7
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ergonomi 2.1.1. Pengertian Ergonomi Menurut Wignyosubroto dalam Effendi (2002) istilah ergonomi berasal dari ergon (bahasa latin) artinya kerja dan nomos artinya hukum. Ergonomi dapat didefinisikan sebagai studi tentang aspek-aspek manusia dalam lingkungan kerjanya yang ditinjau secara anatomi, fisiologi, pskologi, enginering, manajemen dan desain/perancangan. Sedangkan menurut Manuaba (1996) ergonomi merupakan ilmu yang mempelajari secara khusus hubungan antara pekerja dengan alat/fasilitas misalnya mesin obeng, kursi/meja dan lain-lain yang digunakan dalam lingkungan kerja sehingga terjadi pemahaman dan keserasian dalam proses bekerja. Dalam literatur tentang ergonomi dapat diketahui sejumlah definisi antara lain : (1) fitting the job to the man and fitting the man to the job, (2) is body of knowledge about human abilities, human limitation and other human characteristics that are relevan to design. Ergonomi adalah ilmu, seni dan penerapan teknologi untuk menyerasikan atau menyeimbangkan antara segala fasilitas yang digunakan baik dalam beraktivitas maupun istirahat dengan kemampuan dan keterbatasan manusia baik fisik maupun mental sehingga kualitas hidup secara keseluruhan menjadi lebih baik (Tarwaka, 2004). Berbicara tentang ergonomi dapat dikaitkan dengan optimasi, efisiensi, kesehatan, keselamatan dan kenyamanan manusia ditempat kerja, di rumah, di
Universitas Sumatera Utara
8
sekolah dan dimana-mana termasuk juga ditempat rekreasi. Dengan ergonomi dibutuhkan studi tentang sistem yang didalamnya : manusia, fasilitas kerja dan lingkungan saling berinteraksi dengan tujuan utama yaitu menyesuaikan suasana kerja dengan manusianya. Selain itu ergonomi juga dapat diterapkan untuk bidang fisiologi, psikologi, perancangan, analisis, sintesis, evaluasi proses kerja, produk bagi para wiraswastawan, manajer, pemerintahan, militer, dosen dan mahasiswa. (Effendi, 2002). 2.1.2. Tujuan dan Ruang Lingkup Ergonomi Menurut Tarwaka (2004) secara umun tujuan dari penerapan Ergonomi adalah: 1. Meningkatkan kesejahteraan fisik dan mental melalui upaya pencegahan cedera dan penyakit akibat kerja, menurunkan beban kerja fisik dan mental, mengupayakan promosi dan kepuasan kerja. 2. Meningkatkan kesejahteraan sosial melalui peningkatan kualitas kontak social, mengelola dan mengkoordinir kerja secara tepat guna dan meningkatkan jaminan sosial baik selama kurun waktu usia produktif maupun setelah tidak produktif. 3. Menciptakan keseimbangan rasional antara berbagai aspek yaitu aspek teknis, ekonomis, antropologis dan budaya dari setiap sistem kerja yang dilakukan sehingga tercipta kualitas kerja dan hidup yang tinggi.
Universitas Sumatera Utara
9
Sedangkan manfaat dengan menerapkan ergonomi agar diperoleh hal-hal sebagai berikut : pekerjaan dapat lebih cepat selesai, risiko pekerjaan bisa lebih kecil, jam kerja tidak banyak hilang, risiko penyakit akibat kerja kecil, gairah/kepuasan kerja lebih tinggi, biaya ekstra/tambahan tidak terduga bisa ditekan, absensi masuk kerja rendah, kecelakaan akibat kerja bisa berkurang, rasa sakit berkurang/tidak ada, dan lain-lain. (Manuaba, 1996) 2.1.3. Aplikasi Ergonomi Penerapan atau aplikasi ergonomi dapat ditemukan dalam setiap pekerjaan, beberapa diantaranya antara lain : (Kurniawan, 1993) A. Sikap tubuh dalam bekerja Sikap tubuh dalam bekerja harus merupakan sikap yang alamiah tidak dipaksakan dan tidak canggung. Sehingga dicapai efisiensi dan produktivitas kerja yang optomal dan memberikan kenyamanan waktu kerja. Dengan demikian selalu diusahakan agar semua pekerjaan dilakukan dalam sikap kerja yang ergonomis. Sikap tubuh dalam bekerja harus memperhatikan : a. Diupayakan semua pekerjaan dilakukan dengan sikap duduk atau berdiri secara bergantian. b. Segala posisi atau sikap tubuh yang tidak alamiah dihindarkan atau diusahakan agar beban statis sekecil-kecilnya. c. Segala posisi dan sikap tubuh harus menghindari upaya-upaya yang tidak perlu
Universitas Sumatera Utara
10
B. Pembebanan kerja Beban kerja adalah reaksi semua jenis-jenis beban terhadap manusia dalam sistem kerja. Sedangkan pembebanan kerja merupakan reaksi beban kerja pada manusia menyangkut sifat dan kecakapan individu. Berhubungan dengan sistem kerja, baik pada proses kerja, juga pada lingkungan kerja, manusia dipengaruhi oleh faktor pembebanan dan relaksasi. Rancangan sistem kerja, berdasarkan ilmu pengetahuan kerja adalah jumlah daya yang mempengaruhi manusia dalam pekerjaannya, sehingga pengaruh ini dapat disebut sebagai pembebanan kerja, yang terdiri dari elemen-elemen pembebanan kerja. Elemen pembebanan kerja dapat ditentukan secara kuantitatif. Temperatur kerja yang terlalu tinggi atau rendah pada waktu tertentu dapat mencerminkan suatu elemen beban kerja. Dengan demikian, setiap elemen beban kerja memiliki ukuran intensitas yang dapat berubah pada batas waktu tertentu sehingga mewujudkan kuantitas komponen jumlah pembebanan lainnya seperti konsentrasi tidak dapat ditentukan secara kuantitatif, tetapi dapat ditaksir elemen pembebanannya. Melalui pengamatan suatu sitem kerja yang dapat dijumlahkan secara perhitungan matematika disebabkan adanya dampak pembebanan yang saling mempengaruhi yang dapat memperkuat atau memperlemah daya pada elemen pembebanan tersebut. C. Posisi bekerja dengan industri Cara berdiri yang baik adalah berdiri yang benar-benar tegak kepala agak ditarik kebelakang, tulang bahu agak dibuka/direntangkan, punggung bawah sedikit lordosis. Lutut dipertahankan lurus. D. Mengangkat beban
