ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
13
BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN TEORI 2.1. Tinjauan teori 2.1.1. Emotional Quotient (EQ) Segala keributan, kekacauan dan malapetaka yang terjadi pada manusia kebanyakan di latarbelakangi tidak terkendalinya kemarahan manusia. Akibat dari kemarahan itupun begitu dahsyat efeknya, tidak hanya dirasakan oleh yang marah tetapi juga orang-orang di sekitarnya dan penyesalanpun berkelanjutan sepanjang masa. (Purwanto dan Mulyono, 2006:vi). (Gymnastiar dalam Purwanto dan Mulyono, 2006:ix) menyatakan bahwa marah merupakan reaksi dari perasaan kesal yang memuncak ketika dia temui hal-hal yang tidak selaras dengan keinginan dan pandangan-pandangannya. Orang bisa marah karena alasan konflik, penghinaan, cemoohan, ancaman maupun tekanan rasa sakit. (Bradberry dan Greaves, 2009:54) mengatakan bahwa semua emosi pada dasarnya adalah dorongan untuk bertindak, rencana seketika untuk mengatasi frustasi untuk mengatasi masalah yang telah ditanamkan secara berangsur-angsur oleh evolusi. Akar kata emosi adalah movere, kata kerja bahasa latin yang artinya menggerakkan, bergerak datambah awalan e untuk memberi arti bergerak menjauh menyiratkan bahwa kecenderungan bertindak merupakan hal mutlak dalam emosi. Al-qur’an mengingatkan kita agar dapat mengendalikan
Tesis
PENGARUH EMOTIONAL QUOTIENT ......
ENGGAR PRISTIANORA
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
14
emosi marah, karena ketika seseorang sedang marah pemikiranya akan macet dan kehilangan kemampuan untuk memberikan penilaian yang benar. Selama marah berlangsung, juga selama terjadinya emosi lainnya, dua kelenjar anak ginjal memancarkan hormon adrenalin yang mempengaruhi hati dan membuatnya lebih banyak mengelurkan zat gula. Hal tersebut membuat terjadinya peningkatan energi dalam tubuh dan membuat tubuh lebih mampu mencurahkan upaya organis yang diperlukan untuk mempertahankan diri. Peningkatan energi dalam tubuh, selama emosi marah berlangsung akan membuat seseorang lebih siap untuk melakukan permusuhan fisik terhadap orang yang membangkitkan amarahnya. (Purwanto dan Mulyono, 2006:57-58). Kecerdasan emosi (EQ) adalah kemampuan untuk memotivasi diri sendiri dan bertahan menghadapi frustasi, mengendalikan dorongan hati dan menjaga agar beban stres tidak melumpuhkan kemampuan untuk berfikir, berempati serta berdo’a (Goleman, 2007:45). EQ merupakan kemampuan untuk mengendalikan diri, memotivasi diri sendiri dan memahami perasaan orang lain serta dapat menempatkan emosi yang negatif sesuai dengan situasi yang di hadapi. (Aristoteles dalam Goleman, 2007:1) mengemukakan, ”orang marah itu mudah, tetapi untuk menempatkan kemarahan atau mengendalikan emosi dari marah itu sangat sulit, dengan meihat emosi itu untuk siapa, kapan waktu yang tepat untuk meluapkan emosi atau marah, untuk apa tujuan marah itu dan marah dengan cara yang baik bukanlah hal yang mudah.” Mereka
Tesis
PENGARUH EMOTIONAL QUOTIENT ......
ENGGAR PRISTIANORA
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
15
yang mengasah kecerdasan emosionalnya memiliki kemampuan unik untuk berkembang disaat sebagian lain terlalu sibuk menggelepar. Kecerdasan emotional merupakan “sesuatu” yang ada dalam diri setiap kita yang sedikit sulit diraba. Ia menjelasakan cara bagaimana kita mengelola perilaku, mengarahkan kompleksitas sosial dan mengambil keputusan personal dalam meraih hasil yang positif. Ciri-ciri EQ rendah: 1. Cenderung egois, berorientasi pada kepentingan sendiri dan kepuasan pribadi terkadang merasa puas bila mampu menghina atau mengalahkan orang lain. semakin bingung, semakin panik orang lain semakin senanglah ia. Orang-orang seperti ini biasanya menciptakan rasa kemenangan dengan membuat penderitaan atau kesulitan orang lain. 2. Pendengar yang buruk, lebih suka berbicara, senangnya interupsi dan sangat menyukai perdebatan, baginya saya selalu benar. padahal Tuhan telah mengaruniakan kita satu mulut dan dua telinga sebagai bukti kalau kita diperintahkan untuk lebih banyak mendengar. 3. Negatif di mata orang banyak, biasanya orang yang ber EQ rendah memiliki penilaian negatif di lingkungan sekitarnya, hampir setiap orang tidak menyukainya. 4. Melihat masalah dari pikiran, bukan perasaan, biasanya mereka terlalu kaku dalam menegakkan aturan, banyak hal yang tidak
Tesis
PENGARUH EMOTIONAL QUOTIENT ......
ENGGAR PRISTIANORA
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
16
prinsipil dibahas terlalu detail sehingga menimbulkan konflik yang tidak perlu. 5. Merasa tidak aman dan sulit menerima kesalahan diri, sulit meminta maaf secara tulus sebaliknya sulit menerima keberhasilan orang lain. (http://artikel-kesehatan-online. blogspot.com) Mengendalikan emosi dipengaruhi oleh 2 faktor yaitu genetika dan lingkungan, sehingga kecerdasan emosional dapat berubah dan dikembangkan, (Hutapea dan Thoha, 2008:50). Menurut (Najati dan hawwa dalam Purwanto dan Mulyono, 2006:58) dikatakan bahwa pengendalian marah mempunyai manfaat diantaranya: 1. Memelihara kemampuan berfikir manusia dalam pengambilan keputusan yang benar. Ini menghindarkannya untuk tidak terjerumus dalam tindakan atau perkataan yang disesalinya nanti. 2. Memelihara keseimbangan fisik manusia sebab pengendalian marah melindungi manusia dari ketegangan fisik yang timbul akibat peningkatan energi yang terjadi akibat meninkatnya zat gula yang dikeluarkan oleh hati. Dengan demikian, manusia akan terhindar untuk tidak melakukan berbagai tindak kekerasan, seperti agresi fisik terhadap musuhnya yang sering terjadi waktu kemarahan berlangsung. 3. Pengendalian marah dan tindakan tidak memusuhi orang lain, baik secara fisik ataupun dengan kata-kata dan tetap bergaul dengan orang lain secara baik dan tenang, dengan sendirinya akan
Tesis
PENGARUH EMOTIONAL QUOTIENT ......
