BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Struktur Tahan Gempa Pada umumnya sangatlah tidak ekonomis untuk merancang struktur yang berespon elastis akibat gempa yang memberikan gaya inersia yang sangat besar. Pengalaman menunjukkan bahwa struktur yang dirancang dengan beban yang diatur oleh peraturan-peraturan gempa dapat menahan beban gempa yang cukup besar. Hal ini disebabkan, pertama karena struktur-struktur tersebut yang dirancang dengan baik dapat berdeformasi sampai keadaan inelastisnya tanpa menunjukkan keruntuhan, kedua karena berkurangnya respon akibat kekakuannya berkurang, dan ketiga akibat interaksi tanah dengan struktur. (Gideon. dkk, 1994). Sistem struktur selama gempa bumi berlangsung, bangunan mengalami gerakan vertikal dan horizontal, sehingga gaya gempa dalam arah vertikal maupun horisontal akan menjadi titik-titik pada massa struktur. Gaya gempa pada arah vertikal hanya berpengaruh sedikit pada gaya gravitasi yang bekerja pada struktur, karena struktur biasanya dirancang terhadap gaya-gaya vertikal dengan faktor keamanan yang memadai, sehingga jarang terjadi struktur rumah runtuh terhadap gaya vertikal. Sebaliknya gempa horisontal banyak menimbulkan keruntuhan (collapse) atau kegagalan (failure). Atas alasan ini prinsip utama dalam perancangan struktur tahan gempa (earthquake resistant design) dengan meningkatkan kekuatan struktur terhadap gaya lateral (ke samping) yang umumnya tidak memadai. (Muto, 1987). Pemencaran energi ini bertujuan untuk mempertahankan perilaku elastoplastis dalam struktur pada waktu menahan gaya gempa yang menjadi dasar teknik pencadangan energi yang dipakai dalam perancangan struktur daktail, dimana prilaku struktur harus memuaskan dan terjamin dengan baik setelah melampaui batas elastik. Jika sistem struktur telah ditentukan, tempat-tempat yang dirancang bagi sendi-sendi plastis untuk pemencaran energi harus dibuatkan detailnya, sehingga komponen struktur tersebut benar-benar berperilaku daktail. 5
6
Mekanisme terbentuknya sendi plastis diarahkan agar timbul di tempat-tempat yang telah direncanakan dengan cara meningkatkan kuat komponen-komponen struktur yang bersebelahan. Komponen-komponen struktur yang lain tersebut harus cukup diberi cadangan kekuatan untuk menjamin berlangsungnya mekanisme pemencaran energi selama terjadi gempa. (Dipohusodo, 1994). B. Referensi Penelitian Kota Yogyakarta mengalami peningkatan gaya gempa tertinggi dari tahun 2002 hingga 2012. Hal ini menunjukan adanya status kegempaan wilayah tersebut, sehingga beban gempa dalam perencanaan bangunan sesuai SNI 1726:2012 menjadi lebih besar (Faizah dan Widodo, 2013). Disamping itu pada perkembangan zaman peraturan mengenai beton dari tahun ke tahun mengalami perubahan dari segi standar minimum yang dapat diterima untuk bahan, desain, dan praktek konstruksi, oleh karena itu suatu perencanaan gedung bertingkat diharuskan mengikuti peraturan-peraturan yang berlaku yang tahun-tahun lalu di Indonesia diberlakukan peraturan beton SNI 2847:2013. Dalam perencanaan gedung di daerah rawan gempa, gedung dengan segenap komponen struktur penahan gempa harus direncanakan dan dibuat mendetail sedemikian rupa sehingga keseluruhannya mampu memberikan perilaku daktail sepenuhnya, artinya saat menerima beban sampai melebihi kuat elastisnya struktur tidak langsung pecah atau rusak, namun berubah bentuk terlebih dahulu secara plastis sampai batas tertentu pada saat terjadi gempa. Ketentuan ini didasarkan pada kenyataan bahwa secara ekonomi tidaklah lazim untuk merencanakan struktur gedung sedemikian kuat sehingga tahan terhadap gempa secara elastik (Dipohusodo, 1994). Saat terjadinya gempa struktur harus bersifat daktail, yang artinya saat menerima beban sampai melebihi kuat elastisnya struktur tidak langsung rusak, namun berubah bentuk terlebih dahulu secara plastis sampai batas tertentu. Pada struktur beton yang terdiri dari beton dan tulangan maka dapat bersifat daktail seperti tulangan baja dan dapat bersifat getas seperti beton.