Universitas Sumatera Utara
11
Terutama di negara berkembang mengankat beban adalah pekerjaan yang lazim dan sering dilakukan tanpa dipikirkan efek negatifnya, antara lain : kerusakan tulang punggung, kelainan bentuk otot karena pekerjaan tertentu, prolapsus uteri, prolapsus ani ataupun hernia, dll Menurut Suma’mur (1989) dalam Panjaitan (2004), cara mengankat beban yang baik harus memenuhi dua prinsip kinetis yaitu : 1. Beban diusahakan menekan pada otot tungkai yang kuat dan sebanyak mungkin otot tulang belakang yang lebih lemah dibebaskan dari pembebanan. 2. Momentum gerak badan dimanfaatkan untuk mengawali gerakan. Untuk menerapkan kedua prinsip kinetis itu setiap kegiatan mengankat dan mengangkut harus dilakukan sebagai berikut : a. pegangan harus tepat. Memegang diusahakan dengan tangan penuh dan hindarkan memegang dengan hanya beberapa jari yang dapat menyebabkan ketegangan statis lokal pada jari tersebut b. lengan harus berasa sedekat-dekatnya pada badan dan dalam posisi lurus. Fleksi pada lengan untuk mengangkat dan mengankut menyebabkan ketegangan otot statis yang melelahkan. c. Punggung harus diluruskan d. Dagu ditarik segera setelah kepala bisa ditegakkan lagi seperti permulaan gerakan. Dengan posisi kepala dan dagu yang tepat, seluruh tulang belakang diluruskan.
Universitas Sumatera Utara
12
e. Posisi kaki dibuat sedimikan rupa sehingga mampu untuk mengimbangi momentum yang terjadi dalam posisi mengangkat. Satu kaki ditempatkan ke arah jurusan gerakan yang dituju, kaki kedua ditempatkan sedemikian rupa sehingga membantu mendorong tubuh pada gerakan pertama. f. Berat badan dimanfaatkan untuk menarik dan mendorong serta sebagai gaya untuk gerakan dan perimbangan. g. Beban diusahakan berada sedekat mungkin terhadap garis vertikal yang melalui pusat gravitasi tubuh. 2.2. Kerja Otot Statis dan Dinamis Kerja fisik sering disebut kerja otot. Otot-ototlah yang menjadi sebab gerakan tubuh. Terhadap tubuh, otot-otot menduduki sekitar 45% dari berat tubuh. Otot tersusun dari serat-serat otot yang bekerja dengan jalan mengerut (kontraksi). Kecepatan kontraksi otot berhubungan erat dengan besarnya tenaga yang bekerja pada suatu saat tertentu. Oleh karena itu kecepatan gerakan diatur oleh banyaknya serat-serat otot yang berkerut secara aktif selama waktu dimaksud. (Hidayat, 1995) A. Pengertian Otot Statis dan Dinamis Otot dapat bekerja secara statis (menetap) dan dinamis (ritmis, berirama). Sebagai contoh : untuk kerja statis dipilih suatu sikap tangan vertikal yang sedang menjinjing suatu beban sedangkan kerja dinamis misalnya mengayuh sepeda. Pada kerja otot statis suatu otot menetap berkontraksi untuk suatu periode waktu secara kontiniu, panjang otot tetap dan seolah-olah tidak kelihatan kerja luar, sehingga
Universitas Sumatera Utara
13
energi tidak dapat diperhitungkan dari besarnya kekuatan. Kerja statis lebih menyerupai bekerjanya suatu elektromagnet yang bebannya tetap sekalipun harus mempertahankan tingkat energi yang tetap. Sedangkan pada kerja otot dinamis kerutan dan pengenduran suatu otot terjadi silih berganti. Energi kerja adalah hasil perkalian antara selisih panjang otot sebelum dan pada keadaan maksimum kontraksi dengan besarnya kekuatan. Dalam kehidupan sehari-hari, selalu terjadi aneka ragam otot statis. Pada keadaan berdiri, sejumlah otot kaki, paha, punggung, dan leher berada dalam kontraksi statis. Oleh karena kerja otot statis inilah bagian-bagian tubuh dapat dipertahankan berada dalam posisi tetap. B. Peredaran Darah Keadaan peredaran darah berbeda pada kerja otot statis dan dinamis. Dalam otot yang sering bekerja statis, pembuluh-pembuluh darah tertekan oleh pertambahan tekanan dalam otot sehingga peredaran darah dalam otot itu menjadi berkurang. Sebaliknya otot yang berkontraksi dinamis berlaku sebagai suatu pompa bagi peredaran darah. Kerutan disertai pemompaan arah keluar otot, pengenduran adalah kesempatan bagi darah untuk masuk ke dalam otot. Jelaslah bahwa otot yang berkontraksi dinamis memperoleh glukosa dan oksigen sehingga kaya tenaga dan sisa-sisa metabolisme dibuang segera. Otot-otot yang berkontraksi statis tidak mendapat glukosa dan oksigen dari arah sehingga harus menggunakan cadangan-cadangan yang ada. Sisa-sisa metabolisme
tidak
dapat
diangkut
keluar melainkan tertimbun.
