BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS
2.1
Hotel
2.1.1
Pengertian Hotel Pengertian hotel menurut Hotel Proprietors Act dalam Manajemen
Penyelenggaraan Hotel (2006:5) adalah “Hotel adalah suatu perusahaan yang dikelola oleh pemiliknya, dengan menyediakan pelayanan makanan, minuman dan fasilitas kamar untuk tidur kepada orang-orang yang sedang melakukan perjalanan dan mampu membayar dengan jumlah yang wajar sesuai dengan pelayanan yang diterima tanpa adanya perjanjian khusus”. Selanjutnya dijelaskan oleh United State Lodging Industry bahwa, yang utama hotel terbagi menjadi tiga jenis, yaitu : 1.
Transient Hotel, adalah hotel yang letak atau lokasinya di tengah kota dengan jenis tamu yang menginap sebagian besar adalah untuk urusan bisnis dan turis.
2.
Residential Hotel, adalah hotel yang pada dasarnya merupakan rumahrumah berbentuk apartemen dengan kamar-kamarnya, dan disewakan secara bulanan atau tahunan. Residential Hotel juga menyediakan kemudahan-kemudahan seperti layaknya hotel, seperti restoran, pelayanan makanan yang diantar ke kamar dan palayanan kebersihan kamar.
11
3.
Resort Hotel, adalah hotel yang pada umumnya berlokasi di tempat-tempat wisata, dan menyadiakan tempat-tempat rekreasi dan juga ruang serta fasilitas konfrensi untuk tamu-tamunya. Dengan mengacu pada pengertiang-pegertian tersebut di atas, dan untuk
menertibkan perhotelan di Indonesia, pemerintah menurunkan peraturan yang dituangkan dalam Surat Keputusan Menparpostel (Menteri Pariwisata, Pos dan Telekomunikasi) No. KM 37/PW.340/MPPT-86 tentang Peraturan Usaha dan Penggolongan Hotel. Bab I, Pasal 1, Ayat (b) dalam SK (Surat Keputusan) tersebut menyatakan bahwa, “Hotel adalah suatu jenis akomodasi yang mempergunakan sebagian atau seluruh bangunan untuk menyediakan jasa penginapan, makanan dan minuman serta jasa penunjang lainnya bagi umum yang dikelola secara komersial”. Menurut Bab I, Pasal 1, Ayat (a) menyatakan akomodasi yang dimaksud pada pengertian di atas adalah, “Akomodasi adalah wahana untuk menyadiakan pelayanan jasa penginapan, yang dapat dilengkapi dengan pelayanan makan dan minum serta jasa lainnya.
2.1.2
Fasilitas Hotel Hotel bukan merupakan suatu objek pariwisata melainkan merupakan
salah satu sarana dalam bidang kepariwisataan, maka dalam hal ini hotel perlu mengadakan kegiatan
bersama dengan tempat-tempat rekreasi, hiburan, agen
perjalanan dan lain-lain, untuk mempromosikan sesuatu yang unik dari objek
12
wisata yang ada di suatu daerah. Jasa yang dapat ditawarkan oleh bidang perhotelan ini adalah : a. Penyediaan/penyewaan kamar dan ruang konferensi b. Menyangkut urusan keuangan, menyediakan penukaran, valuta asing, safety box untuk keamanan harta benda bawaan konsumen. c. Urusan makanan, menyediakan kafetaria, restoran. d. Bidang rekreasi, hiburan band, tempat bermain anak-anak. e. Bidang hiburan, amusement, band, nyanyi dan tari. f. Bidang olah raga, kolam renang, ruang fitness. g. Bidang komunikasi/bisnis : telepon, fax, foto copy. Hotel merupakan usaha jasa pelayanan yang cukup rumit pengelolaannya, dengan menyediakan berbagai fasilitas yang dapat dipergunakan oleh tamutamunya selama 24 jam.
2.1.3
Produk Hotel Produk yang dihasilkan oleh hotel dapat dibedakan menjadi :
1. Komponen produk nyata adalah sebagai berikut : a. Lokasi Lokasi yang dibutuhkan oleh suatu usaha pariwisata seperti hotel, adalah suatu lokasi yang strategis dan memiliki nilai-nilai ekonomis yang tinggi, yang dimaksud adalah lokasi hotel dalam hubungan dengan Bandar udara, stasiun, pusat perbelanjaan/bisnis.
13
b. Fasilitas Fasilitas adalah penyediaan perlengkapan-perlengkapan fisik untuk memberikan kemudahan kepada para tamu dalam melaksanakan aktivitas ataupun segala kegiatannya, sehingga kebutuhan tamu dapat terpenuhi. Fasilitas tersebut dapat berupa, kamar, restoran, fasilitas olah raga, fasilitas hiburan, dan lain sebagainya. 2. Komponen produk tidak nyata/abstrak. Adapun komponen-konponen tidak nyata, adalah merupakan suatu produk yang hanya dapat dirasakan dan dialami sebagai duatu pengalaman. Faktor-faktor produk tidak nyata adalah segala sesuatu yang berkaitan dengan pelayanan dan citra suatu produk yang dihasilkan oleh hotel. Faktor-faktor tidak nyata lainnya adalah hal-hal yang dapat membarikan rasa kehangatan kepada tamu sebagai manusia dan kesediaan untuk menyanangi hati orang lain.
2.1.4
Banquet Hotel
2.1.4.1 Pengertian Banquet Hotel Banquet, mula-mula berarti panjang, yakni tempat duduk yang memanjang bersifat permanen sepanjang dinding restoran. Dewasa ini banquet cenderung diartikan sebagai upacara atau pesta-pesta special yang diorganisasikan untkn tujuan professional, sosial maupun upacara kebesaran. Jadi banquet merupakan penyelenggaraan jamuan makan secara resmi untuk sejumlah besar orang (minimum 15 orang) yang biasanya disertai dengan pidato-pidato atau upacaraupacara. (H. Marsum, 2005:2).
14
2.1.4.2 Banqueting Banqueting adalah suatu istilah yang dipergunakan untuk meliput kegiatan pelayanan dari upacara-upacara special di dalam sebuah perusahaan pelayanan makan yang terpisah dari pelayanan makan yang terdapat di berbagai restoran pada umumnya dan di grill room di mana hidangan penggang-panggangan di sajikan, juga dalam ruang yang istirahat dan lazim yang disebut lounge. Singkatnya, banqueting adalah suatu istilah yang dipergunakan untuk meliputi kegiatan pelayanan banquet. (H. Marsum, 2005:3). Menurut H. Marsum (2005:3) kegiatan banqueting dapat meliputi berbagai macam acara, seperti : a. Makan siang bersama b. Konperensi-konperensi c. Cocktail Party d. Resepsi perkawinan e. Acara makan malam dengan dansa, dan sebagainya. Di dalam hotel kelas satu semua kegiatan upacara atau pesta tersebut akan mengambil tempat di dalam hotel, dalam sederet ruangan yang telah dipersiapkan dengan baik, dikoordinasi dan dikontrol oleh Banquet Manager yang masih berada dalam naungan Food and Beverage Department. Selain itu, Banquet Manager dibantu oleh Banquet Administration dalam administrasi banquet. Banquet Manager dibantu oleh Assistant Banquet Manager dan membawahi Banquet Head Waiter, Banquet Captain, Banquet Waiter dan Banquet Bush Boy.
15
Tugas dan tanggung jawab organisasi banquet Anthony J. Strianese & Pamela D. Strianese (2003:266) : 1)
Banquet Manager
a) Bertanggung jawab atas kelancaran banquet section. b) Bertanggung jawab dalam mengawasi dan mengarahkan seluruh pramusaji. c) Mengikuti
dan
menghadiri
food
and
beverage
meeting
yang
diselenggarakan oleh food and beverage manager. 2)
Banquet Head Waiter
a) Bertanggung jawab atas jalannya operasional b) Bertanggung jawab terhadap pelayanan dan ketetapan hidangan penyajian. c) Membuat membuat schedule kerja semua staff banquet operation. 3)
Banquet Captain
a) Membantu dan mengawasi jalannya operasional b) Mewakili head waiter apabila berhalangan hadir c) Membantu waiter dalam melayani tamu 4)
Banquet Waiter
a) Melakukan table set-up dan melakukan persiapan untuk setiap acara. b) Membersihkan peralatan yang kotor dan memelihara peralatan banquet. c) Melaporkan kepada head waiter setiap ada kejadian Agar sebuah dapat berjalan dengan baik, maka koordinasi Banquet dengan departemen terkait harus dapat berjalan dengan baik. Ada 5 (lima) departemen yang memiliki hubungan yang erat dengan Banquet, yaitu : Bar, Stewarding,
16
Housekeeping, Accounting dan Engenering. (Balai Pendidikan dan Pelatihan Pariwisata Bandung, 1985).
