23
BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN
2.1
Tinjauan Pustaka. Pada bagian ini penulis akan menguraikan kajian pustaka yang mendasari
penelitian yang akan dilakukan, yang bersumber pada acuan-acuan terbaru. Hal yang perlu untuk dibahas meliputi teori-teori yang relevan serta jurnal-jurnal ilmiah yang telah dipublikasikan oleh penulis-penulis terdahulu berupa kutipan dan bahan referensi yang akan digunakan dalam penelitian ini.
2.1.1 Manajemen Operasi. Istilah produksi umumnya dipergunakan dalam suatu lingkungan manufaktur yang menghasilkan keluaran atau output produk berupa barang. Akan tetapi pada perkembangannya, kegiatan produksi tidak hanya dipergunakan pada perusahaan manufaktur saja, melainkan telah meluas dan diterapkan juga pada perusahaan jasa. Atas dasar inilah, kemudian manajemen produksi berubah menjadi manajemen operasi. Heizer, Jay dan Render, Barry (2008), yang telah dialih-bahasakan oleh Chriswan Sungkono (2010,4), mendefinisikan “Manajemen Operasi (MO) sebagai serangkaian kegiatan dalam membuat barang dan jasa melalui perubahan dari masukan (input) menjadi keluaran (output)”. Eddy Herjanto (2008,2), berpendapat bahwa istilah manajemen operasi dapat dirangkum dan didefinisikan sebagai “suatu kegiatan yang berhubungan 23
24
dengan pembuatan barang, jasa atau kombinasinya, melalui proses transformasi dari sumber daya produksi menjadi keluaran yang diinginkan”. Berdasarkan definisi tersebut, maka penulis dapat menyimpulkan bahwa manajemen operasi tidak hanya penting dan digunakan dalam perusahaan manufaktur saja, akan tetapi telah berkembang dan pada kenyataannya memiliki pengaruh dan dapat digunakan pula dalam perusahaan jasa. Manajemen operasi memiliki keterkaitan dalam proses produksi yang merupakan kajian proses pengolahan input menjadi output. Hasil dari manajemen operasi adalah efisiensi dan efektivitas pada kegiatan operasionalnya, sehingga kualitas merupakan output dari proses produksi menjadi pengukuran tingkat keberhasilan proses operasional.
2.1.2 Ruang Lingkup Manajemen Operasi. Ruang lingkup manajemen operasi meliputi bidang yang cukup luas, dimulai dengan analisis dan penetapan suatu keputusan saat sebelum kegiatan operasi dimulai, yang umumnya bersifat keputusan-keputusan jangka panjang, maupun keputusan-keputusan jangka pendek. Jika berbicara tentang manajemen operasi (MO), maka tidak terlepas dari ruang lingkup yang membentuknya, yang mencakup perancangan, diikuti dengan penyiapan sistem produksi dan operasi. Ruang lingkup manajemen produksi dan operasi akan mencakup perancangan atau penyiapan sistem produksi dan operasi serta pengoperasian dari sistem produksi dan operasi (Sofjan Assauri,2004:17), yang meliputi:
25
1. Seleksi dan rancangan desain hasil produksi (produk). Kegiatan produksi dan operasi harus dapat menghasilkan produk, berupa barang atau pelayanan, secara efektif dan efisien serta dengan mutu atau kualitas yang baik. Oleh karena itu, setiap kegiatan produksi, dan operasi harus dimulai dari penyeleksian dan perancangan produk yang akan dihasilkan. 2. Seleksi, perancangan proses dan peralatan. Setelah produk selesai didesain, maka yang harus dilakukan untuk merealisasikan usaha dan menghasilkannya dengan cara
menentukan
jenis proses yang akan dipergunakan, beserta peralatannya. 3. Pemilihan lokasi atau site perusahaan dan unit produksi. Kelancaran proses produksi dan operasi perusahaan sangat dipengaruhi oleh kelancaran mendapatkan sumber-sumber bahan dan masukan (input) serta ditentukan pula oleh kelancaran dan biaya penyampaian atau supply produk yang dihasilkan berupa barang jadi atau jasa ke pasar. 4. Rancangan tata letak (lay-out) dan arus kerja. Kelancaran dalam proses produksi dan operasi ditentukan pula oleh salah satu faktor yang terpenting dalam perusahaan atau unit produksi, yaitu rancangan tata letak (lay-out) dan arus kerja atau proses. Rancangan tata letak (lay-out) harus mempertimbangkan beberapa faktor antara lain adalah kelancaran arus kerja, optimalisasi dari waktu dalam proses, kemungkinan kerusakan yang terjadi, karena pergerakan dalam proses,
26
minimalisasi biaya yang timbul dari pergerakan dalam proses atau material handling. 5. Rancangan tugas pekerjaan. Rancangan tugas pekerjaan merupakan bagian integral dari rancangan sistem. Rancangan tugas pekerjaan merupakan satu kesatuan dari human engineering, dalam rangka untuk menghasilkan rancangan kerja yang optimal. 6. Strategi produksi dan operasi serta pemilihan kapasitas. Dalam strategi proses operasi harus terdapat pernyataan tentang maksud dan tujuan dari operasi serta misi dan kebijakan-kebijakan dasar atau kunci untuk 5 (lima) bidang, yakni proses, kapasitas, tenaga kerja, dan mutu atau kualitas. Semua hal tersebut merupakan landasan dalam menyusun strategi operasi. Di sisi lain, Zulian Yamit (2011,6), menyatakan bahwa ruang lingkup manajemen operasi dapat dirumuskan oleh 3 (tiga) hal, yakni: “aspek struktural, aspek fungsional dan aspek lingkungan”, sehingga dapat disimpulkan bahwa ruang lingkup manajemen operasi berkaitan dengan pengoperasian sistem operasi, pemilihan serta penyiapan sistem operasi, yang meliputi keputusan tentang: (1) perencanaan output, (2) desain proses transformasi, (3) perencanaan kapasitas, (4) perencanaan bangunan pabrik, (5) perencanaan tata letak fasilitas, (6) desain aliran kerja, (7) manajemen proyek, (8) scheduling, (9) pengendalian kualitas, (10) keandalan kualitas dan pemeliharaan”.
27
2.1.3 Linear Programming. Linear programming merupakan teknik pengambilan keputusan untuk memecahkan masalah dalam mengalokasikan sumber daya yang terbatas di antara berbagai kepentingan seoptimal mungkin (Eddy Herjanto,2008:43). Pemrograman
linier
menggunakan
model
matematis
untuk
menggambarkan masalah yang hendak dianalisa. Pada dasarnya model pemrogamaman linier dinyatakan dalam bentuk fungsi tujuan dan fungsi batasan/kendala (constraint). Eddy Herjanto (2008,45) menjelaskan bahwa terdapat beberapa kriteria yang harus dipenuhi untuk membuat model pemrograman linier, yakni: a. Tujuan yang hendak dicapai harus berbentuk fungsi linier, yang dinamakan sebagai fungsi tujuan, b. Sumber-sumber yang tersedia dalam jumlah terbatas dan pembatasan harus dinyatakan kedalam ketidak-samaan linier, c. Harus terdapat alternatif pemecahan, yakni suatu solusi/pemecahan yang memenuhi semua batasan/kendala. Berdasarkan pernyataan tersebut, maka penulis dapat menyimpulkan bahwa fungsi tujuan merupakan suatu persamaan fungsi linier dari variabel tujuan, akan tetapi harus dipahami terlebih dahulu maksud dan tujuan fungsi tersebut apakah meminimalkan variabel atau memaksimalkan variabel tersebut. Sedangkan fungsi batasan dapat dijelaskan sebagai gambaran batasan yang dihadapi untuk mencapai tujuan yang umumnya berupa persamaan-persamaan
28
matematis yang berkorelasi terhadap sumber-sumber daya yang berkaitan dengan fungsi tujuan. Pemecahan masalah Linear Programming dapat dilakukan dengan metode aljabar, metode grafik, metode simpleks atau dengan menggunakan perangkat lunak (software) komputer. Pada perkembangan komputer digital elektronis dewasa ini, memudahkan dalam perhitungan kalkulasi yang jauh lebih cepat dari cara perhitungan matematis tradisional. Perlu juga dicatat, bahwa program komputer yang berkembang dewasa ini pada umumnya menggunakan metode simpleks untuk melakukan pemrograman linier. Penulis menambahkan bahwa Linear Programming merupakan metode dalam riset operasional yang digunakan untuk memecahkan masalah dalam perusahaan yang berhubungan dengan analisis kuantitatif, agar memberikan input bagi manajemen dalam pengelolaan pengambilan keputusan. Penggunaan Linear Programming
disesuaikan
dengan
tujuan
perusahaan
untuk
mengatasi
kompleksitas baik yang memiliki kompleksitas relatif sedikit, maupun yang memiliki kompleksitas yang sangat tinggi dalam perusahaan. Meskipun terdapat metode-metode pemecahan kompleksitas dengan cara yang berbeda-beda akan tetapi masing-masing metode memiliki tujuan yang sama, yakni menyajikan opsi keputusan bagi manajemen dalam mengatasi kompleksitas yang ada dalam perusahaan tersebut.
29
2.1.3.1 Model Aplikasi Linear Programming. Zulian Yamit (2011,414), menyatakan bahwa dalam pengaplikasian model Linear Programming dapat meyelesaikan berbagai masalah penting, diantaranya: 1. Masalah Product Mix (bauran atau kombinasi produksi), yakni dengan cara menentukan beberapa jumlah atau jenis barang yang harus dibuat, sehingga diperoleh keuntungan maksimum atau pencapaian biaya minimum dengan memperhatikan optimalisasi sumber-sumber daya yang dimiliki. 2. Masalah perencanaan investasi, yakni dengan cara mengukur berapa banyak dana yang diperlukan atau ditanamkan dalam setiap alternatif investasi, sehingga dapat mengetahui return on investment (ROI) atau net present value (NPV) dengan memperhatikan kemampuan dana yang tersedia dan ketentuan pada setiap alternatif investasi. 3. Masalah perencanaan produksi dan persediaan, yakni dengan cara menentukan berapa banyak produk yang akan diproduksi untuk setiap periodenya, agar dapat meminimumkan biaya persediaan, biaya sewa, biaya lembur dan biaya subkontrak jika diperlukan. 4. Masalah perencanaan promosi/advertising, yakni dengan cara mengukur berapa banyak dana yang akan dikeluarkan untuk kegiatan promosi, sehingga diperoleh penggunaan media promosi yang paling efektif. 5. Masalah diet, yakni dengan cara mengukur berapa banyak setiap sumber daya (bahan baku) makanan yang digunakan untuk membuat makanan baru (yang lebih efisien).
30
6. Masalah pencampuran (Combination), yakni dengan mengukur berapa banyak jumlah setiap bahan dalam kombinasi yang akan digunakan untuk membuat barang baru. 7. Masalah distribusi/transportasi, yakni dengan cara mengukur jumlah produk yang akan dialokasikan ke setiap lokasi-lokasi pemasaran yang ada. Di sisi lain, Juanim (2004,40), menyatakan bahwa Linear Programming dapat menyelesaikan penjadwalan proyek dengan durasi aktivitas pasti atau tidak pasti dengan program komputer Quantitative System version 3.0 (QS3). Sehubungan dengan penelitian ini, penulis dapat menggunakan linear programming untuk memecahkan masalah yang dihadapi. Dalam aplikasi perencanaan proyek, maka akan nampak bahwa kendala yang dihadapi adalah pada aktivitas-aktivitas proyek dalam umur proyek. sehingga penulis dapat menyimpulkan bahwa pemecahan masalah dengan linear programming pada penelitian ini adalah masalah umur proyek yang menjadi fungsi tujuan (Z). Sehubungan dengan penelitian ini, penulis ingin meminimumkan umur proyek (untuk efisiensi waktu penyelesaian proyek) dengan fungsi tujuan (Zmin) dengan mengukur fungsi-fungsi kendala yang ada. Selanjutnya,
aktivitas akan
menjadi fungsi-fungsi kendala pada penelitian ini, maka identidas (Id) yang digunakan adalah X1, X2, X3, ..., Xn, untuk mewakili aktivitas-aktivitas yang terdapat pada alur proses yang membentuk umur proyek.
31
2.1.3.2 Asumsi Model Linear Programming. Zulian Yamit (2011,415), menyatakan bahwa terdapat 4 (empat) asumsi dasar yang digunakan dalam penyelesaian masalah dengan menggunakan linear programming, yakni: 1. Linearity : fungsi tujuan (objective function) dan fungsi kendala (constraint equation) dapat dibuat dalam satu set fungsi linier. 2. Divisibility : nilai variabel keputusan berbentuk pecahan atau bilangan bulat (integer). 3. Non-negativity : nilai variabel keputusan tidak boleh negatif atau minimal sama dengan 0 (> nol). 4. Certainty : semua keterbatasan, maupun koefisien variabel setiap fungsi kendala dan fungsi tujuan dapat ditentukan dengan pasti. Berdasarkan hal tersebut, maka penulis dapat menyimpulkan bahwa pemecahan masalah dengan menggunakan linear programming harus memenuhi asumsi-asumsi tersebut. Apabila masalah tidak memenuhi asumsi-asumsi yang dimaksud, maka penyelesaian masalah dapat dilakukan dengan model matematis yang lain, seperti: integer programming, goal programming, non-linear programming dan/atau dynamic programming (Zulian Yamit,2011:415).
2.1.3.3 Metode-metode Pemecahan Masalah dalam Linear Programming. Untuk
Memecahkan
masalah
menggunakan metode-metode berikut: 1. Metode Matematis (metode Aljabar)
Linear
Programming
umumnya
32
2. Metode Grafik (metode perhitungan korelasi fungsi-fungsi batasan yang membentuk fungsi tujuan) 3. Metode Simpleks 4. Metode Simpleks Teknik Penalti (teknik M) 5. Untuk mempermudah dalam memecahkan masalah yang begitu kompleks, perhitungan digital dengan metode komputer (software) dewasa ini sangat membantu dalam komputasi, sehingga pencapaian hasil yang diperoleh lebih akurat dan efisien.
2.1.3.4 Pemecahan Masalah dalam Linear Programming dengan Software. Dalam memecahkan masalah Linearr Programming dapat menggunakan perangkat lunak (software), sehingga proses perhitungannya lebih cepat dengan media komputasi digital. Hal ini akan membantu penulis dalam menyelesaikan masalah linear programming. Proses penyelesaian masalah linear programing dengan program komputer Quantitative System version 3.0 (QS3) tidak akan dibahas pada hasil penelitian ini. Hal ini disebabkan oleh keterbatasan yang dimiliki oleh peneliti. Akan tetapi, hal-hal yang dapat dipecahkan dengan program komputer Quantitative System version 3.0 (QS3) meliputi: 1. Linear Programming 2. Integrer Linear Programming 3. Goal Programming 4. Quadratic Programming
33
5. Non-Linear Programming 6. Dynamic Programming 7. Transportation and Transhipment 8. Assignment and Travelling Salesman 9. Specialized Network Modeling 10. Capacitated Network Flow Modeling 11. Queuing Theory 12. Queuing System simulation 13. Decision Analysis 14. Markov Process 15. Financial Analysis 16. Facility Location 17. Facility Layout 18. Production Line Balancing 19. Time Series and Forecasting 20. Aggregate Planning 21. Lot Sizing 22. Material Required Planning (MRP) 23. Inventory Theory 24. Inventory Theory (2) 25. Quality Control 26. Learning Curve and Work Measurement 27. Project Scheduling - - CPM/PERT
34
28. Employee Scheduling 29. Flow Shop Scheduling 30. Job Shop Scheduling Sumber data: Chang, Yih-Long (1995) dalam Juanim (2004,2).
2.1.3.5 Solusi Masalah Metode Program Evaluation and Review Technique (PERT) dengan Software Quantitative System for Business Version 2.0 (WinQSB v.2). Penelitian ini tidak menyajikan pembahasan dengan sofware Quantitative System for Business (WinQSB v.2), akan tetapi perlu disajikan sekilas mengenai langkah-langkah yang dilakukan dalam pemecahan masalah Penjadwalan PERT dengan software Quantitative System for Business (Win QSB v.2) tersebut. Langkah-langkah metode Quantitative System for Business version 2.0 (WinQSB v.2) untuk memecahkan masalah Program Evaluation and Review Technique (PERT) adalah sebagai berikut: 1. Klik dan Run Aplikasi WinQSB Folder dangan memilih Aplikasi CPM_PERT. 2. Setelah masuk ke dalam aplikasi lakukan persiapan pemecahan masalah dengan cara klik
, kemudian dilanjutkan dengan mengisi problem
spesifikasi, lalu klik Ok. Proses ini dapat dilihat (disajikan) pada gambar 2.1 di bawah ini.
35
Gambar 2.1 Spesifikasi Masalah WINQSB v.2.0. Sumber data: Software WinQSB v2.0, CPM / PERT version 2.0 (YihLong Chang © copyright 2002.) 3. Setelah itu akan muncul tabel masalah. Isi semua kolom yang kosong dengan data hasil estimasi dengan 3 (tiga) jenis perkiraan waktu pada tabel isian yang telah ada. Proses ini disajikan pada gambar 2.2 di bawah ini.
Gambar 2.2 Input Data Estimasi Waktu WINQSB v.2.0. Sumber data: Software WinQSB v.2 CPM / PERT version 2.0 (YihLong Chang © copyright 2002).
36
4. Setelah langkah nomor 3 (tiga) selesai, maka langkah input data telah selesai. Untuk mengetahui hasil komputasi metode dengan menggunakan aplikasi ini, maka dapat disajikan 3 (tiga) bentuk result dengan klik ‘solve and Analize’ pada toolbar, dilanjutkan dengan klik pada ‘Solve Critical Path’. Maka akan menghasilkan 4 (empat) hasil aplikasi yang dibutuhkan, yaitu: a. Analisis aktivitas kritis. Hal ini dapat dilakukan dengan cara, klik ‘Result’ pada toolbar, kemudian pilih ‘Activity Criticality Analysis’. Setelah itu akan muncul hasil analisisnya seperti pada gambar 2.3 berikut:
Gambar 2.3 Hasil Activity Criticality Analysis WINQSB v.2.0. Sumber data: Software WinQSB v2.0 CPM / PERT version 2.0 (YihLong Chang © copyright 2002).
37
b. Analisis diagram aktivitas-aktivitas. Caranya, dengan klik ‘Result’ pada toolbar, kemudian pilih ‘Graph Avtivitty Analysis’, maka akan muncul hasil analisisnya seperti disajikan pada gambar 2.4 berikut ini.
Gambar 2.4 Hasil Graph Avtivity Analysis WINQSB v.2.0. Sumber data: Software WinQSB v.2 CPM / PERT version 2.0 (YihLong Chang © copyright 2002). c. Menunjukan jalur kritis pada proyek. Caranya, klik ‘Result’ pada toolbar, lalu pilih ‘Show Critical Path’, maka akan muncul hasil analisisnya seperti pada gambar 2.5.
Gambar 2.5 Hasil Critical Path WINQSB v.2.0. Sumber data: Software WinQSB v.2 CPM / PERT version 2.0 (YihLong Chang © copyright 2002).
38
d. Menunjukkan deskripsi time schedule model Gantt Chart . Caranya, dengan klik ‘Result’ pada toolbar, kemudian pilih ‘Gantt Chart’, maka akan muncul hasil analisisnya seperti disajikan pada gambar 2.6 berikut ini.
Gambar 2.6 Hasil Gantt Chart WINQSB v.2.0. Sumber data: Software WinQSB v.2.0 CPM / PERT version 2.0 (YihLong Chang © copyright 2002). 5. Selain hasil yang didapatkan sesuai analisis metode PERT, dapat pula dilakukan perhitungan probabilitas percepatan. Hal ini dapat dilakukan dengan cara, klik ‘solve and Analize’ pada toolbar, dilanjutkan dengan klik pada ‘Perform Probability Analysis’. Pada masalah yang sama, dimisalkan mempercepat umur proyek dengan durasi 30 (tiga puluh) hari dengan 1 (satu) jalur kritis yang ada pada jaringan, sedangkan diketahui bahwa umur proyek normalnya adalah 33,83 hari, maka data tersebut dimasukkan ke dalam daftar isian Probability Analysis, kemudian klik ‘Compute Pobability’. Hasil dari perhitungan probabilitasnya disajikan pada gambar 2.7.
39
Gambar 2.7 Proses dan Hasil Analisis Probabilitas WINQSB v.2.0. Sumber data: Software WinQSB v.2.0 CPM / PERT version 2.0 (YihLong Chang © copyright 2002). Berdasarkan gambar 2.7, maka dapat disimpulkan bahwa pada proyek tersebut memiliki hasil: a. 1 (satu) Jalur kritis, yakni jalur C F J L. b. Durasi yang dipaksakan adalah 30 hari (TS = 30 hari) dari durasi perencanaan 33,83 hari(TE = 33,83 hari). c. Standar deviasi umur proyek (σTE) adalah 1,1667. d. Probabilitas (Z), penyelesaiannya 0,0005 Sebagai catatan, bahwa asumsi pada metode ini adalah semua aktivitas merupakan variabel bebas (independent variable), demikian halnya dengan jalur (berdasarkan data input yang dimasukan sebelumnya). Selain itu asumsi lainnya adalah proyek memiliki unit aktivitas yang besar yang seluruhnya berdistribusi normal, sehingga keadaan tersebut dapat
40
digunakan untuk menghitung tingkat probabilitas percepatan jalur kritis sesuai dengan keinginan percepatan atau umur harapan percepatan (TS). Oleh karena itu, jika aktivitas-aktivitas tidak independen dan jumlah unit aktivitas tidak besar, maka akan terjadi bias (kecondongan) dari espektasi probabilitas. 6. Dengan software yang sama dapat pula dilakukan simulasi percepatan, yakni dengan cara klik ‘solve and Analize’ pada toolbar, lanjutkan klik pada ‘Perform Simulation’.
Langkah tersebut dapat dilakukan seperti
gambar 2.8 berikut.