ENGGAR PRISTIANORA
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
menimbulkan
rasa
tenang
dalam
17
diri
si
musuh
itu
dan
mendorongnya mengadakan intropeksi. 4. Pengendalaian
atas
marah
dari
segi
kesehatan
mampu
menghindarkan manusia dari banyak penyakit yang ada pada umumnya, seperti telah dikemukakan timbul akibat emosi yang kuat. Pada umumnya pekerjaan yang membutuhkan kemampuan emosional yang besar adalah pekerjaan yang dalam pelaksanaannya menghadapi tekanan mental yang besar; baik yang disebabkan oleh kuantitas pekerjaan yang terlalu besar atau oleh interaksi pekerjaan dengan lingkungan yang menegangkan, (Hutapea dan Thoha, 2008:48). 2.1.2. Spiritual Quotient (SQ) Dalam kehidupan bermasyarakat atau interaksi sosial seseorang yang cerdas, baik secara intelektual maupun emosi belum menjamin ia dapat berinteraksi dengan baik. Karena kedua kecerdasan ini masih berkutat pada seputar kemampuan berinteraksi sosial tidak banyak terlibat. SQ dibutuhkan dalam masyarakat karena dalam berinteraksi Dengan individu tidak saja dibutuhkan IQ dan EQ, tapi juga kemampuan spiritual. Kemampuan spiritual dimaksudkan untuk menunjukkan suatu sifat arif dan bijak dalam hubungannya dengan sesama manusia, baik dalam pikiran, perkataan maupun tindakan dan bukannya menujukkan kemampuan mengadakan ritual-ritual keagamaan. Seseorang yang memiliki kemampuan spiritual tentunya lebih mampu berfikir arif dan bertindak bijak, ia bisa menjadi lebih humanis
Tesis
PENGARUH EMOTIONAL QUOTIENT ......
ENGGAR PRISTIANORA
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
18
dan menjunjung nilai-nilai moral dan etika dalam pergaulan. Kecerdasan spiritual banyak mengembangkan konsep-konsepnya dari aliran humanistis ini kemudian mengembangkan sayapnya secara spesifik membentuk psikologi transpersonal dengan landasan pengalaman keagamaan sebagai peak experience, plateau dan fartherst of human nature. Dalam mengembangkan SQ tidak mesti berhubungan dengan agama. SQ adalah kecerdasan jiwa yang dapat membantu seseorang membangun dirinya secara utuh. SQ tidak tergantung dengan budaya atau nilai. Tidak mengikuti nilai-nilai yang ada tetapi menciptakan kemungkinan untuk memiliki nilai-nilai itu sendiri. SQ adalah fasilitas yang berkembang selama jutaan tahun yang memungkinkan otak untuk menemukan dan menggunakan makna dalam memecahkan persoalan. Utamanya persoalan yang menyangkut masalah eksistensial, yaitu saat seseorang secara pribadi terpuruk, terjebak oleh kebiasaan, kekawatiran dan masalah masa lalu akibat penyakit dan kesedihan. Dengan dimilikinya SQ seseorang mampu mengatasi masalah hidupnya dan berdamai dengan masalah tersebut. SQ memberi suatu rasa yang dalam pada diri seseorang menyangkut perjuangan hidup. Otak SQ cara kerjanya berfikir unitif. Yaitu kemampuan untk menangkap seluruh konteks yang mengaitkan antar unsur yang terlibat. Kemampuan untuk menangkap
suatu
situasi
dan
melakukan
reaksi
terhadapnya,
menciptakan pola dan aturan baru. Kemampuan ini merupakan ciri utama kesadaran, yaitu kemampuan untuk mengalami dan menggunakan
Tesis
PENGARUH EMOTIONAL QUOTIENT ......
ENGGAR PRISTIANORA
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
19
pengalaman tentang makna dan nilai yang lebih tinggi. Tanda SQ yang berkembang dengan baik: 1. Kemampuan bersikap fleksibel (adaptif secara spontan dan aktif) 2. Tingkat kesadaran diri yang tinggi 3. kemampuan untuk menghadapi dan memanfaatkan penderitaan 4. Kemampuan untuk menghadapi dan melampaui rasa sakit 5. Kualitas hidup yang diilhami oleh visi dan nilai-nilai 6. Keengganan untuk menyebabkan kerugian yang tidak perlu 7. Kecenderungan untuk melihat keterkaitan antara berbagai hal (holistik) 8. Kencenderungan nyata untuk bertanya mengapa? Atau bagaimana jika untuk mencari jawaban-jawaban yang mendasar 9. Mandiri SQ yang berkembang dengan baik dapat menjadikan seseorang menjadi, yaitu suatu modus eksistensi yang dapat membuat seseorang merasa gembira, menggunakan kemampuannya secara produktif dan dapat menyatu dengan dunia. (Zohar dan Marshall dalam Agustian, 2009:13) mendefinisikan kecerasan Spiritual sebagai kecerdasan untuk menghadapi persoalan makna atau value yaitu kecerdasan untuk menempatkan perilaku dan hidup kita dalam konteks makna yang lebih luas dan kaya, kecerdasan untuk menilai bahwa tindakan atau jalan hidup seseorang lebih bermakna dibandingkan dengan yang lain.
Tesis
PENGARUH EMOTIONAL QUOTIENT ......