2.1.5
Hotel sebagai Hospitality Industry Hospitality Industry dibagi menjadi lodging operations, food and beverage
services, serta travel and tourism. Hotel berada di bawah lodging operations. Industry perhotelan memiliki karakteristik lain dari industry yang yang biasa kita kenal. Jika dalam pemasaran barang biasanya dikenal dengan menggunangan 4 P (Product, Placement, Promotion, Price), maka dalam pemasaran hotel dikenal dengan 8 P yaitu product, partnership, people, packaging, programming, place, promotion dan pricing. (Morrison dalam Vanessa, 2005) Product yang ditawarka hotel beraneka ragam, antara lain yang memiliki core benefit, yang mendasar yaitu jasa penginapan dengan penyediaan kamar. Kemudian dilengkapi dengan facilitating services atau layanan pendukung berupa front office, housekeeping, dapur, parkir, restoran, fasilitas olahraga, business center dan berbagai fasilitas lainnya. Yang terpenting dalam hal ini adalah augmented product, ini menyangkut dengan system penyampaian jasa, seperti adanya check in di front desk, petunjuk menggunkan peralatan hotel, seperti TV, telepon, AC. Partnership adalah jalinan kerjasama yang dibuat oleh pihak hotel dengan kelompok lain, seperti kesenian, hiburan dan pertunjukkan lainnya. People dalam industry perhotelan terbagi menjadi dua kelompk, yaitu guests atau konsumen dan host, yaitu orang yang bekerja di hotel. guests harus dimanjakan dan host harus
17
member layanan prima sehingga memuaskan. Packaging, yaitu mengemas berbagai macam produk dalam suatu harga yang biasanya lebih murah dibanding dengan harga satuan. Programming berhubungan dengan adanya aktivitas khusus. Atau events tertentu. Packaging dan programming merupakan konsep yang saling berhubungan mengungat sebagian besar packages terdiri atas programming. Place, yaitu system penyampaian jasa, melalui saluran distribusi langsung atau tidak langsung, melalui agen-agen perjalanan, agen wisata. Promotion berkaitan dengan jasa mengkomuikasikan jasa hotel yang ditawarkan, melalui teknik promosi seperti advertising, public realition dan yang paling penting adalan mouth to mouth promotion. Pricing adalah teknik penepatan harga hotel, yang bervariasi, sesuai dengan kondisi kamar, waktu. Pada akhir minggu atau saat liburan harga sewa kamar naik dan hari lainnya disediakan korting.
2.2
Pemasaran Jasa Pemasaran adalah suatu proses sosial yang didalamnya individu dan
kelompok mendapatkan apa yang mereka butuhkan dan inginkan dengan menciptakan, menawarkan, dan secara bebas mempertukarkan produk yang bernilai dengan pihak lain. (Kotler dan Keller, 2006:19). Kotler
dan
Keller
(2006:19)
menyatakan
bauran
pemasaran
di
klasifikasikan dalam 4 kelompok yang luas yang disebut 4P dalam pemasaran, yakni product, price, promotion, dan placement yang dijelaskan sebagai berikut : 1.
Produk (Product), yakni segala sesuatu yang dapat ditawarkan di pasar, untuk memuaskan kebutuhan dan keinginan konsumen. Produk terdiri atas
18
barang, jasa, pengalaman, events, orang, tempat, kepemilikan, organisasi, informasi dan ide. 2.
Harga (Price), yakni nilai suatu barang yang dinyatakan dengan uang.
3.
Promosi (Promotion), yakni sejenis komunikasi yang memeberi penjelasan yang meyakinkan calon konsumen tentang barang atau jasa.
4.
Distribusi (Placement), yakni memilih dan mengelola saluran perdagangan yang dipakai untuk menyalurkan produk atau jasa dan juga untuk melayani pasar sasaran, serta mengembangkan sistem distribusi untuk pengiriman dan peniagaan produk secara fisik. Program bauran pemasaran yang efektif secara lebih jelas dapat
digambarkan pada berikut ini :
Bauran Pemasaran
PRODUCT Jenis produk Mutu Rancangan Ciri-ciri Nama merek Kemasan Ukuran Pelayanan Garansi
PLACEMENT Saluran Pemasaran Cakupan Pasar Pengelompokan lokasi Persedian Transportasi
Pasar Sasaran
PRICE Daftar Harga Rabat/Diskon Potongan Harga Khusus Periode Pembayaran Syarat Kredit
PROMOTION
Promosi penjulan Periklanan Tenaga Penjualan Kehumasan/Public relation Pemasaran Langsung
Sumber : Kotler dan Keller (2006:19)
Gambar 2.2 Program Bauran Pemasaran Efektif
19
Pendekatan pemasaran 4P berhasil dengan baik untuk produk, tetapi elemen-elemen tambahan perlu diperhatikan dalam bisnis jasa. Konsep bisnis jasa dalam penggunannya memiliki makna yang berbeda-beda. Perbedaan makna jasa sangat tergantung pada konteks pemakaian istilah ini. Dalam bahasa Indonesia, makna service yang biasa dijumpai antara lain jasa, layanan, dan servis (perbaikan). Menurut William J. Stanton dalam Buchari Alma (2007:243) menyatakan ”Service are those saparately identifiable, essentially intangible activities that provide want-satisfaction, and that are not necessarily tried to the sale of a product or another service. To produce a service may or may not require the use of tangible goods”. Artinya, jasa adalah sesuatu yang dapat diidentifikasi secara terpisah tidak berwujud, ditawarkan untuk memenuhi kebutuhan. Jasa dapat dihasilkan dengan menggunakan benda-benda berwujud atau tidak. Dalam Kotler (116:2007) menambahkan tiga P lainnya untuk pemasaran jasa : orang (people), bukti fisik (physical evidence) dan proses (process). 1.
Orang (People), karena sebagian besar jasa diberikan oleh orang, pemilihan, pelatihan, dan motivasi karyawan dapat menghasilkan perbedaan yang sangat besar dalam kepuasan pelanggan.
2.
Bukti
fisik
(Physical
evidence),
perusahaan-perusahaan
mencoba
memperlihatkan mutu jasanya melalui bukti fisik dan penyajian. Perusahaan jasa akan mengembangkan penampilan dan gaya dalam menagani pelanggan yang mewujudkan proposisi nilai pelanggan yang dimaksudkannya, apakah itu kebersihan, kecepatan atau satu manfaat lainnya.
20
3.
Proses (process), perusahaan-perusahaan jasa dapat memilih diantara berbagai proses yang berbeda-beda untuk menyerahkan jasanya. Restoran telah mengembangkan berbagai format yang berbeda-beda seperti gaya kafetaria, cepat saji, prasmanan, dan layanan bersama lilin yang menyala.
2.2.1
Pengertian Produk “A product is anything
that can be offered market for attention,
actuation, use or consumption that might satisfy a want or a need, Kotler dan Amstrong dalam Buchari Alma (2007:139). Artinya adalah segala sesuatu yang ditawarkan ke pasar untuk memuaskan kebutuhan dan keinginan ini meliputi apa yang biasanya kita anggap sebagai produk (objek fisik seperti rumah atau bangunan) dan meliputi apa yang kita sebut barang atau jasa. Berdasarkan definisi diatas produk dapat dikatakan sebagai fokus inti dan semua bisnis. Produk adalah apa yang dilakukan perusahaan, mulai dari mendesain produk, mengadakan sistem produksi operasi, menciptakan program pemasaran, sistem distribusi, iklan dan mengerahkan tenaga penjual untuk menjual produk tersebut.
2.2.1.1 Tingkatan Produk Kotler dan Keller (2006:344) mengungkapkan lima tingkatan produk, berikut :
21
Potential Product Augmented Product Expected Product Generic Product Core Product
Sumber : Kotler & Keller (2006:344)
Gambar 2.2.1 Lima Tingkatan Produk Dalam merencanakan penawaran produknya pemasar perlu berfikir melalui lima tingkatan produk. Tiap tingkat menambahkan lebih banyak nilai pelanggan dan kelimanya membentuk suatu nilai hierarki pelanggan. Tingkatan paling dasar adalah manfaat inti (core benefit) yaitu jasa atau manfaat dasar yang sesungguhnya dibeli oleh pelanggan. Pada tingkat kedua pemasar harus merubah manfaat inti menjadi produk dasar (generic product). Pada tingkatan ketiga pemasar perlu menyiapkan suatu produk yang diharapkan (expected product), yaitu suatu atribut dan kondisi yang biasanya diharapkan dan disetujui pembeli ketika mereka membeli produk ini. Selanjutnya pada tingkat keempat, pemasar menyiapkan produk yang ditingkatkan (augmented product) yang memenuhi keinginan pelanggan itu melampaui harapan mereka/perbedaan yang ditawarkan oleh perusahaan dan pesaing. Pada tingkat kelima terdapat produk potensial (potential product) yang mencakup semua peningkatan dan transformasi yang akhirnya akan dialami produk tersebut di masa depan.