Gambar 2.8 Proses Simulasi Metode PERT dengan Software WinQSB v.2.0 CPM / PERT version 2.0. Sumber data: Software WinQSB v.2.0 CPM / PERT version 2.0 (YihLong Chang © copyright 2002).
41
Pada gambar 2.8 di atas, disajikan spesifikasi benih (seed) acak sebanyak 27.437, dengan waktu penyelesaian proyek (TS) yang diharapkan, yakni 30 hari, dengan jumlah observasi simulasi sebanyak 14.000 berdasarkan durasi waktu proyek (umur proyek) rata-rata (σTE), atau espektasi critical path time (Σte[k]) yang diketahui yakni 33,833 hari. Hasil rata-rata waktu penyelesaian adalah 33,8669 hari, dengan persentase (%) peluang penyelesaian sesuai dengan waktu percepatan umur proyek yang diharapkan (TS = 30 hari) adalah sebesar 0,0143%. a. Berdasarkan perhitungan tersebut dapat di lihat hasil analisisnya dengan cara, klik ‘show analysis’ dalam gambar 2.8 di atas. Maka akan tampak hasil dalam data tabel seperti ditunjukkan pada tabel 2.1 berikut. Tabel 2.1 Deskripsi Hasil Simulasi Metode PERT dengan Software WinQSB v.2.0 CPM / PERT version 2.0.
Sumber data: Software WinQSB v.2.0 CPM / PERT version 2.0 (YihLong Chang © copyright 2002).
42
b. Selain hasil simulasi dalam bentuk tabel deskripsi, dapat juga disajikan dalam bentuk grafik fungsi dengan cara, klik ‘result’ pada kolom ‘toolbar’, lalu pilih ‘show simulation result – graphic’ seperti ditunjukkan pada gambar 2.9 berikut.
Gambar 2.9 Deskripsi Hasil Simulasi Metode PERT dengan Software WinQSB v.2.0 CPM / PERT version 2.0 dalam bentuk Grafik. Sumber data: Software WinQSB v.2.0 CPM / PERT version 2.0 (YihLong Chang © copyright 2002). Berdasarkan pada hasil simulasi yang ditunjukkan pada gambar 2.9 di atas, maka dapat dilihat posisi percepatan yang diinginkan, yakni berada pada rentang waktu 29,4175, hingga 30,742 yang ditandai dengan garis tegak dengan identitas ‘desired’ sesuai dengan asumsi normalitas 50:50 (average normality) pada bagan balok. Besarnya kemungkinan ditunjukkan pada titik temu kurva beta yang
43
mewakili garis persentase dari peluang waktu penyelesaian dengan kurva normalitas peluang (asumsi normalitas). kemudian pada gambar 2.9, titik temu yang berupa garis tegak dengan identitas ‘desired’ merupakan tujuan yang disimulasikan dengan keinginan mempercepat proyek (Ts). Sehingga besarnya persentase penyelesaian dengan waktu yang diinginkan (Ts = 30 hari) yakni sebesar 0,0143%. Nilai persentasi tersebut berdasarkan asumsi bahwa simulasi dilakukan pada 14.000 observasi, dengan total benih/seed acak (dengan software Quantitative System for Business version 2.0/WinQSB v.2 ini, total default random seed = 27.437). Lebih jelasnya mengenai persentase simulasi dapat dilihat pada tabel simulasi yang disajikan pada tabel 2.1 dan pada gambar 2.8 sebelumnya. Penulis menyimpulkan, bahwa dengan adanya komputasi digital, maka efisiensi kalkulasi data akan lebih mudah, cepat dan akurat. Banyak sekali softwarei, untuk memecahkan masalah-masalah proyek yang lebih kompleks. Karena keterbatasan waktu dan biaya yang dimiliki oleh penulis, maka penulis tidal memilih teknik komputasi dengan metode Quantitative System for Business version 2.0 (WinQSB v.2), untuk dalam memecahkan masalah penjadwalan PERT. Akan tetapi hanya membantu untuk memahami operasionalisasi dengan software saja.
2.1.4
Manajemen Proyek. Manajemen proyek merupakan bagian dari linear programming yang
dikhususkan membahas masalah proyek. Menurut Project Management Institute
44
(PMI), dalam Mingus, Nancy (2002), yang dialih-bahasakan oleh Tri Wibowo B. S. (2006,9), mendefinisikan “manajemen proyek sebagai aplikasi pengetahuan, keahlian, alat dan teknik untuk aktivitas proyek guna memenuhi atau melampaui kebutuhan yang diharapkan stakeholder dari proyek tersebut”. Eddy Herjanto (2008,351), melalui persepsi manajemen operasional menyatakan bahwa “manajemen proyek menjadi suatu cabang khusus yang tumbuh dan berkembang karena adanya kebutuhan dalam organisasi, terutama untuk menangani kegiatan yang sifatnya tidak rutin atau baru sama sekali, dalam jangka waktu tertentu dan dengan anggaran teretentu pula”. Sedangkan Abrar Husen (2011,5), berpendapat
bahwa “manajemen
proyek adalah penerapan ilmu pengetahuan, keahlian dan keterampilan, dengan cara teknis yang terbaik dan dengan sumber daya yang terbatas untuk mencapai sasaran dan tujuan yang telah ditentukan, agar dapat mendapatkan hasil yang optimal dalam hal kinerja biaya, mutu dan waktu serta keselamatan kerja”. Berdasarkan kepada beberapa definisi di atas, maka penulis dapat merangkum dan menyimpulkan manajemen proyek sebagai “suatu keilmuan di bidang manajerial, di mana kompleksitas yang ada dari sumber-sumber daya dapat dikelola dengan metode yang paling tepat, dengan penyesuaian terhadap ketersediaan sumber daya yang terpisah atau di luar dari kegiatan rutin operasional perusahaan/organisasi, di mana bersifat sementara (temporary), sehingga tujuan perusahaan dalam proyek dapat dicapai dengan optimal dengan pemilihan teknik dan keputusan strategis yang lebih khusus/spesifik”.
45
A. Program Gray, Clifford F. dan Erik W. Larson (2006), yang dialih-bahasakan oleh Dwi Prabantini (2007,4), mendefinisikan program sebagai “serangkaian proyek yang terkoordinasi dan berhubungan yang terus berlanjut sampai waktu yang ditetapkan untuk mencapai sebuah tujuan”. Sedangkan Eddy Herjanto (2008,351), menyatakan program sebagai “suatu kegiatan multi disiplin yang berorientasi kepada tujuan, yang dirancang oleh berbagai macam tugas dengan hasil yang telah ditentukan, untuk dicapai dalam kurun waktu tertentu dan dengan keterbatasan sumber daya yang ada”. Dengan
demikian
penulis
dapat
menyimpulkan
bahwa
program
merupakan rangkaian kegiatan dan/atau tugas yang telah terorganisir dalam suatu sistem yang terkait satu dengan lainnya terjadi secara berkesinambungan hingga pencapaian suatu tujuan tertentu terlaksana dengan optimalisasi sumberdaya dalam menghadapi batasan-batasan yang ada.
B. Proyek Gray, Clifford F. dan Erik W. Larson (2006) yang dialih-bahasakan oleh Dwi Prabantini (2007,4), menyatakan bahwa proyek merupakan “usaha kompleks, tidak rutin, yang dibatasi oleh waktu, anggaran, sumber daya dan spesifikasi kinerja yang dirancang untuk memenuhi kebutuhan pelanggan”, sedangkan Abrar Husen (2011,5), mendefinisikan proyek sebagai “gabungan dari sumber-sumber daya seperti manusia, material, peralatan dan modal/biaya yang dihimpun dalam suatu wadah organisasi sementara untuk mencapai sasaran dan tujuan”.
46
Zulian Yamit (2011,308), mendefinisikan proyek sebagai “suatu sistem yang kompleks, yang melibatkan koordinasi dari sejumlah bagian yang terpisah dari organisasi dan di dalamnya terdapat schedule dan syarat-syarat, di mana kita harus bekerja”. Dengan beberarapa referensi tersebut, maka penulis dapat menyimpulkan bahwa terdapat beberapa perbedaan penting antara “program” dan “proyek” sehingga hal inilah yang menjadikan manajemen proyek berbeda dengan manajemen operasional rutin. Keberhasilan suatu proyek sangat tergantung pada ketepatan pemilihan seorang manajer proyek dan kerja keras serta dedikasi seluruh anggota yang terlibat dalam proyek.
2.1.4.1 Tahapan dalam Siklus Manajemen Proyek. Secara umum, siklus hidup proyek (Project Life Cycle) merupakan suatu metode yang digunakan untuk menggambarkan bagaimana sebuah proyek direncanakan, dikontrol dan diawasi sejak proyek disepakati untuk dikerjakan hingga tujuan akhir proyek tercapai. Gray, Clifford F. dan Erik W. Larson (2006), yang dialih-bahasakan oleh Dwi Prabantini (2007,5), menyatakan bahwa siklus hidup proyek melewati 4 (empat) tahap berurutan, yakni: a. Tahap Penentuan: Pada tahap ini menentukan spesifikasi proyek, menetapkan sasaran proyek, membentuk tim dan menetapkan beberapa tanggung jawab utama. b. Tahap Perencanaan: Keadaan di mana tingkat usaha bertambah, mengembangkan rencana untuk menentukan proyek apa yang bertahan,
47
kapan proyek akan dijadwalkan, siapa yang akan memetik manfaat, tingkat kualitas apa yang harus dijaga dan anggaran apa yang diperlukan. c. Tahap Eksekusi: Di tahap inilah bagian utama dari kerja proyek terjadi, baik fisik, maupun mental. Produk fisik (misalkan: jembatan, laporan, program perangkat lunak), waktu, biaya dan ukuran-ukuran spesifikasi digunakan untuk pengendalian. Apakah proyek dapat sesuai jadwal, anggaran dan memenuhi spesifikasi, perkiraan (forecast) apa yang diperlukan di masing-masing ukuran tersebut, perubahan/revisi apa yang perlu dilakukan. d. Tahap pengiriman: Tahap ini mencakup 2 (dua) aktivitas, yakni: mengirim produk proyek kepada pelanggan dan menyebarkan sumber daya proyek. Pengiriman proyek dapat mencakup pelatihan pelanggan dan transfer
dokumen.
Penyebaran
biasanya
melibatkan
penyerahan
perlengkapan/material proyek kepada proyek lain dan menetapkan berbagai penugasan baru pada anggota tim. Mereka
menambahkan bahwa dalam praktiknya, siklus hidup proyek
digunakan oleh beberapa kelompok proyek untuk menggambarkan timing tugastugas utama yang ada pada proyek. Bersandarkan pada hal tersebut, maka penulis mendapatkan gambaran bahwa tahap penentuan memiliki durasi paling kecil yang dilaksanakan dalam jangka waktu awal dari keseluruhan umur proyek, sedangkan tahap perencanaan meliputi hampir separuh waktu dari umur proyek. Selanjutnya tahap eksekusi
48
dilakukan sepanjang masa usia proyek dan tahap pengiriman dilakukan pada saatsaat menjelang usia proyek akan berakhir. Dengan demikian, maka tahapan-tahapan tersebut dapat diilustrasikan kedalam siklus hidup proyek. Selengkapnya mengenai siklus hidup proyek disajikan pada gambar 2.10. T i n g k a t
Eksekusi
Merencanakan Pengiriman
U s a h a
Penentuan
Mulai Penentuan: 1. Tujuan 2. Spesifikasi 3. Tugas 4. Tanggung Jawab
Waktu Perencanaan: 1. Jadwal 2. Anggaran 3. Sumber daya 4. Risiko 5. Penunjukan Staf
Eksekusi: 1. Laporan status 2. Perubahan 3. Kualitas 4. Perkiraan
Selesai Pengiriman: 1. Melatih pelanggan 2. Transfer dokumen 3. Rilis sumber daya 4. Rilis staf 5. Pelajaran yang telah dipelajari
Gambar 2.10 Siklus Hidup Proyek. Sumber data : Gray, Clifford F. dan Erik W. Larson (2006), yang dialihbahasakan oleh Dwi Prabantini (2007,5). Di sisi lain, Project Management Institut (PMI) dalam Mingus, Nancy (2002), yang dialih-bahasakan oleh Tri Wibowo B. S. (2006,12), yang mengakui 5 (lima) kategori aktivitas proyek yang sering disebut sebagai “proses proyek”, yakni:
49
a. Memulai proyek: Mencakup kegiatan memulai proyek dan memulai fasefase lain di dalam proyek. b. Perencanaan:
Aktivitas perencanaan mencakup penyusunan rencana
proyek, struktur perincian kerja dan menyusun jadwal. Proses perencanaan mungkin unsur terpenting di dalam sebuah proyek, karena perencanaan yang tepat dapat menghemat waktu dalam pelaksanaan proses. c. Pelaksanaan:
Merupakan aktivitas pelaksanaan kerja aktual. Dalam
sistem informasi, ini mungkin berupa analisis, desain, pengembangan dan pengujian dengan menggunakan software. Sedangkan dalam konstruksi, ini mungkin berupa kegiatan pembangunan pondasi, membangun dinding dan meng-install perlengkapan. d. Pengendalian atau kontrol: Mengukur dan memonitor pelaksanaan aktivitas serta membantu manajer proyek dalam mengevaluasi kemajuan proyek dari segi waktu, biaya dan mutu. e. Penyelesaian:
Aktivitas
penyelesaian
atau
penutupan
mencakup
pengakhiran fase dan proyek serta mengambil pelajaran penting, yang membantu meningkatkan efektivitas proyek di masa mendatang. Mengenai proses proyek seperti penjelasan di atas, maka dapat dirangkum dan dilustrasikan selengkapnya pada gambar 2.11 berikut.
50
Memulai
Perencanaan Pelaksanaan
Pengendalian
Penyelesaian
Gambar 2.11 Proses Proyek Menurut Project Management Institute (PMI). Sumber data : Mingus, Nancy (2002), yang dialih-bahasakan oleh Tri Wibowo B. S. (2006,12). Berdasarkan gambar 2.11 tersebut, maka penulis dapat menyimpulkan bahwa proses proyek dimulai pada tahap perencanaan, lalu dilanjutkan dengan tahap pelaksanaan dan tahap pengendalian. Dalam proses yang terjadi dalam proyek terdapat hubungan antara perencanaan, pelaksanaan dan pengendalian yang saling mempengaruhi. Hal ini disebabkan oleh tujuan yang hendak dicapai memungkinkan langkah-langkah dan kebijakan yang diambil oleh manajemen untuk mencapai efisiensi, efektivitas, kualitas dan produktivitas optimal. Pada tahap akhir adalah tahap penyelesaian yang merupakan hasil akhir dari proses proyek yang dapat berupa evaluasi terhadap proyek yang telah dijalani. Di sisi lain Abrar Husen (2011,5), menyatakan bahwa
siklus proyek
menggambarkan urutan langkah-langkah sejak proses awal hingga proses akhir. Tahapan kegiatan pada siklus proyeknya dapat berbeda-beda, karena dalam pola penanganan dan pengelolaannya tentu akan dilakukan dengan cara yang berbeda pula. Ia memaksudkan bahwa, siklus proyek dapat dibedakan berdasarkan 3 (tiga) jenis proyek yang umum, yakni “manufaktur”, “infrastuktur” dan “konstruksi”.
51
Sehubungan dengan obyek penelitian yang merupakan perusahaan konstruksi, akan dibahas siklus proyek konstruksi , yang terdiri dari 6 (enam) tahapan, yang dimulai dengan tahap konseptual gagasan, kemudian tahap studi kelayakkan, diikuti dengan tahap detil dan tahap pengadaan yang dilakukan pada jenjang waktu bersamaan, kemudian tahap implementasi, diakhiri dengan tahap operasi dan pemeliharaan. Berikut disajikan siklus proyek berdasarkan kriteria ‘konstruksi’ selengkapnya pada Gambar 2.12.
B i a y a
Konseptual Gagasan
Study Kelayakan
Detil Desain dan Pengadaan
Implementasi
Operasi dan Pemeliharaan
Waktu
Gambar 2.12. Siklus Proyek Konstruksi. Sumber data: Abrar Husen (2011,13). Berdasarkan Gambar 2.12, berikutnya disajikan keterangan mengenai tahapan-tahapan yang ada pada siklus proyek konstruksi: a. Tahap konseptual gagasan: Tahapan ini terdiri atas kegiatan, perumusan gagasan, kerangka acuan, studi kelayakan awal, indikasi awal dimensi, biaya dan jadwal proyek. b. Tahap studi kelayakan: Studi kelayakan memiliki tujuan mendapatkan keputusan tentang kelanjutan investasi pada proyek yang akan dilakukan.
52
Informasi atas data implementasi perencanaan proyek lebih lengkap dari langkah sebelumnya, sehingga penentuan dimensi dan biaya proyek lebih akurat lagi dengan tinjauan terhadap aspek sosial, budaya, ekonomi, finansial, legal, teknis dan administratif yang komprehensif. c. Tahap detil desain: Tahapan ini terdiri atas kegiatan, pendalaman berbagai aspek persoalan, design engineering dan pengembangan, pembuatan jadwal induk dan anggaran serta menentukan perencanaan sumber daya, pembelian dini, penyiapan perangkat dan penentuan peserta proyek dengan program lelang. Tujuan tahap ini adalah menetapkan dokumen perencanaan lengkap dan terperinci, secara teknis dan administratif, untuk memudahkan pencapaian sasaran dan tujuan proyek. d. Tahap pengadaan: Tahapan ini adalah memilih kontraktor pelaksana dengan menyertakan dokumen perencanaan, aturan teknis dan administrasi yang lengkap, produk tahapan detil desain. Dari proses ini diperoleh penawaran yang kompetitif dari kontraktor dengan tingkat akuntabilitas dan transparansi yang baik. e. Tahap implementasi: Tahap ini terdiri atas kegiatan, design engineering yang rinci; pembuatan spesifikasi dan kriteria; pembelian peralatan dan material; fabrikasi dan konstruksi; inspeksi mutu; uji coba; start-up; demobilisasi dan laporan penutup proyek. Tujuan akhir proyek adalah mendapatkan kinerja biaya, mutu, waktu dan keselamatan kerja yang maksimal,
dengan
melakukan
proses
perencanaan,
penjadwalan,
pelaksanaan dan pengendalian yang lebih cermat serta terperinci dari
53
proses sebelumnya. Pada tahap ini kontraktor memiliki peran dominan dengan tujuan akhir pencapaian sasaran proyek untuk mendapatkan keuntungan maksimal. Peran pemilik proyek pada tahapan ini dilakukan oleh agen pemilik sebagai konsultan pengawas pelaksana, dengan tujuan mereduksi segala macam penyimpangan serta melakukan tindakan koreksi, jika diperlukan. f. Tahap operasi dan pemeliharaan: Tahap ini terdiri atas tahap operasi rutin dan pengamatan prestasi akhir proyek serta pemeliharaan fasilitas bangunan yang dapat digunakan untuk kepentingan sosial dan ekonomi masyarakat. Biaya yang dikeluarkan pada tahap ini bersifat rutin dan nilainya cendrung menurun. pendanaan pada tahap ini hanya pemasukan dana dari operasional proyek. Dengan demikian, penulis dapat menyimpulkan bahwa secara umum silklus proyek dibedakan berdasarkan kebutuhan perusahaan, yang meliputi ruang lingkup perusahaan. Pada siklus proyek konstruksi di atas, manajemen operasional lebih mengkonsentrasikan kepada 4 (empat) tahap akhir, yakni tahap detil desain, tahap pengadaan, tahap implementasi serta tahap operasi dan pemeliharaan. Hal ini disebabkan pada tahap inilah pengendalian dan pengawasan perlu dilakukan terhadap operasional suatu perencanaan.
2.1.4.2 Perencanaan Jaringan Kerja (Network Planning). Eddy Herjanto (2008,359), mendefinisikan “Perencanaan Jaringan Kerja (Network Planning) sebagai salah satu model yang banyak digunakan oleh
54
penyelenggara proyek, yang dapat memberikan informasi tentang kegiatankegiatan yang ada dalam diagram jaringan kerja itu”. Mingus, Nancy (2002), yang dialih-bahasakan oleh Tri Wibowo B. S. (2006,6), mendefinisikan “Diagram Jaringan (Network Diagram) adalah tipe khusus dari hubungan antara tugas-tugas proyek”. Ia menambahkan bahwa Critical Path Method (CPM) dan Program Evaluation and Review Tachnique (PERT) merupakan diagram jaringan dan teknik penjadwalan, meskipun terdapat beberapa perbedaan di antaranya. Berdasarkan kedua definisi tersebut, maka penulis dapat menyimpulkan bahwa perencanaan jaringan kerja (network planning) merupakan teknik atau metode yang digunakan secara umum dalam sebuah proyek yang akan atau sedang dijalankan yang berisi deskripsi tugas-tugas dan pola hubungan antar aktivitas secara berkelanjutan dari awal hingga proses proyek berakhir, sehingga terdapat segala informasi yang dibutuhkan dalam proses proyek yang pada akhirnya tujuan yang diharapkan berjalan sesuai dengan perencanaan awal secara efektif dan efisien.
