BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Penelitian Terdahulu Berikut dipaparkan hasil penelitian terdahulu terkait indikator dan hasil
beragam yang menjelaskan mengenai tax avoidance perusahaan. 1. Fenny (2015) Penelitian yang dilakukan oleh Fenny Winata bertujuan mengetahui pengaruh jumlah komite audit, kualitas audit, prosentase dewan komisaris independen, dan kepemilikan institusional terhadap tax avoidance pada perusahaan yang terdaftar di BEI tahun 2013. Teknik pengambilan sampel pada penelitian ini menggunakan metode purposive sampling. Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian adalah statistik deskriptif, uji asumsi klasik dan uji hipotesis. Hasil dari penelitian menyatakan bahwa jumlah komite audit dan prosentase dewan komisaris independen berpengaruh secara signifikan terhadap tax avoidance. Tax avoidance tidak dipengaruhi secara signifikan oleh kualitas audit dan kepemilikan institusional. Persamaan Penelitian : Persamaaan penelitian terdahulu dengan penelitian saat ini adalah : 1.
Menggunakan varibel independen yang sama yaitu komite audit, kualitas audit, dewan komisaris independen, dan kepemilikan institusional.
13
14
2. Menggunakan variabel dependen yang sama yaitu penghindaran pajak (tax avoidance). Perbedaan Penelitian : Perbedaan penelitian terdahulu dengan penelitian saat ini adalah : 1. Penelitian
saat
ini
menambahkan
kompensasi
eksekutif
dan
kepemilikan saham publik sebagai variabel independennya. 2. Populasi dan sampel menggunakan perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia selama periode 2013, sedangkan pada penelitian saat ini menggunakan perusahaan sektor pertambangan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia selam periode 2007-2014. 2. Silvia dan Puji (2014) Penelitian yang dilakukan oleh Silvia Ratih Puspita dan Puji Harto bertujuan untuk mengetahui pengaruh tata kelola perrusahaan yang diproksikan dengan latar belakang keahlian akuntansi atau keuangan komite audit, peran komite audit, proporsi komisaris independen, kompensasi eksekutif, kepemilikan saham oleh publik, kepemilikan saham terbesar perusahaan, ukuran perusahaan dan kinerja perusahaan terhadap penghindaran pajak pada perusahaan non-keuangan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) periode 2010-2012. Teknik pengambilan sampel pada penelitian ini menggunakan metode purposive sampling. Hasil penelitian menemukan bahwa latar belakang keahlian akuntansi atau keuangan komite audit, peran komite audit, proporsi komisaris independen, kompensasi eksekutif, kepemilikan saham oleh publik,
15
kepemilikan saham terbesar perusahaan, dan ukuran perusahaan tidak memiliki pengaruh signifikan terhadap perilaku penghindaran pajak perusahaan. Sedangkan kinerja perusahaan memiliki pengaruh positif yang signifikan terhadap perilaku penghindaran pajak perusahaan. Persamaan Penelitian : Persamaaan penelitian terdahulu dengan penelitian saat ini adalah : 1. Menggunakan varibel independen yang sama yaitu komite audit, dewan komisaris independen, kompensasi eksekutif, kepemilikan institusional, dan kepemilikan saham publik. 2. Menggunakan variabel dependen yang sama yaitu penghindaran pajak (tax avoidance). Perbedaan Penelitian : Perbedaan penelitian terdahulu dengan penelitian saat ini adalah : 1. Pada penelitian terdahulu menggunakan ukuran perusahaan dan kinerja perusahaan sebagai variabel kontrol, sedangkan pada penelitian saat ini tidak menggunakan variabel kontrol. 2. Penelitian saat ini menambahkan kulitas audit sebagai variabel independennya. 3. Populasi dan sampel menggunakan perusahaan non-keuangan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia selama periode 2010-2014, sedangkan pada penelitian saat ini menggunakan perusahaan sektor pertambangan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia selam periode 2007-2014.
