BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR
A. Tinjauan Pustaka 1.
Peta
a.
Pengertian Peta
Peta merupakan gambaran permukaan bumi yang diperkecil, dituangkan dalam selembar kertas atau media lain dalam bentuk dua dimesional. (Dedy Miswar, 2012:2). Menurut Prihanto dalam Riyanto dkk, (2009:4) mendefinisikan peta merupakan penyajian grafis dari bentuk ruang dan hubungan keruangan antara berbagai perwujudan yang diwakili.
Dari definisi para ahli di atas dapat disimpulkan bahwa peta merupakan gambaran penyederhanaan dari pengecilan permukaan bumi yang disajikan melalui bidang datar yang dilengkapi dengan skala dan proyeksi tertentu serta simbol-simbol atau keterangan.
Fungsi utama dari peta itu sendiri yakni menyampaikan informasi antara pengguna peta dengan pembuat peta. Agar informasi ini berjalan lancar maka sebuah peta harus memiliki beberapa syarat. Menurut Riyanto dkk (2009:4) syarat-syarat adalah sebagai berikut : 1) Peta tidak boleh membingungkan. Agar tidak membingungkan maka sebuah peta perlu dilengkapi: - Keterangan atau legenda (legend).
8
- Skala (scale) peta. - Judul peta. - Bagian dunia mana (insert). 2) Peta harus mudah dapat dimengerti atau ditangkap maknanya oleh si pemakai peta. Untuk itu agar mudah dimengerti atau ditangkap maknanya, dalam peta digunakan: - Warna. - Simbol (terutama peta tematik). - Sistem proyeksi dan sistem koordinat. 3) Peta harus memberikan gambaran yang sebenarnya. Hal ini berarti peta harus cukup teliti sesuai dengan tujuannya. Peta memiliki berbagai macam klasifikasi. Menurut Riyanto dkk (2009:5) macam peta dapat ditinjau dari empat segi yakni peta ditinjau dari segi jenis, peta ditinjau dari skala, peta ditinjau dari fungsinya, dan peta yang ditinjau dari macam persoalan. Dalam penelitian ini peta yang digunakan adalah peta tematik yakni peta yang ditinjau dari fungsinya. Menurut Subagio (2003:3) peta tematik adalah peta yang hanya menyajikan data-data atau informasi dari suatu konsep/tema yang tertentu saja, baik berupa data kualitatif maupun data kuantitatif dalam hubungannya dengan detail topografi yang spesifik, terutama yang sesuai dengan tema peta tersebut.
b.
Fungsi Peta
Peta mempunyai fungsi untuk mencatat atau menggambarkan secara sistematis lokasi data permukaan bumi, baik data yang bersifat fisik maupun data budaya yang sebelumnya telah ditetapkan. Menurut Riyanto dkk (2009:4) secara umum fungsi peta adalah sebagai berikut : 1) Menunjukkan posisi atau lokasi relatif (letak suatu tempat dalam hubunganya dengan tempat lain di permukaan bumi). 2) Memperlihatkan ukuran (dari peta dapat diukur luas daerah dan jarak-jarak di atas permukaan bumi). 3) Memperlihatkan bentuk (misalnya bentuk dari benua, negara dan lain-lain).
9
Mengumpulkan data dan menyeleksi data dari suatu daerah dan meyajikan di atas peta. Dalam hal ini penyajian menyangkut penggunaan simbol-simbol sebagai wakil dari data-data tersebut.
c.
Tujuan Pembuatan Peta
Adapun tujuan dari pembuatan peta menurut Riyanto dkk (2009:5) adalah sebagai berikut : 1) 2) 3) 4)
Sebagai alat komunikasi informasi ruang. Menyimpan informasi. Membantu dalam mendesain, misalnya desain jalan, dan sebagainya. Untuk analisis data spasial. Misalnya: perhitungan volume, dan sebagainya
d.
