BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan tentang Satwa Liar 1. Pengertian Satwa merupakan sebagian sumber daya alam yang tidak ternilai harganya, sehingga kelestariannya perlu dijaga agar tidak punah baik karena factor alam, maupun perbuatan manusia seperti perburuan, dan kepemilikan satwa yang tidak sah. Menurut Pasal 1 ayat 5 UU No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya, Satwa adalah semua jenis sumber daya alam hewani yang hidup di darat, dan atau di air, dan atau di udara. Sedangkan yang dimaksud dengan Satwa liar dalam pasal 1 ayat 7 UU No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya adalah semua binatang yang hidup di darat, dan atau di air, dan atau di udara yang masih mempunyai sifat-sifat liar, baik yang hidup bebas maupun yang dipelihara oleh manusia, selain itu juga satwa liar dapat diartikan semua binatang yang hidup di darat dan di air yang masih mempunyai sifat liar, baik yang hidup bebas maupun yang dipelihara oleh manusia. Satwa migran satwa yang berpindah tempat secara teratur dalam waktu dan ruang tertentu1, Satwa yang boleh diburu adalah satwa yang menurut undang-undang atau peraturan telah ditetapkan untuk dapat diburu. Sedangkan Satwa langka adalah binatang yang tinggal sedikit jumlahnya dan perlu dilindungi (spt jalak putih, cenderawasih).
1
Cahyadi, 2012, Definisi Satwa Liar (online), http://cahyadiblogsan.blogspot.com/2012/04/definisi-satwa-liar.html (30 oktober 2012)
Satwa liar berpengaruh terhadap tanah dan vegetasi dan memegang peran kunci dalam
penyebaran,
pertumbuhan
tanaman,
penyerbukan
dan pematangan
biji,
penyuburan tanah, penguraian organisme mati menjadi zat organik yang lebih berguna bagi kehidupan tumbuhan, penyerbukan dan pengubah tumbuh-tumbuhan dan tanah Satwa liar juga berperan dalam perekonomian lokal dan nasional, nilai ekonomi satwa sebagai sumber daya alam sangat terkenal di wilayah tropik, terutama di Benua Afrika, dan hingga saat ini merupakan aset yang layak dipertimbangkan. Pemanfaatan satwa liar secara langsung ada beberapa macam, antara lain 1) Perburuan tradisional untuk makanan yang biasa dilakukan oleh suku -suku pedalaman 2) Perburuan tradisional seperti kulit yang biasanya digunakan sebagai bahan pembuat tas, baju/hiasan lain oleh penduduk asli 3) Mengumpulkan dan menjual beberapa jenis satwa liar 4) Menjual produk-produk dari satwa liar, seperti daging, kulit, ranggah, cula dan gading 5) Berburu untuk tujuan memperoleh penghargaan (trophy) atau untuk olahraga wisatawan 6) Melindungi satwa liar di taman nasional sebagai atraksi untuk wisatawan yang harus membayar bila akan melihat, meneliti, memotret atau mendekatinya2. Dalam Undang- Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya pada Pasal 20 ayat (1) membagi satwa dan
2
Wiratno,dkk, 2001,Berkaca dicermin Retak : Refleksi Konservasi dan Implikasi bagi pengelolaan taman Nasional, The Gibon Foundation, Jakarta, Hal.106-107.
tumbuhan dalam dua jenis yakni satwa dan tumbuhan yang dilindungi dan satwa dan tumbuhan yang tidak dilindungi, satwa dan tumbuhan yang dilindungi adalah satwa dan tumbuhan yan g dalam bahaya kepunahan dan yang populasinya jarang. Peraturan
perundang -undangan
yang
khusus
mengatur
mengenai
satwa dan
tumbuhan yang dilindungi terdapat dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1999 Tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa, penetapan mengenai satwa atau tumbuhan yang dilindungi terdapat dalam Pasal 4, 5 dan 6 dalam Peraturan Pemerintah ini. 2. Jenis-jenis satwa yang dilindungi Dalam lampiran Peraturan Pemerintah No. 7 Tahun 1999 tentang Pengawetan jenis tumbuhan dan Satwa, secara umum di Indonesia dikenal ada 236 Nama Satwa yang di lindungi yang terdiri dari jenis mamalia sejumlah 70, Aves 70 jenis, Reptilia 30 jenis, Insecta 18 jenis, Pisces 7 jenis, Anthozoa 1, dan Bivalvia 13 jenis. Sedangkan di Gorontalo Sendiri dari 236 jenis satwa liar yang dilindungi, terdapat beberapa satwa liar yang sering ditemui yang terdiri dari Mamalia seperti Babirusa (Babyrousa babyrussa), monyet hitam Sulawesi (Cynopithecus niger), Kera tak berbuntut (Hylobatidae), Bajing tanah,atau tupai tanah (Lariscus insignis), monyet sualwesi (Macaca Maura atau Macaca brunnescens), tarsius (Tarsius spp.), Aves seperti Elang (Accipitridae), Burung udang/raja udang (Alcedinidae), Rangkong (Bucerotidae), Burung dara Mahkota (Goura spp), dan Burung Maleo(Macrocephalon maleo). Semua jenis satwa yang ada digorontalo sebagaimana yang disebutkan, ada yang di peruntukan sebagai hewan peliharaan, ada juga yang di jadikan sebagai hewan buruan.
