BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Air Susu Ibu (ASI) Eksklusif ASI eksklusif adalah pemberian hanya Air Susu Ibu (ASI) saja tanpa makanan dan minuman, kecuali apabila bayi menderita sesuatu penyakit sehingga diperlukan pemberian obat yang sebagian besar terbuat dalam kemasan sirup. ASI eksklusif dianjurkan sampai 6 bulan pertama kehidupan bayi Departemen kesehatan RI. (2001). Pemberian ASI secara eksklusif adalah bayi hanya diberikan ASI saja tanpa tambahan cairan lain seperti susu formula, jeruk, air putih dan tanpa tambahan makanan padat seperti pisang, bubur, biscuit, nasi dan bubur tim Roesli (2007). Adapun zat kekebalan tubuh yang terdapat pada ASI akan melindungi bayi dari penyakit infeksi diare. ASI juga dapat menurunkan kemungkinan bayi terkena penyakit infeksi telinga, batuk, pilek dan penyakit alergi. Dengan mengkonsumsi ASI secara eksklusif ternyata akan lebih sehat dan lebih jarang sakit dibandingkan bayi yang tidak mengkonsumsi ASI tambahan. ASI meningkatkan kecerdasan yaitu mengingat bahwa kecerdasan anak berkaitan erat dengan otak, maka jelas bahwa faktor utama yang mempengaruhi perkembangan kecerdasan adalah pertumbuhan otak sementara itu, faktor terpenting dalam proses pertumbuhan termasuk pertumbuhan otak adalah nutrisi yang diberikan. Faktor – faktor yang mempengaruhi kuantitas dan kualitas nutrisi secara langsung juga dapat mempengaruhi pertumbuhan, termasuk pertumbuhan 7
otak. Telah disinggung sebelumnya bahwa periode tumbuh pesat otak pertama sangat penting karena hanya pada masa inilah terjadi pertumbuhan otak yang terpesat. Kesempatan ini hendaknya dapat dimanfaatkan sebaik-baiknya agar otak bayi dapat tumbuh optimal, kesempatan semacam ini tidak dapat terulang lagi selama masa tumbuh kembang anak. Dapat memberikan ASI secara eksklusif sampai bayi berusia 6 bulan akan menjamin tercapainya pengembangan potensi kecerdasan anak secara optimal. Hal ini karena selain sebagai nutrisi yang ideal, dengan komposisi yang tepat serta disesuaikan dengan kebutuhan bayi. ASI juga mengandung nutrisi-nutrisi khusus yang diperlukan otak bayi agar tumbuh optimal, nutrisi-nutrisi khusus tersebut tidak terdapat pada susu formula atau susu sapi. ASI mengandung beberapa nutrisi-nutrisi yaitu : taurin yaitu suatu bentuk zat putih dalam susu telur hanya terdapat pada ASI. Laktosa merupakan hidrat utama dari ASI yang hanya terdapat di ASI. Asam lemak ikatan panjang (DHA, AA, OMEGA-3, OMEGA-6) merupakan asam lemak utama dari ASI yang hanya terdapat sedikit pada susu sapi. Manfaat lain dari pemberian ASI bagi bayi : 1) Sebagai makanan tunggal untuk memenuhi semua kebutuhan pertumbuhan bayi dari 0 bulan sampai 6 bulan. 2) Meningkatkan daya tahan tubuh karena mengandung berbagai zat antikekebalan sehingga akan lebih jarang sakit, ASI juga akan mengurangi terjadinya diare, sakit telinga dan infeksi saluran pernapasan. 3) Melindungi anak dari serangan alergi. 8
4) Mengandung asam lemak yang diperlukan untuk pertumbuhan otak sehingga ASI eksklusif potensial lebih pandai. 5) Meningkatkan daya penglihatan dan kepandaian berbicara. 6) Membantu pembentukan rahang yang bagus. 7) Mengurangi risiko terkena penyakit diabetesmelitus. 8) Menunjang perkembangan motorik sehingga bayi ASI eksklusif lebih cepat bisa berjalan. 9) Menunjang perkembangan kepribadian, kecerdasan emosional, kematangan spiritual dan hubungan sosial yang baik ( IDAI, 2008). Menurut Soetjiningsih (1997) Selain memberikan manfaat buat bayi, menyusui juga memberikan manfaat pada ibu, manfaat pada ibu yang menyusui ASI eksklusif : 1) Mengurangi pendarahan setelah melahirkan yaitu apabila bayi disusui segera setelah melahirkan maka kemungkinan terjadinya pendarahan setelah melahirkan (post oartun) akan berkurang hal ini karena pada ibu menyusui terjadi
peningkatan
kadar
oksitosin
yang
berguna
jaga
untuk
konstriksi/penutupan pembuluh darah sehingga pendarahan akan lebih cepat berhenti. Hal ini akan menurunkan angka kematian ibu melahirkan, mengurangi terjadinya anemia yaitu mengurangi kemungkinan terjadinya kekurangan darah atau anemia karena kekurangan zat besi, menyusui mengurangi
pendarahan,
menjarangkan
kehamilan,
yaitu
menyusui
merupakan cara kontrasepsi yang aman, murah dan cukup berhasil selama ibu memberi ASI eksklusif dan belum haid 98% tidak akan hamil pada bulan 9
