BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1.
Pengertian manajemen Manajemen berasal dari kata to manage yang artinya mengatur.
Pengaturan dilakukan melalui proses dan jalur berdasarkan uraian dari fungsifungsi manajemen itu. Sehingga manajemen itu merupakan suatu proses untuk mewujudkan tujuan yang diinginkan. Untuk memperjelas gambaran dan pengertian mengenai manajemen maka penulis mengemukakan beberapa definisi yang telah dikemukakan para ahli: Menurut Sikula yang dikutip oleh Hasibuan (2004:2) manajemen adalah: “Manajemen Is general refers to planning, organizing, controlling, staffing, leading, motivating, communicating, and decision making activities performed by any organization in order to bring an efficienct creation of some product or service” Menurut Hasibuan (2004:2) manajemen adalah: “Manajemen adalah ilmu dan seni mengatur proses pemanfaatan sumber daya manusia dan sumber-sumber lainnya secara efektif dan efisien untuk mencapai suatu tujuan tertentu” Sedangkan menurut Robbins (2004:6) manajemen adalah: “Sebagai proses pengkoordinasian kegiatan-kegiatan pekerjaan sehingga secara efisien dan efektif dengan dan melalui orang lain” Dari definisi diatas dapat diambil kesimpulan bahwa manajemen ialah suatu usaha manusia untuk memenuhi kebutuhannya dengan mengkoordinasikan
pekerjaan, tugas dan tanggung ajwab serta memanfaatkan sumber daya yang ada secara efektif dan efisien melalui kegiatan perencanaan, pengorganisasian, pengendalian, penempatan, pengarahan, pemotivasian, komunikasi dan pengambilan keputusan sehingga dapat mencapai tujuan yang diinginkan.
2.2.
Pengertian Pemasaran Menurut Kotler dan Keller (2007), pemasaran memegang peranan
penting dalam perusahaan, karena bagian pemasaran berhubungan langsung dengan konsumen serta lingkungan luar perusahaan lainnya. Asosiasi Pemasaran Amerika mendefinisikan pemasaran adalah suatu fungsi organisasi dan seperangkat proses untuk menciptakan, mengkomunikasikan dan menyerahkan nilai kepada pelanggan dan mengelola hubungan pelanggan dengan cara yang menguntungkan organisasi dan para pemilik sahamnya.
Berikut ini akan dikemukakan pengertian pemasaran menurut para ahli : Definisi pemasaran menurut Kotler dan Keller (2007:10) : “Pemasaran adalah suatu proses sosial yang didalamnya individu dan kelompok mendapatkan apa yang mereka butuhkan dan inginkan dengan
menciptakan,
menawarkan,
dan
secara
bebas
mempertukarkan produk yang bernilai dengan pihak lain”. Sedangkan menurut Saladin (2003;2) yaitu: “Pemasaran adalah suatu sistem total dari kegiatan bisnis yang dirancang untuk mendistribusikan barang-barang yang dapat
memuaskan
keinginan
dan
mencapai
sasaran
serta
tujuan
organisasi”. Dari definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa pemasaran menekankan kebutuhan, keinginan, dan kepuasan konsumen. Jadi pemasaran merupakan aktifitas yang berorientasi pada konsumen, kebutuhan, dan keinginan manusia dengan menyelidiki apa saja yang dibutuhkan dan diinginkan konsumen, kemudian menyediakan dan menyampaikan kepada mereka dan memuaskan kebutuhan konsumen atau pelanggan. Dalam menjalankan aktifitas tersebut diperlukan suatu proses analisa, perencanaan, pelaksanaan, dan pengendalian. Disinilah pentingnya manajemen pemasaran dalam perusahaan. Pengertian manajemen pemasaran menurut Kotler dan Keller(2007;7) adalah: “Manajemen pemasaran adalah seni dan ilmu memilih pasar dan mendapatkan,
menjaga,
menumbuhkan
pelanggan
dengan
menciptakan, menyerahkan dan mengkomunikasikan nilai pelanggan yang unggul”. Sedangkan menurut Alma(2004;130), manajemen pemasaran adalah: “Manajemen pemasaran adalah merencanakan, mengarahkan, dan mengevaluasi seluruh kegiatan pemasaran perusahaan ataupun bagian dari perusahaan”. Berdasarkan definisi diatas dapat disimpulkan bahwa manajemen pemasaran adalah proses menganalisis, merencanakan, dan melaksanakan
pemikiran, penetapan harga, promosi, serta menyalurkan produk, jasa dan gagasan untuk menciptakan pertukaran yang memenuhi sasaran individu, organisasi dan mencapai tujuan perusahaan.
2.2.1. Pengertian Bauran Pemasaran Suatu perusahaan dapat memuaskan kebutuhan dan keinginan konsumen sasaran dalam rangka mencapai tujuan perusahaan dengan melaksanakan kegiatan-kegiatan pemasaran yang dikenal dengan sebutan bauran pemasaran. Definisi bauran pemasaran menurut Philip Kotler (2005;15) adalah : “Bauran pemasaran adalah seperangkat alat pemasaran yang digunakan perusahaan untuk terus menerus mencapai tujuan pemasarannya di pasar sasaran”. Definisi bauran pemasaran menurut Saladin (2003;5) adalah: “Bauran pemasaran adalah serangkaian dari variabel pemasaran yang dapat dikuasai oleh perusahaan dan dapat digunakan untuk mencapai tujuan dalam pasar sasaran”. Dari definisi diatas dapat disimpulkan bahwa bauran pemasaran adalah seperangkat alat pemasaran atau panduan dari strategi produk, distribusi, promosi dan penetapan harga yang digunakan perusahaan secara terus menerus untuk mencapai tujuan perusahaan yaitu menghasilkan pertukaran yang memuaskan dengan pasar yang dituju.
2.2.2. Bauran Pemasaran Jasa Menurut Philip Kotler (2005;181) bauran pemasaran dapat diklasi fikasikan menjadi 7P (Product, Price, Place, Promotion, People, Physical Eviden, dan Process) adapun pengertian dari bauran pemasaran diatas adalah :
1. Product Produk adalah sekumpulan nilai kepuasan yang kompleks. Nilai sebuah produk ditetapkan oleh pembeli berdasarkan manfaat yang akan mereka terima dari produk tersebut. 2. Price Penentuan harga merupakan titik krisis dalam bauran pemasaran jasa karena harga menentukan pendapatan dari suatu usaha. 3. Place Place diartikan sebagai tempat pelayanan jasa. Lokasi pelayanan jasa yang digunakan dalam memasok jasa kepada pelanggan yang dituju merupakan keputusan kunci. Tempat juga penting sebagai lingkungan dimana dan bagaimana jasa akan diserahkan, sebagai bagian dari nilai dan manfaat dari jasa. 4. Promotion Promosi adalah menginformasikan, mempengaruhi dan membujuk serta mengingatkan pelanggan sasaran tentang perusahaan dan bauran pemasarannya.