Beberapa alasan mengapa kepemilikan satwa yang dilindungi
merupakan suatu
tindakan yang merugikan bagi diri sendiri maupun orang lain diantaranya, pertama memelihara satwa yang dilindungi berarti membahayakan kita dan anggota keluarga yakni dalam hal, kemungkinan penyakit menular yang ada pada diri satwa tersebut, yang tanpa kita sadari seperti flu burung, anthrax , rabies dan penyakit lain yang berbahaya bagi kesehatan manusia sela in penyakit juga ancaman serangan dari satwa tersebut karena walaupun jinak tetapi naluri sebagai binatang liar masih ada. Kedua memelihara satwa liar dilindungi identik dengan menyiksa dan menganiayanya yakni, dalam hal kebutuhan akan makanan yang terkadang tidak sesuai dengan pola makan alami dari satwa tersebut, kebutuhan akan ruang habitat, dan kebutuhan akan pasangan atau keluarga. Ketiga memelihara satwa dilindungi menjadikan kita sebagai pengganggu
masyarakat sekitar kita
seperti kebisingan yang d itimbulkan oleh
satwa dan bau yang ditimbulkan. Keempat memelihara satwa liar dilindungi merupakan pemborosan yakni, dalam hal, pemeriksaan rutin, anggaran untuk pakan dan kandang. Kelima memelihara satwa liar dilindungi berarti kita berperan merusak hutan dan masa depan manusia, tanpa kita sadari satwa yang kita pelihara mempunyai peranan yang penting dalam kelestarian hutan karena fungsinya sebagai penyeimbang pertumbuhan populasi dan membantu regenerasi hutan3.
3
www.konus.or.id.
B. Tinjauan tentang Balai Kelestarian Sumber Daya Alam (BKSDA) Sulut. 1. Tugas pokok dan Fungsi BKSDA Sulut : Tugas : melaksanakan pengelolaan kawasan suaka margasatwa, cagar alam, taman wisata alam, taman buru serta konservasi tumbuhan dan satwa liar didalam dan diluar kawasan. Fungsi BKSDA Sulut yaitu : a. Penyusunan rencana, program, dan evaluasi pengelolaan kawasan suaka margasatwa, cagar alam, taman wisata alam dan taman buru, serta konservasi tumbuhan dan satwa liar didalam dan diluar kawasan. b. Pengelolaan kawasan suaka margasatwa, cagar alam, taman wisata alam dan taman buru serta konservasi tumbuhan dan satwa liar didalam dan diluar kawasan. c. Perlindungan, pengamanan dan karantina sumber daya alam hayati didalam dan diluar kawasan. d. Pengamanan, perlindungan dan penanggulangan kebakaran hutan. e. Promosi dan informasi konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistem kawasan suaka margasatwa, cagar alam, taman wisata alam dan taman buru. f. Pelaksanaan bina wisata alam dan cinta alam serta penyuluhan konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya. g. Kerja sama pengembangan konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya. h. Pelaksanaan urusan tata usaha dan rumah tangga.
2. Kawasan Konservasi yang dikelola BKSDA Sulut :
a. Kawasan Konservasi yang Dikelola BKSDA Sulut 1. Taman Wisata Batu Putih 2. Taman Wisata Batu Angus 3. Cagar Alam Tangkoko 4. Cagar Alam Duasudara 5. Cagar Alam Gn. Lokon 6.