pertama setelah melahirkan dan 96% tidak akan hamil sampai bayi berusia 12 bulan, mengecilkan rahim yaitu kadar oksitosin ibu menyusui yang meningkatkan akan sangat membantu rahim kembali ke ukuran sebelum hamil, proses pengecilan ini akan lebih cepat dibandingkan pada ibu tidak menyusui. 2) Pemberian ASI juga dapat membuat ibu lebih cepat langsing kembali, oleh karena menyusui memerlukan energi maka tubuh akan mengambilnya dari lemak yang tertimbun selama hamil. Dengan demikian berat badan ibu yang menyusui akan cepat kembali ke berat badan sebelum hamil, mengurangi kemungkinan menderita kanker. Pemberian ASI tidak merepotkan dan hemat waktu, ASI juga dapat segera diberikan pada bayi tanpa harus menyiapkan dan memasak air, tanpa harus mencuci botol dan tanpa menunggu agar susu tidak terlalu panas. Pemberian susu botol akan lebih merepotkan terutama pada malam hari, apalagi kalau persediaan susu habis pada malam hari maka kita harus repot mencarinya, portable dan praktis yaitu mudah dibawa kemana – mana sehingga saat berpergian tidak perlu membawa berbagai alat untuk minum susu formula dan tidak perlu membawa alat listrik untuk memasak atau menghangatkan susu. ASI dapat diberikan dimana saja dan kapan saja dalam keadaan siap dimakan/minum serta dalam suhu yang selalu tepat dan memberikan kepuasaan, kebanggaan dan kebahagian yang mendalam (Depkes, 2001).
10
2.2. Perilaku Pemberian ASI Eksklusif Perilaku Pemberian ASI secara eksklusif adalah perilaku ibu terhadap bayi hanya diberikan ASI saja tanpa tambahan cairan lain seperti susu formula, jeruk, air putih dan tanpa tambahan makanan padat seperti pisang, bubur, biskuit, nasi dan bubur tim (Roesli U., 2007). Pemberian ASI eksklusif seharusnya mudah untuk dilaksanakan karena hal ini sejalan dengan program pemerintah dimana salah satu pointnya adalah pemberian ASI eksklusif selama 6 bulan. ASI eksklusif didefinisikan sebagai makanan dan minuman yang diterima oleh bayi yang berasal hanya dari Air Susu Ibu (ASI) tanpa tambahan dari makanan atau minuman lainnya termasuk air putih, kecuali pemberian cairan melalui mulut baik dalam bentuk tetes ataupun sirup obat terdiri dari vitamin, mineral maupun obat yang diberikan kepada bagi sejak lahir usia (0 bulan) hingga berusia 6 bulan (WHO, 2009). Terlebih tidak sedikit ibu menyusui berhenti memberikan ASI karena dipercaya ASI menjadikan anak diare dan tubuhnya manjadi bau amis. Sering kali didengar kata ASI jahat, karena ASI yang diisap bayi baru lahir jika tidak dibersihkan mulut bayinya bisa menyebabkan kulit bayi menjadi bercak-bercak putih. Masih banyak pula ibu yang khawatir payudaranya akan berubah bentuk menjadi tidak menarik lagi jika memberikan ASI pada buah hati mereka. Kesalahpahaman ini yang menyebabkan pada akhirnya ibu memilih memberikan makanan selain ASI walaupun usia bayi belum genap 6 bulan.
11
2.3. Dukungan Sosial dalam Proses Menyusui Dukungan sosial dan perilaku merupakan bagian yang terpenting dalam proses pemberian ASI eksklusif bagi bayi, dalam proses pemberian ASI eksklusif untuk bayi dibutuhkan waktu sampai 6 bulan (Giugliani, Caiaffa, Vogelhut, Witter, & Perman, 1994; Hoddinott, pil KB, dan Hood, 2000; McInnes & Chambers, 2008; Meedya, Fahy, & Kable, 2010). Dukungan sosial meliputi empat jenis dukungan: emosional, instrumental, informasi, dan penilaian. Dukungan emosional meliputi dari empati, cinta, kepercayaan, perhatian, mendengarkan, harga diri, dan mempengaruhi (House dan Kahn, 1985). Contohnya seperti dukungan dari teman atau anggota keluarga atau lingkungan yang bersedia untuk mendengarkan ibu mengungkapkan perasaannya tentang proses menyusui. Menurut House dan Kahn (1985) dukungan emosional merupakan jenis dukungan yang paling utama dalam proses pemberian ASI dan terkait dalam kesehatan baik langsung maupun tidak langsung. Dukungan Instrumental, meliputi bantuan untuk membantu dalam proses pemberian ASI, baik bantuan langsung atau tidak langsung (Van den AkkerScheek et al., 2004). Contohnya seperti membantu untuk menyiapkan makanan sehingga Ibu memiliki lebih banyak waktu dan energi untuk proses pemberian ASI. Dukungan informasi meliputi nasihat, saran dan informasi yang diberikan kepada ibu dalam menyusui, sehingga dapat membantu mengatasi kendala yang dihadapi dalam proses pemberian ASI (House, 1981). Contohnya seperti memberikan saran kepada ibu dalam proses pemberian ASI, bagaimana cara yang baik dalam memberikan ASI dan bagaimana mengatasi kendala dalam teknik menyusui yang benar. Dukungan penilaian meliputi dukungan dalam penilaian yang positif, penguatan untuk melakukan sesuatu, mengarahkan kearah yang lebih baik, mengatasi kendala dalam proses pemberian ASI yang memungkinkan ibu mengalami stress dalam menjalani proses pemberian ASI