7
Berikut beberapa review jurnal terkait dengan penelitian ini : 1. Ridwan Mhd (2013),
Evaluasi Perilaku Struktur Gedung
Bertingkat Lima Menggunakan Kolom Pendek Akibat Beban Gempa. Pada penelitian tugas akhir ini akan dibahas tentang evaluasi perilaku struktur gedung beton bertulang bertingkat lima dengan kolom pendek menggunakan model portal dua dimensi untuk mengetahui nilai deformasi yang terjadi disepanjang tinggi gedung. Permodelan ini dilakukan dengan empat tipe posisi kolom pendek yang akan dianalisa dengan program SAP2000 yang didesain sesuai peraturan SNI 03-2874-2002 dan SNI 1726:2012. Evaluasi perilaku struktur gedung dengan empat tipe posisi kolom pendek menunjukkan bahwa akibat penempatan kolom pendek disepanjang tinggi gedung displacement yang terjadi berbeda dan perpindahan antar lantai menjadi tidak seragam. Penelitian tugas akhir ini akan meneliti tentang perilaku struktur gedung bertingkat lima yang menggunakan
kolom
pendek
akibat
gaya
gempa.
Untuk
pembebanan secara lateral maka diberikan model beban gempa yang direncanakan untuk tanah lunak pada wilayah gempa kota Padang, berdasarkan hasil analisa statik ekuivalen menurut SNI 1726:2012. Manfaat
dari
penelitian
ini,
adalah
untuk
meningkatkan
pengetahuan dalam memperoleh perencanaan desain struktur kolom pendek pada bangunan bertingkat yang lebih baik dan ramah gempa, tanpa mengesampingkan dan menghilangkan unsur estetika dan keindahan arsitektur. Permodelan struktur untuk penelitian ini akan ditinjau dan dianalisa secara 2 dimensi (2D) berupa portal bertingkat lima menggunakan program SAP2000 v.14.
8
Adapun data spesifikasi yang akan digunakan adalah, sebagai berikut : a. Data Umum Bangunan Lokasi Perencanaan : Padang Kondisi tanah/wil. gempa: Lunak/zona 6 Fungsi gedung : Perkantoran. Luas bangunan, At : 18 x 18 m2. Jumlah Lantai Rencana, n: 5 lantai. Tinggi bangunan total, H: 22 m Tinggi perlantai umum, h : 4 m Tinggi kolom pendek , h2 : 2 m Jarak bentang antar kolom : 6 m. Jenis Kategori struktur : SRPMK b. Data mutu material Berat Jenis Beton (Wc) : 2400 kg/m3 Mutu Beton , fc’ : 30 MPa. Mutu Baja tulangan , fy : 400 MPa. Modulus Elastisitas baja, Es: 2,0 x 105 MPa. Pada penelitian ini digunakan kombinasi beban berdasarkan SNI 2847 dan ACI 318 yaitu: 1,2 DL+1LL+1EL.
9
Gambar 2.1 grafik deformasi lateral Dari grafik deformasi lateral pada model portal yang diteliti (Gambar 2.1) dapat terlihat bahwa perletakan posisi kolom pendek pada setiap tinggi lantai memberikan pengaruh deformasi sebesar 75%. Hal ini disebabkan oleh karena perbedaan tinggi dari kolom pendek dan jumlah total beban gravitasi perlantai ditinjau dari fungsinya sehingga hasil distribusi dari gaya geser gempa dasar menjadi tidak merata.
10
Gambar 2.2 Perpindahan Per-Tinggi Lantai akibat Beban Kombinasi Lateral. Pada ke empat gambar grafik tersebut diatas terlihat bahwa : 1) Pada portal 1, dimana kolom pendek terletak pada elevasi ± 0-2 m atau kolom pendek dipergunakan sebagai kolom pedestal, simpangan antar lantai yang terjadi pada elevasi kolom pendek terlihat bernilai lebih kecil, sehingga terlihat struktur bawah lebih kaku dengan nilai simpangannya lebih kecil. 2) Pada portal 2, dimana kolom pendek terletak pada lantai 1 dengan elevasi ± 4-6 m. Terlihat bahwa struktur dari elevasi 0-6m nilai simpangannya linier, tetapi di elevasi atas nilai drift menjadi tidak beraturan sebesar 7,567 mm.