Suaka Margasatwa Manembo-nembo
7. Cagar Alam Gn. Ambang 8. Cagar Alam Tangale 9. Cagar Alam Mas Popaya Raja 10. Suaka Margasatwa Nantu 11. Cagar Alam Panua 12. Cagar Alam Tanjung Panjang
13. Suaka Margasatwa Karakelang b. Keadaan areal kawasan konservasi sulut Sampai dengan tahun 2010 Tabel 2 : Data mengenai kawasan konservasi sulut Sampai dengan tahun 2010
Nama No
Luas (Ha) Kawasan
1.
CA Gunung
Surat Keputusan
Potensi
Penetapan
Kawasan
/Penunjukan
Perlindungan
SK. Menhut No.
- Habitat
Kedudukan Kab / Kota
720
Tomohon
Lokon
109/Kpts-II/2003
pandan hutan,
Tgl. 27 Maret 2003
gunung berapi aktif.
2.
CA
3.196
Bitung
Tangkoko
GB. No. 6 Stbl 90
- Habitat
Tgl. 12 Februari
flora/fauna
1919
dilindungi, tarsius
3.
4.
CA Panua
CA Mas
45.575
160
Popaya
Pohuwato
CA Dua Sudara
- Maleo,
471 /Kpts-II /92 Tgl.
Macaca
22 Mei 1992
hecky, dll
Gorontalo
GB. No. 29 Stbl 626
Utara
Tgl. 17 Oktober
Raja 5.
SK. Menhut No.
- Habitat penyu
1939 4.299
Bitung
SK. Mentan No.
- Habitat satwa
700/Kpts/
dilindungi,
Um/11/1978 Tgl. 13
burung
Nama No
Surat Keputusan
Potensi
Penetapan
Kawasan
/Penunjukan
Perlindungan
Kedudukan Luas (Ha)
Kawasan
Kab / Kota
November 1978
rangkong, kera hitam Sulawesi
6.
SM Gunung
6.500
Minahasa,
SK. Mentan No.
- Habitat satwa
Manembo-
Minahasa
441/Kpts/
dilindung,
nembo
Selatan
Um/7/1978 Tgl. 16
burung
Juli 1978
rangkong, kera hitam Sulawesi
7.
SM
24.669
Kep. Talaud
Karakelang
SK. Menhut No. 97/
- Habitat
Kpts-II/2000 Tgl.
burung
22-12-2000
dilindungi, sampiri
8.
TWA Batu
615
Bitung
Putih
9.
TWA Batu Angus
635
Bitung
SK Mentan No.
- Kera hitam,
1049/Kpts
rangkong,
/Um/12/1981 Tgl. 24
tangkasi &
Desember 1981
rekreasi
SK Mentan No. 1049/Kpts /Um/12/1981 Tgl. 24
- Rekreasi, dll
Nama No
Surat Keputusan
Potensi
Penetapan
Kawasan
/Penunjukan
Perlindungan
Kedudukan Luas (Ha)
Kawasan
Kab / Kota
Desember 1981 10.
11.
SM Nantu
CA Tanjung
31.172,2
3.000
Gorontalo,
SK Menhut No. SK.
Gorontalo
101/Menhut-II/2005
Utara, Boalemo
Tgl. 25 April 2005
Pohuwato
SK. Menhut No.
Panjang
- Babirusa, dll
- Burung
573/KPTS-II/1995
Maleo,
Tgl. 30 Oktober1995
burung air, mangrove
12.
CA Tangale
112,5
Gorontalo
SK Menhut 431/Kpts-II/92 Tgl.
- Nantu, Cempaka
5 Mei 1992 13.
CA Gunung
+18.765,4*)
Ambang
Bolaang
SK.Menhutbun
Mongondow,
No.425/Kpts
(Macaca
Bolaang
/II/1999 Tgl. 17
hecki), Ninox
Mongondow
Juni 1999#)
eos
Timur, Minahasa Selatan Jumlah
139.419,1
Sumber : Data BKSDA Sulut
- Anoa, Dige
3. Kegiatan Pengelolaan BKSDA Sulut : a. Kegiatan Pengelolaan •
Penyusunan Rencana dan Program
•
Pengamanan Kawasan Konservasi
•
Pencegahan dan Penanggulangan Kebakaran Kawasan Konservasi
•
Pembinaan Daerah Penyangga
•
Pembinaan Sumber Daya Manusia
•
Pembinaan Generasi Muda Pencinta Alam dan Kader Konservasi
•
Penyebaran Informasi Konservasi
•
Pengamanan Peredaran Flora Fauna
•
Inventaris Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya
b. Kerja Sama Pengelolaan •
Macaca Nigra Project, Tangkoko – Bitung
•
Pusat Penyelamatan Satwa Tasikoki (PPST)
•
Dr. Lynn Clayton
•
Yayasan Adudu Nantu International
•
Taman Satwa Tandurusa – Bitung
•
Selamatkan Yaki, Manado
•
Pendidikan Konservasi Tangkoko, Bitung
•
PT. Matahari Kahuripan, Jakarta
•
Instansi Pemerintahan Terkait
c. Pesan Konservasi Tegakkan peraturan pelestarian dan ketentuan yang berlaku.