(Tardy, 1985). 12
Contohnya seperti tindakan
ibu yang memberikan ASI merupakan hal yang
terbaik untuk bayi misalnya memberikan penilaian terhadap tindakan ibu yang memberikan ASI merupakan hal yang terbaik bagi bayi. Rempel dan Rempel (2011) menulis bahwa "dukungan penilaian bisa menghilangkan stress, sehingga ibu mendapatkan keberhasilan dalam pemberian ASI". Dukungan sosial merupakan interaksi sesama manusia yang mencakup reaksi
positif, penegasan, dan bantuan. Dukungan sosial pada umumnya
menggambarkan mengenai peranan atau pengaruh yang dapat ditimbulkan oleh orang lain seperti anggota keluarga, teman, saudara, dan rekan kerja. Dukungan sosial adalah pemberian bantuan seperti materi, emosi, dan informasi yang berpengaruh terhadap kesejahteraan manusia. Dukungan sosial juga dimaksudkan sebagai keberadaan dan kesediaan yang berarti, dapat dipercaya untuk membantu, mendorong, menerima, dan menjaga individu.
Dapat dikatakan bahwa dukungan sosial adalah bentuk
pertolongan yang dapat berupa materi, emosi, dan informasi yang diberikan oleh orang-orang yang memiliki arti seperti keluarga, sahabat, teman, saudara, rekan kerja. Bantuan atau pertolongan ini diberikan dengan tujuan, agar ibu dalam menjalankan proses pemberian ASI bisa mengatasi masalah yang mengalami seperti ingin diperhatikan, dihargai dan dicintai. Dukungan pemberian ASI di Amerika Serikat masih cukup tinggi dan masih dapat ditingkatkan dengan melakukan program - program dukungan pemberian ASI.
Menurut CDC (2012) tingkat keberhasilan ibu dalam
13
memberikan ASI dapat ditingkatkan melalui dukungan dari keluarga, temanteman, masyarakat, dokter, pemimpin kesehatan, pengusaha, dan pemerintah. Dari berbagai komponen dukungan sosial yang meliputi dukungan emosional, instrumental, informasi, dan penilaian, dalam hal ini peneliti hanya meneliti satu komponen saja, yakni dukungan emosional dari suami. Ingram dan rekan (2002) menyatakan bahwa ibu yang menerima dukungan dan dorongan dari suami, anggota keluarga serta institusi layanan kesehatan memiliki kemungkinan
37 kali lebih besar dalam keberhasilan
memberikan ASI pada 6 minggu pertama, daripada jika tidak diberikan dukungan dari pasangan, anggota keluarga dan layanan kesehatan.
2.3.1. Dukungan Emosional Suami Berkaitan dengan pemberian ASI, Giugliani dan rekan (1994) menyatakan dukungan dari pasangan dalam keberhasilan pemberian ASI, merupakan faktor yang paling penting terkait dalam proses menyusui. Menurut Scott dan rekan (1997) penelitiannya menemukan bahwa pada 556 ibu menyusui, dukungan ayah untuk proses menyusui adalah faktor yang paling penting dalam proses pemberian ASI. Sebuah survei dari 115 ibu menyusui, menemukan bahwa ketika ayah memberikan dukungan dalam menyusui sekitar 98,1 % keberhasilan dalam memberikan ASI. Sedangkan bila suami yang tidak peduli dalam proses pemberian ASI, maka ibu menyusui hanya sekitar 26,9 % (Littman, Medendorp, & Goldfarb, 1994). Menurut Littman, Medendrop dan Goldfarb (1994) sebanyak 14
59 calon ayah yang memberikan dukungan menyusui dalam proses pemberian ASI, ditemukan bahwa sekitar 74 % pasangan calon ayah dan calon ibu untuk mengikuti kelas khusus perawatan bayi dan pemberian ASI. Hanya sekitar 41 % pasangan calon ayah dan calon ibu mengikuti kelas perawatan bayi (Wolfberg, Michels, Shields, O'Campo, Bronner & Bienstock, 2004). Arora dan rekan (2000) menyatakan bahwa pada 123 ibu menyusui, ditemukan sekitar 32,8 % dukungan ayah merupakan sebagai faktor yang utama dalam proses pemberian ASI. Berbagai hasil penelitian di atas juga diperkuat oleh hasil penelitian Igram dan rekan (2002). Ia menemukan bahwa sekitar 79%
ibu
yang memiliki
dukungan dari pasangannya dapat memiliki peluang 3 kali lipat lebih besar untuk memberikan ASI pada bayi usia 6 minggu,
dibandingkan ibu yang tidak
diberikan dukungan oleh pasangannya. Menurut Ingram dan rekan (2002) menyatakan bahwa keberhasilan 123 ibu yang memberikan ASI karena ada faktor yang paling penting bagi ibu untuk menyusui yaitu dukungan dari ayah. Sekitar 80%
dari ibu-ibu tersebut melaporkan bahwa dukungan dari Ayah akan
membantu proses menyusui. Pada dasarnya dukungan emosional suami sangatlah berarti dalam menghadapi tekanan ibu dalam menjalani proses menyusui. Dukungan suami membuat ibu merasa tenang sehingga memperlancar produksi ASI. Jadi agar proses menyusui lancar diperlukan breastfeeding father yaitu : ayah membantu ibu agar bisa menyusui dengan nyaman sehingga ASI yang dihasilkan maksimal (Nurkhasanah, 2011).