16
3. I Gusti dan Ketut (2014) Penelitian yang dilakukan oleh I Gusti Ayu Cahya Maharani dan Ketut Alit Suardana ini bertujuan mengetahui pengaruh corporate governance, profitabilitas dan karakteristik eksekutif pada tax avoidance perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI periode 2008-2012. Teknik pengambilan sampel pada penelitian ini menggunakan metode purposive sampling. Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian adalah statistik deskriptif dan uji asumsi klasik. Hasil dari penelitian menyatakan bahwa variabel yang berpengaruh negatif adalah proporsi dewan komisaris, kualitas audit, komite audit, dan ROA, sedangkan risiko perusahaan berpengaruh positif. Variabel kepemilikan institusional tidak berpengaruh terhadap tax avoidance. Persamaan Penelitian : Persamaaan penelitian terdahulu dengan penelitian saat ini adalah : 1. Menggunakan varibel independen yang sama yaitu komite audit, dewan komisaris independen, kualitas audit, dan kepemilikan institusional. 2. Menggunakan variabel dependen yang sama yaitu penghindaran pajak (tax avoidance). Perbedaan Penelitian : Perbedaan penelitian terdahulu dengan penelitian saat ini adalah : 1. Pada penelitian terdahulu menggunakan ROA dan risiko perusahaan sebagai variabel independen, sedangkan pada penelitian saat ini
17
menggunakan kompensasi eksekutif, dan kepemilikan saham publik sebagai variabel independennya. 2. Populasi dan sampel menggunakan perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia selama periode 2008-2012, sedangkan pada penelitian saat ini menggunakan perusahaan sektor pertambangan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia selam periode 2007-2014. 4. Calvin dan I Made (2014) Penelitian yang dilakukan oleh Calvin Swingly dan I Made ini bertujuan mengetahui pengaruh karakter eksekutif, ukuran perusahaan, leverage, komite audit, dan sales growth pada tax avoidance perusahaan manufaktur periode yang terdaftar di BEI 2011-2013. Teknik pengambilan sampel pada penelitian ini menggunakan metode purposive sampling. Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian adalah statistik deskriptif dan uji asumsi klasik. Hasil dari penelitian menyatakan bahwa karakter eksekutif dan ukuran perusahaan berpengaruh positif, sedangkan yang berpengaruh negatif adalah leverage. Variabel komite audit dan sales growth tidak berpengaruh terhadap tax avoidance. Persamaan Penelitian : Persamaaan penelitian terdahulu dengan penelitian saat ini adalah : 1. Menggunakan varibel independen yang sama yaitu komite audit, dan kompensasi eksekutif. 2. Menggunakan variabel dependen yang sama yaitu penghindaran pajak (tax avoidance).
18
Perbedaan Penelitian : Perbedaan penelitian terdahulu dengan penelitian saat ini adalah : 1. Pada penelitian terdahulu menggunakan ukuran perusahaan, leverage, dan sales growth sebagai variabel independen, sedangkan pada penelitian saat ini menggunakan kualitas audit, dewan komisaris independen, kepemilikan institusional dan kepemilikan saham publik. sebagai variabel independennya. 2. Populasi dan sampel menggunakan perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia selama periode 2011-2013, sedangkan pada penelitian saat ini menggunakan perusahaan sektor pertambangan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia selam periode 2007-2014. 5. Nuralifmida dan Lulus (2012) Penelitian yang dilakukan oleh Nuralifmida Ayu Annisa dan Lulus Kurniasih bertujuan mengetahui pengaruh komite audit, kualitas audit, dewan komisaris independen, dan kepemilikan institusional terhadap tax avoidance pada perusahaan yang terdaftar di BEI tahun 2008. Teknik pengambilan
sampel
pada
penelitian
ini
menggunakan
metode
disproportionate stratified random sampling. Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian adalah statistik deskriptif dan uji asumsi klasik. Hasil dari penelitian menyatakan bahwa komite audit dan kualitas audit berpengaruh secara signifikan terhadap tax avoidance. Sedangkan dewan komisaris independen dan kepemilikan institusional tidak dipengaruhi secara signifikan terhadap tax avoidance.
