BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kosmetik 1.
Pengertian Kosmetik Menurut Wall dan Jellinenk, 1970, kosmetik dikenal manusia sejak berabad – abad yang lalu. Pada abad ke – 19, pemakaian kosmetik mulai mendapat perhatian, yaitu selain untuk kecantikan juga untuk kesehatan. Perkembangan ilmu kosmetik serta industrinya baru dimulai secara besar – besaran pada abad ke – 20 (Tranggono, 2007). Kosmetik berasal dari kata “kosmetikos” (Yunani) yang berarti ketrampilan menghias, mengatur. Definisi kosmetik dalam Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 445/MenKes/Permenkes/1998 adalah sediaan atau paduan bahan yang siap untuk digunakan pada bagian luar badan (epidermidis, rambut, kuku, bibir, dan organ kelamin bagian luar), gigi, dan rongga mulut untuk membersihkan, menambah daya tarik, mengubah penampakan, melindungi supaya tetap dalam keadaan baik, memperbaiki bau badan tetapi tidak dimaksudkan untuk mengobati atau menyembuhkan suatu penyakit.
2.
Penggolongan kosmetik
a.
Penggolongan kosmetik dibagi menjadi 13 kelompok, yaitu : 1)
Preparat untuk bayi, misalnya minyak bayi, bedak bayi.
2)
Preparat untuk mandi, misalnya sabun mandi, bath capsule.
3)
Preparat untuk mata, misalnya mascara, eye shadow.
4)
Preparat untuk wangi – wangian, misalnya parfum, toilet water.
5
5)
Preparat untuk rambut, misalnya cat rambut, hair spray.
6)
Preparat pewarna rambut, misalnya cat rambut.
7)
Preparat make – up (kecuali mata), misalnya bedak, lipstick.
8)
Preparat untuk kebersihan mulut, misalnya pasta gigi, mouth washes.
9)
Preparat untuk kebersihan badan, misalnya deodorant.
10) Preparat kuku, misalnya cat kuku, losion kuku. 11) Preparat perawatan kulit, misalnya pembersih, pelembab pelindung. 12) Preparat cukur, misalnya sabun cukur. 13) Preparat untuk suntan dan sunscreen, misalnya sunscreen foundation. b.
Penggolongan kosmetik menurut sifat dan cara pembuatan sebagai berikut: 1) Kosmetik modern, diramu dari bahan – bahan kimia dan diolah secara modern (termasuk antaranya adalah kosmedics) 2) Kosmetik tradisional a) Betul – betul tradisional, misalnya mangir, lulur, yang dibuat dari bahan alam dan diolah menurut resep dan cara yang turun – temurun. b) Semi tradisional, diolah secara modern dan diberi bahan pengawet agar tahan lama. c) Hanya namanya yang tradisional, tanpa komponen yang benar – benar tradisional dan diberi zat warna yang menyerupai bahan tradisional
6
c.
Penggolongan kosmetik menurut kegunaan bagi kulit sebagai berikut:
1)
Kosmetik perawatan kulit (skin – care cosmetic) Jenis ini perlu untuk merawat kebersihan dan kesehatan kulit, di antaranya : a) Kosmetik untuk membersihkan kulit (cleanser): sabun, cleansing cream, cleansing milk, dan penyegar kulit (freshener). b) Kosmetik untuk melembabkan kulit (moisturizer), misalnya moisturizing cream, night cream c) Kosmetik pelindung kulit, misalnya sunscreen cream dan sunscreen foundation, sunblock cream dan lotion. d) Kosmetik untuk menipiskan atau mengamplas kulit (peeling), misalnya scrub cream yang berisi butiran – butiran halus yang berfungsi sebagai pengampelas (abrasiver).
2)
Kosmetik riasan (dekoratif atau make – up) Jenis ini diperlukan untuk merias dan menutup cacat pada kulit sehingga menghasilkan penampilan yang lebih menarik serta menimbulkan efek psikologis yang baik, seperti percaya diri (self confidence) misalnya bedak, lipstik, pemerah pipi, eye shadow, dan lain-lain.
