BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2. 1. Pengertian Pelumasan Teknik pelumasan adalah suatu cara untuk memperkecil gesekan dan keausan dengan menempatkan suatu lapisan tipis (film) fluida diantara permukanpermukaan yang bergesekan. Sementara pelumas dapat didefinisikan sebagai suatu zat yang berada atau disisipkan diantara dua permukaan yang bergerak secara relatife agar dapat mengurangi gesekan antar permukaan tersebut. Teknik pelumasan ini sangat dibutuhkan dalam suatu industri terutama dalam dunia permesinan yang sangat banyak terjadinya gesekan antara komponen-komponen mesin dan banyaknya komponen mesin yang harus dijaga kondisinya agar umur dari suatu komponen mesin tersebut lebih panjang dalam pemakaiannya. Misalnya dalam gerakan berputar pada bantalan luncur, poros atau jurnal yang beroksilasi pada bantalan, gabungan dari gerakan menggelinding atau luncuran pada gigi-gigi roda gigi yang berpasangan, gerakan luncuran pada piston terhadap silindernya dan yang lain yang kesemuanya itu memerlukan pelumasan.
2. 2. Fungsi Bahan Pelumas Merawat mesin maupun peralatan (equipment) harus dilakukan dengan perawatan berkala secara teratur salah satunya dengan memperhatikan penggunaan minyak pelumas yang tepat dan berkualitas. Penggunaan minyak pelumas yang tepat merupakan syarat yang mutlak agar kemampuan mesin ataupun peralatan yang digunakan tetap prima.
20 Universitas Sumatera Utara
Hal ini sesuai dengan fungsi dari minyak pelumasan antara lain: 1. Mengurangi gesekan dan keausan Mengurangi gesekan dan keausan dilakukan dengan memberikan lapisan (film) untuk menghindari kontak langsung bagian-bagian mesin yang saling
bergesekan
sehingga
melindungi
permukaan
logam
yang
bersinggungan baik yang meluncur atau yang menggelinding dari keausan. Ini merupakan fungsi utama dari bahan pelumas. 2. Memindahkan panas Panas yang timbul akibat pergesekan seperti pada bantalan-bantalan atau roda gigi dapat dipindahkan oleh minyak pelumas asalkan terjadi aliran minyak yang mencukupi. Demikian juga panas yang terjadi akibat dari pembakaran. Minyak pelumas menjadi komponen pendingin dari piston, silinder liner, dan lainnya dari panas pembakaran Di samping itu, minyak pelumas juga mendinginkan panas akibat gesekan. Panas yang diserap akan mengakibatkan turunnya viscositas minyak pelumas. 3. Menjaga sistem agar tetap bersih Pelumas
juga
sebaiknya
bisa
mencegah
terjadinya
fouling
serpihan-serpihan yang dihasilkan dari proses mekanis, dari hasil degradasi pelumas itu sendiri maupun dari hasil proses pembakaran. Apa yang disebut deposit adalah seperti karbon padat, varnish atau endapan. Ini dapat mengganggu pengoperasian alat. Kasus ekstrem adalah ring piston tidak bisa bergerak, dan aliran minyak tersumbat. Juga partikelpartikel logam akibat keausan, abu yang berasal dari luar dan sisa pembakaran yang dapat memasuki sistem dan menghalangi operasi yang
21 Universitas Sumatera Utara
efisien juga harus dapat dibersihkan oleh suatu bahan pelumas. Kotoran ini perlu disingkirkan dari permukaan komponen yang bersinggungan. 4. Melindungi sistem Baik
dari
hasil
degradasi
pelumas
atau
akibat
kontaminasi
hasil pembakaran, pelumas bisa bersifat asam dan menjadikan korosi pada logam. Adanya uap air dapat juga menyebabkan karat pada besi. Oleh sebab itu pelumas harus bisa menanggulangi efek-efek tersebut dan oleh Karena itu bahan pelumas harus direncanakan untuk melindungi sistem terhadap serangan korosif dan kimiawi. Bahan pelumas juga dapat melindungi sistem dari getaran yang terjadi dengan cara meredam getaran dan kejutan pada sambungan karena gerakan tenaga yang selalu berubah Mengingat arti pentingnya minyak pelumas bagi daya tahan mesin, maka sebelum memilih minyak pelumas ada baiknya lebih dulu mengetahui kualitas minyak pelumas tersebut sehingga dapat mencegah penggunaan minyak pelumas yang tidak sesuai dengan spesifikasi mesin.
2. 3. Gesekan dan Keausan a. Gesekan Jika dua permukaan berada dalam gerakan relatif satu sama yang lain di bawah pengaruh tekanan yang diberikan maka gaya yang bekerja pada kedua permukaan bersinggungan tersebut akan menahan gerakan. Fenomena ini menunjukkan adanya gesekan.