Laporkan penangkap, pedagang dan pembeli satwa liar yang dilindungi kepada polisi atau petugas KSDA untuk diproses secara hukum. Bantu mensosialisasikan upaya penyadaran tahuan konservasi. Bantu petugas KSDA dalam menjalankan tugas pengamanan kawasan konservasi beserta flora serta faunan didalamnya. Berhentilah menbeli satwa untuk diperoleh atau dijadikan hiasan.
C. Tinjauan tentang Polisi Kehutanan(Polhut) 1. Pengertian Sebelum membahas tentang Polisi kehutanan, terlebih dahulu akan dijelaskan mengenai polisi itu sendiri. Polisi mempunyai dua arti, yaitu arti formil dan materil4. Yang dimaksud dengan arti formil adalah mencakup
penjelasan tentang organisasi dan
kedudukan suatu instansi kepolisian, dan arti materil yaitu memberikan jawaban terhadap persoalan-persoalan tugas dan wewenang dalam rangka menghadapi bahaya atau gangguan keamanan dan ketertiban baik dalam rangka kewenangan kepolisian umum, melalui ketentuan – ketentuan yang diatur dalam peratuan atau undang-undang. Dengan demikian, polisi
merupakan segenap organ pemerintah yang ditugaskan
mengawasi, jika perlu menggunakan paksaan, supaya yang diperintah menjalankan dan tidak melakukan larangan-larangan pemerintah, termasuk dalam hal menjaga kelestarian hutan dan satwa yang terkandung didalamnya. Selain pihak penyidik kepolisian, untuk menjamin terselenggaranya perlindungan hutan, maka kepada pejabat kehutanan tertentu sesuai dengan sifat pekerjaannya diberikan wewenang kepolisian khusus yang disebut polisi kehutan. Sebagaimana yang diatur dalam Pasal 77 ayat (1) Undang-undang No.41 4
Abdussaalam R. 1997 penegakan hukum dilapanaganoleh Polri, dnas hukumpolri Jakarta, hal 20
Tahun 1999 tentang Kehutanan “Selain pejabat penyidik Kepolisian Negara Republik Indonesia, pejabat pegawai Negeri Sipil tertentu yang lingkup tugas dan tanggung jawabnya meliputi pengurusan hutan, diberi wewenang khusus sebagai penyidik sebagaimana dimaksud dalam Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana”. Adapun dalam , pasal 1 ayat (1) Kitab Hukum Acara Pidana Kita, mengatakan bahwa Penyidik adalah pejabat polisi Negara Repoblik Indonesia atau pejabat pegawai negeri sipil tertnetu yang diberi wewenang khusus oleh undang-undang untuk melakukan penyidikan. Sedangkan, menurut Pasal 1 ayat (1) Peraturan Menteri Kehutanan No.p.71/MenhutII/2008 tentang Pakaian atribut, dan kelengkapan Seragam Polisi Kehutanan, yang dimaksud dengan Polisi Kehutanan yang selanjutnya disingkat Polhut adalah pejabat tertentu dalam lingkup intansi kehutanan pusat dan daerah yang sesuai dengan sifat pekerjaannya, menyelenggarakan dan atau melaksanakan usaha perlindungan hutan yang oleh kuasa undang-undang diberi wewenang kepolisian khusus dibidang kehutanan dan konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya5. Tugas pokok Polisi Kehutanan adalah menyiapkan, melaksanakan, mengembangkan, memantau, dan mengevaluasi serta melaporkan kegiatan perlindungan dan pengamanan hutan serta pengawasan peredaran hasil hutan6. 2. Perlengkapan Dalam rangka mendukung pelaksanaan kegiatan kedinasan, Polhut dan SPORC dapat menggunakan perlengkapan diri, adapun perlengkapan diri yang dimaksud berupa: 1) Borgol 2) Senter. 5
Pasal 1 ayat (1) Permen Kehutanan Tahun 2008 Pasal 4 Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan aparatur negara dan Reformasi Birokrasi No.17 Tahun 2011 tentang Jabatan Fungsional Polisi Kehutanan dan angka Kreditnya. 6
3) Golok. 4) Buku Saku Polhut (dimasukkan dalam PDH dan PDL Polhut dan SPORC) 5) Pisau sangkur 6) Pluit 7) Ransel 8) Tongkat karet. 9) Nesting 10) Veldples/tempat air 11) Jas Hujan/ponco 12) Tali-temali7. 3. Kode Etik Polisi Kehutanan Sebagaimana Pegawai Negeri pada umumnya, Polhut juga memiliki Kode Etik Polhut, yaitu Budhi – Bhakti – Wirawana (Ksatria rimba yang berdedikasi tinggi dan berakhlak mulia). 4. Pedoman Kerja Polisi Kehutanan Pedoman Kerja polisi kehutanan antara lain adalah Disiplin, Hierarki, dan kehormatan. Dengan demikian dalam melaksanakan tugas Polhut selalu berpegangan pada pedoman kerja yang telah diatur dalam Undang-undang.