5. People People adalah semua pelaku yang memainkan peranan dalam penyajian jasa sehingga dapat mempengaruhi persepsi pembeli. 6. Physical Eviden Secara fisik ini merupakan suatu hal yang secara nyata turut mempengaruhi keputusan konsumen untuk membeli dan menggunakan produk jasa yang ditawarkan. 7. Process Proses adalah semua prosedur aktual, mekanisme, dan aliran aktivitas yang digunakan untuk menyampaikan jasa. Proses dalam jasa merupakan faktor utama dalam bauran pemasaran jasa seperti pelanggan jasa akan sering merasakan sistem penyerahan jasa sebagai bagian jasa itu sendiri.
2.3.
Ruang Lingkup Pemasaran Jasa
2.3.1. Pengertian Jasa Produk berupa barang berwujud maupun tidak, pada prinsipnya mempunyai tujuan yang sama. Produk diciptakan untuk memenuhi kebutuhan serta keinginan dari konsumen. Produk yang berupa barang yang tidak berwujud ataupun lebih dikenal dengan jasa memiliki karakteristik yang berbeda dari barang yang berwujud.
Definisi jasa menurut Philip Kotler (2005;243) adalah: “Jasa adalah setiap tindakan atau kegiatan yang dapat ditawarkan oleh suatu pihak kepada pihak lain, yang pada dasarnya tidak berwujud dan tidak mengakibatkan kepemilikan apapun. Produknya dapat dikaitkan pada suatu produk fisik”. Sedangkan menurut Buchari (2004;243) adalah: “Jasa adalah suatu kegiatan ekonomi yang outputnya bukan produk dikonsumsi bersamaan dengan waktu produksi dan memberikan nilai tambah (seperti kenikmatan, hiburan, santai, dan sehat) bersifat tidak berwujud”. Berdasarkan definisi diatas dapat disimpulkan bahwa pada dasarnya jasa adalah suatu yang tidak berwujud yang tidak mengakibatkan kepemilikan apapun secara fisik, serta dapat terkait atau tidak pada penjualan produk atau jasa lain yang diarahkan untuk kepuasan konsumen karena dapat memenuhi kebutuhan dan keinginan pelanggan.
2.3.2. Kategori Bauran Jasa Tawaran suatu perusahaan ke pasar sering mencakup beberapa jasa komponen jasa dapat berupa bagian kecil atau bagian utama dari seluruh tawaran tersebut.Dapat dibedakan lima kategori tawaran menurut Kotler (2005;112). Adalah:
1. Barang berwujud murni Tawaran tersebutterutama terdiri atas barang berwujud seperti sabun,pasta gigi,atau garam.tidak ada satu pun jasa meyertai produk tersebut. 2. Barang berwujud yang disertai Tawaran tersebut terdiri atas barang berwujud yang disertai oleh satu atau beberapa jasa. 3. Campuran Tawaran tersebut terdiri atas barang dan jasa dengan bagian yang sama, Misalnya,orang pergi ke restoran untuk mendapatkan makanan maupun layanan. 4. Jasa utama yang disertai barang dan jasa yang sangat kecil Tawaran tersebut terdiri atas jasa utama bersama jasa tambahan atau barang pendukung. Contohnya,penumpang pesawat terbang membeli jasa
angkutan.
Perjalanan
tersebut
meliputi
beberapa
barang
berwujud,seperti makanan dan minuman,sobekan tiket,dan majalah penerbangan. Jasa tersebut memerlukan barang padat modal-pesawat udara-untuk merealisasikannya,tetapi jenis utama produk. 5. Jasa murni Tawaran tersebut terutama terdiri atas jasa. Contohnya mencakup penjagaan bayi,psikoterapi,dan pijat. Karena bauran barang dan jaa tanpa mencari perbedaan lebih lanjut. Namun beberapa generalisasi tampaknya aman untuk digunakan;
Pertama, jasa berbeda-beda berdasarkan apakah jasa tersebut berbaris peralatan (cuci mobil otomatis, mesin penjaja) atau berbasis orang (jasa pembersihan jendela, jasa akuntansi) jasa berbasis orang berbeda-beda berdasarkan apakah jasa tersebut disediakan karyawan yang tidak terampil, atau professional. Kedua, beberapa jasa mengharuskan kehadiran klien dan beberapa tidak mengharuskannya. Bedah otak melibatkan klien, tetapi perbaikan mobil tidak. Jika klien tersebut harus hadir, penyedia jasanya harus memperhatikan kebutuhankebutuhannya. Ketiga, jasa berbeda-beda dalam hal apakah jasa tersebut memenuhi kebutuhan pribadi (jasa pribadi) atau kebutuhan bisnis (jasa bisnis). Keempat, penyedia jasa berbeda-beda dalam tujuan (laba atau nirlaba) dan kepemilikan (swasta atau pemerintah) mereka Kedua karakteristik ini. Jika digabungkan secara menyilang, akan menghasilkan empat jenis organisasi yang cukup berbeda.
2.3.3. Karakteristik Jasa Produk jasa memiliki karakteristik yang berbeda dengan barang (produk fisik). Menurut Kotler (2005;112-115) ada empat karakteristik jasa, yaitu: 1. Tidak berwujud (intangibility) Berbeda dari produk fisik, jasa tidak dapat dilihat, dirasa, diraba, didengar, atau dicium sebelum membeli. 2. Tidak terpisahkan (inseparability)
Umumnya jasa dihasilkan dan dikonsumsi scara bersama. Jika sseorang memberikan pelayanan, maka penyedia merupakan bagiab dari jasa itu. Karena klien juga hadir saat jasa itu dilakukan, interaksi penyedia klien merupakan cirri khusus pemasaran jasa. Baik penyedia maupun klien mempengaruhi hasil jasa. 3. Bervariasi (variability) Karena tergantung pada siapa yang menyediakan jasa serta kapan dan dimana itu diberikan, jasa sangat bervariasi. 4. Tidak tahan lama (perishability) Jasa tidak dapat disimpan. Sifat jasa mudah rusak tersebut tidak akan menjadi masalah apabila permintaan tetap berjalan lancar. Jika permintaan berfluktuasi perusahaan jasa menghadapi masalah yang rumit. Dengan adanya pengklasifikasian terhadap produk dan mengetahui berbagai karakteristik jasa, perusahaan akan dapat menentukan strategi yang tepat untuk setiap produknya dan dapat mengembangkan produknya sesuai dengan pasar yang diinginkan.