ENGGAR PRISTIANORA
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
20
2.1.3. Kinerja Aparat Satpol PP Kinerja menurut Anwar Prabu Mangkunegara (2000 : 67) “Kinerja ( prestasi kerja) adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seseorang pegawai dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya”. Kemudian menurut Ambar Teguh Sulistiyani (2003 : 223) “Kinerja seseorang merupakan kombinasi dari kemampuan, usaha dan kesempatan yang dapat dinilai dari hasil kerjanya”. Maluyu S.P. Hasibuan (2001:34) mengemukakan “kinerja (prestasi kerja) adalah suatu hasil kerja yang dicapai seseorang dalam melaksanakan tugas tugas yang dibebankan kepadanya yang didasarkan atas kecakapan, pengalaman dan kesungguhan serta waktu”. Menurut John Whitmore (1997 : 104) “Kinerja adalah pelaksanaan fungsi-fungsi yang dituntut dari seseorang,kinerja adalah suatu perbuatan, suatu prestasi, suatu pameran umum ketrampikan”. Menurut Barry Cushway (2002 : 1998) “Kinerja adalah menilai bagaimana seseorang telah bekerja dibandingkan dengan target yang telah ditentukan”. Menurut Veizal Rivai ( 2004 : 309) mengemukakan kinerja adalah : “ merupakan perilaku yang nyata yang ditampilkan setiap orang sebagai prestasi kerja yang dihasilkan oleh karyawan sesuai dengan perannya dalam perusahaan”. Menurut Robert L. Mathis dan John H. Jackson Terjamahaan Jimmy Sadeli dan Bayu Prawira (2001 : 78), “menyatakan bahwa kinerja pada dasarnya adalah apa yang dilakukan atau tidak dilakukan karyawan”. Menurut John Witmore dalam
Tesis
PENGARUH EMOTIONAL QUOTIENT ......
ENGGAR PRISTIANORA
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
21
Coaching for Perfomance (1997 : 104) “kinerja adalah pelaksanaan fungsi-fungsi yang dituntut dari seorang atau suatu perbuatan, suatu prestasi, suatu pameran umum keterampilan”. Kinerja merupakan suatu kondisi yang harus diketahui dan dikonfirmasikan kepada pihak tertentu untuk mengetahui tingkat pencapaian hasil suatu instansi dihubungkan dengan visi yang diemban suatu organisasi atau perusahaan serta mengetahui dampak positif dan negatif dari suatu kebijakan operasional. Mink (1993 : 76) mengemukakan pendapatnya bahwa individu yang memiliki kinerja yang tinggi memiliki beberapa karakteristik, yaitu diantaranya: a. berorientasi pada prestasi, b. memiliki percaya diri, c. berperngendalian diri, d. kompetensi. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kinerja Menurut Robert L. Mathis dan John H. Jackson (2001 : 82) faktorfaktor yang memengaruhi kinerja individu tenaga kerja, yaitu: 1. Kemampuan mereka 2. Motivasi 3. Dukungan yang diterima 4. Keberadaan pekerjaan yang mereka lakukan, dan 5. Hubungan mereka dengan organisasi.
Tesis
PENGARUH EMOTIONAL QUOTIENT ......
ENGGAR PRISTIANORA
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
22
Berdasarkaan pengertian di atas, disimpulkan bahwa kinerja merupakan kualitas dan kuantitas dari suatu hasil kerja (output) individu maupun kelompok dalam suatu aktivitas tertentu yang diakibatkan oleh kemampuan alami atau kemampuan yang diperoleh dari proses belajar serta keinginan untuk berprestasi. Mangkunegara
(2000)
menyatakan
bahwa
faktor
yang
memengaruhi kinerja antara lain : a. Faktor kemampuan Secara psikologis kemampuan (ability) pegawai terdiri dari kemampuan potensi (IQ) dan kemampuan realita (pendidikan). Oleh karena itu pegawai perlu dtempatkan pada pekerjaan yang sesuai dengan keahlihannya. b. Faktor motivasi Motivasi terbentuk dari sikap (attiude) seorang pegawai dalam menghadapi situasi (situasion) kerja. Motivasi merupakan kondisi yang menggerakkan diri pegawai terarah untuk mencapai tujuan kerja. Sikap mental merupakan kondisi mental yang mendorong seseorang untuk berusaha mencapai potensi kerja secara maksimal. David C. Mc Cleland (1997) seperti dikutip Mangkunegara (2001 : 68), berpendapat bahwa “Ada hubungan yang positif antara motif berprestasi dengan pencapaian kerja”. Motif berprestasi dengan pencapaian kerja. Motif berprestasi adalah suatu dorongan dalam diri seseorang untuk melakukan suatu kegiatan atau tugas dengan sebaik
Tesis
PENGARUH EMOTIONAL QUOTIENT ......
ENGGAR PRISTIANORA
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
23
baiknya agar mampu mencapai prestasi kerja (kinerja) dengan predikat terpuji. Menurut Gibson (1987) ada 3 faktor yang berpengaruh terhadap kinerja : 1. Faktor individu : kemampuan, ketrampilan, latar belakang keluarga, pengalaman kerja, tingkat sosial dan demografi seseorang. 2. Faktor psikologis : persepsi, peran, sikap, kepribadian, motivasi dan kepuasan kerja 3)Faktor organisasi : struktur organisasi, desain pekerjaan, kepemimpinan, sistem penghargaan (reward system). (http://id.wikipedia.org/wiki/Kinerja) Berdasarkan buku yang ditulis oleh Farid Elashmawi dan Philip R. Harris yang berjudul ”multicultural management, new skill for global success”, dinyatakan bahwa berbagai bangsa di dunia ini mempunyai budaya yang berbeda satu sama lain. Berdasarkan perbedaan budaya, mengakibatkan perbedaan dalam perilaku (behavior) dan sikap (attitude) dalam kegiatan organisasi, baik organisasi perusahaan, rumah sakit, partai politik, organisasi militer, klub-klub sosial maupun organisasi gereja dan sebagainya. Perbedaan bangsa Karena perbedaan geografis tempat tingal asal juga faktor lain yang menyebabkan perbedaan. Perbedaan perilaku ini, menurut wayne F. Casio dalam ”Applied Psycologi in personel management”, 4rd edtion (1991), berakibat pada perbedaan hasil dalam “job performance” (kinerja tugas) sebagai akibat
Tesis
PENGARUH EMOTIONAL QUOTIENT ......
