9
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.2 Film Kartun Sebagai Media Massa 2.2.1 Film Kartun Film animasi merupakan sejenis film yang berbahan mentah gambar lalu dibuat seolah menjadi gambar bergerak. Pada awalnya film animasi dibuat dari berlembar-lembar kertas gambar yang kemudian “diputar” sehingga muncul efek gambar bergerak. Dengan bantuan komputer grafis pembuatan film animasi menjadi jauh lebih mudah dan cepat. Anggaran juga menjadi lebih murah. Jika semula hanya ada film animasi dua dimensi, selanjutnya bermunculan film animasi tiga dimensi. Pada tahun 1995, film Toy story produksi Pixar Studios dengan sutradara john Lasseter dibuat menjadi film computer animasi pertama yang dikerjakan dengan komputer secara penuh. Film animasi sering memanfaatkan benda-benda mati seperti boneka, meja, kursi, dll. Yang bisa dihidupkan dengan teknik animasi. Selain itu aneka subjek hidup seperti manusia, binatang dan tumbuhan juga bisa dianimasikan. Prinsip teknik animasi sama dengan pembuatan film dengan subjek hidup yang memerlukan 24 gambar per detik untuk menghasilkan ilusi gerak.
9
10
Seiring meningkatnya permintaan masyarakat, praktisi perfilman pun bekerjasama dengan televisi dan menampilkan film-film dalam program acaranya, mulai dari film cerita (story film), film berita (newsreel), film documenter (documentary film) hingga film kartun (cartoon film) yang banyak digemari oleh anak-anak. Timbulnya gagasan untuk menciptakan film kartun ini adalah dari para seniman pelukis. Ditemukannya cinematography telah menimbulkan gagasan pada mereka untuk menghidupkan gambar-gambar yang mereka lukis dan lukisan-lukisan itu bisa menimbulkan hal yang lucu dan menarik, karena dapat “disuruh” memegang peranan apa saja, yang tidak mungkin diperankan oleh manusia. Si tokoh dalam film kartun dapat dibuat menjadi ajaib, dapat terbang, menghilang, menjadi besar, menjadi kecil secara tiba-tiba, dan lain-lain. Inilah yang membuat anak-anak lebih memilih film kartun dibandingkan jenis film yang lain. Karena film kartun menawarkan hiburan serta hal-hal yang ajaib yang tidak pernah disaksikan oleh anak-anak dalam kehidupan nyata. Bukan hanya anak-anak saja yang tertarik dengan film kartun, orang dewasa pun tertarik dengan film kartun. Hal inilah yang juga memicu pihak media untuk melirik pangsa pasar film kartun bagi kalangan orang dewasa, sehingga timbullah persaingan antar stasiun televisi swasta dalam menayangkan film kartun.
2.2.2 Pengertian Film Film merupakan komunikasi massa pandang dengan dimana film mengirimkan pesan atau isyarat yang disebut dengan simbol, komunikasi simbol
11
dapat berupa gambar yang ada didalam film. Gambar dalam film menunjukkan kekuatan dalam menyampaikan maksud dan pengertian kepada orang lain. Gambar dapat menyampaikan lebih banyak pengertian dalam situasi-situasi tertentu dibanding dengan apa yang dapat disampaikan oleh banyak kata. Industri film merupakan industri bisnis, predikat ini menggeser anggapan orang yang masih meyakini bahwa film adalah karya seni yang diproduksi secara kreatif. Film merupakan gambar yang bergerak (moving picture). Demikian pula pada televisi.Bedanya, jika gambar-gambar yang bergerak pada film itu berlangsung secara mekanis, pada televisi berlangsung secara elektronis. Yang dimaksudkan dengan mekanik adalah bahwa film yang tampak oleh penontonpenonton di gedung bioskop itu adalah berbentuk gambar-gambar yang terbuat dari seluloid yang transparan dalam jumlah yang banyak yang apabila digerakkan melalui cahaya yang kuat, akan tampak pada layar seperti gambar yang hidup.
2.2.3 Karakteristik Film Faktor-faktor film yang dapat menunjukkan karakteristik film adalah sebagai berikut : A. Layar yang luas atau lebar Film dan televisi sama-sama menggunakan layar, namun kelebihan media film adalah layarnya yang berukuran luas. Layar film yang luas telah memberikan keleluasaan penontonnya untuk melihat adegan-adegan yang disajikan dalam
12
film.Seiring dengan adanya kemajuan teknologi, layar film saat ini menjadi tiga dimensi sehingga khalayak seolah-olah melihat kejadian nyata dan tidak berjarak. B. Pengambilan gambar Sebagai konsekuensi layar lebar, maka pengambilan gambar atau shot dalam film dengan menggunakan extreme longshot atau panaromic shot, yakni pengambilan gambar menyeluruh. Shot tersebut dipakai untuk member kesan artistik dan suasana yang sesungguhnya sehingga film menjadi menarik. C. Identitas psikologis Pengaruh film terhadap jiwa khalayak atau para penonton tidak hanya pada saat menonton, tetapi terus sampai waktu yang cukup lama, misalnya peniruan semangat pantang menyerah yang di tunjukan oleh para pejuang, hal demikian dapat membuat anak-anak dan khususnya remaja dapat mengambil nilai-nilai semangat pantang menyerah dalam menjalani realita kehidupan. Selain itu, jiwa kebersamaan didalam perbedaan dapat juga menjadi teladan atau simbol bagi anak-anak dan remaja jaman sekarang, yang sudah tidak peduli lagi dengan sesamanya. Dan data diingatkan kembali, agar para generasi muda dapat menjaga persatuan dan kesatuan yang telah di perjuangkan oleh pahlawan kita. D. Konsentrasi penuh
13
Saat menonton film di bioskop, kita akan terbebas dari gangguan apapun karena semua mata khalayak hanya tertuju pada layar. Dalam keadaan demikian maka emosi khalayak akan terbawa suasana sehingga khalayak dapat berkonsentrasi penuh untuk menyasikan setiap adegan yang ditampilkan dalam film tersebut. 2.2.4 Fungsi Film Film sebagai media komunikasi memiliki lima fungsi komunikasi yaitu :8 1. Hiburan 2. Pendidikan 3. Mempengaruhi 4. Sosialisasi Dibandingkan dengan media massa elektronik lainnya sifat film memiliki nilai seni sehingga lebih mudah menyajikan hiburan dibandingkan dengan film.
2.3 Genre Film 2.3.1 Pengertian Genre Film Istilah genre berasal dari bahasa Perancis yang bermakna “bentuk” atau “tipe”.Kata genre sendiri mengacu pada istilah Biologi yakni genius, sebuah 8
Alexander Rumondor & Henny. Manajemen Media Massa, Pusat Penerbitan Universitas Terbuka, Jakarta, 2004, cet. Ke-4, Hal.327
14
klasifikasi flora dan fauna yang tingkatnnya berada di atas spesies dan di bawah family.Genius mengelompokkan beberapa spesies yang memiliki kesamaan ciri-ciri fisik tertentu. Dalam film genre dapat di klasifikasikan dari sekelompok film yang memiliki karakter atau pola sama (khas) seperti setting, isi dan subjek cerita, tema, struktur cerita, aksi atau peristiwa, periode, gaya, situasi, ikon, mood, serta karakter. Klasifikasi tersebut menghasilkan genre-genre populer seperti aksi, petualangan, drama, komedi, horror, western, thriller, noir, roman dan sebagainya. Fungsi utama genre adalah untuk memudahkan klasifikasi sebuah film.Genre juga membantu kita memilah film sesuai dengan spesifikasinya. Dalam industri film sendiri sering menggunakan sebagai marketing. Selain untuk klasifikasi, genre juga dapat berfungsi sebagai antisipasi penonton terhadap film yang akan ditonton9. Sebuah genre film sering lebih dari satu genre karena banyak film yang menggabungkan elemen-elemen yang biasa terdapat dalam beberapa genre, atau film tersebut merupakan gabungan dari beberapa genre sehingga tidak memiliki genre sendiri. Oleh karena itu satu genre dapat saja tumpang tindih dengan genre yang lain, apalagi bila cerita dalam sebuah film memadukan format yang berbeda. Jumlah genre secara keseluruhan lebih dari tiga ratus genre, Bahkan Daniel Lopez dalam bukunya Film by Genre pada tahun 1993 yang dikutip oleh Ida Rochani Adi mencatat sebanyak 775 kategori atau genre10.
9
Himawan Pratista. Memahami Film. Homerian Pustaka.Yogyakarta, 2008, cet. Ke-1.Hal. 10 Ida Rochani Adi. Mitos di balik Film Laga Amerika, Gajah Mada University Press Yogyakarta, 2008. Cet. Ke-1, Hal. 62 10
15
2.3.2 Genre Induk Primer Genre induk primer merupakan genre-genre pokok yang telah ada dan populer sejak awal perkembangan sinema era 1900-an hingga 1930-an. 1. Aksi Film-film yang berhubungan dengan aksi fisik seru, menegangkan, berbahaya, nonstop dengan cerita yang cepat. Film aksi pada umumnya berisi adegan aksi kejar-mengejar, perkelahian, tembak-menembak, balapan, berpacu dengan waktu, ledakan dan aksi-aksi fisik lainnya. 2. Drama Film drama umumnya berhubungan dengan tema, cerita, setting, karakter, serta suasana yang memotret kehidupan yang nyata. Konflik bisa dipicu oleh lingkungan, diri sendiri maupun alam. Kisahnya seringkali menggugah emosi, dramatik, dan mampu menguras air mata penontonnya. 3. Epik sejarah Genre ini umumnya mengambil tema periode masa silam (sejarah) dengan latar sebuah kerajaan, peristiwa yang menjadi mitos, legenda atau kisah biblikal. 4. Fantasi
16
Film fantasi berhubungan dengan unsur magis, mitos, negeri dongeng, imajinasi, halusinasi serta alam mimpi. Film fantasi kadang juga berhubungan dengan aspek religi. 5. Fiksi Ilmiah Film fiksi ilmiah berhubungan dengan masa depan, perjalanan angkasa luar, percobaan ilmiah, penjelajahan waktu, invasi, atau kehancuran bumi. Fiksi ilmiah seringkali tepknologi dan kekuatan yang berada diluar jangkauan teknologi masa kini serta berhubungan dengan karakter non-manusia atau artifisial. 6. Horor Film horor memiliki tujuan utama memberikan efek rasa takut, kejutan serta teror yang mendalam bagi penontonnya. Plot film horor umumnya sederhana, yakni bagaimana usaha manusia untuk melawan kekuatan jahat dan biasanya berhubungan dengan dimensi supranatural atau sisi gelap manusia. 7. Komedi Film komedi adalah jenis film yang tujuan utamanya memancing tawa penontonnya. Film komedi biasanya berupa drama ringan yang melebihlebihkan aksi, situasi, bahasa hingga karakternya. Film komedi juga biasanya berakhir dengan kehidupan kisah dengan penyelesaian cerita yang memuaskan (happy ending). 8. Kriminal dan Gangster
17
Film kriminal dan gangster berhubungan dengan aksi-aksi kriminal seperti perampokan bank, pencurian, pemerasan, perjudian, pembunuhan, persaingan antar kelompok serta aksi kelompok bawah tanah yang bekerja di luar sistem hukum. Seringkali genre ini mengambil kisah kehidupan tokoh kriminal besar yang mendapat inspirasi dari kisah nyata.
9. Musikal Genre musikal adalah film yang mengkombinasi unsur musik, lagu, tari (dansa), serta gerak (koreografi). Lagu-lagu dan tarian biasanya mendominasi sepanjang film dan biasanya menyatu dengan cerita. 10. Petualangan Film petualangan berkisah tentang perjalanan, eksplorasi atau ekspedisi ke satu wilayah asing yang belum pernah tersentuh. Plot film umumnya seputar pencarian sesuatu yang bernilai seperti harta karun, artefak, kota yang hilang, mineral (emas dan berlian) dan sebagainya. 11. Perang Genre perang mengangkat tema kengerian serta teror yang ditimbulkan oleh aksi perang. Tidak seperti epik sejarah, perang umumnya menampilkan adegan pertempuran dengan kostum, peralatan, perlengkapan serta strategi yang relatif modern.