22
2.2.1.2 Klasifikasi Produk Jasa Klasifikasi produk bisa dilakukan atas berbagai macam sudut pandang. Berdasarkan berwujud tidaknya, produk dapat dikiasifikasikan ke dalam dua kelompok yaitu: 1)
Barang Barang merupakan produk yang berwujud fisik sehingga bisa dilihat,
diraba atau disentuh, dirasa, dipegang, disimpan, dipindahkan dan perlakuan fisik lainnya. Ditinjau dari aspek daya tahannya, terdapat dua macam barang, yaitu: a. Barang Tidak tahan Lama (Nondurable Goods) Barang tidak tahan lama adalah barang berwujud yang biasanya habis dikonsumsi dalam satu atau beberapa kali pemakaian. Umur ekonomisnya dalam kondisi pemakaian normal kurang dan satu tahun (contohnya sabun, minuman, dan makanan ringan, gula dan garam). b.
Barang Tahan Lama (DurabIe Goods) Barang tahan lama merupakan barang berwujud yang biasanya bisa bertahan lama dengan banyak banyak pemakaian (umur ekonomisnya untuk permakaian normal adalah satu tahun atau lebih) contohnya televisi, lemari es, mobil dan lain-lain.
2)
Jasa (Services) Jasa merupakan aktifitas, manfaat atau kepuasan yang ditawarkan untuk
dijual. Contohnya bengkel reparasi, salon kecantikan, kursus, hotel, lembaga pendidikan dan Iain-1ain.
23
2.2.1.3 Strategi Dalam Setiap Siklus Kehidupan Produk Sebuah produk mengalami siklus kehidupan yang dimulai dengan masa introduksi atau pengenalan, pertumbuhan, kejenuhan dan akhirnya menurun (introduces, growth, maturity, dan decline). A. Introduces, dapat dilakukan strategi antara lain : 1) Berusaha selalu memperbaiki penampilan produknya. 2) Menyebarkan barang sebanyak-banyaknya ke seluruh toko sehingga semua toko dapat diisi, tentu ini harus sesuai dengan sifat baranganya. 3) Memasang iklan atau promosi dengan genjar guna mendorong agar barang-barang tersebut dapat sehera terjual. B. Growth, dimana pada masa ini produk sedang digemari konsumen, omset terus menungkat dan strategi yang harus dijalani adalah 1) Usahakan terus menerus mencari segmen baru, agar penjualan terus meningkat. 2) Selalu memperbaiki mutu produk, dengan penampilan yang tetap menarik, atau dapt menciptakan produk baru. 3) Pertimbangakan strategi menurunkan harga terhadap barang-barang yang harganya tinggi, agar dapat tercapai oleh konsumen golongan menengah atau rendah. C. Maturity, pada tahap ini konsumen sudah mulai jenuh dan strategi yang harus dilakukan :
24
1)
Berusaha mencari segmen kecil atau relung-relung pasar yang belum terisi oleh produk tersebut dengan harapan menghasilkan konsumen yang baru.
2)
Menciptakan produk dengan kemasan besar, sehingga penjualan tetap meningkat.
3)
Memperbaiki penampilan produk dengan sesuatu yang baru.
D. Decline, tahap dimana permintaan konsumen sangat menurun, strategi yang harus dijalankan : 1) Apabila keadaan sudah sulit terkendalim sebaiknya anggaran promosi dikurangi, agar pengeluaran dapat ditekan. 2)
Pusatkan perhatian pada pasar yang masih ada harapan.
3) Hentikan pasaran produk dan menciptakan produk lain.
2.3
Simplicity Marketing
2.3.1
Definisi Simplicity Marketing Menurut Sealey dan Cristol (2000:26) “Simplicity Marketing adalah suatu
upaya menggugah kesadaran konsumen bahwa mereka berhak
mendapatkan
berbagai kemudahan, meminimalisasi kebingungan dan kekusutan di benak konsumen”. Sedangkan Menurut Sunaryo dalam seminar “Simplicity Marketing in Indonesia: What, Who, and How it works In Our Country 2002” menyatakan : “Simplicity Marketing adalah konsep kemudahan untuk konsumen bisa memilih kemudian membeli”.
25
Berdasarkan kedua pendapat para ahli di atas dapat disimpulkan bahwa Simplicity Marketing merupakan suatu konsep penyederhanaan yang dilakukan untuk memudahkan konsumen dalam membuat keputusan pembelian.
2.3.2
Unsur-unsur Simplicity Marketing Dalam organisasi apapun, terjadinya variasi tidak dapat dihindari. Variasi
ini terdapat dalam produk-produk yang dibuat dan jasa-jasa yang ditawarkan, metode yang digunakan, bahan-bahan yang dipakai dan dalam teknik-teknik organisasi
dan
operasi.
Beberapa
variasi
memang
dikehendaki
tetapi
meningkatnya variasi akan menyebabkan masalah-masalah organisasi dan meningkatnya biaya. Begitu variasi meningkat, kemampuan pengendalian menurun. Pengontrolan terhadap variasi penting, sedangkan mengurangi variasi serta mengendalikan variasi yang masih ada adalah salah satu tugas penting dan bermanfaat yang dapat dilakukan oleh setiap organisasi. Untuk simplicity marketing Sealey dan Cristol (2000:64) menemukan suatu formula dalam menyederhanakan kerangka dari Simplicity Marketing dengan memadukannya kepada apa yang disebut 4R yaitu Replace, Repackage, Reposition dan Replenish. 1)
Replace Unsur-unsur Simplicity Marketing yang pertama 4R adalah Replace
“Replace as developing and or positioning product as replacements for either multiple products, or for more complicated products or processes. (Peter & Sealey, 2000:48).
26
Bila diartikan, replace adalah mengembangkan dan memposisikan berbagai macam produk sebagi pengganti dari berbagai macam variasi produk, atau untuk produk atau proses yang lebih kompleks. Adapun tujuan dari replace ini ialah untuk menggantikan produk yang sudah ada dimana dilakukan penyederhanaan sehingga produk yang ditawarkan memiliki nilai kemudahan tersendiri. Untuk dapat menjamin penyederhanaan tersebut, terdapat dua indikator utama yaitu Subtitution dan Consolidation. a. Subtitution Merupakan kegiatan menggantikan produk yang sebelumnya telah ada menjadi produk baru yang lebih sederhana yang memiliki nilai kemudahan. Terdapat tiga pendekatan yang sederhana yang mungkin dapat difungsikan sendiri ataupun digabungkan dengan yang lainnya. 1. Subtitution built into products and service Yang dimaksud subtitusi disini ialah barang yang dapat menggantikan produk atau jasa yang sebelumnya telah ada. Jika diilustrasikan dapat digambarkan dengan kehadiran mesin ATM. Mesin ATM ini dapat menggantikan fungsi dari teller pada suatu bank sehingga nasabah suatu bank tidak perlu datang ke bank untuk melakukan transaksi keuangan. Disini terlihat bahwa ATM memiliki nilai lebih dari suatu produk dimana cara kerja dari ATM ini memiliki standarisasi tersendiri, yang berbeda dengan fungsi orang dalam teller. Selain itu ATM disini juga memiliki kebihan lain, yaitu tidak terbatasnya jam operasi dibandingkan dengan manusia.
27
2. Subtitution built into marketing Pengertian subtitusi disini ialah subtitusi yang dibangun untuk kegiatan pemasaran. Disini dilakukan kegiatan positioning dari suatu produk dengan cara pemberian slogan-slogan yang dapat menyampaikan setiap janji yang ingin diberikan oleh produsen kepada konsumen. Setelah kegiatan ini dilakukan diharapkan dapat mengurangi tingkat kebingungan konsumen dan dapat melakukan kegiatan pembelian. 3. Subtituting Predictabillity for Variability Disini dilakukan pemberian jaminan akan ketidakpastian yang seringkali dipandang oleh konsumen. Kegiatan ini dapat berupa pemberian jaminan akan kepastian harga di lain waktu. Yang dimaksud disini ialah bahwa konsumen dijamin akan selalu mendapatkan barang dengan harga yang sama setiap saat. Kegiatan lainnya ialah dengan memberikan jaminan waktu kepada konsumen. Selanjutnya ialah tentang pemberian jaminan hasil dimana produsen menjamin produknya dan memberikan kepercayaan kepada konsumen akan penurunan tingkat kebingungan dalam pemilihan produk. b. Consolidation Konsep dari konsolidasi adalah mengemas beberapa produk menjadi satu, dimana tujuannya ialah untuk menurunkan kebingungan konsumen dalam melakukan pemilihan produk dalam memperoleh kebutuhan. Konsep ini dapat diilustrasikan pada mobil sport yang mewah, dimana mobil ini memiliki berbagai nilai lebih dibandingkan mobil jenis lain. Dengan tingkat kemewahan yang tinggi,
28
ketangguhan dari mesin dan nilai prestise yang dapat diambil, konsumen dapat langsung memutuskan pemilihannya tanpa melihat alternatif yang lain. Dengan
adanya
konsep
ini,
maka
konsumen
dapat
melakukan
penghematan waktu. Untuk melaksanakan konsep konsolidasi ini dapat ditempuh dengan empat cara antara lain: 1.