2.3.4. Macam-macam Jasa Dengan semakin tingginya kebutuhan kebutuhan konsumen akan jasa mengakibatkan semakin berkembangnya pula berbagai macam jasa yang tersedia untuk memenuhi kebutuhan konsumen. Menurut Converse yang dikutip oleh Alma (2004;246) macam-macam jasa dapat dikelompokan sebagai berikut:
1. Personalized service (jasa tertentu) Jasa ini bersifat personal, yang tidak dapat dipisahkan dari orang yang menghasilkan jasa tersebut. Oleh sebab itu pelayanannya haruslah langsung ditangani sendiri oleh produsennya. Personalized service digolongkan kedalam tiga golongan, yaitu: a. Personalized service Merupakan jasa yang sangat mengutamakan pelayanan orang dan perlengkapannya, yang perlu diperhatikan ialah lokasi yang lebih baik, menyediakan fasilitas, suasana yang menarik serta nama baik yang bersangkutan. b. Profesional service Ciri-cirinya adalah memiliki kode etik formal dan diterima oleh anggota-anggotanya, ada pengawasan pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan terhadap standar yang telah ditetapkan, memiliki persyaratan khusus untuk menjadi anggota, mendahulukan kepentingan langganan. c. Business service Dalam business service ini contohnya biro-biro konsultan yang lebih senang diundang oleh langganan-langganan baru untuk memberikan hubungan baru dimana diadakan pembicaraanpembicaraan mengenai usaha atau perdagangan. 2. Financial service(jasa keuangan) Terdiri dari bank, asuransi dan lembaga penanaman modal.
3. Public utility and transportation services Monopoli secara alamiah contohnya perusahaan listrik dan air minum, para pemakainya terdiri dari konsumen lokal, perkantoran dan perdagangan, industri, kota praja dan pemda. 4. Entertainment Yang termasuk golongan ini adalah usaha-usaha dibidang olah raga, bioskop, gedung-gedung pertunjukan dan usaha-usaha hiburan lainnya. 5. Hotel service Hotel bukan merupakan suatu objek pariwisata melainkan merupakan salah satu sarana dalam bidang kepariwisataan, maka dalam hal ini perlu mengadakan kegiatan bersama tempat-tempat rekreasi, hiburan, travel biro, agar dapat menjadi daya tarik dari daerah yang bersangkutan. 6. Bentuk jasa non profit lainnya, terdiri dari: a. Organization marketing, yaitu mengenalkan, mempopulerkan nama organisasi ke masyarakat agar lebih mudah memperoleh dana, seperti mengenalkan nama Yayasan Yatim Piatu di televisi, mengenalkan nama lembaga dan sebagainya. b. Personal marketing, artinya menciptakan persepsi, sikap tertentu terhadap tokoh atau orang tertentu, misalnya tokoh politikus, calon presiden, konsultan, olahragawan, artis, guna menangkap pamor atau reputasi mereka.
c. Place marketing, yaitu memasarkan lokasi, tempat-tempat tertentu. Misalnya Business Site Marketing, yaitu tempat-tempat yang cocok untuk perkantoran, perdagangan, pabrik, gudang dan sebagainya. d. Idea marketing, artinya memasakan ide untuk kepentingan masyarakat, seperti ide keluarga berencana, ide kebersihan kota seperti bandung Berhiber (Bersih, Hijau, dan Berbunga), ide anti narkotik dan sebagainya. e. Social marketing, artinya mengkampanyekan agar social idea dapat diterima oleh masyarakat luas atau oleh kelompok-kelompok tertentu. Misalnya kampanye tentang gizi, imunisasi, hemat listrik, budaya antri dan lainnya.
2.3.5. Strategi Pemasaran Untuk Perusahaan Jasa Bisnis jasa sangat kompleks, karena banyak elemen yang dapat mempengaruhinya, antara lain sistem internal organisasi, lingkungan fisik, kontak personal, iklan, tagihan dan pembayaran, komentar dari mulut ke mulut. Melihat adanya kompleksitas dalam pemasaran jasa Kotler (2005;117-118) menyatakan bahwa pemasaran jasa tidak hanya membutuhkan eksternal marketing, tetapi juga internal marketing, dan interactive marketing. 1. Pemasaran eksternal (Exsternal marketing) Menggambarkan pekerjaan untuk menyiapkan, menetapkan harga, mendistribusikan, konsumen.
dan
mempromosikan
jasa
tersebut
kepada
2. Pemasaran internal (Internal marketing) Menggambarkan pekerjaan untuk dan memotivasi karyawan untuk melayani pelanggan dengan baik. 3. Pemasaran interaksi (interactive marketing) Menggambarkan kemampuan karyawan dalam melayani klien. Karena klien tersebut menilai jasa bukan hanya berdasarkan mutu teknisnya, tetapi juga berdasarkan utu fungsinya. Gambar 2.1 Tiga jenis pemasaran dalam industri jasa. Perusahaan
Pemasaran
Pemasaran
Internal
Eksternal
Karyawan
Pemasaran Interaktif Pelanggan
Sumber: Philip Kotler (2005;118) 2.4.
