BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Cookies
2.1.1
Jenis – Jenis Cookies Cookies adalah kue kering yang manis dan berukuran kecil. Umumnya,
cookies digolongkan berdasarkan jenis adonan dan jenis busanya. Jenis adonan, cookies ada yang dapat disemprotkan dan ada yang dapat dicetak. Berdasarkan kadar gula, cookies dibedakan menjadi : kue kering manis (kadar gula 25 – 40 persen), kue kering biasa (kadar gula 20 persen) dan wafer dimana hanya pengisinya yang manis (Anonim, 1981). Cookies adalah jenis biskuit dari adonan lunak, berkadar lemak tinggi, renyah dan bila dipatahkan penampang potongannya bertekstur ruang padat (Manley, 2000). Syarat mutu cookies di Indonesia mengacu pada syarat mutu biskuit. Syarat mutu biskuit yang berlaku saat ini adalah Standar Nasional Indonesia SNI 01-2973-1992, seperti yang tercantum dalam Tabel 2.1. Tabel 2.1. Syarat Mutu Biskuit Menurut SNI 01-2973-1992 Kriteria Uji Syarat Energi (kkal/100 gram) Minimum 400 Air (%) Maksimum 5 Protein (%) Minimum 9 Lemak (%) Minimum 9,5 Karbohidrat (%) Minimum 30 Abu (%) Maksimum 70 Serat Kasar (%) Maksimum 0,5 Logam Berbahaya Negatif Bau dan Rasa Normal dan tidak tengik Warna Normal Sumber : Dewan Standarisasi Nasional (1992).
8 Universitas Sumatera Utara
9
Cookies menjadi salah satu jenis makanan kecil yang sering menjadi pilihan sebagian besar masyarakat luas. Makanan kecil yang dikonsumsi oleh semua golongan umur, mulai dari anak-anak, remaja, dewasa hingga orang yang sudah lanjut usia. Olahan cookies yang terdapat di masyarakat hingga pada saat ini memliki banyak variasi mulai dari bentuk dan rasa. Cookies sebagai makanan kecil atau makanan selingan adalah makanan yang biasa menemani minum teh, kopi atau minuman dingin oleh masyarakat. Dihidangkan pagi sekitar pukul 10.00, sore hari pukul 16.00 - 17.00, kadangkadang dihidangkan pada malam hari sebelum tidur. Kira-kira satu kali makan jajan, seseorang cukup 1-2 potong yang mengandung 150-200 kalori. Disebut makanan selingan karena dihidangkan di antara dua makan utama, yaitu makan pagi dan makan siang atau makan siang dan makan malam (Tarwotjo, 1998). Cookies sebagai makanan kecil berfungsi sebagai makanan yang dapat mempertahankan kondisi tubuh agar tidak menurunkan daya kerja. Jadi dengan memberikan makanan selingan, tubuh tidak kekurangan kalori sampai waktunya makan utama tiba. Badan tetap segar dan aktif, tidak lemah. Sebaiknya makanan selingan dibuat sedemikian rupa sehingga tidak hanya mengandung karbohidrat saja, tetapi juga mengandung zat protein dan vitamin (Tarwotjo, 1998). Menurut Tarwotjo (1998), makanan selingan terbagi atas dua yaitu makanan kecil dengan rasa manis dan makanan kecil dengan rasa asin. Makanan kecil dengan rasa manis digolongkan menjadi dua yaitu makanan kecil basah dan kering, sebagai berikut :
Universitas Sumatera Utara
10
1. Kue basah manis, yang termasuk kue basah manis, antara lain : aneka bubur, aneka kolak, aneka jajan yang dikukus dan jajan yang direbus. 2. Kue kering manis, yang termasuk kue kering manis antara lain : aneka gorengan dan aneka kue yang dipanggang baik dalam cetakan ataupun tanpa cetakan 2.1.2
Bahan Pembuatan Cookies Menurut Sultan (1983), bahan-bahan utama dalam pembuatan cookies
adalah gula, lemak, telur dan tepung. Menurut kutipan oleh Matz (1978 ), bahan pembentuk cookies dibagi dalam dua golongan yaitu bahan pengikat dan bahan pelembut. Bahan pengikat antara lain : tepung, air, susu, telur terutama putih telur, dan produk-produk bahan coklat. Bahan pelembut antara lain : gula, shortening (mentega), leavening agent (pengembang), dan kuning telur. Pembuatan Cookies dilakukan melalui beberapa tahapan proses yaitu : persiapan bahan, pencampuran, pencetakan adonan, dan pemanggangan. Menurut Whiteley (1971) yang dikutip oleh Luska (1989), pencampuran bertujuan untuk memperoleh adonan homogen. Faktor yang harus diperhatikan pada pencampuran antara lain : jumlah adonan, lama waktu pencampuran adonan, dan kecepatan alat pengaduk atau mixer yang dipergunakan. Waktu pengadukan yang optimum adalah waktu dimana sudah terjadi kondisi pengembangan gluten dan pencampuran lemak secara menyeluruh dalam adonan hingga pada terbentuk flavor , volume dan tekstur adonan yang baik. Ukuran merupakan faktor yang harus diperhatikan keseragamannya dalam pencetakan adonan yang dimasukkan ke dalam oven pada setiap pemanggangan.