ENGGAR PRISTIANORA
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
24
dari perbedaan perilaku (behavior) dan akibat perbedaan budaya asal. Padahal budaya masyarakat dipengaruhi pula lingkungan geografi dimana mereka hidup atau berasal. Secara umum perbeaan perilaku dan sikap manusia terhadap kinerja dalam organisasi dapat diterankan sebagai berikut: 1. Perbedaan geografis dari sumberdaya manusia dimana mereka tumbuh
menyebabkan
sikap
budaya
yang
berbeda
dalam
melaksanakan kegiatan dalam suatu organisasi. 2. Perbedaan budaya tercermin dalam perbedaan perilaku (behavior) dan sikap (attitude) dalam melaksanakan kegiatan dalam berbagai organisasi, baik organisasi perusahaan, organisasi pemerintahan, organisasi
politik
maupun
organisasi
perusahaan,
sehingga
menghasilkan tingkat kinerja yang berbeda pula. (Prawirosentono: 2008). Kinerja Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) saat ini masih tersandung dengan regulasi yang belum selesai di tingkat daerah. Demikian kata Kepala Kantor Satpol PP-WH dan Pemadam Kebakaran Provinsi Aceh, Drs H Marzuki, pada acara lepas sambut Kasat Pol PP Aceh Selatan dari, Sabtu (24/9). Menurutnya, sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 6 tahun 2010, kedudukan pelaksanaan pekerjaan yang diemban Kantor Satpol PP-WH dan Pemadam Kebakaran eseloneringnya setara dengan Dinas dan Badan, yakni eselon II B dengan sekretaris dan empat Kepala Bidang (Kabid), walaupun namanya
Tesis
PENGARUH EMOTIONAL QUOTIENT ......
ENGGAR PRISTIANORA
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
25
tetap kantor. Sekarang ini, di daerah rata-rata masih eselon III A, sehingga dalam berkoordinasi terhadap eselon di atas itu kerap menghadapi kendala. Sebab masih terbawa dengan ego sektoral antar instansi. Pihaknya sangat mengharapkan, Qanun mengenai Satpol PP ini yang sedang dibahas di badan legislatif baik provinsi maupun di daerahdaerah dapat segera selesai dan disahkan, agar kinerja lembaga ini dapat berjalan dengan maksimal. Hal itu penting, Sebagaimana diamanah PP 6/2010, kata dia, tugas pokok Satpol PP terkait tiga hal yakni, atributif tentative
merupakan
tugas
melekat
seperti
menangkap
dan
mengamankan. Kemudian delegatif, yakni melaksanakan tugas yang diberikan pimpinan daerah, serta prestiutis yakni tidakan cepat dalam mengamankan pejabat negara. Selain itu kami juga bisa melakukan penyelidikan non yudisial. instansi itu memiliki peran penting dalam menjaga keamanan dan ketertiban umum, dan penegakan peraturan daerah. (http://harian-aceh.com/2011/09/25/kinerja-satpol-pp-masih terkendala-regulasi) 2.1.4. Citra Aparat Satpol PP di mata publik Citra adalah kesan tentang diri yang dibentuk oleh orang lain ketika mereka melihat sesuatu. (Linkemer, 2011:9). (Nimmo, 2001:4) mendefinisikan citra sebagai segala sesuatu yang telah dippelajari seseorang, yang relevan dengan situasi dan tindakan yang bisa terjadi di dalamnya. Kedalam citra tercakup seluruh pengetahuan seseorang (kognisi), baik benar maupun keliru, semua preferensi (afeksi) yang
Tesis
PENGARUH EMOTIONAL QUOTIENT ......
ENGGAR PRISTIANORA
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
26
melekat kepada tahap tertentu peristiwa yang menarik atau menolak orang tersebut dalam situasi ini, dan semua pengharapan (konasi) yang dimiliki orang tentang apa yang mungkin terjadi jika dia berperilaku dengan cara yang berganti-ganti terhadap objek di dalam situasi itu. Howard Menjelaskan bahwa citra organisasi dibangun dari elemen visual, verbal dan perilaku yang menjadi cerminan aktualisasi dari visi pemimpin organisasi yang terintegrasi dengan misi dan rencana strategik organisasi. Sedangkan menurut Fomburn dikatakan bahwa citra organisasi juga merupakan cerminan identitas organisasi yang akan membangun nama baik organisasi. (http://fatmapuspita.wordpress.com/ category/notes-abouthumasministry-of-law-and-human-rights/.)
Citra
profesional bukanlah cara untuk mengelabuhi orang agar menganggap kita sebagai seseorang yang bukan diri kita yang sebenarnya. Sesungguhnya yang sebaliknyalah yang berlaku. Citra profesional adalah cara yang berguna yang dapat membantu kita mengekspresikan secara jujur dan tulus, siapa diri kita sebenarnya dan apa yang kita dapat tawarkan. Tidak ada tipu muslihat sama sekali, tetapi ada beberapa teknik yang sangat efektif untuk membuat citra seseorang bekerja untuk dirinya. (Linkemer, 2011:17-18). seseorang mungkin memiliki semacam kerja untuk dilakukan bila dia ingin mengembangkan citra yang merefleksikan
diri
yang sebenarnya
dan
yang
cocok
dengan
lingkungannya. (Linkemer, 2011:30). Bila benar-benar ingin mengenal dan apa yang penting bagi diri sendiri, bila ingin mengamati dunia
Tesis
PENGARUH EMOTIONAL QUOTIENT ......