Kualitas Pelayanan
2.4.1. Pengertian Kualitas Pelayanan Kualitas atau mutu suatu pelayanan atau jasa adalah hal yang sangat perlu diperhatikan oleh setiap perusahaan. Kualitas yang rendah akan menempatkan perusahaan pada posisi yang kurang menguntungkan, karena jika konsumen
merasa yang ditawarkan oleh perusahaan tidak memuaskan, maka kemungkinan besar para konsumen akan menggunakan jasa perusahaan lain. Pemikiran beberapa pakar tentang kualitas dapat dilihat sebagai berikut: Definisi kualitas menurut Joseph Juran dalam Lupiyoadi (2006;176) adalah: “Kualitas dapat diartikan sebagai biaya yang dapat dihindarkan dan tidak dapat dihindari”. Sedangkan definisi kualitas menurut Philip Kotler (2007;180) adalah: “Kualitas adalah keseluruhan fitur dan sifat produk atau pelayanan yang
berpengaruh
pada
kemampuasnnya
untuk
memuaskan
kebutuhan yang dinyatakan atau tersirat”. Konsep kualitas sendiri pada dasarnya bersifat relatif, yaitu tergantung dan perspektif yang digunakan untuk menentukan ciri-cirinya dan spesifikasi. Pada dasarnya terdapat tiga orientasi kualitas yang seharusnya konsisten satu sama lain: persepsi konsumen, produk atau jasa, dan proses. Menurut Kotler dan Keller (2007), untuk mewujudkan barang, ketiga orientasi ini hampir selalu dapat dibedakan dengan jelas, tetapi tidak untuk jasa. Untuk jasa, produk dan proses mungkin tidak dapat dibedakan dengan jelas,bahkan produknya adalah proses itu sendiri. Konsistensi kualitas suatu jasa untuk ketiga orientasi tersebut dapat menyumbang pada keberhasilan suatu perusahaan ditinjau dari kepuasan pelanggan, kepuasan karyawan, dan profitabilitas perusahaan. Definisi kualitas jasa menurut Kotler (2007;57) adalah:
“Kualitas jasa adalah keseluruhan ciri serta sifat suatu produk atau pelayanan yang berpengaruh pada kemampuannya memuaskan kebutuhan yang ditanyakan atau tersirat”. Sedangkan kualitas jasa menurut Tjiptono (2006;59) adalah: “Kualitas jasa adalah tingkat keunggulan yang diharapkan dan pengendalian atas tingkat keunggulan tersebut untuk memenuhi keinginan pelanggan”. Menurut Tjiptono (2006), pada dasarnya definisi kualitas jasa terpusat pada upaya pemenuhan kebutuhan dan keinginan konsumen serta ketepatan penyimpanannya untuk mengimbangi harapan konsumen. Citra kualitas jasa yang baik bukanlah sudut pandang dan persepsi konsumen. Persepsi pelanggan terhadap kualitas jasa merupakan penilaian penyeluruhan atau kemajuan suatu jasa.
2.4.2. Mengukur Kualitas Jasa Dalam mengevaluasi jasa yang bersifat intangible, konsumen umumnya menggunakan indikator kualitas jasa, dimana indikator tersebut dapat dijadikan sebagai kriteria untuk mengetahui kesenjangan antara persepsi dan harapan konsumen. Menurut Jill Griffin (2005;111). Dalam membandingkan harapan pelanggan akan kualitas pelayanan yang paling penting bagi pembeli adalah: 1. Bukti
Langsung
(Tangible),
yaitu
perlengkapan, dan penampilan personal.
meliputi
fasilitas
fisik,
2. Keandalan (Realibility), yaitu kemampuan untuk memberikan pelayanan yang dijanjiakan secara andal dan cepat. 3. Daya tanggap (Responsiveness), yaitu keinginan untuk membantu para pelanggan dan memberikan pelayanan yang cepat. 4. Jaminan (Assurance), yaitu mencakup pengetahuan, dan sopan santun para
pegawai
dan
kemampuan
mereka
untuk
mengesankan
kepercayaan dan keyakinan. 5. Empati (Emphaty), yaitu tingkat kepedulian dan perhatian individual yang diberikan kepada pelanggan. Apabila pelayanan yang baik, maka diharapkan konsumen akan memperoleh kepuasan yang nantinya akan melakukan pembelian ulang di benkel tersebut.
2.4.3. Mengelola Kualitas Jasa Sebuah perusahaan jasa dapat memenangkan persaingan dengan cara menyampaikan secara konsisten layanan yang bermutu lebih tinggi dibandingkan para pesaing dan yang lebih tinggi daripada harapan pelanggan. Harapan-haapan itu dibentuk oleh pengalaman masa lalu, pembicaraan dari mulut ke mulut, dan iklan perusahaan jasa. Setelah menerima jasa itu, pelanggan membandingkan jasa yang dialami dan jasa yang diharapkan. Jika jasa yang dialami berada dibawah jasa yang diharapkan, pelanggan tidak berminat lagi terhadap penyedia jasa tersebut. Jika jasa yang dialami memenuhi bahkan melebihi harapan, mereka akan menggunakan lagi jasa penyedia itu lagi.
Menurut Tjiptono (2006:80) mengidentifikasikan lima gap (kesenjangan) yang menyebabkan kegagalan penyampaian jasa, kelima gap tersebut adalah: 1. Kesenjangan antara harapan konsumen dan persepsi manajemen. Pada kenyataannya pihak manajemen suatu perusahaan tidak selalu dapat merasakan atau memahami apa yang diinginkan para pelanggan secara tepat. Akibatnya manajemen tidak mengetahui bagaimana suatu jasa seharusnya didesain, dan jasa-jasa pendukung atau sekunder apa saja yang diinginkan oleh pelanggan.
2. Kesenjangan antara persepsi manajemen terhadap pelanggan dan spesifikasi kualitas jasa. Kadangkala manajemen mampu memahami secara tepat apa saja yang diinginkan pelanggan, tetapi mereka tidak menyusun suatu standar kinerja tertentu yang jelas. Hal ini bias dikarenakan tiga factor, yaitu tidak adanya komitmen total manajemen terhadap kualitas jasa, kekurangan sumber daya, atau karena adanya kelebihan permintaan. 3. Kesenjangan antara spesifikasi mutu dan penyampaian jasa. Ada beberapa penyebab terjadinya gap ini, misalnya karyawan kurang terlatih (belum menguasai tugasnya), beban kerja melampaui batas, tidak dapat memenuhi standar kinerja, atau bahkan tidak memenuhi kinerja yang ditetapkan.
4. Kesenjangan antara penyampaian jasa dan komunikasi eksternal. Seringkali harapan pelanggan dipengaruhi oleh iklan dan pernyataan atau janji yang dibuat oleh perusahaan, resiko yang dihadapi perusahaan adalah janji yang diberikan ternyata tidak dapat dipenuhi. 5. Kesenjangan antara jasa yang dialami dan jasa yang diharapkan. Gap ini terjadi apabila pelanggan mengukur kinerja atau prestasi perusahaan dengan cara yang berlainan, atau bisa
juga keliru
mempersepsikan kualitas jasa tersebut.