3.
Persyaratan Kosmetik Kosmetik yang diproduksi dan diedarkan harus memenuhi persyaratan sebagai berikut : a)
Menggunakan bahan yang memenuhi standart dan persyaratan mutu serta persyaratan lain yang ditetapkan.
7
b)
Diproduksi dengan menggunakan cara pembuatan kosmetik yang baik.
c)
Terdaftar pada dan mendapat izin edar dari Badan Pengawas Obat dan Makanan RI (BPOM RI).
B. Pemerah pipi 1.
Pengertian Pemerah pipi Pemerah pipi adalah sediaan kosmetik yang digunakan untuk mewarnai pipi dengan sentuhan artistik sehingga dapat meningkatkan estetika dalam tatarias wajah (Depkes RI, 1985). Pemerah pipi dibuat dalam berbagai corak warna yang bervariasi mulai dari warna merah jambu hingga merah tua. Pemerah pipi konvensional lazim mengandung zat pewarna, pemerah pipi yang mengandung zat warna dengan kadar rendah digunakan sebagai pelembut warna atau pencampur untuk memperoleh efek yang menyolok. Pemerah pipi dapat digunakan langsung dengan melekatkan pada kulit pipi, tetapi dalam banyak hal lebih baik digunakan setelah sediaan alas rias, baik sebelum maupun sesudah menggunakan bedak (Depkes RI, 1985).
2.
Fungsi Pemerah Pipi Fungsi dari pemerah pipi ini yaitu untuk memberikan rona segar pada pipi dan untuk memperjelas keindahan struktur wajah yang terfokus pada tonjolan tulang pipi. Pemerah pipi juga berperan untuk menyatukan nuansa warna rias wajah secara keseluruhan. Karena itulah pemerah pipi seringkali dibaurkan secara tipis pada seluruh wajah sebagai sentuhan terakhir (finishing).
8
3.
Komposisi Pemerah Pipi
a.
Basis Basis yang digunakan pada pembuatan pemerah pipi dalam bentuk kompak atau padat sama dengan basis yang digunakan pada pembuatan bedak kompak. Basis tersebut bertujuan untuk memberikan struktur yang baik dan memberikan rasa licin, misalnya : Talc
b.
Zat Pewarna Beberapa pewarna yang masih dapat digunakan adalah Solvent Red3 dengan warna Merah, D&C Red No. 31 dengan warna merah.
c.
Pengikat (Binder) Zat Pengikat yang digunakan yaitu zat kering atau powder, minyak, silicon. Akan tetapi pengikat minyak dapat digunakan pada beberapa formulasi pemerah pipi padat atau kompak contohnya minyak mineral.
d.
Pengawet Pengawet diperlukan dalam sediaan pemerah pipi untuk mencegah kontaminasi produk oleh mikroba selama produksi, distribusi, maupun setelah sampai dan digunakan oleh konsumen.
e.
Lemak Lemak yang biasa digunakan yaitu lemak Lanolin. Lanolin adalah zat berupa lemak yang dimurnikan dari bulu domba yang dibersihkan dan dihilangkan warna dan baunya.
9
f.
Fragrance Parfum merupakan komponen yang penting dalam pemerah pipi agar dapat menutupi bau yang tidak sedap dari bahan serta menciptakan suatu ketertarikan tersendiri bagi konsumen.
4.
Efek negatif Pemerah Pipi Pemerah pipi mempunyai pengaruh negatif pada kulit muka terutama pipi, yakni diawali dengan gatal – gatal lalu memerah dan bahkan kulit mengelupas. Tentu saja hal ini tidak diinginkan, karena muka tidak dapat disembunyikan, sebagaimana bagian yang lain (Rostamailis, 2005).