22 Universitas Sumatera Utara
Ada 3 tipe dasar gesekan antara permukaan-permukaan yang bersinggungan, yaitu:
-
Gesekan meluncur (dihasilkan oleh suatu permukaan yang bergerak di atas permukaan lainnya)
-
Gesekan menggelinding (dihasilkan oleh silinder atau bola yang menggelinding di atas permukaan lain)
-
Gesekan fluida (dihasilkan jika salah satu atau kedua permukaan padat secara sempurna dipisahkan oleh lapisan fluida)
Atau dapat kita gambarkan sebagai berikut:
Gambar 2. 1. Gerakan menggelinding (rolling)
Gambar 2.2 Gerakan meluncur
Gesekan meluncur dan menggelinding merupakan gesekan kering, berlawanan dengan gesekan fluida yang merupakan gesekan basah. Gesekan menggelinding lebih mudah diatasi dibandingkan dengan gesekan meluncur dan gesekan fluida lebih mudah diatasi dibandingkan dengan kedua jenis gesekan kering tersebut. Itulah sebabnya gesekan gelinding dalam banyak hal lebih efisienn dibandingkan dengan gesekan meluncur, namun kedua tipe gesekan ini
23 Universitas Sumatera Utara
akan lebih efisien dalam operasinya apabila digunakan bahan pelumas yang ditempatkan di antara kedua permukaan yang bergesekan, sehingga terhindar kontak langsung antar permukaan.
Pada gesekan fluida tahanan gesek lebih jelas ada, tapi relatif sangat kecil dibandingkan dengan gesekan kering. Teknologi pemanfaatan gesekan fluida ini mengarahkan kita kepada teknik pelumasan.
b. Keausan
Suatu permukaan yang kelihatannya licin mempunyai ketidakteraturan yang membedakan luas sebenarnya persinggungan antara 2 permukaan logam. Biarpun untuk pembebanan ringan tekanan pada titik singgung yang bersinggungan bukan main tingginya, dan jika ada gerakan relatif antara permukaan-permukaan maka gesekan dan panas timbul pada titik-titik kecil tersebut.
Hal inilah yang membuat temperatur naik sampai titik cair logam. Pencairan ini membantu penekanan, temperaturpun turun, lalu logam membeku dan penyatuan terjadi antara kedua permukaan. Penyatuan ini paling mungkin menjadi tipe penyatuan sesungguhnya atau penyambungan jika logam dari bahan yang sama. Gerakan selanjutnya memutuskan penyatuan tadi yang mengakibatkan terjadinya ”pitting” pada awalnya dan akhirnya terjadi ”scoring” dan ”scuffing” dari metal.
24 Universitas Sumatera Utara
2. 4. Tipe-tipe Pelumasan 2. 4. 1. Pelumasan Hidrodinamis Pada pelumasan dengan tipe hidrodinamis (Hydrodynamic Lubrication) permukaan yang bergesekan atau yang bersinggungan baik yang bergerak meluncur atau pun menggelinding, dipisahkan oleh pelumas secara sempurna. Dimana tekanan pada lapisan tipis pelumas dibangkitkan oleh gerakan relatif oleh kedua permukaan itu sendiri. Salah satu contoh penggunaan pelumasan dengan tipe hidrodinamis adalah gerakan rotasi yang terjadi pada bantalan luncur (journal bearing). Selanjutnya contoh pelumasan ini dapat kita lihat dalam gambar di bawah ini:
V=0
(a) A
v
(b)
25 Universitas Sumatera Utara
A
V>v Oil-wedge (c) Gambar 2. 3. Pelumasan Hidrodinamis untuk gerakan meluncur Gambar 2.3 di atas dapat dijelaskan sebagai berikut: (a) Permukaan kedua logam masih menempel karena belum ada gerak relatif (b) Permukaan atas mulai naik begitu ada kecepatan relatif (c) Permukaan atas berselancar (hydroplane) akibat kecepatan relatif yang cukup dan terjadi gesekan fluida total.
Roller
Titik singgung
Roller
Oil-wedge
26 Universitas Sumatera Utara
Gambar 2. 4. Di atas dapat dijelaskan sebagai berikut: Gambar 2. 4. Pelumasan Hidrodinamis pada roller dengan bantalan rata
(a) Roller diam dan
bersinggungan dengan bantalan rata pada satu titik/ garis singgung (b) Roller berputar dan terbentuk oip-wedge. Kedua permukaan terpisah oleh lapisan tipis minyak pelumas.
minyak pelumas + + Poros
Bantalan (a)
+
Poros
+
+
+
27 Universitas Sumatera Utara
(c)
(b)
Gambar 2. 5. Pelumasan hidrodinamis pada bantalan luncur (journal bearing)
Gambar 2. 5. di atas dapat kita terangkan sebagai berikut: (a) Poros diam dan lapisan minyak berada pada celah lebar. Kedua permukaan bersinggungan di bagian bawah. (b) Poros mulai berputar sementara terbentuk celah kecil di bagian bawah kiri. Minyak pelumas mengalir dari celah lebar ke celah sempit. (c) Poros berputar terus dan berada pada posisi stabil, celah sempit agak melebar. Oil-wedge terbentuk pada celah yang konvergen.
