BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Biaya Intermediasi Perbankan (Transaction Cost) Istilah transaction cost pertama sekali diperkenalkan oleh Ronald Coase, dalam paper nya The Nature of the Firm tahun 1937, transaction cost digunakannya untuk mengembangkan sebuah kerangka teoritis (theoretical framework) untuk memprediksi ketika tugas tugas ekonomi tertentu akan dilakukan oleh perusahaan, dan ketika perusahaan tersebut ingin mempraktekkan di pasar. Dalam disiplin ilmu ekonomi dan ilmu ilmu lain yang berhubungan dengan ekonomi, transaction cost adalah cost yang timbul dari adanya pertukaran ekonomi. Sebagai contoh, kebanyakan orang ketika dalam melakukan perdagangan saham (stock), harus membayar komisi kepada broker; komisi tersebut merupakan transaction cost dari adanya perdagangan stock tersebut. Atau contoh lain yang sederhana ketika kita membeli pisang dari sebuah toko buah, kita tidak hanya membayar harga untuk pisang tersebut, tetapi kita juga harus mengeluarkan energi dan usaha untuk menemukan pisang mana yang akan kita beli, dimana membelinya, berapa harganya, biaya perjalanan dari rumah kita ke toko buah dan kembali kerumah, waktu antri ketika membayar dikasir toko buah, semua yang kita lakukan dan biaya yang kita keluarkan diatas untuk memperoleh pisang tersebut adalah transaction costs.
Universitas Sumatera Utara
Dalam ilmu ekonomi Cost transaction memiliki berbagai nama lain (Dahlman, 1999) yaitu: 1.
Search and information costs adalah biaya yang timbul akibat adanya usaha untuk mencari barang yang mau dibeli dipasar dan harga barang mana yang paling murah.
2.
Bargaining costs adalah biaya yang timbul dari agar terjadi transaksi, atau agar ditanda tanganinya kontrak antara penjual dengan pembeli
3.
Policing and enforcement costs adalah biaya yang dikeluarkan untuk memastikan bahwa pihak lain yang terlibat dalam transaksi tetap komit terhadap kontrak yang disetujui.
2.2 . Penawaran Kredit Perbankan Sebagaimana diatur dalam UU No. 10, Tahun 1998 tentang Perbankan, yang dimaksud dengan bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkan dana tersebut kembali kepada masyarakat dalam bentuk kredit atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak.
Dengan demikian, bank merupakan bagian dari lembaga
keuangan yang memiliki fungsi intermediasi yang menjembatani kepentingan pihak yang kelebihan dana (penyimpan dana atau kreditur) dan pihak yang membutuhkan dana (peminjam dana atau debitur). Pihak-pihak yang kelebihan dana, baik perseorangan, badan usaha, yayasan, maupun lembaga pemerintah dapat menyimpan kelebihan dananya di bank dalam bentuk rekening giro, tabungan, ataupun deposito
Universitas Sumatera Utara
berjangka sesuai dengan kebutuhan dan preferensinya Suseno dan Piter A. (2003). Sementara itu pihak- pihak yang kekurangan dan membutuhkan dana akan mengajukan pinjaman atau kredit kepada bank. Kredit tersebut dapat berupa kredit investasi, kredit modal kerja, dan kredit konsumsi. Terdapat banyak faktor yang mempengaruhi keputusan bank umum untuk menyalurkan kredit kepada masyarakat. Lebih lanjut Melitz dan Pardue dalam Insukindro (1999) merumuskan model penawaran kredit oleh sistem perbankan sebagai berikut: SK = g(S, ic, ib, BD) ............................................................. (2.1) Keterangan: SK = jumlah kredit yang ditawarkan oleh bank S
= kendala-kendala yang dihadapi bank seperti tingkat cadangan bank atau ketentuan mengenai nisbah cadangan wajib
ic = tingkat suku bunga kredit bank ib = biaya oportunitas meminjamkan uang BD = biaya deposito bank Model di atas selanjutnya disempurnakan oleh Warjiyo (2004), yang memaparkan bahwa mekanisme transmisi kebijakan moneter melalui saluran uang secara implisit beranggapan bahwa semua dana yang dimobilisasi perbankan dari masyarakat dalam bentuk uang beredar (M1, M2) digunakan untuk pendanaan aktivitas sektor riil melalui penyaluran kredit perbankan. Dalam kenyataannya menurut Warjiyo (2004), anggapan seperti itu tidak selamanya benar. Selain dana