19
Persamaan Penelitian : Persamaaan penelitian terdahulu dengan penelitian saat ini adalah : 1. Menggunakan varibel independen yang sama yaitu komite audit, kualitas audit, dewan komisaris independen, dan kepemilikan institusional. 2. Menggunakan variabel dependen yang sama yaitu penghindaran pajak (tax avoidance). Perbedaan Penelitian : Perbedaan penelitian terdahulu dengan penelitian saat ini adalah : 1. Penelitian
saat
ini
menambahkan
kompensasi
eksekutif
dan
kepemilikan saham publik sebagai variabel independennya. 2. Populasi dan sampel menggunakan perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia selama periode 2008, sedangkan pada penelitian saat ini menggunakan perusahaan sektor pertambangan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia selam periode 2007-2014. 2.2
Landasan Teori
2.2.1 Teori Keagenan Pemikiran corporate governance bertumpu pada teori keagenan, yaitu pengelolaan perusahaan harus diawasi dan dikendalikan untuk memastikan bahwa pengelolaan dilakukan dengan penuh kepatuhan kepada berbagai peraturan dan ketentuan yang berlaku (Wolfensohn, 1999).
20
Dalam teori keagenan Jensen dan Meckling (1976), hubungan agensi (agency relationship) terjadi ketika pemilik perusahaan memperkerjakan atau mengontrak agen (agent) yaitu manajer untuk memberikan jasanya dan mendelegasikan wewenang pengambilan keputusan kepadanya. Pendelegasian wewenang tersebut ternyata menimbulkan konflik antara pemilik perusahaan dengan manajer yang menjalankan perusahan. Konflik yang terjadi didasari oleh kepentingan dari masing-masing pihak dimana pemegang saham berfokus pada peningkatan nilai sahamnya sedangkan manajer fokus pada pemenuhan kepentingan pribadinya yang berhubungan dengan perusahaan. Berdasarkan agency theory, pemegang saham mengharapkan manajer untuk melakukan penghindaran pajak se-optimal mungkin (Desai dan Dharmapala,
2006).
Dengan
penghindaran
pajak,
pemegang
saham
mengharapkan perusahaan menghasilkan laba kotor yang tinggi dengan beban pajak yang rendah sehingga laba bersih perusahaan tetap tinggi. 2.2.2 Tax Avoidance Penghindaran pajak (tax avoidance) adalah suatu usaha meringankan beban pajak dengan tidak melanggar undang – undang yang ada (Mardiasmo, 2011:9). Tax avoidance berasal dari negara Inggris dalam kasus The Duke of Westminster Case (IRC v Duke of Westminster,1936). Hal tersebut didukung oleh Kasipillai (2012:28), kasus The Duke of Westminster Case berawal dari kesepakatan antara The Duke of Westminster dengan tukang kebunnya untuk merubah pembayaran gaji tukang kebunnya menjadi pembayaran anuitas. Perubahan tersebut sebagai balasan atas jasa-jasa yang telah dilakukan tukang kebunnya di masa lalu.
21
Menurut peraturan perpajakan di Inggris pada saat itu, pembayaran anuitas tersebut dapat dikurangkan dari penghasilan kena pajaknya Duke of Westminster, sedangkan pembayaran gaji merupakan biaya yang tidak dapat dikurangkan. Komisaris pajak melakukan koreksi atas pembayaran tersebut, dengan menyatakan bahwa pembayaran anuitas tersebut secara substansi merupakan pembayaran gaji, sehingga tidak dapat dikurangkan sebagai biaya. Kasus tersebut berakhir di pengadilan, di mana hakim menolak koreksi yang dilakukan oleh komisaris pajak tersebut dengan mengatakan: Every man is entitled, if he can, to order his affairs so that the tax attaching under the appropriate Acts is less than it otherwise would be. If he succeeds in ordering them so as to secure this result, then, however unappreciative the Commissioners of Inland Revenue or his fellow taxpayers may be of his ingenuity, he cannot be compelled to pay an increased tax. (IRC v Duke of Westminster, 1936). Penghindaran pajak dapat dilakukan dengan berbagai cara (Merks, 2007) sebagai berikut: a) Memindahkan subjek pajak dan/atau objek pajak ke negara-negara yang memberikan perlakuan pajak khusus atau keringanan pajak (tax haven country) atas suatu jenis penghasilan (substantive tax planning). b) Usaha penghindaran pajak dengan mempertahankan substansi ekonomi dari transaksi melalui pemilihan formal yang memberikan beban pajak yang paling rendah (formal tax planning). c) Ketentuan Anti Avoidance atas transaksi transfer pricing, thin capitalization, treaty shopping, dan controlled foreign corporation (Specific Anti Avoidance Rule), serta transaksi yang tidak mempunyai substansi bisnis (General Anti Avoidance Rule).