ENGGAR PRISTIANORA
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
27
tempat kerja kita dan orang-orang yang dapat mempengaruhi karir kita, dan bila anda ingin mengerti bagaimana mengubah citra profesional kita menjadi kunci yang dapat secara harfiah membuka pintu bagi kita, maka harus mempunyai sikap ingin tahu. Kita harus menggunakan semua indra dalam menangkap data dan mengunakan pikiran untuk menafsirkan data itu. Sikap harus selalu terbuka terhadap cara-cara dalam memandang diri sendiri dan dunia terhadap potensi diri sendiri, terhadap pengambilan resiko dan percobaan segala sesuatunya, pemberian orang lain kepada kita dan terhadap pelepasan persepsi lama yang tidak cocok. (Linkemer, 2011:31). Bersikap terbuka terhadap perubahan tidak berarti mengubah diri kita atau yang kita hargai. Sesungguhnya segera sesudah seseorang menemukan hal yang paling penting bagi dirinya maka itu mungkin lebih berarti daripada mengubah dirinya, seseorang akan memutuskan untuk mengubah lingkungan, pekerjaan atau bahkan arah kariernya. Mc. Clusky memandang keseluruhan persoalan citra sebagai persoalan yang menimbulkan suatu konflik di dalam diri sebagian besar orang. Suatu konflik antara kemampuan mengekspresikan diri (bersikap autentik) dan memiliki ekspresi yang cocok dengan lingkungan kerjanya. Citra terbentuk berdasarkan pesan yang kita terima. Media massa bekerja untuk menyampaikan pesan pada khalayak. Bagi khalayak, pesan
yang diterima dapat
membentuk, mempertahankan atau
mendefinisikan citra. Pada tahap ini analisis terbentuk mengenai apakah
Tesis
PENGARUH EMOTIONAL QUOTIENT ......
ENGGAR PRISTIANORA
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
28
citra yang diterima adalah positif atau negatif. Pengaruh media massa dalam pembentukan citra terasa kuat karena dalam kehidupan masyarakat modern, karena anggota masyarakat memperoleh informasi dari
media
massa.
(http://fatmapuspita.wordpress.com/2010/10/14/
humas-mewujudkan-pencitraan-positif-organisasi/.)
Media
massa
sebagai pemegang kendali utama pemberitaan, karena salah satu kekuatan
media
yang
sangat
diperhitungkan
adalah
kekuatan
menciptakan opini publik. Narasi yang dibangun dan dipoles sedemikian rupa dengan bahasa, tidak sekedar untuk melukiskan suatu fenomena atau lingkungan, tetapi juga dapat mempengaruhi cara melihat lingkungan kita. Implikasinya, bahasa juga dapat digunakan untuk memberikan akses tertentu terhadap suatu peristiwa atau tindakan, misalnya
dengan
mengagungkan,
menekankan,
melecehkan,
mempertajam,
membelokkan,
memperlembut,
atau
mengaburkan
peristiwa atau tindakan tersebut. Dalam dunia pencitraan, citra dan realitas menjadi dua kutub yang terus tarik menarik. Citra telah berubah menjadi sebuah mesin politis yang bergerak kian cepat. Strategi pencitraan dan teknologi pencitraan atau imagologi dikemas sedemikian rupa untuk mempengaruhi persepsi, emosi, perasaan, kesadaran, dan opini publik sehingga mereka dapat digiring ke sebuah preferensi, pilihan dan keputusan politik tertentu. Dalam bukunya simulation, Baudrillard
mendefinisikan
simulakra
sebagai
sebuah
strategi
penyamaran tanda dan citra (disguising), sebuah proses penjungkir
Tesis
PENGARUH EMOTIONAL QUOTIENT ......
ENGGAR PRISTIANORA
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
balikan
tanda
yang
menciptakan
29
kekacauan,
turbulensi,
dan
indeterminasi dalam dunia representasi dan pertandaan. Citra dan simulakra
akan
menjelma
menjadi
“kekuatan
utama”
dalam
mengendalikan wacana sehingga di dalamnya kini tidak hanya ada kekuatan pengetahuan, tetapi lebih penting lagi menjelmanya “kekuatan citra” (power/image) sebagai kekuatan. Dalam simulakra politik, segala potensi tanda, citra, dan tontonan; segala kekuatan bahasa (language power); kekuatan simbol (symbolic power) dikerahkan dalam rangka membangun citra, membentuk opini publik, mengubah persepsi, mengendalikan
kesadaran
massa
(mass
consciousness),
dan
mengarahkan preferensi politik meski semuanya tak lebih dari iringiringan simulakra belaka. Meskipun pada akhirnya pemberitaan media menunjukkan sifat netral atau berpihak, merepresentasikan fakta atau rekayasa fakta, menggambarkan realitas atau hanya mensimulasi realitas. Namun yang jelas media tidak dapat dilepaskan dari berbagai kepentingan, baik itu kepentingan ekomomi maupun kepentingan ideologi. (http://abubakarabdurrahman.blogspot.com/2009/07/media-dan -politikpencitraan.html.) Reputasi atau nama baik organisasi merupakan suatu penilaian atas seluruh citra organisasi yang ada dalam benak masyarakat. Pengukuran reputasi umumnya disusun secara kualitatif. Meskipun ada indikator-indikator yang dapat menjadi acuan reputasi, sejatinya reputasi hanya dapat diukur melalui persepsi masyarakat. Pada pengambilan keputusan khalayak atau penyusunan kebijakan, maka
Tesis
PENGARUH EMOTIONAL QUOTIENT ......
ENGGAR PRISTIANORA
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
30
reputasi merupakan salah satu komponen yang dinilai. (http:// fatmapuspita.Wordpress.com/2010/10/14/humasmewujudkan-pencitraan -positiforganisasi/.) Saat ini masih banyak orang-orang yang melakukan kejahatan kecil apabila memiliki kesempatan dan tidak terlihat orang lain. Mereka umumya menganggap hal itu tidak diketahui oleh atasan mereka serta menganggap pelanggaran-pelanggaran etika itu adalah hal yang biasa. Padahal itu menyangkut sesuatu yang serius yaitu integritas dan kepercayaan. Itu terjadi karena pengaruh prinsip-prinsip hidup yang dianut, seperti prinsip bekerja untuk mencari uang semata dan untuk dinilai oleh atasan. Hasilnya, uang menjadi orientasi utama dan bekerja baik hanya bila dilihat orang lain sehingga kepercayaan sulit diperoleh. (Agustian, 2009:). Dalam hal ini Satpol PP yang tugasnya berhubungan langsung dengan masyarakat akan dengan mudah diamati publik, apalagi citra Satpol PP saat ini yang cenderung dikonotasikan negatif sering di munculkan dalam pemberitaan media masa. 2.2. Hubungan EQ dengan SQ Emotional
Quotient
(EQ)
merupakan
kemampuan
merasakan,
memahami,dan secara efektif menerapkan daya serta kepekaan emosi sebagai sumber energi, informasi, koneksi, dan pengaruh yang manusiawi (Cooper dan Sawaf, 1998). Goleman mempopulerkan pendapat para pakar teori kecerdasan bahwa ada aspek lain dalam diri manusia yang berinteraksi secara aktif dengan aspek kecerdasan IQ dalam menentukan efektivitas penggunaan kecerdasan
Tesis
PENGARUH EMOTIONAL QUOTIENT ......