Menggabungkan beberapa produk menjadi satu
2.
Menurunkan langkah perolehan
3.
Menurunkan jumlah pembelian
4.
Menurunkan jumlah barang.
2)
Repackage Unsur kedua dari Simplicity Marketing adalah repackage. Peter dan Sealey
mengatakan bahwa “Repackage is bundling together a number of products or services thatwere previously only available from multiple sources (or as separate purchases from the same source), offering integrated solutions with a single point of contact for the customer”. Repackage adalah membundel secara bersamaan sejumlah produk atau jasa di mana sebelumnya hanya bisa didapatkan dari banyak sumber (atau sebagai pembelian yang terpisah dari sumber yang sama), yang menawarkan solusi yang terintegrasi dengan satu hubungan terpusat untuk konsumen. Konsep ini memiliki arti menggabungkan berbagai jenis barang yang sebelumnya disediakan oleh sumber yang berbeda. Berbagai kebutuhan konsumen harus didapat di tempat yang berbeda, maka dengan konsep inilah dilakukan
29
penggabungan berbagai jenis kebutuhan konsumen sehingga konsumen dapat memperolehnya dalam satu tempat dengan pengambilan keputusan yang relatif singkat. Untuk menjalankannya terdapat dua sub strategi yaitu aggregation, dan integration.
Aggregation
dimaksudkan
sebagai
pengumpulan
beberapa
kepentingan dan kebutuhan konsumen. Tujuan utama dari konsep aggregation ialah melakukan pengumpulan berbagai kebutuhan dalam satu tempat. Dahulu manusia dalam memperoleh kebutuhan tidak dapat memperolehnya pada satu tempat, sekarang dengan berkembangnya supermarket ataupun mega market, maka untuk dapat memperoleh berbagai kebutuhan kita hanya perlu mendatangi satu tempat saja. Sedangkan yang dimaksud dengan integration ialah pengumpulan berbagai jenis produk yang saling melengkapi menjadi satu sinergi. Untuk lebih jelasnya seperti yang telah dilakukan banquet Hotel Nalendra Bandung melalui pengemasan berbagai menu dasar makanan ke dalam suatu paket, dimana di dalam paket ini terdapat jenis makanan dari mulai appetizer sampai dessert yang saling melengkapi satu sama lain.
3)
Reposition Unsur ketiga adalah “Reposition, in a simplicity marketing context, is
directly positioning a brand on the promise qf simplicity, or expanding a brand’s positioning to reduce the number of brand relationship that the customer requires over lime”. (Peter & Sealey, 2000:51).
30
Dapat diartikan Reposition, dalam kerangka Simplicity Marketing, merupakan pemposisian secara langsung sebuah merek pada janji dari kesederhanaan atau memperluas pemposisian merek untuk mengurangi sejumlah merek yang berhubungan dengan permintaan pelanggan setiap waktu. Reposition
dimaksudkan
melakukan
penyederhanaan
janji
kepada
konsumen untuk memposisikan kembali produknya di benak konsumen. Keadaan ini perlu dilakukan sebagai akibat adanya kebingungan akan janji-janji yang diberikan melalui berbagai rangsangan pemasaran yang telah dilakukan oleh produsen. Strategi Reposition ini memiliki tiga sub strategi yaitu Brand Streamlining, Vertical
Extension,
dan
Discontinuous
Reposition.
Brand
streamlining
dimaksudkan sebagai penyederhanaan pemahaman merek di benak konsumen. Dimana dapat dilakukan melalui penghapusan beberapa merek, dan juga pemakaian penjelasan deskriptif pada suatu produk, sehingga konsumen dapat memahami karakteristik dari produk tersebut. Vertical Extension dimaksudkan sebagai pengembangan vertikal yang dilakukan oleh produsen untuk memenuhi kebutuhan konsumen guna mencapai kepuasan. Sub strategi ini dapat dilakukan dengan tiga cara yaitu penggunaan teknologi, penciptaan feature baru, dan penggunaan saluran distribusi yang berbasis pengembangan. Selanjutnya Discontinuous Reposition yang dimaksudkan perubahan janji inti dari merek dengan cara mengidentifikasikan manfaat tersembunyi dari merek yang berupa kegunaan baru, fungsi baru, dan manfaat baru.
31
4)
Replenish Unsur yang terakhir adalah Replenish. “Replenish is providing a readily
available continuous supply of zero defect product or service to the existing customer base at acceptable price points, resulting in the customer only having to make the purchase decision once”. (Peter & Sealey, 2000:53). Maksud dari pengertian diatas, Replenish adalah menyediakan suplai yang kontinyu (zero-defect) dari produk atau service yang siap digunakan bagi keberadaan konsumen pada poin harga yang dapat diterima, dan konsumen hanya dengan sekali membuat keputusan pembelian. Hal ini secara khusus berkaitan dengan kebutuhan pokok barang bahan mentah dan terus menerus atau layanan yang berulang. Konsep ini dimaksudkan untuk melakukan pendistribusian secara terus menerus dari suatu produk yang siap digunakan konsumen dengan harga yang tepat. Dengan melihat pengertian ini, maka terdapat tiga kerangka dari replenish yaitu: a. Continuous supply, yaitu pendistribusian barang secara kontinyu sehingga produk terus tersedia di pasar. b. Zero Deffect, yaitu suatu penciptaan produk yang bebas cacat dengan adanya standarisasi dari produk, sehingga memiliki kualitas yang baik. c. Competitive Pricing, yaitu penetapan harga yang tepat terhadap suatu produk yang ditawarkan. Pilar utama dari Simplicity Marketing adalah mengurangi jumlah produk, merek, atau pilihan konsumen. Kerangka Simplicity Marketing bertujuan untuk
32
tidak menimbulkan kekusutan dan kebingungan pada benak konsumen (cluter). Setiap pilihan konsumen dikelola secara proaktif sehingga produk maupun merek diposisikan untuk menimbulkan dampak de-cluter di benak konsumen. Misinya untuk memudahkan proses penciptaan nilai merek dan strategi produk. Declutering bisa saja terjadi pada tahap pengembangan produk. Prinsip ini bisa dijadikan pedoman untuk memperkecil lini produk, fitur dan variasi sehingga lebih banyak sumber daya yang dialokasikan untuk produk-produk dan fitur yang mempunyai kemampuan untuk mengurangi stress ketika memilih produk. Selain itu, declutering juga bisa terjadi saat pemasar harus menentukan positioning, branding atau logo.
2.4
Perilaku Pembeli
2.4.1
Dorongan Untuk Membeli Dalam keseharian kehidupan konsumen selalu berbelanja apa saja yang
dibutuhkan, mulai dari komoditi yang diperlukan sampai ke barang yang kurang diperlukan. Perilaku ini tentunya dipengaruhi oleh beberapa faktor, baik secara rasional ataupun emosional yang berpengaruh menyangkut masalah ekonomi, teknologi, polotik, budaya, dan sebagainya. Market and other stimuli
Buyer’s black box
Buyer’s responses Product choice
Product
Economic
Buyer
Price
Technological
characteristics
Brand choice Buying
Dealer choice
Sumber : Kotler & Amstrong dalam Buchari Alma (2007:96)
Gambar 2.4 Model Of Buyer Behavior
33
Stimuli datang dari informasi mengenai produk, harga, lokasi dan promosi. Dalam pemasaran jasa ditambah lagi dengan physical evidence, people dan process. Pembeli dipengaruhi oleh stimuli ini, kemudian dengan mempertimbangkan faktor lain seperti keuangan, budaya teknologi, maka masuklah segala informasi tersebut ke dalam black box konsumen. Konsumen mengelola segala informasi tesebut dan diambillah kesimpulan berupa response yang muncul produk apa yang dibeli, merek, toko atau dealer, dan atau waktu kapan membeli.
2.4.2
Motif-motif Pembelian (Buying Motives) Pembeli memiliki motif-motif pembelian yang mendorong untuk
melakukan pembelian. Mengenai buying motivies ada tiga macam, yaitu : 1.
Primary buying motive, yaitu motive untuk orang yang membeli sebenarnya. Misalnya, apabila orang tersebut ingin makan dan ia akan mencari nasi.
2.
Selective buying motive, yaitu pemilihan terhadap barang, ini berdasarkan ratio. Misalnya, apakah ada keuntungan apabila membeli karcis.