11
3) Pada portal 3, dengan kolom pendek yang terletak pada elevasi ±8-10m, sangat terlihat bahwa arah simpangan antar lantai
yang
terjadi
tidak
beraturan,
dengan
beda
penyimpangan sebesar 6, 259 mm. Akibat posisi kolom pendek yang berada hampir ditengah-tengah tinggi total gedung
mengakibatkan
pemusatan
kekakuan
massa
ditengah bentangan. 4) Portal 4, dimana kolom pendek diposisikan pada tingkat puncak atau elevasi ± 20-22 m menunjukkan terjadinya arah simpangan tingkat yang berbalik arah dari simpangan tingkat dibawahnya, menyebabkan arah deformasi akibat gaya geser gempa menjadi lebih besar. Berdasarkan hasil analisis yang telah dilakukan, dapat diambil beberapa kesimpulan sebagai berikut : 1) Perilaku struktur dari hasil analisa ke-empat model portal terlihat bahwa deformasi yang terjadi disepanjang tinggi portal tidak beraturan, hal ini karena adanya kolom pendek sehingga terjadi penambahan kekakuan struktur pada elemen terdekat. 2) Dengan penempatan posisi kolom pendek yang berbeda menunjukan terjadi pemusatan pembebanan pada struktur, dimana seharusnya beban dapat terdistribusi seragam ke sepanjang bentang akibat penggunaan kolom pendek hal tersebut tidak terjadi. 3) Akibat tidak seragamnya distribusi beban sehingga gaya aksial yang pada kolom tepi (A) dan kolom tengah (C) memiliki kemampuan tahanan berbeda. 4) Sedangkan untuk gaya geser dan momen pada kolom tepi (A) dan kolom tengah (C) terlihat berulang dalam arah yang berbeda.
12
2. Hamdany Auliya, Sarwiasih Tri Purboningrum, Han Ay Lie, Himawan Indarto (2014), Kajian Portal Baja SRPMB (Elastis) Dan Portal Baja SRPMK (Daktail) Berdasarkan Sni 1726:2012 Dan Sni 03-1729-2002. Maksud dan tujuan penulisan Tugas Akhir ini adalah mengkaji sistem struktur antara portal baja SRPMB (elastis) dan portal baja SRPMK (daktail) berdasarkan SNI 1726:2012 dan SNI 03-1729-2002 pada wilayah kegempaan menengah dan wilayah kegempaan tinggi dengan masing-masing kondisi tanah yang berbeda, sehingga bisa diperoleh tipe/ sistem struktur yang sesuai untuk wilayah kegempaan menengah dan tinggi untuk struktur baja. Model yang dibuat adalah struktur portal baja dua dimensi dengan sistem struktur penahan gaya gempamenggunakan Sistem Rangka Pemikul Momen Khusus (SRPMK) dan Sistem Rangka Pemikul Momen Biasa (SRPMB). Struktur direncanakan terlebih dahulu mengacu pada standar SNI 1726:2012 (Tata Cara Perencanaan Ketahanan Gempa untuk Struktur Bangunan Gedung dan Non Gedung) dan SNI 03-1729-2002 (Tata Cara Perencanaan Struktur Baja untuk Bangunan Gedung). Adapun data – data portal yang dikaji adalah sebagai berikut : a. Gedung terdiri dari 8 lantai, 10 lantai dan 12 lantai, dengan lebar 6 meter, jarak antar portal 5 meter, dan tinggi tiap lantai yaitu 3,5 meter. b. Dengan t plat = 12 cm, jenis baja BJ 37, fu = 370 (MPa), fy = 240 (MPa). c. Fungsi gedung untuk perkantoran. d. Dimensi balok yang dipakai WF 700.300.13.24 dan kolom WF 400.400.13.21.
13
e. Pemeriksaan Waktu Getar Struktur Waktu getar struktur diperiksa menurut SNI 1726:2012 Pasal 7.8.2 dan Pasal 7.8.2.1. Ta untuk gedung < 12 tingkat : Ta = 0,1.(N), N : Jumlah tingkat Waktu getar alami maksimum yang diijinkan dari struktur gedung : Tmax = Cu.(Ta), Cu
= koefisien untuk batas atas perioda yang dihitung.
Hasil pemeriksaan waktu getar struktur semua struktur memenuhi persyaratan.
Gambar 2.3 Distribusi beban gempa nominal.
14
Berdasarkan gambar distribusi beban gempa nominal, wilayah Banda Aceh menerima beban gempa nominal lebih besar daripada gempa nominal pada wilayah Semarang, hal ini dipengaruhi oleh spektrum respons desain pada masing-masing wilayah tersebut, dari spektrum respons desain pada wilayah Banda Aceh didapatkan nilai percepatan respons spektra (Sa) yang lebih besar daripada Wilayah Semarang. Berdasarkan hasil analisis besarnya beban gempa nominal pada wilayah Banda Aceh kurang lebih sebesar 164 % dari beban gempa nominal pada wilayah Semarang. Pada wilayah Semarang dan Banda Aceh untuk struktur SRPMK (daktail) dan SRPMB (elastis) terlihat bahwa semakin lunak kondisi tanah beban gempa nominalnya semakin besar, hal ini disebabkan karena nilai percepatan respons spektra desain (Sa) semakin besar.