Hal
ini
mengakibatkan rasa nyeri dan lelah pada otot. Rasa nyeri dan kelelahan ini memaksa
Universitas Sumatera Utara
14
untuk menghentikan kerja otot statis. Sebaliknya, kerja otot dinamis dengan irama yang tepat dapat lama berkelanjutan tanpa kelelahan otot. C. Efek Kerja Otot Statis Pada kerja otot statis, peredaran darah ke otot berkurang sehingga kerja otot statis dalam kerja sedapat mungkin ditiadakan atau sekurang-kurangnya dikurangi menjadi sekecil-kecilnya, karena secara fisiologis terbukti bahwa kerja otot statis kurang efisien daripada kerja otot dinamis. Disamping itu konsumsi energi lebih banyak untuk upaya-upaya yang lebih kecil. Penurunan ini dicerminkan oleh bertambahnya nadi yang tidak setimpal. 2.3. Sikap Kerja Sikap tubuh dalam pekerjaan sangat dipengaruhi oleh bentuk, susunan, ukuran dan penempatan mesin-mesin, penempatan alat-alat petunjuk, cara-cara harus melayani mesin (macam gerak, arah dan kekuatan). (Suma’mur, 1996) Terdapat 3 macam sikap dalam bekerja, yaitu : (Santoso, 2004) 1. Prinsip posisi duduk Posisi duduk pada otot rangka (musculoskeletal) dan tulang belakang terutama pinggang harus dapat ditahan oleh sandaran kursi agar terhindar dari nyeri dan cepat lelah. Pada posisi duduk, tekanan tulang belakang akan meningkat dibanding berdiri atau berbaring, jika posisi duduk tidak benar. Menurut Nurmianto (2004) dalam Santoso (2004) bahwa tekanan posisi tidak duduk 100%, maka tekanan akan meningkat menjadi 140% bila sikap duduk tegang dan kaku, dan tekanan akan meningkat menjadi 190% apabila saat duduk dilakukan
Universitas Sumatera Utara
15
membungkuk ke depan. Oleh karena itu perlu sikap duduk yang benar dan dapat relaksasi (tidak statis). Sikap duduk yang paling baik yang tidak berpengaruh buruk terhadap sikap badan dan tulang belakang adalah sikap duduk dengan sedikit lordosa pada pinggang dan sedikit mungkin kifosa pada punggung. Sikap demikian dapat dicapai dengan kursi dan sandaran punggung yang tepat. Pekerjaan sejauh mungkin dilakukan sambil duduk. Keuntungan bekerja sambil duduk adalah sebagai berikut : a. Kurangnya kelelahan pada kaki b. Terhindarnya sikap-sikap yang tidak alamiah c. Berkurangnya pemakaian energi. d. Kurangnya tingkat keperluan sirkulasi darah (Suma’mur, 1989) 2. Kerja Posisi Berdiri Bekerja dengan posisi berdiri terus meneurs sangat mungkin akan mengakibatkan penumpukan darah dan berbagai cairan tubuh pada kaki, hal ini akan bertambah bila berbagai bentuk dan ukuran sepatu yang tidak sesuai. Seperti pembersih (clerks), dokter gigi, penjaga tiket, tukang cukur pasti memerlukan sepatu ketika bekerja. Apabila sepatu tidak pas (tidak sesuai) maka sangat mugkin akan sobek dan terjadi bengkak pada jari kaki, mata kaki, dan bagian sekitar telapak kaki. Oleh karena itu perlu adanya penelitian lebih lanjut sepatu kerja secara ergonomis. Sepatu yang baik adalah sepatu yang dapat menahan kaki (tubuh) dan kaki tidak
Universitas Sumatera Utara
16
direpotkan untuk menahan sepatu. Desain sepatu harus lebih longgar dari ukuran telapak kaki. Apabila bagian sepatu di kaki terjadi penahanan yang kuat pada tali sendi (ligaments) pergelangan kaki, dan hal itu terjadi dalam waktu yang lama, maka otot rangka akan mudah mengalami kelelahan. Beberapa penelitian telah berusaha untuk mengurangi kelelahan pada tenaga kerja dengan posisi berdiri. Contohnya yaitu seperti yang diungkapkan Grandjean (1988) dalam Santoso (2004), merekomendasikan bahwa jenis pekerjaan teliti, letak tinggi meja diatur 10 cm di atas siku. Untuk jenis pekerjaan ringan, letak tinggi meja diatur sejajar dengan tinggi siku. Dan untuk pekerjaan berat, letak tinggi meja diatur 10 cm di bawah tinggi siku. 3. Kerja Berdiri Setengah Duduk Berdasarkan penelitian Santoso (2004) bahwa tenaga kerja bubut yang telah terbiasa bekerja dengan posisi berdiri tegak diubah menjadi posisi setengah duduk tanpa sandaran dan setengah duduk dengan sandaran, menunjukkan bahwa terdapat perbedaan tingkat kelelahan otot biomekanik antar kelompok. Menurut Suma’mur (1989) posisi kerja yang baik adalah bergantian antara psisi duduk dan posisi berdiri, akan tetapi antara posisi duduk dan berdiri lebih baik dalam posisi duduk. Hal itu dikarenakan sebagian berat tubuh di sangga oleh tempat duduk disamping itu konsumsi energi kecepatan sirkulasi lebih tinggi dibandingkan tiduran, tetapi lebih rendah daripada berdiri. Posisi duduk juga dapat mengontrol kekuatan kaki dalam pekerjaan, akan tetapi harus memberi ruang yang cukup untuk kaki karena bila ruang yang tersedia sangat sempit maka sangatlah tidak nyaman.