ENGGAR PRISTIANORA
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
31
yang konvensional tersebut. Ia menyebutnya dengan istilah kecerdasan emosional dan mengkaitkannya dengan kemampuan untuk mengelola perasaan, yakni kemampuan untuk mempersepsi situasi, bertindaksesuai dengan persepsi tersebut, kemampuan untuk berempati, dan lain-lain. Jika kita tidak mampu mengelola aspek rasa kita dengan baik, maka kita tidak akan mampu untuk menggunakan aspek kecerdasan konvensional kita (IQ) secara efektif, demikian menurutGoleman (Adhipurna, 2001). Zohar dan Marshall mengikut sertakan aspek konteks nilai sebagai suatu bagian dari proses berpikir/ berkecerdasan dalam hidup yangbermakna, untuk ini mereka mempergunakan istilah kecerdasan spiritual (Spiritual Quotient/SQ) (Zohar dan Marshal, 2000). Indikasi kecerdasan spiritual ini dalam pandangan mereka meliputi kemampuan untuk menghayati nilai dan makna-makna, memiliki kesadaran diri, fleksibel dan adaptif, cenderung untuk memandang sesuatu secara holistik, serta berkecenderungan untuk mencari jawaban-jawaban fundamental atas situasi-situasi hidupnya,dan lain-lain. Bagi Zohar spiritualitas tidak harus dikaitkan dengan kedekatan seseorang dengan aspek ketuhanan, sebab menurutnya seorang humanis ataupun atheis pun dapat memiliki spiritualitas tinggi. Agustian (2001a) memberikan makna bertentangan dengan nilai DanahZohar, yang menyatakan SQ terkait dengan masalah ketuhanan atau agama. Kecerdasan manusia terwujud karena adanya dorongan suara hati (fitrah) yang bersumber dari Allah dengan unsur-unsur sifat Tuhan atau GodSpot, menjadikan manusia memiliki ketangguhan pribadi danketangguhan sosial dalam mewujudkan kesuksesan manusia.Spiritual Quotient menurut
Tesis
PENGARUH EMOTIONAL QUOTIENT ......
ENGGAR PRISTIANORA
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
32
pemikiran sekuler belum mampu memberikan makna menyeluruh kepada manusia. Kemampuan untuk menghayati nilai dan makna-makna, memiliki kesadarandiri, fleksibel dan adaptif masih terbatas kepada kemampuan diri sendiri yang suatu saat dapat hilang tanpa kepercayaan dan keyakinan kekuatan transedental yang memberikan energi bagi manusia. Kesadaran bahwa hidup manusia ada yang mengatur, dapat memberikan power cukup besar yang berpengaruh kepada manusia dalam kondisi apapun, baik kondisi normal maupun. Kondisi pada saat manusia dihadapkan pada masalah-masalah kehidupan. Agustian (2001a) menggambarkan kecerdasan emosional berfungsi secara horizontal, yakni berperan hanya kepada hubungan manusia dan manusia, sedangkan kecerdasan spiritual adalahkecerdasan vertikal berupa hubungan kepada Maha Pencipta. Penggabungan kedua hal ini akan menghasilkan manusia-manusia paripurna yang siap menghadapi hidup dan menghasilkan efek kesuksesan atas apa yang dilakukannya. Kedua bentuk kecerdasan yang dibahas di atas (EQ,dan SQ), mempunyai akarakar neurobiologis di otak manusia. Fakta menyatakan bahwa otak menyediakan komponen anatomisnya untuk aspek rasional (IQ), emosional (EQ), dan spiritual (SQ). Kecerdasan emosional ada di sistem limbik, alias otak dalam, yang terdiri dari thalamus, hypothalamus dan hippocampus.Sedangkan kecerdasan spiritual mempunyai dasar neurofisiologis pada osilasi frekuensi gamma40 Hertz yang bersumber pada integrasi sensasi-sensasi menjadi persepsi obyek-obyek dalampikiran manusia (Zohar dan Marshall, 2000). Seseorang
Tesis
PENGARUH EMOTIONAL QUOTIENT ......
ENGGAR PRISTIANORA
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
33
yang ber-IQ tinggi, belum tentu mutlak akan berhasil memecahkan permasalahan-permasalahan di dalam dunia kerja yang kompleks, tetapi perlu adanya sisi cerdas lain dari diri karyawan tersebut. Goleman seorang peneliti ilmu-ilmu perilaku dan otak, Doktor dari Harvard University, menyatakan bahwa IQ hanya berpengaruh 5-10 % terhadap keberhasilan, sisanya adalah faktor kecerdasan lain. Lebih lanjut Goleman menyatakan faktor kecerdasan penting yang lain tersebut adalah Emotional Quotient (EQ) (Goleman, 2002). EQ berorientasi kepada kecerdasan mengelola emosi manusia. Di dalamnya terdapat unsur kemampuan akan kepercayaan diri sendiri, ketabahan, ketekunan, menjalin hubungan sosial. Jika pekerja memiliki kecerdasan ratarata, sebenarnya ia dapat meraih prestasi kerja yang tinggi jika adanya kepercayaan terhadap diri sendiri, tidak terlalu tergantung kepada orang lain, ketabahan menghadapi beban kerja, ketekunan dalam bekerja, melakukan kontak-kontak sosial dalam kerja, akan merubah posisi seorang yang semula berprestasi rata-rata menuju tingkat prestasi yang lebih baik. Sebuah penelitian pada hampir42.000 orang di 36 negara dan mengungkapkan hubungan positif antara kecerdasan emosional dan kesuksesan dalam kehidupan pribadi dan pekerjaan (Stein dan Book, 2002). Ini menunjukkan bahwa seorang karyawan juga akan berhasil jika di dalam diri mereka terbentuknilai-nilai EQ yang tinggi. Jan Derksen dan Theodore Bogels di Belanda dari hasil penelitiannya diperoleh bahwa ada hubungan yang signifikan yakni orang-orang yang ber-EQ tinggi dengan kemampuan menghasilkan banyak uang (Stein dan Book,2002). Penciptaan kesadaran akan EQ ini seperti merupakan penciptaan akan aspek
Tesis
PENGARUH EMOTIONAL QUOTIENT ......