Gambar 2.4 Tabel persentase beban nominal terhadap beban gempa rencana.
15
Portal baja dengan tipe SRPMK mampu mereduksi beban gempa kurang lebih sebesar 87,5% dari beban gempa rencana, sedangkan tipe struktur SRPMB mampu mereduksi beban gempa kurang lebih sebesar 71,43% dari beban gempa rencana baik pada wilayah Semarang maupun wilayah Banda Aceh seperti yang ditunjukan pada gambar 2.4.
Gambar 2.5 Tabel persentase beban gempa nominal SRPMB terhadap SRPMK. Hasil analisis yang ditunjukan pada gambar 2.5, dapat dilihat bahwa distribusi beban gempa nominal pada tipe struktur SRPMB menerima beban gempa lebih besar daripada tipe struktur SRPMK. Pada wilayah Semarang maupun wilayah Banda Aceh dengan berbagai kondisi tanah, beban gempa nominal pada tipe struktur
16
SRPMB kurang lebih sebesar 228,57% dari beban gempa nominal pada tipe struktur SRPMK, hal ini karena dipengaruhi oleh faktor modifikasi respon tipe struktur SRPMK lebih besar daripada tipe struktur SRPMB atau tingkat daktilitas tipe struktur SRPMK yang lebih besar, sehingga beban gempa pada tipe struktur SRPMK tereduksi menjadi lebih kecil.
Gambar 2.6 Tabel pemeriksaan kolom dan balok. Berdasarkan hasil analisa yang telah dilakukan dalam penyusunan Tugas Akhir ini dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut: 1) Kondisi tanah pada suatu wilayah mempengaruhi besarnya beban gempa yang diterima oleh struktur portal baja tipe SRPMK (daktail) maupun portal baja tipe SRPMB (elastis),semakin lunak kondisi tanah pada suatu wilayah beban gempa yang diterima oleh struktur pada wilayah
17
tersebut semakin besar, karena semakin lunak kondisi tanah pada suatu wilayah maka nilai percepatan respons spektra desain (Sa) semakin besar. 2) Besarnya beban gempa nominal pada wilayah Banda Aceh kurang lebih sebesar 164% dari beban gempa nominal pada wilayah Semarang. 3) Pada wilayah Semarang maupun wilayah Banda Aceh dengan berbagai kondisi tanah, beban gempa nominal pada portal baja SRPMB kurang lebih sebesar 228,6% dari beban
gempa
nominal
pada
portal
baja
SRPMK,
dikarenakan portal SRPMK mempunyai kemampuan mereduksi beban gempa yang lebih besar daripada portal SRPMB. 4) Portal baja dengan tipe struktur SRPMK mampu mereduksi beban gempa kurang lebih sebesar 87,5% dari beban gempa rencana sedangkan tipe struktur SRPMB mampu mereduksi beban gempa kurang lebih sebesar 71,4% dari beban gempa rencana baik pada wilayah Semarang maupun Banda Aceh. 5) Hasil analisa menunjukkan bahwa tipe struktur portal baja SRPMB maupun portal baja SRPMK pada wilayah Semarang dengan ketinggian 8 lantai, 10 lantai dan 12 lantai dengan berbagai kondisi tanah masih aman digunakan, tetapi pada wilayah Banda Aceh tipe portal baja SRPMB dengan ketinggian 8 lantai dan 10 lantai dengan kondisi tanah lunak tidak aman digunakan, sedangkan pada portal 12 lantai tipe struktur SRPMB untuk kondisi tanah sedang dan lunak sudah tidak aman digunakan.
18
3. Abraham Tantra Karel, Zendy Sutanto, Pamuda Pudjisuryadi dan Benjamin Lumantarna, tentang Performa Bangunan Yang Didesain Menurut SNI 03-1726-2002 dan SNI 1726:2012 pada bangunan beraturan 7-lantai dan 3-lantai di wilayah Surabaya, Peta Gempa Indonesia. Hal ini menimbulkan pertanyaan bagaimana kinerja bangunan yang direncanakan berdasarkan SNI 03-1726-2002 dan SNI 1726:2012 jika dianalisa dengan beban gempa riwayat waktu yang disesuaikan dengan respon spektrum sesuai SNI 1726:2012. Oleh karena itu, dilakukan
penelitian
yang
bertujuan
mengevaluasi
kinerja
bangunan beton bertulang yang direncanakan berdasarkan SNI 1726:2002 pada sistem rangka pemikul momen khusus (SRPMK), menengah (SRPMM), dan biasa (SRPMB) dan berdasarkan SNI 1726:2012 dengan sistem SRPMK jika dianalisa dengan beban gempa riwayat waktu yang disesuaikan dengan respon spektrum sesuai SNI 1726:2012, dengan berbagai level gempa sesuai FEMA 356. Penelitian dilakukan pada bangunan beraturan 7 dan 3 lantai di wilayah Surabaya dengan kelas tanah sedang. Kinerja bangunan diuji dengan analisis dinamis time history nonlinier menggunakan program SAP2000v.11. Hasil penelitian gedung 3 lantai menunjukan bangunan yang direncanakan tidak dapat bertahan saat diberikan beban gempa rencana SNI 1726:2012.