Universitas Sumatera Utara
17
Menurut Grandjean & Kroemer, (2000) dalam Manuaba (1998), mengatakan bahwa sikap kerja pengrajin hendaknya diusahakan dalam posisi fisiologis seperti saat duduk dan berdiri, sehingga tidak sampai menimbulkan sikap paksa yang melewati kemampuan fisiologis tubuh. Tujuannya mencegah kontraksi otot dan peregangan tendo secara berlebihan (overuse). Kemudian Adnyana (2001) Chung, dkk. (2003) ; Dempsey (2003); Ferreira (2005) ; Fergusson, dkk. (2005); Sutajaya (2000) menyimpulkan bahwa sikap paksa dapat terjadi pada berbagai sikap seperti saat memegang, angkat angkut, duduk, mengambil alat, berdiri ataupun akibat ruang kerja yang tidak sesuai dengan pekerja Perubahan sikap merupakan suatu adaptasi tubuh untuk mempertahankan suatu gaya yang timbul pada saat berkontraksi untuk suatu sikap seperti saat membungkuk, mengangkat beban, menahan beban dan lain sebagainya. Hal ini dipengaruhi oleh penampang otot, posisi otot serta insersi tendo pada tulang. Secara biomekanika hal ini bertujuan mempertahankan keseimbangan antara gaya yang ditimbulkan oleh beban dan gaya yang dihasilkan oleh otot untuk mempertahankan beban secara seimbang pada suatu titik tumpu. Oleh karena perbandingan momen gaya beban dengan momen gaya otot harus seimbang. Momen gaya merupakan hasil perkalian gaya beban / otot dengan jarak dari beban/otot ke titik sumbu (Widjaya, 1998) Sikap kerja pekerja gambang daun tembakau adalah duduk tanpa kursi dan meja, dimana kerja dilakukan dengan menggunakan tangan dan paha sebagai alas untuk merapikan daun tembakau yang membutuhkan ketrampilan khusus. Jadi termasuk sikap kerja statis dalam waktu yang relatif lama dibandingkan sikap kerja
Universitas Sumatera Utara
18
yang dinamis. Semua aktifitas kerja otot ini dilakukan oleh sekelompok otot-otot secara simultan yang dikoordinasikan oleh saraf baik saraf pusat maupun perifer secara efisien dan menimbulkan keterampilan tertentu. Kekuatan maksimum otot atau kelompok otot tergantung dari: umur, sex, konstitusi tubuh, latihan dan motivasi. Bebas statis pada otot merupakan sebab utama nyeri dan lelah oleh karena itu tata ruang sikap kerja harus dibuat sedemikian rupa sehingga beban kerja seminimal mungkin. Menurut Grandjean, 1998, tujuh (7) petunjuk ergonomis yang membuat beban “minimized” adalah: 1) Mencegah semua bentuk sikap kerja yang tidak alamiah, misalnya badan selalu membungkuk, kepala lebih banyak menoleh kesamping daripada ke depan. 2) Mencegah tangan atau lengan terlalu lama pada posisi ke depan atau ke samping. Misalnya: operator yang mengoperasikan mesin yang sedang berjalan. 3) Kerja duduk yang terlalu lama. 4) Gerak satu tangan/lengan yang statis, merupakan beban otot. 5) Lingkungan kerja dengan meja. Jarak mata dengan pekerjaan harus baik, jangan terlalu dekat. 6) Alat-alat yang dipakai kerja harus mudah dijangkau bila perlu. Jarak dengan mata dan alat-alat tadi adalah 25-30 cm.
Universitas Sumatera Utara
19
7) Kerja dengan tangan dapat dipergunakan penopang di bawah lengan dan siku. 2.4. Sikap Kerja Duduk Posisi tubuh dalam kerja sangat ditentukan oleh jenis pekerjaan yang dilakukan. Masing-masing posisi kerja mempunyai pengaruh yang berbeda-beda terhadap tubuh. Grandjean (1993) berpendapat bahwa bekerja dengan posisi duduk mempunyai keuntungan antara lain; pembebanan pada kaki, pemakaian energi dan keperluan untuk sirkulasi darah dapat dikurangi. Namun demikian, kerja dengan sikap duduk terlalu lama dapat menyebabkan otot perut melembek dan tulang belakang akan melengkung sehingga cepat lelah. (Tarwaka, 2004) Tekanan pada bagian tulang belakang akan meningkat pada saat duduk, dibandingkan dengan saat beridri ataupun berbaring. Jika diasumsikan, tekanan tersebut sekitar 100%, cara duduk yang tegang atau kaku (erect posture) dapat menyebabkan tekanan tersebut mencapai 140% dan cara duduk yang dilakukan dengan membungkuk kedepan akan menyebabkan tekanan tersebut sampai 190%. Sikap duduk yang tegang lebih banyak memerlukan aktivitas otot atau saraf belakang daripada sikap duduk yang condong kedepan. Kenaikan tekanan tersebut dapat meningkat dari suatu perubahan dalam lekukan tulang belakang yang terjadi pada saat duduk. Suatu keletihan pada pinggul sekitar 90% tidak dapat dicapai hanya dengan rotasi dari tulang pada sambungan paha(persendian tulang paha). Tekanan antar ruas tulang belakang akan meningkat pada saat duduk jika dihubungkan oleh rata-rata degenerasi dari bagian-bagian tulang yang saling bertekanan (Nurmianto, 2004)
Universitas Sumatera Utara
20