2.1.4.3 Metode Penjadwalan Gantt Chart (Bagan Balok Gantt). Gantt Chart sering disebut sebagai bagan balok yang merupakan salah satu metode penjadwalan paling umum digunakan dalam proyek-proyek yang ada. Heizer, Jay dan Render, Barry (2008), yang dialih-bahasakan oleh Chriswan Sungkono (2010,90), menyatakan bahwa“Gantt chart adalah sebuah contoh
55
teknik nonmatematis yang digunakan secara luas dan populer di kalangan manajer karena sifatnya sederhana dan visual”. Gantt Chart diperkenalkan oleh pertama kali diperkenalkan oleh Henry L. Gantt pada tahun 1916. Pada bagan Gantt ini, menyajikan elemen-elemen kegiatan dari suatu proyek, yeng tersusun secara vertikal (berdasarkan kronologis waktu pelaksanaan proyek) dan dalam arah horizontal menggunakan skala waktu proporsional pada penjadwalannya, sehingga tampak lebih mudah dalam visualisasi untuk melihat dan mengendalikan proyek dalam prosesnya di lapangan. Gantt Chart merupakan teknik penjadwalan proyek yang paling populer digunakan oleh manajer, dibandingkan dengan metode-metode yang lebih kompleks dalam mengalokasikan sumber daya proyek dalam penyusunannya. Menurut Eddy Herjanto (2008,358), hal-hal yang perlu diperhatikan dalam penyusunan Gantt Chart adalah sebagai berikut: 1. Semua aktivitas telah selesai dianalisis sebelumnya. 2. Urutan kinerjanya telah diperhitungkan. 3. Perkiraan waktu telah tercatat sebelumnya. 4. Keseluruhan waktu proyek telah ditentukan. Eddy Herjanto (2008,358), menambahkan bahwa penggunaan Gantt Chart relatif sederhana, mudah dipahami, mudah pembuatannya serta mudah digunakan untuk memantau perkembangan proyek. Akan tetapi terdapat 2 (dua) kelemahan penting yang perlu untuk diketahui yakni:
56
1. Tidak secara langsung menunjukkan hubungan antar kegiatan, sehingga hal yang sulit diidentifikasi adalah pengaruh keterlambatan pada suatu aktivitas terhadap aktivitas lain yaang akan dilakukan selanjutnya. 2. Tidak menunjukkan deskripsi aktivitas-aktivitas kritis, sehingga otomatis semua aktivitas dalam proyek akan berstatus kritis. Di sini penulis dapat mengambil kesimpulan, bahwa Gantt chart merupakan visualisasi perencanaan terhadap jadwal, agar memudahkan dalam memahami perencanaan dalam bentuk bagan balok. Penggunaan Gantt chart itu sendiri disesuaikan dengan kebutuhan pengawasan dan pengendalian agar kebutuhan sumber daya dan/atau pengelolaannya terkendali berdasarkan time schedule yang sudah ada, sehingga penyesuaian terhadap realisasi proyek yang terjadwal pada Gantt chart mudah dipahami, direalisasikan dan dikendalikan sesuai sasaran yang terjadwal sesuai yang direncanakan. Perlu digaris bawahi di sini, bahwa fungsi dari Gantt Chart adalah menampakkan secara visual dalam bentuk balok agar terjadi pemahaman tentang proses proyek oleh seluruh pihak yang terlibat dalam proses proyek. Kemudian perlu diperhatikan juga, bahwa Gantt chart memiliki kriteria, di mana seluruh anggota harus memahami tidak hanya urutan aktivitas, akan tetapi team work harus sudah dapat dikelompokkan berdasarkan kebutuhan setiap aktivitas sebelum proses proyek berlangsung. Sehingga efisiensi waktu akan dapat tercapai oleh karena kinerja pada setiap aktivitas telah sesuai dengan sasaran awal. Jika sasaran mengalami keadaan sulit atau mungkin tidak dapat tercapai, maka hendaknya diupayakan
perubahan-perubahan
kecil
yang
dapat
mengurangi
risiko
57
keterlambatan penyelesaian pada setiap aktivitas proyek yang disebabkan oleh faktor penghambat tersebut. Penulis memperhatikan dengan seksama, bahwa mungkin lebih baik jika Gantt Chart digunakan untuk alat pengendalian atau alat control terhadap perencanaan jaringan baik metode CPM, maupun PERT. Sehingga Gantt Chart dapat memantau aktivitas-aktivitas kritis yang ada pada jaringan. Efektifitas Gantt Chart dapat dioptimalkan untuk menjaga aktivitas kritis tetap pada jalur/track positif. Penggunaan Gantt Chart akan lebih mengakuratkan pencapaian aktivitas kritis, agar tetap berjalan tepat waktu dan tidak mempengaruhi umur proyek sebagai sasaran atau tujuan pada akhirnya. Dalam setiap proyek umumnya menggunakan rencana pengawasan dan rencana pembagian kerja yang telah ditetapkan jauh sebelum proyek diluncurkan. Risiko dan hal-hal lain yang merupakan faktor penghambat harus dapat diidentifikasi sebelumnya, sehinga pada proses operasionalisasi proyek tentu manajemen telah memiliki suatu perencanaan yang sangat matang dalam mengontrol setiap masalah yang ada. Rencana
pengawasan
dan
pembagian
kerja
serta
perencanaan
pengendalian risiko seperti ini tidak hanya boleh diketahui sebatas pada pihak pimpinan proyek saja, akan tetapi perlu dikomunikasikan kepada semua pihak yang terlibat dalam proses operasional proyek, agar wewenang dan tugas-tugas tidak menemui jalan buntu saat proses proyek di kemudian hari. Sehubungan dengan kelemahan yang dimilikinya, maka asumsi yang terjadi pada semua aktivitas proyek adalah kritis. Agar suatu keterlambatan dari 1
58
(satu) aktivitas tidak mempengaruhi proyek secara keseluruhan, maka umumnya kekritisan semua aktivitas pada Gantt Chart adalah dianggap sebagai semu. Penulis menambahkan hal tersebut, karena pada umumnya apabila penggunaan Gantt Chart digunakan satu paket dengan menambahkan waktu kontingensi atau waktu aman (just-in-case) pada setiap aktivitas untuk mencegah terjadinya keterlambatan. Hal ini sering terjadi dalam penggunaan metode Gantt Chart atau metode-metode lainnya dengan mengasumsikan Risiko ke dalam waktu kontingensi sebagai pencegahan efek dari ‘Critical Chain Concept’.
2.1.4.4 Precedence Diagram Method (PDM). Soeharto (1995), dalam I Gusti Ngurah Oka Suputra (2011,24), menyatakan bahwa Precedence Diagram Method (PDM) merupakan metode jaringan kerja yang termasuk dalam klasifikasi AON (Activity on Node). Dalam metode ini, kegiatan dituliskan di dalam node yang umumnya berbentuk segi empat, sedangkan anak panahnya sebagai penunjuk hubungan antara kegiatankegiatan yang bersangkutan. Dengan demikian dummy yang merupakan tanda penting untuk menunjukkan hubungan ketergantungan, di dalam PDM tidak diperlukan. I Gusti Ngurah Oka Suputra (2011,24), menyimpulkan bahwa PDM pada dasarnya menitik-beratkan pada persoalan keseimbangan antara biaya dan waktu penyelesaian proyek. PDM menekankan pada hubungan antara pemakaian sejumlah tenaga kerja atau sumber-sumber daya untuk mempersingkat waktu pelaksanaan suatu proyek dan kenaikan biaya sebagai akibat penambahan sumber-
59
sumber daya tersebut. Dalam PDM, jumlah waktu yang diperlukan untuk menyelesaikan berbagai tahapan dari proyek konstuksi dianggap diketahui dengan pasti. Selain itu, hubungan antara jumlah sumber-sumber daya yang dipergunakan dan waktu yang diperlukan untuk menyelesaikan proyek juga dianggap diketahui. Berdasarakan pernyataan di atas, maka penulis
dapat menyimpulkan
bahwa Precedence Diagram Method (PDM) merupakan jenis perencanaan jaringan kerja (network planning) yang menggunakan pendekatan aktivitas pada node (Activity on Node) yang dihubungkan dengan anak panah (Arrow) pada setiap pola hubungan antar aktivitas yang terdapat pada proyek ,di mana fokus atau tujuan utamanya adalah memperhatikan keseimbangan antara optimalisasi sumberdaya untuk memperpendek durasi aktivitas terhadap peningkatan biaya, sebagai akibat usaha memperpendek durasi aktivitas tersebut. Asumsi yang digunakan adalah kepastian tentang durasi aktivitas serta hubungan atau ketergantungan aktivitasnya diketahui dengan pasti, sehingga umur proyek dapat diasumsikan dengan pasti juga. Seperti halnya metode jaringan kerja yang lain, dalam PDM juga terdapat bagian vital, yaitu analisis jalur kritis (critical path analysis). Jalur kritis adalah rangkaian aktivitas yang tidak memiliki keleluasan dalam start time dan finish time. Dengan kata lain, aktivitas kritis adalah aktivitas yang tidak memiliki float time. Setiap aktivitas kritis harus dilaksanakan sesuai jadwal yang telah ditentukan. Adanya perubahan waktu pelaksanaan dari aktivitas kritis, percepatan atau perlambatan akan mengakibatkan perubahan durasi proyek secara keseluruhan.
60
Abrar Husein (2011,164) menyatakan bahwa dewasa ini metode Precedence Diagram Method (PDM) disebut juga sebagai Metode Activity on Node (AON). Adapun karakteristik yang dimiliki oleh PDM adalah sebagai berikut: 1. Pembuatan diagram Network dalam bentuk Node yang mengindikasikan aktivitas (umumnya yang digunakan adalah bentuk balok/kotak) dengan visualisasi seperti pada gambar 2.13 berikut. No. Task
ES1
LS1
ES2
EF1
No. Task
Task 1
Task 2
Durasi
Durasi
TF1
LS2
LF1
TF2
EF2
LF2
Lead FS Lag SS
Lead FF
Lag SF
Gambar 2.13 Visualisasi Metode Precedence Diagram Method (PDM) pada Jaringan. Sumber data: Abrar Husen (2011,167) 2. Float merupakan waktu tenggang maksimum dari suatu aktivitas dengan hubungan keterkaitan berikut: a. Total Float (TF) merupakan float pada kegiatan dengan formulasi: TF = LF – LS – Durasi
b. Relation Float (RF) merupakan float pada hubungan keterkaitan:
61
•
Lead FS (lead finish to start), yakni mulainya suatu kegiatan
bergantung
kepada
selesainya
kegiatan
pendahulunya dengan waktu mendahului lead. Maka untuk nilai RF pada kasus tersebut akan berlaku formulasi: RF (FS12) = •
LS2 – EF1 –
lead
Lead FF (lead finish to finish), yakni selesainya suatu kegiatan
bergantung
kepada
selesainya
kegiatan
pendahulunya dengan waktu mendahului lead. Maka untuk nilai RF pada kasus tersebut akan berlaku formulasi: RF (FF12) = •
LF2 – EF1 –
lead
Lag SS (lag start to start), yakni mulainya suatu kegiatan bergantung
kepada
mulainya
kegiatan
pendahulunya
dengan waktu tunggu lag. Maka untuk nilai RF pada kasus tersebut akan berlaku formulasi: RF (SS12) = •
LS2 – ES1 –
lag
Lag SF (lag start to finish), yakni mulainya suatu kegiatan bergantung kepada selesainya kegiatan pendahulunya dengan waktu tunggu lag. Maka untuk nilai RF pada kasus tersebut akan berlaku formulasi: RF (SF12) =
LF2 – ES1 –
lag
3. Lag, yakni jumlah waktu tunggu dari suatu periode kegiatan terhadap kegiatan sebelumnya telah dimulai. Berdasarkan pada gambar 2.13 di atas, maka hubungan lag terjadi pada SS (start to start) dan SF (start to finish) antara aktivitas 1 menuju aktivitas 2.
62
4. Lead, yakni jumlah waktu yang mendahului dari kegiatan sesudah kegiatan sebelumnya belum selesai. Berdasarkan pada gambar 2.13 di atas, maka hubungan lead terjadi pada FS (finish to start) dan FF (Finish to finish) antara aktivitas 1 menuju aktivitas 2. 5. Dagling merupakan suatu keadaan, di mana terdapat beberapa kegiatan yang tidak memiliki pendahulu (predecessor) atau kegiatan yang mengikuti (successor). Agar hubungan tetap terikat digunakannya dummy node sebagai kegiatan semu baik pada start, maupun pada finish.
2.1.4.5 Arrow Diagram Method (ADM). Arrow Diagram Method (ADM) merupakan metode untuk penjadwalan proyek khususnya konstruksi yang berupa penyimbolan proses proyek dalam visualisasi aktivitas-aktivitas dengan anak panah sedangkan node menyimbolkan ketergantungan (dependencies) antar aktivitas. Dewasa ini metode ini lebih dikenal dengan sebutan activity on arrow (AOA) sebagai sebuah pendekatan baik pada metode CPM, maupun pada metode PERT. Arrow Diagram Method (ADM) merupakan pendekatan yang digunakan untuk merangkai aktivitas-aktivitas yang menggunakan anak panah dan pola hubungan tersebut dalam sebuah node. Perlu diketahui bahwa metode ini menggunakan hubungan finish to start yang umum dalam rangkaian hubungan aktivitas meskipun dalam node tidak mevisualisasikannya dengan rinci, apakah sebagai sebuah lead seperti dalam metode Precedence Diagram Method (PDM). Penggunaan dummy (aktivitas semu) yang memiliki nilai 0 (nol) memudahkan,
63
meskipun aktivitas tersebut tidak penting, tetapi perlu menjadi perhatian bahwa aktivitas dummy digunakan dalam proyek untuk mengalihkan daya sebagian setelah aktivitas pendahulunya selesai, sehingga optimalisasi daya dapat optimal sebagai akibat pengalihan daya tersebut (umumnya dialihkan pada aktivitas kritis). Aktivitas dummy dilambangan dengan anak panah terputus-putus dalam visualisasi jaringan sebagai tanda penting untuk melakukan pengalihan daya. Mengenai penggunaan metode ini akan dijelaskan lebih lanjut pada bagian selanjutnya dalam bab ini. Sebagai catatan yang ditambahkan penulis bahwa penggunaan model simbol pada node oleh banyak praktisi berbeda-beda dengan pengembangan media digital dan penggunaan software yang ada, akan tetapi dasar-dasar yang digunakan adalah hampir sama dengan pendekatan Activity on Arrow (AOA) baik dengan penggunaan metode CPM, maupun metode PERT. Visualisasi Arrow Diagram Method (ADM) sedikit berbeda dari pendekatan Activity on Arrow (AOA) seperti yang digunakan pada penelitian ini, akan tetapi fungsi dan arti simbol yang digunakan adalah sama. Perbedaan yang terdapat pada node hanya menggunakan angka yang unik dan tidak terdapat deskripsi perhitungan cepat dan lambat yang dideskripsikan pada bagian node. Arrow Diagram Method (ADM) tersusun dari atas ke bawah dengan kolom perhitungan maju dan perhitungan mundur yang diletakan terpisah dari node. Susunan lebih teratur dan jelas dibandingkan metode AOA yang digunakan
64
dalam penelitian ini. Visualisasi metode Arrow Diagram Method (ADM) disajikan pada gambar 2.14 berikut.
ES EF LS LF
0
Pekerjaan Persiapan-----------------------------X1 TF =
σ=
2 X2------------------------Pekerjaan Pembersihan
3
1
TF =
σ=
Dummy 1 2 X3--------Pengangkutan Material Pra-operasi
2 Penggalian Septik Tank----------------------X4 TF =
σ=
TF = 3
3 1
4 Perakitan Pipa-Pipa Air Bersih dan Septik-----------X6 TF = σ= 1
X5---pengukuran dan pemasangan Patok TF = σ=
5
5 X7---------------Penggalian Fondasi
4
TF =
Pengadaan Material Tahap 1-------------X8 TF =
σ=
σ=
σ=
6 7
Dummy 2
Gambar 2.14 Visualisasi Metode Arrow Diagram Method (ADM) Sumber data: Internet Browser (Tague’s, Nancy R., 2004;105)
2.1.4.6 Graphical Evaluation and Review Technique (GERT). Graphical Evaluation and Review Technique (GERT) dikembangkan pertama kalinya pada tahun 1966. GERT dinyatakan sebagai satu prosedur untuk analisa dari jaringan stokastik. Stokastik berarti berubah-ubah tidak deterministik (tergantung). Teknik ini dikembangkan oleh Pristaker A. A. B beserta konsorsium 7 (tujuh) universitas berdasarkan kontrak NASA. GERT merupakan alat yang paling kuat untuk analisis sistem, di mana semua manfaat yang diberikan berdasarkan jaringannya serta penyajian evaluasi yang tepat dari beberapa jenis jaringan yang ada (Ahmadi, A. dan Hoseini B. R., 2004;11).
65
Reza Abdi et.al (2009,438), menyatakan bahwa “GERT is an acronym for Graphical Evaluation and Review Technique. It provides a method of modeling, simulating and solving a wide range and simplex large-scale system problems. This method of modeling allows the analysis of complex system characterized by a high degree of interaction between system components”. Pernyataan tersebut artinya “GERT merupakan singkatan dari Graphical Evaluation and Review Technique. GERT menyediakan metode pemodelan, simulasi dan memecahkan jangkauan yang luas dan penyederhanaan masalah sistem secara besar-besaran. Metode pemodelan ini memperbolehkan analisis pada kompleksitas sistem yang terkaraktiristik dengan derajat tertinggi dari interaksi antara komponen-komponen pada sistem. Sedangkan Shankar, G. dan Mohapatra B. N. (1994,468), menyatakan bahwa “The advantage of GERT analysis in the present context is two fold. First, this procedure gives the visual picture of the dynamics of the inspection system and second, it offers thorough characterization of the plan. Various performance characteristics of interest to quality control engineers and plan engineers have
been derived and illustrated numerically. Finally, procedures and tables have been provided for the selection of plans in the context of new developments”. Pernyataan tersebut, berarti bahwa keuntungan dari analisis GERT dalam konteks saat ini meliputi 2 (dua) lipatan (macam). Pertama, prosedur ini memberikan gambar visual dari sistem inspeksi yang dinamis; kedua, memberikan ketelitian (detil) dari karakteristik perencanaan. Karakteristik berbagai performansi dari keuntungan untuk pengatur pengendalian kualitas dan pengatur perencanaan telah
66
diperoleh dan diilustrasikan secara numerik. Pada akhirnya, prosedur dan tabel telah disediakan untuk menyeleksi perencanaan dalam konteks pengembangan baru. Jaringan kerja
GERT saat proses pendesaian awal oleh Pristaker
memiliki 3 (tiga) bentuk keterangan penting, di mana pada keterangan tersebut akan diwakilkan oleh satu simbol berupa node dengan karakteristik yang berbeda dangan simbol pada keterangan lainnya. Simbol dan keterangan penting tersebut disajikan pada Tabel 2.2 berikut. Tabel 2.2 Karakteristik dan Simbol yang Digunakan pada Metode GERT Input
Exclusive – Or
Inclusive – Or`
AND
Output Deterministic
Probabilistic
Sumber data: Jurnal Reza Abdi et.al (2009,439). Berdasarkan simbol dan karakteistik yang digunakan pada metode GERT yang disajikan pada tabel 2.2 di atas, maka berikut adalah deskripsi selengkapnya. 1. Exclusive – Or : berarti bahwa terselesaikannya satu cabang akan mengarah kepada node yang akan menyebabkan terselesaikannya node tersebut. Akan tetapi hanya satu cabang yang menuju ke node yang dimaksud dapat diselesaikan sesuai dengan waktu yang diberikan padanya.
67
2. Inclusive – Or : berarti bahwa terselesaikannya satu cabang akan mengarah kepada node yang akan menyebabkan terselesaikannya node tersebut. Akan tetapi hanya satu cabang yang menuju ke node yang dimaksud dapat diselesaikan sesuai dengan waktu yang diberikan padanya. Waktu realisasi adalah waktu paling cepat dari waktu terselesaikannya aktivitas pada cabang yang mengarah pada node Inclusive – Or. 3. AND
: merupakan sebuah node yang hanya dapat terselesaikan, apabila
semua cabang yang mengarah pada node telah terselesaikan. Waktu terselesaikannya adalah waktu terbesar dari waktu penyelesaian aktivitas yang mengarah kepada node AND. 4. Deterministic : Semua cabang yang keluar atau berasal dari node ini akan diambil atau dipakai apabila node ini terselesaikan. 5. Probabilistic : Artinya tepat hanya satu cabang yang keluar atau berasal dari node akan diambil atau dipakai apabila node ini terselesaikan. Dengan adanya simbol yang mewakili deterministik dan probabilistik, maka hasil dari metode GERT sudah mencakup ketergantungan dan probabilitas dari setiap node. Pada metode GERT aktivitas disimbolkan oleh anak panah (arrow) yang disebut dengan “branch”, yang berarti cabang atau ranting. Sedangkan node adalah hubungan ketergantungan antar-aktivitas tergantung dari karakteristik aktivitas pada branch tersebut. Adapun hasil yang disajikan oleh metode GERT adalah: 1. Memungkinkan untuk perencanaan ulang sebagai back-up. 2. Dapat meningkatkan harmoni dan koordinasi.
68
3. Dapat memprediksi dan menemukan ketergantungan masalah dalam beberapa aktivitas. 4.
Dapat menspesifikan dan memilah-milah masalah pada beberapa aktivitas.
5. Dapat menyaring ide-ide dan meningkatkan pengetahuan dari pengelola (manajer) tentang relasi antara subyek (aktivitas) terhadap kepentingannya atau pengaruhnya dalam proses secara keseluruhan. 6. Dapat menarik perhatian manajemen pada aktivitas-aktivitas yang memungkinkan mendatangkan
masalah atau terlihat akan berasosiasi
terhadapnya. 7. Menspesifikkan titik optimum start dan finish pada setiap aktivitas dalam operasionalisasinya. 8. Memfasilitasi kemungkinan dari penyesuaian ulang pada proyek dengan kondisi baru (rekondisi). 9. Memfasilitasi prosedur pelaporan dan pengarahan operasional. 10. Sebagai alat yang sangat bermanfaat untuk pembelajaran terhadap karyawan pada bidang operasi yang berbeda-beda. 11. Merupakan alat yang paling cocok untuk mempersentasikan bagan organisasi dan hubungannya. 12. Menunjukkan hubungan antar kegiatan. 13. Dapat berfungsi sebagai penyesuaian juga dapat dilalkukan peremajaan (up to date).