22
Dalam beberapa penelitian tax avoidance dapat dihitung melalui tiga cara, yaitu Effective Tax Rate (ETR), Book-Tax Difference (BTG), dan Cash Effective Tax Rate (CETR). ETR digunakan karena dianggap dapat merefleksikan perbedaan tetap antara perhitungan laba buku dengan laba fiskal (Frank et al. 2009). ETR dihitung dengan rumus:
Book-tax difference (BTG) merupakan selisih antara laba sebelum pajak (laba akutansi) dengan penghasilan kena pajak (laba fiskal) (Bovi.2005). BTG dihitung dengan rumus:
Sedangkan, CETR (Cash Effective Tax Rate) perusahaan yaitu kas yang dikeluarkan untuk biaya pajak dibagi dengan laba sebelum pajak (Dyreng at al., 2010). CETR digunakan karena diharapkan dapat mengidentifikasi keagresifan perencanaan pajak suatu perusahaan (Chen et al. 2010). Penelitian ini menggunakan CETR (Cash Effective Tax Rate) untuk mengetahui apakah perusahaan melakukan tindakan penghindaran pajak (tax avoidance ) atau tidak.
23
2.2.3 Corporate Governance IICG (The Indonesian Institute for Corporate Governance) mendefinisikan Good Corporate Governance sebagai struktur, sistem, dan proses yang digunakan oleh organisasi perusahaan sebagai upaya untuk memberikan nilai tambah perusahaan secara berkesinambungan dalam jangka panjang, dengan tetap memperhatikan kepentingan stakeholder lainnya, berlandaskan peraturan perundangan dan norma yang berlaku. Menurut Surat Keputusan Menteri BUMN Nomor. KEP01/MBU/2011 Tentang Penerapan Tata Kelola Perusahaan Yang Baik (Good Corporate Governance) yaitu Tata Kelola Perusahaan yang Baik (Good Corporate Governance) adalah prinsip-prinsip yang mendasari suatu proses dan mekanisme pengelolaan perusahaan berlandaskan peraturan perundang-undangan dan etika berusaha. Sedangkan menurut Indra Surya (2006:25), good corporate governance terkait dengan pengambilan keputusan yang efektif. Dibangun melalui kultur organisasi, nilai-nilai, dan sistem. Berbagai proses, kebijakankebijakan dan struktur organisasi, yang bertujuan untuk mencapai bisnis yang menguntungkan,
efisiensi
dan
efektif
dalam
mengelola
resiko
dan
bertanggungjawab dengan memperhatikan kepentingan stakeholder. Berdasarkan definisi-definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa corporate governance adalah sebuah peraturan yang mengelola, mengawasi, dan mengatur hubungan diantara berbagai pihak dalam perusahaan terutama pada pihak yang berkepentingan guna tercapainya tujuan organisasi dengan tetap memperhatikan peraturan yang berlaku. Perusahaan perlu membuat prinsip-prinsip yang harus dipatuh dalam mengelola, mengawasi, dan mengatur hubungan dengan pihak
24
yang berkepentingan agar tercapai tata kelola perusahaan yang baik. Berdasarkan Keputusan Menteri nomor : KEP-117/M-MBU/2002. Prinsip-prinsip Good Corporate Governance yaitu: transparency, accountability, responsibility independency, dan fairness. Prinsip-prinsip tersebut dijabarkan sebagai berikut: 1. Keterbukaan Informasi (Transparency) Transparency bisa diartikan sebagai keterbukaan informasi, baik dalam pengambilan keputusan maupun dalam mengungkapkan informasi material dan relevan mengenai perusahaan. Perusahaan harus dapat menyediakan informasi yang lengkap, akurat dan tepat waktu kepada pihak-pihak yang berkepentingan sehingga mereka dapat mengetahui resiko yang mungkin terjadi dan keuntungan yang dapat diperoleh perusahaan sekaligus ikut serta dalam proses pengawasan perusahaan. 2. Akuntabilitas (Accountability) Akuntabilitas adalah kejelasan fungsi, struktur, sistem, dan pertanggung jawaban perusahaan sehingga pengelolaan perusahaan terlaksana secara efektif. Satu bentuk implementasi prinsip akuntabilitas adalah: a.