19
Gambar 2.7 Respon spektrum tanah sedang kota Surabaya.
Gambar 2.8 Denah bangunan 7 lantai.
20
Gambar 2.9 Denah bangunan 3 lantai. a. Metode Penelitian Adapun langkah-langkah yang dilakukan adalah sebagai berikut : 1) Membuat perbedaan antara berbagai sistem rangka pemikul momen khusus (SRPMK), sistem rangka pemikul momen menengah (SRPMM), sistem rangka pemikul momen biasa (SRPMB) menurut SNI 03-28472002. 2) Melakukan
preliminary
design
untuk
komponen
struktur bangunan. 3) Menentukan besar beban mati dan beban hidup berdasarkan SNI 1727:2013. 4) Membuat percepatan respon spektrum desain gempa menurut SNI 03-1726-2002 dan SNI 1726:2012 pada wilayah Surabaya dengan kelas tanah sedang. 5) Melakukan analisis terhadap gaya dalam bangunan dengan menggunakan SAP 2000 v11.
21
6) Melakukan pengecekan untuk mengetahui penampang dapat digunakan atau tidak. Apabila penampang tidak dapat digunakan maka akan dilakukan preliminary design kembali. 7) Penghitungan
sendi
plastis
kolom
dan
balok
menggunakan program CUMBIA. 8) Menginput
hasil
perhitungan
program
CUMBIA
kedalam SAP2000v.11. 9) Membuat percepatan gempa modifikasi gempa respon desain SNI 1726:2012 dari rekaman gempa El Centro 18 Mei 1940 dengan program RESMAT. Penyesuaian dengan
program
RESMAT
dilakukan
sampai
didapatkan respon spektrum modifikasi dari gempa El Centro 18 Mei 1940 mendekati respon spektrum desain SNI 1726:2012. 10) Percepatan gempa yang terbentuk dipakai untuk mengecek kinerja struktur bangunan dengan metode analisis dinamis time history nonlinier menggunakan program SAP2000v.11. 11) Melakukan analisis dari sendi plastis dan fungsi time history yang sudah diinput pada program SAP2000v.11. 12) Membuat tabel performance based design untuk setiap bangunan yang diteliti dari data drift yang didapat dari program SAP200v.11. 13) Melakukan analisa bangunan terhadap pola kerusakan Beam Side Sway Mechanism.
22
Penelitian yang dilakukan menggunakan analisis nonlinier time history dengan program SAP2000 v.11. Evaluasi yang dilakukan menggunakan batasan drift menurut FEMA 356 dan posisi lokasi sendi plastis menurut mekanisme kehancuran Beam Side Sway Mechanism. Hasil rangkuman dari evaluasi kinerja struktur dari penelitian yang dilakukan, dilihat pada Tabel 2 dengan parameter drift ratio berdasarkan FEMA 356.
Gambar 2.10 Tabel matriks performance berdasarkan drift ratio b. Hasil dan Kesimpulan Berdasarkan
hasil
drift
ratio
bangunan
dapat
ditarik
kesimpulan sebagai berikut : 1) Bangunan
7
lantai
SRPMK12
dan
SRPMK02
menunjukan kinerja yang baik pada level gempa 225 dan 500 tahun. Sedangkan pada level gempa 72 dan 2500 tahun menunjukan kinerja yang tidak baik. 2) Bangunan
7
lantai
SRPMM02
dan
SRPMB02
menunjukan kinerja yang tidak baik pada setiap level gempa yang diujikan.
23
3) Bangunan 3 lantai SRPMK12, SRPMK02, SRPMM02 dan SRPMB02 menunjukan kinerja yang tidak baik pada setiap level gempa yang diujikan. Rangkuman dari hasil kinerja bangunan berdasarkan mekanisme kerusakan Beam Side Sway Mechanism dapat dilihat pada Tabel 3. Beam Side Sway Mechanism mensyaratkan pola kerusakan sendi plastis yang baik hanya terjadi pada bagian balok dan kolom pada bagian pondasi saja.