5.4.4. Faktor-Faktor Penyebab Kualitas Jasa Yang Buruk. Ada beberapa penyebab yang menjadikan suatu jasa dinilai buruk oleh pelanggan. Factor-faktor ini sangat berpengaruh dalam penentuan seberapa baik kualitas dari jasa yang disebutkan. Menurut Tjiptono (2006;85), ada berbagai macam faktor yang dapat menyebabkan kualitas jasa menjadi buruk antara lain meliputi: 1. Produksi dan konsumsi yang terjadi secara simultan. Salah satu karakteristik jasa yang penting adalah jasa diproduksi dan dikonsumsi pada saat bersamaan. Dengan kata lain dalam memberikan jasa dibutuhkan kehadiran dan partisipasi pelanggan. Akibatnya timbul masalah-masalah sehubungan dengan interaksi produsen dan konsumen jasa. Beberapa kekurangan yang mungkin ada pada karyawan pemberi jasa dapat berpengaruh terhadap persepsi pelanggan pada kualitas jasa misalnya:
a. Tidak terampil dalam melayani pelanggan. b. Cara berpakaian tidak sesuai. c. Tutur katanya kurang sopan atau bahkan menyebalkan. d. Bau badannya mengganggu. e. Selalu cemberut atau pasang tampang angker. 2. Intensitas tenaga kerja yang tinggi. Keterlibatan tenaga kerja yang inisiatif dalam penyampaian jasa dapat pula menimbulkan masalah pada kualitas, yaitu tingkat variabilitas yang tinggi. Hal-hal yang bisa mempegaruhinya adalah upah rendah, pelatihan yang kurang memadai atau bahkan tidak sesuai, tingkat karyawan yang tinggi, dan lain sebagainya. 3. Dukungan terhadap pelanggan internal kurang memadai. Karyawan front-line (bagian teller dan pelayanan pelanggan atau cusomer service) merupakan ujung tombak dari sistem pemberian jasa yang efektif, maka mereka perlu mendapatkan dukungan dari fungsi-fungsi utama manajemen. Dukungan tersebut bisa berupa peralatan (perkakas, material, dan pakaian seragam), pelatihan keterampilan, maupun informasi. Selain itu yang tidak kalah penting adalah unsur pemberdayaan, baik terhadap karyawan front-line maupun para manajer. Karyawan dan manajer yang diberdayakan akan mampu. a. Mengendalikan dan menguasai cara melaksanakan pekerjaannya. b. Sadar dan konteks dimana pekerjaannya dilaksanakan dan akan kesesuaian pekerjaannya dalam rangka yang lebih luas.
c. Bertanggung jawab bersama atas kinerja unit dan organisasi. d. Keadilan dalam distribusi balas jasa berdasarkan kinerja individua dan kinerja kolektif. 4. Kesenjangan-kesenjangan Tidak dapat dipungkiri lagi bahwa komunikasi merupakan faktor yang sangat esensial dalam komunikasi, maka akan timbul penilaian atau persepsi negatif terhadap kualitas jasa. Ada beberapa jenis kesenjangan komunikasi yang bisa terjadi, yaitu: a. Perusahaan memberikan janji yang berlebihan, sehingga tidak dapat memenuhinya. b. Perusahaan tidak bisa selalu menyajikan informasi terbaru kepada para pelanggan, misalnya yang berkaitan dengan perubahan susunan barang di rak pajangan supermarket, dan lain-lain. c. Pesan komunikasi perusahaan tidak dipahami pelanggan. d. Perusahaan tidak memperhatikan atau segera menanggapi keluhan atau saran pelanggan. 5. Memperlakukan semua pelanggan dengan cara yang sama. Pelanggan adalah manusia biasa yang bersifat unik, karena memiliki perasaan dan emosi. Dalam hal berinteraksi dengan pemberi jasa, tidak semua pelanggan menerima pelayanan atau jasa yang seragam. Sering terjadi ada pelanggan yang menginginkan atau bahkan menurut jasa yang bersifat personal dan berbeda dengan pelanggan lain. Hal ini menimbulkan tantangan bagi perusahaan agar dapat memahami kebutuhan-kebutuhan
khusus pelanggan individual dan memahami perasaan pelanggan sehubungan dengan pelayanan perusahaan kepada mereka. 6. Perluasan atau pengembangan jasa secara berlebihan. Memperkenalkan
jasa
baru
atau
memperkaya
jasa
lama
dapat
meningkatkan peluang pemasaran dan menghindari terjadinya pelayanan yang buruk. akan tetapi bila terlampau banyak menawarkan jasa baru dan tambahan terhadap jasa yang sudah ada, maka hasil yang diperoleh tidaklah terlalu optimal, bahkan tidak tertutup kemungkinan akan timbul masalah-masalah seputar standar kualitas jasa. 7. Visi bisnis jangka pendek. Visi jangka pendek bisa merusak kualitas yang sedang dibentuk untuk jangka panjang. Sebagai contoh kebijakan sebuah bank untuk menekan biaya dengan cara mengurangi jumlah kasir (teller) menyebabkan semakin panjangnya antrian di bank tersebut.
2.4.5. Strategi Meningkatkan Kualitas Pelayanan Untuk memenangkan persaingan, setiap perusahaan jasa dituntut untuk selalu
meningkatkan
kualitas
jasanya
terus
menerus.
Sebelum
mengaplikasikannya, perusahan tertentu terlebih dahulu merencanakan strategi apa saja yang akan mereka jalankan untuk memenangkan persaingan. Menurut Tjiptono (2004;88) ada beberapa faktor yang perlu di pertimbangkan dalam meningkatkan kualitas jasa, diantaranya adalah: a. Mengidentifikasikan determina utama kualitas jasa.