Universitas Sumatera Utara
yang tersedia (DPK), perilaku penawaran kredit perbankan juga dipengaruhi oleh persepsi bank terhadap prospek usaha debitur dan kondisi perbankan itu sendiri, seperti permodalan (CAR), jumlah kredit macet (NPL), dan Loan to Deposit Ratio (LDR). Dengan demikian, dapat dinyatakan dalam suatu bentuk hubungan fungsi sebagai berikut: KS
= f(DPK, prospek usaha debitur, kondisi perbankan itu sendiri) = f(DPK, prospek usaha debitur, CAR, NPL, LDR)......................... (2.2)
Keterangan: KS
= Kredit yang ditawarkan perbankan
DPK = Dana Pihak Ketiga CAR = Capital Adequacy Ratio NPL = Non Performing Loan LDR = Loan to Deposit Ratio Sementara menurut Suseno dan Piter A. (2003), selain faktor-faktor tersebut di atas, faktor rentabilitas atau tingkat keuntungan yang tercermin dalam Return on Assets (ROA) juga berpengaruh terhadap Keputusan bank untuk menyalurkan kredit kepada debitur.
Universitas Sumatera Utara
Fungsi kredit perbankan dalam kehidupan perekonomian dan perdagangan antara lain sebagai berikut : 1. Kredit dapat meningkatkan daya guna dari uang, dalam arti : a.
Para pemilik uang atau modal dapat secara langsung meminjamkan uangnya kepada para pengusaha yang memerlukan untuk meningkatkan produksi atau usahanya.
b.
Para pemilik uang atau modal dapat menyimpan uangnya pada lembagalembaga keuangan, yang kemudian oleh lembaga-lembaga keuangan tersebut diusahakan dalam bentuk pemberian kredit.
2. Kredit dapat meningkatkan peredaran dan lalu lintas uang dalam arti kredit uang yang disalurkan melalui rekening giro dapat menciptakan alat pembayaran baru seperti cek, bilyet giro dan wesel sehingga apabila pembayaran-pembayaran dilakukan dengan cek, bilyet giro dan wesel maka akan dapat meningkatkan peredaran uang giral. Selain itu kredit perbankan yang ditarik tunai dapat pula meningkatkan peredaran uang kartal sehingga arus lalu lintas uang akan berkembang pula. 3. Kredit dapat meningkatkan daya guna dari barang dalam arti dengan mendapat kredit para pengusaha dapat memproses bahan baku menjadi barang jadi sehingga daya guna barang tersebut menjadi meningkat. 4. Kredit dapat menjadi salah satu alat stabilisasi ekonomi dalam arti bila keadaan ekonomi kurang sehat, kebijakan diarahkan kepada usaha-usaha antara lain pengendalian inflasi, peningkatan ekspor dan pemenuhan
Universitas Sumatera Utara
kebutuhan pokok rakyat dimana untuk menekan laju inflasi pemerintah melindungi usaha -usaha yang bersifat nonspekulatif. 5. Kredit dapat meningkatkan kegairahan berusaha masyarakat dalam arti bantuan
kredit
yang
diberikan
oleh
bank
akan
dapat
mengatasi
kekurangmampuan para pengusaha dibidang permodalan tersebut sehingga para pengusaha akan dapat meningkatkan usahanya. 6. Kredit dapat meningkatkan pemerataan pendapatan dalam arti dengan bantuan kredit dari bank para pengusaha dapat memperluas usahanya dan mendirikan proyek-proyek baru. Apabila perluasan usaha serta pendirian proyek-proyek baru telah selesai maka untuk mengelolanya diperlukan pula tenaga kerja, maka pemerataan pendapatan akan meningkat pula. 7. Kredit dapat sebagai alat hubungan ekonomi internasional dalam arti bank bank besar di luar negeri yang mempunyai jaringan usaha dapat memberikan bantuan dalam bentuk kredit baik secara langsung maupun tidak langsung kepada perusahaan-perusahaan di dalam negeri. Bantuan dalam bentuk kredit ini tidak saja dapat mempererat hubungan ekonomi antar negara yang bersangkutan tetapi juga dapat meningkatkan hubungan internasional.