Universitas Sumatera Utara
11
Cookies yang berukuran lebih kecil cenderung akan berwarna lebih cokelat. Untuk mencegah lengket pada loyang, digunakan polesan sedikit lemak atau melapisi loyang dengan kertas roti. Proses pemanggangan berpengaruh terhadap hasil. Faktor yang diperhatikan adalah : suhu dan lama pemanggangan. Menurut Muktar (1982), pemanggangan dapat dilakukan dalam oven bersuhu antara 180oC – 250oC selama 16 – 20 menit. Oven tidak boleh terlalu panas ketika adonan yang telah dicetak dimasukkan karena dapat menyebabkan bagian luar cookies terlalu cepat matang sehingga pengembangan terhambat dan permukaan cookies retak. Bahan-bahan utama pembentuk cookies sebagai beikut : 1. Tepung Menurut Matz (1978), tepung merupakan komponen pembentuk struktur dan pengikat telur dalam pembuatan cookies. Selain pembentuk struktur, tepung memegang peranan penting dalam pembentukan cita rasa. Semua jenis tepung dapat digunakan untuk pembuatan cookies. Tingginya kandungan protein dari tepung yang digunakan akan menyebabkan tekstur yang keras dan penampakan yang kasar. Jika penambahan tepung terlalu sedikit dan lemak cukup banyak akan dihasilkan cookies dengan struktur yang mudah patah dan kehilangan bentuk. 2. Telur Telur memegang peranan dalam pemberian bentuk dan tekstur dan dalam pembentukan flavor, rasa dan mutu cookies. Fungsi telur sebagai pengaerasi, pelembut dan pengikat. Dalam pengaerasi, telur menangkap udara pada waktu
Universitas Sumatera Utara
12
dikocok sehingga memberikan udara dalam adonan. Sebagai pelembut erat kaitannya dengan daya emulsi telur. Senyawa emulsifier adalah lesitin dan sepalin membuat adonan stabil dan melapisi lemak sehingga tidak mudah mengkristal. Menurut Matz (1978), penggunaan kuning telur sebagai pengganti telur utuh akan menghasilkan cookies yang lebih lembut dan enak dimakan, tetapi struktur dalam cookies tidak sesempurna cookies dengan telur utuh. Hal ini disebabkan kuning telur mengandung lemak yang lebih tinggi dan merupakan emulsifier yang kuat. Bila telur yang digunakan banyak maka cookies yang dihasilkan akan lebih mengembang dan menyebar. 3. Shortening (lemak) Menurut Kaplan (1971), shortening adalah untuk memperbaiki kualitas penerimaan yaitu melezatkan dan menambah nilai gizi, melembutkan, membantu pengembangan, membantu penyebaran serta memberikan flavor. Lemak, minyak dan shortening berfungsi melembutkan dan membuat renyah cookies dengan cara melapisi molekul pati dan gluten dalam tepung serta memutuskan ikatannya dan membatasi daya serap gluten terhadap air. 4. Gula Gula merupakan jenis pemanis yang umum dikonsumsi dan digunakan oleh masyarakat untuk keperluan sehari-hari. Gula merupakan salah satu bahan stabilizer dan pengawet dalam pembuatan makanan dan minuman. Gula adalah bentuk dari karbohidrat sederhana yang pada umumnya diambil dari tanaman tebu sebagai tanaman penghasil.
Universitas Sumatera Utara
13
Menurut Darwin (2013) dalam American Heart Foundation dianjurkan kepada perempuan mengkonsumsi gula 25 gr per hari atau sekitar 100 kalori dan laki-laki mengkonsumsi gula 37,5 gr per hari atau sekitar 150 kalori. Jumlah tersebut sudah mencakup gula yang juga terkandung dalam makanan kudapan, permen, dan semua makanan yang dikonsumsi pada satu hari. Menurut Darwin (2013), gula terbagi beberapa jenis, antara lain : a. Gula Pasir (Raw Sugar) Jenis gula paling mudah dijumpai, digunakan sehari-hari untuk pemanis makanan dan minuman. Gula pasir berasal dari cairan sari tebu. Setelah dikristalkan, sari tebu akan mengalami kristalisasi dan berubah menjadi butiran gula berwarna putih bersih atau putih agak kecoklatan. b. Gula Pasir Kasar (Crystallized Sugar) Gula memiliki tekstur yang lebih besar dan kasar dari gula pasir pada umumnya. Biasanya gula jenis ini dijual dengan aneka warna di pasaran. Gula jenis ini sering digunakan sebagai bahan taburan karena tidak meleleh saat dioven. c. Gula Balok atau Gula Dadu Gula balok terbuat dari sari tebu. Bentuknya menyerupai balok dadu dengan warna putih bersih. Biasanya gula jenis ini digunakan sebagai campuran minuman kopi atau teh. d. Gula Icing (Icing Sugar atau Confection Sugar) Tipe gula ini memiliki tektur terhalus dalam jenis gula putih. Icing sugar merupakan campuran dari gula pasir yang digiling hingga halus
Universitas Sumatera Utara
14
sehingga terbentuk tepung gula dan ditambahkan tepung maizena agar tidak mudah menggumpal. e. Gula Batu Gula batu diperoleh dari pengolahan gula pasir biasa agar mudah larut. Bentuknya merupakan bongkahan gula menyerupai batu berwarna putih, dimana tingkat kemanisan gula batu lebih rendah dibanding gula pasir, hampir sepertiga dari gula pasir. Bagi pankreas dan organ tubuh, gula batu lebih sehat dan bersahabat dibanding dengan gula pasir. f. Brown Sugar Brown sugar terbuat dari tetes tebu, dalam proses pembuatan dicampur dengan molase sehingga menghasilkan gula bewarna kecoklatan. Terbagi menjadi 2 jenis yaitu light atau dark brown sugar. Light brown sugar biasanya digunakan dalam pembuatan kue, seperti membuat butterscotch, kondimen dan glazes, biasanya digunakan untuk membuat gingerbread. g. Gula Merah Gula merah terbuat dari air sadapan bunga pohon kelapa atau air nira kelapa, sering juga disebut dengan gula jawa. Teksturnya berupa bongkahan berbentuk silinder dan berwarna coklat. Biasanya digunakan dalam bahan pemanis makanan dan minuman dengan cara diiris tipis. h. Gula Aren Bentuk, tekstur, warna dan rasanya mirip dengan gula merah, yang membedakan hanya bahan bakunya. Gula aren terbuat dari air nira yang disadap pohon aren, tanaman dari keluarga palem. Proses pembuatan gula
Universitas Sumatera Utara
15
aren umumnya lebih alami, sehinggan zat-zat tertentu yang terkandung di dalamnya tidak mengalami kerusakan dan tetap utuh. Gula dalam pembuatan cookies berfungsi pemanis, pembentuk tekstur pelembut, pemberi warna dan mengontrol penyebaran. Menurut Kaplan (1971), gula yang baik digunakan adalah gula halus. Hal ini disebabkan gula halus tidak menyebabkan pelebaran kue terlalu besar. 5. Garam Garam merupakan bahan tambahan dalam pembuatan cookies, walaupun bukan bahan utama garam mempunyai peranan penting dalam memperkuat flavor, menambah rasa dan memperbaiki struktur cookies jika ditambahkan sedikit pada putih telur selama pengocokan krim (Kaplan, 1971). Tepung dengan kadar protein rendah lebih banyak membutuhkan garam karena berpengaruh mengikat protein. Matz (1978) menyebutkan bahwa sebagian besar formula Cookies menggunakan 1 persen garam atau kurang. 6. Soda Kue (Baking Powder) Soda kue adalah bahan pengaerasi yang terbuat dari campuran zat pereaksi asam dengan natrium bikarbonat dengan atau tanpa penambahan pati atau pengisi. Senyawa asamnya adalah asam tartarat, fosfat, senyawa aluminium atau gabunan. Bahan pengaerasi yang baik untuk cookies adalah ammonium bikarbonat yang mudah terurai dan tidak meninggalkan padatan. Fungsinya adalah untuk membuat adonan menjadi ringan dan porous (Kapaln, 1971).