69
14. Perubahan, modifikasi program kerja yang baru dan pengutamaan (prioritas) pada situasi yang tidak dapat diprediksi dapat dicegah dengan mudah. 15. Setiap bagian pada jaringan kerja (network) dapat diubah dengan mudah. Dengan adanya probalilitas, maka akan memungkinkan untuk melakukan analisis statistik padanya. Berikut adalah hasil dari analisis statistik dengan metode GERT, yang meliputi: 1. Tingkat probabilitas pada setiap node akan dapat diidentifikasi. 2. Dalam setiap node rata-rata / mean dapat diketahui secara spesifik. 3. Estimasi standar deviasi dari rata-rata waktu dapat dihitung secara spesifik. 4. Waktu minimum dari observasi node dapat dihitung secara spesifik. 5. Waktu maksimum dari observasi node dapat dihitung secara spesifik. 6. Dapat disajikan dalam bentuk time histogram untuk visualisasi analisis probabilitasnya. Pada penelitian ini, penulis tidak akan membahas detil metode ini. Penyajian contoh penerapan aplikasi metode GERT berupa tabel deskripsi dan bentuk visualisasinya disajikan pada tabel 2.3 dan pada gambar 2.15.
70
71
72
2.1.4.7 Hanumm Curve / S Curve (Kurva S). Kurva S merupakan sebuah grafik yang dikembangkan oleh Warren T. Hanumm atas dasar pengamatan sejumlah besar proyek sejak awal hingga akhir proyek. Abrar Husen (2011,193), menyatakan bahwa Kurva S merupakan alat monitor dan evaluasi yang informatif, apalagi dengan tampilan kombinasi menggunakan diagram batang, sehingga pengelola proyek dapat cepat mengantisipasi, bila ada penyimpangan pada proyek. Kurva ini menunjukan hubungan antara persentase pekerjaan yang harus diselesaikan dengan waktu dalam bentuk grafik. Biasanya grafik ini dikenal dengan sebutan Kurva S (S - Curve) dalam satuan bobot persen. Fungsi kurva S ini adalah : 1. Untuk mengontrol pelaksanaan pekerjaan pada setiap waktu, dengan membandingkan bobot persen rencana dengan persen bobot realisasi dilapangan, sehingga perubahan yang terjadi dalam pelaksanaan tidak mengganggu atau mempengaruhi waktu pekerjaan secara keseluruhan. 2. Untuk mengetahui waktu pembayaran angsuran, berdasarkan perjanjian yang ada, untuk membayar angsuran ini harus juga diperiksa perincian volume pekerjaan yang telah diselesaikan Terdapat dua macam bobot persentase dalam Kurva S, yakni : 1. Bobot persen yang menyatakan perbandingan antara harga suatu jenis pekerjaan dalam waktu tertentu terhadap harga total yang tercantum dalam dokumen kontrak. Dalam hal ini grafik bobot persen menyatakan hubungan antara harga kumulatif bobot persen dengan waktu.
73
2. Bobot persen yang menyatakan perbandingan antara bobot suatu jenis pekerjaan dengan bobot seluruh pekerjaan. Dari bobot persen ini, dapat dibuat grafik yang menyatakan hubungan antara persentase kumulatif pekerjaan dengan waktu. Dari grafik ini pula dapat diketahui persentase pekerjaan yang harus diselesaikan dalam jangka waktu tertentu. Prosedur Pembuatan Kurva “S” Rencana (untuk melakukan desain perencanaan), meliputi : 1. Menuliskan item pekerjaan seperti yang ada di time Schedule. 2. Menentukan bobot persen dari tiap item pekerjaan berdasarkan perincian harga pada tiap item pekerjaan teradap harga total dari semua item pekerjaan. 3. Membagi bobot persen pekerjaan (hasil no.2) dengan lama waktu yang dibutuhkan untuk mengerjakan pekerjaan tersebut sesuai time schedule. 4. Menjumlahkan bobot persen pekerjaan persatuan waktu. 5. Membuat tabel kumulatif dari persen pekerjaan persatuan waktu yang direncanakan sampai dengan waktu dari proyek tersebut. 6. Memplot grafik hubungan antara kumulatif dari persen pekerjaan dengan waktu. Grafik inilah yang disebut kurva S rencana. Selain Kurva “S” rencana, ada pula prosedur pembuatan Kurva “S” Realisasi (sebagai bahan evaluasi proyek). Adapun tahap-tahap pembuatannya meliputi: 1. Penilaian prestasi kerja Kontraktor diplot dalam Time Schedule persatuan waktu tersebut.
74
2. Menjumlahkan prestasi kerja kontraktor untuk seluruh item/jenis pekerjaan yang dikerjakan per satuan waktu tersebut. 3. Membuat tabel kumulatif dari prestasi kerja yang diselesaikan kontraktor sampai dengan waktu tersebut. 4. Memplot grafik hubungan antara kumulatif dari prestasi kerja dengan waktu. Grafik inilah yang disebut Kurva S realisasi. Berikut disajikan contoh visualisasi Kurva S pada gambar 2.16.
Gambar 2.16 Contoh Visualisasi Kurva S. Sumber data: http://harispradipta.blogspot.com/2010/05/membuat-kurva-smanajemen-proyek.html
2.1.4.8 Critical Path Method (CPM) dan Program Evaluation and Review Technique (PERT). Heizer, Jay dan Render, Barry (2008), yang telah dialih-bahasakan oleh Chriswan Sungkono (2010,94), menyatakan bahwa “Critical Path Method (CPM) merupakan teknik manajemen proyek yang menggunakan hanya 1 (satu) perkiraan
75
waktu per aktivitas”, sedangkan “Program Evaluation and Review Technique (PERT) merupakan teknik manajemen proyek yang menggunakan 3 (tiga) perkiraan waktu untuk setiap aktivitas”. Heizer, Jay dan Render, Barry (2008), yang telah dialih-bahasakan oleh Chriswan Sungkono (2010,94), menyatakan bahwa terdapat 6 (enam) langkah dalam metode PERT dan CPM, yang meliputi: 1. Menetapkan proyek dan menyiapkan struktur penguraian kerja (WBS), 2. Membangun hubungan antar aktivitas-aktivitasnya, 3. Menggambarkan jaringan yang menghubungkan keseluruhan aktivitas, 4. Menetapkan perkiraan waktu dan/atau biaya untuk setiap aktivitas, 5. Menghitung jalur waktu terpanjang melalui jaringan (jalur kritis), 6. Menggunakan jaringan untuk membantu perencanaan, penjadwalan dan pengendalian proyek. Di sisi lain Gray, Clifford F. dan Erik W. Larson (2006), yang dialihbahasakan oleh Dwi Prabantini (2007,142), menjelaskan bahwa terdapat beberapa ketentuan dasar dalam mengembangkan jaringan proyek, yakni: a. Jaringan umumnya mengalir dari kiri ke kanan, b. Setiap aktivitas tidak bisa dimulai, sebelum semua aktivitas yang mendahuluinya telah selesai dilaksanakan, c. Panah pada jaringan menandakan adanya aktivitas yang mendahului dan menunjukan jalur serta panah dapat bersilang satu sama lain, d. Masing-masing aktivitas harus memiliki identitas (Id) yang unik,
76
e. Nomor semua aktivitas harus lebih besar dari semua aktivitas yang mendahuluinya, f. Pengulangan (looping) tidak boleh terjadi atau dengan kata lain melakukan daur ulang terhadap serangkaian aktivitas tidak boleh terjadi, g. Pernyataan bersyarat tidak boleh dilakukan (jenis pernyataan ini, semestinya tidak ada). Jika berhasil maka lakukan, jika tidak maka jangan lakukan apa-apa. h. Ketika terdapat banyak start disarankan dapat menggunakan sebuah node start yang umum sebagai indikasi permulaan sebuah proyek pada jaringan. Dengan cara yang sama, terdapat pada akhir aktivitas menggunakan hanya satu node untuk mengindikasikan berakhirnya proyek. Heizer, Jay dan Render, Barry (2008), yang telah dialih-bahasakan oleh Chriswan Sungkono (2010,93-153), mendefinisikan beberapa istilah penting yang perlu untuk dipahami baik pada metode Critical Path Method (CPM), maupun metode Program Evaluation and Review Technique (PERT). Hal ini berhubungan dengan aplikasi teknik yang akan digunakan dalam visualisasi network. Istilahistilah tersebut dirangkum oleh penulis di bawah ini. 1. Jalur kritis (critical path): Jalur waktu terpanjang yang dihitung dalam suatu jaringan yang mengindikasikan umur proyek. 2. Aktivitas pada titik (activity on node/AON): Diagram jaringan, di mana suatu titik menandakan suatu aktivitas (hanya dapat digunakan pada metode Program Evaluation and Review Technique/PERT).
77
3. Aktivitas pada panah (activity on arrow/AOA): Diagram jaringan, di mana suatu tanda panah menandakan suatu aktivitas (dapat digunakan pada metode Critical Path Method/CPM, maupun metode Program Evaluation and Review Technique/PERT). 4. Aktivitas dummy: Aktivitas semu atau aktivitas tanpa estimasi waktu yang dimasukkan dalam jaringan untuk menjaga logika pola hubungan dalam jaringan. 5. Forward pass atau perhitungan maju: Proses yang mengidentifikasi semua waktu paling awal aktivitas (SPC). 6. Backward pass atau perhitungan mundur: Aktivitas yang mencari semua nilai paling lambat aktivitas (SPL). 7. Slack: Waktu bebas atau waktu aman suatu aktivitas (slack = SPL-SPC). 8. Total slack: Waktu yang dibagi untuk lebih dari suatu aktivitas. 9. Free slack: Waktu yang bersesuaian dengan suatu aktivitas. 10. Waktu optimistis (to): Waktu penyelesaian aktivitas “terbaik” yang dapat dicapai dalam jaringan PERT. 11. Waktu pesimistis (tp): Waktu penyelesaian aktivitas “terburuk” yang dapat diperkirakan dalam jaringan PERT. 12. Waktu realistis (tm): Waktu yang paling mungkin (median) untuk menyelesaikan aktivitas dalam jaringan PERT. 13. Crashing: Memperpendek waktu aktivitas di jaringan untuk mengurangi waktu di jalur kritis, sehingga waktu penyelesaian total (umur proyek) berkurang.
78
Antara Critical Path Method (CPM) dan Program Evaluation and Review Technique (PERT) selain memiliki perbedaan dalam penetapan perkiraan waktu tetapi terdapat pula perbedaan dalam bentuk visualisasi pada diagram jaringan, yakni metode Critical Path Method (CPM) menggunakan aktivitas pada visual dengan menggunakan simbol pada anak panah atau yang dikenal sebagai activity on arrow(AOA), sedangkan metode Program Evaluation and Review Technique (PERT) umumnya menggunakan aktivitas pada visual dengan menggunakan simbol pada lingkaran atau yang dikenal sebagai activity on node (AON), akan tetapi dewasa ini metode Program Evaluation and Review Technique (PERT) juga dapat menerapkan pendekatan Activity on Arrow (AOA). Pada gambar 2.17 akan disajikan bentuk perbedaan tersebut.
X
Y
Activity on Arrow (AOA)
Activity on Node (AON)
Gambar 2.17 Visualisasi Perbedaan Activity on Arrow (AOA), dan Activity on Node (AON). Sumber data: Eddy Herjanto (2008,361) Keterangan: X
= Membuat saluran (AOA)
Y
= Mulai membuat saluran (AON)
Z
= Selesai membuat saluran (AON)
Y – Z = Membuat saluran (AON)
Z
79
Pada perkembangannya, banyak sekali praktisi yang melakukan variasivariasi terhadap model simbol, akan tetapi fungsi-fungsinya masih tetap pada fungsi-fungsi dasarnya. Menurut Gray, Clifford F. dan Erik W. Larson (2006), yang dialihbahasakan oleh Dwi Prabantini (2007,142), menyatakan bahwa secara umum pada praktik yang terjadi dewasa ini banyak yang menggunakan Activity on Node (AON) dalam kebanyakan proyek, akan tetapi dalam organisasi sering menggunakan Activity on Arrow (AOA). Perbandingan antara kelebihan dan kelemahan pendekatan Activity on Node (AON) dan pendekatan Activity on Arrow (AOA) akan dibahas pada bagian berikutnya pada bab ini.
2.1.5 Pendekatan Activity on Node (AON) dan Pendekatan Activity on Arrow (AOA). Penting untuk diketahui, bahwa metode jaringan kerja (network planning) umumnya menggunakan 2 (dua) pendekatan yang telah dibahas pada bagian sebelumnya di atas, pada visualisasi jaringannya, sehingga prosedur penerapan metode yang digunakan disesuaikan dengan pemahaman dan interpretasi tentang arti visualisasi network.. Pada bagian ini, penulis akan membahas mengenai pendekatan yang digunakan dalam perencanaan jaringan kerja (network planning) yang umum digunakan, baik pada metode Critical Path Method (CPM), maupun Program Evaluation and Review Technique (PERT).
80
2.1.5.1 Kelebihan dan Kekurangan Pendekatan Activity on Node (AON). Menurut Gray, Clifford F. dan Erik W. Larson (2006), yang dialihbahasakan oleh Dwi Prabantini (2007,143), menyatakan bahwa Activity on Node (AON) merupakan pendekatan yang dilakukan pada jaringan kerja (network) yang mengasumsikan simbol aktivitas pada lingkaran (node), sedangkan simbol anak panah mengisyaratkan tentang pola hubungan atau ketergantungan. Umumnya Activity on Node (AON) digunakan pada metode Program Evaluation and Review Technique (PERT). Kelebihan yang dimiliki oleh pendekatan Activity on Node (AON) adalah sebagai berikut: 1. Tidak menggunakan aktivitas dummy, 2. Tidak menggunakan event, 3. Mudah digambar, apabila ketergantungan tidak cukup kuat, 4. Aktivitas yang ditekankan mudah dipahami manajer tingkat pertama, 5. Jika digunakan pada Critical Path Method (CPM), penyusunan jaringan kerja (network), berdasarkan estimasi waktu deterministik (estimasi waktu tetap/tidak berubah). Sedangkan kelemahan yang dimiliki oleh pendekatan Activity on Node (AON), adalah sebagai berikut: 1. Pelacakan jalur dipermudah dengan skema penomoran aktivitas sulit dilakukan. (jika jaringan tidak tersedia, maka output komputer harus mendaftarkan aktivitas pendahulu dan aktivitas pengganti untuk masingmasing aktivitas).
81
2. Menggambarkan dan memahami jaringan akan lebih sulit, jika terdapat banyak ketergantungan.
2.1.5.2 Kelebihan dan Kekurangan Pendekatan Activity on Arrow (AOA). Menurut Gray, Clifford F. dan Erik W. Larson (2006), yang dialihbahasakan oleh Dwi Prabantini (2007,178), menyatakan bahwa Activity on Arrow (AOA) merupakan pendekatan yang dilakukan pada jaringan kerja (network) yang mengasumsikan simbol aktivitas pada anak panah (arrow) serta anak panah (arrow) mengisyaratkan arah aktivitas yang menghubungkan pola antar kegiatan pada node-node, sedangkan simbol node mengisyaratkan kejadian atau event. Umumnya Activity on Arrow (AOA) digunakan pada metode Critical Path Method (CPM), dewasa ini juga dapat digunakan pada metode Program Evaluation and Review Technique (PERT). Kelebihan yang dimiliki oleh pendekatan Activity on Arrow (AOA) adalah sebagai berikut: 1. Pelacakan jalur dipermudah dengan skema penomoran aktivitas/event, 2. Lebih mudah digambar, jika ketergantungan cukup kuat, 3. Event kunci/milestone (kejadian penting) dapat mudah ditandai (dengan flag/bendera). Sedangkan kelemahan yang dimiliki oleh pendekatan Activity on Arrow (AOA) adalah sebagai berikut: 1. Penggunaan aktivitas dummy meningkatkan kebutuhan,
82
2. Penekanan pada event dapat merusak beberapa aktivitas (pemaksaan mengoptimalkan pemanfaatan slack). Apabila terjadi penundaan aktivitas maka event dan proyek akan terlambat. Berdasarkan kepada hal tersebut maka penulis dapat mengambil kesimpulan bahwa baik metode Critical Path Method (CPM) dan Program Evaluation and Review Technique (PERT) memiliki perbedaan di antaranya mengenai metode pengaplikasiannya.
Perbedaan-perbedaan tersebut tidak
memiliki pengaruh terhadap pencapaian sasaran, hanya mengenai cara pengaplikasian dalam bentuk jaringan, simbol-simbol yang digunakan dan visualisasi jaringan. Masing-masing metode memiliki beberapa kriteria khusus yang menjadikan pembeda di antara keduanya, akan tetapi sebenarnya tujuan yang diinginkan adalah serupa, meskipun pendekatan yang digunakan dalam bentuk Activity on Node (AON), maupun Activity on Arrow (AOA). Gray, Clifford F. dan Erik W. Larson (2006), yang dialih-bahasakan oleh Dwi Prabantini (2007,218), menyatakan bahwa pada Program Evaluation and Review Technique (PERT) dapat menggunakan baik Activity on Node (AON), maupun Activity on Arrow (AOA). Sedangkan Critical Path Method (CPM) hanya dapat menggunakan pendekatan Activity on Arrow (AOA) saja. Pada penelitian ini, penulis memilih untuk menggunakan Activity on Arrow (AOA) dalam pendekatan yang digunakan pada metode Program Evaluation and Review Technique (PERT) yang digunakan untuk analisis perencanaan jaringan kerja (network planning) untuk proyek rehabilitasi Business Development Center (Distrik BAUCAU) sebagai obyek penelitian ini.
83
2.1.5.3 Persamaan Metode Program Evaluation and Review Technique (PERT) dengan Critical Path Method (CPM). Berdasarkan kelebihan dan kekurangannya masing-masing metode baik Critical Path Method (CPM), maupun Program Evaluation and Review Technique (PERT) memiliki persamaan sebagai berikut: 1. Persamaan yang pertama adalah keduanya dapat menggunakan perdekatan yang sama yakni Activity on Arrow / AOA dengan keadaan asumsi pada Program Evaluation and Review Technique (PERT) rata-rata estimasi waktu (te) dikondisikan serupa dengan keadaan estimasi waktu tunggal (t) pada Critical Path Method (CPM). 2. Dalam visualisasi network, baik CPM, maupun PERT dapat menggunakan simbol-simbol yang sama dengan visualisasi Activity on Arrow/AOA (jika metode PERT, menggunakan metode pendekatan AOA). 3. Sama-sama dapat melakukan ‘Process Crashing’, jika diketahui terlebihdahulu besarnya biaya percepatan sebagai pembanding pada setiap aktivitas. 4. Dengan adanya slack diantara kedua metode, memungkinkan untuk dilakukannya
simulasi
probabilitas
percepatan
untuk
mengetahui
persentase kemungkinan mempercepat waktu penyelesaian proyek lebih cepat dari perencanaan proyek awal dengan pendekatan distribusi statistik yakni asumsi normalitas dan distribusi beta (hanya dapat dilakukan pada setiap aktivitas).
84
2.1.6 Estimasi Waktu Aktivitas. Wulfram I. Ervianto (2004,36), menyatakan bahwa motode Program Evaluation and Review Technique (PERT) dapat digunakan untuk memperkirakan durasi suatu proyek dan memungkinkan melakukan komputasi nilai probabilitas dari sebuah kegiatan atau proyek secara keseluruhan. Berdasarkan pengertian di atas maka berikut disajikan estimasi durasi aktivitas tersebut, yakni: 1. Optimistic Estimate (to) adalah durasi yang dibutuhkan untuk menyelesaikan suatu aktivitas, jika segala sesuatunya berjalan dengan baik. 2. Pessimistic Estimate (tp) adalah durasi yang dibutuhkan untuk menyelesaikan suatu aktivitas, jika segala sesuatunya dalam kondisi buruk (tidak mendukung). 3. Most
Likely
Estimate
(tm)
adalah
durasi
yang
dibutuhkan
untuk
menyelesaikan suatu kegiatan di antara optimistic estimate dan pessimistic estimate atau lebih dikenal dengan istilah ”median duration”. Berdasarkan asumsi di atas, maka penulis dapat menyimpulkan bahwa dengan adanya 3 (tiga) jenis estimasi yang digunakan, maka akan menciptakan variabilitas, sehingga durasi efektif kegiatan (te) menjadi rata-rata (μ) estimasi durasi yang dihitung berdasarkan jarak kisaran optimis dan pesimis serta indikasi normalitas estimasi sesuai ketidak-pastian yang ada. Probabilitas umur proyek mungkin sulit untuk diukur, akan tetapi probabilitas setiap aktivitasnya dapat diketahui berdasarkan variabilitas yang ada, maka probabilitas dapat dilakukan simulasi terhadapnya. Hal ini memudahkan
85
para manajer untuk memantau setiap aktivitas berdasarkan fleksibilitasnya masing-masing. Secara otomatis akan membuat manajer lebih berhati-hati untuk menentukan kebijakan. Dengan adanya 3 (tiga) estimasi durasi, maka aktivitas secara logika, pengeksekusian atau pelaksanaan setiap aktivitas akan berada pada kisaran durasi antara (to < tm < tp).
2.1.6.1 Visualisasi Waktu Aktivitas. Eddy Herjanto (2008,362), menyatakan bahwa pada umumnya terdapat 3 (tiga) bentuk cara visualisasi waktu (te) pada network, hal ini disajikan pada gambar 2.18. X
X (te)
X, te
te
atau
atau
Gambar 2.18 Visualisasi Waktu Aktivitas. Sumber data : Wulfram I. Ervianto (2004,50). Di mana: X
= Nomor aktivitas
te
= Perkiran waktu efektif kegiatan
Salah satu dari ketiga bentuk umum tersebut dapat digunakan dalam metode Program Evaluation and Review Technique (PERT). Perlu ditambahkan oleh penulis di sini, bahwa panjang atau pendeknya anak panah berbeda dengan diagram balok (metode Gantt). Karena diagram balok umumnya memiliki pengertian tentang panjang balok yang menentukan umur sebuah aktivitas, akan
86
tetapi anak panah (arrow) hanya berfungsi sebagai penunjuk arah hubungan antar kegiatan, di mana pada mata anak panah yang tajam menunjuk kepada event berikutnya, sedangkan pada ujung anak panah yang tidak bermata menunjukkan event yang mendahului aktivitas. Wulfram I. Ervianto (2004,53), menambahkan pada visualisasi network dengan dekripsi keterangan standar deviasi kegiatan/aktivitas (d/σte) dan Total Float (TF) dengan tujuan agar memudahkan dalam pengawasan dan pengendalian dalam proses proyek. Maka pada penelitian ini, bentuk visualisasi network yang akan digunakan sesuai dengan pendapat tersebut, yang ditunjukkan pada gambar 2.19.