Praktek audit internal yang efektif
b.
Kejelasan fungsi, hak, kewajiban, wewenang, dan tanggung jawab dalam
anggaran
dasar
perusahaan di masa depan.
perusahaan
dan
target
pencapaian
25
3. Pertanggungjawaban (Responsibilities) Pertanggungjawaban adalah kesesuaian dan kepatuhan di dalam pengelolaan perusahaan terhadap peraturan perundangan yang berlaku. Salah satu perauran tersebut adalah pajak. Penerapan prinsip ini diharapkan membuat perusahaan menyadari bahwa dalam kegiatan operasional seringkali menghasilkan dampak yang harus ditanggung oleh masyarakat. 4. Kemandirian (Independency) Independensi adalah suatu keadaan ketika perusahaan dikelola secara profesional tanpa pengaruh atau tekanan dari pihak manapun yang tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. 5. Kesetaraan dan Kewajaran (Fairness) Kesetaraan dan kewajaran dapat didefinisikan sebagai perlakuan yang adil dan setara dalam memenuhi hak-hak stakeholders berdasarkan perjanjian serta peraturan perundangan yang berlaku. Fairness memerlukan syarat agar bisa diberlakukan secara efektif, yaitu adanya peraturan perundang-undangan yang jelas, tegas dan konsisten dan dapat ditegakkan secara efektif. 2.2.4 Komite Audit Berdasarkan Keputusan Ketua Bapepam Nomor KEP-29/PM/2004 tanggal 24 September 2004 perihal keanggotaan komite audit, disebutkan bahwa jumlah anggota komite audit sekurang-kurangnya 3 (tiga) orang, termasuk ketua komite audit. Jumlah anggota komite audit harus disesuaikan dengan
26
kompleksitas perusahaan dengan tetap memperhatikan efektifitas dalam pengambilan keputusan. Komite audit diketuai oleh komisaris independen dan anggotanya dapat terdiri dari komisaris dan atau pelaku profesi. Salah seorang anggota memiliki latar belakang keahlian akuntasi dan atau keuangan. Anggota komite audit harus berasal dari pihak eksternal yang independen. Pihak eksternal yang dimaksudkan yaitu pihak di luar perusahaan yang bukan merupakan komisaris, direksi dan karyawan. Independen berarti tidak memiliki hubungan afiliasi dengan perusahaan, komisaris, direksi dan pemegang saham utama. Tugas komite audit yaitu memastikan bahwa laporan keuangan disajikan secara wajar sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum (PABU), struktur pengendalian internal perusahaan dilaksanakan dengan baik, audit internal maupun eksternal dilaksanakan sesuai dengan standar audit yang berlaku, dan tindak lanjut temuan audit yang dilaksanakan oleh manajemen. Dengan pengawasan komite audit dapat membuat perusahaan patuh pada undang-undang dan peraturan yang berlaku serta dapat mempertahankan kontrol yang efektif terhadap benturan kepentingan dan manipulasi terhadap perusahaan. 2.2.5 Kualitas Audit Laporan keuangan menggunakan persepsi bahwa kualitas audit menggambarkan tingkat independensi dan keahlian yang dimiliki seorang auditor. Kompetensi ini berkaitan dengan pendidikan formal, pengalaman, dan pelatihan yang pernah ditempuh oleh seorang auditor. Oleh sebab itu, auditor harus bertindak profesional di bidang akuntansi dan audit. Sedangkan, independensi merupakan komponen etika yang harus dipelihara oleh seorang auditor. Independensi berarti auditor