Suma’mur (1989) menyatakan bahwa bekerja sambil duduk juga tidak baik bagi alat-alat dalam, khususnya pencernaan, jika posisi dlakukan secara membungkuk. Setelah duduk selama 15-20 menit, otot-otot punggung biasanya mulai letih. Maka, mulai dirasakan nyeri pinggang bawah. Namun, orang yang duduk tegak lebih cepat letih, karena otot-otot punggungnya lebh tegang. Sementara orang yang duduk membungkuk kerja otot lebih ringan, namun tekanan pada bantalan saraf lebih besar. Sekitar 60 persen orang dewasa mengalami nyeri punggung bawah karena masalah duduk. Suatu penelitian di sebuah rumah sakit menunjukkan bahwa pekerjaan dengan duduk lama (separuh hari kerja) dapat menyebabkan hernia nukleus pulposus, yaitu saraf tulang belakang “terjepit” diantara kedua ruas tulang belakang sehingga menyebabkan selain nyeri pinggang juga rasa kesemutan yang menjalar ke tungkai sampai ke kaki. Bahkan, bila parah, bisa menyebabkan kelumpuhan. Bila merasakan nyeri punggung bawah, hal pertama yang perlu dilakukan adalah berdiri. Berelaksasi setiap 20-30 menit sangat penting untuk mencegah ketegangan otot. Berdiri dan meluruskan pinggang bawah beberapa kali sangat menolong. Jalan-jalan satu jam sekali juga sangat menolong mengurangi ketegangan otot. Hal-hal yang harus dihindari selama duduk supaya tidak terjadi nyeri pinggang bawah antara lain jangan duduk pada kursi yang terlalu tinggi, duduk dengan membongkokkan pinggang, atau duduk tanpa sandaran di pinggang bawah (pendukung lumbal). Selain itu, selama duduk perlu menghindari duduk dengan mencondongkan kepala kedepan karena dapat menyebabkan gangguan pada leher,
Universitas Sumatera Utara
21
duduk dengan lengan terangkat karena dapat menyebabkan nyeri pada bahu dan pinggang. (Samara, 2003). Sikap duduk yang paling baik yang tidak berpengaruh buruk terhadap sikap badan dan tulang belakang adalah sikap duduk dengan sedikit lordosa pada pinggang dan sedikit mungkin kifosa pada punggung. (Suma’mur, 1989) Menurut samara (2003), sikap duduk yang benar adalah pertama, duduk dengan sikap membungkuk ekstrem. Kemudian setelah beberapa detik, secara perlahan punggung ditegakkan dan dilengkungkan. Sebaiknya tidak mempertahankan terlalu lama posisi ini karena dapat meneybabkan keteganga otot punggung. Kemudian, relakskan lengkung lumbal sekitar 10 persen agar sikap tubuh benar. Bekerjalah dengan sikap seperti ini selama duduk. Sbaiknya duduk dengan punggung lurusdan bahu berada di belakang serta bokong menyentuh belakang kursi. Seluruh lengkung tulang belakang harus terdapat selama duduk. Duduklah dengan lutut tetap setinggi atau sedikit lebih tinggi dari panggul (gunakan penyangga kaki bila perlu) dan sebaiknya kedua tungkai tidak saling menyilang. Jaga agar kedua kaki tidak menggantung. Hindari duduk dengan posisi yang sama lebih dari 20-30 menit. Mengingat posisi duduk mempunyai keuntungan maupun kerugian, maka untuk mendapatkan hasil kerja yang baik, tanpa pengaruh buruk pada tubuh, Pulat (1992) dalam Tarwaka (2004), memberikan pertimbangan tentang pekerjaan yang paling baik dilakukan dengan posisi duduk adalah sebagai berikut : 1. Pekerjaan yang memerlukan kontrol dengan teliti pada kaki 2. Pekerjaan utama adalah menulis atau memerlukan ketelitian pada tangan 3. Tidak memerlukan tenaga dorong yang besar
Universitas Sumatera Utara
22
4. Objek yang dipegang tidak mmerlukan tangan bekerja pada ketinggian lebih dari 15 cm dari landasan kerja 5. Diperlukan tingkat kestabilan tubuh yang tinggi 6. Pekerjaan dilakukan pada waktu yang lama 7. Seluruh objek yang dikerjakan atau disuplai masih dalam jangkauan dengan posisi duduk. Untuk memenuhi sikap tubuh dalam bekerja yang ergonomik, dibuat atau ditentukan kriteria dan ukuran-ukuran baku tentang tempat duduk dan meja kerja dengan berpedoman pada ukuran-ukuran antropometris orang Indonesia umumnya, yaitu : 1. Tempat duduk Tempat duduk harus sedemikian rupa sehingga orang bekerja dengan sikap duduk mendapatkan kedudukan yang mantap dan memberikan relaksasi otot-otot yang tidak sedang diapakai untuk bekerja dan tidak mengalami penekanan-penekanan pada bagian tubuh yang dapat mengganggu sirkulasi darah dan sensibilitas bagianbagian tersebut. a. Tinggi tempat duduk, diukur dari lantai sampai pada permukaan atas bagian depan alas duduk. Kriterianya yaitu : tinggi alas duduk harus sedikit lebih pendek dari panjang lekuk lutut sampai ke telapak kaki. Ukuran yang diusulkan adalah 38-48 cm. b. Panjang alas duduk, diukur dari pertemuan garis penyekat permukaan depan sandaran duduk permukaan atas alas duduk. Kriterianya yaitu : harus lebih
Universitas Sumatera Utara
23
pendek dari jarak lekuk lutut sampai garis punggung. Ukuran yang diusulkan adalah 36 cm. c. Lebar tempat duduk, diukur pada garis tngah alas duduk melintang. Kriterianya yaitu : harus lebih besar dari lebar pinggul d. Sandaran pinggang, dengan kriteria : bagian atas sandaran pinggang tidak melebihi tepi bawah ujung tulang belikat dan bagian bawahnya setinggi garis pinggul. e. Sudut alas duduk, dengan kriteria : alas duduk harus sedemikian rupa sehingga memberikan kemudahan pada pekerja untuk melaksanakan pemilihan-pemilihan gerakan dan posisi. Ukuran yang diusulkan : alas duduk horizontal, tetapi untuk pekerjaan-pekerjaan yang tidak memerlukan sedikit membungkut ke depan alas duduk miring ke belakang 3-5 derajat. 2. Meja Kerja a. Tinggi meja kerja, dengan kriteria : tinggi permukaan atas meja kerja dibuat setinggi siku dan disesuaikan dengan sikap tubuh pada waktu bekerja. Untuk sikap duduk, ukuran yang diusulkan adalah 54-58 cm yang diukur dari permukaan daun meja sampai ke lantai. b. Tebal daun meja, dengan kriteria : tebal daun meja dibuat sedemikian rupa sehingga dapat memberikan kebebasan bergerak pada kaki. c. Permukaan meja, dengan kriteria : rata tidak menyilaukan. d. Lebar meja, diukur dari pekerjaan ke arah depan, dengan kriteria : tidak melebihi jarak jangkauan tangan. Ukuran yang diusulkan adalah kurang lebih 80 cm (Suma’mur, 1989)