2.3 . Tingkat Bunga Kredit Seperti halnya Jumlah Uang Beredar, dalam perekonomian Indonesia, Tingkat Bunga juga memiliki peran yang sangat besar. Jika tingkat bunga tinggi, masyarakat akan tertarik untuk menyerahkan uang kas yang dimilikinya kepada bank, khususnya
Universitas Sumatera Utara
dalam bentuk deposito dan sebagian mungkin dalam bentuk tabungan, akibatnya, permintaan terhadap komoditi akan berkurang, dan hal ini dapat menyebabkan harga turun.
Turunnya harga akan mendorong dunia industri untuk mengurangi
produksinya, akibatnya pengangguran dapat terjadi. Di sisi lain, tingkat bunga yang tinggi akan membuat dunia industri mengurungkan niatnya untuk berinvestasi dan meningkatkan usahanya, karena biaya kredit/modal menjadi tinggi. Akibatnya produksi dan pertumbuhan ekonomi dapat terganggu. Jika tingkat bunga rendah, yang akan terjadi adalah sebaliknya. Perubahan tingkat bunga dapat terjadi karena faktor dalam negeri dan faktor luar negeri. Dari dalam negeri, meningkatnya minat masyarakat untuk menabung atau mendepositokan uangnya akan mendorong tingkat bunga cenderung untuk turun, begitu pula sebaliknya. Perubahan tingkat pengembalian bentuk investasi lain juga dapat mempengaruhi tingkat bunga.
Jika berinvestasi di surat berharga (saham
misalnya) dapat memberikan keuntungan yang lebih tinggi, maka masyarakat akan mengalihkan dananya ke surat berharga tersebut, dan mengurangi keinginannya membuka deposito. Untuk mengembalikan minat masyarakat tentunya perbankan akan menaikkan tingkat bunga agar deposito kembali menarik masyarakat. Tingkat bunga juga dapat berubah jika pemerintah menghendakinya. Pemerintah perlu merubah tingkat bunga, bila pemerintah melihat pertumbuhan ekonomi terlalu rendah dan perlu ditingkatkan. Untuk mendorong pertumbuhan ekonomi, pemerintah akan menurunkan tingkat bunga, agar dunia industri dapat
Universitas Sumatera Utara
melakukan investasi dan ekspansi usahanya dengan kredit yang murah. Begitu pula sebaliknya. Dari luar negeri, tingkat bunga dalam negeri juga akan berubah bila tingkat bunga di luar negeri berubah (Bank sentral Amerika merubah tingkat bunga misalnya). Perubahan karena faktor luar negeri juga bisa terjadi bila ada keinginan pemerintah untuk menarik investor asing masuk ke Indonesia. Dengan keinginan tersebut, tingkat bunga akan naik, agar investor asing tertarik menanamkan modalnya di Indonesia. Masyarakat, atau yang sering disebut dengan pelaku ekonomi dari sektor Rumah Tangga punya kepentingan besar dengan tingkat bunga, paling tidak berkaitan dengan nilai kekayaannya yang disimpan di Bank. Dunia industri atau Sektor riil, juka sangat perhatian dengan perubahan tingkat bunga, terutama berkaitan dengan nilai pengembalian kredit dan bunga yang harus dibayarkannya kepada pihak Bank. Semakin tinggi tingkat bunga, semakin berat beban cicilan pinjaman yang harus diserahkan. Pemerintah juga sangat berkepentingan dengan tingkat bunga. Pemerintah dapat mencapai tujuan kebijakannya dengan memanfaatkan variabel tingkat bunga ini. Sebagai contoh, bila dipandang Jumlah Uang yang Beredar terlalu sedikit, sehingga berdampak pada rendahnya daya beli dan permintaan, maka pemerintah akan menurunkan tingkat bunga Bank dan juga tingkat bunga diskonto. Pemerintah juga dapat menggunakan tingkat bunga untuk menstabilkan nilai tukar rupiah. Bila Rupiah terus melemah, pemerintah melalui Bank Indonesia sebagai Bank Sentral,
Universitas Sumatera Utara
akan menaikkan tingkat bunga, dengan harapan pihak asing akan menanamkan Dollarnya ke Indonesia, sehingga Dollar melimpah, sehingga nilainya akan turun, yang berarti Rupiah akan menguat.