15
Setelah bayi dilahirkan ikatan emosional antara ayah dan ibu dapat dibentuk melalui hal yang sederhana seperti menggendong bayi lalu memberikan pada ibunya saat bayi ingin minum ASI, menemui, menyanyikan lagu dan mengajak bayi bercerita bayi, menggantikan popok atau celana bayi, ikut serta dalam memandikan bayi, memijatkan bayi dan beragam aktifitas lainnya yang melibatkan ayah dalam hal mengurus bayi yang dilakukan dengan ketulusan dan penuh cinta. Selain kepada bayi, ayah memberikan dukungan penuh secara emosional dan spiritual pada ibu untuk membangun kepercayaan ibu selama menyusui, Mendukung ibu dalam pengambilan keputusan untuk memberikan ASI eksklusif serta berpartisipasi aktif membantu ibu selama menyusui terutama mingguminggu pertama menyusui. Hal ini dapat ditunjukkan dengan cara membawa air minum, membuat makanan, membantu pekerjaan ibu serta memberikan kesempatan istirahat yang cukup untuk ibu dengan cara turut menjaga bayi saat ibu tidur (WHO, 2007). Berdasarkan teori dukungan dari House dan Kahn (1985), Lester (2014) mengemukakan bahwa dukungan emosional dari pasangan (suami) merupakan komponen penting yang mendukung perilaku ibu dalam memberikan ASI ekslusif. Dukungan emosional meliputi sejauh mana ekspresi emosi atau perilaku suami terhadap istri yang meliputi dari dorongan, motivasi, empati, kasih sayang, kemitraan dan lingkungan yang positif.
16
Menurut House and kahn (1985) dukungan emosional meliputi berbagai aspek sebagai berikut : 1. Dorongan dan motivasi Dorongan tercermin dari perilaku suami dalam memberikan kata - kata dorongan dan motivasi seperti “kamu bisa melakukannya, saya bangga terhadap kamu, kamu cantik dan kamu melakukan hal yang baik”. 2. Empati dan kasih sayang a. Mendengarkan tercermin dari perilaku suami untuk menjadi pendengar dan komunikator yang baik seperti memungkinkan ibu diberi kesempatan mengeluarkan rasa frustasinya dan menenangkan jika merasa tertekan. b. Pertanyaan tercermin dari perilaku suami dalam mengajukan pertanyaan pertanyaan seperti bagaimana anda lakukan atau perasaan dan bisa mendapatkan apapun yang dibutuhkan. c. Memahami tercermin dari perilaku suami dalam memahami semua yang terkait dengan menyusui seperti mengalami kesulitan, hormon, stress dan kelelahan. d. Sabar tercermin dari perilaku suami untuk lebih sabar dan sensitif terhadap apa yang dibutuhkan untuk menyusui dan memompa asi dan tidak terburuburu atau tidak mengeluh. e. Tidak mementingkan diri sendiri tercermin dari perilaku suami dalam menempatkan kepentingan bayi terlebih dahulu dibandingkan kepentingan diri sendiri. 3. Kemitraan 17
a. Kehadiran tercermin dari perilaku suami dalam kehadiran fisik ayah seperti ayah berada di rumah selama memiliki bayi yang masih membutuhkan ASI. b. Tanggung jawab tercermin dari perilaku suami untuk merawat bayi termasuk makan adalah tanggung jawab bersama bukan hanya tanggung jawab ibu. c. Kehadiran selama menyusui tercermin dari perilaku suami dapat duduk bersama ibu pada saat memeriksa kondisi ibu atau istri, ibu tidak merasa sendirian dan ada waktu untuk berada dengan keluarga. d. Kesepakatan tercermin dari perilaku suami dalam melakukan ini hal sama dengan menggunakan metode yang sama, membela ibu dan merangkul ibu. 4. Lingkungan yang positif a. Bebas stress tercermin dari perilaku suami dalam menciptakan lingkungan yang bebas dari stres, santai dan nyaman selama ibu menyusui. b. Positif tercermin dari perilaku suami dalam membuat hal-hal yang positif dan atau memiliki sikap positif tentang menyusui. c. Nyaman didepan umum tercermin dari perilaku suami dalam membantu ibu merasa nyaman di area publik dan menyatakan kepada ibu agar tidak khawatir dengan keberadaan orang lain.
