X11 11 y1 untuk mode 1 X 21 21
(2.4-15)
II-16
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab II Tinjauan Pustaka
X12 12 y 2 untuk mode 2 X 22 22
(2.4-16)
Selanjutnya untuk mengakomodasi permasalahan tersebut diatas maka telah ditemukan beberapa solusi numerik yang sangat membenatu diantaranya metode dekomposisi Choleski, tahapan Sturm dan generalisasi Jacobian. Metode yang umum dan sering digunakan adalah generalsasi jacobian. Adapun tahapan perhitungan Jacobian dapat disimpulkan dalam 7 langkah prosedur umum sebagai berikut : Hitung faktor pasangan untuk menentukan apakah elemen diagonal mesti direduksi menjadi nol atau tidak. Jika rumus berikut
(k ijr ) 2 k ii( r )
k (jjr )
10 2 dan
(m ijr ) 2 m ii( r )
m (jjr )
10 2
kecil atau sama dengan toleransi yang sudah ditetapkan maka elemen kij(r+1) dan mij(r+1) tidak perlu direduksi menjadi nol. Cek diagonal yang lain dengan prosedur yang sama. a. Jika elemen diagonal [K] dan [M] perlu direduksi menjadi nol kemudian gunakan matrix [T](r) untuk mentransformasi matrix [K] dan [M]. b. Tentukan [K](1) = [K] dan [M](1) = [M] kemudian [K](2) = [T](1)T [K](1) [T](1),
[M](2) = [T](1)T [M](1) [T](1),
[K](3) = [T](2)T [K](2) [T](2),
[X] = [T](1)[T](2)
[M](3) = [T](2)T [M](2) [T](2),
[X] = [T](1) [T](2)
[T](3)
[K](
l +1)
= [T](
l)T
[K](
l)
[T]( l),
[M](
l +1)
= [T](
l)T
[M](
l)
[T]( l),
[X] = [T](1)
[T](2)…[T](
II-17
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab II Tinjauan Pustaka
c. Untuk prosedur seperti diatas jika (r) mendekati jumlah siklus yang tidak terbatas kemudian [K](l) dan [M](l) konvergen dalam bentuk diagonal. Maka eigenvalues bisa diperoleh seperti berikut ini :
p \
2 ( v) \
k 11 m ii 0
0 k nn m nn nxn
(2.4-17)
d. Cek konvergensi eigenvalues menggunakan persamaan : p i2( v1) p i2( v ) p i2( v1)
10 s
(2.4-18)
Jika eigenvalues tidak konvergen maka ulangi tahapan a s/d e. Jika seluruh eigenvalues memenuhi kriteria kemudian cek apakah ada elemen diagonal yang dibutuhkan untuk direduksi menjadi nol. Gunakan step a untuk pengecekan. e. Jika seluruh kriteria memenuhi nilai eigenvector diskalakan (normalisasi) dengan menggunakan rumus :
X T(1) T(1) ...T() diag
1
() M
X11 m11 X 21 m11 X n1 m11
X12 m 22
X n2
m 22
X1n m nn X 2n m nn X nn m nn
(2.4-19)
2.5.2 Aturan Kombinasi Ragam Dalam analisa superposisi modal kita akan memperoleh solusi persamaan gerak sruktur dalam bentuk yang terpisah-pisah sesuai dengan mode shape (ragam getar) yang kita tinjau pada frekwensi natural tertentu. Untuk mencari nilai eksak dari solusi total maka dilakukanlah superposisi dari solusi dari tiap-tiap modal, adapun aturan superposisi atau II-18
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab II Tinjauan Pustaka
kombinasi tersebut yang sering digunakan untuk 2D adalah SRSS (Square Root of Sum of Square) dan CQC (Complete Quadratic Combination) untuk 3D. Analisa kombinasi SRSS dikembangkan oleh E Rosenblueth’s PhD melalui thesisnya tahun 1951 yang secara simbolik dirumuskan sebagai N
2 r0 ( rno )
(2.4-20)
n 1
Perumusan ini sangat memuaskan untuk diterapkan pada sistem analisa struktur 2D dengan frekwensi natural yang terpisah (diskret) akan tetapi salah jika diterapkan pada sistem dengan frekwensi natural area tertutup seperti pada perpipaan reaktor nuklir dan gedung bertingkat banyak dengan denah tidak simetris. Sistem ini juga baik dipakai jika nilai T1 dan T2 pada setaip ragamnya saling berjauhan (0.8
T1 1). T2
Analisa kombinasi CQC bisa diaplikasikan untuk jenis struktur yang lebih luas dan dalam format analisa 3D, juga dapat diterapkan pada kondisi nilai T1 dan T2 pada setaip ragamnya berjauhan (0.8
T1 1). Adapun secara simbolik CQC dapat dirumuskan T2
sebagai berikut N N
r0 in ri 0 rn 0
(2.4-21)
i 1 n 1
Untuk masing-masing nilai N2 pada sisi kanan rumus diatas merupakan hasil dari puncak respon mode ke-i dan ke-n serta koefisien korelasi in untuk kedua mode tersebut. Koefisien in bervariasi antara 0 dan 1 dan in = 1 untuk i=n. Berdasarkan kriteria tersebut maka rumus 1.64 tersebut dapat diubah menjadi :
II-19
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab II Tinjauan Pustaka N
N N
n 1
i 1 n 1
r0 r n20 in ri 0 rn 0
(2.4-22)
in