2.4. Sertifikat Bank Indonesia (SBI) Sertifikat Bank Indonesia (SBI) adalah surat berharga atas unjuk dalam rupiah yang diterbitkan dengan sistem diskonto oleh Bank Indonesia sebagai pengakuan hutangnya. Sertifikat Bank Indonesia (SBI) mempunyai fungsi sebagai berikut : a.
Untuk pengendalian moneter.
b.
Sebagai alternatif penanaman dana bagi lembaga keuangan dalam hal ini adalah bank.
c.
Untuk mengembangkan pasar uang dan pasar sekunder. Untuk saat ini, industri perbankan cenderung lebih menyukai untuk
mengalokasikan dananya kedalam Sertifikat Bank Indonesia (SBI), hal ini dikarenakan tingkat suku bunga yang ditawarkan lebih menarik sehingga tidak ada satu bank pun yang tidak mengalokasikan dananya kedalam Sertifikat Bank Indonesia (SBI). Di samping itu Sertifikat Bank Indonesia (SBI) merupakan instrumen surat berharga yang paling besar pasarnya karena luasnya tidak dibatasi oleh permintaannya ataupun kelebihan likuiditas sementara perbankan, tetapi dikaitkan dengan target moneter pemerintah.
Universitas Sumatera Utara
Begitu pula dengan tingkat diskontonya yang tidak dapat dipengaruhi oleh satu bank manapun yang ikut lelang. Sertifikat Bank Indonesia (SBI) merupakan surat berharga yang paling likuid yang setiap saat dapat dijadikan uang tunai tanpa mengakibatkan kerugian pada bank yang memilikinya. Menurut Sihombing (2000), kurva penawaran Sertifikat Bank Indonesia (SBI) adalah elastis sempurna seperti dapat dilihat pada gambar 2.1 dibawah ini.
Gambar 2.1. Hipotesis Kurva Penawaran untuk Sertifikat Bank Indonesia (SBI) Ada beberapa alasan mengapa portfolio Sertifikat Bank Indonesia (SBI) lebih disenangi oleh industri perbankan sebagai alternatif investasi dana yang bersifat sementara, yaitu : a. Bebas dari default risk. b. Marketable. c. Dapat dijaminkan. d. Merupakan sekuritas utama untuk jaminan memperoleh discount window. e. Dapat diperjualbelikan sebagai instrumen repo.
Universitas Sumatera Utara
Khusus untuk jual beli Sertifikat Bank Indonesia (SBI) cara perhitungan bunganya menggunakan sistem diskonto dengan menganut rumus true discount yaitu : p=
Nx360 360 + (txi)
Dimana : p = nilai tunai N = nilai nominal t = tenor, yaitu sisa jangka waktu i = tingkat diskonto yang disepakati antara pembeli dengan penjual
2.5. Tingkat bunga Deposito Setifikat deposito atau time deposit, adalah sebuah produk finansial yang ditawarkan oleh bank kepada konsumen. Sertifikat deposito sama dengan rekening tabungan karena deposito sudah diasuransikan dan bebas dari resiko. Rekening tabungan dengan deposito berbeda dalam waktu penarikan, tabungan bisa ditarik kapan saja sedangkan deposito hanya bisa ditarik dengan waktu tertentu saja (tiga bulan, enam bulan, satu atau lima tahun), dan juga memiliki fixed interest rate, hal ini dimaksudkan agar deposito ditarik pada masa jatuh temponya, dan ditambah dengan accrued interest.
