BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Dengue Hemorrhagic Fever (DHF)
1. Definisi Demam berdarah atau Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) ialah penyakit demam akut terutama menyerang pada anak-anak, dan saat ini cenderung polanya berubah ke orang dewasa. Gejala yang ditimbulkan dengan manifestasi perdarahan dan bertendensi menimbulkan shock yang dapat menimbulkan kematian. (Depkes, 2006). Infeksi virus dengue dapat menyebabkan Demam Dengue (DD), Dengue
Hemorrhagic Fever (DHF), dan Syndrom Shock Dengue (SSD).
Infeksi dengue di jumpai sepanjang tahun dan meningkat pada musim hujan. Demam
berdarah
dengue
merupakan
penyakit
infeksi
yang
masih
menimbulkan masalah kesehatan. Hal ini masih disebabkan oleh karena tingginya angka morbiditas dan mortalitas (Depkes, 2006). 2. Penyebab Timbulnya Penyakit DHF Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) adalah penyakit yang disebabkan oleh virus dengue sejenis virus yang tergolong arbovirus (Arthropod-borne viruses) artinya virus yang di tularkan melalui gigitan arthropoda misalnya nyamuk aedes aegypti (betina). Arthropoda akan menjadi sumber infeksi selama hidupnya sehingga selain menjadi vektor virus dia juga menjadi hospes
5
6
reservoir virus tersebut yang paling bertindak menjadi vektor adalah berturutturut nyamuk. (Soegijanto,2004) 3. Patofisiologi penyakit DHF Fenomena patologis utama yang menentukan berat penyakit DHF adalah meningkatnya permeabilitas dinding pembuluh darah (kapiler), yang mengakibatkan terjadinya perembesan atau kebocoran plasma, peningkatan permeabilitas dinding kapiler mengakibatkan berkurangnya volume
plasma
yang
otomatis
jumlah
trombosit
berkurang
(trombositopenia), terjadinya hipotensi (tekanan darah rendah) yang dikarenakan
kekurangan
haemoglobin,
plasma
merembes
selama
perjalanan penyakit mulai dari permulaan masa demam dan mencapai puncaknya pada masa terjadinya hemokonsentrasi (peningkatan hematokrit > 20 %) bersamaan dengan menghilangnya plasma melalui endotel dinding pembuluh darah. Meningginya nilai hematokrit menimbulkan dugaan bahwa renjatan terjadi sebagai akibat kebocoran plasma ke daerah ekstra vaskuler melalui kapiler yang rusak. (Sri rejeki H.Hadinegoro,2001) 4. Gambaran Klinis DHF Seperti pada infeksi virus yang lain, maka infeksi virus Dengue juga merupakan suatu self limiting infectious disease yang akan berakhir sekitar 2-7 hari.
Infeksi virus Dengue pada manusia mengakibatkan suatu
spektrum manifestasi klinis yang bervariasi antara penyakit yang paling ringan, dengue fever, dengue hemmorrhagic fever dan dengue shock syndrom. (Depkes,2006)
7
a. Demam Demam mendadak disertai dengan gejala klinis yang tidak spesifik seperti anoreksia, lemah, nyeri pada punggung, tulang sendi dan kepala.
Pada umumnya gejala klinik ini tidak mengkhawatirkan.
Demam berlangsung antara 2-7 hari kemudian turun secara lysis. b. Perdarahan Umumnya muncul pada hari kedua sampai ketiga demam bentuk perdarahan dapat berupa uji rumple leed positif, petechiae, purpura, echimosis, epistasis, perdarahan gusi dan yang paling parah adalah melena. c. Hepatomegali Hati pada umumnya dapat diraba pada pemulaan demam, kadangkadang juga di temukannya nyeri, tetapi biasanya disertai ikterus. d. Shock Shock biasanya terjadi pada saat demam menurun yaitu hari ketiga dan ketujuh sakit. Shock yang terjadi dalam periode demam biasanya mempunyai
prognosa
buruk.
Penderita
DHF
memperlihatkan
kegagalan peredaran darah dimulai dengan kulit yang terasa lembab dan dingin pada ujung hidung, jari dan kaki, sianosis sekitar mulut dan akhirnya shock.