2. 4. 2. Pelumasan Hidrostatis Pada pelumasan hidrostatis ini menggunakan pompa tekanan tinggi yang akan menekan minyak pelumas ke bagian-bagian yang bergerak. Pelumasan jenis ini tidak memerlukan gerakan relatif dan biasanya digunakan pada mesin-mesin yang bagian-bagian bergeraknya terlalu berat seperti turbin yang berkapasitas besar tidak dimungkinkan lagi terjadinya pelumasan hidrodinamis pada saat start, sementara tipe pelumasan lainnya tidak dihendaki terjadi. Untuk ini diperlukan tekanan yang besar terjadi pada lapisan tipis minyak pelumas di antara poros dan bantalan misalnya. Tekanan demikian dapat diperoleh dengan menggunakan pompa tekanan tinggi yang akan menekan minyak pelumas ke bagian-bagian yang
28 Universitas Sumatera Utara
bergesek, bukann sekedar pompa tekanan rendah yang berfungsi hanya sebagai pendistribusi atau pensirkulasi minyak pelumas. Pelumasan hidrostatis disebut juga pelumasan tekanan luar karena tekanan yang timbul diakibatkan pengaruh kerja dari luar sistem. Setelah poros berputar dengan kecepatan tinggi biasanya pompa tekanan tinggi yang digunakan dapat dihentikan sementara pompa tekanan rendah sebagai pensuplai minyak pelumas terus difungsikan. 2. 4. 3. Pelumasan Elastohidrodinamis (Elastohydrodynamic Lubrication) Pelumasan jenis ini dipakai jika kontak bidang antara kedua permukaan yang bergerak sangat kecil seperti kontak titik atau kontak garis sehingga akan timbul tekanan yang demikian besar pada lapisan tipis minyak pelumas yang membatasi permukaan-permukaan tersebut. Pelumasan dengan tipe seperti ini dapat ditemukan pada bantalan gelinding meskipun pelumasan hidrodinamis dapat juga dilakukan. 2. 4. 4. Pelumasan Bidang Batas (Boundary Lubrication) Pelumasan bidang batas ini terjadi karena tidak dimungkinkannya membentuk lapisan tipis minyak pelumas yang sempurna karena beban yang terlalu besar, penurunan kecepatan dari permukaan yang bergerak, pengurangan jumlah pelumas yang dimasukkan ke dalam bantalan dan kenaikan suhu pelumas. Pada keadaan ini lapisan tipis yang terjadi hanya dalam ketebalan beberapa ukuran molekul saja. Pelumasan ini sering terjadi ketika mesin dihidupkan dan terus
berlanjut
hingga
menjelang
mesin
mencapai
kecepatan
operasionalnya.Lapisan yang terbentuk dalam pelumasan jenis ini sangat rumit untuk dijelaskan yang jelas, ketebalan lapisan tersebut hanya beberapa
29 Universitas Sumatera Utara
molekul.Lapisan ini bahkan tidak terbentuk dari oli pelumas, melainkan berupa kotoran, oksida logam, dan gas dari udara. 2. 4. 5. Pelumasan Padat (Solid Lubrication) Pelumasan padat dapat dipahami misalnya pada sebuah contoh, misalnya debu pasir dan kerikil pada permukaan jalan dapat menyebabkan kendaraan tergelincir karena debu, pasir dan kerikil mengurangi gesekan antara ban dan permukaan jalan. Teknisnya, debu, pasir dan kerikil tersebut bertindak sebagai pelumas, namun tentu saja tidak ada yang merekomendasikan debu, pasir dan kerikil sebagai pelumas padat pada elemen mesin. Jadi pelumasan padat (Solid Lubrication) dapat diartikan seperti sebuah sistem pelumasan dimana diantara permukaan kontak saling melumasi sendiri oleh bahan padat yang dilapisi dan kadang menyatu pada elemen tersebut. Misalnya bahan inorganik tertentu seperti grafit dan molybdenum disulfida, memiliki sifat mampu membentuk lapisan tipis pada permukaan logam yang bergeser dengan mudah dan menahan penetrasi oleh permukaan-permukaan yang bergesekan. 2. 4. 6. Pelumasan Tekanan Ekstrim Di bawah pengaruh kondisi kerja yang paling hebat, seperti pada pemotongan logam atau roda gigi yang mengalami beban kejut, adiktif tekanan ekstrim digunakan. Tekanan adiktif ekstrim ini merupakan senyawa minyak yang dapat larut dan biasanya mengandung zat belerang, chlorin atau fosfor yang bereaksi denga permukaan bantalan pada temperatur tinggi yang timbul dimana lapisan tipis minyak pelumas pecah, membentuk zat lapisan tipis yang titik cairnya tinggi antara permukaan-permukaan yang berkontak. Pada proses
30 Universitas Sumatera Utara
pelumasan tekanan ekstrim sedikit keausan tak dapat dielakkan antara permukaan yang bergerak tapi boleh jadi sangat kecil dan hampir berakhir bagi permukaan yang bergerak relatif.