Universitas Sumatera Utara
Sebagai balasan bagi deposan yang telah mendepositokan uangnya untuk periode yang disetujui dengan bank, bank biasanya memberikan tingkat bunga yang lebih tinggi dari pada tabungan, tetapi hal ini terkadang bisa terbalik tergantung pada situasi perkenomian negara tersebut. Berikut ini beberapa hal yang dipertimbangkan dalam pemberian bunga deposito: a. Semakin besar dana ditanam semakin besar bunga, tetapi tidak selalu. b. Semakin lama dana di depositokan akan semakin besar bunga, tetapi tidak selalu. c. Bank kecil cenderung memberikan bunga yang lebih besar dari bunga yang lebih besar dari bank yang besar. d. Deposito pribadi umumnya menerima bunga yang lebih besar dari Deposito Bisnis. Ada berbagai variasi terms and conditions dalam deposito: a. Deposito yang bersifat callable. Terminologi ini berarti bahwa bank dapat menutup deposito sebelum berakhirnya masa atau jatuh tempo deposito tersebut. b. Payment of interest. Interest dibayar bank secara langsung atau diakumulasikan terhadap jumlah deposito. c. Interest calculation. Deposito mulai memperoleh bunga dari sejak tanggal uang di depositokan di bank atau pada awal dari bulan berikutnya.
Universitas Sumatera Utara
d. Right to delay withdrawals. Bank mempunyai hak untuk menunda penarikan dana pada periode tertentu yang dapat menggangu operasional bank. e. Withdrawal of principal. Penarikan seluruh dana deposito memperoleh perlakuan
yang
berbeda
bagi
setiap
bank.
Ada
bank
yang
memperbolehkan penarikan deposito pada jumlah minimum tertentu, sedangkan bank lain beranggapan penarikan dana deposito dalam jumlah minimum sama artinya dengan berhenti menjadi deposan di bank tersebut yang menimbulkan adanya penalty. f. Withdrawal of interest. Penarikan bunga deposito juga tergantung pada kebijakan bank, ada bank yang memperbolehkan untuk menarik semua bunga dari deposito tetapi ada juga bank yang mengharuskan penarikan bunga boleh dilakukan setelah dana di depositokan untuk sebuah periode tertentu terlebih dahulu baru bisa dilakukan dengan berbagai tahapan. g. Penalty for early withdrawal. Penalty bisa diukur dari berapa bulan bunga, bisa juga diukur dengan berapa besar current cost yang dikeluarkan bank untuk membayar dana yang ditarik tersebut, atau memakai formula yang lain. h. Fees. Fee harus dibayar deposan kepada bank untuk hal hal withdrawal, closure, ataupun untuk menyediakan check atas deposito tersebut. i. Automatic renewal.
Bank biasanya memberi pemberitahuan terlebih
dahulu kepada deposan mengenai depositonya yang jatuh tempo sebelum
Universitas Sumatera Utara
langsung memperbaharui atau memperpanjang deposito tersebut secara otomatis.
2.6. Giro Wajib Minimum (Reserve requirement) Reserve requirement (required reserve ratio) adalah sebuah regulasi dari bank untuk menetapkan cadangan minimum yang harus dimiliki setiap bank atas semua deposito dan tabungan nasabah bank tersebut.