Universitas Sumatera Utara
24
Gambar 2.1 Sikap Duduk Posisi duduk pada otot rangka (muskuloskletal ) dan tulang belakang terutama pada pinggang harus dapat ditahan oleh sandaran kursi agar terhindar dari rasa nyeri dan cepat lelah. Pada posisi duduk, tekanan tulang belakang akan meningkat dibanding berdiri atau berbaring, jika posisi duduk tidak benar (Nurmianto, 2004)
2.5. Keluhan Muskuloskeletal 2.5.1. Definisi Keluhan Muskuloskeletal Keluhan muskuloskeletal adalah keluhan pada bagian otot skeletal yang dirasakan oleh seseorang mulai dari keluhan sangat ringan sampai sangat sakit. Apabila otot menerima beban statis secara berulang dan dalam waktu yang lama, akan dapat menyebabkan keluhan berupa kerusakan pada sendi, ligamen dan tendon. Keluhan hingga kerusakan ini biasanya diistilahkan dengan keluhan musculoskeletal
Universitas Sumatera Utara
25
disorders atau cedera pada sistem muskuloskeletal. Secara garis besar keluhan otot dapat dikelompokkan menjadi dua (Tarwaka, 2004), yaitu : 1. Keluhan sementara (reversible) Keluhan sementara yaitu keluhan otot yang terjadi pada saat otot menerima beban statis, namun demikian keluhan tersebut akan segera hilang apabila pembebanan dihentikan. 2. Keluhan menetap (persistent) Keluhan menetap yaitu keluhan otot yang bersifat menetap. Walaupun pembebanan kerja telah dihentikan, namun rasa sakit pada otot masih terus berlanjut. Hasil studi menunjukkan bahwa bagian otot yang sering dikeluhkan adalah otot rangka (skeletal) yang meliputi otot leher, bahu, lengan, tangan, jari, punggung, pinggang dan otot – otot bagian bawah. Keluhan otot skeletal pada umumnya terjadi karena kontraksi otot yang berlebihan akibat pemberian beban kerja yang terlalu berat dengan durasi pembebanan yang panjang.
2.5.2. Penyebab Keluhan Muskuloskeletal Menurut Petter (2005) yang dikutip oleh Rizki (2007) menjelaskan bahwa terdapat beberapa faktor yang dapat menyebabkan terjadinya keluhan otot skeletal, yaitu : 1. Peregangan Otot yang Berlebihan
Universitas Sumatera Utara
26
Peregangan otot yang berlebihan pada umumnya sering dikeluhkan oleh pekerja dimana aktivitas kerjanya menuntut pengerahan tenaga yang besar seperti aktivitas mengangkat, mendorong, menarik dan menahan beban yang berat. Peregangan otot yang berlebihan ini terjadi karena pengerahan tenaga yang diperlukan melampaui kekuatan optimum otot. Apabila hal serupa sering dilakukan, maka dapat mempertinggi resiko terjadinya keluhan otot, bahkan dapat menyebabkan terjadinya cedera otot skeleletal. 2. Aktivitas Berulang Aktivitas berulang adalah pekerjaan yang dilakukan secara terus - menerus seperti pekerjaan mencangkul, membelah kayu besar, angkat – angkut dan lain – lain. Keluhan otot terjadi karena otot menerima tekanan akibat beban kerja secara terus – menerus tanpa memperoleh kesempatan untuk relaksasi. 3. Sikap Kerja Tidak Alamiah Sikap kerja tidak alamiah adalah sikap kerja yang menyebabkan posisi bagian tubuh bergerak menjauhi posisi alamiah misalnya pergerakan tangan terangkat, punggung terlalu membungkuk, kepala terangkat dan sebagainya. Semakin jauh posisi bagian tubuh dari pusat gravitasi tubuh, maka akan semakin tinggi pula resiko terjadinya keluhan otot skeletal. Sikap kerja tidak alamiah ini pada umumnya karena karakteristik tuntutan tugas, alat kerja dan stasiun kerja tidak sesuai dengan kemampuan dan keterbatasan pekerja. 4. Faktor penyebab sekunder terjadinya keluhan muskuloskeletal, yaitu :
Universitas Sumatera Utara
27
1) Tekanan Terjadinya tekanan langsung pada jaringan otot yang lunak. Sebagai contoh, pada saat tangan harus memegang alat, maka jaringan otot tangan yang lunak akan menerima tekanan langsung dari pegangan alat, dan apabila hal ini sering terjadi, dapat menyebabkan rasa nyeri otot yang menetap. 2) Getaran Getaran dengan frekuensi tinggi akan menyebabkan kontraksi otot bertambah. Kontraksi statis ini menyebabkan peredaran darah tidak lancer, penimbunan asam laktat meningkat dan akhirnya timbul rasa nyeri otot. 3) Mikroklimat Paparan suhu dingin yang berlebihan dapat menurunkan kelincahan, kepekaan dan kekuatan pekerja sehingga gerakan pekerja menjadi lamban, sulit bergerak yang diserti dengan menurunnya kekuatan otot. Demikian juga dengan paparan udara yang panas. Beda suhu lingkungan dengan suhu tubuh yang terlampau besar menyebabkan sebagian energi yang ada dalam tubuh akan termanfaatkan oleh tubuh untuk beradaptasi dengan lingkungan tersebut. Apabila hal ini tidak diimbangi dengan pasokan energi yang cukup, maka akan terjadi kekurangan suplai energi ke otot. Sebagai akibatnya, peredaran darah kurang lancar, suplai oksigen ke otot menurun, proses metabolisme karbohidrat terhambat dan terjadi penimbunan asam laktat yang dapat menimbulkan rasa nyeri otot. 4) Penyebab kombinasi.