Universitas Sumatera Utara
16
2.1.3 Tahapan Pembuatan Cookies Menurut Putri (2012) yang mengutip pendapat Whitely (1971), ada dua metode dasar dalam pembuatan adonan cookies, yaitu metode krim (creaming method) dan metode all-in. metode krim merupakan metode pencampuran secara berturut-turut antara lemak dan gula, kemudian ditambah pewarna dan essens, lalu penambahan susu. Metode all-in merupakan metode dimana semua bahan dicampur secara langsung bersama tepung. Proses pencampuran dilakukan hingga adonan mengembang. Resep standar pembuatan cookies dasar tanpa bahan tambahan sebagai pedoman secara umum menurut Michael (2015), tertuang dalam Tabel 2.2 : Tabel 2.2. Resep Standar Dasar Cookies Cookies Dasar Bahan Jumlah 1 Tepung Telur Pelembut Gula 2.2
1500 gram 3 butir 1000 gram 500 gram
Jumlah 2 250 gram 1 butir 170 gram 80 gram
Bunga Tasbih ( Canna edulis Ker. )
2.2.1 Gambaran Umum Bunga Tasbih ( Canna edulis Ker. ) Rimpang bunga Tasbih berasal dari Amerika Selatan sejak 2.500 tahun sebelum Masehi. Bunga Tasbih telah tersebar di seluruh Indonesia, dengan sentra produksi di Jawa Tengah, Jawa Timur dan Bali. Tumbuh di segala jenis tanah dan suhu udara. Untuk mendapatkan hasil yang optimal, bunga Tasbih ditanam pada lempung berpasir yang kaya humus dengan ketinggian antara 0-250 mdpl (Koswara, 2015).
Universitas Sumatera Utara
17
Produksi tanaman tergantung perawatan tanaman, jenis tanah, dan faktor produksi lain. Di Jawa produktivitas sekitar 30 ton/ha, potensi bisa mencapai 44.5-49.40 ton/ha umbi berusia 8 bulan (Koswara, 2015). Klasifikasi tanaman bunga Tasbih termasuk dalam : Divisi
: Spermatophyta
Sub Divisi
: Angiospermae
Kelas
: Monocotyledoneae
Ordo
: Zingeberales
Famili
: Cannaceae
Genus
: Canna
Spesies
: Canna edulis Ker.
Gambar 2.1. Tanaman Bunga Tasbih (kiri) dan Rimpang Bunga Tasbih (kanan) berusia 7 bulan. Sumber : Dokumentasi pribadi (2016)
Universitas Sumatera Utara
Tanaman bunga Tasbih tetap berwarna hijau saat umbi belum dewasa. Bila umbi telah cukup dewasa, daun dan batang mulai mengering, yang terlihat seakan tanaman mati, padahal tidak. Karena bila hujan tiba maka rimpang atau umbi akan bertunas dan membentuk tanaman lagi. Tinggi tanaman bunga Tasbih antara 0,9 – 1,8 meter. Di Jawa, tinggi bunga Tasbih umumnya 1,35–1,8 meter. Tanaman bunga Tasbih daunnya lebar dengan bentuk elip memanjang dengan pangkal dan ujung agak runcing. Panjang daun 15–60 sentimeter dan lebar 7–20 sentimeter. Bagian tengah terdapat tulang daun yang tebal ( Koswara, 2015). Warna daun beragam dari hijau muda sampai hijau tua, kadang bergaris ungu. Demikian juga dengan pelepahnya ada yang berwarna ungu dan hijau. Ukuran bunga Tasbih yang biasa diambil umbinya relatif lebih kecil apabila dibandingkan dengan bunga Tasbih hias atau sering disebut bunga kana yaitu Canna coccinae, Canna hybrida, Canna indica dan lain-lain. Warna bunga Tasbih adalah merah orange dan pangkal kuning dengan benang sari tidak sempurna (Koswara, 2015). Tanaman bunga Tasbih berumbi besar dengan diameter antara 5-8,75 cm dan panjangnya 10-15 cm, bahkan bisa mencapai 60 cm, bagian tengah tebal dan dikelilingi berkas-berkas sisik yang berwarna ungu atau coklat dengan akar serabut tebal. Bentuk umbi beraneka ragam, begitu juga komposisi kimia dan kandungan gizinya. Perbedaan komposisi ini dipengaruhi oleh umur, varietas dan tempat tumbuh tanaman. Pada musim hujan tunas akan keluar dari mata-mata
18 Universitas Sumatera Utara
19
umbi atau rhizoma. Tanaman bunga Tasbih merupakan umbi-umbian yang sudah dibudidayakan di pedesaan sejak dahulu dan dapat dimanfaatkan sebagai sumber karbohidrat alternative (Rukmana, 2000). Tanaman ini tumbuh tersebar di beberapa wilayah di Indonesia dan dikenal dengan nama lokal, misalnya buah tasbih, ubi pikul, senitra, ganyal atau ganyol (Rukmana, 2000). Waktu tanam bunga Tasbih sebaiknya dilakukan menjelang musim hujan, yaitu Oktober sampai Desember. Bibit yang digunakan adalah pada umumnya adalah rhizoma atau umbinya yang telah mencapai ukuran normal dan mengandung 1-2 mata tunas sehat. Bibit juga dapat menggunakan bagian ujung umbi yang masih muda, yang diambil saat panen (Koswara, 2015). Umumnya jangka waktu yang dibutuhkan untuk siap panen dipengaruhi oleh ketinggian tempat. Didataran tinggi pada umur 6-8 bulan setelah penanaman biasnya umbi sudah siap panen. Pati yang hasilnya tinggi diperoleh dari umbi berumur 15-18 bulan. Di dataran rendah, kandungan patinya mencapai puncaknya pada umur 12 bulan dan menurun dengan bertambahnya usia. Tanda yang mudah dikenali kalau umbi telah masak adalah mengeringnya batang dan daun. Cara panen dapat dilakukan dengan pencabutan jika batang tanamannya belum rapuh. Jika sudah rapuh, panen dilakukan dengan cara mendongkel (Koswara, 2015). 