Reserves ini di disain untuk
memuaskan semua permintaan penarikan, dan biasanya dalam bentuk fiat currency yang disimpan dalam brankas sebuah bank, atau biasanya pada bank sentral. Reserve ratio terkadang digunakan sebagai alat dalam kebijakan moneter yang dapat mempengaruhi ekonomi suatu negara, dari segi peminjaman uang dan suku bunga. Bank bank sentral di negara maju jarang yang mewajibkan adanya giro wajib minimum karena hal ini bisa menyebabkan adanya masalah likuiditas bagi bank bank yang memiliki cadangan yang sedikit; bank bank sentral di negara maju tersebut lebih menyukai menggunakan open market operations untuk mengimplementasikan kebijakan moneter mereka. Bank sentral China menggunakan perubahan dalam reserve requirements sebagai alat untuk mengatasi inflasi, dan menaikkan reserve requirement sebanyak sembilan kali pada tahun 2007. Pada tahun 2006 required reserve ratio di United States adalah 10% atas transaction deposits (komponen dari money supply "M1"), dan nol persen untuk time deposits dan deposit lainnya.
Universitas Sumatera Utara
Sebuah bank yang memiliki kelebihan cadangan minimumdisebut juga dengan excess reserves. Excess Reserve dapat mempengaruhi money supply, sebagai contoh jika reserve requirement adalah 10%, sebuah bank yang menerima deposito sebesar $100 bisa meminjamkan $90 dari deposito tersebut kepada orang lain, kemudian peminjam tersebut menuliskan sebuah check kepada orang lain lagi yang kebetulan juga mempunyai deposito sebesar $90 di bank, bank yang menerima deposito tersebut dapat meminjamkan uang sebesar $81. Ketika proses ini terus berlanjut, banking system dapat berkembang menjadi adanya excess reserves dari $90 menjadi maximum $1,000 ($100+$90+81+$72.90+...=$1,000), atau kita ringkas uang $100 dengan GWM 10% dapat menjadi $1000 ($100/0.10=$1000). Sebaliknya dengan reserve requirement 20%, banking system akan dapat berkembang dari deposito
$100
$100/0.20=$500.
hingga
maximum
($100+$80+$64+$51.20+...=$500),
atau
Sehingga dapat kita simpulkan bahwa semakin tinggi reserve
requirements akan menghasilkan berkurangnya money creation dan akibatnya semakin berkurang economic activity.
2.7. Non-performing loan Sebuah non-performing loan adalah sebuah loan yang berada dalam keadaan default atau mendekati default atau sering disebut juga kredit macet. Banyak loans menjadi non-performing setelah berada dalam posisi default selama 3 bulan, tetapi tegantung pada terminologi kontrak pinjaman masing masing.
Universitas Sumatera Utara
Sebuah loan dikatakan non-performing bila pembayaran bunga dan pokok hutang lewat dari 90 hari atau lebih, atau setidaknya 90 hari pembayaran bunga sudah di capitalized, refinanced atau di delayed melalui agreement, atau pembayaran minimum hutang sudah melewati 90 hari, dan adanya kesangsian bank bahwa nasabah tersebut akan mampu melunasi hutangnya.
2.8. Proses Fungsi Intermediasi Fungsi intermediasi bank dapat dijelaskan dengan hubungan empat neraca, yaitu: (1) neraca pemerintah, (2) neraca rumah tangga, (3) neraca perusahaan, dan (4) neraca bank. Neraca pemerintah dibiayai penerbitan sekuritas dan cadangan kas atau uang inti. Sekuritas pemerintah dan deposit merupakan aktiva rumahtangga. Deposit merupakan kewajiban lembaga keuangan bank dan ditransformasi menjadi aktiva dengan portofolio cadangan kas dan kredit. Cadangan kas merupakan giro wajib minimum yang dapat digunakan membiayai defisit pemerintah, dan kredit digunakan untuk membiayai investasi perusahaan. Proses fungsi intermediasi perbankan ditunjukkan pada Gambar 2.1.