2.4. Karakteristik Ibu Menyusui Dalam berbagai sumber terdapat berbagai macam karakteristik ibu menyusui. Namun dalam penelitian ini karakteristik yang dibahas lebih lanjut adalah karakteristik umur, pendidikan, pekerjaan dan paritas.
18
2.4.1. Umur Umur yaitu usia individu yang terhitung mulia saat dilahirkan sampai saat berulang tahun. Semakin cukup umur maka tingkat kematangan dan kekuatan seseorang akan lebih matang dalam berpikir dan bekerja (Nursalam, 2001). Umur ibu sangat menentukan kesehatan maternal dan berkaitan dengan kondisi kehamilan, persalinan dan nifas serta cara mengasuh dan menyusui bayinya. Ibu yang berumur kurang dari 20 tahun masih belum matang dan belum siap dalam hal jasmani dan sosial dalam menghadapi kehamilan, persalinan serta dalam membina bayi yang dilahirkan (Depkes RI, 2004).
2.4.2. Pendidikan Tingkat pendidikan ibu yang lebih rendah mengakibatkan kurangnya pengetahuan ibu dalam menghadapi masalah, terutama dalam pemberian ASI eksklusif. Pengetahuan ini diperoleh baik secara formal maupun informal. Sedangkan ibu-ibu yang mempunyai tingkat pendidikan yang lebih tinggi, umumnya terbuka menerima perubahan atau hal-hal baru guna pemeliharaan kesehatan (Depkes RI, 2004). Pendidikan juga akan membuat seseorang terdorong untuk ingin tahu, mencari
pengalaman
sehingga
informasi
yang
diterima
akan
menjadi
pengetahuan. Pendidikan diperkirakan ada kaitannya dengan pengetahuan ibu menyusui dalam memberikan ASI eksklusif. Hal ini dihubungkan dengan tingkat pengetahuan ibu bahwa seorang yang berpendidikan lebih tinggi akan mempunyai
19
pengetahuan yang lebih luas dibandingkan dengan tingkat pendidikan yang rendah (Notoatmodjo, 2003). 2.4.3. Pekerjaan Pekerjaan adalah kegiatan yang harus dilakukan terutama untuk menunjang kehidupannya dan keluarganya (Nursalam, 2001). Pekerjaan ibu juga diperkirakan dapat mempengaruhi pengetahuan dan kesempatan ibu dalam memberikan ASI eksklusif. Pengetahuan responden yang bekerja lebih baik bila dibandingkan dengan pengetahuan responden yang tidak bekerja. Semua ini disebabkan karena ibu yang bekerja diluar rumah (sektor formal) memiliki akses yang lebih baik terhadap berbagai informasi, termasuk mendapatkan informasi tentang pemberian ASI eksklusif (Depkes RI, 2004).
Menurut
Roesli
U.,
(2005) bahwa bekerja bukan alasan untuk menghentikan pemberian ASI secara esksklusif selama paling sedikit 4 bulan dan bila mungkin sampai 6 bulan, meskipun cuti hamil hanya 3 bulan. Dengan pengetahuan yang benar tentang menyusui, adanya perlengkapan memerah ASI dan dukungan lingkungan kerja, seorang ibu yang bekerja dapat tetap memberikan ASI eksklusif.
2.4.4. Paritas Paritas adalah jumlah anak yang pernah dilahirkan oleh seorang ibu (Nursalam, 2001). Seorang ibu dengan bayi pertamanya mungkin akan mengalami masalah ketika menyusui yang sebetulnya hanya karena tidak tahu cara- cara yang sebenarnya dan apabila ibu mendengar ada pengalaman menyusui yang kurang
20
baik yang dialami orang lain. Hal ini memungkinkan ibu ragu untuk memberikan ASI eksklusif pada bayinya (Perinasia, 2004). Menurut Suradi dan Raulina (2004) paritas dalam menyusui adalah pengalaman pemberian ASI eksklusif, menyusui pada kelahiran anak sebelumnya, kebiasaan menyusui dalam keluarga serta pengetahuan tentang manfaat ASI berpengaruh terhadap keputusan ibu untuk menyusui atau tidak. Dukungan dokter, bidan, petugas kesehatan lainnya atau kerabat dekat sangat dibutuhkan terutama untuk ibu yang pertama kali hamil. Dalam pemberian ASI eksklusif ibu yang pertama kali menyusui pengetahuan terhadap pemberian ASI eksklusif belum berpengalaman dibandingkan dengan ibu yang sudah berpengalaman menyusui anak sebelumnya. Paritas diperkirakan ada kaitannya dengan arah pencarian informasi tentang pengetahuan ibu nifas/menyusui dalam memberikan ASI eksklusif. Hal ini dihubungkan dengan pengaruh pengalaman sendiri maupun orang lain terhadap pengetahuan yang dapat mempengaruhi perilaku saat ini atau kemudian (Notoatmodjo, 2003). Bahwa pengalaman ibu dalam mengurus anak berpengaruh terhadap pengetahuan tentang ASI eksklusif.