27
bekerja bebas dan tidak berada di bawah pengaruh suatu pihak, karena kewajiban utama seorang auditor yaitu melayani masyarakat. 2.2.6 Dewan Komisaris Independen Berdasarkan Undang-Undang No 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, organ perusahaan terdiri dari Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS), dewan komisaris dan direksi. Kepengurusan perseroan menganut sistem dua badan (two boards system), yaitu dewan komisaris dan direksi, yang memiliki wewenang dan tanggung jawab yang jelas sesuai fungsinya masing-masing sebagaimana diamanatkan dalam Anggaran Dasar dan Peraturan Perundang-Undangan. Undang-Undang No 40 Tahun 2007 juga menjelaskan bahwa pada Perseroan Terbatas tugas dewan komisaris adalah melakukan pengawasan atas kebijakan dan jalannya pengurusan, dan memberikan nasihat kepada direktur untuk kepentingan perusahaan dan sesuai dengan maksud dan tujuan perusahaan. Untuk melaksanakan tugas dan kewenangannya dewan komisaris harus mengikuti prosedur yang telah ditetapkan dan mempertahankan independensinya. Status independen dari seorang dewan komisaris terfokus kepada tanggung jawab untuk melindungi pemegang saham, khususnya pemegang saham independen dari praktik curang atau melakukan tindak kejahatan pasar modal (Rifa’i, 2009). Komisaris independen didefinisikan sebagai seorang yang tidak terafiliasi dalam segala hal baik secara langsung maupun tidak langsung yang berkaitan dengan perusahaan, komisaris, direksi dan pemegang saham utama. Pengertian terafiliasi sendiri adalah pihak yang mempunyai hubungan bisnis dan kekeluargaan dengan pemegang saham pengendali, anggota direksi dan dewan
28
komisaris lain, serta dengan perusahaan itu sendiri (KNKG, 2006). Menurut Surat Edaran Bapepam Nomor SE.03/PM/2000 dan Peraturan Pencatatan Efek Nomor 339/BEJ/07-2001 tanggal 21 Juli 2001, perusahaan publik yang tercatat di bursa wajib memiliki jumlah anggota dewan komisaris yang memenuhi kualifikasi sekurang-kurangnya 30% dari seluruh jumlah anggota komisaris perusahaan. 2.2.7 Kompensasi Eksekutif Eksekutif secara individu telah terbukti menentukan tingkat pengambilan keputusan penghindaran pajak perusahaan (Dyreng et al., 2008), sehingga pemegang saham berupaya memberi insentif kepada eksekutif agar bertindak untuk memaksimalkan nilai pemegang saham. Kompensasi akan mengurangi biaya agensi yang dikeluarkan perusahaan, karena hubungan yang kuat antara pembayaran dan kinerja (pay and performance) dapat mengurangi biaya yang berhubungan dengan pengawasan pemegang saham (Cheffins dalam Solomon, 2007) dan mempengaruhi eksekutif agar bertindak sesuai kepentingan pemegang saham . Indonesia tidak memiliki standar kompensasi eksekutif yang baku karena cara penghitungannya
bergantung pada kebijakan perusahaan.