Universitas Sumatera Utara
Pemerintah atau Otoritas Moneter
Sekuritas [∆BON]
Rumahtangga Sekuritas [∆BON]
Defisit [DEF]
Tabungan
Perusahaan
Lembaga Keuangan bank
Uang Inti [∆M0] Investasi [INV]
Pinjaman Bank
Deposit
Gambar 2.2. Proses Fungsi Intermediasi Perbankan 2.9. Pendekatan Intermediasi Bank Pendekatan intermediasi didasarkan pada manajemen risiko dan proses informasi. Pendekatan ini diperkenalkan oleh Mester (2000), yang menemukan fakta inefisiensi-N dalam tabungan reksa dana dan pinjaman pada tahun 1999 di California Amerika Serikat. Idenya adalah pemisahan antara pemilik dan manajer yang dirumuskan dalam dua tahap permainan, dimana bank memutuskan apakah ATMs akan compatible dan compete dengan tingkat deposit. Misalkan jumlah bank ada tiga, laba bank pada kasus dimana keputusan ATMs incompatible dan compete masingmasing adalah PRO =
DEP DEP ( BIR + TCS ) dan PRO = 2 BIR ......................... (2.17) 2 3 3
Universitas Sumatera Utara
dimana TCS = parameter biaya transportasi. Persamaan (2.17) menjelaskan bahwa bank compatible selalu mendominasi bank incompatible jika TCS > 0. Deposan akan menerima manfaat (BTM) dengan adanya ATMs pada waktu penarikan kas. Jika dua bank compatible dan satu bank lagi incompatible maka laba dua bank compatible masing-masing adalah RDE1 − RDE2 1 + PRO1 = DEP × ( BIR − RDE1 ) 3 2GWM RDE1 − RDE3 + BTM + DEP × ( BIR − RDE1 ) .............. (2.18A) 2(GWM + TCS ) 2 RDE3 − ( RDE1 − RDE2 ) 1 + PRO3 = DEP × ( BIR − RDE3 ) 2(GWM + TCS ) 3 2 BTM − DEP × ( BIR − RDE3 ) ...................... (2.18B) 2(GWM + TCS )
Keseimbangan Nash (1999), dimana bank ke-1 dan bank ke-2 adalah simetris, masing-masing adalah BIR − RDE1 = BIR − RDE2 =
BIR − RDE3 =
[3BTM + 5( BIR + TCS )] × BTM 3[5 BIR + 2TCS ]
(2.19A)
( BIR + TCS )(5 BIR + TCS ) − 3BTM (2 BIR + TCS ) (2.19B) 3[5 BIR + 2TCS ]
Persamaan (2.19A) menjelaskan bahwa bank compatible dengan keputusan peningkatan jumlah ATMs (BTM) akan meningkatkan perbedaan antara tingkat bunga bank sentral dengan tingkat bunga deposit, sehingga laba bank compatible naik dengan peningkatan jumlah ATMs. Sebaliknya bank incompatible, keputusan
Universitas Sumatera Utara
peningkatan ATMs akan meningkat perbedaan antara tingkat bunga bank sentral dengan tingkat bunga deposit, sehingga laba bank incompatible turun dengan peningkatan jumlah ATMs. Hasil studi Berger and Young (2006) menunjukkan hubungan kualitas, efisiensi biaya dan modal bank. Studi ini mendukung hipotesis “bad luck”, bahwa peningkatan jumlah ATMs akan meningkatkan pengeluaran untuk monitoring. Mereka juga menemukan bahwa penurunan rasio modal bank secara umum menghasilkan peningkatan NPLs. Hal ini berarti keputusan peningkatan portofolio berisiko dari kapitalisasi bank mungkin dapat merespons insentif moral hazard.