X
te = σte = TF = Gambar 2.19 Visualisasi Network pada Penelitian ini. Sumber data : Wulfram I. Ervianto (2004,53). Penulis menambahkan, bahwa standar deviasi aktivitas (σte) merupakan akibat terdapatnya variabilitas durasi aktivitas. Hal ini sangat penting untuk memperhitungkan lebih-lanjut dalam analisis penyimpangan aktivitas. Sedangkan Total Float (TF) dicantumkan dengan alasan sebagai ukuran untuk dapat mengetahui waktu aman (total) pada setiap aktivitas, agar manajemen pada proses proyek cepat tanggap untuk memprioritaskan pengerjaan aktivitas kritis pada baris waktu/time line yang sama dengan batasan sebesar Total Float (TF) yang tersedia.
87
2.1.6.2 Simbol yang Digunakan. Dalam menggambarkan suatu network digunakan 3 (tiga) jenis simbol yang berfungsi untuk mempermudah analisis dalam aktivitas pada panah/activity on arrow (AOA). Pendekatan Activity on Arrow (AOA) umumnya digunakan pada metode Critical Path Method (CPM), akan tetapi metode ini dewasa ini juga digunakan pada metode Program Evaluation and Review Technique (PERT). Alasan penulis menggunakan pendekatan ini agar visualisasi network lebih jelas pendeskripsiannya seperti yang dijelaskan pada bagian-bagian sebelumnya pada bab ini. Berikut disajikan pada tabel 2.4 simbol-simbol yang digunakan pada penelitian ini berdasarkan pendekatan Activity on Arrow (AOA), beserta keterangan deskripsi mengenai penggunaan simbol-simbol dalam visualisasi. Tabel 2.4 Simbol-Simbol Activity on Arrow (AOA) yang Digunakan pada Penelitian.
No. Simbol 1
Keterangan Anak Panah/Arrow, menyatakan suatu kegiatan atau aktivitas. Kegiatan di sini didefinisikan sebagai hal yang memerlukan durasi/jangka waktu tertentu dalam pemakaian sejumlah sumber daya. Panjang maupun kemiringan dari arrow tidak memiliki arti dan tidak tergantung pada skala. Anak panah mewakili kegiatan seperti yang dijelaskan sebelumnya pada bagian ini sehingga tejadi proyeksi maju dari arah kiri menuju kanan.
88
Tabel 2.4 lanjutan. 2
Lingkaran/Node, menyatakan suatu kejadian atau peristiwa (event). Kejadian di sini dimaksudkan sebagai ujung atau pertemuan dari satu atau berbagai kegiatan.
3
Anak panah terputus-putus, menyatakan kegiatan semu (dummy). Dummy di sini berguna untuk membatasi mulainya kegiatan. Skala tidak berarti sama seperti simbol anak panah. Yang menjadikan perbedaan di sini adalah dummy tidak memiliki durasi (nol), karena tidak memakai atau menghabiskan sumber daya, tetapi hanya mengalihkan sumberdaya.
Sumber data : Zulian Yamit(2011,309) Dalam pelaksanaannya, simbol-simbol ini digunakan tidaklah dalam kondisi acak, tetapi dengan aturan-aturan yang harus dipenuhi. Aturan-aturan yang dimaksud, agar terdapat logika ketergantungan antar-kegiatan. Hal ini disajikan pada tabel 2.5. Tabel 2.5 Pola Hubungan Ketergantungan Antar-kegiatan dengan Pendekatan Activity on Arrow (AOA).
No.
Keterangan
1.
Aktivitas A dimulai pada initial event (node
awal)
dan
berakhir
terminal event (node akhir)
Proyeksi Jaringan
pada
A
89
Tabel 2.5 lanjutan. 2.
Kegiatan B dan C harus diselesaikan B
D
terlebih dahulu sebelum Kegiatan D C dilakukan 3.
Kegiatan E dan F harus diselesaikan terlebih dahulu sebelum kegiatan G
E E
G H
F
dan H dilakukan. 4.
kegiatan I dan J harus diselesaikan I
terlebih dahulu sebelum kegiatan K
K 4
dimulai, tetapi kegiatan L sudah bisa dimulai jika kegiatan J telah selesai.
J
3
Fungsi dummy adalah memindahkan seketika itu juga sesuai (dengan arah panah) keterangan tentang selesainya kegiatan J dari lingkaran event nomor 3 ke lingkaran event nomor 4. 5.a. kegiatan M,N,dan O mulai dan M
selesai pada lingkaran kejadian yang sama,
maka
tidak
dibenarkan
menggambarnya seperti gambar di samping.
X
N O
L
90
Tabel 2.5 lanjutan.
5.b. Untuk
memecahkan
digunakan
dummy
tersebut
seperti
M
pada
N O
gambar di samping. Dalam hal ini tidak masalah di mana diletakannya
atau
dummy-dummy tersebut (pada awal atau pada akhir kegiatan seperti pada
M N O
contoh di samping).
Sumber data : Heizer, Jay dan Render, Barry (2008) yang dialih-bahasakan oleh Chriswan Sungkono (2009,95).
2.1.7
Asumsi dan Cara Perhitungan. Karena menggunaan metode Activity on Arrow (AOA), maka berikut
disajikan deskripsi pada visualisai node dalam diagram network yang mengilustrasikan sebuah kejadian dari perhitungan yang akan digunakan pada penelitian ini, yakni metode Program Evaluation and Review Technique (PERT) pada gambar 2.20. SPC No SPL
Keterangan Gambar: No = Ruang untuk nomor event (kejadian). SPC = Ruang untuk hasil perhitungan maju (forward pass). SPL = Ruang untuk perhitungan mundur (backward pass). Gambar 2.20 Bagian-bagian Node.
Sumber data : Zulian Yamit (2011,309).
91
SPC merupakan saat paling cepat yang nilainya ditentukan dengan perhitungan maju (forward pass), sedangkan SPL merupakan saat paling lambat yang nilainya merupakan hasil dari perhitungan mundur (backward pass). Perlu menjadi catatan penting, bahwa apabila suatu keadaan, di mana nilai SPC = SPL, maka aktivitas tersebut merupakan aktivitas kritis (Critical Activity). Pembahasan lebih lanjut mengenai aktivitas kritis akan dibahas lebih detil pada bagian lain pada bab ini. Terdapat 2 (dua) cara dalam melakukan perhitungan ini, yakni perhitungan maju (forward pass computation) dan perhitungan mundur (backward pass computation). Penjelasan mengenai kedua jenis perhitungan tersebut, akan dijelaskan pada bagian selanjutnya pada laporan penelitian ini.
2.1.7.1 Perhitungan Maju (Forward Pass). Zulian Yamit (2011,311), menyatakan bahwa umumnya terdapat 3 (tiga) langkah yang dilakukan pada perhitungan maju, yakni: 1. Saat tercepat terjadinya initial event
ditentukan pada hari ke-0 (nol)
sehingga untuk initial event berlaku rumus: (asumsi ini tidak berlaku bagi proyek yang SPC(0) = 0. berhubungan dengan proyek-proyek lain). Kalau initial event terjadi pada hari ke-0 (nol), maka proses gambaran dalam visualisasi network seperti yang disajikan pada gambar 2.21.
92
SPC0 = 0 0
A tₑ = d= TF =
0
1
SPC1
Gambar 2.21 Nilai SPC Terjadi pada Hari ke-0 dalam Network. Sumber data : Zulian Yamit (2011,311) 2. Menentukan nilai SPC1 dengan rumus: SPC1 = SPC0 +te(A) Rumusan ini hanya berlaku, apabila SPC1 hanya melalui 1 Kegiatan terdahulu, maka berdasarkan contoh pada gambar 2.21 di atas, akan diketahui, bahwa nilai SPC1 = SPC0 + te(A) SPC1 = 0 + 5 = 5 Hasil perhitungan ini dapat divisualisasikan pada gambar 2.22 berikut.
SPC0 = 0 0 0
SPC1 = SPC0+te(A) =0+5 =5
A tₑ = 5 d= TF =
1
5
Gambar 2.22 Nilai SPC1 dalam Network Sumber data : Zulian Yamit (2011,311). 3. Langkah berikutnya adalah menentukan SPC pada keadaan di mana terdapat beberapa aktivitas (lebih dari 1 aktivitas) yang membentuk
93
terminal event, sehingga untuk mengisi nilai SPC adalah nilai yang tertinggi dari nilai EF (Earliest Finish Time) pada beberapa aktivitas tersebut (catatan: SPC1 = EF(A)). Berdasarkan gambar 2.22 di atas, maka untuk mencari nilai EF dari aktivitas A (EF(A)), dapat diformulasikan: Jika, SPC1 = EF(A), maka: SPC1 = SPC0 + te (A)
EF(A) = SPC0 + te (A)
atau
Berdasarkan asumsi tersebut, maka memungkinkan menghitung formulasi SPC6, yakni: SPC6 = max {EF(C), EF(D),EF(E), ..., EF (n)} Deskripsi perhitungan formulasi tersebut dalam visualisasi network disajikan pada gambar 2.23 berikut.
SPC6 = max {EF(C), EF(D),EF(E), ..., EF(n)} = max {20,16,13} = 20 4 3
12
C te = 4
D
14
5
11
E
te = 6
6 20
te = 2
Gambar 2.23 SPC pada Keadaan Terdapat Beberapa Aktivitas Pendahulu. Sumber data : Zulian Yamit (2011,311). Berdasarkan
visualisasi
network
tersebut,
maka
perhitungan Earliest Finish Time (EF) adalah sebagai berikut: •
EF(C) = SPC3 +te(D) = 14 + 6 = 20
•
EF(D) = SPC4 +te(C) = 12 + 4 = 16
•
EF(E) = SPC5 +te(E) = 11 + 2 = 13
perincian
94
Sehingga, SPC6
= max {EF(3), EF (4),EF (5), ..., EF (n)} = max {20,16,13} = 20
Penulis menyimpulkan, bahwa metode perhitungan yang dilakukan oleh beberapa sumber berbeda-beda, akan tetapi tidak merubah langkah-langkah umum yang dijelaskan pada bagian ini. Perbedaan yang muncul mungkin saja disebabkan oleh penggunaan notasi-notasi saja. Berikut adalah Notasi-notasi yang digunakan untuk perhitungan maju (forward pass) pada penelitian ini: a. SPC merupakan saat paling cepat event/kejadian (tertulis pada node). Misalnya: SPC6 merupakan saat paling cepat dimulainya aktivitas atau kegiatan yang menuju node 6. b. te merupakan durasi waktu efektif pada aktivitas/kegiatan. Misalnya: te(A) merupakan durasi waktu efektif pada kegiatan/aktivitas A. c. EF (earliest finish time) merupakan saat tercepat terselesaikannya aktivitas (untuk perhitungan aktivitas/kegiatan). Misalnya: EF(A) merupakan saat tercepat terselesaikannya aktivitas A.
2.1.7.2 Perhitungan Mundur (Backward Pass). Seperti halnya pada perhitungan maju, pada perhitungan mundur ini terdapat 3 (tiga) langkah yang dapat dilakukan dalam prosesnya, yakni: 1. Perhitungan pada jaringan dimulai dari node pada terminal event terakhir. Pada akhir terminal event pada jaringan berlaku formula: SPL = SPC
95
Berikut ini, pada gambar 2.24 ditunjukkan visualisasi langkah tersebut.
SPC = 25 19
25
H te = 6 d = TF =
8
9
25
SPL9=SPC9 SPL9= 25 Sebagai catatan bahwa hal ini hanya berlaku pada node akhir saja (tidak pada node lainnya yang memiliki hubungan antar-aktivitas dalam proyek. Gambar 2.4 Nilai SPL pada Node Terakhir. Sumber data : Zulian Yamit (2011,312). 2. Saat paling lambat/SPL suatu aktivitas sama dengan saat paling lambat untuk menyelesaikan aktivitas selanjutnya dikurangi dengan duration (tₑ) aktivitas yang akan dilakukan selanjutnya. Berdasarkan visualisasi network pada gambar 2.24 di atas, maka akan berlaku formulasi: SPC8 = SPC9 – te(H) Berdasarkan pada formulasi tersebut, berikut disajikan visualisasi network pada gambar 2.25.
96
19 8
25
H te = 6 d = TF =
19
SPL8 = SPL9 - te(H) = 25 – 6 = 19
9 25 SPL9 = 25
Gambar 2.25 SPL Suatu Aktivitas Sama dengan SPL untuk Menyelesaikan Aktivitas Selanjutnya Dikurangi dengan Duration (tₑ) Aktivitas yang Akan Dilakukan Selanjutnya. Sumber data : Zulian Yamit (2011,312). 3.
Kondisi kejadian/event yang mengeluarkan beberapa aktivitas (burst event). Hal ini tampak saat terdapat beberapa aktivitas yang terjadi dari 1 (satu) node, sehingga untuk mengisi saat paling lambat/SPL adalah nilai Latest Start Time (LS) yang terendah dari beberapa aktivitas tersebut. Berdasarkan gambar 2.25 di atas, maka untuk mencari nilai Latest Start Time (LS) dengan formula: LS(H) = SPC9 – te(H) Dengan contoh berikutnya, untuk menghitung nilai SPC3 yang membentuk beberapa aktivitas dari 1 (satu) initial event, maka untuk mengisi ruang SPL3 adalah menentukan nilai Latest Start Time (LS) yang terendah antara LS(C), LS(D) atau LS(E). Hal ini berarti formula rumusan untuk SPL3 adalah: SPL3 = min {LS(C),LS(D),LS(E),...,LS(n)}
97
Berdasarkan formulasi tersebut, maka hasil perhitungannya dapat divisualisasikan ke dalam network seperti pada gambar 2.26.
19 3 16
C te = 6
D te = 10
25 4 23 E te = 2
6 21 18
5 29 26
SPL3 = min{LS(C),LS(D),LS(E)} = min {17,16,16} = 16 Gambar 2.26 SPL pada Keadaan Terdapat Beberapa Aktivitas yang keluar dari 1 Initial Event. Sumber data : Zulian Yamit (2011,312). Berdasarkan visualisasi network tersebut, maka perhitungan Latest Start Time (LS) adalah: •
LS(C) = SPC4 – te(C) = 23 – 6 = 17
•
LS(D) = SPC5 – te(D) = 26 – 10 = 16
•
LS(E) = SPC6 – te(E) = 18 – 2 = 16 Sehingga, SPL3 = min {LS(C),LS(D),LS(E)} = min {17,16,16} = 16 Berikut adalah Notasi-notasi yang digunakan untuk perhitungan
mundur (backward pass) pada penelitian ini: a. SPL merupakan saat paling lambat event/kejadian (tertulis pada node). Misalnya: SPL3
merupakan saat paling lambat untuk
aktivitas/kegiatan yang melalui node 3.
memulai
98
b. te merupakan durasi waktu efektif pada aktivitas/kegiatan. Misalnya: te (C) merupakan durasi efektif kegiatan/aktivitas C. c. LS (Latest Start Time) merupakan saat paling lambat dimulainya aktivitas (untuk perhitungan aktivitas). Misalnya LS(C) merupakan saat paling lambat dimulainya aktivitas C.
2.1.8
Critical Path Analysis (Analisis Jalur Kritis), Float (Slack). Baik pada Critical Path Method (CPM), maupun metode Program
Evaluation and Review Technique (PERT) dikenal istilah jalur kritis (critical path) dan Float (Slack). Pada bagian ini akan dijelaskan tentang Critical Path (jalur kritis) dan Float (Slack).
2.1.8.1 Definisi Critical Path (Jalur Kritis). Zulian Yamit (2011,313) mendefinisikan jalur kritis sebagai jalur yang terdiri dari kegiatan-kegiatan (aktivitas-aktivitas) kritis. Berdasarkan durasi, maka penjumlahan durasi pada aktivitas-aktivitas yang dilaluinya akan menjadi sama dengan umur proyek. Kegunaannya adalah mengidentifikasi setiap kegiatan yang memiliki kepekaan yang sangat tinggi atas keterlambatan penyelesaiannya. Hal inilah yang menyebabkan jalur kritis didefinisikan sebagai jalur yang memiliki aktivitas-aktivitas kritis/Critical Activities. Di sisi lain, Wulfram I. Ervianto (2004:46), mendefinisikan Jalur kritis sebagai jalur yang dilewati oleh aktivitas-aktivitas yang tidak memiliki float. Definisi float akan dijelaskan lebih lanjut pada bagian lain pada bab ini.
99
Maka penulis dapat menyimpulkan, bahwa jalur kritis juga dapat didefinisikan sebagai jalur terpanjang dalam proyek yang dilalui oleh kegiatankegiatan dengan durasi terlama yang kemudian menyusun batasan umur proyek. Jalur kritis merupakan visualisasi perjalanan proyek sejak dimulainya proses proyek hingga proyek berakhir, di mana kegunaannya untuk mengidentifikasi setiap kegiatan-kegiatan/aktivitas-aktivitas yang terdapat pada jalur tersebut yang dapat diindikasikan terdapat risiko keterlambatan yang sangat tinggi padanya. Pada kegiatan-kegiatan/aktivitas-aktivitas ini tidak memiliki float (slack) sehingga dikatakan sebagai aktivitas-aktivitas/kegiatan-kegiatan kritis (critical activities). Dalam proyek, hal ini berarti aktivtas tersebut tidak boleh terlambat penyelesaiannya, karena berdampak terhadap pertambahan umur proyek.
2.1.8.2 Mengidentifikasi Critical Path (Jalur Kritis). Zulian Yamit (2011,313),
menyatakan bahwa jalur kritis dapat
diidentifikasi dengan cara menggabungkan aktivitas-aktivitas dalam visualisasi network, yakni hubungan node-node yang memiliki durasi saat paling cepat sama dengan saat paling lambat (SPC = SPL). Sehingga node-node yang memiliki durasi saat paling cepat sama dengan saat paling lambat (SPC = SPL) merupakan hal yang dimaksudkan dengan aktivitas-aktivitas kritis (Critical Activities). Di sisi lain Wulfram I. Ervianto (2004:46), menyatakan bahwa pada tabel perhitungan float akan dapat diidentifikasi aktivitas-aktivitas kritis, yakni dengan merujuk pada nilai float yang nilainya samadengan nol (float = 0).
100
Berdasarkan pejelasan tersebut, maka penulis dapat menyimpulkan bahwa terdapat 3 (tiga) cara untuk mengidentifikasi jalur kritis, yakni: a. Melalui visualisasi jaringan dengan menghubungkan aktivitas-aktivitas antara node-node dengan perhitungan durasi SPC sama dengan SPL (SPC = SPL). b. Melalui tabel perhitungan float dengan melihat aktivitas-aktivitas yang memiliki float sama dengan nol (float =0). c. Dalam visualisasi network, umumnya ditandai dengan simbol anak panah ganda (
), yang menunjukkan jalur kritis Zulian Yamit (2011,313).
2.1.8.3 Perhitungan Float (Slack). Setelah perhitungan maju (forward pass) dan perhitungan mundur (backward pass) terselesaikan, maka selanjutnya yang harus dilakukan adalah melakukan perhitungan slack (sebagai waktu aman/just in case) pada setiap aktivitas yang ada. Zulian Yamit (2011,314), mendefinisikan float (slack) adalah jumlah waktu, di mana waktu penyelesaian suatu aktivitas dapat diundur tanpa mempengaruhi saat paling cepat penyelesaian proyek secara keseluruhan (SPC Akhir/umur proyek). Oleh karena itu, float ditentukan dengan mencari selisih antara saat paling lambat dimulainya aktivitas (SPL) dengan saat paling cepat dimulainya aktivitas (SPC) yang dapat diformulasikan sebagai berikut. Float (Slack) = SPL - SPC
101
Di sisi lain , Heizer, Jay dan Render, Barry (2008), yang dialihbahasakan oleh Chriswan Sungkono (2009,109), mendefinisikan slack sebagai waktu luang yang dimiliki suatu aktivitas yang pelaksanaan aktivitas tersebut dapat diundur tanpa menyebabkan keterlambatan proyek secara keseluruhan. Penulis dapat menyimpulkan, bahwa float dihitung dengan mengurangkan saat paling cepat dimulainya aktivitas (SPC) dengan saat paling lambat dimulainya aktivitas (SPL). Sedangkan aktivitas-aktivitas/kegiatan-kegiatan yang memiliki nilai float sama dengan nol (float = 0) merupakan aktivitasaktivitas/kegiatan-kegiatan kritis (Critical Activities) yang tentu saja berada pada jalur kritis (Critical Path). Maka float dapat juga diartikan sebagai waktu luang (waktu aman) pada aktivitas yang memiliki nilai selisih antara saat paling cepat dimulainya aktivitas (SPC) dengan saat paling lambat dimulainya aktivitas (SPL) lebih besar dari nol (SPL – SPC > 0). Aktivitas yang memiliki nilai float lebih besar dari nol (float > 0) dapat ditunda pengerjaannya (selama penundaan aktivitas diukur dengan batasan durasi yang ditunjukan pada nilai SPL). Hal ini dilakukan dengan tujuan agar komitmen manajemen yang lebih menekankan konsentrasi pada aktivitas kritis dalam time line yang sama. Tujuannya lainnya adalah just in case (menyiapkan waktu penyangga untuk berjaga-jaga) dalam rangka mengurangi risiko keterlambatan pada aktivitas-aktivitas kritis (critical activities) dan/atau untuk memperpendek umur proyek, agar penyelesaiannya dapat lebih awal dengan mengoptimalkan slack pada pengerjaan aktivitas-aktivitas kritis yang ada dalam time line yang
102
sama. Slack adalah nama lain untuk float, yang keduanya memiliki formulasi perhitungan yang sama.