Langkah
pertama
yang
harus
dilakukan
adalah
riset
untuk
mengidentifikasi determinan jasa yang paling penting bagi pasar sasaran. Langkah berikutnya adalah memperkirakan penilaian yang diberikan pasar sasaran tersebut terhadap perusahaan dan persaingan. b. Mengelola harapan pelanggan. Perusahaan sebaiknya tidak melebih-lebihkan pesan komunikasinya pada pelanggan. c. Mengelola bukti kualitas jasa. Tujuan untuk memperkuat persepsi pelanggan selama dan sesudah jasa diberikan. Karena jasa tidak dapat dirasakan, maka pelanggan cenderung memperhatikan Fakta-fakta yang berkaitan dengan jasa sebagai bukti kualitas. d. Mendidik pelanggan tentang jasa. Dapat dilakukan berbagai upaya, seperti: 1. Perusahaan mendidik pelanggannya untuk melakukan sendiri jasa tertentu. 2. Perusahaan
membantu
pelanggan
mengetahui
kapan
menggunakan suatu jasa. 3. Perusahaan mendidik pelanggan mengenai cara menggunakan jasa. 4. Perusahaan dapat pula meningkatkan persepsi terhadap kualitas dengan cara menjelaskan kepada pelanggan alasan-alasan yang mendasari suatu kebijaksanaan.
e. Mengembangkan budaya kualitas. Budaya kualitas merupakan sistem nilai organisasi yang menghasilkan lingkungan yang konduktif bagi pembentukan dan penyempurnaan kualitas secara terus-menerus. Agar dapat tercipta budaya kualitas yang baik dibutuhkan komitmen meyeluruh pada seluruh anggota organisasi. f. Menciptakan automating quality. Adanya otomatisasi dapat mengatasi variabilitas kualitas jasa yang disebabkan kurangnya sumber daya manusia yang memiliki. g. Menindaklanjuti jasa. Perusahaan perlu mengambil inisiatif untuk menghubungi sebagian atau semua pelanggan untuk mengetahui tingkat kepuasan dan persepsi mereka terhadap jasa yang diberikan. h. Mengembangkan sistem informasi kualitas jasa. Informasi yang dibutuhkan mencakup segala aspek yaitu data saat ini dan masa lalu, kuantitatif dan kualitatif, internal dan eksternal, dan serta mengenai perusahaan dan pelanggan. 2.5.
Keputusan Pembelian
2.5.1. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Keputusan Pembelian Menurut Kotler dan Keller (2007;214-226), faktor-faktor yang mempengaruhi tingkah laku dan keputusan konsumen itu terdiri dari: 1. Faktor budaya
Faktor-faktor budaya memberikan pengaruh paling luas dan dalam tingkah laku konsumen. Pemasar harus mengetahui peran yang dimainkan oleh budaya, sub-budaya, dan kelas sosial pembeli. 2. Faktor sosial Tingkah laku konsumen juga dipengaruhi oleh faktor-faktor sosial seperti kelompok acuan, keluarga, serta peran, dan status sosial konsumen. 3. Faktor pribadi Keputusan pembelian juga dipengaruhi oleh karakteristik pribadi seperti usia dan tahap siklus hidup, pekerjaan dan lingkungan ekonomi, kepribadian dan konsep diri, gaya hidup dan nilai. 4. Faktor psikologis Pilihan barang yang dibeli seseorang lebih lanjut dipengauhi oleh empat
proses
psikologis
penting
yaitu,
motivasi,
persepsi,
pembelajaran, dan memori.
2.5.2
Tahap-tahap dalam PengambilanKeputusan Pembelian Konsumen Proses keputusan pembelian, para konsumen melewati lima tahap:
pengenalan masalah, pencarian informasi, evaluasi alternatif, keputusan pembelian, perilaku pasca pembelian. Jelaslah bahwa proses pembelian dimulai jauh sebelum pembelian aktual dilakukan dan memiliki dampak yang sama setelah itu.
Namun, para konsumen tidak selalu melewati seluruh lima urutan tahap ketika membeli produk. Mereka bisa melewati atau membalik beberapa tahap. Contohnya seorang wanita yang membeli merek pasta gigi yang biasa digunakannya akan langsung bertindak dari kebutuhan akan pasta gigi ke keputusan pembelian. Gambar 2.2 Model lima tahap proses pembelian konsumen Pengenala n masalah
Pencarian informasi
Evaluasi pembelian
Keputusan pembelian
Perilaku pascapembelian
Sumber Kotler dan Keller (2007;235) Tahap-tahap konsumen dalam mengkonsumsi produk atau jasa menurut Kotler dan Keller (2007;235-244) adalah:
1. Pengenalan masalah Proses pembelian dimulai ketika mengenali masalah atau kebutuhan. Kebutuhan tersebut dapat dicetus oleh rangsangan internal atau eksternal. Dalam kasus pertama, salah satu kebutuhan umum seseorang-lapar, haus, seks-mencapai ambang batas tertentu dan mulai menjadi dorongan. Dalam kasus kedua, kebutuhan ditimbulkan oleh rangsangan eksternal. 2. Pencarian informasi Konsumen yang terangsang akan terdorong untuk mencari informasi yang lebih banyak. Kita dapat membaginya kedalam dua level. Situasi
pencarian informasi yang lebih ringan dinamakan penguatan perhatian. Pada level selanjutnya, orang itu mungkin mulai aktif mencari informasi. Sumber informasi konsumen digolongkan kedalam empat kelompok sebagai berikut: a. Sumber pribadi: Keluarga, teman, tetangga, dan kenalan. b. Sumber komersial: iklan, wiraniaga, penyalur, kemasan, dan pejuang ditoko. c. Sumber publik: media masa, organisasi penentu peringkat konsumen. d. Sumber pengalaman: penanganan, pengkajian, dan pemakaian produk 3. Evaluasi alternatif Terdapat beberapa proses evaluasi keputusan, dan model-model terbaru yang memandang proses evaluasi konsumen sebagai proses yang berorientasi kognitif. Yaitu, model tersebut menganggap konsumen membentuk penilaian atas produk dengan sangat sadar dan rasional. 4. Keputusan pembelian Dalam tahap evaluasi, para konsumen membentuk preferensi atas merek-merek yang ada didalam kumpulan pilihan. Konsumen juga dapat membentuk niat untuk membeli merek yang disukai.
5. Perilaku pasca-pembelian Setelah
membeli
pembelian,
konsumen
mungkin
mengalami
ketidaksesuaian karena memperhatikan fitur-fitur tertentu yang mengganggu atau mendengar hal-hal yang menyenangkan tentang tentang merek lain, dan akan selalu siaga terhadap informasi yang mendukung keputusan. Komunikasi pemasaran harus memasok keyakinan dan evaluasi yang mengukuhkan pilihan konsumen dan membantu dia merasa nyaman dengan merek.
2.5.