2.5. Penyebab Ibu Tidak Memberikan ASI Pemberian ASI esklusif selama enam bulan pada kenyataannya tidak sesederhana yang dibayangkan. Berbagai kendala dapat timbul dalam upaya memberikan ASI esklusif selama enam bulan pertama kehidupan bayi. Faktorfaktor yang dapat mempengaruhi kegagalan pemberian ASI eksklusif, bisa dipengaruhi oleh faktor internal dan faktor eksternal (Roesli, 2000) 21
2.5.1. Faktor Internal, yaitu faktor-faktor yang terdapat di dalam diri individu itu sendiri, meliputi ; a. Faktor Pendidikan Makin tinggi pendidikan seseorang, maka makin mudah untuk menerima informasi sehingga semakin banyak pula pengetahuan yang dimiliki. Sebaliknya pendidikan yang kurang akan menghambat sikap terhadap nilainilai yang baru diperkenalkan, termasuk mengenai ASI Eksklusif. b. Faktor Pengetahuan Pengetahuan yang rendah tentang manfaat dan tujuan pemberian ASI Eksklusif bisa menjadi penyebab gagalnya pemberian ASI Eksklusif pada bayi. Kemungkinan pada saat pemeriksaan kehamilan (Ante Natal Care), mereka tidak memperoleh penyuluhan intensif tentang ASI Eksklusif, kandungan dan manfaat ASI, teknik menyusui, dan kerugian jika tidak memberikan ASI Eksklusif.
c. Faktor Sikap/Perilaku Menurut Roesli (2000) dengan menciptakan sikap yang positif mengenai ASI dan menyusui dapat meningkatkan keberhasilan pemberian ASI secara esklusif. d. Faktor psikologis 1) Takut kehilangan daya tarik sebagai seorang wanita (estetika).
22
Adanya anggapan para ibu bahwa menyusui akan merusak penampilan, dan khawatir dengan menyusui akan tampak menjadi tua. 2) Tekanan batin. Ada sebagian kecil ibu mengalami tekanan batin di saat menyusui bayi sehingga dapat mendesak si ibu untuk mengurangi frekuensi dan lama menyusui bayinya, bahkan mengurangi menyusui. e. Faktor Fisik ibu Alasan Ibu yang sering muncul untuk tidak menyusui adalah karena ibu sakit, baik sebentar maupun lama. Sebenarnya jarang sekali ada penyakit yang mengharuskan Ibu untuk berhenti menyusui. Lebih jauh berbahaya untuk mulai memberi bayi berupa makanan buatan daripada membiarkan bayi menyusu dari ibunya yang sakit. f. Faktor Emosional Faktor emosi mampu mempengaruhi produksi air susu ibu.
Bahwa
aktifitas sekresi kelenjar-kelenjar susu itu senantiasa berubah-ubah oleh pengaruh psikis/kejiwaan yang dialami oleh ibu. Perasaan ibu dapat menghambat /meningkatkan pengeluaran oksitosin. Perasaan takut, gelisah, marah, sedih, cemas, kesal, malu atau nyeri hebat akan mempengaruhi refleks oksitosin, yang akhirnya menekan pengeluaran ASI. Sebaliknya, perasaan ibu yang berbahagia, senang, perasaan menyayangi bayi; memeluk, mencium, dan mendengar bayinya yang menangis dan perasaan bangga menyusui bayinya akan meningkatkan pengeluaran ASI.
23
2.5.2. Faktor Ekternal, yaitu faktor-faktor yang dipengaruhi oleh lingkungan, maupun dari luar individu itu sendiri, meliputi ; a.
Faktor Peranan Ayah Menurut Roesli (2000) dari semua dukungan bagi ibu menyusui dukungan
sang ayah adalah dukungan yang paling berati bagi ibu. Ayah dapat berperan aktif dalam keberhasilan pemberian ASI khususnya ASI eksklusif dengan cara memberikan dukungan secara emosional dan bantuan-bantuan yang praktis. Untuk membesarkan seorang bayi, masih banyak yang dibutuhkan selain menyusui seperti menyendawakan bayi, menggendong dan menenangkan bayi yang gelisah, mengganti popok, memandikan bayi, membawa bayi jalan-jalan di taman, memberikan ASI perah, dan memijat bayi. Kecuali menyusui semua tugas tadi dapat dikerjakan oleh ayah. Dukungan ayah sangat penting dalam suksesnya menyusui, terutama untuk ASI eksklusif. Dukungan emosional suami sangat berarti dalam menghadapi tekanan luar yang meragukan perlunya ASI. Ayahlah yang menjadi benteng pertama saat ibu mendapat godaan yang datang dari keluarga terdekat, orangtua atau mertua. Ayah juga harus berperan dalam pemeriksaan kehamilan, menyediakan makanan bergizi untuk ibu dan membantu meringankan pekerjaan istri. Kondisi ibu yang sehat dan suasana yang menyenangkan akan meningkatkan kestabilan fisik ibu sehingga produksi ASI lebih baik. Lebih lanjut ayah juga ingin berdekatan dengan bayinya dan berpartisipasi dalam perawatan bayinya, walau waktu yang dimilikinya terbatas (Roesli, 2000).