Gambar 2.11 Tabel matriks performance berdasarkan beam side way mechanism Sedangkan kinerja bangunan 7 dan 3 lantai berdasarkan pola keruntuhan Beam Side Sway Mechanism menunjukan hasil dapat ditarik kesimpulan seperti berikut : 1) Bangunan 7 lantai SRPMK12 menunjukan kinerja yang baik pada level gempa 72, 225 dan 500 tahun. Sedangkan pada level gempa 2500 tahun menunjukan kinerja yang tidak baik.
24
2) Bangunan 7 lantai SRPMK12 menunjukan kinerja yang baik pada level gempa 72 dan 225 tahun. Sedangkan pada level gempa 500 dan 2500 tahun menunjukan kinerja yang tidak baik. 3) Bangunan 7 lantai SRPMM02 dan SRPMB02 menunjukan kinerja yang tidak baik pada level gempa 225, 500 dan 2500 tahun. 4) Bangunan 3 lantai SRPMK12, SRPMK02, SRPMM02 dan SRPMB02 menunjukan kinerja yang baik pada level gempa 72 tahun sedangkan pada level gempa 225, 500 dan 2500 tahun menunjukan kinerja yang tidak baik. 4. Agus Setiawan (2015), Persyaratan Desain Komponen Struktur Lentur Beton Bertulangan Tunggal Antara SNI 03-2847-2002 dan SNI 2847:2013. a. Tujuan Penelitian Kajian yang dilakukan berikut ini hendak membandingkan konsep desain komponen struktur lentur balok beton bertulang berdasarkan SNI 03-2847-2002 dengan SNI 2847:2013, ditinjau dari perbandingan rasio tulangan beton (), terhadap kapasitas momen ultimit dari penampang, serta untuk mengetahui rasio tulangan maksimum (maks) yang diizinkan untuk berbagai mutu beton berdasarkan SNI 2847:2013. Selain itu juga hendak dikaji hubungan antara rasio tulangan terhadap regangan tarik netto, t, yang terjadi pada tulangan baja tarik terluar. b. Metode Penelitian : Analisis Balok Beton Tulangan Tunggal, asumsi - asumsi yang digunakan dalam perencanaan komponen struktur lentur dalam kedua SNI tersebut adalah sebagai berikut :
25
1) Regangan
pada
tulangan
dan
beton
dianggap
berbanding lurus terhadap sumbu netral. 2) Regangan pada serat tekan beton terluar diambil sama dengan 0,003. 3) Tegangan tarik pada tulangan yang kurang dari fy harus diambil sebesar Es dikali regangan tulangan, sedangkan jika regangan tulangan melebihi y, maka tegangan tulangan harus diambil sama dengan fy. 4) Kuat tarik beton harus diabaikan dalam perhitungan aksial dan lentur. 5) Hubungan antara distribusi tegangan tekan beton dan regangan beton diasumsikan berbentuk segi empat, parabola, trapesium, atau bentuk lain yang sesuai dengan hasil pengujian. 6) Tegangan tekan beton sebesar 0,85f’c diasumsikan terdistribusi merata pada area tekan ekivalen yang dibatasi oleh tepi penampang dan garis sejarak a = 1.c dari sisi terluar serat tekan beton. 7) Jarak c dari serat dengan regangan maksimum ke sumbu netral, diukur tegak lurus sumbu tersebut. 8) Faktor 1 harus diambil sebesar 0,85 untuk kuat tekan beton antara 17 dan 28 MPa, dan direduksi sebesar 0,05 untuk tiap kelebihan 7 MPa di atas 28 MPa, namun tidak kurang dari 0,65 Dalam SNI 2847:2013 nilai t menentukan kriteria penampang dari komponen struktur lentur yang ditinjau. Apabila nilai t kurang dari 0,002 maka penampang dikategorikan sebagai penampang terkendali tekan, sedangkan jika nilai t lebih dari 0,005 maka penampang dikategorikan sebagai penampang terkendali tarik.
26
Apabilai nilai berada di antara 0,002 dan 0,005, maka penampang dikategorikan berada dalam daerah transisi. Untuk perencanaan komponen struktur lentur yang tidak memikul beban aksial tekan lebih dari 0,1f/cAg, nilai t dalam SNI 2847:2013 dibatasi untuk tidak kurang dari 0,004. Gambar 5 hingga Gambar 9 menunjukkan hubungan antara nilai rasio tulangan terhadap kapasitas momen lentur penampang, Mu/bd2. Hubungan ini diperoleh dari persamaan (8) di atas.