2. 5. Kekentalan, Temperatur dan Tekanan 2. 5. 1. Kekentalan (Viscosity) Kekentalan merupakan sifat yang paling utama dari sebuah bahan pelumas karena sifat ini secara garis besar menunjukkan kemampuan melumasi sesuatu. Atau dengan kata lain bahwa kekentalan adalah kemampuan dari bahan pelumas untuk melawan tegangan geser yang terjadi pada waktu bergerak. Kekentalan minyak pelumas itu berubah-ubah menurut perubahan temperatur. Dengan sendirinya minyak pelumas yang baik tidak terlalu peka terhadap perubahan temperatur, sehingga dapat berfungsi sebagai mestinya, baik dalam keadaan dingin pada waktu mesin mulai bekerja maupun pada saat temperatur kerja. Bahan harus mengalir ketika suhu mesin atau temperatur ambient. Mengalir secara cukup agar terjamin pasokannya ke komponenkomponen yang bergerak. Semakin kental bahan pelumas, maka lapisan yang ditimbulkan menjadi lebih kental. Lapisan halus pada pelumas kental memberi kemampuan ekstra menyapu atau membersihkan permukaan logam yang terlumasi. Sebaliknya pelumas yang terlalu tebal akan memberi resitensi berlebih mengalirkan pelumas pada temperatur rendah sehingga mengganggu jalannya pelumasan ke komponen yang dibutuhkan. Untuk itu, pelumas harus memiliki
31 Universitas Sumatera Utara
kekentalan lebih tepat pada temperatur tertinggi atau temperatur terendah ketika mesin dioperasikan. Hukum Newton tentang aliran viscos menyatakan bahwa tegangan geser di dalam fluida adalah berbanding lurus dengan perubahan kecepatan.
Gambar 2.6. Defenisi kekentalan melalui hukum Newton Jadi kekentalan menurut hukum Newton dapat kita defenisikan sebagai berikut:
τ =µ
du u = µ ...............................................................(2.1) dy h
(sumber: Literatur 13 Hal. 16)
dimana: τ = tegangan geser fluida (N/m2)
µ = kekentalan dinamik (Poise, P) u = kecepatan relatif prmukaan (m/det) h = tebal lapisan pelumasan (m)
Sehingga kekentalan dinamik dapat ditulis:
µ=
τ du
...................................................................(2.2) dy
Kekentalan dinamik disebut juga dengan kekentalan absolut, sementara kadar geseran adalah du/dy. Jika kekentalan dinamik dibagi dengan rapat massa
32 Universitas Sumatera Utara
pada temperatur yang sama hasilnya disebut kekentalan kinematik. Secara Matematis ditulis:
ν= dimana:
µ ....................................................................(2.3) ρ
ν = kekentalan kinematik (Stoke, S) ρ = rapat massa (gram/cm3)
Dalam satuan cgs, tegangan geser adalah dalam dyne/cm2 dan kadar geseran dalam det-1, maka satuan kekentalan dinamik adalah poise disingkat P. Sedangkan satuan rapat massa gram/cm3 sehingga satuan kekentalan kinemati adalah stoke disingkat St. Satuan yang paling umum dalam industri perminyakan adalah centipoise disingkat cP dan centistoke disingkat cSt, dimana 1 P = 100 cP dan 1 St = 100 cSt. Dalam satuan SI, untuk kekentalan dinamis adalah N det/m2 atau kg/m det dan satuan kekentalan kinematik adalah m2/det. Dengan demikian diperoleh hubungan satuan-satuan: 1P
= 10-1 N det/m2
1 cP
= 10-3 N det/m2
1 St
= 10-4 m/det2
1cSt
= 10-6 m2/det
Dalam satuan British untuk kekentalan dinamik dikenal satuan lbf.s/in2 (pound-force second per square inch) yang disebut juga dengan reyn, untuk penghormatan terhadap Sir Osborne Reynolds. Hubungan antara reyn dan centipoise: 1 reyn
= 1 lbf.s/in2 = 7,03 kgf.s/m2 33 Universitas Sumatera Utara
1 reyn
= 6,9 . 106 cP
Tabel 2.1. Kekentalan beberapa fluida pada temperatur kamar. Kekentalan dinamik
Kekentalan kinematik
Fluida
dalam cP
dalam cSt
Udara
0,018
15
Bensin
0,5
0,7
Air
1
1
Minyak zaitun
84
93
Gliserol
1500
1250
Minyak pelumas
8-1400
10-1500
(Sumber: Literatur 6 Hal. 32)
2. 5. 2. Hubungan Kekentalan Dengan Temperatur Yang penting dalam setiap situasi dimana bahan pelumas bekerja pada suatu daerah temperatur tertentu. Pada temperatur rendah molekul-molekul pada cairan sangat rapat sekali satu sama yang lain dengan kata lain volume bebas terbatas. Pada temperatur tinggi volume bebas bertambah, kekentalan fluida turun dan ukuran, bentuk molekul-molekul dan sebagainya tidak begitu penting.