18
12. Western Western adalah sebuah genre orisinil milik Amerika. Genre ini memiliki beberapa ciri karakter tema serta fisik yang sangat spesifik. Setting seringkali menampilkan kota kecil, bar, padang gersang, sungai, rel kereta api, pohon kaktus, peternakan serta perkampungan suku Indian. Western memiliki karakter yang khas seperti koboi, Indian, Kvaleri, sheriff dan lain-lain. 2.3.3 Genre Induk Sekunder Genre induk sekunder adalah genre-genre besar dan populer yang merupakan pengembangan atau turunan dari genre induk primer. Genre induk sekunder memiliki ciri-ciri karakter yang lebih khusus dibandingkan dengan genre induk primer.Seperti halnya genre induk primer, beberapa genre induk sekunder masih populer hingga kini. Genre-genre seperti detektif, film noir, serta perjalanan, jauh lebih populer di era silam.Sementara genre-genre seperti thriller, bencana, superhero, serta spionase masih berjaya pada dua decade belakangan ini. Secara umum film bencana dibagi dalam dua jenis, yakni bencana alam dan bencana buatan manusia.11 1. Biografi
11
http://www.google.co.id/#hl=id&gs_nf=1&pq=jenisjenis%20genre%20film&cp=18&gs_id=3o&xhr=t&q=genre+induk+primer&pf=p&sclient=psyab&oq=genre+induk+primer&gs_l=&pbx=1&bav=on.2,or.r_gc.r_pw.r_qf.&fp=aaddfca387a73b8 2&biw=1366&bih=631
19
Biografi secara umum merupakan pengembangan dari genre drama dan epik
sejarah.Film
biografi
menceritakan
penggalan
kisah
nyata
atauberkisah hidup seorang tokoh berpengaruh di masa lalu maupun kini. Film biogarfi umumnya mengambil kisah berupa suka duka perjalanan hidup sang tokoh sebelum ia menjadi orang besar atau keterlibatan sang tokoh dalamsebuah peristiwa besar. 2. Detektif Genre detektif merupakan pengembangan dari genre kriminal dan gangster dan lebih populer pada era klasik daripada kini.Inti cerita umumnya berpusat pada sebuah kasus kriminal pelik yang belum terselesaikan.Sang tokoh biasanya seorang detektif atau polisi yang menelusuri kembali jejak kasus tersebut dengan merangkai semua bukti, mencari bukti baru, menginterogasi saksi, dan sebagainya. Alur ceritanya sulit diduga serta penuh dengan misteri.Pada akhir cerita tokoh utama biasanya menemukan bukti konkret yang memeberatkan seorang tersangka. Pelaku kejahatan biasanya adalah orang yang sama sekali tidak diduga sebelumnya dan pada klimaks cerita sering kali terjadi konfrontasi fisik dengan tokoh utama. 3. Film Noir Film noir [:noa] yang bermakna “gelap” atau “suram” merupakan turunan dari genre kriminal dan gangster yang mulai populer pada awal dekade 1940-an hingga akhir 1950-an. Film noir merupakan genre dengan pendekatan tema serta sinematik yang paling unik ketimbang genre-genre
20
lainnya. Tema selalu berhubungan dengan tindak kriminal seperti pembunuhan, pencurian, serta pemerasan.Alur ceritanya penuh misteri, sulit ditebak, serta kadang membingungkan.Film noir juga sering menggunakan penuturan kilas-balik serta narator. Tokoh-tokoh
utama
misteri,
sulit
ditebak,
serta
kadang
membingungkan.Film noir juga sering menggunakan penuturan kilas-balik serta detektif swasta, polisi, agen pemerintah, petugas asuransi, veteran perang,
atau
kriminal.Sementara
tokoh
utama
wanitanya
sering
diistilahkan femmefatale, yakni seorang wanita cantik berambut pirang yang memiliki karakter manipulatif, bermuka dua, misterius, dan berbahaya. 4. Melodrama Melodrama merupakan pengembangan dari genre drama yang juga sering diistilahkan opera sabun atau film “cengeng2 (menguras airmata). Karakter utama biasanya seorang wanita dan sering menggunakan tema seputar kegagalan cinta pernikahan yang retak, perceraian, tragedi atau musibah, trauma, serta masalah-masalah sosial lainnya. Tokoh utama lazimnya mendapat tekanan besar dari lingkungan sosialnya, pasangan, keluarga, anak, teman, tempat kerja, serta lainnya. Alur
ceritanya
biasanya
memperlihatkan
bagaimana
sang
tokoh
mengalami masa-masa sulit dalam hidupnya namun mampu menjalaninya dengan tegar, berani, penuh keteguhan hati, serta pengorbanan. Sasaran film melodrama umumnya ditujukan untuk penonton wanita dan keluarga.
21
Film-film melodrama umumnya ditujukan untuk penonton wanita dan keluarga. 5. Olahraga Film olahraga mengambil kisah seputar aktifitas olahraga, baik atlet, pelatih, agen maupun ajang kompetisinya sendiri. Film olahraga biasanaya diadaptasi dari kisah nyata baik biografi maupun sebuah peristiwa olahraga besar. Jenis-jenis olahraga yang paling sering diadaptasi adalah basket, tinju, American football, baseball, hoki es, sepakbola, balapan mobil, golf, surfing, serta balap kuda. Cerita filmnya sering kali mengambil kisah seorang atlit pemula atau mantan atlit yang kembali berlaga. Film olahraga biasanya penuh dengan momen emosional yang menggambarkan perjuangan, tekad, dan semangat sang atlit untuk meraih kejayaannya. Film olahraga sering bersinggungan dengan genre drama, aksi, komedi, fiksi ilmiah, serta fantasi. Sasaran film olahraga biasanya ditujukan untuk penonton keluarga, anak-anak, dan remaja. 5. Perjalanan Seperti halnya western, genre perjalanan atau sering diistilahkan road films merupakan genre khas milik Amerika yang sangat populer di era klasik. Film perjalanan sering bersinggungan dengan genre aksi, drama, serta petualangan. Genre ini biasanya mengisahkan perjalanan darat (umumnya
22
menggunakan mobil) jarak jauh dari satu tempatke tempat lain dengan atau tanpa tujuan tertentu. Perjalanan sering kali menjadi tempat pelarian, pencarian, perenungan kehidupan, cinta, kebebasan, spiritual, serta eksistensi diri. Sepanjang perjalanan para tokohnya biasanya juga mengalami berbagi peristiwa secara episodik yang nantinya tanpa disadari mendewasakan diri mereka.
6. Roman Roman seperti halnya melodrama merupakan pengembangan dari genre drama. Film roman lebih memusatkan cerita pada masalah cinta, baik kisah percintaannya sendirir maupun pencarian cinta sebagai tujuan utamanya. Tema film roman umumnya adalah pasangan yang mencintai satu sama lain namun menghadapi banyak ujian serta masalah dari dalam maupun luar yang menghalangi hubungan mereka atau bisa pula bagaimana usaha seseorang untuk mendapatkan pasangan impiannya. Kisah film umumnya berakhir dengan bahagia untuk “selama-lamanya”, (happy ending) sepasang kekasih akhirnya mampu melewati semua cobaan, atau tokoh utama akhirnya mendapatkan pasangan impiannya. Namun tak jarang pula mereka gagal atau berakhir tragis. Film roman juga sering kali berkombinasi dengan genre komedi dan musikal. Film jenis ini biasanya ditujukan untuk kalangan penonton wanita remaja dan dewasa.
23
7. Spionase Spionase atau agen rahasia adalah satu genre populer kombinasi antara genre aksi, petualangan, thriller, serta politik, dengan karakter utama seorang mata-mata atau agen rahasia. Film spionase sering kali belatar cerita periode perang dingin atau intrik international antara negara. Tema biasanya berurusan dengan senjata pemusuhan masal, seperti nuklir, senjata biologis, teknologi, atau informasi penting yang dapat menggangu keamanan nasional negara atau dunia. Film-film spionase umumnya mengambil lokasi cerita di berbagai wilayah dan kota di seluruh dunia. Tokoh utama biasanya adalah seorang laki-laki dewasa berpenampilan menarik, cerdas, cekatan, menguasai dan mahir dalam menggunakan berbagai jenis senjata serta moda transportasi, menguasai banyak bahasa, serta mahir perkelahian tangan kosong. Film-film spionase selalu berisi adegan aksi-aksi seru dan menegangkan berpacu dengan waktu. 8. Supranatural Film-film supernatural berhubungan dengan makhluk-makhluk gaib seperti hantu, roh halus, keajaiban, serta kekuatan mental seperti membaca pikiran, masa depan, masa lalu, telekinesis, dan lainnya. Film-film supernatural sangat mudah bersinggungan dengan genre seperti horor, fantasi, drama dan fiksi ilmiah. 9. Thriller
24
Film thriller memiliki tujuan utama memberi rasa ketegangan, penasaran, ketidakpastian, serta ketakutan pada penontonnya. Alur cerita film thriller sering kali nonstop, penuh misteri, kejutan, serta mampu mempertahankan intensitas ketegangan hingga klimaks filmnya. Film thriller biasanya mengisahkan tentang orang biasa yangterjebak dalam situasi luar biasa, seperti seseorang yang terlibat perkara kriminal yang tidak ia lakukan, pelarian, psikopat, teroris, politikus, wartawan, agen pemerintah, polisi, detektif, dan lainnya. Film thriller lazimnya bersinggungan dengan beragam genre seperti drama, aksi, kriminal, politik, dan lainnya. 10. Superhero Superhero adalah sebuah genre fenomenal yang merupakan perpaduan antara genre fiksi ilmiah, aksi, serta fantasi. Film superhero adalah kisah klasik perseteruan antara sisi baik dan sisi jahat, yakni kisah kepahlawanan sang tokoh super yang membasmi kekuatan jahat. 11. Bencana Film-film bencana (disaster) berhubungan dengan tragedi atau musibah baik dalam skala besar maupun kecil yang mengancam jiwa banyak manusia. Film bencana dibagi menjadi dua jenis yaitu bencana alam dan bencana buatan manusia. Bencana alam adalah aksi bencana yang melibatkan ker,kuatan alam yang merusak dalam skala besar seperti angin topan, tornado, gunung berapi, banjir, gempa bumi, meteor, efek pemanasan global serta serangan hewan atau binatang seperti virus, lebah,
25
ular,burung, kelelawar, ikan hiu dan sebagainya. Sedangkan bencana buatan manusia umumnya berhubungan dengan tindakan kriminal atau faktor ketidaksengajaan manusia seperti aksi terorisme, kecelakaan pesawat terbang, kebocoran reaktor nuklir dan sebagainya.
2.4 Sejarah Barbie Kelahiran Boneka Barbie diawali dari keprihatinan Ruth Handler saat melihat anak perempuannya Barbara yang bermain dengan boneka kertas dan memperlakukan boneka itu layaknya seorang manusia dewasa. Pada masa itu (tahun 1950-an), mainan-mainan yang diproduksi di Amerika adalah mainan untuk bayi. Dan melihat interaksi anaknya dengan boneka kertas itu, Ruth yang kala itu sudah mendirikan perusahaan mainan Mattel menangkap peluang untuk membuat mainan bagi anak-anak di atas lima tahun. Waktu itu, Elliot Handler suaminya yang juga salah satu pendiri Mattel tidak terlalu antusias menanggapi ide istrinya itu.
26
Gambar 2.1 Bild Lilli Ide itu kemudian menjadi obsesi Ruth saat bersama keluarganya berlibur ke Jerman tahun 1956. Di sebuah toko mainan, dia menemukan boneka mainan bernama Bild Lilli.Boneka yang dibuat berdasarkan gambar kartun kreasi Reinhard Beuthin itu cukup populer di Jerman. Melihat animo anak-anak pada boneka itu, akhirnya membuka mata Elliot dan Ruth untuk membuat boneka sejenis yang diproduksi di negara mereka, Amerika Serikat. Bersama Jack Ryan designer Mattel Ruth dan Elliot mendesain ulang boneka Bild Lilli menjadi boneka cantik bernama Barbie. Boneka tersebut pertama kali ditampilkan di American International Toy Fair di New York pada tanggal 9 Maret 1959. Tanggal tersebut secara resmi dinyatakan sebagai tanggal ulang tahun Barbie. Setelah Barbie sukses dirilis di pasar Amerika, pada tahun 1964 Mattel membeli hak cipta Bild Lilli.Pada tahun itu pula, produksi boneka Bild Lilli dihentikan dan seluruh sahamnya dibeli oleh Mattel.