27
.
28
Dari grafik yang ditunjukkan pada Gambar 5 hingga Gambar 9, terlihat bahwa untuk nilai mutu beton yang sama serta rasio tulangan tarik yang sama, maka kapasitas momen lentur, Mu, yang diperoleh dari SNI 2847 : 2013 akan lebih tinggi daripada yang diperoleh dari SNI 03-2847-2002. Makin besar nilai , maka selisih Mu akan makin besar pula, hingga pada saat regangan tarik kurang dari 0,005, selisih antara kedua nilai Mu ini akan berkurang.
29
c. Kesimpulan : SNI 2847:2013 telah resmi diberlakukan sebagai pengganti dari SNI 03-2847- 2002, beberapa perubahan dalam perencanaan komponen struktur lentur perlu mendapat perhatian dari para pelaku teknis di bidang konstruksi, terutama sebagai perencana struktur. Beberapa hal yang dapat diringkas sebagai kesimpulan dari kajian yang telah dilakukan, antara lain : 1) Permasalahan
desain
dan
analisis
penampang
komponen struktur lentur pada SNI 2013 dilakukan berdasarkan konsep regangan yang terjadi pada tulangan tarik, regangan minimum yang boleh terjadi adalah sebesar 0,004. 2) Batasan rasio tulangan maksimum menurut SNI 2013 berada pada kisaran 0,71b, yang artinya mengalami penurunan dibandingkan SNI 2002 (maks = 0,75b). SNI 2013 memberikan keleluasaan pada perencana untuk menggunakan jumlah tulangan yang lebih kecil (dibandingkan peraturan 2002). 3) SNI 2013 dapat mereduksi kebutuhan terhadap luas tulangan tarik hingga 15% dibandingkan syarat dalam SNI 2002. 4) Pada batas rasio tulangan maksimum, maka kapasitas lentur penampang yang dihasilkan dari SNI 2013 akan lebih kecil sekitar 1,7% dibandingkan hasil desain menggunakan SNI 2002. 5) Agar dapat menggunakan faktor reduksi kekuatan, , sebesar 0,90, maka rasio tulangan dibatasi sebesar 0,625b. 6) Kajian
lanjutan
terhadap
metode
perencanaan
komponen struktur lentur yang berbasiskan regangan
30
tulangan tarik ini, hendaknya dilakukan pula terhadap balok beton bertulangan rangkap.
5. Agustinus Agus Setiawan (2014) ,Studi Perbandingan Gaya Geser Dasar
Seismik
Berdasarkan
SNI-03-1726-2002
Dan
SNI
1726:2012 Studi Kasus Struktur Gedung Grand Edge Semarang. Struktur bangunan gedung Grand Edge Hotel dan Mallyang berlokasi di kota Semarang, direncanakan sebagai suatu struktur gedung beton bertulang yang terdiri dari 13 lapis lantai. Struktur pemikul beban terdiri dari Struktur Rangka Pemikul Momen Khusus. Pada tahap awal desain, struktur direncanakan terhadap beban gempa sesuai Perencanaan
Ketahanan
dengan Gempa
SNI 03-1726-2002 (Standar Untuk
Struktur
Bangunan
Gedung), yang didasarkan pada gempa rencana dengan periode ulang 500 tahun. Seiring dengan ditetapkannya SNI 1726:2012 (Standar Perencanaan Ketahanan Gempa Untuk Struktur Bangunan Gedung dan Non Gedung) yang didasarkan pada gempa rencana periode ulang 2500 tahun, maka perhitungan gaya gempa harus didesain ulang. a. Tujuan Penelitian Studi ini bertujuan untuk melakukan perbandingan antara kedua tata cara tersebut ditinjau dari perubahan gaya geser dasar seismik serta pemeriksaan terhadap kinerja struktur gedung ditinjau dari simpangan antar lantai yang terjadi.Hasil analisis dinamis yang diperoleh menggunakan program ETABS v.9.0.0 menunjukkan terjadi peningkatan gaya geser dasar seismik sebesar 107 %, dalam arah X maupun dalam arah Y.
31
b. Metode Penelitian Struktur gedung Grand Edge Hotel dan Mall yang terdiri dari 13 lapis lantai, berlokasi di kota Semarang dan berdiri pada lapisan tanah keras, akan dianalisis secara dinamik (menggunakan metode ragam spektrum respon) dan secara statis ekivalen menggunakan dua macam beban gempa yang merujuk pada SNI 03-1726-2002 dan SNI 1726:2012. Tipe struktur yang dipilih adalah Struktur Ganda, yang merupakan kombinasi Struktur Rangka Pemikul Momen Khusus dan Dinding Struktural Khusus.