Universitas Sumatera Utara
28
Selain faktor – faktor yang telah disebutkan di atas, beberapa ahli menjelaskan bahwa faktor individu seperti umur, jenis kelamin, kebiasaan merokok, aktivitas fisik, kekuatan fisik dan ukuran tubuh juga dapat menjadi penyebab terjadinya keluhan otot skeletal. 2.5.3. Keluhan Otot Rangka Menurut (Grandjean, 1993) dalam Tarwaka (2004), keluhan otot rangka adalah keluhan pada bagian otot rangka yang dirasakan oleh seseorang mulai dari keluhan sangat ringan sampai sangat sakit. Secara garis besar keluhan otot dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu keluhan sementara, yaitu keluhan otot yang terjadi pada saat otot menerima beban statis, namun demikian keluhan tersebut akan segera hilang apabila pembebanan dihentikan, dan keluhan menetap, yaitu keluhan otot yang bersifat menetap. Walaupun pembebanan telah dihentikan, namun rasa sakit pada otot terus berlanjut. Bagian otot yang sering dikeluhkan adalah otot rangka yang meliputi otot leher, bahu, lengan, tangan, jari, punggung, pinggang dan otot-otot bagian bawah. Diantara keluhan otot rangka tersebut, yang banyak dialami oleh pekerja adalah otot bagian pinggang. Keluhan otot rangka pada umumnya terjadi karena konstraksi otot yang berlebihan akibat pemberian beban kerja yang terlalu berat dengan durasi pembebanan yang panjang. Beberapa faktor yang dapat menyebabkan terjadinya keluhan otot rangka menurut Petter (2005) dalam Tarwaka (2004), yaitu peregangan otot yang berlebihan, aktivitas berulang, sikap kerja tidak alamiah, penyebab sekunder, dan faktor penyebab kombinasi. Peregangan otot yang berlebihan, terjadi karena pengerahan tenaga yang diperlukan melampaui kekuatan optimum otot, seperti aktivitas
Universitas Sumatera Utara
29
mengangkat, mendorong, menarik dan menahan beban yang berat. Apabila sering dilakukan maka dapat mempertinggi resiko terjadinya keluhan otot, bahkan dapat menyebabkan terjadinya cedera otot rangka. Aktivitas berulang yaitu pekerjaan yang dilakukan secara terus menerus seperti pekerjaan mencangkul, menyapu, membelah kayu besar, angkat-angkut, dan sebagainya. Keluhan terjadi karena otot menerima tekanan akibat beban kerja secara terus menerus tanpa memperoleh kesempatan untuk relaksasi. Sikap kerja tidak alamiah, pada umumnya terjadi karena karakteristik tuntutan tugas, alat kerja dan stasiun kerja tidak sesuai dengan kemampuan dan keterbatasan pekerja. Sikap kerja yang menyebabkan posisi bagian tubuh bergerak menjauhi posisi alamiah, seperti pergerakan tangan terangkat, punggung terlalu membungkuk, kepala terangkat ataupun terlalu menunduk, dan sebagainya. Semakin jauh posisi bagian tubuh dari pusat gravitasi tubuh, maka semakin tinggi pula resiko terjadinya keluhan otot rangka. Di Indonesia, sikap kerja tidak alamiah lebih banyak disebabkan oleh adanya ketidaksesuaian antara dimensi alat dan stasiun kerja dengan ukuran tubuh pekerja. Apabila hal ini terjadi dalam kurun waktu yang lama, maka akan terjadi akumulasi keluhan yang pada akhirnya dapat menyebabkan terjadinya cedera otot. Penyebab sekunder berupa tekanan, getaran dan mikroklimat. Terjadinya tekanan langsung pada jaringan otot yang lunak, seperti saat tangan harus memegang alat, maka jaringan otot tangan yang lunak akan menerima tekanan langsung dari pegangan alat, yang bila sering terjadi, dapat menyebabkan rasa nyeri otot yang menetap. Getaran dengan frekuensi tinggi akan menyebabkan kontraksi otot bertambah yang mengakibatkan peredaran darah tidak lancar dan nyeri otot. Paparan suhu dingin yang berlebihan juga dapat menurunkan kecepatan, kepekaan dan
Universitas Sumatera Utara
30
kekuatan pekerja yang disertai dengan menurunnya kekuatan otot. Faktor penyebab kombinasi, faktor individu seperti umur, jenis kelamin, kebiasaan merokok, aktivitas fisik, kekuatan fisik dan ukuran tubuh juga dapat menjadi penyebab terjadinya keluhan otot rangka. 2.5.4. Kelainan Tulang Karena Kebiasaan Sikap Duduk Yang Salah Banyak manusia karena ketidaknyamanan dalam duduk menderita penyakit pada tulang belakang terutama pada area punggung bagian bawah dan area leher, hal ini menjadi perhatian para ahli psiologi dan orthopedi. Cedera tulang belakang disebabkan karena tekanan pada tulang belakang yang sangat besar. Tekanan seperti ini menyebabkan adanya cedera, baik itu sementara atau tetap. Kerusakan yang terjadi lama kelamaan akan semakin menyebar, khususnya pada saraf tulang belakang (Kroemer, 2001). Menurut Prawirohartono (2003), Kebiasaan sikap duduk yang salah dapat menimbulkan gangguan pada bentuk lengkung tulang belakang. Kelainan pada lengkung tulang belakang dapat dibedakan menjadi 3 macam, yaitu lengkung tulang pinggang yang berlebihan, lengkung tulang punggung yang berlebihan atau terlalu bengkok ke belakang sehingga bongkok. Bongkok diakibatkan karena kurang luasnya dada, sering bersamaan dengan penyakit dada, kepala yang terlalu menunduk ke depan dan dada yang rata, dan tulang punggung yang bengkok ke samping kiri atau kanan. Perubahan bentuk tulang belakang yang menyebabkan kelainan lengkung tulang punggung yang berlebihan atau terlalu bengkok kebelakang dan lengkung