2.10. Penelitian Terdahulu Manurung (2006), menyatakan bahwa regulasi rasio modal bank atas dasar risiko menghasilkan rentabilitas aset yang lebih baik dibandingkan tanpa regulasi rasio modal bank atas dasar risiko. Model regulasi rasio modal atas dasar risiko menjamin eksistensi kepemilikan bank dan stabilitas sistem keuangan dalam jangka panjang. Regulasi rasio modal bank atas dasar risiko akan menekan aktifitas bank di luar neraca, sehingga efisiensi perbankan semakin tinggi dan tingkat bunga kredit semakin rendah. Penurunan tingkat bunga kredit secara kontiniu akan memperlancar fungsi
intermediasi perbankan sehingga jumlah kredit untuk pembiayaan bisnis
semakin tinggi.
Universitas Sumatera Utara
Tetty M. Sihotang (2008), menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi fungsi intermediasi perbankan di Sumatera Utara (ditinjau dari sisi penerimaan dana) dimana variabel yang diteliti adalah dana pihak ketiga, PDRB perkapita dan laju inflasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa PDRB perkapita berdampak positif dan inflasi berdampak negatif terhadap penghimpunan dana pihak ketiga. Lilik Suhariningsih (2010), menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi penghimpunan dana pihak ketiga serta fungsi intermediasi bank di Indonesia. Hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel suku bunga secara tidak signifikan berpengaruh positif terhadap dana pihak ketiga sedangkan biaya promosi, status kepemilikan dan jumlah kantor cabang secara signifikan berpengaruh positif terhadap dana pihak ketiga. Masitha Akbar dan Ida Mentayani (2010), menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi intermediasi pada bank umum swasta Kalimantan Selatan. Hasil penelitian menunjukkan SBI berpengaruh negatif terhadap LDR, inflasi tidak berpengaruh terhadap LDR dan NPL merupakan variabel paling dominan mempengaruhi LDR.
2.12. Kerangka Konseptual Berdasarkan kajian teoritis di atas, maka kerangka konseptual untuk menciptakan fungsi intermediasi perbankan yang efisien di Sumatera Utara perlu penurunan biaya intermediasi marginal, tingkat bunga dan NPLs pada sektor perbankan. Dari 6 (enam) variabel terdapat 2 (dua) variabel endogen, yaitu jumlah
Universitas Sumatera Utara
kredit perbankan dan tingkat bunga kredit, serta 4 (empat) variabel bebas, yaitu tingkat bunga deposit, tingkat bunga bank sentral, biaya intermediasi marginal transaksi kredit dan NPLs.
Asosiasi keenam variabel tersebut ditunjukkan pada
Gambar 2.2 berikut ini. BIAYA TRANSAKSI KREDIT (TRC) GWM NPL BIR
SUKU BUNGA
RDE
RCR(-1) CRE(-1) PENYALURAN KREDIT (CRE)
Gambar 2.2. Kerangka Konseptual Analisis Faktor-Faktor Yang Menghambat Fungsi Intermediasi Perbankan di Sumatera Utara
2.11. Hipotesis Proses intermediasi transformasi kewajiban menjadi aktiva atau jumlah kredit perbankan menghadapi kendala atau penghambat, yaitu tingkat bunga kredit, tingkat bunga deposit, tingkat bunga bank sentral, biaya intermediasi marginal transaksi kredit, giro wajib minimum dan NPLs. Secara teoritis, ketujuh variabel ini saling berinterkasi dalam penentuan jumlah kredit dan tingkat bunga kredit di Sumatera
Universitas Sumatera Utara
Utara. Berdasarkan tinjauan pustaka terdahulu maka hipotesis penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Suku bunga deposito berpengaruh positif dimana BI Rate, Non Performing Loan’s dan Giro Wajib Minimum berpengaruh negatif terhadap biaya transaksi kredit, ceteris paribus. 2. Biaya transaksi kredit, Non Performing Loan’s, suku bunga deposito dan suku bunga kredit periode sebelumnya berpengaruh positif terhadap suku bunga kredit, ceteris paribus. 3. Suku bunga deposito, suku bunga kredit dan BI Rate berpengaruh negatif dimana penyaluran kredit periode sebelumnya berpengaruh positif terhadap penyaluran kredit, ceteris paribus.
Universitas Sumatera Utara