ENGGAR PRISTIANORA
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
34
afeksikaryawan untuk siap terjun dalam dunia kerja yang penuh dengan tantangan dan kompetisitinggi, stress, sehingga memerlukan pengelolaan emosional yang baik.Seorang pakar sekaligus pengamat sumber daya manusia, Parlindungan Marpaung memberikansolusi untuk mengelola emosional dalam bekerja (Marpaung, 2002). Nilai-nilai SQ juga berperan penting akan pembentukan prestasi kerja secara umum. Kesalahan selama ini adalah pendewaan akan IQ walau sebenarnya terdapat kecerdasan lain yang perlu diseimbangkan untuk sebuah kesuksesan. Sekularisasi pemikiran masyarakat mengarahkan orang-orang untuk mengejar kesuksesan secara fisikal dan material, seperti karier, jabatan,kekuasaan, dan uang. Orientasi materi dan pemisahan seperti ini dapat menjadi sebab tumbuhnya pemikiran pesimisme bagi mereka yang memiliki kecerdasan rata-rata, lalu melakukan tindakan tidak etis untuk meraih sebuah kesukesan
material.
Kesombongan
dapat
terjadi
bagi
mereka
yang
berintelektual tinggi atau mereka yang pintar, tidak menghargai bawahan jika menjadi pemimpin. Kondisi lain, mereka yang terlibat dalam kehidupan material baik bagi yang pintar ataupun tidak, adalah kemudahan untuk tidak bisa bertahan akan benturan permasalahan kerja, mudah frustasi, stress akibat tidak adanyakeseimbangan spiritual di dalam diri manusia-manusia modern. Untuk itu kecerdasan spiritual perlu ada di dalam diri seseorang dalam meraih kesuksesan. Danah Zohar dan Ian Marshal mengartikan SQ sebagai pemahaman akan nilai dan kesadaran Agustian (2001a) mengkaitkannya dengan masalah ketuhanan. Seorang karyawan perlu menyadari nilai-nilai kehidupan yang
Tesis
PENGARUH EMOTIONAL QUOTIENT ......
ENGGAR PRISTIANORA
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
35
integralistik tidak hanya pada masalah material tapi juga spiritual. Intinyabekerja adalah penting bagi kehidupan dan merupakan ibadah bagi yang melakukannya. Seorang karyawan yang pintar tetap memerlukan SQ, atau jika kemampuan seseorang kurang dapat ditutupi dengan keyakinan adanya Allah yang menolong yakni pada saat keikhlasan bekerja adadi dalam diri. Aspek fisiknya, prestasi hanya dapat dicapai hanya dengan bekerja keras, ketekunan, ketabahan ditambah dengan IQ yang ada pada diri seseorang. Dalam seminar nasional bertajuk "Spiritual Quotient, Cerdas Akal-Cerdas Hati-Cerdas Nurani" di Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS) di Solo, Agustian (2001b) menjelaskan, ketika memasuki rutinitas kerja sehari-hari, manusia sering lupa menyatukan pikiran dan hati, sehingga mengalami split personality (kepribadian terpecah) dan sulit memaknai hasil kerjanya sendiri. Kitacenderung mengejar kemewahan, uang, pesta pora, dan kesuksesan dalam berbagai usaha, tetapi lupa memaknai setiap hasil usaha dan perilaku kita. Oleh karena itu, kita membutuhkan emotional spiritual quotient (ESQ) sebagai bekal untuk menyatukan
intelligent
quotient
(IQ)
dan
emotional
quotient
(EQ).
(http://www.slideshare.net/vividiana/peranan-iq-eqsq-dlm-perilaku-kerja)
2.3. Pengaruh EQ, SQ dengan Kinerja Aparat 2.3.1. Pengaruh EQ dengan KinerjaAparat Satpol PP. Semakin tinggi EQ yang dimiliki Aparat Satpol PP akan membuat Kinerja Aparat di mata publik semakin baik karena Sumber Daya Manusia (SDM) dengan EQ yang tinggi, ia tidak akan tergesa-gesa
Tesis
PENGARUH EMOTIONAL QUOTIENT ......
ENGGAR PRISTIANORA
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
36
dalam mengambil keputusan, lebih mengutamakan rasio daripada emosi, tidak reaktif bila mendapat kritik, tidak merasa dirinya pandai dan paling benar serta rendah hati atau low profile. Mereka mempunyai sikap terbuka, transparan, akomodatif, konsisten, satu kata dengan perbuatan, menepati janji, jujur, adil, dan berwibawa. Kewibawaannya ditegakkan dengan arif, bijaksana bukan dengan power. SDM ini lebih mengutamakan kesejahteraan umum daripada kesejahteraan dirinya, berkorban
demi
kepentingan
umum
dan
tidak
mementingkan
kepentingan dirinya sendiri; serta peduli terhadap penderitaan orang lain. SDM ini memiliki budi pekerti luhur, sehingga dapat menjadi tokoh panutan. (Hawari, 2006:21-23). Citra terbentuk dari persepsi. Robbins dalam (http://id.wikipedia.org/wiki/Persepsi) menjelaskan bahwa Persepsi
adalah
sebuah
proses
saat
individu
mengatur
dan
menginterpretasikan kesan-kesan sensoris mereka guna memberikan arti bagi lingkungan mereka. Perilaku individu seringkali didasarkan pada persepsi mereka tentang kenyataan, bukan pada kenyataan itu sendiri. Faktor-faktor yang memengaruhi persepsi bisa terletak dalam diri pembentuk persepsi, dalam diri objek atau target yang diartikan, atau dalam konteks situasi di mana persepsi tersebut dibuat. (http://id. wikipedia.org/wiki/Persepsi.) Objek sikap akan dipersepsi oleh individu dan hasil persepsi akan dicerminkan dalam sikap yang diambil oleh individu yang bersangkutan. Dalam mempersepsi objek sikap individu akan dipengaruhi oleh pengetahuan, pengalaman, cakrawala, keyakinan,
Tesis
PENGARUH EMOTIONAL QUOTIENT ......