D. Tinjauan tentang Pertanggung jawaban dalam Hukum Pidana 1. Pertanggung jawaban Pidana. Kejahatan yang semakin meningkat dan sering terjadi dalam masyarakat merupakan hal yang sangat diperhatikan, sehingga mengundang pemerintah (negara) sebagai pelayan, 7
Pasal 19 ayat (1) dan ayat (2) Permen Kehutanan Tahun 2008
pelindung masyarakat untuk menanggulangi meluasnya dan bertambahnya kejahatan yang melanggar nilai-nilai maupun norma-norma yang hidup dan berlaku didalam suatu masyarakat sehingga kejahatan tersebut oleh negara dijadikan sebagai perbuatan pidana untuk tindak pidana. Hukum pidana adalah bagian dari keseluruhan hukum yang berlaku disuatu Negara, yang mengadakan dasar-dasar dan aturan-aturan untuk : 1) Menentukan perbuatan-perbuatan mana yang tidak boleh dilakukan, yang dilarang, dengan disertai ancaman atau sanksi yang berupa pidana tertentu bagi barangsiapa melanggar larangan tersebut. 2) Menentukan kapan dan dalam hal-hal apa kepada mereka yang telah melanggar larangan-larangan itu dapat dikenakan atau dijatuhi pidana sebagaimana yang telah diancamkan. 3) Menentukan dengan cara bagaimana pengenaan pidana itu dapat dilaksanakan apabila ada orang yang disangka telah melanggar larangan tersebut.8 Hukum pidana sebagai salah satu upaya untuk penyelesaian setiap permasalahan yang terjadi di masyarakat baik itu kejahatan maupun pelanggaran sangat diharapkan memberikan solusi yang terbaik sehingga tetap menjaga stabilitas dan keamanan sosial masyarakat. Menjaga stabilitas dan keamanan sosial sudah menjadi tanggung jawab negara lewat lembaga Kepolisian yang telah diberikan amanat oleh undang-undang. Hukum pidana merupakan sarana yang penting dalam penanggulangan kejahatan atau mungkin sebagai obat dalam memberantas kejahatan yang meresahkan dan merugikan masyarakat pada umunya dan korban pada khususnya.
8
Moeljatno, asas-asas hukum pidana, Rineka Cipta, Jakarta, 2008, hal 1.