Loyalitas Pelanggan
2.5.1. Definisi Loyalitas Perilaku setelah pembelian suatu produk ditentukan oleh kepuasan atau ketidakpuasan akan suatu produk sebagai hasil akhir dari proses penjualan. Bagaimana perilaku pelanggan dalam melakukan pembelian kembali, bagaimana pelanggan dalam mengekspresikan produk yang dipakainya dan perilaku lain yang menggambarkan reaksi pelanggan atas produk yang telah digunakan atau dirasakan. Pembentukan sikap dan pola perilaku seorang konsumen terhadap pembelian dan penggunaan produk merupakan hasil dari pengalaman mereka sebelumnya. Sikap positif konsumen dapat ditunjukkan melalui setia kepada produk perusahaan dan merekomendasikan perusahaan kepada orang lain. Sedangkan sikap negatif ditunjukkan melalui berkata negatif tentang produk
perusahaan, pindah kepada perusahaan lain, mengajukan tuntutan kepada perusahaan melalui pihak luar, dan sebagainya. Pengertian loyalitas didefinisikan oleh Tjiptono (2005:111), yaitu: “Loyalitas adalah situasi dimana konsumen bersikap positif terhadap produk atau produsen (penyedia jasa) dan disertai pembelian ulang yang konsisten” Pengertian loyalitas menurut Griffin (2005:31), yaitu: “Pelanggan yang loyal adalah orang yang melakukan pembelian berulang secara teratur, membeli antarlini produk dan jasa, mereferensikan kepada orang lain, menunjukan kekebalan terhadap tarikan dari pesaing” Dari definisi diatas terlihat bahwa loyalitas pada dasarnya merupakan suatu sikap dari konsumen atau pelanggan yang melakukan pembelian berulang untuk produk atau jasa yang sama secara konsisten yang ditawarkan oleh perusahaan atau produsen, dimana komitmen terhadap produk atau jasa tersebut positif dan melalui suatu proses evaluasi.
2.5.2. Karakteristik Loyalitas Pelanggan Menurut Tjiptono (2005;107-108). Karakteristik pelanggan yang loyal adalah: 1. Setia kepada produk perusahaan. Artinya pelanggan yang cenderung atau terikat pada produk tersebut akan membeli produk yang sama, sekalipun tersedia banyak alternatif. 2. Merekomendasikan perusahaan kepada orang lain.
Dimana pelanggan melakukan komunikasi melalui mulut ke mulut berkenaan dengan produk tersebut. 3. Melakukan pembelian ulang yang konsisten Pelanggan melakukan pembelian secara kontinu pada satu produk tertentu. 2.5.3. Jenis-jenis Loyalitas Konsumen Menurut Griffin (2005: 22-24), ada empat jenis loyalitas konsumen, yaitu: 1. Kesetiaan premium (premium loyalty) Merupakan jenis kesetiaan yang terjadi bilamana suatu tingkat keterkaitan yang tinggi berjalan selaras dengan aktifitas pembelian kembali, kesetiaan ini yang sangat diharapkan dalam setiap usaha. Pada tingkat preference yang tinggi maka orang-orang akan bangga bilamana menemukan dan menggunakan produk atau jasa tersebut dan dengan senang hati membagi pengetahuan dan pengalaman mereka kepada teman atau keluarga mereka. 2. Kesetiaan tersembunyi (Latent loyalty) Suatu keterkaitan yang relatif tinggi disertai dengan tingkat pembelian ulang yang rendah menggambarkan suatu kesetiaan tersembunyi dari pelanggan. Bagi pelanggan yang mempunyai sifat kesetiaan yang tersembunyi, pembelian ulang lebih banyak dipengaruhi oleh faktor situasional daripada faktor sikapnya. 3. Kesetiaan yang tidak aktif (Inertia loalty) Suatu tingkat kesetiaan yang rendah dengan pembelian ulang yang tinggi akan mewujudkan suatu kesetiaan yang tidak aktif. Pelanggan yang memiliki sifat ini biasanya membeli berdasarkan kebiasaan. Dasar yang
digunakan untuk pembelian produk atau jasa biasanya karena sudah terbiasa memakai atau karena kemudahan situasional. Kesetiaan semacam ini biasanya banyak terjadi terhadap produk atau jasa yang sering dipakai. Tapi mungkin saja mengubah kelompok konsumen kesediaan yang lebih tinggi baik secara aktif mendekatkan diri dengan pelanggan tersebut atau produk atau jasa yang ditawarkan kepadanya dibandingkan dengan yang ditawarkan oleh para pesaing, misalnya dengan meningkatkan keramahan dan fasilitas pengiiman bagi konsumen. 4. Tidak ada kesetiaan (No loyalty) Untuk berbagai alasan yang berbeda ada konsumen yang tidak mengembangkan suatu kesediaan terhadap produk atau jasa tertentu. Tingkat keterikatan (attachment) dengan pembelian ulang yang rendah menunjukan absennya suatu kesetiaan. Pada dasarnya suatu usaha harus menghindari suatu kelompok, tidak ada kesetiaan ini ntuk dijadikan target pasar karena mereka tidak pernah akan menjadi konsumen setia.
2.5.4. Tahap-Tahap Pertumbuhan Loyalitas Konsumen Secara sederhana sebelum membeli suatu produk, konsumen membentuk suatu keyakinan dalam dirinya tentang produk tersebut, kemudian memiliki perasaan suka atau tidak suka, dan akhirnya mengambil suatu keputusan untuk melakukan pembelian atau tidak. Proses pembentukan loyalitas pun melewati beberapa tahap. Menurut Oliver (1997:392) ada empat tahap loyalitas, yaitu:
1. Cognitif Loyalty (Loyalitas berdasarkan kesadaran) Pada tahap pertama ini, informasi yang tersedia mengenai suatu merek menjadi faktor penentu. Tahap ini berdasarkan kesadaran dan harapan konsumen. Sebagai contoh, jika sebuah perusahaan taksi menawarkan ongkos yang lebih rendah daripada perusahaan taksi lain, informasi ini sudah cukup mendorong konsumen untuk menggunakan jasa perusahaan taksi tersebut. Namun bentuk loyalitas ini kurang kuat karena konsumen akan mudah beralih kepada perusahaan taksi yang lain jika memberikan informasi yang lebih menarik. 2. Affective Loyalty (Loyalitas berdasarkan pengaruh) Tahap loyalitas selanjutnya didasarkan kepada pengaruh. Pada tahap ini dapat dilihat bahwa pengaruh memiliki kedudukan yang kuat baik dalam perilaku maupun sebagai komponen yang mempengaruhi kepuasan. Kondisi ini sangat sulit untuk dihilangkan karena loyalitas sudah tertanam dalam pikiran konsumen bukan hanya kesadaran atau harapan. 3. Conative Loyalty (Loyalitas berdasarkan komitmen) Tahap loyalitas ini mengandung komitmen perilaku yang tinggi untuk melakukan pembelian suatu produk atau jasa. Perbedaan dengan tahap sebelumnya adalah, Affective Loyalty hanya terbatas pada motivasi, sedangkan behavioral commitment memberikan hasrat untuk melakukan suatu tindakan. Hasrat untuk melakukan pembelian ulang atau sikap loyal merupakan tindakan yang dapat diantisipasi namun tidak disadari. 4. Action Loyalty (Loyalitas dalam bentuk tindakan)
Tahap ini merupakan tahap akhir dalam suatu loyalitas. Tahap ini diawali dengan suatu keinginan yang disertai motivasi, selanjutnya diikuti oleh kesiapan untuk bertindak dan keinginan untuk mengatasi seluruh hambatan untuk melakukan tindakan.