Komponen Peta
Beberapa komponen kelengkapan peta yang secara umum adalah sebagai berikut :
1) Judul Peta
Judul pada peta sangat penting, karena sebuah judul akan memberikan gambaran secara singkat mengenai subjek-subjek yang ada dalam peta tersebut. secara singkat judul harus dapat mencerminkan isi peta. Dalam penulisannya, judul menggunakan huruf kapital dan ditulis tegak. Untuk ukuran huruf dan peletakan judul dapat diatur sedemikan rupa. Pada umumnya judul diletakkan dibagian atas dari peta.
2) Orientasi Peta
Orientasi peta merupakan suatu tanda sebagai petunjuk arah peta. Arah utara pada umumnya mengarah pada bagian atas peta. Sehingga peta lebih mudah dibaca
10
dengan tidak membolak-balik peta, selain itu juga arah juga penting sehingga pengguna peta dapat mudah mencocokkan objek di peta dengan objek sebenarnya.
3) Skala
Skala merupakan perbandingan jarak antara dua titik di peta dengan jarak sebenarnya. Skala peta harus dicantumkan pada peta karena dapat digunakan untuk memperkirakan atau menghitung ukuran sebenarnya di permukaan bumi.
4) Legenda Peta
Legenda adalah keterangan yang berupa simbol-simbol pada peta agar peta mudah dimengerti oleh pembaca. Simbol peta adalah tanda atau gambar yang mewakili kenampakan yang ada permukaan bumi yang terdapat pada peta kenampakannya. Agar dapat dibaca oleh pengguna maka sebaiknya simbol dibuat sederhana dan mewakili obyek aslinya, jika memungkinkan dibuat mirip atau sama dengan obyek aslinya tersebut.
5) Sumber Peta Dan Tahun Pembuatan Peta
Sumber peta dicantumkan untuk mengetahui kebenaran dari peta yang dibuat. Peta-peta yang dapat digunakan dan dipercaya adalah peta-peta yang bersifat resmi seperti peta rupa bumi, yang dibuat oleh Jawatan Topografi Angkatan Darat (JANTOP) atau Badan Informasi Geospasial (BIG). Selain itu peta-peta yang resmi dikeluarkan oleh suatu instansi juga dapat digunakan sebagai sumber peta.
11
6) Inset Peta
Inset adalah peta kecil tambahan dan memberikan kejelasan yang terdapat di dalam peta. Inset juga digunakan untuk menggambar suatu wilayah yang tidak tergambar pada peta.
7) Koordinat Peta
Koordinat peta merupakan unsur penting, karena koordinat menunjukkan lokasi absolut suatu wilayah.
8) Garis Tepi Peta/Border
Boder atau garis tepi peta merupakan garis untuk membatasi informasi peta. Semua komponen peta berada di dalam garis tepi peta atau dengan kata lain tidak ada informasi yang berada di luar garis tepi peta. Komponen peta tersebut meliputi judul peta, skala peta, orientasi peta, legenda, sumber peta, serta garis lintang dan bujur peta.
9) Nama Pembuat Peta
Nama pembuat peta diletakkan di luar garis tepi peta. Letaknya pada sisi kanan bagian bawah di luar garis tepi peta. Nama pembuat peta dicantumkan di luar garis tepi peta, karena nama pembuat peta bukan merupakan komponen pokok peta tetapi merupakan informasi pendukung saja.
12
2.
Lokasi
Lokasi merupakan salah satu dari konsep geografi. Lokasi memberikan penjelasan tentang tempat atau daerah yang bersangkutan. Pada studi geografi, lokasi merupakan variabel yang dapat menggungkapkan berbagai hal tentang gejala yang kita pelajari.
Menurut Sumaatmadja (1988:118-119), lokasi dalam ruang dapat dibedakan antara lokasi absolut dan lokasi relatif. Lokasi absolut suatu tempat atau suatu wilayah, yaitu lokasi yang berkenaan dengan posisinya menurut garis lintang dan garis bujur atau berdasarkan jaring-jaring derajat. Dengan dinyatakan lokasi absolut suatu tempat atau wilayah, karakteristik tempat bersangkutan sudah dapat diabstraksikan lagi lebih jauh. Untuk memperhitungkan karakteristiknya lebih jauh lagi, harus diketahui lokasi relatifnya. Lokasi relatif suatu tempat atau wilayah, yaitu lokasi tempat atau wilayah yang bersangkutan yang berkenaan dengan hubungan tempat atau wilayah itu dengan faktor alam atau faktor budaya yang ada di sekitarnya.