27
2.4.1 Riwayat Hidup Barbie
Gambar 2.2 Barbie dan Ken Barbie merupakan mainan pertama di dunia yang latar belakang dibuat secara khusus dan dipublikasikan oleh media.Pada tahun 1960, penerbitan Random House membuat serangkaian novel yang menceritakan tentang riwayat hidup boneka ini. Dikisahkan bahwa nama lengkap Barbie adalah Barbara Millicent Roberts, terlahir dari pasangan suami-istri George dan Margaret Roberts yang tingggal di kota Willows, Wisconsin. Sebagai gadis cantik, Barbie disukai banyak pria di kotanya. Namun dari sekian banyak pria, satu-satunya pria yang berhasil merebut hatinya adalah Ken, nama lengkapnya Ken Carson. Kisah cinta mereka dimulai tahun 1961. Hubungan Barbie dan Ken tidak berjalan mulus dan sering mengalami putus-sambung. Hubungan mereka berakhir tahun 2004, ketika Mattel menyatakan secara resmi bahwa Barbie dan Ken memutuskan untuk berpisah. Namun bulan Februari 2006, Mattel menyatakan kisah asmara Barbie dan Ken terjalin kembali. Barbie memiliki 6 bersaudara, yaitu :
28
1. Skipper Roberts (biasa dipanggil Skipper, diperkenalkan oleh Mattel pada tahun 1964), merupakan adik perempuan Barbie. 2. Sepasang saudara kembar : Todd dan Tutti (kedua karakter ini diperkenalkan tahun 1960. Pada tahun 1990, Tutti berganti nama menjadi Stacie). 3. Kelly
Robertson
(disebut
juga
Kelly
atau
Shelly.Karakter
ini
diperkenalkan pada tahun 1995), merupakan adik bungsu Barbie. Kelly biasanya tampil dalam wujud anak berusia 4 tahun. 4. Krissy Roberts (diperkenalkan Mattel pada tahun 1999) juga adalah salah satu adik Barbie yang kurang populer. Karakter Krissy ditarik dari peredaran pada tahun 2001. 5. Chelsea (diperkenalkan Mattel pada tahun 2011), adalah adik Barbie yang muncul di pertengahan tahun 2011. Nama Barbie terinspirasi dari nama anak perempuan Ruth dan Elliot Handler : Barbara. Sementara nama Ken yang menjadi kekasih Barbie adalah nama anak laki-laki mereka : Kenneth. Jika dikonversi menjadi seukuran manusia, maka postur Barbie adalah : Berat : 49 kg Tinggi : 161 cm Ukuran vital : 29 – 46 – 84 cm Boneka Barbie pertama yang dirilis pada tahun 1959 mengenakan pakaian renang berstrip zebra hitam-putih dengan rambut kuncir ekor kuda (yang kelak menjadi ciri khas semua boneka Barbie). Dalam pemunculan perdananya itu,
29
Barbie muncul dalam 2 versi : Barbie berambut pirang (blonde) dan berambut coklat (brunette).
Gambar 2.3 The First Barbie Berdasarkan survei yang dilakukan oleh Mattel sejak tahun 1959 hingga 2010 sedikitnya ada 100,000 orang kolektor Barbie fanatik di dunia ini. Sembilan puluh persen diantaranya adalah wanita rata-rata berusia 40 tahun yang rata-rata membeli dua puluh boneka Barbie setiap tahunnya.Sekitar 40% dari mereka menghabiskan sedikitnya US$ 1000 / tahun hanya untuk membeli pernak-pernik boneka Barbie (mulai dari pakaian, asesoris, dan lain-lain). Barbie adalah mainan ketiga yang dipromosikan lewat televisi.Mainan pertama yang dipromosi dan diiklankan di media tersebut adalah Mr Potato Head.Mainan ini pertama kali ditayangkan di televisi pada tanggal 1 Mei 1952 dan dijual seharga US$ 0.98. Sedangkan mainan kedua, adalah Mrs. Potato yang iklannya ditayangkan di televisi pada tahun 1953. Barbie adalah mainan pertama yang dijual secara internasional ke 150 negara.Mattel mengklaim sedikitnya 3 boneka Barbie terjual setiap detik.
30
Barbie adalah mainan pertama yang memperkenalkan “Modeling Skala 1/6″ (1:6 Scale Modeling), yang kelak menjadi standar ukuran mainan modelling dan action figure. “Modeling Skala 1/6″ disebut juga Playscale Miniaturism. Barbie pun adalah boneka serta mainan pertama yang dijual di pelelangan Christie, London.Pada tanggal 26 September 2006, Boneka Barbie in Midnight Red (produksi tahun 1965) terjual dengan harga tertinggi US$ 17,000 (9,000 poundsterling).
Gambar 2.4 Barbie, Ken, dan Toy Story Barbie adalah mainan dan boneka pertama yang menjadi aktris virtual. Sejak tahun 1987 hingga hari ini, Barbie telah “berperan” dalam 23 film dan menjadi figuran dalam 2 film. Film pertama Barbie adalah Barbie and the Rockers Out of this World (dirilis tahun 1987, dibuat oleh DIC Entertainment dan Saban Productions). Sementara film teranyar Barbie berjudul Barbie Princess Charm School akan dirilis pertengahan tahun 2011 ini. Barbie pun turut berperan sebagai
31
figuran dalam film Toy Story 2 dan Toy Story 3.Di film itu, Barbie berperan sebagai dirinya sendiri. Boneka Barbie menjadi Ikon Budaya dunia dan merupakan mainan pertama yang mendapatkan gelar kehormatan tersebut. Sebagai penghargaan, pada tahun 1974, Pemerintah New York mengubah nama Times Square menjadi Barbie Boulevard & menggunakan nama tersebut selama 1 minggu.Barbie pun mengalami sejumlah rentetan kontroversi :
Gambar 2.5 Lingerie Barbie Sejak dirilis hingga hari ini, boneka Barbie tidak henti-hentinya menuai kontroversi, kecaman dan cemoohan. Berikut ini adalah catatan lengkap kontroversi yang terjadi seputar boneka Barbie, sejak saat perilisannya hingga hari ini. Pada Tahun 1960, Barbie mendapat kecaman dan dikritik karena wujudnya yang menampilkan “bentuk tubuh impian kaum wanita”, sehingga mendorong para wanita masa itu untuk membentuk tubuh mereka seperti Barbie. Akibatnya, penderita Anorexia di masa itu meningkat tajam.Dari sinilah muncul ungkapan
32
“Barbie Syndrome”, yaitu ungkapan terhadap kondisi para wanita yang ingin memiliki tubuh “sesempurna” Barbie. Tahun 1985, Mattel merilis produk Barbie bernama “Heart Family Midge”,yaitu boneka yang perutnya bisa dibuka.Di dalam perut Barbie itu, kita dapat melihat fetus (bayi yang siap lahir) dalam bentuk sempurna. Tujuan perilisan boneka itu adalah untuk menjelaskan proses melahirkan bayi dan merupakan alat edukasi bagi anak-anak. Walau demikian, produk yang dibuat dalam bentuk yang cukup “mengerikan” ini, membuat orang tua anak-anak gerah dan protes pada Mattel.Tidak lama setelah itu, produk ini akhirnya ditarik dari peredarannya. Tahun 1992, Mattel merilis koleksi Barbie Remaja bernama Teen Talk Barbie, di mana masing-masing boneka dapat berbicara beberapa kalimat (dan masing-masing boneka mengucapkan kalimat yang berbeda-beda). Dari sekian banyak boneka yang dirilis, Barbie yang mengucapkan “Math Class is tough!” mendapat kecaman dari American Association of University Women, karena dianggap mendorong kaum wanita muda untuk memusuhi pelajaran Matematika. Pada bulan Oktober 1992, Mattel secara resmi menarik semua boneka Barbie yang mengucapkan kalimat tersebut.
33
Gambar 2.6 Oreo Fun Barbie Tahun 1993, boneka Barbie menjadi subjek parodi yang cukup menggemparkan dan mengejutkan para orang tua adalah grup bernama Barbie Liberation Organization (BLO) sebuah grup yang terdiri dari remaja iseng yang memasukkan “voice box” boneka GI Joe ke dalam boneka Barbie, kemudian secara diam-diam memasukkan boneka itu ke rak-rak pajangan di berbagai toko mainan yang menjual Barbie. Dan ketika ada anak yang membeli mainan Barbie itu, dan secara tidak sengaja menekan “voice box”, akan muncul ucapan dari boneka itu, seperti “Eat lead, “Cobra” atau “Vengeance is mine!”. Aksi ini sempat meresahkan para orang tua dan penjualan Barbie sempat merosot kala itu.Namun tindakan ini dengan cepat tertangani. Tahun 1997, Mattel bekerja sama dengan Nabisco meluncurkan Barbie dan Oreo Cookies yang mereka namai “Oreo Fun Barbie”. Untuk penjualannya, Mattel mengeluarkan Barbie dengan versi berkulit putih dan berkulit hitam.Saat boneka berkulit hitam dirilis, kecaman dan protes muncul dari komunitas Afro
34
America. Mereka menganggap boneka itu menghina kaum Afro-Amerika karena memunculkan makna “hitam di luar, putih di dalam”.Untuk menghindari isu rasial tersebut, Mattel akhirnya memutuskan untuk menarik Barbie berkulit hitam dari pasar. Pada tahun 1997 pula, grop musik Aqua merilis lagu berjudul Barbie Girl. Lagu ini mendapat kritikan karena memuat lirik “You can Brush My Hair Undress me anywhere”. Lirik ini dinilai sangat vulgar dan sangat tidak pantas menggambarkan boneka Barbie yang merupakan mainan anak-anak.Pada tanggal 11 September 1997, Mattel melaporkan lagu ini dan membawanya ke pengadilan. Namun pada bulan Juli 2002, pengadilan memenangkan grup Aqua dan MCA Records sebagai produser Aqua karena lagu mereka tersebut tergolong lagu parodi, dan dilindungi oleh Amendemen Pertama Konstitusi Amerika Serikat.
Gambar 2.7 Black Canary Barbie Awal tahun 2000, para orang tua dikejutkan dengan munculnya koleksi Lingerie Barbie yang menampilkan sosok Barbie yang mengenakan pakaian dalam yang super seksi. Polemik dan kontroversi merebak saat itu. Menanggapi keluhan orang tua kala itu, Mattel menjelaskan bahwa Lingerie Barbie adalah
35
koleksi Barbie yang ditujukan untuk kalangan dewasa dan memang tidak dijual untuk anak-anak. Pada bulan September 2003, Saudi Arabia melarang penjualan boneka Barbie ke negara mereka karena mereka menilai boneka tersebut tidak sejalan dengan ajaran agama di negara mereka.Di negara Arab sendiri saat itu beredar boneka Fulla yang bentuknya menyerupai Barbie, namun dengan dandanan dan pakaian yang lebih bisa diterima negara tersebut. Sementara itu, di Iran juga terdapat boneka Sara dan Dara yang juga memiliki kesamaan fisik dan penampilan dengan Barbie dengan pakaian yang jauh lebih “sopan”. Pada Bulan Juli 2008, Mattel merilis koleksi Black Canary Barbie, yang langsung disambut dengan protes dari kalangan Keluarga Kristen.Barbie tersebut mengenakan pakaian hitam, dengan stocking jala, sepatu boot hitam (yang identik dengan sepatu wanita PSK) serta jaket hitam tebal, mewakiliki subkultur Seks S&M (Sado & Masochism).Black Canary sendiri adalah karakter dari DC Comic yang juga salah satu anggota Justice League.Walau mengalami protes yang cukup hebat, koleksi ini tidak pernah ditarik dari peredaran.