Pada minyak pelumas dengan ukuran-ukuran molekul-molekulnya bertambah akan sekaligus menaikkan titih didih, titik beku, rapat massa dan kekentalannya sementara volatilitasnya menurun. Hubungan paling berguna yang mana dapat digunakan pada minyak mineral dengan daerah temperatur yang besar adalah:
34 Universitas Sumatera Utara
Log 10 Log 10 (v + 0,6) = n Log 10 T + C..............................(2.4) (sumber: Literatur 6 Hal.33)
Dimana :
v = kekentalan dinamik (cSt) T = temperatur (oR = oF + 460) C = konstanta
Harganya bergantung pada jenis minyak pelumas
n = konstanta
Persamaan Roeland, Blok dan Vlugter juga memberikan hubungan antara kekentalan minyak pelumas dengan temperaturnya dan dinyatakan
sebagai
berikut:
Log (1,200 + log µ) = log b – S log (1 + t/135)...........................(2.5)
Dimana : µ = kekentalan dalam cP t = temperatur dalam oC S = indeks slope (dituntut konstan untuk minyak pelumas dari minyak mentah yang diolah sama)
35 Universitas Sumatera Utara
2. 5. 3. Hubungan Kekentalan Dengan Tekanan
Hubungan ini sangat penting dalam bidang hidrolika dan pelumasan tipe elastohidrodinamis. Kenaikan tekanan analog dengan penurunan temperatur, dimana begitu tekanan bertambah kekentalan menurun. Minyak pelumas yang menunjukkan perubahan kekentalan yang besar dengan perubahan temperatur juga akan menunjukkan perubahan yang besar dengan percobaan tekanan. Hal ini dapat dilihat pada tabel di bawah ini:
Tabel 2.2 Perubahan kekentalan terhadap tekanan dan temperatur Tekanan
Kekentalan dalam centipoise
dalam psi
Minyak pelumas HVI 30oC
60oC
90oC
Minyak pelumas LVI 30oC
60oC
90oC
0
890
137
38,5
1700
149
32,6
5000
2200
302
76,6
5300
393
73,4
10000
5400
640
146
17300
1020
158
15000
12000
1240
251
50000
2400
314
(Sumber: Literatur 6 Hal. 37)
2. 6. Klasifikasi Minyak Pelumas. 2. 6. 1. Klasifikasi Minyak Pelumas Berdasarkan Materi Pelumas
Pada umumnya pelumas dibagi menjadi empat macam jenis yang berdasarkan dari material pelumas tersebut.
36 Universitas Sumatera Utara
1. Pelumas Cair (Liquid Lubricant) Pelumas yang mencair pada suatu suhu ruangan dengan kandungan-kandungan yang dimiliki didalamnya berupa zat cair, pelumas tersebut bisa dituangkan dari satu wadah ke wadah lain.Pelumas ini tidak mempunyai bentuk melainkan akan mengisi bentuk wadahnya, contoh, semua jenis oli adalah pelumas cair. 2. Pelumas Yang Semi Padat (Semi solid Lubricant) Pelumas semi padat ciri khasnya adalah, akan menjadi cair manakala suhu naik, dan sebaliknya akan menjadi kental jika temperatur turun. Contohnya, Gemuk (Grease). 3. Pelumas Padat (Solid Lubricant) Pelumas padat seringkali berbentuk bubuk atau butiran-butiran.Umumnya pelumas ini digunakan pada daerah yang sangat dingin dimana oli akan membeku, dan pada tempat yang panas dimana oli akan terbakar Tabel 2.3 Beberapa material yang digunakan sebagai bahan pelumas padat
Kelompok Bahan
Layer-lattice compounds
Polymers
Metals Other Inorganics
Nama Bahan Molybdenum disulphide Tungsten diselenide Niobium diselenide Calcium fluoride PTFE PTFCE PVF2 FEP PEEK Lead Gold Indium Molybdic oxide Lead monoxide
Graphite Tungsten disulphide Tantalum disulphide Graphite fluoride
Nylon Acetal Polyimide Polyphenylene sulphide Tin Silver Boron trioxide Boron nitride 37 Universitas Sumatera Utara
Sumber: http://ligerlube.com/berita2.html
4. Pelumas Gas (Gases) Kedengarannya jenis pelumas ini asing bagi kita bahwa sebuah gas bisa digunakan berfungsi sebagai pelumas, ingat bahwa tujuan utama pelumas adalah untuk memisahkan dua buah benda yang berhadapan dan bergerak, contoh yang sering kita lihat adalah pada kunci impact, disamping gas sebagai pengatur tenaga sebenarnya gas sebagai pemisah gigi didalam kunci impact tersebut.