Dalam penelitian ini, lokasi yang dimaksud adalah lokasi absolut SMP/sederajat di kecamatan Seputih Banyak. Lokasi absulot ini berarti letak garis lintang dan garis bujur pada setiap SMP/sederajat di kecamatan Seputih Banyak.
3.
Pola Persebaran
Menurut Bintarto dan Surastopo (1978:75), Pola pemukiman dapat dibedakan menjadi tiga, yaitu seragam (uniform), random, mengelompok (clustered).
Pola pemukiman yang dikatakan seragam (uniform), random, mengelompok (clustered) dan lain sebagainya dapat diberi ukuran yang bersifat kuantitatif (gambar 2.1). dengan cara yang sedemikian ini pembandingan antara pola pemukiman dapat dilakukan dengan lebih baik, bukan saja dari segi waktu tetapi juga dalam segi ruang (space). Pendekatan sedemikian ini disebut analisis tetangga terdekat (nearest-neighbour analysis). Analisa seperti ini memerlukan data tentang jarak antara satu pemukiman dengan pemukiman yang paling dekat yaitu pemukiman tetangganya yang terdekat. Sehubungan dengan hal ini tiap pemukiman dianggap sebagai sebuah titik dalam ruang. Meskipun demikian
13
analisa tetangga terdekat ini dapat pula digunkan bagi menilai pola penyebaran fenomena lain seperti pola penyebaran tanah longsor, pola penyebaran Puskesmas, pola penyebaran sekolah, kantor pos, dan lain sebagainya. (Bintarto dan Surastopo, 1978 :75-76).
Langkah-langkah yang dilakukan untuk menentukan pola persebaran dengan analisa tetangga terdekat adalah dengan cara berikut ini : 1. Menentukan wilayah yang akan diselidiki 2. Mengubah pola penyebaran pemukiman menjadi titik 3. Mengukur jarak terdekat yaitu jarak pada garis lurus antara satu titik dengan titik yang lain yang merupakan tetangga terdekatnya 4. Menghitung parameter tetangga terdekat dengan rumus :
= Keterangan: T = indeks penyebaran tetangga terdekat Ju = jarak rata-rata diukur antara satu titik dengan titik tetanggnya yang terdekat. Jh = jarak rata-rata yang diperoleh andaikata semua titik mempunyai pola random. =
√
= kepadatan titik dalam tiap kilometer persegi yaitu jumlah titik (N) dibagi dengan luas wilyah dalam kilometer persegi (A), sehingga menjadi
Parameter tetangga terdekat atau indeks penyebaran tetangga terdekat mengukur kadar kemiripan pola titik terhadap pola random. Untuk memperoleh Ju digunakan cara dengan menjumlahkan semua jarak tetangga terdekat dan kemudian dibagi dengan jumlah titik yang ada. Parameter tetangga terdekat T
14
(nearest neighbour statistic T) tersebut dapat ditunjukkan pula dengan rangkaian kesatuan (continum) untuk mempermudah pembandingan antar pola titik.
Gambar 2.1 Continum nilai nearest neighbour statistic T
Sumber: R. Bintarto dan Surastopo (1978: 76)
4.
Aksesibilitas
Bambang Sutantono (2004:1) menyatakan bahwa aksesibilitas adalah “hak atas akses yang merupakan layanan kebutuhan melakukan perjalanan yang mendasar. Dalam hal ini aksesibilitas harus disediakan oleh pemerintah terlepas dari digunakannya moda transportasi yang disediakan tersebut oleh masyarakat.”