Gambar 2.8 Barbie Anniversary 50 th
36
Dalam rangka memperingati ulang tahun Barbie yang ke-50, pada tahun 2009, Mattel merilis serangkaian seri Barbie berstiker tato di lengannya. Tato tersebut dapat dilepas dan ditempelkan di tempat lain. Perilisan seri Barbie ini memunculkan polemik dan perdebatan yang sengit, terutama di kalangan orang tua, pemuka agama, hingga pejabat pemerintah Amerika Serikat. Banyak kalangan menilai Barbie bertato akan memberikan ide bagi para remaja puteri untuk memiliki tato di tubuhnya. Sejauh ini, tato masih dinilai sebagian keluarga Amerika sebagai simbol perlawanan dan pemberontakan.Sepuluh tahun silam, tahun 1999, Mattel pun pernah merilis boneka Barbie dengan tato permanen bergambar kupu-kupu di perutnya, dan mendapatkan respon serupa.Waktu itu, Mattel setuju untuk menarik boneka tersebut dari pasar.Namun kali ini, Mattel menolak menarik Barbie bertato itu, karena boneka Barbie bertato temporer memiliki nilai edukasi dan mengajarkan anak-anak untuk berkreasi dan kreatif. Maret 2010, Wal-Mart membuat keputusan yang sangat mengejutkan saat menurunkan harga jual boneka Ballerina Barbie berkulit hitam dari US$ 5.93 menjadi US$ 2. Sedangkan boneka sejenis namun berkulit putih dijual dengan harga tetap.Wal-Mart beralasan, bahwa Barbie berkulit hitam sangat sulit dijual dan mereka tidak mungkin menyimpan boneka itu terlalu lama di gudang.Walau demikian, strategi marketing Wal-Mart tersebut dinilai sangat berpotensi menimbulkan isu rasis, sehingga dikecam oleh Harlem Activist. Tidak ada berita lanjutan, apakah Wal-Mart tetap bersikukuh menjual Barbie itu dengan harga diskon atau mengembalikan harga jual ke angka semula.
37
Gambar 2.9 Barbie Back To Basics Bulan Mei 2010, Mattel merilis koleksi boneka Barbie yang terdiri dari 12 figur yang disebut sebagai “Barbie Back to Basics”. Kesemua figur mengenakan pakaian berwarna hitam, dengan dandanan yang terbilang cukup ekstrim.Pasca perilisan boneka itu, beragam kontroversi dan cercaan muncul, terutama menyangkut pakaian yang dikenakan semua figur yang menggunakan rok mini dengan dandanan yang sangat “bitchie”. Selain itu, payudara beberapa figur Barbie tersebut dibuat dengan bentuk bulat sempurna dan nyaris menyembul keluar dari pakaian mereka. Karena itulah, koleksi Barbie yang dijual dengan harga US$ 19.99 / set ini dikenal pula dengan sebutan “Busty Barbie”. Bulan Juli 2010, Mattel merilis boneka Barbie yang disebut “Barbie Video Girl” di mana di dada boneka tersebut terdapat kamera kecil yang dapat merekam film selama 30 menit.Gambar tersebut bisa diunduh ke komputer menggunakan kabel USB. Pada tanggal 30 November 2010, FBI mengeluarkan peringatan pada orang tua akan adanya kemungkinan penggunaan boneka itu untuk pornografi anak-anak. Walau pun hingga hari ini belum ada laporan mengenai penyalahgunaan
boneka
tersebut,
menghebohkan para orang tua.
namun
munculnya
boneka
ini
telah
38
2.4.2 Feminisme Rosemarie Putnam Tong (dalam Arivia, 2003 : 84) mengemukakan tiga gelombang feminisme. Menurut Tong, gelombang pertama dimulai pada sekitar tahun 1800-an, dan merupakan dasar bagi gerakan-gerakan perempuan berikutnya. Pada fase ini, para perempuan sibuk sebagai aktifis gerakan perempuan. Gelombang kedua berkembang di tahun 1960-an, yang ditandai dengan pencarian representasi citra perempuan dan kedudukan perempuan oleh kaum feminis. Pada masa inilah teori mengenai kesetaraan perempuan mulai tumbuh. Gelombang ketiga ditengarai dengan pengkolaborasian teori mengenai kesetaraan perempuan dengan pemikiran kontemporer, yang kemudian melairkan teori feminis yang beraneka ragam. Menurut Gerda Lerner (1986: 236), terdapat beberapa definisi mengenai istilah feminisme. Diantaranya, (a) feminisme adalah sebuah doktrin yang menyokong hak-hak sosial dan politik yang setara bagi perempuan; (b) menyusun suatu deklarasi perempuan sebagai sebuah kelompok dan sejumlah teori yang telah diciptakan oleh perempuan; (c) kepercayaan pada perlunya perubahan sosial yang luas yang berfungsi untuk meningkatkan daya perempuan. Lebih lanjut Lerner (1986: 235-237) mengemukakan bahwa feminisme dapat mencakup baik gerakan hak-hak perempuan maupun emansipasi perempuan. Ia mendefinisikan kedua posisi tersebut sebagai gerakan hak-hak perempuan berarti sebuah gerakan yang peduli dengan pemenangan bagi kesetaraan perempuan dengan laki-laki dalam semua aspek masyarakat dan memberi mereka
39
akses pada semua hak-hak dan kesempatan-kesempatan yang dinikmati laki-laki dalam institusi-institusi dari masyarakat tersebut. Oleh karena itu, gerakan hakhak perempuan serupa dengan gerakan hak-hak sipil dalam menginginkan partisipasi setara bagi perempuan dalam status quo, pada dasarnya tujuan seorang reformis. Gerakan hak-hak perempuan dan hak pilih bagi perempuan adalah contohnya. Sehingga dengan demikian, istilah emansipasi perempuan berarti bebas dari pembatasan yang menindas yang dikenakan oleh seks, penentuan diri dan otonomi. Bebas dari pembatasan yang menindas yang dikenakan oleh seks berarti bebas dari pembatasan biologis dan kemasyarakatan. Penentuan diri berarti seseorang bebas untuk memutuskan nasibnya sendiri, bebas untuk mendefinisikan peran sosial seseorang, memiliki kebebasan untuk membuat keputusan berkenaan dengan tubuh seseorang. Otonomi berarti seseorang mendapatkan statusnya sendiri, tidak dilahirkan ke dalamnya atau menikahinya, sehingga berarti juga kemandirian finansial, bebas untuk memilih gaya hidup, yang semuanya secara tidak langsung berarti sebuah transformasi radikal dari lembaga-lembaga, nilainilai dan teori-toeri yang ada. Seiring perjalanan waktu, timbul berbagai macam aliran feminisme (dalam Nope, 2005: 68 – 101), sebagai berikut: 1) Feminisme Liberal Alison Jaggar dalam tulisannya yang berjudul On Sexual Equality (dalam Arivia, 2003: 93-109) menyatakan bahwa kaum liberalis mendefinisikan rasionalitas ke dalam berbagai aspek termasuk moralitas dan kearifan. Apabila
40
penalaran diterjemahkan sebagai sebuah kemampuan untuk memilih cara yang terbaik untuk mencapai tujuan yang diinginkan, maka pemenuhan diri hadir. Dengan demikian, sebagai konsekuensinya, liberalisme menekankan bahwa setiap individu dapat mempraktekkan otonominya. Kaum liberalis dapat dibedakan menjadi dua tipe, yaitu liberalis klasik dan liberalis egaliterian. Liberalis klasik mengharapkan perlindungan negara dalam hal kebebasan sipil, seperti hak kepemilikan, hak untuk memilih, hak untuk mengemukakan pendapat, hak untuk memeluk suatu agama, dan hak untuk berorganisasi. Sedangkan mengenai isu pasar bebas, liberalis klasik menghendaki agar setiap individu diberi kesempatan yang sama untuk mencari keuntungan. Di pihak lain, kaum liberalis egaliterian mengusulkan bahwa idealnya negara seharusnya hanya berfokus pada keadilan ekonomi dan bukan pada kebebasan sipil. Menurut paham ini, setiap individu memasuki pasar dengan terlebih dahulu memiliki modal, misalnya materi ataupun koneksi, talenta dan juga keberuntungan. Feminisme liberal melandaskan idealisme fundamentalnya pada pemikiran bahwa manusia bersifat otonomi dan diarahkan oleh penalaran yang menjadikan manusia mengerti akan prinsip-prinsip moralitas dan kebebasan individu. Feminisme liberal mengangkat isu-isu yang berkaitan dengan akses pada pendidikan, kebijakan yang bias gender, hak-hak politis dan sipil (2005: 88-152). Rochelle Gatlin (1987:121) menerangkan korelasi antara feminisme liberal dan perubahannya menjadi feminisme radikal. Ia mendefinisikan feminis liberal adalah kaum liberal yang potensial. Akan tetapi banyak liberalis yang tidak menyadari hal ini dan menyangkal bahwa liberalisme yang mereka dukung adalah
41
sebuah ideologi politis seperti lainnya. Mereka sering tidak sadar bahwa nilai-nilai liberal dari hak-hak individual dan kesetaraan kesempatan sesungguhnya berkontradiksi dengan pengakuan feminis mereka bahwa perempuan adalah sebuah kelas seks yang kondisi umumnya ditentukan secara sosial dan bukan secara individual. 2) Feminisme Radikal Menurut Arivia (2005: 100-102), inti gerakan feminis radikal adalah isu mengenai penindasan perempuan. Mereka mencurigai bahwa penindasan tersebut disebabkan oleh adanya pemisahan antara lingkup privat dan lingkup publik, yang berarti bahwa lingkup privat dinilai lebih rendah daripada lingkup publik, dimana kondisi ini memungkinkan tumbuh suburnya patriarki. Dalam konsep feminisme radikal, tubuh dan seksualitas memegang esensi yang sangat penting. Hal ini terkait dengan pemahaman bahwa penindasan diawali melalui dominasi atas seksualitas perempuan dalam lingkup privat. Kaum feminis radikal meneriakkan slogan bahwa “yang pribadi adalah politis”, yang berarti penindasan dalam lingkup privat adalah merupakan penindasan dalam lingkup publik. Feminis radikal memberikan prioritas pada upaya untuk memenangkan isu-isu tentang kesehatan, misalnya perdebatan mengenai aborsi dan penggunaan alat kontrasepsi yang aman. Mereka ingin menyadarkan perempuan bahwa “perempuan adalah pemilik atas tubuh mereka sendiri”, mereka memiliki hak untuk memutuskan segala sesuatu yang berkaitan dengan tubuh mereka, termasuk dalam hal kesehatan dan reproduksi. Para feminis radikal juga memberi perhatian
42
khusus pada isu tentang kekerasan laki-laki terhadap perempuan. Dominasi lakilaki dalam sistem patriarki membuat kekerasan yang menimpa perempuan, seperti pemerkosaan, kekerasan dalam rumah tangga, pornografi, pelecehan seksual, menjadi tampak alami dan “layak”. Sejalan dengan pemahaman ini, tercipta pula dikotomi mengenai good girls dan bad girls. Apabila seorang perempuan berperilaku baik, terhormat, dan patuh, maka ia tidak akan dicelakai (2005 : 103). Mengingat bahwa dalam sistem patriarkhi laki-lakilah yang memegang kendali kekuasaan dan dominasi, maka adalah juga laki-laki yang berhak memberikan definisi mengenai perilaku yang “dapat diterima” dan “pantas”, atau dengan kata lain, seorang perempuan harus bertindak tanduk dalam suatu pola perilaku untuk memenuhi cita rasa laki-laki dan untuk menyenangkan mereka agar memperoleh posisi yang aman dan nyaman. Dalam hubungan laki-laki dan perempuan yang demikian, terdapat
suatu pola superordinat-subordinat,
pengampu-diampu, suatu target yang sangat ingin dihapuskan oleh feminis radikal. Selanjutnya, terdapat perpecahan dalam feminis radikal, yaitu radikal libertarian dan radikal kultural. Feminisme radikal libertarian memberikan perhatian lebih pada konsep isu-isu feminin, pada hak-hak reproduksi dan peran seksual. Menurut kelompok ini, solusi atas masalah ini adalah dengan mengembangkan ide androgini, yaitu sebuah model yang mempromosikan pembentukan manusia seutuhnya dengan karateristik maskulin-feminin (2005: 108). Di lain pihak, feminis radikal kultural bersikeras pada proposisi yang menyatakan bahwa perempuan seharusnya tidak seperti laki-laki, dan tidak perlu
43
bagi perempuan untuk berperilaku seperti laki-laki. Kaum feminis radikal kultural mencegah penerapan nilai-nilai maskulin yang secara kultural dikenakan pada pria, misalnya kebebasan, otonomi, intelektual, kehendak, kirarki, dominasi, budaya, transendensi, perang dan kematian. Perbedaan antara feminisme radikal libertarian dengan feminisme radikal kultural mengungkapkan adanya perbedaan sudut pandang yang tajam antara keduanya mengenai reproduksi. Di mana pertentangannya memperdebatkan apakah reproduksi merupakan sumber “penindasan perempuan atau “kekuatan perempuan” (2005: 109). Meskipun demikian, terdapat satu hal yang mengikat ide radikal feminisme, yaitu pada pemahaman dasar bahwa sistem gender adalah basis dari penindasan perempuan. Feminis mengangkat isu-isu tentang seksisme, patriarkhi, hak-hak reproduksi, kekuatan hubungan laki-laki dan perempuan, dikotomi antara ranah privat dan ranah publik. Arivia (2005: 152) menyatakan bahwa terdapat berbagai kritik terhadap feminisme radikal bahwa ide telah terperangkap pada anggapan bahwa pada dasarnya perempuan lebih baik daripada laki-laki, dan bahwa ideologi juga tereduksi menjadi dikotomi antara laki-laki dan perempuan. 3) Feminisme Marxis dan Sosialis Meskipun terdapat sejumlah persamaan antara feminisme Marxis dan sosialis, akan tetapi antara keduanya terdapat perbedaan yang tegas. Feminis sosialis menekankan bahwa penindasan gender disamping penindasan kelas adalah merupakan sumber penindasan perempuan. Sebaliknya, feminis Marxis