3.
Patronage buying motive, yaitu Selective buying motive yang ditujukan kepada tempat atau toko tertentu. Pemilihan ini bisa timbul karena palayanan yang memuaskan, tempatnya dekat, cukup persediaan barang, dan sebagainya.
2.4.3
Kebiasaan Membeli (Buying Habits)
34
Kebiasaan membeli (buying habits) makasudnya ialah waktu kapan sesseorang suka membelanjakan uangnya. Orang Indonesia biasa banyak berbelanja pada awal bulan karena selesai gajian. Juga pada hari minggu bagi buruh mingguan. Dan pada saat menghadapi lebaran paling ramai orang berbelanja, akibatnya harga naik. Gejala buying habits berulang tiap tahun. Maka dari itu, pedagang sudah bersiap-siap jauh sebelumnya menghadapai saat buying habits datang.
2.4.4
Pola Konsumen Keputusan membeli yang dilakukan oleh konsumen, dipengaruhi oleh
banyak hal. Demikian dengan pola konsumen, terbentuk karena pengaruh lingkungan seperti : A.
Kebudayaan (Culture) Kebudayaan sangat berpengaruh terhadap nilai-nilai dan pola perilaku
seseorang anggota kebudayaan tertentu. Kebudayaan ini diwariskan dari generasi ke generasi berikutnya. Dengan demikian selera seseorang individu akan mengikuti pola selera yang dilakukan oleh nenek moyangnya. Misalnya, terhadap perbedaan dalam makanan khas suku-suku bangsa Indonesia. B.
Kelas Sosial (Sosial Class) Ini merupakan kelompok masyarakat yang mempunyai tingkat tertentu,
yang memiliki nilai dan sikap yang berbeda dari kelompok tingkatan lain. Orangorang dalam kelas tertentu cenderung memiliki perilaku, kebiasaan tertentu dalam
35
kehidupan sehari-hari. Penelompokkan seseorang termasuk dalam kelas tertentu dapat dilihat dari Engel dalam Buchari Alma (2007:104) : 1. Prestise jabatannya. 2. Penampilan di dalam kelompok sendiri. 3. Kepemilikannya. 4. Orietasi nilai-nilai yang dianutnya. Namun banyak pula yang menggunakan indeks status untuk melihat status sosial. Index of Status Characteristic (ISC) yang sering digunakan ialah penilaian terhadap faktor-faktor jabatan, sumber penghasilan, tipe rumah, lokasi tempat tinggal. C.
Keluarga (Family) Keluarga
adalah
lingkungan
terdekat
dari
individu
dan
sangat
mempengaruhi nilai-nilai serta perilaku seseorang dalam mengkonsumsi barang tertentu. Pola dan barang yang dikonsumsi sehari-hari berbeda jumlah dan mutunya antara keluarga kecil dan keluarga besar namun sangat tergantung atas jumlah anggaran belanja rumah tangga yang tersedia. D.
Klub-klub (Referensi Group) Klub-klub seperti ini ialah klub arisan ibu-ibu, klub olah raga, klub
rekreasi, klub profesi, dan sebagainnya. Individu sering menerima advice, pengarahan, pemikiran dari anggota kelompok ini yang mempengaruhi pola konsumsi mereka.
36
E.
Umur Menurut B. Pattkin dalam Buchari Alma (2007:99), konsumen menurut
unur bisa dibagi atas 9 kelas. 1. Yang berusia sampai 3 tahun 2. Yang berusia 3 sampai 6 tahun 3. Yang berusia 6 sampai 12 tahun 4. Yang berusia 12 sampai 17 tahun 5. Yang berusia 17 sampai 22 tahun 6. Yang berusia 22 sampai 45 tahun 7. Yang berusia 45 sampai 65 tahun 8. Yang berusia 65 sampai 70 tahun 9. Yang berusia 70 tahun ke atas F.
Jenis Kelamin Dalam hal ini konsumen dibagi dua, yaitu laki-laki dan perempuan. Tapi
kenyataan jumlah wanita yang berbelanja lebih banyak dari pria. Seperti yang dinyatakan Herbert N. Casson dalam Buchari Alma (2007:100) “bahwa hampir seluruh barang-barang yang ada di toko dibeli kaum wanita”. G.
Jabatan Pekerjaan Mata penceharian atau pekerjaan yang dilakukan oleh seseorang akan
sangat mempengaruhi pola konsumsinya. Misalnya seorang buruh akan berbeda polanya dengan seorang komisaris.
37
H.
Agama Masing-masing agama mempunyai kebiasaan pola konsumsi dalam hal-hal
tertentu. Agama Islam melarang makan babi, pada agama lain boleh. Demikian pula cara berpakaian dan kebutuhan pakaian pada hari-hari besar dan macam kebutuhannya juga berbeda. I.
Jumlah Pendapatan Pendapatan yang berbeda akan membawa perbedaan pula dalam pola
konsumsinya. J.
Pendidikan Sebagai akibat dari adanya lembaga pendidikan tinggi, maka akan
menghasilkan kelompok khusus, seperti ada kelompok profesi dokter, arsitek dan sebagainya. Kelompok-kelompok ini mempunyai kebiasaan membeli dan selera yang berbeda dengan orang lain yang tidak menganyam pendidikan tinggi.
2.5
Keputusan Pembelian Keputusan pembelian dapat diterangkan sebagai suatu tahap proses
pembelian dimana konsumen secara aktual melakukan pembelian produk Kotler & Lane (2006:149). Pada tahap keputusan pembelian, ada enam keputusan yang dilakukan oleh pembeli, yaitu : keputusan pembelian berdasarkan produk, berdasarkan merek, berdasarkan saluran distribusi, berdasarkan waktu pembelian, berdasarkan jumlah dan metode pembayaran. Sebelum sampai pada tahap keputusan membeli suatu produk, maka konsumen akan melewati proses keputusan pembelian. Proses keputusan
38
pembelian adalah proses pemilihan secara rasional atau emosional untuk membelanjakan uangnya guna memenuhi keinginan dan kebutuhannya. Tahaptahap proses pembelian terdiri dari proses pengenalan masalah, pencarian informasi, evaluasi alternatif, keputusan membeli, dan tingkah laku pasca pembelian. (Kotler & Lane, 2007 :235)
2.5.1
Proses Pengambilan Keputusan Pembelian Secara umum konsumen mengikuti suatu proses atau tahapan dalam
pengambilan keputusan. Menurut Kotler & Lane (2007:235-245) ada lima tahapan yaitu : (1) pengenalan masalah, (2) pencarian informasi, (3) evaluasi alternatif, (4) keputusan pembelian, dan (5) perilaku pasca pembelian. Gambar 2.5 menunjukkan, konsumen akan melewati lima tahapan dalam proses pembelian produk. Namun konsumen tidak selalu melewati seluruh lima urutan tahap ketika membeli produk. Mereka bisa melewati atau membalik beberapa tahap. Hal ini bisa dilakukan pada pembelian yang tingkat keterlibatannya rendah.
Sumber : modifikasi Kotler & Kevin Lane (2007:235)
Gambar 2.5 Proses Pembelian Konsumen Model Lima Tahap
39
1.
Pengenalan Masalah Proses pembelian dimulai ketika pembeli mengenali masalah atau
kebutuhan. Kebutuhan tersebut dapat dicetuskan oleh rangsangan internal (misalnya haus, lapar) atau eksternal (produk, harga, saluran distribusi/tempat, dan promosi). Para pemasar perlu mengidentifikasi keadaan yang memicu kebutuhan tertentu, dengan mengumpulkan informasi dari sejumlah konsumen. Mereka kemudian dapat menyusun strategi pemasaran yang mampu memicu minat konsumen. Ini sangat penting pada pembelian dengan kebebasan memilih (discretionary), misalnya pada barang-barang mewah, paket liburan, dan opsi hiburan. Motivasi konsumen perlu ditingkatkan sehingga pembeli potensial memberikan pertimbangan yang serius.
2.