2.2.2. Pengolahan Rimpang Bunga Tasbih Indonesia mengenal dua kultivar atau varietas rimpang, yaitu rimpang bunga Tasbih merah dan rimpang bunga Tasbih putih. Rimpang bunga Tasbih merah ditandai dengan warna batang, daun dan pelepah yang berwarna merah atau ungu, sedang warna batang, daun dan pelepahnya hijau dan sisik umbi kecoklatan
Universitas Sumatera Utara
20
disebut Rimpang bunga Tasbih putih. Rimpang bunga Tasbih merah biasanya dimakan segar atau direbus, sedangkan Rimpang bunga Tasbih putih pada umumnya diambil patinya (Koswara, 2015). Berikut perbandingan kandungan gizi umbi rimpang bunga Tasbih dan olahannya dalam tepung dengan tepung terigu pada Tabel 2.3 : Tabel 2.3. Perbandingan Kandungan Gizi Rimpang Bunga Tasbih, Tepung Rimpang Bunga Tasbih dan Tepung Terigu tiap 100 gram Kandungan Gizi Rimpang Bunga Tepung Rimpang Tepung terigu Tasbih Bunga Tasbih Kalori (kal) 95,00 365,00 Protein (g) 1,00 0,70 8,90 Lemak (g) 0,10 0,20 1,30 Karbohidrat (g) 22,60 85,20 77,30 Kalsium (mg) 21,00 8,00 16,00 Fosfor (mg) 70,00 22,00 106,00 Zat Besi (mg) 20,00 1,50 1,20 Vitamin B1 (mg) 0,10 0,40 0,12 Vitamin C (mg) 10,00 0,00 0,00 Air (g) 75,00 14,00 12,00 Edible portion (%) 65,00 100,00 100,00 Serat (g) 10,43 2,204 n.a Sumber : 1. Direktorat Gizi Depkes RI (1989) 2. Agus Susanto dan Anang Suhardianto (2004) 3. Mc. Guinness (2008) Rimpang bunga Tasbih dimanfaatkan sebagai sumber pati berkualitas tinggi. Rimpang dan tepung rimpang bunga Tasbih mempunyai kandungan gizi yang tidak kalah dibandingkan dengan tepung terigu. Bahkan kandungan kalsium dan zat besi pada rimpang bunga Tasbih lebih tinggi dibandingkan dengan tepung terigu. Ini mengindikasikan bahwa rimpang bunga Tasbih dan produk olahannya sangat tepat dikonsumsi bagi balita, anak-anak, usia lanjut, dan penderita kekurangan zat besi. Sedangkan kegunaan lainnya adalah merupakan kegunaan sampingan, misalnya diambil daun atau batangnya untuk makanan ternak.
Universitas Sumatera Utara
21
Berlainan dengan pati-patian lain, pati rimpang bunga Tasbih berwarna kekuningan sampai pada kecoklatan. Di negara yang telah maju, Australia produksi pati telah diusahakan secara besar-besaran di pabrik-pabrik. Pembuatan rimpang bunga Tasbih dengan cara yang tradisional ini umumnya dilakukan oleh industri rumah tangga yang tingkat produksinya masih relatif rendah. Tahapan pembuatan tepung rimpang bunga Tasbih dengan cara tradisional menurut Koswara (2015) adalah sebagai berikut : 1. Rimpang bunga Tasbih dikupas lalu dicuci hingga bersih; 2. Rimpang yang telah bersih dihancurkan dengan cara diparut dapat menggunakan parut biasa atau dengan parut mesin. Sedang bila ditumbuk, rimpang perlu dipotong-potong kecil lebih dahulu, ini bertujuan agar penumbukan dapat dilakukan dengan mudah; 3. Hasil parutan atau tumbukan rimpang dicampur dengan air dan diremasremas sehingga menjadi masak serupa bubur. Peremasan ini bertujuan agar pati dapat terpisah; 4. Bubur pati tersebut dimasukan dalam kain penyaringan lalu diperas sambil sekaligus disaring, sehingga ampas akan tertinggal dalam kain dan air yang bercampur pati akan lolos; 5. Ampas yang tertinggal tersebut dicampur air lagi seperti di atas lalu disaring lagi, begitu selanjutnya sampai hasil penyaringan kelihatan jernih. Ini suatu pertanda bahwa pati telah terperas tuntas; 6. Cairan hasil perasan yang berupa larutan suspense dibiarkan dan diendapkan selama satu malam atau kurang lebih 12 jam di dalam bak;
Universitas Sumatera Utara
22
7. Bila air dalam bak endapan telah bening pertanda pati telah mengendap. Lalu bak di miringkan pelanpelan sehingga airnya tertumpah; 8. Tepung yang telah diperoleh dianginkan dulu sehingga airnya berkurang, lalu letakkan dan dijemur pada panas matahari langsung; 9. Selama dijemur, tepung dibolak balik dan diremas-remas agar cepat kering dan tidak mengumpal; 10. Bila sudah kering dan ternyata tepung masih bergumpal, maka tepung ini perlu ditumbuk lagi sehingga menghasilkan tepung halus.