44
berargumentasi bahwa sistem kelas bertanggungjawab terhadap diskriminasi fungsi dan status. Feminis Marxis percaya bahwa perempuan borjuis tidak mengalami penindasan seperti yang dialami perempuan proletar. Penindasan perempuan juga terlihat melalui produk-produk politik, struktur sosiologis dan ekonomis yang secara erat bergandengan tangan dengan sistem kapitalisme. Sperti halnya Marxisme, feminis Marxis memperdebatkan bahwa eksistensi sosial menentukan kesadaran diri. Perempuan tidak dapat mengembangkan dirinya apabila secara sosial dan ekonomi tergantung pada laki-laki. Untuk mengerti tentang penindasan perempuan, relasi antara status kerja perempuan dan citra diri mereka dianalisa. Feminis Marxis ataupun sosialis mencuatkan isu pada kesenjangan ekonomi, hak milik properti, kehidupan keluarga dan domestik di bawah sistem kapitalisme dan kampanye tentang pemberian upah bagi pekerjaan-pekerjaan domestik. Gerakan ini dikritik karena hanya melihat relasi kekeluargaan yang semata-mata eksploitasi kapitalisme, dimana perempuan memberikan tenaganya secara gratis. Feminis Marxis dan sosialis mengabaikan unsur-unsur cinta, rasa aman dan rasa nyaman, yang padahal juga berperan penting dalam pembentukan sebuah keluarga. Ideologi ini hanya menekankan fokus pada eksploitasi dalam kapitalisme dan ekonomi. Bukan memberi perhatian lebih pada masalah gender, justru berkonsentrasi pada analisis kelas (2005: 152). Menurut Rosemary Hennesy dan Chrys Ingraham (1997: 4), feminisme Marxis dan sosialis melihat budaya sebagai suatu arena produksi sosial, arena
45
dimana feminis berjuang daripada melihat budaya sebagai suatu kehidupan sosial secara keseluruhan. 4) Feminisme Eksistensialisme Simone de Beauvoir (dalam Arivia, 2003: 122-123) menyatakan bahwa dalam feminisme eksistensialisme penindasan perempuan diawali dengan beban reproduksi yang herus ditanggung oleh tubuh perempuan. Di mana terdapat berbagai perbedaan antara perempuan dan laki-laki, sehingga perempuan dituntut untuk menjadi dirinya sendiri dan kemudian menjadi “yang lain” karena ia adalah makhluk yang seharusnya di bawah perlindungan laki-laki, bagian dari laki-laki karena diciptakan dari laki-laki. Dengan demikian, perempuan didefinisikan dari sudut pandang laki-laki, sehingga laki-laki adalah subjek dan perempuan adalah objeknya atau “yang lain”. Teori terdahulunya adalah teori Jean Paul Sartre yang menyatakan bahwa ada tiga jenis eksistensi atau keberadaan, yaitu etre ens soi (ada pada dirinya), etre pour soi (ada bagi dirinya) dan etre pour les autres (ada untuk orang lain). Konflik menurut teori ini adalah inti dari hubungan antar subjek, sehingga hubungan antara individu juga berdasarkan pada konflik (2003: 71-76). Argumentasi ini sejalan dengan ide Shulamith Firestone dalam bukunya yang berjudul The Dialectic of Sex: The Case for Feminist Revolution (dalam Arivia, 2003: 67-68), di mana ia mengklaim bahwa beban reproduksi dan tanggung jawab untuk merawat anak membawa perempuan dalam posisi tawar yang rendah terhadap laki-laki. 5) Feminisme Psikoanalitis
46
Feminisme psikoanalitis mendasarkan teorinya pada pemahaman bahwa alasan dasar bagi penindasan perempuan terletak pada kejiwaan perempuan. Phyllis Chesler dalam tulisannya yang berjudul Women and Madness (1972) menyatakan bahwa sakit kejiwaan perempuan kemungkinan adalah hasil dari pengkotak-kotakkan peran gender atau dampak dari masyarakat yang terkondisi berdasarkan jenis kelamin, maka sebagai konsekuensinya seorang perempuan akan dicap tidak waras apabila ia tidak berperilaku sesuai dengan label yang diberikan masyarakat kepadanya. Kondisi depresif yang diderita perempuan mengarahkan pada kekurangwarasan dan sakit jiwa ini kemudian dibakukan dalam bentuk depresi, upaya bunuh diri, neurotis kecemasan, paranoia, lesbianisme, dan sebagainya. Dalam situasi ketika perempuan berlawanan dengan standar yang berlaku, maka ia akan dilihat sebagai neurotis atau psikotis (2003: 230). Misalnya, seorang perempuan akan dianggap aneh jika ia berperilaku kritis, tegas, dan vokal dalam suatu masyarakat yang menuntut seorang perempuan untuk patuh, pasrah, dan diam. Nancy Chorodow dalam The Reproduction of Mothering (1978) mengungkapkan fakta bahwa kecenderungan dominasi laki-laki terhadap perempuan sesungguhnya berakar dari fase bayi. Baik anak perempuan maupun laki-laki mengidentifikasikan dirinya dengan ibu karena ikatan mental dan fisik dengan ibunya. Seiring pertumbuhannya, seorang perempuan kehilangan kedekatan dan ikatannya dengan ibu, dan menggantikannya dengan ayah, kemudian dengan lawan jenisnya. Proses ini tidak membawa dampak yang sangat besar bagi perempuan, karena ia tetap memiliki feminitas ibunya dan juga
47
hubungannya dengan ayahnya. Sebaliknya bagi laki-laki, proses ini berdampak besar karena ia harus menekan pengidentifikasiannya dengan ibunya agar ia seperti ayahnya secara utuh. Hal ini berbeda dari perempuan yang relasinya dengan sang ayah merupakan relasi tambahan, sedangkan relasi laki-laki terhadap ayah adalah relasi pengganti. Dengan demikian, dalam hubungan sosialnya, seorang perempuan lebih suka berkelompok dan penuh kasih sayang daripada laki-laki karena kedekatannya dengan sang ibu terus berlangsung. Kebalikannya, seorang laki-laki cenderung merasa terpenjara dalam hubungannya dengan orang lain.
6) Feminisme Posmodern Mirip dengan teori eksistensialisme, dalam feminisme posmodern perempuan juga dianggap sebagai “yang lain”. Seorang perempuan teralienisasi karena cara berpikirnya, cara keberadaannya, dan bahasa perempuan yang menghalangi terciptanya keterbukaan, pluralitas, diversifikasi dan perbedaan. Dengan memandang pada bahasa sebagai sebuah sistem, feminis posmodern mencoba untuk menguak teralienisasinya perempuan dalam seksualitas, psikologi dan sastra (Arivia, 2003: 128). Jacgues Lacan menjelaskan bahwa the Symbolic Order, yaitu seperangkat peraturan simbolis, atau juga disebutnya sebagai the Law of Father memegang peranan penting dalam konstruksi masyarakat. Menurutnya, peraturan simbolis
48
yang sangat maskulin ini adalah sumber kesulitan perempuan mengingat bahwa secara anatomi seorang perempuan berbeda dengan ayahnya. Dengan demikian, perempuan mengalami kesulitan dalam pengidentifikasian diri terhadap ayahnya yang laki-laki dan maskulin. Penindasan perempuan diawali pada saat perturan simbolis yang diekspresikan melalui bahasa dan cara berpikir yang maskulin (2003: 129).
7) Feminisme anarkis
Feminisme anarkis lebih bersifat sebagai suatu paham politik yang mencitacitakan masyarakat sosialis dan menganggap negara dan sistem patriaki-dominasi lelaki adalah sumber permasalahan yang sesegera mungkin harus dihancurkan.
2.4.3 Feminitas Barbie yang Khusus M.G.Lord (1994) melihat persamaan antara sosok Barbie dan seorang pahlawan perempuan yang gagah berani, yang agak mementingkan diri sendiri dan yang sangat bersifat subversif dari tokoh Helen Gurley Brown.Ia menyatakan bahwa persamaan ini membuat Barbie tampak sebagai sosok radikal yang terselubung.12 Radikal atau tidak, yang pasti Barbie merepresentasikan titik awal pandangan mistik feminism (feminim mystique) pada tahun 1950-an, seperti dicatat oleh Betty Friedan pada 1963 dengan penuh warna dan nuansa,dalam sebuah bukunya dengan judul yang sama.13 Konsep mistik feminim memberikan
12 13
Helen Gurley Brown.1963. Sex and the Single Girl. New York: Avon Books. Betty Friedan. 1963. The Feminine Mystique. New York: W.W. norton.
49
sebuah warna tersendiri pada praktir subordinasi laki-laki terhadap perempuan dengan mengagung-agungkan tempat tinggal golongan kelas menengah sebagai istri, ibu, serta desainer interior. Selama tahun 1950-an,kritik terhadap feminitas kalangan kulit putih, kelas menengah telah dibungkam karena mengalirnya berbagai resep makanan, seperti sup jamur yang dimasak dengan casseroles, penampilan rapi dengan kaos tangan putih untuk setiap acara resmi,serta pemecahan model ”Ayah Tahu yang Terbaik” untuk setiap persoalan domestik. Pandangan patriarkis (atau dominasi laki-laki) tidak pernah terlihat ramah. Meskipun demikian, perempuan tetap memiliki sejumlah perlindungan hukum sebagai istri, pegawai, mahasisiwi, atau bahkan orang miskin. Di Amerika Serikat, iklan-iklan dan upah yang sama untuk pekerjaan yang sama masih merupakan angan-angan tanpa kekuatan aturan perundang-undangan. Bagi kebanyakan orang seks dianggap sedemikian kotor. Seks hanya untuk mereka yang sudah menikah dengan tujuan memberikan keturunan.Namun demikian, kebahagiaan seorang perempuan bukan berasal dari kehidupan seksual mereka atau apapun, melainkan dari perkawinan mereka dengan seorang kepala keluarga yang baik dan bertanggung jawab dan mengasuh seorang anak berusia tiga tahunan dengan pipi merah dan hidung yang tidak pernah beringus. Jika tetap membujang,terutama setelah melewati usia pertengahan dua puluhan,dianggap
50
akan membuat seseorang perempuan menjadi tidak bahagia.14 Buku Brown pada 1962, Sex and the Single Girl memotong tepat pada akar idologi mistik feminim tersebut. Kalimat pembuka buku ini mengungkapkan sebuah pendirian tanpa malu-malu mengenai konsep hidup yang dianggap baik bagi perempuan lajang. Barbie adalah boneka tahun-tahun terbaik tersebut. Ia melambangkan kebebasan dan kegembiraan yang dapat dimiliki seorang perempuan lajang jika ia memiliki sedikit keberanian dan uang.15 Dengan sikap independensinya, Barbie menyangkal pandangan mistik feminim. Artinya, ia juga mengambil bagian dalam kedudukan istimewa laki-laki dengan menjadi individu atas dirinya dan bersumpah untuk berkorban demi sebuah aktualisasi diri. Tidak perlu disangsikan, tidak semua laki-laki kini mempunyai kedudukan istimewa dibandingkan dengan sejumlah laki-laki yang memiliki hak prerogatif yang sama pada masa sebelumnya. Meskipun demikian, laki-laki masih dapat dan boleh berperilaku seperti ini tanpa harus menghadapi sensor sistematis tertentu. Mereka dipandang sekadar mencari sesuap nasi bagi keluarganya, sekadar berjuang untuk mencapai sukses atau sekadar berusaha menjadi bujangan yang baik. Sebaliknya, perempuan dengan perilaku yang sama sering kali dikecang sebagai perempuan yang mementingkan diri sendiri, atau bahkan perempuan nakal (bitch) yang telah dikebiri. Barbie tentu saja lolos dari penilaian semacam ini dengan menjadi perempuan nakal (bitch) yang cukup manis. Barbie adalah Girl Next Door yang 14 15
Helen Gurley Brown. 1962. Sex and the single Girl. New York: Avon Books Helen Gurley Brown. 1962. Sex and the single Girl. New York: Avon Books
51
hendak pergi mengisi liburan musim panasnya atau pergi ke kampus, namun pasti akan kembali ke rumah. Barbie sama sekali tidak punya keinginan bersombong diri. Yang mungkin dianggap ambisius dalam pengertian dunia maskulin tradisional, namun yang pasti Barbie mampu melakukan hal yang lebih baik ketimbang sekadar menyodorkan tanganya meminta belas kasihan kepada orang lain. Barbie justru memperdaya dengan feminitasnya yang tegas dan memberikan dasar bagi penyimpangan sejumlah kode feminitas yang tampaknya memang ingin diungkapkannya.