24
Itulah sebabnya dorongan ayah dan kerabat lain diperlukan untuk meningkatkan kepercayaan diri ibu akan kemampuan menyusui secara sempurna (Roesli U., 2000). b.
Perubahan sosial budaya 1) Ibu-ibu bekerja atau kesibukan sosial lainnya. Kenaikan tingkat partisipasi wanita dalam angkatan kerja dan adanya emansipasi dalam segala bidang kerja dan di kebutuhan masyarakat menyebabkan turunnya kesediaan menyusui dan lamanya menyusui. Pekerjaan
terkadang
mempengaruhi
keterlambatan
ibu
untuk
memberikan ASI secara eksklusif. Secara teknis hal itu dikarenakan kesibukan ibu sehingga tidak cukup untuk memperhatikan kebutuhan ASI. Pada hakekatnya pekerjaan tidak boleh menjadi alasan ibu untuk berhenti memberikan ASI secara eksklusif. Untuk menyiasati pekerjaan maka selama ibu tidak dirumah, bayi mendapatkan ASI perah yang telah diperoleh satu hari sebelumnya. Secara ideal tempat kerja yang mempekerjakan perempuan hendaknya memiliki “tempat penitipan bayi/anak”. Dengan demikian ibu dapat membawa bayinya ke tempat kerja dan menyusui setiap beberapa jam. Namun bila kondisi tidak memungkinkan maka ASI perah/pompa adalah pilihan yang paling tepat. Tempat kerja yang memungkinkan karyawatinya berhasil menyusui bayinya secara eksklusif dinamakan Tempat Kerja Sayang Ibu (Roesli, 2000).
25
2) Meniru teman, tetangga atau orang terkemuka yang memberikan susu botol. Persepsi masyarakat akan gaya hidup mewah, membawa dampak terhadap kesediaan ibu untuk menyusui. Bahkan adanya pandangan bagi kalangan tertentu, bahwa susu botol sangat cocok buat bayi dan merupakan makanan yang terbaik. Hal ini dipengaruhi oleh gaya hidup yang selalu berkeinginan untuk meniru orang lain, atau prestise. 3) Merasa ketinggalan zaman jika menyusui bayinya. Budaya modern dan perilaku masyarakat yang meniru negara barat, mendesak para ibu untuk segera menyapih anaknya dan memilih air susu buatan sebagai jalan keluarnya. c. Faktor kurangnya petugas kesehatan Kurangnya petugas kesehatan didalam memberikan informasi kesehatan, menyebabkan masyarakat kurang mendapatkan informasi atau dorongan tentang manfaat pemberian ASI. Penyuluhan kepada masyarakat mengenai manfaat dan cara pemanfaatannya. d.
Meningkatnya promosi susu kaleng sebagai pengganti ASI. Peningkatan sarana komunikasi dan transportasi yang memudahkan
periklanan distribusi susu buatan menimbulkan pergeseran perilaku dari pemberian ASI ke pemberian Susu formula baik di desa maupun perkotaan. Distibusi iklan dan promosi susu buatan berlangsung terus dan bahkan meningkat tidak hanya di televisi, radio dan surat kabar melainkan juga
26
ditempat-tempat praktek swasta dan klinik-klinik kesehatan masyarakat di Indonesia. Iklan menyesatkan yang mempromosikan bahwa susu suatu pabrik sama baiknya dengan ASI, sering dapat menggoyahkan keyakinan ibu sehingga tertarik untuk coba menggunakan susu instan itu sebagai makanan bayi. Semakin cepat memberi tambahan susu pada bayi menyebabkan daya hisap berkurang karena bayi mudah merasa kenyang maka bayi akan malas menghisap putting susu dan akibatnya produksi prolactin dan oksitosin akan berkurang. e. Pemberian informasi yang salah Pemberian informasi yang salah, justru datangnya dari petugas kesehatan sendiri yang menganjurkan penggantian ASI dengan susu kaleng. Penyediaan susu bubuk di Puskesmas disertai pandangan untuk meningkatkan gizi bayi, seringkali menyebabkan salah arah dan meningkatkan pemberian susu botol. Promosi ASI yang efektif haruslah dimulai pada profesi kedokteran, meliputi pendidikan di sekolah-sekolah kedokteran yang menekankan pentingnya ASI dan nilai ASI pada umur 2 tahun atau lebih. f. Faktor pengelolaan laktasi di ruang bersalin (praktik IMD) Untuk menunjang keberhasilan laktasi, bayi hendaknya disusui segera atau sedini mungkin setelah lahir. Namun tidak semua persalinan berjalan normal dan tidak semua dapat dilaksanakan menyusui dini. IMD disebut early initation atau permulaan menyusu dini, yaitu bayi mulai menyusui sendiri segera setelah lahir. Keberhasilan praktik IMD dapat membantu agar proses pemberian ASI eksklusif
27
berhasil, sebaliknya jika IMD gagal dilakukan akan menjadi penyebab pula terhadap gagalnya pemberian ASI Eksklusif. g. Faktor-faktor lain Ada beberapa bagian keadaan yang tidak memungkinkan ibu untuk menyusui bayinya walaupun produksinya cukup, seperti : 1) Berhubungan dengan kesehatan seperti adanya penyakit yang diderita sehingga dilarang oleh dokter untuk menyusui, yang dianggap baik untuk kepentingan ibu (seperti : gagal jantung, Hb rendah). 2) Masih seringnya dijumpai di rumah sakit (rumah sakit bersalin) pada hari pertama kelahiran oleh perawat atau tenaga kesehatan lainnya walaupun sebagian besar daripada ibu-ibu yang melahirkan di kamar mereka sendiri hampir setengah dari bayi mereka diberi susu buatan atau larutan glukosa.
