BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Antibiotik Antimikroba ialah obat pembasmi mikroba, khususnya
mikroba yang merugikan
manusia. Antibiotik ialah zat yang dihasilkan oleh suatu mikroba, terutama fungi, yang dapat menghambat atau dapat membasmi mikroba lain. Banyak antibiotik yang dibuat secara semisintetik atau sintetik penuh. Obat yang digunakan untuk membasmi mikroba, penyebab infeksi pada manusia, ditentukan harus memiliki sifat toksisitas selektif setinggi mungkin. Artinya, obat tersebut haruslah bersifat sangat toksik untuk mikroba. Berdasarkan sifat toksisitas selektif, ada antimikroba yang bersifat menghambat pertumbuhan mikroba, dikenal sebagai aktivitas bakteriostatik; dan ada yang bersifat membunuh mikroba, dikenal sebagai aktivitas bakterisid. Berdasarkan mekanisme kerjanya, antimikroba dibagi dalam lima kelompok, yaitu: 1. Yang mengganggu metabolisme sel mikroba. 2. Yang menghambat sintesis dinding sel mikroba. 3. Yang mengganggu permeabilitas membran sel mikroba. 4. Yang menghambat sintesis protein sel mikroba. 5. Yang menghambat sintesis atau merusak asam nukleat sel mikroba. Penggunaan terapeutik antimikroba di klinik bertujuan membasmi mikroba penyebab infeksi. Penyakit infeksi dengan gejala klinik ringan, tidak perlu segera mendapatkan antimikroba. Menunda pemberian antimikroba malah memberikan kesempatan terangsangnya mekanisme kekebalan tubuh.( Setiabudy dan Gan,2007)
2.2
Bahan Baku
Universitas Sumatera Utara
Bahan Baku adalah semua bahan baik yang berkhasiat (zat aktif) maupun tidak berkhasiat, yang berubah maupun tidak berubah, yang di gunakan dalam pengolahan obat walaupun tidak semua bahan tersebut masih terdapat di dalam produk ruahan (Siregar,2010) Bahan (zat) aktif adalah setiap bahan atau campuran bahan yang akan digunakan dalam pembuatan sediaan farmasi dan apabila digunakan dalam pembuatan obat menjadi zat aktif obat tersebut. Dalam pengertian lain, bahan (zat) aktif adalah bahan yang ditujukan untuk menghasilkan
khasiat
farmakologi
diagnosis,penyembuhan,peredaan,pengobatan
atau atau
efek
langsung
pencegahan
lain
penyakit,atau
dalam untuk
mempengaruhi struktur dan fungsi tubuh.(Dirjen POM,2006)
2.3
Syarat – syarat bahan baku Semua bahan baku yang digunakan harus memenuhi persyaratan farmakope atau
buku resmi lain yang disetujui oleh industri farmasi yang bersangkutan. Selain itu, bahan – bahan yang dibeli harus sesuai dengan spesifikasi hasil uji agar diperoleh mutu obat yang konsisten dan memenuhi persyaratan keamanan,khasiat,stabilitas,dan ketersediaan hayati (Siregar,2010) Beberapa ketentuan persyaratan bahan baku menurut Dirjen POM,2006 adalah sebagai berikut : •
Pemasok bahan awal dievaluasi dan disetujui untuk memenuhi spesifikasi mutu yang telah ditentukan oleh perusahaan.
•
Tiap spesifikasi hendaklah disetujui dan disimpan oleh bagian Pengawasan Mutu kecuali untuk produk jadi yang harus disetujui oleh kepala bagian Manajemen Mutu (Pemastian Mutu).
•
Revisi berkala dari tiap spesifikasi perlu dilakukan agar memenuhi Farmakope edisi terakhir atau literatur resmi lain.
Universitas Sumatera Utara
•
Spesifikasi bahan awal hendaklah mencakup, dimana diperlukan : a) Deskripsi bahan, termasuk : Nama yang ditentukan dan kode produk internal. Rujukan monografi farmakope. Distribusi yang disetujui. Standar mikrobiologis. b) Petunjuk pengambilan sampel dan pengujian atau prosedur rujukan. c) Persyaratan kualitatif dan kuantitatif dengan batas penerimaan. d) Kondisi penyimpanan dan tindakan pengamanan. e) Batas waktu penyimpanan sebelum dilakukan pengujian kembali.
•
Identitas suatu bets bahan awal biasanya hanya dapat dipastikan apabila sampel diambil dari tiap wadah dan dilakukan uji identitas terhadap tiap sampel.
•
Pengambilan sampel boleh dilakukan dari sebagian wadah bila telah dibuat prosedur tervalidasi untuk memastikan bahwa tidak satupun wadah bahan awal yang salah label identitasnya.