ENGGAR PRISTIANORA
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
37
proses belajar dan hasil proses persepsi ini akan merupakan pendapat atau keyakinan individu mengenai objek sikap dan ini berkaitan dengan segi kognisi. Afeksi akan mengiringi hasil kognisi terhadap objek sikap sebagai aspek evaluatif, yang dapat bersifat positif maupun negatif. Hasil evaluasi aspek afeksi akan mengait segi konasi, yaitu merupakan kesiapan untuk memberikan respon terhadap objek sikap, kesiapan untuk bertindak dan kesiapan untuk berperilaku. Keadaan lingkungan akan memberikan pengaruh terhadap objek sikap maupun pada individu yang bersangkutan. (Walgito, 2003:134). 2.2.2
Pengaruh SQ dengan Kinerja Aparat Satpol PP. SDM dengan tingkat Kecerdasan Spiritual yang tinggi adalah SDM yang tidak sekedar beragama, tetapi terutama beriman dan bertaqwa kepada Tuhan. SDM tipe ini selalu memegang teguh amanah, konsisten dan tugas yang diembanya merupakan ibadah terhadap tuhan. Oleh karena itu semua sikap, ucapan dan tindakannya selalu mengacu pada nilai-nilai moral dan etika agama, selalu memohon taufiq dan hidayah Tuhan dalam melaksanakan amanah yang dipercayakan orang kepadanya. (Hawari, 2006:42-43). Aparat Satpol PP yang memiliki tingkat SQ tinggi akan membuat keberadaannya bermanfaat bagi orang lain bukan memanfatkan orang lain. Kinerjanya bagus sehingga Citra yang terbentuk di masyarakan akan baik/ positif.
Tesis
PENGARUH EMOTIONAL QUOTIENT ......
ENGGAR PRISTIANORA
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
38
2.4. Kerangka Konseptual Kerangka konseptual menjelaskan hubungan variabel bebas dan terikat seperti tampak pada gambar berikut: X1 X
Y
X2
X1 = Emotional Quotient (EQ)
Y = Citra Satpol PP
X2 = Spiritual Quotient (SQ)
X = Kinerja Satpol PP
Sudah menjadi rumus, bahwa seseorang yang sulit mengendalikan emosinya, tidak akan bisa berfikir dengan baik atau berfikir secara bijak betapapun tinginya IQ yang dia miliki. Di dalam dunia kerja seseorang yang memiliki kecerdasan saja masih belum cukup, tetapi juga harus dibarengi dengan kematangan emosi. Untuk mencapai sesuatu yang diinginkan berkaitan dengan bidang pekerjaannya, seseorang harus mampu mengelola emosinya. Karena apabila dia gagal mengelola emosinya ia akan mengalami banyak kesulitan dalam menempuh karir untuk mencapai apa yang diinginkannya, hal itu disebabkan produktivitas kerjanya tidak optimal. Demikian juga dengan Aparat Satpol PP mereka harus mampu mengelola emosi, karena segala tingkah lakunya di dalam menjalankan tugas akan di lihat publik dan tentunya akan berpengaruh terhadap citra dirinya di mata publik
Tesis
PENGARUH EMOTIONAL QUOTIENT ......
ENGGAR PRISTIANORA
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
39
SQ dibutuhkan dalam masyarakat karena dalam berinteraksi dengan individu tidak saja dibutuhkan IQ dan EQ. Kemampuan spiritual dimaksudkan untuk menunjukkan suatu sifat arif dan bijak dalam hubungannya dengan sesama manusia, baik dalam pikiran, perkataan maupun tindakan dan bukannya menujukkan kemampuan mengadakan ritual-ritual keagamaan saja. Orang yang memiliki SQ tinggi mampu memaknai penderitaan hidup dengan memberi makna positif pada setiap peristiwa, masalah bahkan penderitaan yang dialaminya. Dengan memberi makna yang positif itu, ia mampu membangkitkan jiwanya dan melakukan perbuatan dan tindakan yang positif. Kinerja merupakan kualitas dan kuantitas dari suatu hasil kerja (output) individu maupun kelompok dalam suatu aktivitas tertentu yang diakibatkan oleh kemampuan alami atau kemampuan yang diperoleh dari proses belajar serta keinginan untuk berprestasi. Citra adalah kesan tentang diri yang dibentuk oleh orang lain ketika mereka melihat sesuatu. Citra terbentuk dari persepsi. Persepsi adalah sebuah proses saat individu mengatur dan menginterpretasikan kesan-kesan sensoris mereka guna memberikan arti bagi lingkungan mereka. Sikap atau perilaku individu seringkali didasarkan pada persepsi mereka tentang kenyataan, bukan pada kenyataan itu sendiri. Faktor-faktor yang memengaruhi persepsi bisa terletak dalam diri pembentuk persepsi, dalam diri objek atau target yang diartikan, atau dalam konteks situasi di mana persepsi tersebut dibuat. Citra Aparat SatPol PP dipengaruhi oleh dua faktor yaitu faktor dari dalam dan luar. faktor luar banyak dipengaruhi oleh pemberitaan media masa sehingga bisa
Tesis
PENGARUH EMOTIONAL QUOTIENT ......
ENGGAR PRISTIANORA
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
40
menimbulkan suatu persepsi, baik negatif maupun positif sedangkan faktor dari dalam banyak dipengaruhi oleh perilaku Satpol PP dalam menegakkan hukum non yustisial. Perilaku inilah dapat kita lihat melalui tingkat EQ dan SQ.
2.5. Hipotesis Berdasarkan uraian dalam tinjauan teori diatas maka hipotesis dalam penelitian ini adalah terdapat pengaruh antara kecerdasan emosi dan spiritual terhadap citra Aparat Satpol PP Kabupaten Madiun, dimana semakin tinggi kecerdasan emosi dan spiritual Aparat semakin baik (positif) citra Aparat Satpol PP dimata Publik Kabupaten Madiun.
Tesis
PENGARUH EMOTIONAL QUOTIENT ......
ENGGAR PRISTIANORA