C. Zat Warna Rhodamine B 1.
Sifat Fisika – kimia Rhodamine B berbentuk kristal ungu kemerahan, dengan rumus empiris C28H31ClN2O3, bobot molekul 479,00, terdiri atas 70,20 % karbon, 6,52 % nitrogen, 7,40 % klor, 5,85 % hidrogen, 10,02 % oksigen, biasanya digunakan untuk pewarna kertas, wool dan sutra (Lestari, 2004). Rhodamine B sangat larut dalam air dengan menghasilkan larutan warna merah dan berflouresensi kuat jika diencerkan. Sangat mudah larut dalam alkohol, sukar larut dalam asam encer dan dalam larutan alkali (Budavari, 1996). Rumus Kimia Rhodamin B : C28H31ClN2O3 dengan nama lazim tetraethylrhodamine, Rhodamine B clorida
10
(Budavari, 1996). Gambar 1 Struktur Kimia Rhodamin B 2.
Efek samping dari penggunaan zat warna Rhodamin B
a.
Efek toksik kronik Keracunan kronik terjadi bila penggunaan zat pewarna Rhodamin B pada dosis kecil yang terus – menerus sehingga tertimbun dalam tubuh. Rhodamin B tidak dapat dimetabolisme oleh hati sehingga penumpukan Rhodamin B dalam hati akan menyebabkan gangguan fungsi hati.
b.
Efek karsinogenik Didalam rhodamin B terdapat ikatan dengan Klorin (Cl) yang mana senyawa Klorin ini merupakan senyawa anorganik yang reaktif dan berbahaya. Penyebab lain senyawa ini berbahaya yaitu senyawa yang radikal, senyawa radikal adalah senyawa yang tidak stabil. Dalam struktur Rhodamin B mengandung Klorin (senyawa halogen), sifat halogen adalah mudah bereaksi atau memiliki reaktivitas yang tinggi maka dengan demikian senyawa tersebut merupakan senyawa yang radikal akan berusaha mencapai kestabilan dalam tubuh dengan berikatan dengan senyawa – senyawa dalam tubuh sehingga akan memicu kanker atau bersifat karsinogenik pada manusia.
11
D. Kromatografi 1.
Arti dan Jenis Kromatografi Kromatografi adalah suatu nama yang diberikan untuk teknik pemisahan tertentu. Cara yang asli telah diketengahkan pada tahun 1903 oleh tswett, ia telah menggunakan untuk pemisahan senyawa – senyawa yang berwarna dan nama kromatografi diambil dari senyawa yang berwarna. Meskipun pembatasan untuk senyawa yang berwarna tak lama dan hampir kebanyakan pemisahan secara kromatografi sekarang diperuntukkan pada senyawa yang tak berwarna, termasuk gas. Pada dasarnya semua cara kromatografi menggunakan dua fasa yaitu fasa tetap (stationary) dan fasa bergerak (mobile), pemisahan tergantung pada gerakan relatif dari dua fasa ini. Cara – cara kromatografi dapat digolongkan sesuai dengan sifat dari fasa tetap, yang dapat berupa zat padat atau cair. Jika fasa tetap berupa zat padat maka cara tersebut dikenal sebagai kromatografi serapan (absorption chromatography), jika zat cair dikenal sebagai kromatografi partisi (partition chromatography). Karena fasa gerak dapat berupa zat cair atau gas maka semua ada empat macam sistem kromatografi. Keempat macam sistem kromatografi tersebut adalah : a.
Fasa bergerak zat cair – fasa tetap padat : Dikenal sebagai kromatografi serapan yang meliputi 1) Kromatografi lapisan tipis 2) Kromatografi penukaran ion
12
b.
Fasa bergarak gas – fasa tetap padat : 1) Kromatografi gas padat
c.
Fasa bergerak zat cair – fasa tetap zat cair : Dikenal sebagai kromatografi partisi 1) Kromatografi kertas
d.