2.5.5. Mempertahankan Loyalitas Konsumen Tujuh langkah kunci untuk mewujudkan dan mempertahankan loyalitas pelanggan menurut Tjiptono (2005:117-119), yaitu: 1. Komitmen dan keteribatan manajemen puncak Bagaimanapun juga, manajemen puncak memainkan peranan penting dalam setiap keputusan stratejik organisasi. Dukungan, komitmen, kepemimpinan, dan partisipasi aktif manajer puncak dibutuhkan dalam rangka melakukan transformasi budaya organisasi, struktur kerja, dan praktek manajemen sumber daya manusia dari paradigma tradisional menuju paradigma pelanggan. Dalam hal budaya organisasi, fokus internal yang melayani manajemen dan suasana kerja yang membosankan harus diubah menjadi fokus eksternal yang melayani pelanggan dan suasana kerja yang menyenangkan. 2. Ptok duga internal Apabila komitmen untuk mewujudkan dan mempertahankan loyalitas pelanggan telah tercapai, langkah selajutnya adalah melakukan studi patok duga internal untuk mengetahui status atau posisi terkini. Proses patok duga internal meliputi pengukuran dan penilaian atas manajemen, sumber
daya manusia, organisasi, sistem, pemasaran, dan jasa pendukung perusahaan. Adapun ukuran-ukuran yang digunakan meliputi : loyalitas pelanggan (jumlah, persentase, dan kelanggengannya), nilai tambah bagi pelanggan inti, dan biaya akibat kualitas yang jelek. 3. Mengidentifikasi customer requirements Identifikasi customer requirments dapat dilakukan dengan menggunakan beberapa metode mutakhir seperti value research, customer window model, analisis sensitivitas, evaluasi multi atribut, dan QFD (Quality Function Deployment). 4. Menilai kapabilitas persaingan Untuk memenangkan persaingan, kapabilitas pesaing harus diidentifikasi dan dinilai secara cermat. Sejumlah teknik dapat digunakan untuk menilai kemampuan pesaing dan menentukan gap kepuasan dan loyalitas pelanggan antara
perusahaan dengan mereka, diantaranya
QFD,
competitive benchmarking, generic benchmarking, sistem intelijen pemasaran, dan lain-lain. 5. Mengukur kepuasan dan loyalitas pelanggan Kepuasan pelanggan menyangkut apa yang diungkapkan oleh pelanggan, sedangkan loyalitas pelanggan berkaitan dengan apa yang dilakukan pelanggan. Oleh karena itu, parameter kepuasan pelanggan lebih subyektif dan sulit diukur. Loyalitas pelanggan dapat diukur melalui ukuran-ukuran seperti defection rate, jumlah dan kontinuitas pelanggan inti, dan lain-lain. Meskipun demikian, data untuk kepuasan dan loyalitas sama-sama
diperoleh dari umpan balik pelanggan yang dapat dikumpulkan melalui berbagai cara yang tingkat efektivitasnya bervariasi. 6. Menganalisis umpan balik dari pelanggan, mantan pelanggan, nonpelanggan, dan pesaing. Lingkup analisis perusahaan perlu diperluas dengan melibatkan pula mantan pelanggan dan non-pelanggan, selain tentunya pelanggan saat ini dan pesaing. Dengan demikian, perusahaan dapat memahami secara lebih baik faktor-faktor yang menunjang kepuasan dan loyalitas pelanggan, serta faktor negatif yang berpotensi menimbulkan customer defections. Atas dasar pemahaman ini, tindakan antisipasif dan korelatif dapat ditempuh secara cepa, akurat, dan efisien. 7. Perbaikan berkesinambungan Loyalitas pelanggan merupakan perjalanan yang tidak ada akhirnya. Tidak ada jaminan bahwa bila itu terwujud lantas dapat langgeng dengan sendirinya. Pada prinsipnya perusahaan harus selalu aktif mencari berbagai inovasi dan terobosan dalam merespon setiap perubahan.
2.7.
Hubungan Kualitas Pelayanan Terhadap Loyalitas Pelanggan Kualitas
Pelayanan
mempengaruhi
kepuasan
konsumen
dengan
memberikan atau tidak memberikan unjuk kerja (manfaat nyata), misalnya konsumen telah berkeyakinan apabila mereka menggunakan produk atau pelayanan dengan mutu tinggi yang dimana-mana, tidak perduli lokasi tempat berdirinya.
Terciptanya kepuasan komsumen dapat memberikan beberapa manfaat diantaranya hubungan antara perusahaan dengan konsumen menjadi harmonis, memberikan dasar yang baik bagi pembelian ulang dan terciptanya loyalitas pelanggan, dan membentuk suatu rekomendasi dari mulut ke mulut yang menguntungkan perusahaan, kepuasan konsumen ini merupakan modal dasar bagi perusahaan dalam membentuk loyalitas pelanggan, dimana pelanggan yang loyal adalah merupakan aset yang paling berharga bagi perusahaan dalam meningkatkan profitabilitas perusahaan. Loyalitas pelanggan lebih mengarah kepada perilaku yang ditujukan dengan pembelian rutin yang didasarkan pada unit pengambilan keputusan. Adapun karakteristik pembelian yang loyal antara lain adalah melakukan pembelian yang berulang-ulang, hanya membeli produk dari perusahaan tersebut, menolak produk lain, menunjukan kekebalan )tidak terpengaruh) oleh daya tarik sejenis dari perusahaan pesaing dan melakukan penciptaan prospek.