2. 6. 2. Klasifikasi Minyak Pelumas Berdasarkan Kekentalannya Klasifikasi minyak pelumas berdasarkan indeks kekentalannya (sumber: Literatur 6 Hal. 22) adalah sebagai berikut: 1. High Viscosity Index (HVI) atau Indeks kekentalan tinggi yaitu indeks kekentalan (VI) = 80 – 100 2. Medium Viscosity Index (MVI) atau indeks kekentalan sedang yaitu VI = 30 – 79 3. Low Viscosity Index (LVI) atau indeks kekentalan rendah yaitu VI = 0 – 29
2. 6. 3. Klasifikasi Kekentalan Minyak Pelumas Menurut SAE Derajat kekentalan menurut SAE (Society of Automotive Enginers) untuk pelumasan mesin-mesin ditentukan seperti pada tabel-tabel di bawah ini: a. Klasifikasi kekentalan untuk motor bensin dan motor diesel Kekentalan (Viskositas) minyak lumas motor bensin dan motor diesel yang beredar di Indonesia harus memenuhi klasifikasi viskositas menurut SAE J300 sebagaimana tercantum pada tabel di bawah ini:
38 Universitas Sumatera Utara
Tabel 2.4 Klasifikasi Kekentalan (Viskositas) Minyak Lumas Mesin Menurut SAE-J300 Klasifikasi Viskositas menurut SAE
".
Viskositas pada suhu rendah
Viskositas pada suhu tinggi
Pemompaan (cP) maks. tanpa ada stress pada temperatur °C *)
Kinematic (cSt) pada 100°C
Shear Tinggi (cP) pada 150 °C dan 10 6 S 4 min
ASTM D 4648 60.000 pada -40 60.000 pada -35 60.000 pada -30 60.000 pada -25 60.000 pada -20 60.000 pada -15
ASTM D 445 3,8 3,8 4,1 5,6 5,6 9,3 -
ASTM D 4683 -
20 30 40
ASTM D 5293 6200 pada -35 6600 pada -30 7000 pada -25 7000 pad a -20 9500 pada -15 13000 pad a 10 -
-
5,6 9,3 12,5
<9,3 <12,5 <16,3
40
-
-
12,5
<16,3
50 60
-
-
16,3 21,9
<21,9 <26.1
Cranking (cP) maks pada temperatur °C
OW 5W 10W 15W 20W 25W
2,6 2,9 2,9 (OW40,5W40, 1 OW40 grade) 3,7 (15W40,20W40,25W40,40 grade) 3,7 3,7
Sumber:http//www.pertamina.com/index.php?option=com_search&searchword=keputusanmenteri
b. Klasifikasi Kekentalan (Viskositas) Minyak Lumas Roda Gigi Transmisi Manual dan Gardan
Kekentalan (Viskositas) minyak lumas roda gigi/transmisi manual yang beredar di Indonesia harus memenuhi klasiifikasi kekentalan viskositas menurut SAE, sebagaimana tercantum pada tabel 2.5.
39 Universitas Sumatera Utara
Tabel
2.5
Klasifikasi Kekentalan (Viskositas) Minyak Lumas Gigi/Transmisi Manual dan Gardan Menurut SAE- J 306
Klasivikasi Viskositas menurut SAE 70W -15W 80W 85W 80 85 90 140 250
Roda
Suhu Visl
Minimum 4,1 4,1 7,0 11,0 7,0 11,0 13,5 24,0 41,0
Maksimum . <11,0 <13,5 <24,0 <41,0 -
Sumber:http//www.pertamina.com/index.php?option=com_search&searchword=keputusanmenteri
1) Pengujian dengan metode ASTM D 2983, tidak dilakukan untuk suhu dibawah - 40 ° C Pada kedua tabel di atas terdapat dua seni kekentalan yang mana satu mengandung letter W dan yang lainnya tidak. Dimana minyak pelumas yang mengandung letter W (winter) ini ditunjukkan sebagai minyak pelumas yang dimaksudkan untuk kemudahan dalam menghidupkan mesin selama kondisi cuaca dingin.
2.6.4.
Klasifikasi
Kekentalan
(Viskositas)
Minyak
Lumas
Industri
Berdasarkan Sistem ISO
Kekentalan (Viskositas) minyak lumas industri yang beredar di Indonesia harus memenuhi klasifikasi kekentalan (Viskositas) menurut ISO sebagaimana tercantum pada tabel 2.6 di bawah ini. 40 Universitas Sumatera Utara
Tabel 2.6 Klasifikasi Kekentalan (Viskositas) Minyak Lumas Industri Menurut ISO dan ASTM (ISO 3448, ASTM D 2422, DIN 51519) Klasifikasi Viskositas ISO
Viskositas Tengah, Kinematik
Batasan ASTM viskositas Nomor kinematik (cSt) Viskositas Saybolt, pada 40 ° C
Viskositas Saybolt, SUS pada 100° F (37,5° C)
(104° F)
2 3 5 7 10 15 22 32 46 68 100 150 220 320 460 680 1000 1500
2,2 3,2 4,6 6,8 10 15 22 32 46 68 100 150 220 320 460 680 1000 1500
ASTM 0 445 Min Maks. 1,98 2.42 2,88 3,52 4,14 5,06 6,12 7.48 9,00 11.0 13,5 16,5 19,8 24,2 28,8 35,2 41.4 50,6 61,2 74,8 90,0 110 135 165 198 242 288 352 414 506 612 748 900 1100 1350 1650
32 36 40 50 60 75 105 150 215 315 465 700 1000 1500 2150 3150 4650 7000
Min. 34,0 36,5 39,9 45,7 55,5 72 96 135 191 280 410 615 900 1310 1880 2800 4100 6100
Maks. 35,5 38,2 42.7 50,3 62,8 83 115 164 234 345 500 750 1110 1600 2300 3400 5000 7500
Sumber:http//www.pertamina.com/index.php?option=com_search&searchword=keputusanmenteri
2. 7. Zat Aditif Aditif atau bahan tambahan minyak pelumas adalah sejenis kimia yang mana jika ditambahkan pada minyak pelumas asal minyak bumi atau minyak pelumas sintetis akan mempertinggi atau memperbaiki sifat yang ada dari minyak pelumas atau membuat sifat tambahan yang sebelumnya tidak dijumpai pada minyak pelumas semula. Dengan kata lain, aditif berfungsi untuk memperbaiki daya pelumasan. Dalam kaitan ini pemberian aditif mesti sesuai dengan dosis
41 Universitas Sumatera Utara
tertentu.