Berikut skema pengolahan rimpang bunga Tasbih: Umbi Ganyong
Pengupasan, pencucian dan pemarutan Ekstraksi 3 x atau sampai pati habis Pengendapan Pencucian dengan air
Pengendapan dan pencucian dengan air
Pengeringan dan penggilingan Pati Ganyong
Gambar 2.2. Rangkaian Proses Pengolahan Pati Ganyong Sumber : Koswara, 2015.
Universitas Sumatera Utara
23
2.2.3 Kandungan Gizi Rimpang Bunga Tasbih Kandungan rimpang bunga Tasbih terlihat pada Tabel 2.4, sebagai berikut: Tabel 2.4. Kandungan Gizi dalam 100 g Rimpang Bunga Tasbih Komponen Satuan Jumlah Kalori Kkal 95,0 Protein Gram 1,0 Lemak Gram 0,1 Karbohidrat Gram 22,6 Kalsium Mg 21,0 Fosfor Mg 70,0 Besi Mg 20,0 Vitamin B1 Mg 100,0 Vitamin C Mg 10,0 Air Gram 75,0 Bahan yang dapat dimakan % 65,0 Sumber : DKBM Direktorat Gizi Departemen Kesehatan RI (1981) Tanaman bunga Tasbih merupakan tanaman jenis umbi-umbian yang banyak mengandung karbohidrat dan dapat dimanfaatkan sebagai sumber makanan alternatif. Umbi atau rimpang bunga Tasbih kaya akan serat sehingga produk makanannya mudah untuk dicerna. Tabel 2.5. Kandungan gizi Tepung Rimpang Bunga Tasbih ( per 100 gram ) No. Zat Gizi Kandungan 1. Air 14,00 gr 2. Protein 0,70 gr 3. Lemak 0,20 gr 4. Karbohidrat 85,20 gr 5. Kalsium 8,00 mg 6. Fosfor 22,00 mg 7. Besi 1,50 mg 8. Vitamin A 0,00 UI 9. Vitamin B 0,09 mg 10. Vitamin C 0,00 mg Sumber : Data komposisi Bahan Makanan, Dep. Kes. RI (1989)
Universitas Sumatera Utara
24
2.3
Ikan Patin (Pangansius hypopthalmus)
2.3.1
Gambaran Ikan Patin (Pangansius hypopthalmus) Klasifikasi dan identifikasi ikan Patin menurut Saanin (1968) yang diacu
Soraya (2010), sebagai berikut : Filum : Chordata Subfilum : Vertebrata Kelas : Pisces Subkelas : Teleostei Ordo : Ostariophysi Subordo : Silluroide Famili : Pangasidae Genus : Pangasius Spesies : Pangasius hypopthalmus
Gambar 2.3. Ikan Patin (Pangansius hypopthalmus)
Universitas Sumatera Utara
25
Ikan patin memiliki badan memanjang berwarna putih seperti perak dengan punggung berwarna kebiru-biruan. Panjang tubuh mencapai 120 cm. Kepala patin relatif kecil dengan mulut terletak di ujung kepala sebelah bawah. Hal ini merupakan ciri khas golongan catfish. Pada sudut mulutnya terdapat dua pasang kumis pendek yang berfungsi sebagai peraba. Sirip punggung memilki sebuah jari-jari keras yang berubah menjadi patil yang berigi dan besar di sebelah belakang (Susanto & Amri, 1996). Sementara itu, jari-jari lunak sirip punggung terdapat enam atau tujuh buah. Pada punggungnya terdapat sirip lemak yang berukuran kecil sekali.adapun sirip ekor membentuk cagak dan bentuk simetris. Ikan patin tidak memiliki sisik. Sirip duburnya panjang, terdiri dari 30-33 jari-jari lunak, sedangkan sirip perutnya memiliki enam jari-jari lunak. Sirip dada memiliki 12-13 jari-jari lunak dan sebuah jari-jari keras yang berubah menjadi senjata yang dikenal sebagai patil (Susanto & Amri, 1996). Ikan patin bersifat nokturnal atau melakukan aktivitas di malam hari, sebagaimana umumnya ikan catfish lain. Patin suka bersembunyi di dalam lubang di tepi sungai habitat hidupnya. Hal yang membedakan patin dengan ikan catfish pada umumnya yaitu sifat patin yang termasuk omnivora atau golongan ikan pemakan segala. Habitat ikan patin adalah di tepi sungai – sungai besar dan di muara – muara sungai serta danau. Dilihat dari bentuk mulut ikan patin yang letaknya sedikit agak ke bawah, maka ikan patin termasuk ikan yang hidup di dasar perairan (Susanto & Amri, 1996).