Hal
ini
menyebabkan kompensasi eksekutif antar perusahaan satu dengan perusahaan lain berbeda. Kompensasi bagi perusahaan di Indonesia rata-rata mencakup gaji, tunjangan, dan bonus. Gaji dan tunjangan bersifat tetap yang besarnya ditentukan oleh ketetapan perusahaan. Perusahaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN), diatur dalam Peraturan Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara Tahun 2009 tentang “Pedoman
29
Penetapan Penghasilan Direksi, Dewan Komisaris, dan Dewan Pengawas Badan Usaha Milik Negara”, menyebutkan bahwa Persero dapat membagikan tantiem kepada Direksi dan Dewan Komisaris, dalam hal Persero mengalami peningkatan kinerja meskipun masih mengalami kerugian dalam tahun buku yang bersangkutan atau akumulasi kerugian dari tahun buku sebelumnya. 2.2.8 Kepemilikan Institusional Kepemilikan institusional merupakan proporsi kepemilikan saham oleh institusi pendiri perusahaan, bukan institusi pemegang 5 saham publik yang diukur dengan presentase jumlah saham yang dimiliki oleh investor institusi intern (Sujoko, 2007). Sebagai tanggung jawab perusahaan kepada pemegang saham, pemilik institusional
berkewajiban
dalam
memastikan
bahwa
pihak
manajemen
perusahaan membuat keputusan yang akan memaksimalkan kesejahteraan pemegang saham. Agresifitas pajak mengarah pada penghematan pajak, itu juga menyebabkan sebuah perusahaan potensial dikenakan sanksi oleh IRS terkait biaya pelaksanaan dan biaya agensi (Chen, 2008). Fokus pada pengungkapan suka rela menemukan bahwa perusahaan dengan kepemilikan institusional yang lebih besar lebih memungkinkan untuk mengeluarkan, meramalkan dan memperkirakan sesuatu lebih spesifik, akurat dan optimis (Khurana, 2009). 2.2.9 Kepemilikan Saham Publik Kepemilikan saham publik menunjukkan kekuatan pengaruh masyarakat terhadap perusahaan. Kepemilikan saham publik merupakan saham yang dimiliki
30
masyarakat (tidak terafiliasi dengan perusahaan) dan masing-masing tidak lebih dari 5% kepemilikan. 2.2.10 Hubungan Corporate Governance terhadap Tax Avoidance 1. Pengaruh Komite Audit terhadap Tax Avoidance Komite audit digunakan karena bertugas membantu dewan komisaris untuk memastikan bahwa laporan keuangan disajikan secara wajar sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum (KNKG, 2006). Komite audit bertugas melakukan kontrol dan pengawasan terhadap proses penyusunan laporan keuangan perusahaan sehingga meminimalisir terjadinya kecurangan yang terjadi dalam suatu perusahaan seperti tindakan penghindaran pajak. Fenny (2015), Nuralifmida (2012), dan Pohan (2008) meneliti tentang pengaruh komite audit terhadap tax avoidance dan menyimpulkan bahwa komite audit berpengaruh positif terhadap tax avoidance. Sementara penelitian Calvin dan I Made (2014) menyimpulkan bahwa keberadaan komite audit tidak berpengaruh terhadap tax avoidance. 2. Pengaruh Kualitas Audit terhadap Tax Avoidance Salah
satu
prinsip
corporate
governance
adalah
transparasi.
Transparasi berarti keterbukaan informasi kepada para pemegang saham. Dalam pengambilan keputusan untuk berinvestasi, hal yang menjadi pertimbangan adalah informasi yang diberikan dari laporan keuangan yang telah diaudit. Semakin baik kualitas auditnya semakin baik pula informasi yang diberikan. Nuralifmida (2011) menyatakan bahwa laporan keuangan
31
yang diaudit oleh auditot KAP The Big Four menurut beberapa referensi dipercaya lebih berkualitas sehingga lebih menampilkan nilai perusahaan yang sebenarnya, oleh karena itu diduga perusahaan yang diaudit oleh KAP The Big Four memiliki tingkat kecurangan yang lebih rendah dibanding dengan perusahaan yang diaudit oleh KAP non The Big Four. KAP The Big Four terdiri dari : 1. Ernst & Young 2. Deloitte Touche Tohmatsu 3. Price Waterhouse Coopers 4. KPMG Adapun Kantor Akuntan Publik di Indonesia yang berafiliasi dengan KAP The Big Four adalah : 1. KAP Purwantono, Sarwoko, Sandjaja - affiliate of Ernst & Young 2. KAP Osman Bing Satrio - affiliate of Deloitte 3. KAP Sidharta, Sidharta, Widjaja - affiliate of KPMG 4. KAP Haryanto Sahari - affilitae of PwC Terdapat beberapa penelitian mengenai pengaruh kualitas audit terhadap tax avoidance. Nuralifmida (2011) yang meneliti langsung hubungan antara kualitas audit dengan tax avoidance menemukan hasil yang signifikan dari kedua variabel tersebut. Sedangkan, I Gusti dan Ketut (2014) dan Fenny (2015) menyatakan bahwa kualitas audit berpengaruh negatif terhadap tax avoidance.