Pencarian Informasi Konsumen yang terangsang kebutuhannya akan terdorong untuk mencari
informasi yang lebih banyak. Kita dapat membaginya ke dalam dua level rangsangan. Situasi pencarian informasi yang lebih ringan dinamakan penguatan perhatian. Pada level ini, orang hanya sekedar peka terhadap informasi produk. Pada level selanjutnya, orang itu mungkin mulai aktif mencari informasi, dengan cara mencari bahan bacaan, menelepon teman, dan mengunjungi toko untuk mempelajari produk tertentu. Sumber utama informasi yang menjadi acuan konsumen dan pengaruh relatif tiap sumber tersebut terhadap keputusan pembelian selanjutnya dapat
40
digolongkan ke dalam empat kelompok: (1) sumber pribadi (keluarga, teman, tetangga, kenalan) (2) sumber komersial (iklan, wiraniaga, penyalur, kemasan, pajangan di toko) (3) sumber publik (media massa, organisasi penentu peringkat konsumen) (4) sumber pengalaman (penanganan, pengkajian, dan pemakaian produk). Jumlah dan pengaruh relatif sumber informasi itu berbeda-beda, tergantung pada kategori produk dan karakteristik pembeli. Secara umum, konsumen mendapatkan sebagian besar informasi tentang produk-produk tertentu dari sumber komersial. Namun, informasi yang paling efektif berasal dari sumber pribadi atau sumber publik yang merupakan wewenang independen. Setiap sumber informasi melakukan fungsi berbeda dalam mempengaruhi keputusan pembelian. Informasi komersial biasanya menjalankan fungsi pemberian informasi, dan sumber pribadi menjalankan fungsi legitimasi atau evaluasi. Contohnya, dokter sering mengenal obat baru dari sumber komersial, tapi mencari informasi dari dokter lain sebagai dasar evaluasi. Melalui pengumpulan informasi, konsumen tersebut mempelajari merekmerek yang bersaing serta fitur merek tersebut. Perusahaan harus juga mengidentifikasikan merek-merek lain dalam perangkat pilihan konsumen, sehingga ia dapat merencanakan daya tarik bersaing yang tepat. Selain itu, perusahaan harus mengidentifikasi sumber-sumber informasi konsumen dan mengevaluasi tingkat kepentingan relatif sumber itu. Perusahaan harus tahu darimana mereka pertama kali mendengar merek tersebut, informasi apa yang
41
berbeda-beda. Jawaban dari pertanyaan-pertanyaan tersebut akan membantu perusahaan mempersiapkan komunikasi yang efektif dengan pasar sasaran.
3.
Evaluasi Alternatif Tidak ada proses evaluasi tunggal sederhana yang digunakan oleh semua
konsumen atau oleh satu konsumen dalam semua situasi pembelian. Terdapat beberapa proses evaluasi keputusan, dan model-model terbaru yang memandang proses evaluasi konsumen sebagai proses yang berorientasi kognitif. Model tersebut menganggap konsumen membentuk penilaian atas produk dengan sangat sadar dan rasional. Beberapa konsep dasar akan membantu memahami proses evaluasi konsumen. Pertama, konsumen berusaha memenuhi kebutuhan. Kedua, konsumen mencari manfaat tertentu dari solusi produk. Ketiga, konsumen memandang masing-masing produk sebagai kumpulan atribut dengan kemampuan yang berbeda-beda dalam memberikan manfaat yang digunakan untuk memuaskan kebutuhan tersebut. Atribut yang diminati oleh pembeli berbeda-beda tergantung jenis produknya. Para konsumen akan memberikan perhatian besar pada atribut yang memberikan manfaat yang dicarinya. Pasar produk tertentu sering dapat disegmentasi berdasarkan atribut yang menonjol bagi kelompok konsumen yang berbeda-beda. Evaluasi sering mencerminkan keyakinan dan sikap. Melalui bertindak dan belajar, orang mendapatkan keyakinan dan sikap. Keduanya kemudian mempengaruhi pembelian mereka. Keyakinan (believe) adalah gambaran
42
pemikiran yang dianut seseorang tentang gambaran sesuatu. Keyakinan orang tentang produk atau merek mempengaruhi keputusan pembelian mereka. Sikap tidak kalah pentingnya dengan keyakinan. Sikap (attitude) adalah evaluasi, perasaan emosi, dan kecenderungan tindakan yang menguntungkan atau tidak menguntungkan dan bertahan lama pada seseorang terhadap objek atau gagasan tertentu. Sikap menempatkan semua itu ke dalam kerangka pemikiran yang menyukai atau tidak menyukai objek tertentu, yang bergerak mendekati atau menjauhi objek tersebut. Sikap dapat menghemat tenaga dan pikiran. Oleh karena itu, sikap sangat sulit berubah. Perusahaan sebaiknya menyesuaikan produknya dengan sikap yang telah ada, bukannya berusaha mengubah sikap orang. Konsumen akhirnya mengambil sikap (keputusan, preferensi) terhadap berbagai merek melalui prosedur evaluasi atribut. Mereka mengembangkan satu perangkat keyakinan tentang tempat masing-masing merek berdiri pada setiap atribut.
4.
Keputusan Pembelian Dalam tahap evaluasi, para konsumen membentuk preferensi atas merek-
merek yang ada di dalam kumpulan pilihan. Konsumen juga dapat membentuk niat untuk membeli merek yang paling disukai. Sejalan dengan evaluasi atas sejumlah alternatif tersebut, maka konsumen dapat memutuskan apakah produk akan dibeli atau diputuskan untuk tidak membeli. Konsumen akan mempunyai serangkaian mengenai jenis produk, merek, kualitas, model, waktu, harga, cara pembayaran, dan sebagainya. Kadang-kadang dalam pengambilan keputusan
43
akhir ini ada pihak lain yang memberi pengaruh terakhir, yang harus dipertimbangkan kembali, sehingga dapat merubah seketika keputusan semula. Secara umum proses pengambilan keputusan membeli dapat dikategorikan kedalam tiga bentuk, yaitu: a. Proses pengambilan keputusan yang luas (extended decision making), disini akan muncul banyak pertimbangan karena banyak alternatif, seperti masalah merek, mutu, harga, model, kegunaan, dan sebagainya. Kategori ini biasanya muncul dalam menentukan pembelian barang yang mahal dan jarang dibeli. b. Pengambilan keputusan terbatas (Limited decision making), dalam hal ini konsumen telah mengenal masalahnya, kemudian mengevaluasi hanya beberapa alternatif produk, merek, harga. c. Proses pengambilan keputusan yang bersifat rutin, kebiasaan (habitual decision making), proses ini sangat sederhana, konsumen telah mengenal masalahnya, dan sudah jelas pula merek yang akan dibeli, dimana membeli, sehingga keputusan cepat bisa diambil. Walaupun konsumen membentuk evaluasi merek, terdapat dua faktor berada di antara niat pembelian dan keputusan pembelian. Faktor pertama adalah sikap orang lain. Sejauh mana sikap orang lain mengurangi alternatif yang disukai oseseorang akan bergantung pada dua hal : (1) intensitas sikap negatif orang lain terhadap alternatif yang disukai konsumen dan (2) motivasi konsumen untuk menuruti keinginan orang lain. Semakin gencar sikap negatif orang lain dan semakin dekat orang lain tersebut dengan konsumen, konsumen akan semakin
44
mengubah niat pembeliannya. Keadaan sebaliknya juga berlaku. Preferensi pembeli terhadap merek tertentu akan meningkat jika orang yang ia sukai juga sangat menyukai merek yang sama. Yang terkait dengan sikap orang lain adalah peran yang dimainkan oleh intermediaris yang mempublikasikan evaluasi mereka. Contoh-contohnya mencakup Consumer Reports, yang menyajikan tinjauan pakar yang tidak bias tentang semua jenis produk dan jasa. Faktor kedua adalah faktor situasi yang tidak terantisipasi yang dapat muncul dan mengubah niat pembelian. Preferensi dan bahkan niat pembelian bukan merupakan peramal perilaku pembelian yang benar-benar andal. Berikut adalah gambar tahap-tahap antara evaluasi dan keputusan pembelian : Keputusan konsumen untuk memodifikasi, menunda, atau menghindari keputusan pembelian sangat dipengaruhi oleh risiko yang dipikirkan (perceived risk). Ada berbagai macam jenis risiko yang bisa dirasakan konsumen dalam membeli dan mengonsumsi sebuah produk : a. Risiko fungsional – produk tidak berkinerja sesuai harapan. b. Risiko fisik- produk menimbulkan ancaman terhadap kesejahteraan atau kesehatan fisik dari pengguna atau orang lain. c. Risiko fungsional- produk tidak bernilai sesuai harga yang dibayar. d. Risiko sosial- produk menimbulakn rasa malu tethadap orang lain. e. Risiko psikologis- produk mempengaruhi kesejahteraan mental dari pengguna. f. Risiko waktu – kegagalan produk mengakibatkan biaya peluang karena menemukan produk lain yang memuaskan.