Universitas Sumatera Utara
26
2.3.2 Kandungan Gizi Ikan Patin (Pangansius hypopthalmus) Ikan patin sangat terkenal dan digemari oleh masyarakat karena daging ikan sangat gurih dan lezat untuk dikonsumsi. Bila dilihat dari kandungan komposisi protein dan lemaknya, ikan tergolong berprotein tinggi dan berlemak sedang, tertuang pada Tabel 2.6 sebagai berikut : Tabel 2.6. Komposisi Kimia Ikan Patin (Pangansius hypopthalmus) Komposisi Kimia %bb Air 74,4 Protein 17,0 Lemak 6,0 Abu 0,9 Sumber : Depkes RI (2001). Ikan merupakan salah satu bahan makanan yang absorpsi proteinnya lebih tinggi dibandingkan dengan produk hewani lain seperti daging sapi dan ayam. Daging ikan mempunyai serat-serat protein lebih pendek dari pada serat-serat protein daging sapi atau ayam. Ikan juga kaya akan mineral seperti kalsium, phospor yang diperlukan untuk pembentukan tulang, serta zat besi yang diperlukan untuk pembentukan haemoglobin darah. Selain itu ikan merupakan sumber alami asam lemak Omega 3 yaitu Eicosa Pentaenoic Acid (EPA) dan Dacosa Hexaenoic Acid (DHA), yang berfungsi mencegah arterosklerosis. Keduanya dapat menurunkan secara nyata kadar trigliserida di dalam darah dan menurunkan kadar kolesterol di dalam hati dan jantung (Soraya, 2010). Ikan patin memiliki rasa yang gurih dan lembut. Hampir seluruh bagian ikan patin dapat dikonsumsi. Daging ikan patin membantu dalam mencegah terjadinya penyakit yang berhubungan dengan sistem kardiovaskuler. Hal ini disebabkan oleh lemak tak jenuh yang dalam daging ikan patin. Kandungan lemak
Universitas Sumatera Utara
27
tak jenuh pada daging ikan patin ini mencapai 50% dari total keseluruhan nilai gizi yang terkandung di dalam ikan patin. Kandungan lemak tak jenuh ikan dapat membantu dalam mengurangi jumlah kandungan kolesterol jahat yang ada di dalam tubuh (Soraya, 2010). Salah satu jenis penyakit kronis yang dapat dicegah adalah jantung koroner, lemak tak jenuh yang terkandung di dalam manfaat ikan patin membuat tubuh terhindar dari penyakit jantung koroner. Hal ini karena lemak tak jenuh tidak akan mengendap dan menghambat aliran darah di dalam pembuluh darah. Tulang dari ikan patin memiliki kandungan fosfor dan manfaat kalsium yang cukup tinggi (Soraya, 2010). Kandungan fosfor dan kalsium yang cukup tinggi ini akan membantu memenuhi kebutuhan fosfor dan kalsium tubuh dalam sehari. Kalsium dan fosfor juga dapat berguna untuk membantu menjaga kesehatan tulang dan gigi serta mencegah osteoporosis. Berikut nilai zat gizi pada ikan Patin dalam tabel 2.7 : Tabel 2.7. Informasi Zat Gizi Ikan Patin per 100 gram Informasi Gizi Energi Lemak Lemak Jenuh Lemak tak Jenuh Ganda Lemak tak Jenuh Tunggal Kolesterol Protein Karbohidrat Serat Gula Sodium Kalium Sumber : Database Fats Secret (2016).
per 100 gram (g) 372 kj 89 kkal 2,960 gr 0,628 gr 0,779 gr 1,169 gr 37 mg 14,91 gr 0 gr 0 gr 0 gr 55 mg 127 mg
Universitas Sumatera Utara
28
2.4
Pengolahan Tepung
2.4.1
Tepung Umbi Umbi-umbian merupakan salah satu bahan makanan pokok. Umbi-umbian
tersebut antara lain : singkong atau cassava biasa disebut dengan ubi kayu atau ketela pohon, ubi rambat, kentang kuning, kentang berukuran kecil, tales, uwi, gembili, kimpul, suweg dan ganyong. Umbi-umbian mengandung setengah hidrat arang atau karbohidrat dari jumlah hidrat arang yang terdapat dalam beras. Umbiumbian memiliki zat protein yang sangat rendah sehingga dalam pengolahannya menjadi tepung memerlukan tambahan protein dari bahan makanan lain. Bahan tambahan berasal dari protein nabati seperti kacang-kacangan dan protein hewani (Cakrawati, 2012). Tepung apabila dilihat dari bawah mikroskop akan tampak seperti butirbutir granula. Tiap tepung membentuk butir-butir granula yang berbeda. Tepung dibuat dari jenis padi-padian dan umbi-umbian melalui proses dalam beberapa tahap sampai menjadi tepung kering. Tepung tidak larut dalam air dan bila dipanaskan akan mengendap dalam air. Apabila dipanaskan akan mengental, proses ini disebut dengan gelatinisasi. Tepung mulai mengental pada suhu 64-72o Celsius. Pada suhu lebih dari 109o Celsius maka tepung akan matang optimal. Makin tinggi konsentrasi larutan tepung, makin cepat mengental meskipun belum semua granula pecah. Gula merupakan bahan makanan sumber kalori, tetapi bukan merupakan bahan makanan pokok seperti beras dan semua penggantinya. Gula mengandung hidrat arang sebesar 90-98%.
Universitas Sumatera Utara
29
Berikut ini acuan karateristik tepung yang baik yaitu tepung terigu yang baik menurut U. S. White Associates (1981) dalam buku Bahan Pangan dikutip oleh Cakrawati (2012), diantaranya : 1.
Cairan ( moistures ) Cairan adalah jumlah kandungan air di dalam tepung. Kandungan air ini
berpengaruh pada mutu simpan tepung. Semakin tinggi moistures maka semakin cepat daya simpan tepung tersebut. Kandungan air yang baik berkisar 14 %. 2. Abu ( ash ) Abu menentukan bahan mineral dalam tepung, dan karena itu dianggap sebagai ukuran tingkat pemisah dari suatu campuran gandum tertentu. tetapi tidak dapat dianggap sebagai pedoman mutu baking yang dapat dipercaya. Jika kadar ash inggi maka kualits tepung terigu jelek. Kadar abu yang baik pada tepung berkisar 0,4 %. 3. Daya serap yang tinggi (High absortion) Hal ini berkaitan dengan kemampuan tepung untuk menyerap dan menahan sejumlah air sampai batas maksimal tanpa pencampuran (mixing) tambahan guna pengembangan adonan. Daya serap yang tinggi berhubungan dengan kandungan protein yang dimiliki. Semakin tinggi kandungan protein yang dimiliki, maka semakin tinggi juga daya serap terhadap air. 4. Warna Tepung harus mempunyai warna sedikit agak krem, kalau tidak cake dan roti yang dihasilkan berwarna putih.