Universitas Sumatera Utara
31
tulang pinggang yang berlebihan juga mengakibatkan telapak kaki ceper, karena menyebabkan melemahnya otot (Pearce, 2002). 2.5.5. Anatomi Tulang Punggung Manusia
Gambar 2.2 Tulang Punggung (Admin, 2005) Punggung tersusun dari 24 buah tulang yang disebut Vertebrae (tulang belakang). Masing-masing vertebrae dipisahkan satu sama lain oleh bantalan tulang rawan atau diskus. Seluruh rangkaian vertebrae ini membentuk tiga buah lengkung alamiah, yang menyerupai huruf “S”. lengkung paling atas disebut juga segmen cervical (leher), kemudian diikuti segmen thorax (punggung tengah) dan yang terbawah yaitu lumbal atau punggung bawah (Admin, 2005). Tulang punggung cervical memiliki bentuk tulang yang kecil dengan spina atau procesus spinosus (bagian seperti sayap pada belakang tulang) yang pendek, kecuali tulang ke-2 dan 7 yang procecus spinosusnya pendek. Diberi nomor sesuai dengan urutannya dari C1-C7 (C dari cervical), namun beberapa memiliki sebutan
Universitas Sumatera Utara
32
khusus seperti C1 atau atlas, C2 atau aksis. Lengkung lumbal bertugas untuk menopang berat seluruh tubuh dan pergerakan. Bagian ini (L1-L5) merupakan bagian paling tegap kontruksinya dan menanggung beban terberat dari yang lainnya. Bagian ini memungkinkan gerakan fleksi dan ekstensi tubuh, dan beberapa gerakan rotasi dengan derajat yang kecil. Postur tubuh yang baik akan melindungi kita dari cedera sewaktu melakukan gerakan karena beban disebarkan merata ke seluruh bagian tulang belakang. Postur tubuh yang baik akan diperoleh jika telinga, bahu dan pinggul berada dalam satu garis lurus ke bawah (Admin,2005). Otot punggung ditunjang oleh punggung, perut, pinggang dan tungkai yang kuat dan fleksibel. Semua otot ini berfungsi untuk menahan agar tulang belakang dan diskus tetap dalam posisi normal. Kelemahan pada salah satu otot akan menambah ketegangan pada otot lain dan akhirnya menimbulkan masalah punggung. Diskus adalah bantalan tulang rawan yang berfungsi sebagai penahan goncangan ini terdapat di antara vertebrae, sehingga memungkinkan sendi-sendi untuk bergerak secara halus. Tiap diskus memiliki bagian tengah seperti bunga karang (berongga kecil-kecil) dan bagian luar yang keras dan mengandung serat saraf untuk rasa nyeri. Juga terdapat cairan yang mengalir kedalam dan keluar diskus. Cairan ini berfungsi sebagai pelumas sehingga memungkinkan punggung bergerak bebas. Diskus yang sehat bersifat elastis, mudah kembali ke bentuk semula jika tertekan diantara kedua vertebrae (Admin, 2005). 2.5.6. Kuesioner Nordic Body Map Pengukuran kelelahan pada sistem otot rangka dalam bidang ergonomi mengalami satu kesulitan dalam satu kendala yang cukup serius yang sampai saat ini
Universitas Sumatera Utara
33
tidak ada cara pengukuran langsung terhadap luasnya aspek kelelahan. Tidak ada pengukuran yang bersifat mutlak terhadap kelelahan (Tarwaka, 2004). Menurut Kroemer (2001), kuesioner nordic merupakan kuisioner yang paling sering digunakan untuk mengetahui ketidaknyamanan atau kesakitan pada tubuh. Kuesioner ini sudah cukup terstandarisasi dan tersusun rapi. Kuesioner ini dikembangkan oleh Kourinka (1987) dan dimodifikasi oleh Dickinson (1992). Survei ini menggunakan banyak pilihan jawaban yang terdiri dari 2 bagian yaitu bagian umum dan terperinci. Bagian umum menggunakan gambar dari tubuh yaitu dilihat dari bagian depan dan belakang, kemudian dibagi menjadi 9 area utama. Responden yang mengisi kuesioner diminta untuk memberikan tanda ada tidaknya gangguan pada bagian area tubuh tersebut (Kroemer, 2001). Suatu bagian yang spesifik dalam daftar pertanyaan nordic terpusat pada area tubuh dimana gejala gangguan bagian area tubuh tersebut paling umum dijumpai seperti leher atau punggung. Pertanyaan lain yang biasa ditanyakan adalah sifat alamiah keluhan, jangka waktu dan kebiasaan manusia (Kroemer, 2001). 2.6. Kerangka Konsep
Pekerja Gambang Daun Tembakau
Sikap Kerja Statis
Keluhan Muskuloskeletal
Gambar 2.3. Kerangka Konsep Penelitian
Universitas Sumatera Utara
34
Keterangan : Pekerja gambang daun tembakau merupakan pekerja yang memilih daun tembakau berdasarkan kualitas warna dan ukuran daun tembakau. Pekerja ini bekerja dengan sikap kerja duduk selama 8-9 jam/hari selanjutnya dapat disimpulkan sikap kerja pekerja gambang daun tembakau bersifat statis. Dengan sikap kerja yang statis dapat menimbulkan keluhan muskuloskeletal pada pekerja.
Universitas Sumatera Utara