Kemudian Bambang Susantono (2004:24) menambahkan bahwa “Aksesibilitas merupakan suatu ukuran potensial atau kemudahan orang untuk mencapai tujuan dalam suatu perjalanan. Karekteristik sistem transportasi ditentukan oleh aksesibilitas. Aksesibilitas memberikan pengaruh pada beberapa lokasi kegiatan atau tata guna lahan. Lokasi kegiatan juga memberikan pengaruh pada pola perjalanan untuk melakukan kegiatan sehari-hari. Pola perjalanan ini kemudian mempengaruhi jaringan transportasi dan akan pula memberikan pengaruh pada sistem transportasi secara keseluruhan.
15
5.
Jarak
Jarak adalah panjang lintasan yang ditempuh oleh suatu objek yang bergerak. Pergerakan manusia dari suatu tempat ke tempat yang lain memerlukan waktu dan tenaga untuk mencapai tempat-tempat tersebut.
Menurut Daljoeni (1992:62) membagi jarak menjadi dua yaitu jarak mutlak dan jarak relatif. Jarak mutlak adalah jarak sebenarnya antara dua tempat dengan satuan meter dan kilometer. Jarak relatif berupa lamanya orang menempuh suatu tempat dengan suatu lamanya waktu dan biaya.
Pada penelitian ini jarak yang dimaksud adalah jarak mutlak setiap SMP/sederajat dengan pemukiman penduduk di kecamatan Seputih Banyak kabupaten Lampung Tengah yaitu jarak yang terdekat.
Walter Christaller dalam Rahardjo Adisasmita (2008:64) menyatakan bahwa “Konsumen bertindak rasional sesuai dengan prinsip minimalisasi jarak”. Hal ini berarti konsumen akan memilih tempat untuk mendapatkan pelayanan yang lebih dekat dengan tempat tinggal mereka.
Berdasarkan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional (Permendiknas) No. 24 tahun 2007 menyebutkan bahwa “Lokasi setiap SMP/MTs dapat ditempuh peserta didik yang berjalan kaki maksimum 6 km melalui lintasan yang tidak membahayakan”.
Jadi dalam penelitian ini jarak yang dimaksud adalah jarak mutlak SMP/sederajat di kecamatan Seputih Banyak dengan permukiman penduduk terdekat dalam satuan kilometer.
16
6.
Standar Sarana dan Prasarana Sekolah Menengah Pertama/Madrasah Tsanawiyah (SMP/MTs)
Berdasarkan Permendiknas No. 24 tahun 2007 menerangkan bahwa standar sarana dan prasarana SMP/Sederajat adalah sebagai berikut : 1. 2. 3.
4. 5.
Satu SMP/MTs memiliki minimum 3 rombongan belajar dan maksimum 24 rombongan belajar. Satu SMP/MTs dengan tiga rombongan belajar melayani maksimum 2000 jiwa. Untuk pelayanan penduduk lebih dari 2000 jiwa dilakukan penambahan rombongan belajar di sekolah yang telah ada, dan bila rombongan belajar lebih dari 24 dilakukan pembangunan SMP/MTs baru. Satu kecamatan dilayani oleh minimum satu SMP/MTs yang dapat menampung semua lulusan SD/MI di kecamatan tersebut. Satu kelompok permukiman permanen dan terpencil dengan banyak penduduk lebih dari 1000 jiwa dilayani oleh satu SMP/MTs dalam jarak tempuh bagi peserta didik yang berjalan kaki maksimum 6 km melalui lintasan yang tidak membahayakan.
7. Hasil Penelitian yang Relevan
1. Pada penelitian yang dilakukan oleh Hargito (2009) dalam tesis yang berjudul “Integrasi Sebaran Lokasi SMP dan Sebaran Permukiman Di Kota Pati” dengan hasil penelitian: 1) Pola sebaran lokasi SMP di Kota Pati adalah berkelompok dan membentuk pusat pelayanan di BWK Pusat Kota. 2) Daerah pinggiran kota yakni BWK I, BWK II dan BWK III memiliki sebaran permukiman yang terpencar yang diakibatkan karena lahan pertanian. Dengan sebaran lokasi SMP yang terkonsentrasi di BWK Pusat Kota teridentifikasi kebutuhan dan jarak jangkau sarana SMP yang ada pada daerah pinggiran kota dari permukiman ke pusat pelayanan sarana SMP tidak optimal.