45
Besarnya risiko yang dipikirkan berbeda-beda menurut besarnya uang yang dipertaruhkan, ketidakpastian atribut, dan kepercayaan diri konsumen. Para konsumen mengembangkan rutinitas tertentu untuk mengurangi risiko, seperti penghindaran keputusan, pengumpulan informasi dari teman-teman, dan preferensi atas nama merek dalam negeri serta garansi. Para pemasar harus memahami faktor-faktor yang menimbulkan perasaan dalam diri konsumen akan adanya risiko dan memberikan informasi serta dukungan untuk mengurangi risiko yang dipikirkan itu. Konsumen membentuk preferensi atas merek-merek dan kumpulan pada pilihan pada saat tahap evaluasi. Konsumen juga mungkin membentuk niat untuk membeli produk yang paling disukai. Keputusan untuk memodifikasi, menunda atau menghindari suatu keputusan pembelian sangat dipengaruhi oleh resiko yang dirasakan. Menurut Kotler dan Keller (2006:226) ada enam keputusan yang dilakukan oleh pembeli, yaitu : a. Pilihan Produk Konsumen dapat mengambil keputusan untuk membeli sebuah produk atau menggunakan uangnya untuk tujuan lain. Dalam hal ini perusahaan harus memusatkan perhatiannya kepada orang-orang yang berminat membeli sebuah produk serta alternatifnya yang mereka pertimbangkan. b. Pilihan Merek Konsumen harus memutuskan merek mana yang akan dibeli. Setiap merek memiliki perbedaan-perbedaan tersendiri. Dalam hal ini perusahaan harus mengetahui bagaimana konsumen memilih sebuah merek.
46
c. Pilihan Penyalur Konsumen harus mengambil keputusan tentang penyalur mana yang akan dikunjungi. Setiap konsumen berbeda-beda dalam hal menentukan penyalur, dapat dikarenakan faktor lokasi yang dekat, harga yang murah, persediaan barang yang lengkap, kenyamanan berbelanja, keleluasaan tempat dan sebagainya. d. Waktu Pembelian Keputusan konsumen dalam pemilihan waktu pembelian dapat berbedabeda. Misalnya : ada yang membeli setiap hari, 1 minggu sekali, 2 minggu sekali, 3 minggu sekali, 1 bulan sekali, dan sebagainya. e. Jumlah Pembelian Konsumen dapat mengambil keputusan tentang seberapa banyak produk yang akan dibelinya pada suatu saat, sehingga perusahaan harus mempersiapkan banyaknya produk sesuai keinginan yang berbeda-beda dari setiap pembeli. f. Metode Pembayaran Konsumen harus mengambil keputusan tentang metode atau cara pembayaran produk yang dibeli apakah secara tunai atau cicilan. Keputusan tersebut akan mempengaruhi keputusan tentang penjualan dan
jumlah
penjualannya. Dalam hal ini perusahaan harus mengetahui keinginan pembeli terhadap cara pembayaran.
5.
Perilaku Pasca Pembelian Perilaku pasca pembelian sangat ditentukan oleh pengalaman konsumen
dalam mengkonsumsi produk yang ia beli. Setelah pembelian, konsumen
47
mungkin mengalami ketidaksesuaian karena memperhatikan fitur-fitur tertentu yang mengganggu atau mendengar hal-hal yang menyenangkan tentang merek lain, dan akan selalu siaga terhadap informasi yang mendukung keputusannya. Tugas pemasar tidak berakhir begitu saja ketika produk dibeli. Para pemasar harus memantau kepuasan pasca pembelian, tindakan pasca pembelian, dan pemakaian produk pasca pembelian. a. Kepuasan pasca pembelian Kepuasan pembeli adalah fungsi dari seberapa sesuainya harapan pembeli produk dengan kinerja yang dipikirkan pembeli atas produk tersebut. Jika kinerja produk lebih rendah dari harapan, pelanggan akan kecewa. Jika ternyata sesuai harapan, pelanggan akan puas. Jika melebihi harapan , pembeli akan sangat puas. Para konsumen membentuk harapan mereka berdasarkan pesan yang diterima dari para penjual, teman, dan sumber-sumber lain. Oleh karena itu para penjual tidak perlu berlebihan menyatakan keunggulan produknya, agar kesenjangan antara harapan dan kenyataan yang dialami konsumen tidak terlalu jauh, sehingga konsumen merasa puas. b. Tindakan pasca pembelian Kepuasan dan ketidakpuasan terhadap produk akan mempengaruhi perilaku konsumen selanjutnya. Jika puas, ia akan menunjukkan kemungkinan yang lebih tinggi untuk kembali membeli produk tersebut. Para pelanggan yang tidak puas mungkin membuang atau mengembalikan produk tersebut. Mereka mungkin mengambil tindakan publik seperti mengajukan keluhan ke perusahaan tersebut, pergi ke pengacara atau mengadu ke lembaga lain. Tindakan pribadi
48
dapat berupa memutuskan untuk berhenti membeli produk tersebut (pilihan untuk keluar) atau memperingatkan teman-teman (pilihan untuk berbicara). c. Pemakaian dan pembuangan pasca pembelian Para pemasar harus memantau cara pembeli memakai dan membuang produk tertentu. Pendorong utama frekuensi penjualan adalah tingkat konsumsi produk, semakin cepat pembeli mengkonsumsi produk, semakin cepat mereka bisa kembali ke pasar untuk membelinya lagi. Satu peluang potensial untuk meningkatkan frekuensi penggunaan produk adalah ketika persepsi konsumen atas penggunaan mereka berbeda dari realitas. Konsumen bisa gagal menggantikan produk dengan rentang kehidupan yang relatif singkat dalam satu cara yang tepat waktu, karena ada kecenderungan untuk meremehkan kehidupan produk. Jika para konsumen membuang produk tertentu, pemasar harus mengetahui cara mereka membuangnya, terutama jika produk tersebut dapat merusak lingkungan.
2.5.2
Sistem Keputusan Pembelian Berikut ini merupakan system perilaku dalam pengambilan keputusan :
49
Uang/daya beli Pengaruh dari luar dan dari dalam
Sikap Perilaku Membeli
Usaha Promosi
Kepuasan Tindakan
Faktor Lingkungan Sumber : Buchari Alma (2007:102)
Gambar 2.5.2 Sistem Perilaku Keputusan Pembelian Dalam individu, ada masukkan yang mendorongnya membeli, yaitu : -
Adanya uang tunai atau kemampuan bila akan membeli secara kredit.
-
Adanya pengaruh teman sejawat, atau keinginan dari dalam diri sendiri.
-
Adanya pengaruh dari reklame atau alat promosi lainnya.
-
Dan pengaruh dari ligkungan lainnya. Kemudian individu mengadakan
proses dalam dirinya, akhirnya
melakukan pembelian dengan tujuan ingin memperoleh kepuasan dari barang yang dibeli tersebut. Dari hasil kepuasan dan ketidakpuasan dari barang yang dibelinya itu. Dari hasil kepuasan atau ketidakpuasan terhadap yang dibeli, akan menjadi balikan (feeback) terhadap masukan-masukan untuk yang akan datang. Jika disimpulakan secara lengkap, maka keputusan membeli seseorang yang asalnya dipengaruhi oleh lingkungan, kebudayaan, keluarga dan sebagainya, akan membentuk suatu sikap pada diri individu, kemudian melakukan pembelian. Perhatikan gambar berikut :
50
KEKUATAN KELOMPOK PENGARUH PSIKOLOGI DAN KEBUDAYAAN Kebudayaan Kelas Sosial Kelompok
Pengalaman Kepribadian Sikap dan Kepercayaan Konsep Diri (self concept)
Keluarga
PEMBENTUKKAN PERSEPSI KONSUMEN Pengaruh Perilaku Konsumen Proses Pengambilan Keputusan Adanya Kebutuhan Identifikasi Alternatif Evaluasi Alternatif Keputusan Membeli Perilaku Setelah Membeli Sumber : Buchari Alma (2007:103)
Gambar 2.5.2 Proses Keputusan Pembelian Dari sebelah kiri atas, terdapat unsure-unsur yang mempengaruhi individu, yaitu kebudayaan, kelas social, klub-klub yang mereka masuki, dan keluarga. Saran-saran, pandangan-pandangan dan kebiasaan dari lengkungan tersebut, akan membentuk sikap psikologis, membentuk kepribadian seseorang. Akhirnya
51
individu memiliki persepsi atau pandangan tertentu mengenai apakah ia akan membeli atau tidak.
2.6
Hubungan antara Simplicity Marketing dengan Keputusan Pembelian Ketika konsumen dihadapkan pada keadaan terlalu banyak pilihan
(overchoice), dimana di dalam pasar terdapat peningkatan jumlah kategori dan pilihan produk yang meminta banyak pertimbangan keputusan konsumen membuat konsumen mengalami stress dalam memilih produk. Untuk itulah Simplicity Marketing hadir untuk mengurangi stress yang dialami konsumen ketika memilih produk yang akan dibeli. Peter & Sealey (2000:19) berpendapat pula bahwa “ A Stress Relief framework it seems increasinly clear that simplifying customer decition making and help you survive the inevitable overchoice shakeout that will occur in materially rich but times starved societies”. Kalimat tersebut dapat diartikan bahwa gejala dari suatu kinerja stress dalam memilih itu berarti menjelaskan bahwa penyederhanaan dalam keputusan pembelian dapat menolong konsumen keluar dari keadaan dimana terlalu banyak pilihan tetapi dengan waktu yang terbatas. Selain itu Peter & Sealey (2000:21) menyatakan bahwa “Simplicity Marketing is the number of decition, not just the number of product”. Pernyataan ini mengisyaratkan bahwa Simplicity Marketing adalah berfokus pada keputusan, tidak hanya berfokus pada produk. Jadi dalam Simplicity Marketing mempunyai
52
hubungan selain pada produk juga mempunyai hubungan dengan keputusan pembelian konsumen.