2.1.9
Risiko. Zulian Yamit (2011,327), menyatakan bahwa dalam PERT perkiraan
waktu kegiatan selain mendapatkan estimasi durasi efektif (te) kegiatan, dapat pula menentukan varian kegiatan (σte²) yang merupakan ukuran dari ketidakpastian (risiko) suatu kegiatan. Bila variannya besar, maka semakin besar ketidakpastian (risiko) kegiatannya, sebaliknya jika variannya kecil, maka semakin kecil ukuran variannya. Sedangkan, Gray, Clifford F. dan Erik W. Larson (2006), yang dialih-bahasakan oleh Dwi Prabantini (2007,187), menyatakan bahwa peluang terbesar terjadinya sebuah peristiwa risiko (misalnya kesalahan estimasi waktu, estimasi biaya atau teknologi desain) adalah dalam hal konsep, perencanaan dan tahap mulai (start-up) dari proyek. Dampak biaya suatu peristiwa risiko di dalam proyek lebih kecil, jika peristiwa terjadi lebih awal, bukan kemudian. Dilema yang dihadapi dalam manajemen risiko tersaji pada gambar 2.27. 12 10 8 6 4 2 0
Biaya untuk mengatasi peristiwa risiko Peluang terjadinya risiko
Gambar 2.27 Grafik Peristiwa Risiko. Sumber data: Gray, Clifford F. dan Erik W. Larson (2006,189).
103
Berdasarkan grafik tersebut, maka penulis dapat menyimpulkan bahwa mengurangi peluang terjadinya risiko akan menyebabkan peningkatan biaya untuk mengatasi peristiwa risiko. Begitupula sebaliknya, jika manajemen berorientasi kepada mengurangi biaya risiko, maka akan semakin besar peluang terjadinya risiko. Mengenali peristiwa risiko proyek dan memutuskan respon sebelum proyek mulai adalah sebuah pendekatan yang lebih bijaksana, daripada tidak mencoba mengelola risiko. Solusi terbaik bagi manajemen adalah melakukan identifikasi dan merespon risiko sebelum proyek dimulai, daripada tidak mencoba mengelola risiko (menunggu saat risiko akan terjadi). Karena apabila respon dilakukan pada saat awal akan lebih rendah biaya yang dikeluarkan, dibandingkan dengan menghadapi risiko pada saat dalam proses proyek. Perhitungan
ukuran
katidakpastian
(risiko)
dapat
dicari
dengan
menggunakan formulasi statistik. Pengukuran risiko dapat dilakukan untuk pengukuran risiko untuk setiap kegiatan dengan ukuran varian aktivitas (σte²) dan pengukuran risiko yang mempengaruhi umur proyek, yakni varian umur proyek (σTE²). Mengenai variansi tersebut, akan dibahas lebih lanjut pada bab berikutnya pada laporan penelitian ini.
2.1.9.1 Pengelolaan Risiko. Gray, Clifford F. dan Erik W. Larson (2006), yang dialih-bahasakan oleh Dwi Prabantini (2007,196), menyatakan bahwa dalam mengelola risiko terdapat 5 (lima) cara, yakni:
104
1. Mitigating, yaitu dengan cara mengurangi atau memperkecil risiko yang kemungkinan ada, dengan cara: •
Mengurangi kemungkinan terjadinya peristiwa (risiko) tersebut,
•
Mengurangi dampak dari peristiwa (risiko) yang terjadi pada umur proyek.
2. Avoiding, dapat dilakukan dengan cara mengubah rencana proyek untuk menghapus kondisi atau risiko sekalipun hal tersebut sulit untuk dihindarkan (hal ini harus direspons atau diidentifikasi sebelum proyek diluncurkan). 3. Transfering, yakni melakukan pemindahan risiko. Dalam proyek umumnya pemindahan ini dilakukan dengan mengalihkan sebagian aktivitas kepada pihak lain dengan opsi sub-kontrak, agar tidak mempengaruhi konsentrasi manajemen pada aktivitas-aktivitas proyek lainnya secara keseluruhan. Biasanya dengan sub-kontrak terdapat biaya yang mungkin lebih besar, dibandingkan dengan melakukannya sendiri. Akan tetapi konsentrasi terhadap aktivitas-aktivitas sehubungan dengan peristiwa sub-kontrak tersebut dapat dihilangkan pada jaringan, sehingga dapat menjaga track positif dalam hal fokus manajemen terhadap percepatan umur proyek. 4. Sharing, yakni berbagi risiko dengan mengalokasikan proporsi risiko ke dalam beberapa bagian yang berbeda. Hal ini biasanya terjadi pada proyek-proyek besar. Dalam kasus seperti ini umumnya dapat dilakukan
105
dengan cara merger atau penggabungan, kemitraan dan jenis kerjasama sejenisnya. 5. Retaining, yakni menahan risiko. Risiko yang disebabkan oleh ketidakpastian yang tidak dapat dicegah seperti bencana alam. Biasanya dapat dilakukan dengan mengalihkan kepada pihak lain seperti pihak asuransi. Penulis menyimpulkan, bahwa pada penelitian ini dengan menggunakan metode PERT dapat dilakukan 5 (lima) cara tersebut untuk mengelola risiko yakni: mitigating, avoiding, transfering, sharing dan retaining. Pemilihan cara pengelolaan risiko ditentukan oleh kebijakan perusahaan terhadap perencanaan teknis dan pengelolaan manajemen proyek yang ditetapkan. Beberapa cara dapat dipilih tergantung kepada goals atau tujuan perusahaan dalam menanggapi setiap risiko yang terdapat dalam setiap aktivitas pada proyek.
2.1.9.2 Risiko Jadwal. Mengelola risiko dalam penjadwalan memerlukan keputusan timbal-balik. Adalah ironis, jika para manajer praktisi secara aktual meningkatkan risiko penjadwalan dengan sebagian dari keputusan mereka. Situasi ini akan dibahas lebih lanjut pada bagian “kompresi jadwal proyek”. Gray, Clifford F. dan Erik W. Larson (2006), yang dialih-bahasakan oleh Dwi Prabantini (2007,200), menyatakan bahwa, ketika beberapa manajer mengetahui adanya slack jaringan, mereka berhenti mencemaskan apakah aktivitas mereka selesai tepat waktu. Mengapa mesti cemas, jika ada slack (misalkan 10 hari), hal ini sangat disayangkan, mengingat bahwa slack itu
106
mungkin diperlukan oleh aktivitas lain pada jalur yang harus start tepat waktu (critical activity) setelah suatu aktivitas atau meninggalkan sedikit slack dan/atau bahkan tidak ada slack yang tersedia, karena slack sudah habis digunakan. Penulis beranggapan, bahwa pengelolaan slack dapat menjadi sebuah opsi sempurna untuk mengurangi risiko jadwal. Yang perlu diperhatikan di sini, bahwa penggunaan slack membuat lebih banyak aktivitas lebih dekat kepada start proyek, akhirnya dengan demikian risiko penundaan proyek pun memungkinkan dapat menigkat. Berdasarkan penjelasan di atas, maka penulis dapat menyimpulkan bahwa tingkat slack yang tinggi pada proyek dapat menyebabkan penurunan optimal pada tingkat risiko pada penyelesaian proyek, maka ini berarti jika lebih banyak slack akan lebih kecil tingkat risiko keterlambatan proyek. Sebaliknya dengan sedikit sekali slack menyebabkan semakin besar risiko keterlambatan proyek. Pemanfaatan slack adalah opsi terbaik di saat proyek dalam proses, karena pengelolaan slack yang optimal dapat menekan risiko keterlambatan penyelesaian proyek dengan optimal pula.
2.1.9.3 Tanggal Durasi yang Ditentukan (Estimasi Durasi). Berdasarkan realitas yang terdapat di lapangan, penulis berpendapat bahwa, dalam praktik umumnya manajer menetapkan durasi proyek berdasarkan aktivitas-aktivitas yang akan dilakukan, dikerjakan dengan mempercapat waktu normal dan diusahakan metode yang berbiaya rendah. Pendekatan sederhana seperti ini secara otomatis akan meningkatkan biaya dan kesempatan bagi banyak
107
aktivitas untuk menjadi terlambat (karena manajer tidak melakukan pengelolaan risiko/melakukan tindakan Avoiding). Sehingga hal tersebut berakibat mengurangi fleksibilitas dalam sistem penjadwalan total (Scheduling jadi tidak jelas). Sudah pasti, ada saat-saat di mana durasi yang dipaksakan memang diperlukan untuk menyelesaikan sebuah proyek, akan tetapi pada umumnya durasi proyek yang dipaksakan (optimalisasi pemanfaatan slack), akan menghadirkan peningkatan risiko keterlambatan, sekaligus risiko peningkatan biaya menjadi lebih besar. Hal ini memunculkan pertanyaan bagi penulis, bahwa “apakah perencanaannya yang buruk? ataukah ada kepentingan dalam realisasi proyek dengan memaksakan durasi lebih cepat dari normalnya?”. Berdasarkan pada pertanyaan tersebut, maka hal ini berarti perlu diperhatikan lebih-lanjut mengenai hubungan antara estimasi durasi dengan besarnya risiko keterlambatan (probabilitas percepatan) serta hubungan antara estimasi durasi, dengan peningkatan biaya (analisis waktu/perubahan durasi dengan percepatan terhadap biaya percepatan yang timbul akibat percepatan tersebut). Pembahasan lebih lanjut mengenai hubungan waktu dan biaya akan dibahas pada bagian selanjutnya pada bab ini. Gray, Clifford F. dan Erik W. Larson (2006), yang dialih-bahasakan oleh Dwi Prabantini (2007,194), berpendapat bahwa Program Evaluation and Review Technique (PERT) dan simulasi Program Evaluation and Review Technique (simulasi-PERT) dapat digunakan untuk mengkaji ulang aktivitas dan risiko proyek.
108
Program Evaluation and Review Technique (PERT) dan teknik yang terkait membutuhkan perspektif yang lebih makro dengan memerhatikan biaya keseluruhan dan risiko jadwal. Dengan menggunakan perangkat lunak (software) yang tersedia dapat dilakukan simulasi Program Evaluation and Review Technique (simulasi-PERT) dengan data-data yang telah diperoleh sebelumnya. Berdasarkan hal tersebut, maka penulis dapat menyimpulkan bahwa yang terpenting bagi manajer adalah fokus yang tidak hanya ditujukan kepada aktivitasaktivitas proyek saja, akan tetapi juga terhadap kemungkinan proyek akan selesai tepat waktu dan dapat sesuai anggaran atau tidak. Hal inilah yang dimaksudkan oleh penulis, bahwa dengan Program Evaluation and Review Technique (PERT) dapat memungkinkan analisis probabilitas yang dapat bermanfaat untuk menilai percepatan
penyelesaian
proyek
serta
dapat
mengukur
seberapa
besar
kemungkinan itu (Probabilitasnya), pada penelitian ini probabilitas dan simulasi tidak di lakukan, karena diluar dari pokok permasalahan dalam penelitian ini. Program Evaluation and Review Technique (PERT) dapat pula mengukur pengendalian dan pengawasan pada keseluruhan proyek dengan keterkaitan antar kebutuhan seperti dana kontingensi (alokasi dana yang dapat terjadi), sumber daya dan waktu. Perlu menjadi catatan penting yang ditambahkan olah penulis di sini bahwa “estimasi durasi merupakan pengukur keterkaitan waktu dengan batasanbatasan yang ada dalam proyek. Dengan logika estimasi durasi yang optimal, bukan hanya ditujukan kepada pencapaian waktu penyelesaian paling cepat, akan
109
tetapi optimalisasi waktu dengan pertimbangan terhadap kebutuhan-kebutuhan dan batasan-batasan yang terdapat pada proyek”.
2.1.9.4 Kompresi Jadwal Proyek. Kadang-kadang, sebelum atau di tengah proyek berlangsung, muncul kebutuhan untuk mempersingkat atau memperpendek durasi proyek. Pemendekan durasi proyek dapat dilakukan dengan cara memperpendek (memampatkan) satu atau lebih aktivitas pada jalur kritis. Pemendekan durasi suatu aktivitas/pekerjaan otomatis meningkatkan biaya langsung. Memendekkan/memampatkan jalur kritis juga akan mengurangi slack pada jalur lain dan lebih banyak jalur menjadi kritis atau mendekati kritis. Semakin kritis aktivitas/hampir kritis, maka semakin tinggi risiko keterlambatan penyelesaian proyek. Beberapa rencana kontingensi dapat menghindari prosedur-prosedur yang memakan biaya besar. Sebagai contoh, jadwal dapat diubah untuk mengerjakan beberapa aktivitas secara paralel atau menggunakan hubungan lag start-to-start. Gray, Clifford F. dan Erik W. Larson (2006), yang dialih-bahasakan oleh Dwi Prabantini (2007,194), menyatakan bahwa hubungan lag start-to-start dapat dilakukan hanya pada Activity on Node (AON), maka lebih lanjut mengenai hubungan lag start to start telah dijelaskan pada bagian sebelumnya pada bab ini. Penulis dapat menyimpulkan di sini, bahwa kompresi atau pemendekan waktu dapat meningkatkan biaya. Semakin besar penggunaan slack yang ada akan
110
mengurangi ketersediaan waktu luang yang ada, sehingga menyebabkan lebih banyak pertambahan aktivitas kritis.
2.1.9.5 Hubungan Ketergantungan antara Waktu dan Biaya. Seperti yang telah dibahas pada bagian sebelumnya ,bahwa terdapat kecenrungan peningkatan biaya dapat terjadi dengan adanya peryambahan umur proyek. Gray, Clifford F. dan Erik W. Larson (2006), yang dialih-bahasakan oleh Dwi Prabantini (2007,203), menyatakan bahwa dengan adanya keterikatan hubungan antara waktu dan biaya, maka risiko akan selalu berkaitan dengan masalah dan biaya teknis. Kesalahan risiko biaya yang signifikan akan terjadi, jika ketergantungan tersebut terabaikan. Penulis dapat menyimpulkan, bahwa keterikatan antara waktu dan biaya tidak dapat dipisahkan, karena antara keduanya memiliki hubungan saling mempengaruhi. Dalam penerapannya pada metode Program Evaluation and Review Technique (PERT) dengan pendekatan Activity on Node (AON), perubahan
waktu
aktivitas
akan
menambah
biaya
aktivitas.
Penulis
memperhatikan hal tersebut, akan tetapi dalam penelitian ini yang menggunakan pendekatan Activity on Arrow (AOA), biaya diasumsikan tetap, karena batasan yang diberlakukan adalah pada optimalisasi estimasi waktu (efisiensi waktu penyelesaian proyek). Sesuai pengaplikasian metode jaringan kerja-nya (networknya), tujuannya akhir dari penelitian ini adalah pencapaian efisiensi waktu optimal.
111
2.1.9.6 Biaya dan Waktu Percepatan. Pada bagian ini, dilakukan pengujian terhadap suatu keputusan untuk memperpendek umur proyek, sehingga dapat mempercepat waktu penyelesaian. Pada umumnya, jika situasi tersebut terjadi, maka akan ada peningkatan terhadap biaya normal atau dengan kata lain selisih antara biaya normal (budget) terhadap biaya akhir setelah adanya perpendekan umur. Biaya ini disebut sebagai biaya percepatan, akibat perubahan waktu dalam mendapatkan umur proyek yang baru, yang disebut dengan waktu percepatan (Zulian Yamit, 2011:314). Sedangkan, Gray, Clifford F. dan Erik W. Larson (2006), yang dialihbahasakan oleh Dwi Prabantini (2007,203), mendefinisikan risiko biaya sebagai suatu hal yang signifikan dan memberikan konsekuensi. Hal ini dapat terjadi, jika terdapat kesalahan dan pengabaian terhadap estimasi jadwal serta teknis. Selain itu, risiko biaya dapat juga terjadi, karena kesalahan, akibat keputusan manajemen. Eddy Herjanto (2008,374), menyatakan bahwa Perkiraan waktu selesai suatu proyek biasanya didasarkan pada pemakaian sumberdaya. Untuk mempersingkat waktu proyek seringkali dapat dilakukan dengan cara penambahan sumberdaya baik itu berupa manusia, mesin/peralatan, maupun waktu kerja lembur. Berdasarkan pernyataan tersebut, maka penulis menyimpulkan bahwa tidak ada perbedaan yang mencolok dengan penggunaan metode program evaluation and review tehnique (PERT). Akan tetapi dengan adanya perhitungan waktu dengan 3 (tiga) jenis estimasi, memungkinkan perkiraan awal dalam
112
perencanaan
yang
merupakan
tindakan
pencegahan
untuk
mengurangi
(mitigating) ketidak-pastian (risiko). Untuk itu dengan adanya estimasi (perhitungan) awal menjadi bahan pencegahan sebelum keterlambatan waktu terjadi, sehingga apabila pada kenyataan akan mengalami keadaan tersebut dapat langsung ditanggapi oleh manajemen. karena telah ada dalam perencanaan perhitungan biaya percepatan yang dilakukan sejak sebelum proyek diluncurkan. Umumnya konsep ini hanya berlaku pada keadaan mengejar pencapaian hasil lebih cepat dari estimasi waktu reata-rata (te) yang telah dijadwalkan. Pentingnya keputusan manajemen akan mempengaruhi pertambahan biaya risiko. Hal ini dapat terjadi, jika terjadi kesalahan dalam sebuah keputusan atau keputusan dilakukan dengan mengabaikan estimasi jadwal dan teknis. Berdasarkan hal tersebut, penulis dapat mendefinisikan waktu percepatan sebagai durasi yang dibutuhkan dalam percepatan aktivitas kritis, agar penyelesaian aktivitas tersebut tidak mengganggu umur proyek, sedangkan biaya percepatan merupakan biaya yang dihasilkan sebagai akibat adanya percepatan aktivitas dari aktivitas normalnya. Sehingga konsekuensi yang terjadi adalah percepatan waktu yang akan timbul dengan adanya kemungkinan kebijakan yang diambil oleh manajemen, baik dengan penambahan sumberdaya manusia (new recruitment), mesin/peralatan, maupun menggunakan waktu kerja lembur (overtime tarif). Selain itu, percepatan merupakan salah satu opsi terbaik dengan pemanfaatan slack, yakni melalui pengalihan sumberdaya manusia pada time line yang sama dengan prioritas optimalisasi pada aktivitas kritis (critical activity).
113
2.1.9.7 Proses Percepatan Penyelesaian Proyek. Setelah pembahasan mengenai hubungan waktu dan biaya percepatan di atas, maka pada bagian ini penulis akan membahas tentang proses percepatan penyelesaian proyek, jika manajemen menghadapi suatu keadaan, di mana proses percepatan harus dilakukan untuk menghadapi risiko. Eddy Herjanto (2008,374), menyatakan bahwa tujuan percepatan waktu proyek adalah untuk memperoleh biaya minimum selain dari mengoptimalkan efisiensi waktu. Proses ini umum dikenal sebagai proses crashing. Sedangkan Heizer, Jay dan Render, Barry (2008), yang dialih-bahasakan oleh Chriswan Sungkono (2010,119), mendefinisikan Crashing sebagai proses, di mana kita memperpendek waktu aktivitas pada jaringan untuk mengurangi waktu di jalur kritis, sehingga waktu penyelesaian total berkurang. Dalam hal ini, yang dapat dilakukan adalah opsi pemaksaan lembur, karena biaya yang dikeluarkan akan masih lebih kecil dibandingkan dengan penambahan tenaga kerja baru (new recruitment). Sedangkan dalam penelitian ini tidak menambah jam kerja lembur, akan tetapi terbatas pada upaya untuk meningkatkan efisiensi waktu dengan optimalisasi pada jaringan kerja (network) saja, berdasarkan konsep efisiensi khusunya mengefisienkan waktu pada setiap aktivitasnya. Tujuannya dimaksudkan agar percepatan dalam proses lebih fokus kepada mengejar momen tertentu saja (di mana waktu kritis pada aktivitas kritis dapat difokuskan sebagai prioritas). Sedangkan Zulian Yamit (2011,319), menyatakan bahwa sebelum melakukan percepatan, perlu diidentifikasi terlebih dahulu beberapa faktor yang
114
memungkinkan terjadinya keterlambatan. Hal ini dapat dilihat berdasarkan asumsi, di mana suatu kegiatan pada jalur kritis sangat memungkinkan adanya percepatan, agar tidak berpengaruh terhadap umur proyek secara keseluruhan. Berdasarkan pernyataan tersebut, maka penulis mengasumsikan bahwa diferensiasi prioritas berdasarkan kekritisan aktivitas memiliki pengaruh dalam menetapkan jadwal aktivitas pada jaringan kerja (network). Sehingga percepatan untuk mencapai optimalisasi waktu penyelesaian proyek dalam perencanaan dapat lebih ketat dalam pengendalian serta arah setiap aktivitas akan menjadi jelas, dapat diukur dan diawasi lebih fokus dalam proses proyek. Berikut disajikan logika tersebut pada gambar 2.28 yang mengindikasikan proses terciptanya opsi keputusan dalam percepatan dengan asumsi keterikatan waktu dan biaya. Langkah 1: Buatlah Diagram network berdasarkan waktu normal kemudian menghitung biaya percepatan pada setiap kegiatan
Ya Perlukah Proyek Dipercepat?
Langkah 2: Uji apakah proyek dapat dipercepat apabila satu atau lebih kegiatan kritis memiliki biaya tercecil per satuan waktu dipercepat penyelesaiannya. Tambahkan total biaya percepatan dengan total biaya normal berdasarkan langkah 1.
Tidak
Berhenti : Biaya minimum percepatan sudah diperoleh
Langkah 3: Buatlah network yang baru dan hitung kembali jalur kritisnya
Gambar 2.28 Proses Percepatan Penyelesaian Proyek. Sumber data: Zulian Yamit (2011,319).