Pertanggung
jawaban
pidana
dalam
istilah
asing
tersebut
juga
dengan
teorekenbaardheid atau criminal responsibility yang menjurus kepada pemidanaan petindak dengan maksud untuk menentukan apakah seseorang terdakwa atau tersangka dipertanggung jawabkan atas suatu tindakan pidana yang terjadi atau tidak9. Penyebab sehingga munculnya pertanggung jawaban pidana adalah kesalahan dan kealpaan. Dimana kesalahan adalah adanya keadaan psikis yang tertentu pada orang yag melakukan perbuatan pidana dan adanya hubungan antara keadaan tersebut dengan perbuatan yang dilakukan yang sedemikian rupa, sehingga orang itu dapat dicela, karena melakukan perbuatan tadi10. Untuk adanya kesalahan, harus dipikirkan dua hal disamping melakukan perbuatan pidana: 1) Adanya keadaan psikis (batin) yang tertentu, dan 2) adanya hubungan yang tertentu antara keadaan batin tersebut dengan perbuatan yang dilakukan, hingga menimbulkan celaan tadi. Sedangkan kealpaan merupakan bentuk dari kesalahan yang dapat dimintai pertanggung jawaban atas perbuatan seseorang yang dilakukannya, seperti yang tercantum dalam Pasal 359 KUHP yang menyatakan sebagai berikut : “Barang siapa karena kealpaannya menyebabkan matinya orang lain diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau kurangan paling lama satu tahun.” Kealpaan mengandung dua syarat, yaitu : 1. Tidak mengadakan penduga-duga sebagaimana diharuskan hukum
9
Saifudin, 2009, Pertanggung jawaban http://saifudiendjsh.blogspot.com/2009/08/pertanggungjawaban-pidana.html(30 oktober 2012) 10 Moeljatno, Asas-asas Hukum Pidana, PT. Rineka Cipta, Jakarta, 2009, Hal 171
Pidana(online),
2. Tidak mengadakan penghati-hati sebagaimana diharuskan hukum11 Pertanggung jawaban pidana atau kesalahan menurut hukum pidana, terdiri atas tiga syarat yaitu : 1. Kemampuan bertanggung jawab atau dapat dipertanggung jawabkan dari si pembuat. 2. Adanya perbuatan melawan hukum yaitu suatu sikap psikis si pelaku yang berhubungan dengan kelakuannya yaitu : Disengaja dan Sikap kurang hati-hati atau lalai 3. Tidak ada alasan pembenar atau alasan yang menghapuskan pertanggung jawaban pidana bagi si pembuat12. Orang tidak mungkin dipertanggung jawabkan(dijatuhi pidana) kalau dia tidak melakukan perbuatan pidana. Tetapi meskipun melakukan perbuatan pidana, tidak selalu dapat di pidana13. Mengenai persoalan tidak dapat dijatuhi pidana jika tidak melakukan perbuatan pidana, ini sangat jelas, sebagai contoh ada seseorang yang memiliki perangai yang buruk dimasyarakat, dia sangat kikir, tidak suka menolong orang lain, tidak menghiraukan kepentingan orang lain, sehingga banyak orang yang tidak menyukainya, namun untuk dijatuhi pidana, untuk dapat dipertanggung jawabkan menurut hukum pidana, tidaklah mungkin selama dia tidak melanggar larangan-larangan atau melakukan kejahatan yang diatur dalam KUHP.
11
Saifudin loc cit Ibid 13 Moeljatno, loc cit 12
Adapun mengenai tidak selalu dapat dipidana, meskipun melakukan perbuatan pidana, seperti contoh seorang anak yang bermain dengan korek api disamping rumah tetangga, yang kemudian menyebabkan kebakaran, maka anak itu tidak dapat diperkarakan untuk dipertanggung jawabkan perbuatannya. 2. Asas Pertanggung jawaban Pidana. a. Asas Geen Straf Zonder Schuld. Adanya tindak pidana berdasarkan pada asas legalitas yang dalam KUHP dirumuskan dalam pasal 1 ayat (1) yang berbunyi Tiada suatu perbuatan dapat dipidana kecuali atas kekuatan aturan pidana dalam perundang-undang yang telah ada, sebelum perbuatan di lakukan. Sedangkan adanya pertanggung jawaban dalam hukum pidana di dasarkan asas geen straf zonder schuld atau tiada pidana tanpa kesalahan, yaiut terjadinya pidana belum pasti diikuti dengan pemidanaan-pemidanaan baru dapat dilakukan apabila orang yang melakukan tindak pidana dapat dipertanggung jawabkan dalam hukum pidana. Sebaliknya apabila orang yang melakukan tindak pidana tidak dapat dipertanggung jawabkan dalam hukum pidana, walaupun ia telah melakukan perbuatan yang dirumuskan sebagai tindak pidana, ia tidak akan dijatuhi pidana14. Asas ini tidak dirumuskan dalam KUHP akan tetapi telah berkembang dan diakui dalam dunia praktek. Dewasa ini di Indonesia asas ini dapat dijumpai dalam Pasal 6 ayat (2) Undang-Undang Pokok kekuasaan Kehakiman berikut: “Tiada seorang juapun yang dapat dijatuhi pidana, kecuali apabila pengadilan, karena alat pembuktian yang sah menurut undang-undang, mendapat keyakinan,
14
Mascruchin Rubai, dan Made S. Astuti, Hukum Pidana I, PT. Rineka Cipta, Jakarta, 2004, Hal.54
bahwa seorang yang dianggap dapat bertanggung jawab, telah bersalah atas perbuatan yang dituduh atas dirinya”. b. Asas Strict Liability Selain Asas Geen Straf Zonder Schuld, dikenal juga asasStict Liability dimana pengertian dari Strict liability adalah Pemidanaannya tidak menghapuskan adanya kesalahan (mens area) petindak. Petindak dianggap mutlak dapat dipertanggung jawabkan atas tindak pidana yang dilakukan15. Ada beberapa alasan yang dapat dikemukakan untuk memberlakukan asas strict liability, yaitu : a) Adalah essensial untuk menjamin, bahwa peraturan hukum yang penting tertentu demi kesejahteraan masyarakat harus ditaati. b) Pembuktian mens are (sikap batin pembuat) terhadap delik-delik tertentu sangat sulit. c) Suatu tingkat tinggi “bahaya social” dapat membenarkan penafsiran suatu delik yang menyangkut Strict Liability16.