2.6. Kerangka Berpikir Menurut Littman, Medendorp, dan Goldfarb (1994). Sebuah survei dari 115 menemukan bahwa ketika ayah bayi itu mendukung menyusui 98,1 % ibu menyusui dimulai. Sedangkan bila suami yang tidak peduli,
ibu menyusui
dimulai hanya 26,9 % Sebuah uji kontrol acak dari 59 calon ayah dibandingkan mitra menyusui tingkat inisiasi dan menemukan bahwa 74 % wanita yang mitra menghadiri kelas intervensi perawatan bayi dan promosi pemberian ASI dimulai.
28
Menurut Wolfberg, Michels, Shields, O'Campo, Bronner and Bienstock, (2004). Menyusui
hanya 41 % perempuan yang pasangannya menghadiri
perawatan bayi hanya Kelas dimulai menyusui (Wolfberg, Michels, Shields, O'Campo, Bronner & Bienstock, 2004). Akhirnya, Arora dan rekan (2000) disurvei 123 wanita dan menemukan bahwa 32,8 % perempuan diidentifikasi perasaan ayah si bayi sebagai faktor yang berkontribusi terhadap keputusan untuk menyusui. Dukungan ayah juga merupakan faktor penting yang berkaitan dengan durasi menyusui. Sebuah studi oleh Ingram dan rekan (2002) menemukan bahwa 79% dari ibu-ibu yang diberikan dukungan dan kerjasama yang menggembirakan masih menyusui pada 6 minggu dan ibu yang memberikan ASI ini 3 kali lebih besar kemungkinannya masih menyusui pada 6 minggu dibandingkan ibu yang tidak memiliki dukungan dan kerjasama dengan suami. Di antara 123 ibu, faktor yang paling penting bagi ibu untuk menghentikan menyusui adalah persepsi ibu dari sikap ayah dan di antara ibu yang telah menghentikan menyusui, 80% melaporkan bahwa dukungan dari bayi ayah akan mendorong menyusui lagi (Arora, McJunkin, Wehrer, & Kuhn, 2000). Pengaruh dukungan yang paling besar adalah dukungan dari keluarga terutama suami. Hal ini dikarenakan suami merupakan keluarga inti dan orang yang paling dekat dengan ibu. Tetapi pada kenyataannya, seperti yang dinyatakan oleh Roesli (2009), bahwa masih populer pendapat yang mengatakan bahwa menyusui hanya urusan ibu saja, tidak ada kaitannya dengan ayah. Dukungan ayah dalam praktek pemberian ASI masih minim, salah satunya karena secara 29
kultural ada pembagian peran, dimana ayah berperan sebagai pencari nafkah dan urusan rumah tangga semuanya diurusi oleh istri. Hasil penelitian Roesli (2009), menyatakan bahwa dukungan suami berhubungan dengan pemberian ASI dan lamanya pemberian ASI. Semakin besar dukungan suami maka semakin lama pula pemberian ASI. Hal ini menunjukkan bahwa selain berpengaruh terhadap kemauan ibu memberikan ASI eksklusif, dukungan suami juga berpengaruh terhadap lamanya pemberian ASI. Menurut Roesli (2009), suami dapat berperan aktif dalam pemberian ASI dengan cara memberikan dukungan emosional atau bantuan praktis lainnya. Penelitian sebelumnya yakni Amy Lester 2014 menjelaskan aspek dari dukungan sosial mengenai keberhasilan pemberian ASI eksklusif dengan melibatkan
dukungan
suami,
lingkungan,keluarga
sehingga
terciptanya
keberhasilan pemberian ASI eksklusif. Pada penelitian ini hanya meneliti satu aspek yakni dukungan emosional yang merupakan bagian dari dukungan sosial. Kerangka pemikiran dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
Tabel 2.1 Kerangka Berpikir
X
Y
Dukungan Emosional Suami
Perilaku Pemberian ASI Eksklusif
Keterangan : Variabel terikat (X) : Dukungan Emosional Variabel bebas (Y)
: Perilaku Pemberian ASI Eksklusif 30
2.7. Hipotesis Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah ada hubungan positif antara dukungan emosional suami dengan perilaku pemberian ASI eksklusif pada ibu di Puskesmas Kecamatan Gambir, Jakarta Pusat.
31