8
e. Trombositopenia Trombositopenia adalah berkurangnya jumlah trombosit, apabila dibawah 150.000/mm3 biasanya di temukan di antara hari
ketiga
sampai ketujuh sakit. f. Kenaikan Nilai Hematokrit Meningkatnya nilai hematokrit merupakan indikator yang peka terhadap terjadinya shock sehingga perlu di lakukan pemeriksaan secara periodik. g. Gejala Klinik Lain Gejala Klinik Lain yang dapat menyertai penderita adalah epigastrium, muntah-muntah, diare dan kejang-kejang (Depkes ,2006)
B. Derajat Beratnya Penyakit DHF Sesuai dengan patokan dari WHO (1975) bahwa penderita DHF dalam perjalanan penyakit terdapat derajat I dan IV. (Sumarmo, 1983) antara lain : 1. Derajat I (Ringan) Demam mendadak 2 sampai 7 hari disertai gejala klinik lain, dengan manifestasi perdarahan ringan. Yaitu uji tes “rumple leed’’ yang positif. 2. Derajat II (Sedang ) Golongan ini lebih berat daripada derajat pertama, oleh karena ditemukan perdarahan spontan di kulit dan manifestasi perdarahan lain yaitu epitaksis (mimisan), perdarahan gusi, hematemesis dan melena
9
(muntah darah). Gangguan aliran darah perifer ringan yaitu kulit yang teraba dingin dan lembab. 3. Derajat III ( Berat ) Penderita syok berat dengan gejala klinik ditemukannya kegagalan sirkulasi, yaitu nadi cepat dan lembut, tekanan nadi menurun (< 20 mmHg) atau hipotensi disertai kulit yang dingin, lembab, dan penderita menjadi gelisah. 4. Derajat IV Penderita syok berat (profound shock) dengan tensi yang tidak dapat diukur dan nadi yang tidak dapat diraba.
C. Diagnosa Laboratorium Setiap
penderita
dilakukan
pemeriksaan
laboratorium
yaitu
pemeriksaan lengkap darah, sangatlah penting karena pemeriksaan ini berfungsi untuk mengikuti perkembangan dan diagnosa penyakit. Darah adalah jaringan cair yang terdiri atas dua bagian. Bagian cairan disebut plasma dan bagian padat disebut sel darah. Volume dari darah secara keseluruhan sekitar 5 liter, yaitu 55 % cairan dan 45 % sisanya terdiri dari sel darah yang dipadatkan yang berkisar 40-47 % (Evelyn Pearce,1990) Sel darah meliputi sel darah merah (eritrosit), sel darah putih (lekosit) dan trombosit. Eritrosit bentukya seperti cakram kecil bikonkaf, cekung pada sisinya. Jumlah eritrosit pada darah normalnya 5.000.000/µl. Lekosit terdiri dari dua yaitu non granulosit dan granulosit.
Sel
granulosit terdiri dari neutrofil, eosinofil, basofil. Sel non granulosit terdiri
10
dari limfosit dan monosit. Sel lekosit merupakan sel yang peka terhadap masuknya agen asing dalam tubuh dan berfungsi sebagai sistim pertahanan tubuh. Jumlah normal dalam darah 8.000 µl. Sel ini diproduksi di sumsum tulang belakang. Trombosit ukurannya sepertiga ukuran sel darah merah. Jumlahnya sekitar
300.000/µl.
Perannya
penting
dalam
penggumpalan
darah
(A.V.Hoffbrand,J.e.Pettit,1996). Adapun pemeriksaan yang dilakukan antara lain : 1. Pemeriksaan uji Tourniquet/Rumple leed Percobaan ini bermaksud menguji ketahanan kapiler darah pada penderita DHF. Uji rumpel leed merupakan salah satu pemeriksaan penyaring untuk mendeteksi kelainan sistem vaskuler dan trombosit. Dinyatakan positif jika terdapat lebih dari 10 ptechiae dalam diameter 2,8 cm di lengan bawah bagian depan termasuk lipatan siku (Depkes,2006). Prinsip : Bila dinding kapiler rusak maka dengan pembendungan akan tampak sebagai bercak merah kecil pada permukaan kulit yang di sebut Ptechiae (R.Ganda Soebrata,2004). 2. Pemeriksaan Hemoglobin Kasus DHF terjadi peningkatan kadar hemoglobin dikarenakan terjadi kebocoran /perembesan pembuluh darah sehingga cairan plasmanya akan keluar dan menyebabkan terjadinya hemokonsentrasi. Kenaikan kadar hemoglobin >14 gr/100 ml.