115
Pada penelitian ini telah ditentukan biaya minimum. Karena yang mempengaruhi hanya biaya tenaga kerja, sedangkan pada fokus penelitian ini terlepas dari batasan biaya tenaga kerja yang diasumsikan tetap. Batasan yang mengikat penelitian ini adalah alokasi 10 orang tenaga kerja per harinya. Karena pada kontrak kerja adanya basis salary dalam kontrak perbulan pada setiap tenaga kerja, sehingga besarnya biaya harian tidak berubah disesuaikan dengan basis hariannya, biaya kontingensi telah dihilangkan dengan adanya waktu kontingensi 20% dari waktu normal.
2.1.9.8 Perhitungan Biaya Percepatan. Eddy Herjanto (2008,374), menyatakan bahwa prosedur umum yang digunakan dalam analisis adalah analisis trade-off antara waktu dan biaya yang terdiri atas beberapa tahap berikut: 1. Terapkan lintasan yang ada, 2. Urutkan kegiatan pada lintasan kritis, dari biaya waktu percepatan terkecil hingga yang terbesar, 3. Lakukan perhitungan waktu percepatan (persatuan waktu) setiap kali hingga pencapaian waktu lintasan kritis sama dengan panjang lintasanlintasan lain. 4. Setelah mencapai optimalisasi (tidak ada aktivitas non kritis lagi pada semua jalur aktivitas), lakukan perhitungan biaya percepatannya hingga biaya percepatan tidak fisibel (biaya yang dikeluarkan telah mencapai
116
biaya tidak langsung, sehingga tidak memungkinkan untuk melakukan penghematan lagi). Penulis menambahkan, bahwa dengan optimalisasi pada semua jalur non kritis akan menyebabkan perubahan pada diagram jaringan (network), sehingga otomatis semua kegiatan yang ada pada jaringan akan menjadi kritis. Jika ternyata setelah optimalisasi percepatan dilakukan, maka opsi ini tidak dapat lagi dilakukan pada saat muncul risiko keterlambatan yang lain. Maka secara tidak langsung dalam melakukan percepatan adalah menambah waktu lembur (penambahan jam kerja) saat slack telah habis digunakan. Pada bagian ini akan juga akan dibahas tentang perhitungan biaya percepatan. Sebelum memberlakukan rumus ke dalam perhitungan ini, perlu diputuskan telebih dahulu tentang apakah percepatan dianggap perlu? Jika dianggap perlu, maka perlu menjadi perhatian, bahwa dengan adanya tindakan percepatan berarti terdapat peningkatan terhadap biaya normal, kemudian otomastis perencanaan network awal tidak diperlukan dan akan diganti dengan network baru sebagai patokan selanjutnya, hingga selesai keseluruhan proyek akibat adanya perubahan dalam proses. network ini berfungsi sebagai back-up plan yang akan digunakan apabila dibutuhkan percepatan. Berikut disajikan rumus biaya percepatan:
Biaya Cepat
- Biaya Normal
Biaya Percepatan = Waktu Cepat
Sumber data : Zulian Yamit (2011,314).
-
Waktu Normal
117
Berdasarkan rumus di atas, maka penulis dapat menjelaskan bahwa formulasi yang ada, dapat diberlakukan pada setiap slack yang ada pada aktivitas untuk mengotimalkannya terhadap fokus utama, yakni pada aktivitas kritis yang ada
pada
jadwal
(durasi
waktu)
pada
time
line
yang
sama.
Jika
pengoptimalisasinya dilakukan dengan baik, maka untuk memperpendek umur proyek akan optimal. Konsekuensi yang terjadi dengan perpendekan umur adalah mengkritiskan semua aktivitas (menjadikan Total Float yang ada pada proyek sama dengan nol). Jika demikian, maka optimalisasi percepatan di saat yang sama akan mengakibatkan optimalisasi peningkatan risiko dalam proses. Pada penelitian ini perhitungan biaya percepatan tidak dilakukan, karena tujuan dari penelitian ini hanya mengoptimalkan pencapaian waktu penyelesaian optimal (Efisiensi waktu penyelesaian proyek). Perlu diketahui bahwa optimalisasi dapat berdampak kepada biaya apabila terjadi perubahan dalam proses. Jika diasumsikan pada penelitian ini dengan jumlah tenaga kerja yang tetap (tidak ada pertambahan input) tenaga kerja, maka penelitian akan fokus kepada pengoptimalisasian slack dengan melakukan perubahan pada durasi waktu aktivitas sesuai dengan ketersedian tenaga kerja optimal. Perubahan tersebut memungkinkan kepada penambahan jalur pada aktivitas yang mungilustrasikan pengopimalisasian alokasi tenaga kerja sesuai dengan slack yang ada.
118
2.1.10 Manfaat Penjadwalan Jaringan Kerja (Network Scheduling). Menurut Abrar Husen (2011,158), manfaat penjadwalan jaringan kerja (network scheduling) adalah sebagai berikut: 1. Penggambaran logika hubungan antar kegiatan, membuat perencanaan proyek menjadi lebih rinci dan detil. 2. Dengan memperhitungkan dan mengetahui waktu terjadinya setiap kejadian yang ditimbulkan oleh 1 (satu) atau beberapa kegiatan, kesukaran-kesukaran yang bakal timbul dapat diketahui jauh sebelum terjadi, sehingga tindakan pencegahan yang diperlukan dapat dilakukan. 3. Dalam network planning dapat terlihat jelas waktu penyelesaian yang dapat ditunda dan/atau yang harus disegerakan. 4. Membantu mengkomunikasikan hasil network yang ditampilkan. 5. Memungkinkan dicapainya hasil proyek yang lebih ekonomis, dari segi biaya langsung (direct cost) serta penggunaan sumber daya. 6. Berguna
untuk pencegahan klaim yang diakibatkan oleh risiko
keterlambatan. 7.
Menyediakan kemampuan analisis untuk mencoba mengubah sebagian dari proses, lalu mengamati efek terhadap proyek secara keseluruhan. Berdasarkan hal-hal yang telah dijelaskan pada bagian-bagian sebelumnya,
maka penulis dapat menjabarkan bagaimanakah sebuah perencanaan jaringan kerja (network planning) yang baik. Perencanaan jaringan kerja (network planning) yang baik akan dibahas lebih lanjut pada bagian selanjutnya.
119
2.1.11 Perencanaan Jaringan Kerja (Network Planning) yang Baik. Gray, Clifford F. dan Erik W. Larson (2006), yang dialih-bahasakan oleh Dwi Prabantini (2007,112), menyatakan bahwa faktor penentu perencanaan jaringan kerja (network planning) pada sebuah proyek yang baik adalah “jangan pernah meremehkan pentingnya estimasi. Jika tongkat pengukurnya salah maka anda akan memulai pada tempat yang salah. Estimasi adalah tongkat pengukur untuk mengontrol waktu, biaya, alokasi sumberdaya dan hal-hal lain dalam menentukan suksesnya sebuah proyek”. Penulis dapat menambahkan, bahwa estimasi merupakan kunci sukses pelaksanaan proyek, hal ini disebabkan oleh karena proses estimasi menentukan keputusan-keputusan strategis dalam sebuah proyek. keputusan-keputusan strategis tersebut yang menjadi penentu tentang keberhasilan dalam sebuah perencanaan jaringan kerja (network planning) yang baik. keputusan-keputusan strategis tersebut meliputi: 1. Estimasi menghasilkan dasar penentuan keputusan terbaik 2. Estimasi diperlukan untuk perencanaan logis penjadwalan pekerjaan. 3. Estimasi menentukan berapa lama proyek akan berlangsung dan berapa biaya yang akan dikeluarkan untuk menyelesaikannya. 4. Estimasi menentukan apakah layak sebuah proyek dikerjakan. 5. Estimasi menentukan kebutuhan arus kas dalam sebuah proyek. 6. Estimasi mengukur sejauh mana perkembangan proyek dan seberapa besar kemajuannya. 7. Estimasi diperlukan untuk menetapkan anggaran proyek.
120
8. Estimasi menentukan efisiensi, efektivitas, kualitas dan produktivitas dari proses sebuah proyek. Dalam preliminary study yang telah dilakukan, penulis dapat merangkum bahwa perencanaan jaringan kerja (network planning) dengan diagram balok pada Gantt chart yang digunakan oleh PT. CAMBOTA LDA., memiliki banyak kekurangan,
karena
untuk
menggunakan
Gantt
chart
tidak
hanya
memvisualisasikan pekerjaan dalam dimensi penjadwalan (scheduling) waktu pada time line saja, akan tetapi diperlukan informasi-informasi yang berhubungan dengan kriteria-kriteria yang penting sebagai keterangan mengenai pengalokasian sumber-sumber daya pada proyek. Perlu dicatat bahwa Gantt Chart tidak dapat menunjukkan hubungan yang jelas antar kegiatan, tingkat risiko dan pengelolaan risiko dalam sebuah proyek. Berdasarkan hal tersebut, maka penulis dapat menyimpulkan, bahwa perencanaan jaringan kerja (network planning) yang baik tidak hanya harus mudah dipahami, mudah dibuat dan mudah diaplikasikan karena sangat sederhana metodenya. Akan tetapi dibutuhkan juga deskripsi dan kualitas informasi yang jelas, memiliki pola hubungan yang terikat antar aktivitas dari awal proyek dikerjakan hingga proyek berakhir. Selain itu menurut pendapat penulis adalah lebih baik menggunakan Program Evaluation and Review Technique (PERT), dikarenakan estimasi waktunya adalah waktu efektif (te) dari 3 jenis perkiraan waktu (tp, tm dan to) yang memiliki standar deviasi pada setiap aktivitasnya, meskipun probabilitas waktu penyelesaian akhir akan sulit untuk diukur dari setiap aktivitas (probabilitas
121
pengukuran memungkinkan untuk percepatan aktivitas kritis saja dimana mengindikasikan umur aktivitas). Adapun hal yang perlu diperhatikan, bahwa dengan bentuk jaringan kerja (network) dapat terlihat kemudahan dalam mengidentifikasi setiap aktivitas (baik menggunakan metode CPM, maupun metode PERT). Identifikasi akan terlihat baik dalam visual dan memudahkan untuk melakukan estimasi sehubungan dengan risiko yang mungkin dapat terjadi (aktivitas kritis yang memiliki hak prioritas tertinggi, karena memiliki risiko terhadap pertambahan umur proyek secara overall). Hal inilah yang menyebabkan penulis memutuskan bahwa perencanaan jaringan kerja (network planning) dengan menggunakan Program Evaluation and Review Technique (PERT) dengan pendekatan Activity on Arrow (AOA) lebih baik, dibandingkan dengan metode penjadwalan bagan balok Gantt (Gantt Chart). Berdasarkan sudut pandang penulis, berikut disajikan manfaat metode Program Evaluation and Review Technique (PERT) dengan pendekatan Activity on Arrow (AOA) yang diajukan oleh penulis pada penelitian ini: 1. Dengan adanya estimasi waktu dengan tingkat fleksibilitas, maka memungkinkan perubahan dalam proses proyek. 2. Dengan metode (network planning) secara visual akan mendeskripsikan rangkaian aktivitas-aktivitas lengkap dengan pola hubungan antar kegiatan dari proyek diluncurkan hingga proyek selesai. 3. Analisis jalur kritis (Critical Path) menyajikan kegiatan-kegiatan kritis (Critical Activities) yang menjadi tanda untuk prioritas fokus bagi
122
manajemen, karena memiliki tingkat risiko yang tinggi terhadap keterlambatan aktivitas secara khusus dan keterlambatan penyelesaian proyek secara umum. 4. Jalur kritis (critical path) merupakan jalur terpanjang yang ada pada proyek, hal inilah mengapa dikatakan jalur kritis (critical path) merupakan proyeksi umur proyek yang menjadi batasan (constraint). 5. Pada metode Program Evaluation and Review Technique (PERT) memungkinkan untuk melakukan perhitungan yang akan dilakukan untuk mengukur standar deviasi Umur Proyek (σTE) sebagai jumlah rata-rata pencapaian waktu penyelesaian proyek/umur proyek (TE) dan varians (σTE²) yang memungkinkan menghitung ketidak-pastian yang terdapat pada proyek secara keseluruhan. 6. Sama dengan Critical Path Method (CPM), metode Program Evaluation and Review Technique (PERT) juga dapat mengukur float/slack yang merupakan waktu aman atau waktu luang yang memungkinkan dapat dilakukan optimalisasi efisiensi waktu terhadap perubahan biaya pada proyek. 7. Dengan adanya pemanfaatan float/slack dapat memungkinkan untuk melakukan proses percepatan sebagai opsi bagi manajemen untuk mengurangi (mitigation) risiko yang terdapat pada aktivitas kritris (critical activity),
melalui
proses
crashing
yang
memungkinkan
untuk
dilakukannya percepatan aktivitas kritis yang tentunya diikuti konsekuensi perpendekan umur dengan melakukan percepatan. Risiko yang mungkin
123
timbul adalah peningkatan risiko keterlambatan, yakni optimalisasi slack yang menjadikan peningkatan risiko pada kegiatan kritis (critical activities) secara khusus dan peningkatan risiko pada jalur kritis (criitical path) secara menyeluruh. 8. Dengan menggunakan konsep distribusi statistik, pengukuran ukuran penyebaran dalam kurva distribusi normal dapat dianalisis serta dapat mengukur tingkat probabilitas pencapaian penyelesaian waktu lebih cepat dari umur proyek yang telah terjadwal. Dengan analisis probabilitas, akan memudahkan dan dapat dilakukan simulasi pada setiap aktivitas, yang lebih lanjut akan dibahas pada bagian lain pada laporan penelitian ini.
2.1.12 Efisiensi. Sebelum mengukur seberapa besar perubahan pada tingkat efisiensi waktu penyelesaian proyek setelah penerapan metode Program Evaluatin and Review Technique (PERT), kiranya perlu disajikan oleh penulis mengenai konsep dasar efisiensi. Karena efisiensi waktu penyelesaian proyek pada penelitian ini merupakan variabel tujuan yang memungkinkan untuk dapat diamati dan diukur serta dapat diidentifikasi pengaruh yang disebabkab oleh variabel-variabel studi lainnya pada penelitian ini. Pada bagian ini, penulis akan membahas konsep efisiensi dari beberapa sumber sehubungan dengan tujuan penelitian ini.
124
Mulyadi (2007), dalam Daniel Setyo Budi (2010,14), menyatakan bahwa efisiensi seringkali dikaitkan dengan kinerja suatu organisasi, karena efisiensi mencerminkan perbandingan antara keluaran (output) dengan masukan (input). Sedangkan Zulian Yamit (2011,13), menyatakan bahwa pencapaian efisiensi dapat dicapai, jika semakin tinggi penghematan input yang digunakan. Jika kita berbicara tentang efisiensi, maka orientasi yang digunakan adalah pada masukan (input). Sehingga keluaran (output) kurang menjadi perhatian utama. Berdasarkan kutipan-kutipan tersebut, maka penulis dapat merangkum bahwa efisiensi merupakan pengukur, yang mengukur perbandingan antara keluaran (output) dengan masukan (input). Hal ini berarti efisiensi dapat dihitung dengan mengetahui seberapa besar sebuah keluaran (outout) dari optimalisasi masukan (input). Kemudian, apabila kita memberlakukan dalam asumsi, jika terjadi penurunan terhadap masukan (input), sedangkan keluaran (output) diasumsikan tetap, maka akan terjadi peningkatan terhadap efisiensi. Sebaliknya jika terjadi pertambahan terhadap masukan (input), sedangkan diasumsikan bahwa keluaran (output) masih tetap, maka akan terjadi penurunan tingkat efisiensi. Pada keadaan tersebut berarti pengukuran terhadap efisiensi adalah melalui penggunaan masukan (input) terhadap optimalisasi keluaran (output) atau dengan kata lain untuk meningkatkan efisiensi adalah menurunkan secara optimal penggunaan masukan (input) untuk menghasilkan (output). Hal tersebut juga berarti efisiensi adalah optimalisasi penghematan masukan (input) yang dilakukan untuk keluaran (output) yang sudah ditetapkan
125
sebagai tujuan yang memiliki batasan (target). Berikut disajikan logika asumsi tersebut pada gambar 2.29. INPUT
OUTPUT
EFISIENSI
INPUT
OUTPUT
EFISIENSI
INPUT
OUTPUT
EFISIENSI
INPUT
OUTPUT
EFISIENSI
INPUT
OUTPUT
EFISIENSI
Gambar 2.29 Logika Perubahan input dan Perubahan output Terhadap Efisiensi. Sumber data: Mulyadi (2007), dalam Daniel Setyo Budi (2010,14). Ghiselli E. E. dan Brown C. W (1955), dalam
Daniel Setyo Budi
(2010,14), menyatakan bahwa “The term efficiency has a very exact definition. It is expressed as the ratio of output to input”. Hal ini dapat diartikan istilah efisiensi mempunyai pengertian yang sudah pasti, hal ini disajikan sebagai rasio dari keluaran (output) kepada masukan (input). Berdasarkan pengertian di atas, maka penulis dapat menyimpulkan sesuai dengan pandangan Mulyadi (2007), dalam Daniel Setyo Budi (2010,14), dengan formulasi pengukuran tingkat efisiensi berikut: Output Efisiensi = Input Formulasi tersebut dapat diartikan, bahwa besarnya efisiensi sama dengan perbandingan output yang dihasilkan melalui penggunaan input. Maka hasil dari pengukuran tersebut akan berbentuk rasio, sehingga sering disebut sebagai rasio efisiensi.
126
Terkait dengan penelitian ini, dalam sebuah sampel yang menjadi obyek penelitian ini, di mana diketahui, bahwa perencanaan jaringan yang digunakan oleh PT. CAMBOTA LDA., yang menggunakan teknik Gantt chart melaksanakan proyek dengan waktu penyelesaian optimal 120 hari kerja. Sedangkan pada perencanaan awal kapasitas penyelesaian optimal yang diharapkan adalah optimal selesai dalam 90 hari kerja. Hal ini berarti terdapat keterlambatan selama 30 hari pada realisasi umur proyek. Berdasarkan data tersebut, maka tingkat efisiensi dapat diukur dengan formulasi di atas, sebagai berikut: Diketahui: Kapasitas yang diharapkan
=
Optimalisasi dalam proses
=
90 hari (sebagai Output) 120 hari (sebagai Input)
Maka, jika ditanyakan seberapa besar tingkat efisiensi waktu yang diperlukan untuk menyelesaikan proyek dalam 90 hari? Akan muncul 2 asumsi yang akan digunakan disini: Asumsi I
: tingkat efisiensi yang dicapai.
Constraint/batasan
=
90 hari (maksimal penyelesaian)
maka, Outputnya
=
Inputnya
=
90 hari (batasan), 120 hari.
Jawab: Efisiensi
= Output/input = 90 / 120 = 0,75
= 75%
127
Hal ini berarti efisiensi yang terjadi adalah sebesar 75 %, sehingga pada waktu ke hari ke 90 tahap penyelesaian proyek hanya mencapai 75% penyelesaian. Asumsi II maka,
: tingkat efisiensi yang dibutuhkan untuk batasan 90 hari
jawabannya adalah penyelesaian proyek dalam 90 hari dapat
dilakukan dengan mengurangi tingkat pemborosan sebesar 25%. (100% - 75%). Dalam proyek, hal ini hanya dapat dilakukan dengan pengawasan dan pengendalian dalam proses proyek, yang artinya peningkatan efisiensi waktu sebesar 25%, dapat dilakukan dengan optimalisasi percepatan umur proyek dengan proses crashing agar proses proyek dapat diselesaikan tepat 90 hari sesuai dengan perencanaan awal, yakni 90 hari. Sebagai catatan tambahan, bahwa jika peningkatan lebih cepat dari 90 hari, maka efisiensi tersebut akan dikatakan sebagai efisiensi terbaik, yang kemudian hasil evaluasi proyek tersebut akan digunakan sebagai acuan dalam menganalisis proyek berikutnya, terutama tentang pengelolaan aktivitas kritis yang paling baik pada keseluruhan proses proyek.
2.1.13 Konsep Analisis Gap. Analisis gap (jarak) adalah suatu metode/alat membantu suatu lembaga membandingkan performansi actual dengan performansi potensi. Tujuan analisis gap untuk mengidentifikasi gap antara alokasi optimis dan integrasi input serta ketercapaian sekarang. Proses analisis gap mencakup penetapan, dokumentasi dan
128
sisi positif keragaman keinginan dan kapabilitas sekarang atau saat ini (2009, http://wakhinuddin.wordpress.com/2009/11/24/analisis-gap/). Hal ini berarti analisis gap dibutuhkan oleh suatu organisasi untuk menentukan titik tertentu yang ingin diperbaiki. Addagada, Tejasvi (2012, http://www.batimes.com/articles/do-we-need-a-mature-gap-analysis.html), dalam artikelnya menyatakan bahwa “A Gap analysis should address the questions ‘Where are we?’ and ‘Where do we want to be?’ in a clear way”. Hal ini berarti bahwa Analisis gap sepatutnya mempertanyakan “dimanakah kita?” dan “apa yang kita inginkan menjadi?” dengan cara yang jelas. Bersandarkan hal tersebut, penulis dapat melihat bahwa dalam analisis gap diperlukan
keadaan
yang
jelas
posisi
dalam
keadaan
saat
ini
dan
membandingkannya dengan sejauh mana harapan pencapaian yang kita inginkan. Hal ini akan memunculkan jarak yang dapat diukur dan dibandingkan dengan penggunaan metode atau teknik yang baru untuk membandingkannya kembali di antara ketiganya, yakni “sejauh mana keadaan kita?, harapan pencapaian optimal? dan optimalisasi pencapaian dengan metode yang baru?”. Dengan demikian, sehubungan dengan penelitian ini analisis gap dapat diterapkan untuk mempertimbangkan: a. Proyeksi jarak antara optimalisasi aktual waktu penyelesaian proyek (TE input) yang diterapkan oleh PT. CAMBOTA LDA., terhadap perencanaan waktu penyelesaian proyek (TE plan)
yang diterapkan oleh PT.
CAMBOTA LDA., sehingga dapat dilihat sejauh mana tingkat efisiensi waktu penyelesaian proyek oleh PT. CAMBOTA LDA. saat ini.