Komposisi suatu minyak pelumas mungkin memerlukan satu atau lebih aditif, bergantung pada kondisi yang bagaimana minyak pelumas digunakan. Beberapa kondisi yang lebih umum dikenakan pada minyak pelumas diberikan pada tabel di bawah ini: Tabel 2.7 Tipe aditif dan penggunaannya. Kondisi yang dialami minyak
Tipe aditif yang diperlukan untuk
pelumas yang digunakan pada
memperbaiki performansi
mesin-mesin Temperatur tinggi
Anti-oxidant
Temperatur rendah
Pour point depressant
Range temperatur besar
VI Improver
Pembebanan berat
Anti-wear
Lingkungan korosif
Anti-corrosion
Kontaminasi asam
Alkaline
Kontaminasi jelaga
Detergent dan dispersant
Kontaminasi partikel logam
Metal-deactivator
Kontaminasi air
Demulsifier
Agitasi mekanis berbahaya
Anti busa (foam)
(Sumber: Literatur 6 Hal. 58)
2.8 Pengukuran/Pengujian Kekentalan Minyak Pelumas Kekentalan fluida/minyak pelumas dapat diukur dengan berbagai metode dengan prinsip-prinsip yang berbeda. Pengujian minyak pelumas biasanya
42 Universitas Sumatera Utara
dilakukan pada temperatur yang konstan, misalnya -18 °C , 10 °C , 28 °C , 40 °C , 50 °C atau 100 °C . Alat untuk mengukur kekentalan minyak pelumas disebut dengan viskometer (viscometers). 2.8.1 Viskometer Bola Jatuh Yang Memenuhi Hukum Stokes Menurut hukum Stokes, sebuah bola dengan jari-jari r yang bergerak dengan kecepatan rendah v di dalam fluida akan mengalami gaya gesekan yang melawan arah gerakannya akibat kekentalan fluida, dengan suhu dan tekanan konstan yang besarnya dirumuskan sebagai berikut:
Gambar 2.7 Viskometer bola jatuh yang memenuhi hukum Stokes Maka:
ΣF = 0 Fg-Fb-Fv = 0 Fg = Fb + Fv Dimana: Fv
= 6.π.r.v.μ........................................(2.6)
Fg
= 4/3. π. r3. ρ b . g.............................(2.7)
Fb
= 4/3. π. r3. ρ f .g.............................(2.8)
43 Universitas Sumatera Utara
Maka persamaan tersebut menjadi: 4/3. π. r3. ρ b . g = 4/3. π. r3. ρ f .g + 6.π.r.v.μ 4/3. π. r3. ρ b . g - 4/3. π. r3. ρ f .g = 6.π.r.v.μ 4/3. π. r3 .g ( ρ b - ρ f ) = 6.π.r.v.μ Maka diperoleh kekentalan dinamik (μ) minyak pelumas (fluida) yang diuji:
µ=
2r 2 ( ρ b − ρ f ).g ....................................................(2.9) 9v r
dimana: Fb = gaya apung (kg m/det2) Fg = gaya yang dialami bola jatuh (kg m/det2) Fv = gaya yang melawan gerakan (kg m/det2) r
= jari-jari bola (m)
v
= kecepatan bola relatif (m/det)
μ = kekentalan fluida (N det/m2) r2 = perbandingan kuadrat jari-jari bola baja dengan kecepatan v rata-rata (m/det)
ρ b = rapat massa bola baja (kg/m3) ρ f = rapat massa fluida (kg/m3) g = gaya gravitasi = 9,81 (m/det2)
44 Universitas Sumatera Utara
2.8.2 Viskometer Bola Jatuh Menurut Hoeppler
Gambar 2.8 Viskometer bola jatuh menurut Hoeppler
Viskometer bola jatuh menurut Hoeppler dapat dilihat pada gambar diatas. Salah satu keuntungan viskometer bola jatuh menurut Hoeppler dibandingkan dengan menurut hukum Stokes adalah peralatan yang relatif lebih kecil dan adanya kontrol temperatur, artinya pengukuran dapat dilakukan dengan temperatur yang bervariasi. Formula untuk pengukuran viskositas menurut Hoeppler adalah :
µ = K ( ρ1 − ρ 2 ).t ...............................................(2.10) Dimana:
μ = kekentalan dinamik (cP) ρ1 = massa jenis bola uji (gram/cm3) ρ2 = massa jenis fluida (gram/cm3) K = Konstanta bola uji (=33,8 sumber:Daftar konstanta bola baja Laborarium FMIPA USU) (mPa.s. cm3/g.s) 45 Universitas Sumatera Utara
t = waktu rata-rata bolah jatuh (sekon)
2.9
Bantalan Luncur dan Pelumasan Pada Bantalan Luncur