Fasa bergerak gas – fasa tetap zat cair : 1) Kromatografi gas – cair 2) Kromatografi kolom kapiler Semua pemisahan dengan metode kromatografi tergantung dari senyawa- senyawa yang dipisahkan, diantaranya fasa bergerak dan fasa tetap dalam perbandingan yang berbeda dari satu senyawa terhadap senyawa yang lain (Hardjono, 1985).
2.
Kromatografi Lapis Tipis Kromatografi lapis tipis merupakan metode pemisahan dimana yang memisahkan terdiri atas fase diam yang ditempatkan pada penyangga berupa plat glas, logam atau lapisan yang cocok. Kromatografi lapis tipis termasuk kromatografi adsorpsi (serapan), dimana fasa diam digunakan zat padat yang disebut adsorben (penyerap) dan fasa gerak adalah zat cair yang disebut dengan larutan pengembang. Campuran yang akan dipisahkan berupa larutan yang ditotolkan berupa bercak. Kemudian plat (lapisan) dimasukkan ke dalam bejana tertutup rapat yang berisi larutan pengembang yang cocok (fasa gerak) sehingga pemisahan terjadi selama perambatan kapiler (pengembangan). Pada
13
akhir perkembangan, pelarut dibiarkan menguap dari plat dan noda – noda yang terpisahkan dilokalisir dan diidentifikasi. Dengan memakai kromatografi lapis tipis, pemisahan senyawa yang amat berbeda seperti senyawa organik alam, senyawa organik sintetik, komleks organik – organik, dan bahkan ion anorganik, dapat dilakukan dalam berberapa menit dengan alat yang tidak terlalu mahal (Gritter, 1991). Jarak pengembangan senyawa pada kromatografi biasanya dinyatakan dengan angka Rf. Rf =
ℎ Nilai Rf berguna untuk identifikasi senyawa, pada senyawa murni dapat
dibandingkan dengan nilai Rf dari senyawa standar. Nilai Rf dapat didefinisikan sebagai jarak yang ditempuh oleh senyawa dari titik asal dibagi dengan jarak yang ditempuh oleh pelarut dari titik asal. 3.
Faktor – faktor yang mempengaruhi gerakan noda dalam kromatografi lapis tipis yang juga mempengaruhi harga Rf : a. Struktur kimia dari senyawa yang dipisahkan. b. Sifat dari penyerap Perbedaan penyerapan akan memberikan perbedaan yang besar terhadap harga Rf. Meskipun menggunakan fasa bergerak yang sama tetapi hasil akan dapat di ulang dengan hasil yang sama jika menggunakan penyerap yang sama pula. c. Tebal dan kerataan dari lapisan penyerap.
14
Meskipun tebal lapisan tidak dapat dilihat pengaruhnya tetapi ketidakrataan akan menyebabkan aliran pelarut menjadi tidak rata juga. d. Pelarut fasa gerak Perbandingan campuran dengan kemurnian dari pelarut sebagai fasa gerak harus disesuaikan dalam kromatografi lapis tipis. e. Derajat kejenuhan dari uap dalam bejana pengembangan yang digunakan f. Teknik percobaan Tehnik percobaan digunakan untuk mengetahui arah mana pelarut akan bergerak di atas plat, dengan menggunakan metoda aliran penaikan, penurunan serta mendatar. g. Jumlah cuplikan yang digunakan Penetesan cuplikan dalam jumlah yang berlebihan akan memberikan pengaruh penyebaran noda – noda, sehingga akan mengakibatkan kesalahan pada harga Rf. h. Suhu Tehnik pemisahan dikerjakan pada suhu tetap karena untuk mencegah perubahan dalam komposisi pelarut yang disebabkan oleh penguapan atau perubahan fasa. i. Keseimbangan Bila atmosfer atau tekanan dalam bejana tidak jenuh dengan uap pelarut jika digunakan pelarut campuran akan terjadi pengembangan dengan permukaan pelarut yang berbentuk cekung dan fasa bergerak lebih cepat pada bagian yang tepi daripada dibagian tengah (Hardjono, 1985)