2.4.4 Barbie Feminin Meskipun kehadirannya ada di mana-mana, Barbie tidak dapat dengan serta merta menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari dalam pengertian yang sesungguhnya, karena feminitasnya yang bersifat fantastis. Barbie melampaui apa yang dikatakan oleh sosiolog R.W. Connel (1987) sebagai “feminitas yang tegas”, yaitu gaya berpenampilan dan bersikap feminine yang begitu diharapkan dan dikukuhkan dalam realitas masyarakat kita.16Gaya Barbie barangkali bisa disebut “feminitas yang tegas”. Barbie berpenampilan feminin dan bersikap menentang maskulin. Barbie tidak pernah terlihat maskulin, bahkan manakala ia menjadi seorang petugas polisi. Petugas polisi Barbie tampil dengan tongkat berlampu dan walkie-talkie, namun tanpa membawa pistol dan borgol. Ia juga tampil dengan gaun malam gemerlapan yang dikenakan untuk acara penyerahan penghargaan
16
R.W Connell. 1987. Gender and Power. Stanford, CA: Stanford University press.
52
ketika ia akan mendapatkan penghargaan “petugas Polisi Terbaik” atas tindakannya yang penuh keberanian bagi masyarakat. Namun Petugas Polisi Barbie juga digambarkan pada kotak kemasannya dengan tulisan “Gemar mengajarkan tips-tips keselamatan kepada anak-anak”. Dengan demikian, Barbie telah menanamkan sifat feminin, bahkan sifat keibuan dalam proses penegakan hukum. Lebih jauh penampilannya tidak pernah terkesan androgin atau tanpa gender bahkan ketika ia tampil atletis misalnya Barbie baseball atau Barbie golf. Tampilan pengemasan Barbie yang berwarna merah muda, teksturnya yang lembut dan halus, gaya fashionnya yang tepat, dan bentuknya yang ramping seolah menyatakan diri “feminin”. Feminitas Barbie tidak hanya tampak dalam penampilannya yang serasi, namun juga dalam caranya bersikap baik dan didorong untuk menjadi sosok yang menyenangkan dengan tutur kata yang lembut, sopan, suka menolong dan sensitif. Anak perempuan yang baik seperti Barbie tidak bersikap suka menyerang atau suka berteriak.Mereka tidak berisik dan juga tidak suka mencemooh.Mereka berperilaku sopan dan terhormat. Pengetahuan tentang Barbie yang dibangun dari kemasan Barbie, novel-novel Barbie dan buku Little Golden Book seperti Very Busy Barbie, menggambarkan kesuksesan seorang gadis yang lahir tanpa sikap kasar atau bahkan persaingan yang keras seperti menipu atau menikam dari belakang. Dalam very Busy Barbie , misalnya Barbie belajar bahwa ia adalah salah satu dari dua finalis untuk menjadi model juru bicara Lily Fashions. Finalis lain, seorang gadis muda berambut hitam dengan postur tubuh lebih pendek dari Barbie, Laureen mengatakan, “Saya akan menjadi model juru bicara Lily Fashions
53
jika hal itu adalah hal terakhir yang harus saya lakukan!”.Pada hari wawancaranya dengan Mrs. Appleberry, tetangganya yang sudah tua yang biasa sarapan pagi bersamanya jatuh sakit. Meskipun tahu ia mungkin akan terlambat dating ke acara wawancara tersebut, Barbie memutuskan untuk memanggil ambulan dan menemani Mrs. Appleberry pergi ke rumah sakit. Akhirnya, Barbie benar-benar terlambat dating untuk mengikuti wawancara, namun Mrs. Appleberry menelepon Ms. Lily untuk menceritakan tentang perbuatan baik Barbie.Barbie pun memenangkan posisi sebagai model juru bicara Lily Fashions.Ms Lily berkata kepadanya, “Kamu tidak cuma cantik, Barbie kamu juga berdamai dengan Laureenyang melihat kebijaksanaan dalam keputusan Ms. Lily dan mulai memperbaiki sikapnya untuk bersaing kembali dengan Barbie pada pemilihan berikutnya. Feminitas selalu melahirkan sebuah ikatan sosial khusus sebagaimana juga sikap tertentu dan penampilan tertentu. Di sini feminitas Barbie lebih terbuka. Meskipun ia memiliki kekasih, Ken dan adik perempuannya, Skipper , sahabat Midge serta teman-teman dan anggota keluarga yang lain, Barbie tidak memiliki boneka, orang tua dan juga tidak pernah menikah ataupun melahirkan. Barbie adalah pusat dunia Barbie. Meskipun ada Very Busy Barbie, Barbie biasanya menghabiskan waktunya dengan orang lain hanya jika ia merasa ingin melakukannya. Dalam konteks penting ini, Barbie mengambil bagian hak dan kewajiban laki-laki. Dia tidak memiliki sifat pengorbanan diri, perempuan yang berorientasi orang lain yang menciptakan impian-impiannya sendiri demi sebuah
54
pita pengantin, tas popok bayi, atau apapun yang berhubungan dengan perkawinan dan sikap keibuan. Tentu saja Barbie dimaafkan atas penyimpangan sifat tidak femininnya ini. Ia hanya remaja yang tidak pernah beranjak dewasa. Demikian, mungkin orang akan mengatakan, “meskipun remaja ini telah menjadi astronot, fisikawan dan guru namun dia adalah seorang pengelana dunia. Dia telah melampaui batasan usia remaja yang sebenarnya.”Feminitas Barbie dengan demikian bersifat inkonsisten atau ambigu.Ia mengguncang biduk kebudayaan terutama ketika Barbie dibandingkan dengan boneka bayi. Dalam kenyataannya Barbie memang menyampaikan pesan yang sangat kuat mengenai feminitas dibandingkan dengan berbagai hal yang lain. Barbie memasuki pasar pada 1959, tahun yang sama ketika Erving goffman menerbitkan karya sosiologinya yang telah menjadi klasik, The Presentation of Self In Everyday Life. Banyak yang Barbie sampaikan kepada kita mengenai feminitas pararel dengan yang ditulis Goffman mengenai kedirian yang ada dalam era penampilan dan citra diri ini. Salah satu pemikiran kunci Goffman adalah mengenai manajemen impresi (impression management), bahwa kita secara sadar atau tidak , bertindak sedemikian rupa sehingga dapat mengontrol bagaimana orang lain melihat diri kita.17 Manajemen impresi meliputi hal-hal seperti perilaku yang baik, sanjungan dan berbagai ucapan kekaguman, penyingkapan motivasi dan tindakan seseorang, dan banyak hal lain yang dikaitkan dengan klaim-klaim
17
R.W Connell. 1987. Gender and Power. Stanford, CA: Stanford University press.
55
positif yang dibuat orang secara diam-diam mengenai orang lain. Manajemen impresi lahir dari cara bersikap yang berpusat pada pakaian dan bahasa tubuh seseorang. Untuk mengelola impresi ini membutuhkan penampilan berupa pakaian yang tepat pada kesempatan yang tepat pula. Barbie tidak pernah gagal dalam hal ini. Penampilannya senantiasa mengesankan pakaian feminin yang tepat untuk situasi apa pun yang dia lakukan, ketika ia sedang bermain ski maupun hendak pergi ke kantor. Secara konsisten, Barbie menyesuaikan impresinya sedemikian rupa sehingga selalu tampil sebagai sosok yang feminim bahkan ketika ia harus menyebrangi batas-batas yang biasanya memisahkan pengertian laki-laki dan perempuan. Barbie sebagai petugas pemadam kebakaran, karenanya tidak pernah dikhawatirkan akan menjadi anak laki-laki. Anak-anak tahu hal itu; para orang tua dan guru tahu hal itu; para desainer Mattel Inc juga tahu hal itu. Pakaian dan perilaku Barbie yang sangat feminin memastikan bahwa ia tidak pernah tampil sebagai sosok tanpa gender. Kondisi demikian mendasari model acuan yang dimiliki banyak orang atas citra Barbie. Ikon ini menyiratkan pesan bahwa perempuan dapat menampilkan semua tanda feminitas tradisional, termasuk perilaku yang manis dan secara halus berhasil dalam pekerjaan-pekerjaan yang didominasi kaum laki-laki. Barbie juga menyiratkan pesan bahwa perempuan dapat berhasil dalam wilayah domain lakilaki sambil tetap mampu tampil feminin. Di antara semua citra tersebut, Barbie berdiri tegak menjulang sebagai ikon kecantikan khas Amerika. Kalangan professional kelas menengah atas (terutama wanita) mendominasi para pengkritik Barbie. Madelaine, seorang staf pengajar
56
universitas melihat Barbie sebagai sosok yang mendorong kepada tujuan-tujuan yang buruk atau perilaku yang merusak bagi kaum perempuan. Baginya, Barbie menyimbolkan pubertas tanpa batas usia, anoreksia, fiksasi atas penampilan dan pakaian serta sepatu bertumit tinggi. Seorang staf pengajar universitas yang lain menghubungkan Barbie dengan wanita cosmopolitan di satu sisi dan wanita yang menyenangkan bagi kaum pria di sisi lain. Seorang petugas polisi wanita melihat persoalan citra tubuh sebagai bagian penting Budaya Barbie, termasuk bagi Ken dan Barbie. Seorang pelawak Dave Barry (1994) mengatakan bahwa Barbie : “Merepresentasikan kecantikan feminine yang ideal, jika konsep Anda tentang seorang perempuan yang cantik adalah seorang perempuan dengan tinggi 5 kaki,9 inci, dan berat 52 pon (37 untuk ukuran payudara) dan memiliki senyuman yang sungguh menawan dengan bola mata seukuran pembuka bird dan hidung mungil serta rambut yang cukup menyumbat Terowongan Lincoln.” 18 Barbie adalah model acuan yang dibangun berdasarkan sejumlah idealisasi dan proses melebih-lebihkan. Model acuan member inspirasi dan semangat kepada kita, sebagian karena kita tidak tahu apa-apa mengenai keterbatasan atau kelemahan mereka.Tampaknya Barbie berfungsi sebagai salah satu model acuan di antara berbagai model acuan yang lain sehingga anak perempuan belajar bahwa penampilan mereka sangatlah penting bagi feminitas mereka, 18
Meskipun banyak orang berkomentar tentang payudara Barbie yang ideal, dia tidak betul-betul berpayudara besar atau montok. Pinggangnya yang luar biasa ramping adalah hal yang membuat dia tampak memiliki payudara besar; lihat Marilyn Ferris Motz (1983) dan kevin I. Norton, dkk. (1996).
57
sebagaimana daya tarik mereka dan peranan mereka.Banyak atau mungkin kebanyakan gadis terhindar dari gempuran pesan tersebut.Namun hanya sedikit yang selamat tanpa cedera.Semua yang kita tahu tentang distorsi citra tubuh, praktik diet kronis dan kebencian terhadap tubuh yang kegemukan, misalnya menunjuk pada adanya konsistensi di antara para perempuan di semua kelas sosial, kelompok umur, orientasi seksual dan kelompok ras serta etnik.Untuk menjadi seksi dan atraktif dengan demikian lebih berarti untuk menjadi mirip dengan Barbie ketimbang tidak.