11
Pemeriksaan kadar hemaglobin dapat dilakukan dengan metode sahli dan fotoelektrik (cianmeth hemoglobin), metode yang dilakukan adalah metode fotoelektrik. Prinsip : Metode fotoelektrik (cianmeth hemoglobin) Hemoglobin darah diubah menjadi cianmeth hemoglobin dalam larutan yang berisi kalium ferrisianida dan kalium sianida.
Absorbansi larutan
diukur pada panjang gelombang 540 nm/filter hijau (R.Ganda Soebrata,2004). 3. Pemeriksaan Hematokrit Peningkatan
nilai
hematokrit
menggambarkan
terjadinya
hemokonsentrasi, yang merupakan indikator terjadinya perembesan plasma. Nilai peningkatan ini lebih dari 20%. Pemeriksaan kadar hematokrit dapat dilakukan dengan metode makro dan mikro. Prinsip : Mikrometode yaitu menghitung volume semua eritrosit dalam 100 ml darah dan disebut dengan % dari volume darah itu (R.Ganda Soebrata,2004). 4. Pemeriksaan Trombosit Pemeriksaan jumlah trombosit ini dilakukan pertama kali pada saat pasien didiagnosa sebagai pasien DHF, Pemeriksaan trombosit perlu di lakukan pengulangan sampai terbukti bahwa jumlah trombosit tersebut normal atau menurun. Penurunan jumlah trombosit < 100.000 /µl atau
12
kurang dari 1-2 trombosit/ lapang pandang dengan rata-rata pemeriksaan 10 lapang pandang pada pemeriksaan hapusan darah tepi. Prinsip : Darah diencerkan dengan larutan isotonis (larutan yang melisiskan semua sel kecuali sel trombosit) dimaksudkan dalam bilik hitung dan dihitung dengan menggunakan faktor konversi jumlah trombosit per µ/l darah (R.Ganda Soebrata,2004). 5. Pemeriksaan Lekosit Kasus DHF ditemukan jumlah bervariasi mulai dari lekositosis ringan sampai lekopenia ringan. Prinsip : Darah diencerkan dengan larutan isotonis (larutan yang melisiskan semua sel kecuali sel lekosit) dimasukkan bilik hitung dengan menggunakan faktor konversi jumlah lekosit per µ/l darah (R.Ganda Soebrata,2004). 6. Pemeriksaan Bleding time (BT) Pasien DHF pada masa berdarah, masa perdarahan lebih memanjang menutup kebocoran dinding pembuluh darah tersebut, sehingga jumlah trombosit dalam darah berkurang. Berkurangnya jumlah trombosit dalam darah akan menyebabkan terjadinya gangguan hemostatis sehingga waktu perdarahan dan pembekuan menjadi memanjang. Prinsip : Waktu perdarahan adalah waktu dimana terjadinya perdarahan setelah dilakukan penusukan pada kulit cuping telinga dan berhentinya perdarahan tersebut secara spontan. (R.Ganda Soebrata,2004).
13
7. Pemeriksaan Clothing time (CT ) Pemeriksaan ini juga memanjang dikarenakan terjadinya gangguan hemostatis. Prinsip : Sejumlah darah tertentu segera setelah diambil diukur waktunya mulai dari keluarnya darah sampai membeku. (R.Ganda Soebrata,2004). 8. Pemeriksaan Limfosit Plasma Biru (LPB) Pada pemeriksaan darah hapus ditemukan limfosit atipik atau limfosit plasma biru ≥ 4 % dengan berbagai macam bentuk : monositoid, plasmositoid dan blastoid. Terdapat limfosit Monositoid mempunyai hubungan dengan DHF derajat penyakit II dan IgG positif, dan limfosit non monositoid (plasmositoid dan blastoid) dengan derajat penyakit I dan IgM positif. (E.N Kosasih,1984). Prinsip: Menghitung jumlah limfosit plasma biru dalam 100 sel jenis-jenis lekosit. 9. Pemeriksaan Imunoessei dot-blot Hasil positif IgG menandakan adanya infeksi sekunder dengue, dan IgM karena
positif menandakan infeksi primer. Tes ini mempunyai kelemahan sensitifitas pada infeksi sekunder lebih tinggi, tetapi pada infeksi
primer lebih rendah, dan harganya relatif lebih mahal. Prinsip : Antibodi dengue baik IgM atau IgG dalam serum akan diikat oleh anti-human IgM dan IgG yang dilapiskan pada dua garis silang di strip nitrosellulosa (Suroso dan Torry Chrishantoro,2004).