Universitas Sumatera Utara
30
2.4.2 Tepung Ikan Indonesia adalah negara maritim, negara yang kaya akan hasil laut. Hasil laut yang paling popular berupa ikan. Ikan merupakan sumber zat protein yang sangat baik, mudah dicerna, mudah dimasak dan enak rasanya. Lemak dan minyak ikan menngandung asam lemak jenuh omega-3, terutama pada ikan yang hidup di laut dalam, yang dapat menurunkan kadar lemak darah dan dapat mencegah pengumpalan trombosit. Cara memilih ikan menurut Tarwotjo (1998), ikan yang paling segar dipilih bila ikan itu masih hidup. Perlu diamati empat hal sebagai berikut : 1. Daging ikan masih elastis atau kenyal. Hal ini dapat dideteksi dengan cara menekan tubuh ikan. Bila setelah ditekan terjadi lekukan maka ikan sudah kurang segar. Jika masih elastis berarti lekukan tadi langsung kembali normal. 2. Ikan yang masih segar insangnya berwarna merah segar. 3. Tidak ada bau busuk. Ikan yang kurang segar, jika digoreng mudah hancur. 4. Mata ikan bening dan sisik mengilap masih utuh. Menurut Pratiwi (2013), tepung ikan adalah produk padat akhir yang dihasilkan dengan jalan mengeluarkan sebagian air dan sebagian lemak atau seluruhnya dalam ikan atau sisa ikan. Tepung ikan yang dibuat secara khusus untuk bahan makanan manusia yang disebut fish protein concentrate (FPC). Tepung ikan akan kaya protein hewani yang kandungannya tergantung pada keadaan bahan mentah serta cara pembuatannya, yaitu 55%-57%.
Universitas Sumatera Utara
31
Pada daftar komposisi bahan makanan, tepung ikan memiliki komposisi zat gizi per 100 gram pada Tabel 2.8 sebagai berikut : Tabel 2.8. Komposisi Zat Gizi Tepung Ikan per 100 gram Zat Gizi Jumlah Kalori/Energi (kkal) 316,00 Protein (g) 60,10 Lemak (g) 6,50 Karbohidrat (g) 22,40 Kalsium (g) 3196,00 Fosfor (g) 1976,00 Besi (mg) 16,60 Vitamin A (SI) 3938,18 Vitamin B1 (mg) 0,00 Vitamin C (mg) 0,00 Air (g) 4,30 Sumber : Daftar Komposisi Bahan Makanan (PERSAGI), (2005). 2.5.
Kebutuhan Energi dan Zat Gizi Energi merupakan zat yang dibutuhkan oleh makhluk hidup dalam
mempertahankan kehidupan, menunjang pertumbuhan dan melakukan aktivitas fisik sehari-hari. Kebutuhan energi pada manusia dapat dipenuhi dari makanan yang dikonsumsi. Makanan yang mengandung zat gizi makro dan zat gizi mikro. Kebutuhan energi pada masing-masing individu sangat berbeda tergantung kepada jenis kelamin, usia, aktivitas fisik dan keadaan tubuh (penyakit yang diderita). Pangan merupakan sumber karbohidrat, protein, lemak, vitamin dan mineral essensial bagi kesehatan tubuh manusia. Mineral essensial adalah mineral yang harus diperoleh dari makanan karena tubuh tidak dapat membuat atau mendapatkan sendiri (Cakrawati, 2012).
Universitas Sumatera Utara
32
Mineral essensial terbagi atas dua yaitu mineral makro dan mineral mikro, antara lain : 1. Mineral makro yang terdapat dalam tubuh dalam jumlah yang cukup besar yang terdiri dari klor, natrium, kalsium, fosfor, magnesium dan belerang. 2. Mineral mikro yang terdapat dalam tubuh dalam jumlah sedikit terdiri dari mikro elemen essensial yaitu harus ada karena diperlukan oleh tubuh seperti Fe, Cu, Co, Se, Zn, F dan mikro elemen mungkin essensial, belum pasti diperlukan dalam tubuh misalnya Cr dan Mo. Beberapa zat gizi makro dan mikro yang dibutuhkan oleh tubuh manusia dalam menunjang kehidupan secara optimal antara lain : 1.
Karbohidrat Karbohidrat adalah senyawa organik yang mengandung atom Karbon,
Hidrogen dan Oksigen. Karbohidrat atau Hidrat Arang merupakan zat gizi yang memiliki fungsi utama sebagai penghasil energi, dimana setiap gramnya menghasilkan 4 kkal energi. Karbohidrat terbagi atas monosakarida (glukosa, fruktosa, galaktosa dan sorbitol), disakarida (sukrosa, maltosa dan laktosa) dan polisakarida (pati atau amilum dan selulosa). Kelebihan dan kekurangan karbohidrat dalam tubuh dapat menyebabkan gangguan metabolisme dan timbulnnya beberapa penyakit seperti galaktosemia, intoleransi fruktosa turunan, diabetes mellitus dan lain-lain. Untuk memelihara kesehatan WHO (1990) menganjurkan agar 50-60% konsumsi energi total berasal dari karbohidrat kompleks dan paling banyak 10% gula sederhana (Almatsier, 2010).
Universitas Sumatera Utara
33
2.
Protein Protein adalah molekul makro yang terdiri atas rantai-rantai panjang asam
amino yang terikat satu sama lain dalam ikatan peptida. Protein memiliki beberapa fungsi biologi dalam tubuh seperti pertahanan tubuh (antibodi, fibrinogen dan thrombin), struktural tubuh (kolagen dan keratin) dan pengatur dalam metabolisme (hormon, insulin dan paratiroid). Defisiensi protein dapat terjadinya kekurangan kalori. Akibatnya pertumbuhan, pemeliharaan jaringan, pembentukan zat antibodi dan serum protein akan terganggu. Protein adalah salah satu makro nutrien memiliki peranan penting dalam pembentukan biomolekul. Protein merupakan makro molekul yang menyusun lebih dari separuh bagian sel tubuh. Protein sebagai energi menyumbangkan 4 kkal per gramnya. Kebutuhan protein bagi seorang dewasa adalah 1 gram untuk setiap kilogram berat badannya setiap hari. Untuk anak-anak yang sedang mengalami pertumbuhan memerlukan 3 gram tiap satu kilogram berat badannya (Cakrawati, 2012). 3.