2.4.5 Feminitas Sebagai Maskara Tidak seperti kaum pria yang kesuksesannya bias diperoleh hanya dengan selembar nota cek bernilai ratusan juta, kedudukan tinggi, atau nama terkenal, kaum perempuan yang menginginkan kesuksesan harus memberi perhatian seksama terhadap tubuhnya. 19 Tidak peduli prestasi apapun yang mereka capai, kaum perempuan harus tetap memperhatikan tubuhnya.Tidak peduli prestasi apapun yang mereka capai, kaum perempuan harus tetap memperhatikan tubuhnya dengan benar agar tampak benar-benar sukses. Dalam konteks ini, tubuh Barbie adalah tubuh yang menyimbolkan
citra kesuksesan perempuan yang
tertinggi. Barbie dipandang sukses, terutama karena bentuk tubuhnya yang membuat iri kaum perempuan. Karena Barbie tidak memiliki pekerjaan apa pun, tubuhnya adalah titik pusat perhatian yang utama. Berbagai aksesoris Barbie juga 19
Sandra Lee Bartky. 1991. Feminity and Domination: Studies in the Phenomenology of Oppression. New York: Routledge.
58
merupakan sarana penting untuk menampilkan diri sebagai sosok perempuan sukses. Dalam kenyataan, sejumlah aksesoris tersebut bahkan menjadi ciri tetap pada tubuh Barbie. Orang tidak bisa menghapus begitu saja lipstick atau garis mata Barbie. Yang juga merupakan ciri tubuh Barbie adalah lubang di jari manis tangan kanannya. Karena Barbie selalu mengenakan cincin di jari tersebut untuk melengkapi penampilannya, mattel kemudian melubangi tidak hanya telinganya namun juga jari tersebut. Kathy Peiss (1996) menyatakan bahwa di kalangan kelas menengah make up yang mencolok pernah dipandang sebagai pertanda kemunafikan badaniah. Orang juga sering kali mengatakan hal yang keliru : orang yang berbohong dengan tubuhnya. Pandangan semacam ini sayangnya tetap berpengaruh ketika seorang anak perempuan memakai lipstik dan kosmetik milik ibunya. Karenanya, sangat menarik untuk melihat bagaimana Mattel dan Avon bekerja sama ketika keduanya mulai memasarkan kosmetik Barbie dan peralatan make up lain untuk anak-anak usia 6 hingga 9 tahun. Produk mereka adalah parfum semprot dan lipgloss, namun tidak ada perona mata dan pipi. Yang juga ada dalam kerja sama ini adalah mudah diduga, boneka-boneka Barbie edisi khusus. Munculnya pasar pasangan-pasangan kencan pada wal abad ke-20 bersama berbagai hal lainnya, menjadikan kosmetik semakin mudah diterima dan bahkan diinginkan oleh kaum perempuan.Secara perlahan-lahan lipstick, perona mata, dan berbagai kosmetik lainnya mulai meruntuhkan hierarki sejarah perempuan sebagaimana dicatat ole Peiss, dan sekaligus memberikan perempuan bahasa khusus untuk menyuarakan kebutuhan-kebutuhan baru, perhatian baru dan
59
keinginan-keinginan baru. Berbicara soal bahasa, Barbie merupakan sosok paling sempurna, di satu sisi barangkali akan memberdayakan kaum perempuan, namun di sisi lain juga akan membebaninya. Hal yang sama bisa dikatakan mengenai fashion, sebagaimana dikemukakan oleh Craig Thompson dan Diana Haytko (1997), yang menempatkan perempuan dalam posisi paradoks. Merujuk keduanya, wacana fashion menekankan pada aspek individualitas sekaligus menunjuk pada aspek konformitas sosial.20 Bahasa kosmetik dan fashion ini kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa pernak-pernik yang lebih luas.Sebagaimana dilihat oleh Colin McDowell (1992), Barbie adalah penyusun kamus maya atas bahasa yang luas tersebut.McDowell mengungkapkan bahwa Barbie adalah “Mimpi buruk Hugh Heffner yang menjadi kenyataan; airbrush (Barbie yang tidak mempunyai pusar atau putting payudara) dan antiseptic (Barbie tidak pernah berkeringat dan tidak pernah bau).”Lebih jauh, “Barbie tidak berarti apa-apa tanpa bajunya.”Seperti dikemukakan oleh Alison Lurie, “Tujuan awal adalah dibuatnya pakaian bersifat magis dan kita masih percaya dengan kekuatan magisnya hingga saat ini.” 2.5 Budaya Populer Budaya populer biasa disingkat sebagai budaya pop dalam bahasa Inggris popular culture atau disingkat pop culture adalah gaya, style, ide, perspektif, dan sikap yang benar-benar berbeda dengan budaya arus utama 'mainstream' yang preferensinya dipertimbangkan di antara konsensus informal. Banyak dipengaruhi 20
Peter Bailey.1990. “Parasexuality and Glamour: The Victorian Barmaid as Cultural Prototype”, Gender & History 2 (2): 158.
60
oleh media massa (setidaknya sejak awal abad ke-20) dan dihidupkan terusmenerus oleh berbagai budaya bahasa setempat, kumpulan ide tersebut menembus dalam keseharian masyarakat. Budaya populer sering dipandang sepele dan "tidak intelek" jika dibandingkan dengan apa yang disetujui sebagai budaya arus utama. Sebagai hasil dari persepsi ini, budaya pop mendapat banyak kritikan dari berbagai sumber ilmiah dan budaya mainstream (biasanya dari kelompokkelompok religi dan countercultural) yang menganggap budaya pop superficial (palsu), konsumeris, sensasionalis, dan tak bermoral. Sikap ini tercermin dalam preferensi dan penerimaan atau penolakan terhadap berbagai fitur dalam berbagai subjek, misalnya masakan, pakaian, konsumsi, dan banyak aspek entertainment seperti olahraga, musik, film, dan buku-buku. Budaya populer sering bertolak belakang dengan "budaya tinggi" (budaya luhur, budaya adiluhung) yang merupakan budaya kaum penguasa. Juga ditentangkan dengan budaya rendah atau rakyat dari kelas akar rumput. Awal mula penggunaan kata "popular" dalam bahasa Inggris adalah pada abad kelima belas dalam hukum dan politik, yang berarti rendah "rendah", "dasar", "vulgar", dan "masyarakat kebanyakan"; sejak akhir abad kedelapan belas, popular berarti "luas" dan mendapatkan arti konotasi yang positif (William, 1985). Kata "Culture" di kalangan pengguna bahasa Inggris, sejak tahun 1950-an digunakan untuk mengacu pada berbagai kelompok masyarakat, dengan penekanan pada perbedaan budaya.21
61
2.5.1 Budaya Massa Sebagai Budaya Populer Dalam hal ini, perdebatan dimasukkan ke dalam sejumlah proposisi :22 1. Produksi massa telah menghasilkan budaya massa yang telah menjadi budaya populer. 2. Budaya massa telah menggantikan budaya rakyat (folk culture), yang merupakan budaya masyarakat sebenarnya. 3. Budaya massa didominasi oleh produksi dan konsumsi barang-barang material bukan oleh seni-seni sejati (true arts) dan hiburan masyarakat. 4. Penciptaan budaya massa didorong oleh motif laba.
2.5.2 Budaya Tinggi (Elitisme) – Budaya Rendah Budaya Populer secara esensial berkaitan erat dengan status budaya dalam masyarakat dan kepemilikannya oleh satu kelompok sosial atau kelompok lain. Secara kasar perdebatan ini menaruh balet melawan klab dansa, teater melawan televisi, dan seterusnya.23 1. Budaya didefinisikan secara dominan dalam arena seni. 2. Budaya tinggi lebih berharga daripada budaya rendah/populer.
21
http://budaya-pop.blogspot.com/2010/09/budaya-populer.html Graeme burton, Media dan Budaya Populer, Jalasutera, Yogyakarta, 2008, cet. Ke-1, Hal 40 23 Graeme Burton, Media dan Budaya Populer, Jalasutera, Yogyakarta, 2008, cet. Ke-1, Hal 40
22
62
3. Apresiasi terhadap budaya tinggi adalah sensitivitas personal dan tanda status sosial. 4. Budaya tinggi itu mahal, aktivitas minoritas, karena itu mengonfirmasi statusnya. 5. Budaya rendah itu untuk massa dan populis, dan karenanya kurang berharga.
2.6
Hegemoni
2.6.1 Pengertian Hegemoni Istilah hegemoni berasal dari kata Yunani yaitu hegeisthai (to lead atau shidouken). Kata ini banyak dipakai oleh para ahli sosiologi untuk menggambarkan suatu usaha mempertahankan kekuasaan. Artinya, bagaimana kelompok yang mendominasi berhasil mempengaruhi kelompok yang didominasi untuk menerima nilai-nilai moral, politik, dan budaya dari kelompok berkuasa.24Penguasa disini memiliki arti luas, tidak hanya terbatas pada penguasa negara (pemerintah). Hegemoni bisa didefinisikan sebagai dominasi oleh satu kelompok terhadap kelompok lainnya, dengan atau tanpa ancaman kekerasan, sehingga ide-ide yang didiktekan oleh kelompok dominan terhadap kelompok yang didominasi diterima sebagai sesuatu yang wajar (common sense).
24
Djodjok Soepardjo. (1999) “Komunikasi dan Hubungan Personal Orang Jepang” dalam Budaya Jepang Masa Kini. Bintang.
63
2.7 Semiotika Semiotik (semiotics) berasal dari bahasa Yunani “semeion” yang berarti tanda atau sign. Tanda tersebut menyampaikan suatu informasi sehingga bersifat komunikatif, mampu menggantikan suatu yang lain (stand for something else) yang dapat dipikirkan atau dibayangkan
25
. Semiotik adalah ilmu yang
mempelajari sistem tanda atau teori tentang pemberian tanda. Pandangan tersebut didukung oleh Preminger yang mengemukakan bahwa fenomena sosial atau masyarakat dan kebudayaan itu merupakan tanda-tanda.Semiotik memperlajari sistem-sistem, aturan-aturan, konvansi-konvensi yang memungkinkan tanda-tanda tersebut mempunyai arti.26 Menurut Fiske dalam bukunya Cultural and Communication yang di sadur oleh Burhan Bungin mengemukakan bahwa semiotika mempunyai tiga bidang studi utama, yaitu :27 1. Tanda itu sendiri. Hal ini terdiri atas studi tentang berbagai tanda yang berbeda, cara tanda-tanda yang berbeda itu dalam menyampaikan makna, dan cara tanda-tanda itu terkait dengan manusia yang menggunakannya. 2. Kode atau sistem yang menggorganisasikan tanda. Studi ini mencajup cara berbagai kode dikembangkan guna memenuhi kebutuhan suatu masyarakat
25
Broadbent, 1980 Rachmat Kriyantono, Teknik Praktis Riset Komunikasi, Kencana, Jakarta, 2008, cet. Ke-3, Hal 263 27 M. Burhan Bungin. Sosiologi komunikasi. Kencana, Jakarta, 2008. Cet. Ke-3, Hal. 167 26
64
atau budaya atau untuk mengeksploitasi saluran komunikasi yang tersedia untuk mentransmisikannya. 3. Kebudayaan tempat kode dan tanda bekerja. Ini pada gilirannya bergantung pada penggunaan kode-kode dan tanda-tanda itu untuk keberadaan dan bentuknya sendiri. 2.7.1 Semiotika Roland Barthes Dalam hal ini peneliti menggunakan teori Roland barthes yang dikenal sebagai seorang pemikir strukturalis yang getol mempraktikkan model linguistic dan semiologi Saussure. Teori Barthes menjelaskan dua tingkat pertandaan yaitu denotasi dan konotasi. Denotasi adalah hubungan eksplisit antara tanda dengan referensi atau realitas dlam pertandaan, sedangkan konotasi adalah aspek makna yang berkaitan dengan perasaan dan emosi serta nilai-nilai kebudayaan dan ideologi.28 Sesuai dengan semiotika Roland Barthes, bila hendak menemukan maknanya, maka yang dilakukan pertama-tama adalah data dimaknakan secara denotatif
yang kemudian baru dimaknakan secara konotatif. untuk langkah
terakhir adalah memaparkan mitos yang tersirat dalam pembungkus tanda.Dalam salah satu bukunya yang berjudul Sarrasine, Barthes merangkai kode rasionalisasi, suatu proses yang mirip dengan yang terlihat dalam retorika tentang tanda. Menurut Roland Barthes yang dikutip oleh Sobur mengatakan bahwa semiotik tidak hanya meneliti mengenai penandaan dan pertanda, tetapi juga hubungan 28
Ibid, Hal. 65
65
yang mengikat secara keseluruhan.29 Barthes juga mengaplikasikan semiologinya ini hampir dalam setiap bidang kehidupan, seperti mode busana, iklan, film, sastra dan fotografi. Semiologi Barthes mengacu pada Saussure dengan menyelidiki hubungan penanda dan petanda, tidak hanya disitu Barthes juga melihat aspek dari penandaan yaitu mitos, Jadi setelah terbentuk sistem tanda-petanda, tanda tersebut akan menjadi petanda baru kemudian memiliki petanda kedua dan membentuk tanda baru. Semiotik merupakan varian dari teori strukturalisme yamg berasumsi bahwa teks adalah fungsi dari isi dan kode sedangkan makna adalah produk dari sistem hubungan. Semiotika berusaha menggali hakikat sistem tanda yang beranjak keluar kaidah tata bahasa dan sintaksis dan yang mengatur arti teks yang rumit, tersembunyi dan menimbulkan
yang bergantung pada kebudayaan.Hal ini kemudian
perhatian
pada
makna
tambahan
(Connotative)
dan
arti
pertunjukkan (denotative) kaitan dan kesan yang ditimbulkan serta diungkapkan melalui penggunaan dan kombinasi tanda. Konotasi adalah istilah yang digunakan Barthes untuk menunjukkan signifikasi tahap kedua. Hal ini menggambarkan interaksi yang terjadi ketika anda bertemu
dengan
perasaan
dan
emosi dari
pembicara
serta
nilai-nilai
kebudayaan.Konotasi mempunyai makna subjektif atau yang paling tidak
29
Ibid, Hal. 78
66
digambarkan tanda terhadap sebuah objek, sedangkan konotasi adalah bagaimana menggambarkannya. Pada tatanan (signifikasi) tahap kedua berhubungan dengan isi, tanda bekerja melalui mitos (myth). Barthes menggunakan mitos sebagai seorang yang percaya, dalam artiannya yang orisinil.