3. Kemampuan Bertanggng Jawab Dalam KUHP tidak terdapat rumusan tentang pengertian kemampuan bertanggung jawab, oleh karena itu pengertian ini dapat di lihat dari dunia ilmu pengetahuan hukum. Menurut simons, kemampuan bertanggung jawab seagai suatu keadaan psychis sedemikian, yang membenarkan penerapan sesuatu upaya pemidanaan, baik dilihat dari
15
Ibid A.Z Abidin dalam Mascruchin Rubai, dan Made S. Astuti, Hukum Pidana I, PT. Rineka Cipta, Jakarta, 2004, hal.55 16
sudut umum orangnya17. Seseorang dikatakan mampu bertanggung jawab apabila jiwanya sehat sehingga : 1) Ia mampu untuk mengetahui atau menyadari bahwa perbuatannya bertentangan dengan hukum. 2) Ia dapat menentukan kehendaknya sesuai dengan kesadaran tersebut. Menurut Van Bomel, kemampuan bertanggung jawab adalah suatu keadaan normalitas psychis dan kematangan (kecerdasan) yang membawa tiga kemampuan, yakni: 1) Mampu untuk mengerti nilai dari akibat-akibat perbuatannya sendiri. 2) Memapu untuk menyadari, bahwa perbuatannya itu menurut pandangan masyarakat tidak dibolehkan. 3) Mampu untuk menentukan kehendaknya atas perbuatan-perbuatan itu18. Dari dua definisi yang diberikan ahli hukum tersebut, dapat diambil kesimpulan bahwa untuk adanya kemampuan bertanggung jawab harus ada: 1) Kemampuan untuk membeda-bedakan antara perbuatan yang baik dan yang buruk; yang sesuai hukum dan yang melawan hukum, 2) Kemampuan untuk menentukan kehendaknya menurut keinsafan tentang baik dan buruknya perbuatan tadi19. Ada dua faktor dasar untuk menentukan adanya kemampuan bertanggung jawab, yaitu faktor akal (intellectual factor) yaitu dapat membeda-bedakan antara perbuatan yang diperbolehkan dan yang tidak, dan faktor kehendak (volitional factor) yaitu dapat menyesuaikan tingkah lakunya dengan keinsyafan atas mana yang diperbolehkan dan 17
Mascruchin Rubai, dan Made S Op cit hal.55 Ibid 19 Moeljatno, Asas-asas Hukum Pidana, PT. Rineka Cipta, Jakarta, 2009, Hal 178-179 18
mana yang tidak20. Sehingga seorang dikatakan mempu bertanggung jawab apabila akalnya sehat, dalam arti mampu membedakan mana perbuatan yang bisa dilakukan dan mana perbuatan yang dilarang. Disamping itu orang terseut harus mampu menyesuaikan tingkah lakunya dengan kesadarannya atas perbuatan yang diperbolehkan dan yang dilarang. Faktor kehendak ini adalah salah satu faktor untuk menentukan kesalahan atau pertanggung jawaban dalam hukum Pidana. Dalam KUHP mengenai pertanggung jawaban Pidana ini dimuat dalam Bab III mengenai hal-hal yang mengahapuskan, mnegurangi atau memberatkan pidana, dalam pasal 44 ayat (1) KUHP dikatakan “Barang siapa melakukan perbuatan yang tidak dapat dipertanggungkan kepadanya karena jiwanya cacat dalam pertumbuhan atau terganggu karena penyakit, tidak dipidana”. Alasan-alasan yang dirumuskan dalam Pasal 44 KUHP itu, berupa keadaan pribadi si petindak yang bersifat biologis yaitu jiwanya cacat dalam pertumbuhannya atau jiwanya terganggu karena penyakit. Yang termasuk cacat pertumbuhan jiwanya antara lain gila (idiot), tuli atau buta yang mempengaruhi ketidak sempurnaan pertumbuhan jiwanya. Yang termasuk jiwanya terganggu karena penyakit antara lain sakit saraf. Apabila hakim akan menjalankan Pasal 44 KUHP, maka sebelumnya harus memperhatikan apakah telah dipenuhi dua syarat sebagai berikut : 1. Syarat Psychiartris yaitu pada terdakwa harus ada kurang sempurna akalnya atau sakit berubah akal, yaitu keadaan kegilaan (idiote), yang mungkin ada sejak kelahiran atau karena suatu penyakit jiwa dan keadaan ini harus terus menerus. 2. Syarat Psychologis ialah gangguan jiwa itu harus pada waktu si pelaku melakukan perbuatan pidana, oleh sebab itu suatu gangguan jiwa yang timbul sesudah 20