129
b. Proyeksi jarak antara perencanaan waktu penyelesaian proyek (TE plan) yang menggunakan metode yang diterapkan oleh penulis, yakni metode Program Evaluation and Review Technique (PERT) pendekatan Activity on Arrow (AOA) terhadap perencanaan waktu penyelesaian proyek (TE plan) yang diterapkan oleh PT. CAMBOTA LDA., untuk mengetahui sejauh mana perencanaan waktu penyelesaian proyek (TE plan)
yang
menggunakan metode yang diterapkan oleh penulis mencapai efisiensi waktu optimal. Analisis ini dapat menggunakan perbandingan dengan metode komparasi berbentuk tabel, dapat pula dalam bentuk grafik column seperti gambar 2.30. 140 Hari 120 100 90 80
Output Limit
60 40 20 0
Input
Perencanaan PT.CAMBOTA LDA. (Input > Output)
PERT - AOA (Input X > Output)
PERT - AOA (Input X < Output)
Over limit Gap: merupakan Gap atau jarak antara Input terhadap Output yakni Input melebihi Output maksimal (Input>Output). Under limit Gap: merupakan Gap atau jarak antara Input terhadap Output yakni Input tidak mencapai Output maksimal (Input
130
2.2
Kerangka Pemikiran. Sebagai sebuah organisasi, perusahaan konstruksi merupakan organisasi
yang bergerak pada dunia usaha dan kegiatan masyarakat. Pada praktiknya perusahaan konstruksi melakukan pengelolaan modal yang efektif dan efisien, agar dapat melaksanakan proyek-proyek konstruksi dengan baik dan sesuai dengan harapan klien. Dengan adanya efisiensi, maka akan memungkinkan peningkatkan profitabilitas atau keuntungan bagi perusahaan terutama sektor konstruksi. “Organization also undergo various modification with respect to the implementation of the management tools that they might use during the duration of the project. These management tools might affect the activities and the manner in which they are under taken”(Stelth P. dan Le Roy, Guy,2009:20). Hal ini berarti organisasi juga mengalami berbagai macam perubahan dengan mematuhi penerapan alat-alat manajemen yang mungkin digunakan selama durasi proyek. alat-alat manajemen memungkinkan berpengaruh terhadap aktivitas-aktivitas dan tata cara, di mana alat-alat tersebut dijalankan. Operasionalisasi proyek tidak terlepas dari pengelolaan sumber-sumber daya secara optimal dengan mengimbanginya terhadap pengendalian dalam proses proyek untuk menjamin berjalannya proyek sesuai dengan track atau jalur-jalur yang telah ditentukan sebelum proyek diluncurkan. Bersandar kepada hal tersebut, maka manajemen proyek sangat diperlukan oleh manajemen perusahaan konstruksi sebagai suatu master plan mengenai bagaimana pengelolaan proyek secara profesional. Hal ini juga deapat berarti pengelolaan menajemen proyek
131
telah menjadi salah satu metode yang digunakan sebagai suatu opsi untuk mengelola proyek bagi manajemen perusahaan serta sebagai pertimbangan dalam pengambilan keputusan dan kebijakan sehubungan dengan proyek yang akan dijalankan. “There are external variables that can affect The CPM Logic during the planning, scheduling, and management process. Priority changes across the board, budget cuts, negotiations with other agencies, evolving regulations, etc., can jointly or severally impact the CPM schedule, necessitating frequent or potentially complex modifications” (Knoke dan Garza, 2003:61). Hal ini berarti terdapat variabel eksternal yang dapat mempengaruhi logika CPM selama perencanaan, penjadwalan dan proses manajemen. Hal ini meliputi perubahan prioritas pada semua aktivitas, pemotongan pembiayaan, negosiasi dengan perwakilan (perusahaan) lain, penyusunan regulasi dan lain sebagainya, dapat bergabung atau beberapa di antaranya bertubrukan dengan Jadwal CPM, sering kali mengharuskan atau berpotensial terhadap perubahan yang kompleks. Dengan demikian, perencanaan dan pengendalian proyek merupakan tahapan yang paling menentukan keseluruhan proyek. Perencanaan berfungsi sebagai suatu strategi dasar mengenai visualisasi, estimasi dan kalkulasi praoperasi, mengenai segala bentuk kejadian-kejadian yang mungkin akan terjadi pada saat proyek berjalan nantinya. Umumnya pada perencanaan telah diidentifikasi masalah-masalah yang akan menjadi risk, sehingga dalam perencanaan akan mempertimbangkan langkah-langkah yang akan diambil, jika pada kenyataannya diperlukan tindakan tersebut, baik dalam bentuk pencegahan,
132
pengurangan, pengalihan atau penolakan terhadap risiko-risiko yang ada. Dengan perencanaan yang baik, maka secara tidak langsung akan memudahkan proses pengendalian operasional dalam proses proyek di lapangan. Perencanaan jaringan kerja (network planning) merupakan metode umum yang dipakai dalam manajemen proyek. Perencanaan jaringan kerja (network planning) memiliki beberapa jenis yang disesuaikan terhadap kebutuhan perusahaan atau organisasi. Umumnya perencanaan jaringan kerja (network planning) berbentuk proses jaringan aktivitas-aktivitas dalam proyek, tetapi ada juga yang berbentuk bagan balok. Perencanaan jaringan kerja (network planning) yang baik adalah yang memenuhi kebutuhan dan fungsi serta kriteria-kriteria penggunaannya telah tepat dan sesuai dengan kebutuhan perusahaan atau organisasi. “Job duration and completion times also differ significantly. The Critical Path Analysis helps decision makers and project execution members to identify the best estimates (based on accurate information) of the time that is needed to complete the project” (Stelth P dan Le Roy, Guy,2009:20). Hal ini berarti, bahwa durasi tugas dan waktu penyelesaian juga berbeda secara signifikan. Analisis Jalur Kritis (Critical Path Analysis) membantu penentu keputusan dan anggota pekerja proyek untuk mengidentifikasi estimasi terbaik (berdasarkan pada informasi yang terukur) dari waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan proyek. Dalam manajemen proyek penulis dapat melihat, bahwa waktu merupakan suatu batasan (constraint) penting, sehingga dasar estimasi yang digunakan harus dapat tepat sesuai dengan keadaan dalam proyek, tidak berdasarkan logika atau
133
prasangka imajinatif. Waktu menjadi salah satu faktor penentu kesuksesan sebuah proyek tidak sebatas kemampuan alokasi sumber daya dan dukungan finansial saja. Efisiensi waktu penyelesaian proyek merupakan suatu tujuan manajemen dalam rangka mengoptimalkan sumber-sumber daya yang tersedia sesuai dengan kebutuhan proyek. “Organization can save money and resources by utilizing various simulation models to determine the efectiveness of the project” (Doloi, HK dan Jaafari, 2002:33). Hal ini berarti organisasi dapat menghemat uang dan sumberdaya dengan memanfaatkan berbagai model simulasi untuk menentukan tingkat efektifitas dari proyek. Pada penelitian ini, variabel yang digunakan oleh penulis adalah waktu aktivitas yang paling efisien, yakni dengan menggunakan 3 (tiga) jenis asumsi dalam estimasi waktunya (to, tm dan tp). Dalam perencanaan jaringan kerja (network planning) metode ini dikenal sebagai Program Evaluation and Review Technique (PERT), sehingga waktu aktivitas merupakan rata-rata (μ) dari 3 (tiga) estimasi yang ada yang disebut sebagai waktu efektif aktifitas (te). Menetukan besarnya estimasi berdasarkan asumsi yang dipakai oleh penulis pada setiap aktivitas yang terdapat pada proyek akan dibahas lebih lanjut bada bab berikutnya pada skripsi ini. Variabel yang ke-2 (ke dua) dalam penelitian ini adalah hubungan antar aktivitas, yang dikenal dalam quantitative system of business (QSB) sebagai pembatas (constraint) yang berbentuk fungsi pertidak-samaan, karena sifatnya fleksibel dan berada dalam ukuran penyebaran grafik statistik distribusi beta.
134
Distribusi beta, berarti ukuran variabel tersebut adalah fluktuatif. Sehingga apabila terdapat pada satu durasi waktu yang sama beberapa aktivitas, akan menimbulkan opsi bagi manajemen untuk memutuskan konsentrasi prioritas dalam pengalokasian sumber dayanya. Jika dikembangkan dengan metode linear programming kasus ini dapat dipecahkan baik dengan metode aljabar, grafik, maupun simpleks dengan menentukan fungsi tujuan (Z) terlebih dahulu. Akan tetapi dalam metode Program Evaluation and Review Technique (PERT) terdapat banyak sekali fungsi pembatas (hubungan antar aktivitas), maka akan membutuhkan waktu yang cukup lama untuk memecahkan masalah dengan linear programing, selain itu kompleksitas yang sangat tinggi menyebabkan kesulitan dalam mengukur probabilitas. Dalam linear programming dikenal istilah fungsi tujuan, yakni suatu persamaan matemasis yang terbentuk melalui hubungan antar variabel-variabel yang memiliki nilai pada suatu obyek penelitian. Oleh karena itu yang menjadi variabel ke-3 (ke tiga) dalam penelitian adalah fungsi tujuan (Z). Fungsi tujuan dalam penelitian ini adalah meminimalkan umur proyek (yang merupakan penjumlahan aktivitas-aktivitas kritis (Σte[k]). Hal ini, berarti efisiensi optimal tercapai dengan kondisi fungsi tujuan minimum (Zmin). Sehingga efisiensi waktu penyelesaian proyek (umur proyek) merupakan variabel tujuan dalam penelitian ini. Formulasi dan teknik quantitative system of business yang membahas cara pemecahan kasus Program Evaluation and Review Technique (PERT) telah dibahas pada bagian sebelumnya dalam bab ini. Mengenai formulasi dalam metode statistik dan metode simulasinya dibahas lebih detil pada bab berikutnya.
135
Pada praktiknya, dalam pengendalian proyek akan sulit dijalankan dikarenakan semakin banyak aktivitas yang dihadapi, terutama dalam menghadapi ketidak-pastian (risiko) yang ada. Dalam penelitian ini penulis menggunakan perencanaan janringan kerja (network planning) dengan metode Program Evaluation and Review Technique (PERT) pendekatan Activity on Arrow (AOA) dalam yang memudahkan dalam perencanaan proses proyek. Perencanaan jaringan kerja (network planning) yang baik harus dapat mengoptimalkan pola hubungan antar aktivitas yang baik segala batasan yang ada, sehingga efisiensi waktu penyelesaian proyek (umur proyek) dapat tercapai dengan optimal. Pendeskripsian detil, sangat diperlukan sehubungan dengan kebutuhan sumber daya, hal ini sangat menunjang keberhasilan menjalankan metode Program Evaluation and Review Technique (PERT) pendekatan Activity on Arrow (AOA) dengan prosedur yang ada padanya. Sumber-sumber daya, beserta keterkaitannya dengan penjadwalan dalam pengalokasikannya perlu dipertimbangkan lebih matang dan estimasi yang realistis terutama mengenai sumber daya yang memiliki tingkat keterbatasan yang tinggi (pada penelitian ini keterbatasan tersebut diidentifikasi sebagai waktu aktvitas). Hal ini dimaksudkan agar pengalokasiannya dapat tepat sesuai dengan jadwal, sehingga tidak mengganggu proses proyek dan umur proyek secara keseluruhan. Penjadwalan dengan metode Program Evaluation and Review Technique (PERT) pendekatan Activity on Arrow (AOA) tidak akan realistis, jika sumber daya yang dimiliki oleh perusahaan adalah tidak terbatas.
136
Pada umumnya setiap manajer proyek memiliki orientasi penting menangani tahap perencanaan, tahap scheduling (penjadwalan) dan tahap pengawasan. Dalam
praktiknya,
perencanaan, scheduling dan pengawasan
merupakan hubungan causa-efect, yakni memiliki hubungan sebab-akibat yang pelaksanaannya saling mempengaruhi dan berkelanjutan dari proyek dimulai, proyek dalam proses, hingga proyek terselesaikan. Akan tetapi tahap pengawasan umumnya akan menjadi tahapan yang paling penting dalam proses proyek, karena memiliki pengaruh yang besar terhadap keberhasilan pengendalian proyek (sehubungan dengan penelitian ini efisiensi waktu penyelesaian proyek dan pola hubungan harus jelas). Pada tahap inilah penerapan network planning dalam pengendalian proyek dilakukan. Dalam pengaplikasian network planning terdapat 2 (dua) hal yang penting untuk difokuskan oleh manajemen, yakni laporan perkembangan proyek berupa evaluasi proses proyek di lapangan dan laporan permasalahan yang ditemukan dalam proses proyek. Untuk menangani setiap masalah tentu banyak ide-ide yang akan muncul kemudian, yang akan menghasilkan beberapa opsi penting bagi manajemen untuk menimbang setiap jenis kebijakan yang akan diambil dalam memecahkan setiap masalah yang ada. Di antara beberapa opsi dalam penelitian ini adalah mengoptimalkan pemanfaatan slack yang ada dengan melakukan percepatan lengkap, beserta kalkulasi detil biaya percepatan akibat proses percepatan yang akan dilakukan (dalam penelitian ini diasumsikan biaya adalah tetap) atau melakukan sub-kontrak agar tidak mengganggu, fokus dan komitmen terhadap jadwal proyek secara
137
keseluruhan
atau
mengganggu
aktivitas-aktivitas
dalam proyek
lainnya
(optimalisasi slack tidak dilakukan, karena membutuhkan data biaya yang tidak dapat diperoleh penulis). ”Managers and experts of the activities are soon mare aware that the estimates of time provided by them will be reduced by approximately 33%. To compensate for this factor there might be a tendency to over inflate the initial time requirements for the project. The level by the fuctional manager might also not be the same” (Raz, T., et.al.,2003:34). Hal ini artinya manajer dan ahli dalam aktivitas lambat laun akan sadar, bahwa estimasi dari waktu yang tersedia dari mereka akan mendapat pengurangan hingga + 33%. Untuk kompensasi terhadap faktor tersebut, di mana terdapat tendensi (kecendrungan) untuk meninggikan persyaratan waktu awal pada proyek. “Some managers might be over estimate by 15%, other by 50%, and even other by 75%, using the standard 33% to reduced the time might not be the right way to handle the problem of over estimation” (Stelth P. dan Le Roy, Guy,2009:31). Hal ini berarti beberapa manajer mungkin meninggikan estimasi sebesar 15%, yang lain sebesar 50% dan ada pula yang 75%, menggunakan standard 33% untuk mengurangi waktu mungkin bukanlah jalan keluar untuk masalah peninggian waktu estimasi. Bertolak pada kenyataan tersebut, maka mengestimasikan setiap aktivitas sehubungan dengan penelitian ini adalah memasukkan ke dalam asumsi yang digunakan pada penelitian ini estimasi pesimistis (tp), yakni sebesar 20%, di mana hal ini dilakukan oleh PT. CAMBOTA LDA dalam proses proyek. Hal ini sejalan
138
dengan pernyataan Elliyahu Goldratt (1997) dalam Gray, Clifford F. dan Erik W. Larson (2006), yang dialih-bahasakan oleh Dwi Prabantini (2007,252), yang mengatakan, bahwa banyak terjadi manajer-manajer melakukan estimasi tambahan (umumnya 10% dari waktu normal) agar risiko keterlambatan tidak terjadi. Penambahan waktu tersebut dinamakan kontingensi waktu (just in case) atau waktu luang. Waktu paling mungkin (tm) yang ditetapkan oleh penulis adalah menggunakan asumsi waktu ideal perencanaan awal, yakni yang diharapkan dengan total umur proyek 90 hari. Jika demikian, maka pada setiap aktivitas pada data evaluasi proyek (Gantt Chart) yang ada, pada setiap aktivitasnya ditentukan nilai estimasi waktu paling mungkinnya (tm) adalah 75% dari waktu hasil data evaluasi. Sedangkan, untuk menentukan waktu optimistis (to), asumsi yang digunakan adalah data efisiensi terbaik, yakni pada data efisiensi penyelesaian proyek pada tabel 1.1, di mana tingkat efisiensi terbaik terdapat pada proyek 1 (pertama). Pada data tersebut menunjukkan tingkat efisiensinya mencapai 107% atau aktualisasi penyelesaian proyek lebih cepat penyelesaiannya dengan hanya mengalokasikan 93% waktu perencanaan yang tersedia untuk menyelesaikan seluruh aktivitasnya. Berdasarkan asumsi tersebut, maka untuk menentukan estimasi terhadap waktu optimistis (to) adalah 93% dari waktu perencanaan awal. Berdasarkan asumsi tersebut, maka asumsi dapat menetapkan nilai dari rata-rata (μ/te) dari ketentuan penggunaan asumsi dengan 3 (tiga) estimasi waktu aktivitas. Dengan demikian pengukuran lebih lanjut akan menentukan keadaan
139
normal proyek sesuai dengan keadaan jadwal normal. Tanpa mempengaruhi perubahan terhadap adanya slack dan sebelum proses crashing dilakukan. Slack atau Total Float merupakan waktu penyangga sehingga dalam mempercepat umur proyek dapat dialihkan secara optimal semua sumberdaya yang ada pada proyek dengan simulasi di saat sumber daya (tenaga kerja) mengganggur pada slack tersebut. Di sisi lain slack sebagai suatu keadaan, di mana suatu aktivitas dapat ditunda. Sehingga slack sering diilustrasikan waktu luang (waktu aman) atau waktu tertentu yang terdapat sumber daya yang menganggur. Optimalisasi slack dimaksudkan di sini, untuk menggalihkan sumber daya yang ada pada aktivitas tersebut kepada aktivitas kritis yang berada pada durasi waktu yang sama. Yang perlu diperhatikan dalam memanfaatkan slack adalah pemanfaatannya tidak pada aktivitas secara acak (random), akan tetapi hanya dapat digunakan kepada aktivitas-aktivitas kritis, sehingga tujuan memperpendek umur proyek agar selesai sebelum jadwal dapat tercapai atau sebagai tindakan antisipasi, apabila terdapat aktivitas-aktivitas tertentu pada jalur kritis mengalami masalah, sehingga terjadi penundaan waktu penyelesaian di kemudian hari. Dengan kata lain penggunaan slack merupakan sumber-daya tambahan (extra resources) untuk mendukung optimalisasi kinerja pada aktivitas kritis. Mengefisiensikan waktu penyelesaian proyek merupakan kegiatan dalam perencanaan jaringan kerja (network planning) dengan mengoptimalkan kinerja, modal dan sumber daya yang dimiliki perusahaan dengan waktu yang paling cepat. Dengan kata lain tujuan mengefisiensikan waktu, berarti pencapaian
140
rentang waktu paling cepat dari tahap peluncuran proyek hingga tahap penyelesaian proyek. Pada merupakan
praktiknya sebuah
perencanaan
proses
yang
jaringan terjadi
kerja secara
(network
planning)
berkelanjutan
dan
berkesinambungan dari tahap perencanaan, penjadwalan (scheduling), hingga pengawasan proses proyek. Keberhasilan perencanaan jaringan kerja (network planning) ditentukan berdasarkan tingkat efisiensi, tingkat efektivitas dan tingkat kualitas dalam proses proyek yang mendukung produktivitas. Untuk mengefisiensikan waktu, maka penulis tertarik menggunakan metode program evaluation and review technique (PERT), karena metode tersebut menggunakan estimasi waktu fleksibel dengan nilai rata-rata waktu aktivitas (te) dari 3 (tiga) jenis estimasi, yakni estimasi waktu optimistis (to), estimasi waktu paling mungkin (tm) dan estimasi waktu pesimistis (tp). Dengan demikian dengan menggunakan metode program evaluation and review technique (PERT). Kemudian dengan metode tersebut, tingkat kesalahan estimasi waktu aktivitas akan lebih minimum, jika dibandingkan hanya menggunakan 1 (satu) jenis estimasi waktu. Dalam metode program evaluation and review technique (PERT) umumnya dalam desain jaringan kerja (network design) umumnya menggunakan pendekatan Activity on Node (AON), akan tetapi dapat pula menggunakan Activity on Arrow (AOA), seperti yang digunakan pada metode Critical Path Method (CPM). Akan tetapi Critical Path Method (CPM) hanya bisa menggunakan Activity on Arrow (AOA) saja.
141
Dengan adanya jalur kritis (critical path), maka akan terdeteksi secara visual optimalisasi waktu kritis pada keseluruhan proyek, maupun pada setiap aktivitas kritis pada jalur kritis. Sehingga fokus dan komitmen untuk menunjang jadwal terselesaikan tepat waktu dapat dikendalikan. Pemanfaatan slack merupakan salah satu opsi untuk memperpendek umur proyek, selain untuk mencegah keterlambatan penyelesaian aktivitas-aktivitas pada jalur kritis. Optimalisasi pemanfaatan slack dilakukan untuk 2 (dua) alasan, yakni mencegah keterlambatan dengan memprioritaskan aktivitas kristis dibanding aktivitas lainnya dalam proyek dan/atau memampatkan atau memperpendek umur proyek agar pencapaian tujuan efisiensi waktu penyelesaian lebih cepat dari perencanaan awal. Proses Crashing merupakan proses percepatan proyek yang dilakukan dengan cara memperpendek umur proyek dengan mengurangi slack yang ada pada jaringan hingga prncapaiaan efisiensi optimal tercapai. Pada umumnya proses crashing mengakibatkan biaya tambahan, akibat adanya percepatan yang dikenal dengan biaya percepatan. Hal ini hanya terjadi pada metode Critical Path Method (CPM). Akan tetapi pada penelitian ini proses crashing tidak dilakukan, karena biaya diasumsikan tetap. Umumnya yang terjadi apabila terjadi keterlambatan, Manajemen PT. CAMBOTA LDA., hanya melakukan penundaan dengan konsekuensi bertambahnya umur proyek. Pada penelitian ini dapat juga menentukan probabilitas percepatan atau pemendekkan umur proyek, jika asumsi umur proyek yang digunakan ukuran penyebarannya tetap (konstant) dan ukuran penyebarannya berdistribusi normal pada analisis statistik.