Lemak Lemak adalah senyawa organik dan heterogen yang terdiri atas unsur
karbon (C), hydrogen (H) dan oksigen (O) yang membentuk ester asam lemak dan gliserol. Lemak merupakan salah satu penghasil energi selain dari karbohidrat. Dalam tubuh, lemak mengalami proses pencernaan sehingga diperoleh derivet lemak sederhana seperti asam lemak dan trigliserida kemudian masuk ke jalur metabolisme energi. Gangguan metabolisme dapat disebabkan oleh lemak seperti kelebihan lemak atau obesitas yang dapat menyebabkan timbulnya penyakit
Universitas Sumatera Utara
34
diabetes mellitus, penyakit jantung, hipertensi dan lain-lain (Cakrawati, 2012). Kebutuhan lemak tidak dinyatakan secara mutlak. WHO (1990) menganjurkan mengkonsumsi lemak sebanyak 20-30% kebutuhan energi total dianggap baik untuk kesehatan. Lemak menyumbangkan 9 kkal untuk setiap gramnya. Konsumsi kolesterol yang dianjurkan < 300 mg sehari (Almatsier, 2010). 4.
Serat Kasar Makanan berserat adalah makanan yang tidak mampu dicerna dan diserap
dalam tubuh, tidak seperti karbohidrat, protein dan lemak. Saat masuk ditubuh serat akan tetap utuh hingga dikeluarkan dari tubuh. Serat terbagi dua, yakni serat larut air (soluble) dan serat tidak larut air (insoluble). Serat yang dapat larut dalam air dapat ditemukan pada apel, jeruk-jerukan, pisang, brokoli, polong-polongan, oats dan lain-lain. Serat ini mampu membantu menurunkan kadar gula dan kadar kolesterol atau lemak dalam darah. Serat tidak larut dalam air dapat ditemukan pada asparagus, kacangkacangan, jamur, bayam, kubis, bunga kol, brokoli, sawi, lobak, wortel, kentang, tomat, terong, jagung, buncis, gandum utuh, pisang, strowberi, pir, apel, buah persik, susu kedelai dan lain-lain. Serat ini berkhasiat memperlancar pengeluaran feces dan mengobati sembelit. Orang dewasa dianjurkan mengonsumsi serat 2035 g sehari atau 10-13 g per 1.000 kkal menu. Rata-rata konsumsi serat penduduk Indonesia adalah 10,5 gram (Hasil riset Puslitbang Gizi Depkes RI tahun 2001).
Universitas Sumatera Utara
35
Pangan merupakan salah satu kebutuhan pokok yang dibutuhkan tubuh setiap hari dalam jumlah tertentu sebagai sumber energi. Kekurangan dan kelebihan energi dalam jangka waktu yang lama akan menimbulkan gangguan kesehatan. Kebutuhan energi dipengaruhi pada berbagai faktor, seperti umur, gender, berat badan, tinggi badan, iklim dan aktifitas fisik individu. Angka kecukupan gizi. Kebutuhan energi masing-masing individu berbeda-beda sesuai dengan jenis kelamin dan umur. Berikut angka kecukupan gizi rata-rata yang dianjurkan untuk dikonsumsi pada Tabel 2.9 sebagai berikut : Tabel 2.9 Angka Kecukupan Gizi Rata-Rata yang Dianjurkan ( per orang per hari) Kelompok Umur
BB TB (kg) (cm)
Energi (kkal)
Protein (gr)
Anak 4 – 6 thn 19,0 112 1600 35 7 – 9 thn 27,0 130 1850 49 Pria 10 – 12 thn 34,0 142 2100 56 13 – 15 thn 46,0 158 2475 72 16 – 18 thn 56,0 165 2675 66 19 – 29 thn 60,0 168 2725 62 30 – 49 thn 62,0 168 2625 65 50 – 64 thn 62,0 168 2325 65 65 – 80 thn 60,0 168 1900 62 80+ thn 58,0 168 1525 60 Wanita 10 – 12 thn 36,0 145 2000 60 13 – 15 thn 46,0 155 2125 69 16 – 18 thn 50,0 158 2125 59 19 – 29 thn 54,0 159 2250 56 30 – 49 thn 55,0 159 2150 57 50 – 64 thn 55,0 159 1900 57 65 – 80 thn 54,0 159 1550 56 80+ thn 53 159 1425 55 Sumber : PERMENKES RI No. 75, 2013
HA (gr)
Lemak (gr)
Serat (gr)
Air (mL)
220 254
62 72
22 26
1500 1900
289 340 368 375 394 349 309 248
70 83 89 91 73 65 53 42
30 35 37 38 38 33 27 22
1800 2000 2200 2500 2600 2600 1900 1600
275 292 292 309 323 285 252 232
67 71 71 75 60 53 43 40
28 30 30 32 30 28 22 20
1800 2000 2100 2300 2300 2300 1600 1500
Universitas Sumatera Utara
36
2.6
Kerangka Konsep
Modifikasi “Cookies Tepung Rimpang Bunga Tasbih dan Tepung Ikan Patin”
Uji Organoleptik : Penilaian Warna, Rasa, Aroma dan Tekstur.
Daya terima konsumen : penderita Diabetes Mellitus
Uji Proksimat
Kandungan zat gizi
Gambar 2.4. Kerangka Konsep Penelitian Modifikasi cookies dengan penggunaan bahan dasar tepung rimpang bunga Tasbih (Canna edulis Ker.) dan tepung ikan Patin (Pangansius hypopthalmus) sebagai variabel independen. Kemudian cookies yang dihasilkan akan mengalami dua jenis pengujian yaitu uji organoleptik sebagai penilaian subjektif terhadap daya terima panelis penderita Diabetes Mellitus dan uji proksimat dalam melihat kandungan zat gizi cookies dalam menyumbang kebutuhan zat gizi bagi panelis. Daya terima dan nilai gizi yang dihasilkan menjadi variabel dependent.
Universitas Sumatera Utara