32
3. Pengaruh Dewan Komisaris Independen terhadap Tax Avoidance Penelitian yang dilakukan Nuraflimida (2012) mengemukan bahwa pengaruh presentasi dewan komisaris independen di dalam suatu perusahaan adalah salah satu dari bentuk mekanisme peningkatan corporate governance. Apabila presentase dewan komisaris independen diatas 30% maka ini adalah salah satu indikator bahwa pelaksanaan corporate governance telah berjalan dengan baik sehingga mampu mengontrol dan mengendalikan keinginan pihak manajemen perusahaan untuk melakukan penghematan pajak, menurunkan biaya agensi sehingga membuat praktik tax avoidance menurun. Senada dengan Nuraflimida (2012), Mayangsari (2003) menyebutkan bahwa keberadaan komite audit dan komisaris independen pada suatu perusahaan diharapkan dapat meningkatkan integritas laporan keuangan. Dengan meningkatnya integritas laporan keuangan akan berdampak pada meningkatnya laba yang diharapkan perusahaan. Hal tersebut membuat dewan komisaris berusaha meminimalisir biaya-biaya yang ada terutama pajak. 4. Pengaruh Kompensasi Eksekutif terhadap Tax Avoidance Kompensasi yang diberikan perusahaan rata-rata mencakup gaji, tunjangan, dan bonus. Gaji dan tunjangan bersifat tetap yang besarnya ditentukan oleh ketetapan perusahaan. Sedangkan, bonus diberikan apabila kinerjanya bagus dan perusahaan memiliki laba bersih yang besar. Untuk mendapat laba bersih yang besar, manajer cenderung untuk melakukan penghindaran pajak .
33
Gaertner (2011) menemukan bahwa terdapat hubungan positif antara laba setelah pajak dan total kompensasi CEO, yang mengindikasikan bahwa CEO yang diberi kompensasi dengan dasar setelah pajak meminta adanya tambahan untuk menanggung risiko tambahan. Selain itu, CEO yang diberi kompensasi dengan dasar insentif setelah pajak memiliki hubungan positif dengan penghindaran pajak. 5. Pengaruh Kepemilikan Institusional terhadap Tax Avoidance Haruna dan Moser (2009) menyatakan bahwa stuktur corporate governance yang dilihat struktur kepemilikannya memberikan dampak pada perusahaan dalam mengelola urusan pajak mereka. Hal tersebut senada dengan Nurindah (2013) yang mengemukakan bahwa perusahaan yang memiliki kepemilikan institutional yang tinggi akan semakin agresif dalam meminimalisir pelaporan perpajakannya. 6. Pengaruh Kepemilikan Saham Publik terhadap Tax Avoidance Pemegang saham minoritas, atau sering disebut sebagai Pemegang saham publik sering disebut juga pemegang saham minoritas karena kepemilikan saham masing-masing tidak lebih dari 5% kepemilikan. Struktur kepemilikan saham publik menggambarkan kekuatan pengaruh masyarakat terhadap perusahaan. Silvia dan Puji (2014) mengemukakan bahwa semakin besar proporsi kepemilikan oleh publik, dikatakan bahwa konsentrasi kepemilikan perusahaan tersebut lemah, dan tata kelola kurang baik. Selain itu, kepemilikan oleh publik juga memiliki karakteristik seperti masyarakat
34
pada umumnya, yang mengharapkan perusahaan memberikan kontribusi untuk pembangunan dalam bentuk pembayaran pajak. Maka dengan semakin besar kepemilikan saham publik dalam perusahaan, penghindaran pajak perusahaan akan semakin rendah. 2.3
Kerangka Pemikiran Berikut adalah kerangka pemikiran dalam penilitian ini :
Gambar 2.3 KERANGKA PEMIKIRAN
2.4
Hipotesis Penelitian H1 : Komite audit berpengaruh terhadap tax avoidance. H2 : Kualitas audit berpengaruh terhadap tax avoidance. H3 : Dewan komisaris independen berpengaruh terhadap tax avoidance. H4 : Kompensasi eksekutif berpengaruh terhadap tax avoidance. H5 :
Kepemilikan institusional berpengaruh terhadap tax avoidance.
H6 : Kepemilikan saham publik berpengaruh terhadap tax avoidance.