2.9.1
Bantalan Luncur Jenis bantalan luncur (journal bearings) sangat luas penggunaannya
pada mesin-mesin yang memiliki elemen berputar (rotating machines), seperti turbin uap, generator, blower, kompresor, motor bakar, poros kapal laut, bahkan sebagai bantalan pada elemen yang seharusnya menggunakan bantalan gelinding (rolling elements bearing). Hal tersebut karena bantalan luncur lebih baik dari bantalan gelinding (pada parameter yang dapat dianggap sama) dalam hal penyerapan getaran, tahanan terhadap gaya kejut, relatif tidak bising, dan umurnya lebih panjang. Semua karakteristik ini disebabkan oleh prinsip pelumasan bantalan luncur yang menggunakan lapisan tipis minyak pelumas saat menumpu poros,misalnya. Tentu saja hal tersebut tidak lepas dari teknik desain dan pemilihan material yang terus dikembangkan. Bantalan luncur termasuk dari jenis bantalan yang arah pembebanan normalnya pada arah radial atau lebih banyak mengarah tegak lurus pada garis sumbu poros. Maka bantalan luncur termasuk ke dalam jenis plain bearing atau kadang disebut dengan sliding bearing. Disebut bantalan luncur (dalam bahasa Indonesia) adalah karena adanya gesekan luncur dan gerakan luncuran (sliding) yang terjadi pada bantalan, akibat adanya lapisan fluida tipis diantara bantalan dan poros tersebut. Dapat juga dibandingkan seperti atlit selancar air yang berselancar/meluncur bebas diatas air,
46 Universitas Sumatera Utara
demikian juga dengan poros yang dapat meluncur dengan mudah pada bantalan dengan bantuan lapisan tipis minyak pelumas. Dalam bahasa Inggris disebut journal bearings karena poros ditumpu oleh bantalan pada tempat/daerah yang dinamakan tap-poros atau leher-poros (neck), dan daerah leher-poros tersebut dinamakan journal.
Gambar 2.9 Bantalan luncur
2.9.2
Pelumasan Hidrodinamis Pada Bantalan Luncur Ada berbagai jenis bantalan luncur, dan bantalan-bantalan tersebut dapat
dilumasi dengan minyak pelumas, gas bahkan dengan minyak gemuk. Namun tipe pelumasan yang paling efektif dan paling banyak digunakan adalah
dengan
minyak pelumas dengan tipe pelumasan hidrodinamis.
47 Universitas Sumatera Utara
Seperti yang telah dijelaskan diatas, teori pelumasan hidrodinamis ini berasal dari penelitian Beauchamp Tower, yang dianalisa oleh Osborne Reynolds.
Gambar 2.10 Bantalan luncur dan tata namanya (sumber:Literatur 11 Hal. 26)
Pada tahun 1904, A. J. W. Sommerfeld (1869-1951) menemukan suatu persamaan yang dapat menganalisa tekanan pada lapisan tipis minyak pelumas pada bantalan luncur, yang dikenal dengan persamaan Sommerfeld, yaitu:
µ r 2ω 6 ε sin θ (2 + ε cos θ ) p =− + p 0 .................(2.11) δ 2 (2 + ε 2 )(1 + ε cos θ ) 2 (Sumber: Literatur 8 Hal.10)
Dapat juga ditulis:
µ r 2ω 6 ε sin θ (2 + ε cos θ ) .....................(2.12) p − p0 = − δ 2 (2 + ε 2 )(1 + ε cos θ ) 2 Dimana: p 0 = tekanan suplai (Pa) ω = kecepatan putaran poros / journal (rpm) R = radius bantalan (m) r = radius poros (m) δ = kelonggaran radial (R-r) (m)
48 Universitas Sumatera Utara
e = eksentrisitas (m) ε = perbandingan eksentrisitas =
e
δ
μ = viskositas minyak pelumas (cP) h = tebal lapisan minyak pelumas (mm) θ = posisi angular (°)
dimana lapisan film minyak pelumas minimum adalah: h = δ(1-ε.cosθ) Sommerfeld juga memberikan solusi untuk beban total di sepanjang bantalan , yaitu sebagai berikut:
P=
12 µ .r 3 lω.π .ε
δ 2 (2 + ε 2 ) (1 − ε 2 )
P=k
2l.r.π (1 − ε 2 )
……………………………………………..(2.13)
(sumber : Literatur 8 Hal. 17)
49 Universitas Sumatera Utara