17
3) Untuk mengintegrasikan sebaran lokasi SMP dan sebaran permukiman yang tidak optimal, maka di daerah BWK II yaitu desa Widorokandang, Sugiharjo, Dengkek, Mustokoharjo dan Gajahmati sebagai prioritas pertama dan di Desa Sukokulon, Ngawen, Penambuhan dan Margorejo di Daerah BWK III sebagai prioritas kedua merupakan lokasi untuk pengadaan sarana SMP yang terintegrasi dengan sebaran permukiman di daerah pinggiran.
2. Lambok Ford Irwan Satari Sitorus dalam tesis (2009) yang berjudul “Analisis Sebaran Sekolah Menengah Dalam Upaya Peningkatan Aksesibilitas Pendidikan Di Kota Tebing Tinggi”, mengemukakan bahwa: 1) Jangkauan pelayanan sekolah menengah yang baik dan merata belum tercapai di Kota Tebing Tinggi. Sebagian besar sekolah menengah (SMA, MA, dan SMK) daerah jangkauannya tidak hanya satu kecamatan namun sudah lintas kecamatan dan bahkan sudah lintas kota maupun kabupaten. Padahal kebutuhan wilayah internal belum dapat terpenuhi dengan baik, hanya Kecamatan Tebing Tinggi Kota dan Kecamatan Rambutan.Aspek waktu tempuh dan alat transportasi maka sekolah menengah di Kota Tebing Tinggi memiliki tingkat aksesibilitas yang belum baik karena belum sepenuhnya memenuhi standar atau ketentuan yang berlaku. 2) Persebaran jumlah sekolah menengah belum dapat terwujud secara merata dengan baik di wilayah Kota Tebing Tinggi dengan ditemukannya kondisi di lapangan bahwa sebaran jumlah sekolah menengah yang ada (eksisting) belum dapat mengikuti sebaran jumlah fasilitas sekolah menengah menurut standar yang berlaku.
18
3) Lahan sekolah menengah yang ada di Kota Tebing Tinggi telah memenuhi ketentuan tentang Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) yang ada dalam Direktorat Jenderal Dikdasmen, Depdiknas.
B. Kerangka Pikir
Pelayanan pendidikan yang baik adalah memberikan pelayanan yang optimal kepada seluruh penduduk yang membutuhkan. Sebaran sekolah khususnya SMP/sederajat di suatu wilayah merupakan salah satu indikator untuk pelayanan pendidikan yang optimal. Tolak ukur pemerataan SMP/sederajat adalah jumlah SMP/sederajat yang terdapat di suatu wilayah dapat melayani semua penduduk usia SMP di wilayah tersebut.
Dalam penelitian ini peneliti melakukan penyelidikan mengenai pola sebaran SMP/sederajat, jarak SMP/sederajat dengan
pemukiman penduduk, dan
aksesibilitas untuk menjangkau SMP/sederajat di Kecamatan Seputih Banyak Kabupaten Lampung Tengah.
Untuk mengetahui pola sebaran SMP/sederajat di Kecamatan Seputih Banyak, maka perlu dilakukannya survei lapangan untuk mendapatkan data titik koordinat setiap SMP/sederajat di Kecamatan Seputih Banyak dengan alat bantu GPS (Global Positioning System) dan melihat kondisi jalan, jaringan transportasi dan waktu tempuh sebagai data untuk skoring aksesibilitas SMP/sederajat di Kecamatan Seputih Banyak. Data yang telah terkumpul setelah dilakukannya survei nantinya diolah yang nantinya digunakan untuk menjawab tujuan dilakukannya penelitian.
19
Untuk lebih jelasnya mengenai kerangka pikir dalam penelitian ini dapat dilihat pada bagan berikut :
Pola Sebaran SMP/sederajat
Menentukan lokasi SMP/sederajat dengan menggunakan GPS
Membuat Peta Sebaran SMP/sederajat
Jarak SMP/sederajat ke pemukiman penduduk
Aksesibilitas SMP/sederajat
Gambar 2.2 Bagan kerangka pikir