Gambar 2.19 Spektrum respon gempa rencana Gambar 2.19 menunjukkan perbandingan kurva spektrum respon yang dihasilkan dari SNI 03-1726-2002 dan 2012. Dari gambar tersebut nampak jelas bahwa terdapat perbedaan yang cukup signifikan pada kurva spektrum respon dari kedua peraturan tersebut, khusus untuk lokasi bangunan yang berada pada lapisan tanah keras pada kota Semarang.
32
Gambar 2.20 Tabel Pemeriksaan Terhadap Syarat Simpangan Antar Lantai Dalam Arah X
Gambar 2.21 Tabel .Pemeriksaan Terhadap Syarat Simpangan Antar Lantai Dalam Arah Y
33
Gambar 2.22 simpangan lantai arah
Gambar 2.23 simpangan lantai arah –y
arah - x
Hasil pemeriksaan terhadap syarat simpangan antar lantai menunjukkan bahwa untuk kedua peraturan tersebut, semua syarat simpangan antar lantai dapat terpenuhi dengan baik. c. Hasil dan Kesimpulan Dari hasil analisis ulang terhadap struktur bangunan Grand Edge Hotel dan Mall, ditinjau dari pengaruh perubahan beban gempa desain (perubahan dari SNI 03-1726-2002 ke SNI 1726:2012), maka dapat diambil beberapa kesimpulan sebagai berikut : 1) Secara statik ekivalen, gaya geser dasar seismik mengalami peningkatan
yang
cukup
signifikan
yaitu
sebesar
150.178,49 kgf (SNI 2002) menjadi 372.915,14 kgf (SNI 2012), yang naik hampir 2,5 kali lipatnya.
34
2) Dari hasil analisis dinamis dengan metode analisis ragam spektrum respon, gaya geser dasar seismik yang dihasilkan juga mengalami perubahan yang cukup besar. Untuk kedua arah (X dan Y) gaya geser dasar seismik analisis dinamis meningkat sebesar 107%. 3) Karena gaya geser dasar seismik hasil analisis dinamis masih kurang dari 0,8V1 (untuk SNI 2002), dan juga masih kurang dari 0,85V1 (untuk SNI 2012), maka analisis dinamis
diulang
kembali
dengan
memperbesarnya
menggunakan faktor skala. 4) Hasil pemeriksaan terhadap simpangan antar lantai, baik sesuai peraturan SNI 2002 maupun SNI 2012, struktur gedung Grand Edge Hotel dan Mall masih menunjukkan tingkat kinerja yang aman. C. Keaslian Penelitian Paramita Andini (2016), Studi Komparasi Perancangan Struktur Gedung Berdasarkan SNI 03- 2847 – 2002 dan SNI 2847:2013 dengan SNI 1726:2012 dengan studi kasus bangunan gedung Apartemen Malioboro City Yogyakarta. 1. Tujuan Penelitian Penelitian ini dilakukan dengan tujuan adalah untuk membandingkan hasil perencanaan penulangan gedung dilapangan yang masih menggunakan peraturan lama SNI 2002 dengan hasil perencanaan ulang penulangan gedung dengan peraturan baru berdasarkan SNI 2013. 2. Metode Penelitian Dengan mengevaluasi penulangan
gedung dilapangan yang
masih
menggunakan peraturan lama dengan hasil perencanaan ulang penulangan gedung dengan peraturan baru berdasarkan SNI 1726:2012 dan SNI 2847:2013. Gedung yang didesain ulang yaitu Apartemen Malioboro City Yogyakarta dengan 11 lapisan lantai. Pemodelan sendiri akan menggunakan software SAP 2000 v.14. dan Microsoft Exel 2010.
35
3. Hasil yang diharapkaan, yakni : a) Untuk mengetahui berapa perbandingan hasil perencanaan tulangan lentur balok yang masih menggunakan peraturan lama SNI 03 – 2847 – 2002 dengan hasil perencanaan ulang berdasarkan SNI 2847:2013 dan SNI 1726:2012. b) Untuk mengetahui berapa perbandingan hasil perencanaan tulangan geser balok yang masih menggunakan peraturan lama SNI 03- 2847 – 2002 dengan hasil perencanaan ulang berdasarkan SNI 2847:2013 dan SNI 1726:2012. c) Untuk mengetahui berapa perbandingan hasil perencanaan tulangan lentur dan tulangan geser kolom yang masih menggunakan peraturan lama SNI 03- 2847 – 2002 dengan hasil perencanaan ulang berdasarkan SNI 2847:2013 dan SNI 1726:2012.