Ibid
peristiwa tersebut, dengan sendirinya tidak dapat menjadi sebab terdakwa tidak dapat dikenai hukuman21. Dalam merumuskan dalam KUHP mengenai Ketidakmampuan bertanggung jawab sebagai hal yang menghapuskan pidana, orang dapat menempuh 3 jalan, yaitu: 1) Ditentukan sebab-sebab yang menghapuskan pemidanaan. 2) Menyebutkan akibatnya saja; penyakitnya sendiritidak ditentukan. 3) Gabungan dari 1 dan 2, yaitu menyebabkan sebab-sebabnya penyakit jika penyakit itu harus sedemikian rupa akibatnya hingga dianggap tidak dapat dipertanggung jawabkan padanya22. Kemampuan
bertanggung
jawab
merupakan
unsure
(elemen)
kesalahan.
Karenannya mestinya untuk membuktikan adanya kesalahan, unsure tadi harus dibuktikan pula. Unsur kemampuan bertanggung jawab ini dapat disamakan dengan unsure sifat melawan hukum. Sebab, dua-duanya merupakan syarat mutlak, yang satu bagi dilarangnya perbuatan (adanya sifat melawan hukum), dan yang lain bagi adanya kesalahan. Berhubung dengan dua-duannya itu, dalam KUHP ada alasan penghapusan pidana yaitu dalam Pasal 49,50,51,(alasan pembenar), dan alasan dalam Pasal 44 (tidak mampu bertanggung jawab)23. 4. Tidak mampu bertanggung jawab untuk sebagian. Di Nederland, sejak tahun 1925 terdapat Psycopaten Wet, yang mengatur pertanggung jawaban untuk sebagian, namun ketentuan seperti ini belum ada di
21
Saifudin,2009, Pertanggung jawaban http://saifudiendjsh.blogspot.com/2009/08/pertanggungjawaban-pidana.html(30 oktober 2012) 22 Moeljatno, Asas-asas Hukum Pidana, loc cit, Hal 180 23 Ibid, hal 182
Pidana(online),
Indonesia. Meskipun demikian, dalam praktek, hal semacam ini sering dihadapi. Bagi orang yang tidak mampu bertanggung jawab terhadap perbuatan yang dilakukan sehubungan dengan kelainan jiwa yang dideritanya. Beberapa jenis kelainan jiwa yang penderitanya tidak mampu bertanggung jawab untuk sebagian antara lain : 1) Kleptomani, yaitu kelainan jiwa yang berupa dorongan yang kuat untuk mengambil barang orang lain, dan yang bersangkutan tidak menyadari bahwa perbuatannya merupakan perbuatan yang terlarang. Dalam hal ini kleptomani hanya tidak mampu bertanggung jawab atas tindakan pidana pencurian. Adapun terhadap tindak pidana lain, tetap mampu bertanggung jawab. 2) Pyromani, adalah suatu kelainan jiwa yang berupa kegemaran untuk melakukan pembakaran, tanpa ada alasan sama sekali. Sehingga Pyromani hanya tidak mampu bertanggung jawab terhadap tindak pidana pembakaran tidak dengan tindak pidana lainnya. 3) Nyphomani, Kelainan jiwa bagi seorang laki-laki, apabila berjumpa dengan seorang wanita, suka berbuat yang tidak senonoh. Dalam hal ini Nyphomani tetap normal. 4) Claustropobhie kelainan jiwa yang berupa ketakutan berada diruang yang sempit. Orang demikian apabila merusak kaca untuk melepaskan diri dari ruangan sempit dianggap tidak mampu bertanggung jawab24.
24
Mascruchin Rubai, dan Made S. Astuti, loc cit hal.60