2.7.2 Teori Semiotika Roland Barthes Roland Barthes menetapkan bahwa suatu mitos atau sesuatu yang mempunyai banyak arti tambahan dari suatu system semiologi urutan kedua yang dibangun sebelum ada system tanda. Tanda dari sistem yang yang pertama akan menjadi signifierbagi system yang kedua.30Film, novel, majalah dan sebagainya merupakan bagian dari budaya media yang dipenuhi oleh berbagai praktek penandaan (signifying practice), yang dapat dianalisis dari banyak hal. Di dalam menerapkan semiotika film31 menjadi masuk akal bagi kita untuk memperhatikan aspek-aspek dari medium yang berfungsi sebagai tanda untuk membedakan sebagai pembawa tanda.Apa yang menarik dari film adalah pengambilan gambar dari kamera yang dilakukan untuk membantu memudahkan menangkap pesan-pesan yang ditimbulkan.Film adalah medium yang kompleks yang menggunakan bahasa verbal, bahasa gambar dan suara untuk menghasilkan impresi dan ide-ide pada orang.
30 31
E.M Griffin (2003), op cit hal.358 Arthur Asa Berger, Media Analysis technique, 2000, hal.33
67
Peneliti dalam kaitannya dengan judul “ Aspek Feminitas Yang Tegas Pada Film Kartun Barbie The Princess And The Popstar “ untuk mengkaji tentang pemaknaan atas tanda verbal dan non verbal, maka peneliti menggunakan metodologi Roland Barthes. Dimana dalam konsep semiotika Roland Barthes akan ditemukan adanya dua sifat makna. Kedua sifat makna tersebut adalah : “Makna Denotatif dan Makna Konotatif . Makna denotatif adalah makna yang tampak secara langsung (makna asli dari tanda), sementara makna Konotatif adalah makna yang merupakan turunan dari makna denotatif dan lebih mengarah pada interpretasi yang dibangun pergaulan sosial dan lain sebagainya “.32 Sumber : Paul Cobley & Litza Janz, Introducing Semiotics, tahun 1995 :51 Dari peta Barthes diatas terlihat bahwa tanda denotatif terdiri atas penanda dan petanda.Akan tetapi, pada saat bersamaan, tanda denotatif adalah juga penanda konotatif. Dengan kata lain, hal tersebut merupakan unsur material hanya jika anda mengenal tanda “sign”, barulah konotasi seperti harga diri, keterangan dan keberanian menjadi mungkin (Cobley dan Jansz, 1999 : 51 pada Alex Sobur, 2003 : 65).
2.8 Mitos Dalam Semiotika Roland Barthes
32
Alex Sobur (2003), op cit hal.69
68
Pada signifikansi tahap kedua yang berhubungan dengan isi tanda bekerja melalui mitos (myth). Mitos adalah bagaimana kebudayaan menjelaskan dan memahami beberapa aspek tentang realitas atau gejala alam.Mitos merupakan produk kelas sosial yang mempunyai suatu dominasi.Mitos primitif misalnya mengenai hidup dan mati, manusia dan dewa.Sedangkan mitos masa kini misalnya mengenai feminitas, maskulinitas, ilmu pengetahuan dan kesuksesan.33 Mitos adalah suatu wahana dimana suatu ideologi berwujud. Mitos dapat berangkai menjadi metodologi yang memainkan peranan penting dalam kesatuankesatuan budaya.Sedangkan Van Zoest (1991) menegaskan, siapapun bisa menemukan ideologi dalam teks dengan jalan meneliti konotasi-konotasi yang terdapat didalamnya. 34 Didalam mitos sebuah petanda dapat memiliki beberapa penanda.Mitos merupakan suatu sistem komunikasi dan juga suatu pesan.Hal inilah yang memungkinkan audiens untuk memahami bahwa mitos tidak mungkin merupakan suatu objek, konsep atau gagasan, sebab mitos merupakan mode pertandaan suatu bentuk. Semuanya dapat dinyatakan menjadi mitos apabila hal tersebut disampaikan lewat wacana. Mitos tidak didefinisikan oleh objek pesannya tetapi oleh caranya menyatakan pesan ini : terdapat batas-batas formal bagi mitos, tidak ada batasan-batasan yang “substansial”, tidak ada mitos yang abadi karena sejarah manusia yang mengubah realitas menjadi wicara, dan wicara tersebu mengatur kehidupan dan kematian bahasa. Mitos merupakan aspek tentang realitas atau gejala alam.Mitos merupakan produk kelas sosial yang sudah 33 34
Jhon Fiske.1990, Introduction to Communication Studies. Second Edition, London, Hal.88 Van Zoest dalam Alex Sobur, Analisis Teks Media, 2001, hal 128-129
69
mempunyai suatu dominasi. Berkaitan dengan pendapat bahwa mitos digunakan untuk “membenarkan” nilai-nilai dominan pada sebuah budaya dan periode tertentu, maka seharusnya mitos bekerja dengan cara membawa serta muatan historisnya. Mitos juga merupakan suatu wahana ideologi terwujud. 35 Mitos dapat menjadi mitologi yang memainkan peranan penting dalam kesatuan-kesatuan budaya.Ideologi dapat ditemukan dalam teks dengan jalan meneliti konotasikonotasi yang terdapat didalamnya.Salah satu caranya adalah mencari mitologi dalam teks-teks semacamnya.Ideologi adalah sesuatu yang abstrak. Mitologi (kesatuan mitos-mitos yang koheren) menyajikan inkarnasi makna-makna yang mempunyai wadah dalam ideologi.Ideologi harus dapat diceritakan dan cerita itulah yang dinamakan mitos.
2.9 Ideologi Ideologi adalah sistem ide-ide yang diungkapkan dalam komunikasi. Secara positif ideologi dipersepsikan sebagai suatu pandangan dunia(worldview) yang menyatakan nilai-nilai kelompok sosial tertentu untuk membela dan memajukan kepentingan-kepentingan mereka. Secara negatif, ideologi dilihat sebagai kesadaran palsu, yaitu suatu kebutuhan untuk melakukan penipuan dengan cara memutarbalikan pemahaman orang mengenai realitas sosial. Ideologi
35
Pilliang. Op. Cit, hal. 100
70
itu berada pada perpotongan antara prinsip atau filosofis, pilihan dan keyakinan individual, serta nilai-nilai umum dan khusus.
Perpotongan ini diikhtisarkan dalam gambar berikut ini :
Gambar 2.1 Dimensi Ideologi Kepentingan
Nilai Pilihan Sumber : david E. Apter, 1996. Pengantar Analisis Politik, Jakarta : LP3ES, hal. 236 Nilai, kepentingan dan pilihan jelas saling bertumpang tindih. Ideologi, menurut Apter kadang-kadang koheren dan kadang-kadang tidak. Pilihan dapat diubah menjadi kepentingan dan kepentingan menjadi nilai atau pilihan dapat ditingkatkan kepada status nilai untuk mendapat kepentingan. Terdapat tiga dimensi yang dapat dipakai untuk melihat dan mengukur kualitas suatu ideologi (Alfian, 1995;93), yakni : kemampuannya mencerminkan realitas yang hidup dalam masyarakat, mutu idealisme yang dikandungnya dan sifat fleksibilitas yang dimilikinya.
71
Dimensi pertama ideologi adalah pencerminan realitas yang hidup dalam masyarakat dimana ia muncul pertama kalinya, paling tidak pada saat kelahirannya itu. Dengan kata lain, ideologi merupakan gambaran tentang sejauh mana suatu masyarakat berhasil memahaminya sendiri. Dimensi kedua dari ideologi adalah lukisan tentang kemampuannya memberikan harapan kepada berbagai kelompok atau golongan yang ada dalam masyarakat untuk mempunyai kehidupan bersama secara lebih baik dan untuk suatu masa depan yang lebih cerah. Dimensi ketiga dari ideologi erat kaitannya dengan dimensi diatas yang mencerminkan kemampuan suatu ideologi dalam mempengaruhi dan sekaligus menyesuaikan diri dengan pertumbuhan atau perkembangan masyarakatnya. Mempengaruhi
berarti ikut mewarnai proses perkembangan itu. Sedangkan
menyesuaikan diri berarti masyarakat
berhasil
menemukan
interpretasi-
interpretasi baru terhadap nilai-nilai dasar atau pokok dari ideologi itu sesuai dengan realitas yang muncul dari yang mereka hadapi. Secara umum, terapan semiotika pada kajian komunikasi berkutat pada simbol-simbol verbal, audio maupun visual pada macam-macam media, baik media massa maupun nirmassa. 36 Tujuan utama dari semiotika media adalah mempelajari bagaimana media massa menciptakan atau mendaur ulang tanda untuk tujuannya sendiri. Hal ini dilakukan dengan bertanya apa yang dimaksudkan atau direpresentasikan oleh sesuatu, bagaimana makna itu
36
Op Cit. Sunarto et al. hal. 233
72
digambarkan dan mengapa ia memiliki makna.37 Feminitas tegas yang diterapkan dalam film kartun Barbie The Princess And The Popstar merepresentasikan berbagai makna. Aspek feminitas yang tegas tercermin meliputi bentuk tubuh, gerak-gerik, cara bertutur kata, riasan, warna rambut, pakaian yang digunakan. Barnard menjelaskan gaya busana adalah bentuk komunikasi non verbal yang menyiratkan suatu makna. Pakaian dan fashion bisa saja digunakan untuk memahami dunia, benda serta manusia yang ada didalamnya, sehingga fashion dan pakaian merupakan fenomena komunikatif. 38 Unsur feminitas yang kerap ditunjukkan pada setiap adegan film Barbie yakni tampilan fisik dan keseluruhan seolah-olah menjadi representasi wujud nyata dari sosok wanita cantik.Namun dibalik itu semua terdapat sisi negatif yang tidak dapat dipungkiri.
37 38
Marcell Danesi. Pengantar Memahami Semiotika Media. Yogyakarta: jalasutra.2010 Op Cit. Barnard Malcolm.