14
D. Limfosit Plasma Biru ( LPB ) Penderita DHF sering muncul limfosit plasma biru, hal ini disebabkan karna limfosit merupakan satu-satunya sel tubuh yang mampu mengenal antigen secara spesifik dan mampu membedakan penentu antigenik, sehingga respon imunnya bersifat spesifik. Respon imun spesifik adalah reaksi tubuh terhadap antigen mencakup rangkain interaksi selluler yang di ekspresikan dengan panyebaran produk-produk sel spesifik. Sel yang berperan dalam respon imun spesifik adalah limfosit, yaitu limfosit B dan limfosit T. Limfosit yang normal berukuran kecil, kira-kira sebesar eritrosit, berbentuk bulat dengan diameter 8-10 µ. Inti limfosit penuh hampir mengisi sebagian besar dari ukuran sel, kromatin padat dan berwarna biru, sitoplasma tidak mengandung granula (A.V.Hoffbard 1996). Limfosit yang berstimulasi dengan antigen akan mengalami perubahan struktural dan biokimia. Istilah yang biasa untuk menggambarkan perubahan morfologi tersebut antara lain limfosit plasma biru, limfosit reaktif, limfosit atipik. Limfosit Plasma Biru adalah mononucleus yang besar dengan kromatin nucleus yang homogen dan halus dengan sitoplasma biru tua dan bervakuola, berdiameter 20µ. Jumlah limfosit plasma biru yang ditemukan pada preparat darah hapus untuk penyakit DHF biasanya ≥ 4 % dan apabila dilakukan pemeriksaan lmfosit plasma biru pada buffy coat akan terlihat lebih banyak / meningkat 20% - 50%. (Imam Budiwiyono,2002) Peningkatan jumlah limfosit atipik/limfosit plasma biru ≥ 4 % di daerah darah tepi dan
15
dijumpai pada hari sakit 3-7 (Sri Rejeki Hadinegoro,2001). Limfosit plasma biru pada preparat darah tepi ada bermacam-macam. Macam-macam limfosit plasma biru yang dapat kita lihat pada preparat darah hapus adalah bentuk monositoid, plasmasitoid, dan bentuk blastoid. Bentuk monositoid cirinya yaitu set oval besar, inti berbentuk oval atau melekuk kromatin inti menggumpal.
Irregular pada sitoplasma terdapat
vakuolisasi. Bentuk plasmasitoid cirinya yaitu sitoplasma lebar dengan inti seperti pada sel plasma sitoplasma biru muda/biru gelap dan ada daerah perinuklear yang jernih. Bentuk blastoid cirinya yaitu sel bulat inti terdapat nukleoli sitoplasma biru gelap. Terdapat limfosit plasma biru dalam bentuk monositoid dengan IgG positif berhubungan dengan DBD derajat penyakit II, sedangkan bila ditemukan limfosit plasma biru dalam bentuk blastoid dan plasmasitoid IgM positif berhubungan dengan DHF derajat penyakit I (Imam Budiwiyono,2002). Selain ditemukannya peningkatan jumlah limfosit pada darah tepi juga dapat dilakukan pemeriksaan lain yang juga menunjukkan kespesifikan daripada penyakit DHF (Dengue Hemorrhagic Fever).
16
Gambar I. Sel Limfosit
Gambar II. Macam – macam Limfosit Plasma Biru (LPB).
Limfosit Plasma Biru (LPB) “Monositoid”.
LPB : Plasmasitoid (Non monositoid)
LPB : Blastoid (Non monositoid)
Http:// id.shvoong.com/exact-sciences/1835870 (Leucocyt)//.2010