2.7
Kerangka Pemikiran Persaingan di dunia bisnis, terelebih bisnis pada makanan pada dewasa ini
dirasakan semakin tajam. Setiap perusahaan atau industri selalu dituntut untuk dapat merebut perhatian konsumen agar membeli produk-produk mereka. Namun yang terjadi konsumen seringkali dihadapkan dengan beragam produk yang membuat mereka kebingungan dalam memutuskan pembelian. Untuk memenangkan persaingan tersebut, suatu perusahaan harus mampu memberikan sesuatu sesuai dengan yang diinginkan dan dibutuhkan konsumen sehingga dapat mendorong mereka untuk melakukan pembelian terhadap produk yang ditawarkan. Pemasaran sering didefinisikan sebagai pemenuhan kebutuhan dan keinginan
pelanggan.
Kondisi
pasar
yang
berubah
dinilai
tak
cukup
mendefiniskan pemasaran hanya sampai disitu saja. Pemasaran tidak lagi merupakan departemen perusahaan yang beban tugasnya sebatas mengelola periklanan, mengirim surat langsung, mencari keunggulan penjualan, dan memberikan layanan pelanggan. Pemasaran harus harus mendorong visi, misi, dan perencanaan strategis perusahaan yang lebih dari sekedar memenuhi namun menciptakan kebutuhan dan keinginan yang tidak ada sebelumnya. (Kotler, 2007:39)
53
Pendekatan pemasaran 4P atau marketing mix (product, price, promotion, dan placement) berhasil digunakan dengan baik untuk jenis perusahaan yang menghasilkan barang. Bagi jenis perusahaan jasa digunakan pendekatan 3P tambahan yakni: people, physical evidence dan process. Simplicity Marketing merupakan pengembangan dari strategi produk sebagai salah satu unsur marketing mix dalam yang dikembangkan oleh Steven M Cristol dan Peter Sealey. Kotler dan Amstrong (2006:218) mendefinisikan produk dengan “A product is anything
that can be offered market for attention,
acquition, use or consumption that might satisfy a want or a need. Yang artinya segala sesuatu yang ditawarkan ke pasar untuk memuaskan kebutuhan dan keinginan ini meliputi apa yang biasanya kita anggap sebagai produk (objek fisik seperti rumah atau bangunan), dan meliputi apa saja yang kita sebut barang atau jasa. Kerangka dari Simplicity Marketing berusaha agar tidak menimbulkan kebingungan dan kekusutan pada benak konsumen (Clutter). Kerangka Simplicity Marketing terdiri dari 4R, yaitu pertama Replace yang merupakan upaya mengembangkan dan memposisikan produk sebagai pengganti produk-produk yang sudah ada. Kedua Repackage, yaitu mengemas secara bersama sejumlah produk maupun layanan jasa yang sebelumnya disediakan oleh sejumlah sumber yang berbeda-beda. Ketiga Reposition adalah menyederhanakan setiap janji pada konsumen, dan yang keempat Replenish, yaitu menciptakan suplai secara kontinyu ( Zero Out Stock), dan produk atau jasa yang bebas cacat ( Zero Defect), dengan harga yang kompetitif.
54
“kendati mutlak, namun formula 4R tidak berlawanan dcngan 4P (Product, Price, Promotion dan Place). Mereka harus tetap ‘seirama’. Cristol dan Sealey (2000: 47). Artinya, ketika mengelola 4P khususnya pada perencanaan produk dan merek harus selalu dikaitkan dengan 4R. Dengan demikian, dalam pelaksanaan praktisnya, kemudahaan atau penanggulangan stress konsumen dalam memilih produk itu masuk terintegrasi dalam strategi 4P yang dijalankan. Simplicity Marketing digunakan oleh perusahaan untuk mempengaruhi perilaku pembelian konsumen, agar produk yang ditawarkan akan diterima oleh konsumen dengan berbagai kemudahannya. Implikasi pengaruh yang ditimbulkan ini dapat dilihat ketika konsumen melakukan keputusan pembelian banquet Hotel Nalendra Bandung. Sebelum sampai pada tahap keputusan membeli suatu produk, maka konsumen akan melewati proses keputusan pembelian. Proses keputusan pembelian adalah proses pemilihan secara rasional atau emosional untuk membelanjakan uangnya guna memenuhi keinginan dan kebutuhannya. Tahaptahap proses pembelian terdiri dari proses pengenalan masalah, pencarian informasi, evaluasi alternatif, keputusan membeli, dan tingkah laku pasca pembelian Kotler & Lane (2007:235). Pemasar perlu memusatkan pada proses pembelian secara keseluruhan, bukan hanya pada keputusan membeli saja karena keputusan membeli konsumen pada suatu produk terbentuk setelah konsumen tersebut melalui tahap-tahap pembelian. Perilaku keputusan pembelian konsumen dapat dipengaruhi oleh seberapa mudah konsumen memperoleh produk atau jasa yang ditawarkan. Dengan melalui
55
upaya Simplictiy Marketing diharapkan akan memberikan kemudahan dan kesan yang baik di benak konsumen sehingga konsumen tidak merasa bingung dalam memilih suatu produk atau jasa yang ditawarkan. ”Simplictiy Marketing is the number of decition, not just the number of product”. Pernyataan ini mengisyaratkan bahwa Simplictiy Marketing adalah berfokus pada keputusan, tidak hanya berfokus pada produk. Jadi dalam Simplictiy Marketing mempunyai hubungan selain pada produk juga mempunyai hubungan dengan keputusan pembelian. (Peter & Sealey, 2000 : 21). Perilaku keputusan pembelian konsumen dapat dipengaruhi oleh seberapa mudah konsumen memperoleh produk atau jasa yang ditawarkan kepada konsumen, dengan melalui upaya Simplictiy Marketing diharapkan akan memberikan kemudahan dan kesan yang baik di benak konsumen sehingga konsumen tidak merasa bingung dalam memilih suatu produk atau jasa yang ditawarkan. Berdasarkan berbagai uraian di atas maka penulis menyusun kerangka pemikiran pengaruh strategi Simplicity Marketing terhadap keputusan pembelian konsumen sebagai berikut.
56
Bauran Pemasaran Jasa Product
Proses Pengambilan Keputusan Pembelian Strategi Produk Pengenalan masalah
Price Place
Pencarian Informasi
Promotion
Evaluasi alternatif
Keputusan pembelian berdasarkan produk Keputusan pembelian berdasarkan merk
People Process
Simplicity Marketing (X)
Keputusan Pembelian (Y)
Keputusan pembelian berdasarkan saluran distribusi
Physical evidence Keputusan pembelian berdasarkan waktu
Replace Kotler (2005:116)
Repackage Reposition Replenish
Perilaku pasca pembelian
Keputusan pembelian berdasarkan jumlah Keputusan pembelian berdasarkan metode pembayaran
Peter Sealey dan Steven M Cristol (2000:47) Kotler & Keller (2006:226)
: Variabel yang diteliti : Variabel yang tidak diteliti
Gambar 2.7 Kerangka Pemikiran Pengaruh Simplicity Marketing Terhadap Keputusan Pembelian Banquet Pada Hotel Nalendra Bandung Bertitik tolak dari keseluruhan kerangka pemikiran diatas, maka dirumuskan secara lebih sederhana paradigma mengenai pengaruh Simplicity
57
Marketing terhadap Keputusan Pembelian pada konsumen banquet pada Hotel Nalendra Bandung, dapat terlihat pada gambar berikut :
Keputusan Pembelian (Y)
Simplicity Marketing (X) Replace
Pilihan Produk Pilihan Merek Pilihan Penyalur Waktu Pembelian Jumlah Pembelian Metode Pembayaran
Repackage 1. Reposition
Replenish
Gambar 2.2.1 Paradigma Penelitian Keterangan: X
: Simplicity Marketing
Y
: Keputusan Pembelian : Hubungan antar variabel
2.8
Hipotesis Hipotesis merupakan jawaban sementara yang jawabannya belum final,
oleh karena itu harus dibuktikan dulu kebenarannya melalui sebuah penelitian yang didukung dengan data-data yang relefan. Dan atas dasar kerangka berfikir yang telah dijelaskan sebelumnya, maka dapat dirumuskan hipotesis penelitian sebagai berikut, yaitu : “Simplicity
Marketing
berngaruh
positif
terhadap
Keputusan
Pembelian”.
58