2.5.3 Matrix Redaman Dalam pembentukan matrix redaman ada dua metode yang umum digunakan yaitu metode Rayleigh dan metode Caughey. Secara garis besar perbedaan utama dari dua metode diatas adalah bahwasanya pada metode rayleigh yang diperhitungkan dalam kontribusi terbatas hanya pada 2 modes pertama sedangkan dengan metode caughey ikut diperhitungkan mode-mode yang lebih tinggi. Matrix damping terbentuk dari 2 parameter yaitu damping yang proporsional dengan massa dan damping yang proporsional dengan kekakuan yang secara simbolik dirumuskan sebagai : c = a0m dan c = a1k
(2.4-23)
satuan a0 dalam dt-1 dan satuan a1dalam dt. Generalisasi damping untuk mode ke-n dalam hubungan proporsional dengan massa dan koefisien a0 adalah : Cn = a0 . Mn
(2.4-24)
Dengan subtitusi dari n
Cn 2 M n n
(2.4-25)
Maka persamaan menjadi : n
a0 1 2 n
(2.4-26)
Koefisien a0 dapat dipilih untuk mendapatkan nilai damping ratio yang tertentu untuk tiap mode yang dilambangkan dengan i untuk mode ke-i. maka rumus menjadi : II-20
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab II Tinjauan Pustaka
a0=2.iI
(2.4-27)
Dengan cara yang sama dapat diperoleh hubungan a1 dengan damping ratio yang proporsional dengan kekakuan sebagai berikut :
C n a 12n M n dan n
a1 n 2
(2.4-28)
Koefisien a1 juga dapat dipilih untuk mendapatkan nilai damping ratio tertentu untuk tiap mode yang dilambangkan dengan j untuk mode ke-j. maka rumus menjadi :
a1
2 j j
(2.4-29)
Dari perumusan yang diturunkan diatas dapat dirumuskan perhitungan damping dengan metode Rayleigh sebagai berikut : c = a0m +a1k
(2.4-30)
kemudian damping ratio untuk mode ke-n untuk sistem adalah n
a 0 1 a1 n 2 n 2
1 1 i 2 1 j
a0
(2.4-41)
i a 0 i j a 1 j
2i j i j
dan
a1
(2.4-42)
2 i j
(2.4-43)
Sehingga dapat dihitung c a 0 m a 1 k
II-21
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab II Tinjauan Pustaka
2.5.4 Kondensasi Lateral Matrix Kekakuan Dalam analisa dinamika struktur seperti yang sudah dibahas diatas untuk mengetahui frekwensi natural suatu struktur dan bentuk ragam getarnya perlu dilakukan ietrasi Jacobian. Karena jumlah frekwensi natural dan mode shape yang ada sangat tergantung pada DOF struktur maka semakin banyak DOF suatu struktur akan semakin banyak pula diperoleh nilai frekwensi natural dan mode shapenya. Konsekwensi yang akan diperoleh jumlah iterasi perhitungan Jacobian yang akan dilakukan semakin banyak dan mahal dari segi numerik. Disamping itu untuk melakukan perangkaian matrix kekakuan global struktur akan semakin rumit jika jumlah DOF analisa dinamiknya semakin banyak. Untuk mengatasi permasalahan mahalnya perhitungan numerik dinamika struktur, maka tanpa mengurangi akurasi perhitungan secara signifikan dilakukanlah kondensasi lateral dari matrix kekakuan, maksudnya adalah mengeliminasi jumlah DOF yang ada dengan jalan mengasumsikan displacement lateral tiap lantai untuk tiap titiknya dengan nilai yang sama besar. Asumsi ini berlaku dengan persyaratan terpenuhinya prinsip diapraghma lantai kaku. Eliminasi selanjutnya dilakukakn dengan asumsi perpendekan vertikal dari kolom sangat kecil dan mendekati nol. Dari perumusan umum matrix kekakuan struktur.
1
0
0
10 0
11 0
0
0
7
8 0
4
5
3 0
0
9 6
2 1
II-22
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab II Tinjauan Pustaka
H 1 k11 M k 2 21 M 3 k 31 M n k n1
k12 k 22
k13 k1n x1 2 2 k 33 k nn n
(2.4-44)
H i k tt M i k t
k t x i k i
(2.4-45)
H i k tt 0 k t
k t x i k i
(2.4-46)
H k tt x k t
(2.4-47)
0 k t x k
(2.4-48)
k 1 k t x
(2.4-49)
H k tt x k t k 1 k t x
(2.4-50)
H k tt k t k 1 k t x
(2.4-51)
H k e x
(2.4-52)
k e k tt k t k 1 k t
(2.4-53)
II-23
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab II Tinjauan Pustaka
2.5.5 Matrix Transformasi Lokal ke Global Perakitan matrix kekakuan struktur global 3D berawal dari perakitan matrix kekakuan struktur lokal dan 2D. Setelah perakitan matrix kekakuan 2D selesai maka untuk menjadikan matrix tadi sebagai kekakuan global 3D perlu dilakukan transformasi koordinat dari lokal ke global. y
2
y
i
3
dj x d
Com
x x A4 y a 11 a 12
x1 a 13 y
x
x (i ) sin x p cos y p d j
A sin
cos d j
(2.4-54)
Fstr AT Fmember AT k member ximember Fstr AT k member Axstr
(2.4-55)
kstr AT k member A
(2.4-53)
Untuk struktur dengan n lantai :
sin 1 cos 1 d1 A i 0 0 0 0 0 0
0
0
0
0
0
sin 2 0
cos 2 0
d2 0
0 sin n
0 cos n
0 0 d n
II-24
http://digilib.mercubuana.ac.id/