•
Mutu suatu bets bahan awal dapat dinilai dengan mengambil dan menguji sampel. Sampel yang diambil untuk uji identitas dapat digunakan untuk tujuan tersebut.
•
Jumlah yang diambil untuk menyiapkan sampel hendaklah ditentukan secara statistik dan dicantumkan dalam pola pengambilan sampel.
•
Jumlah sampel yang dapat dicampur menjadi satu sampel komposit hendaklah ditetapkan dengan pertimbangan sifat bahan, informasi tentang pemasok homogenitas sampel komposit itu.
Universitas Sumatera Utara
2.4
Kloramfenikol
2.4.1
Sejarah Kloramfenikol pertama kali dipisahkan pada tahun 1947 dari pembiakan
Streptomyces Venezuelae. Agen ini disintesis pada tahun 1949, kemudian menjadi antibiotik penting pertama yang sepenuhnya disintesis dan diproduksi secara komersial. Kepentingan ini mulai memudar seiring dengan tersedianya antibiotik yang lebih aman dan efektif (Katzung, 2004). Kloramfenikol merupakan suatu antibiotik spektrum luas yang berasal dari beberapa jenis Streptomyces misalnya S.venezuelae, S. phaeochromogenes var. chloromyceticus dan S. amiyamensis. Setelah para ahli berhasil mengelusidasi strukturnya, maka sejak tahun 1950 kloramfenikol sudah dapat disintesis secara total. S. venezuelae pertama kali diisolasi oleh Burkhoder pada tahun 1947 dari contoh tanah yang diambil di Venezuela. Filtrat kultur cair organisme menunjukkan aktivitas terhadap beberapa bakteri gram negatif dan riketsia (Wattimena, 1991). 2.4.2
Uraian Umum Rumus Molekul
: C11H12 Cl2N2O5
Berat Molekul Rumus Bangun
: 323,13 :
Persyaratan : Kloramfenikol mengandung tidak kurang dari 97,0% dan tidak lebih dari 103,0% C11H12Cl2N2O5 , dihitung terhadap zat yang telah dikeringkan.
Universitas Sumatera Utara
Pemerian
: Hablur halus berbentuk jarum atau lempeng memanjang; putih sampai putih kelabu atau putih kekuningan; tidak berbau; rasa sangat pahit.
Kelarutan
: Larut dalam lebih kurang 400 bagian air, dalam 2,5 bagian etanol (95%) P dan dalam 7 bagian propilenglikol P; sukar larut dalam kloroform P dan dalam eter P .
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik, terlindung dari cahaya. Penandaan
: Pada etiket harus juga tertera daluarsa.
Khasiat dan penggunaan : Antibiotikum. (Farmakope IV, 1995). Kloramfenikol termasuk antibiotika yang paling stabil. Larutan dalam air pada pH 6 menunjukkan kecenderungan terurai yang paling rendah. Dalam basa akan terjadi penyabunan ikatan amida dengan cepat. Senyawa ini cepat dan hampir sempurna diabsorpsi dari saluran cerna. Oleh karena itu pemberian peroral menonjol (Wattimena, 1990). 2.4.3
Aktivitas Antimikroba Kloramfenikol bertindak menghambat sintesis protein dengan cepat tanpa
mengganggu sintesis DNA dan RNA. Kloramfenikol dihasilkan melalui fermentasi, tetapi sekarang telah dihasilkan melalui sintesis kimia. Kloramfenikol adalah antibiotika pertama yang mempunyai efek terhadap rikets. Penggunaannya perlu diawasi dengan memonitor keadaan hematologi karena dapat menyebabkan efek hipersensitivitas (Hadisahputra dan Harahap, 1994). Kloramfenikol merupakan antibiotik bakteriostatik berspektrum luas yang aktif terhadap organisme-organisme aerobik dan anaerobik gram positif maupun negatif. Sebagian besar bakteri gram positif dihambat pada konsentrasi 1-10 µg/mL, sementara
Universitas Sumatera Utara
kebanyakan bakteri gram negatif dihambat pada konsentrasi 0,2 - 5 µL/mL. (Katzung, 2004). Spektrum kerja tumpang tindih dengan spektrum tetrasiklin secara luas. Yang perlu digaris bawahi adalah aktivitas yang mencolok terhadap Salmonella (tergolong penyebab tifus dan paratifus) dan difusi jaringan yang baik (Wattimena, 1990). 2.4.4
Farmakokinetika Dosis kloramfenikol yang umum adalah 50-100 mg/kg/hari. Setelah
pemberian peroral, kristal kloramfenikol diabsobsi dengan cepat dan tuntas. Dosis oral 1 g menghasilkan kadar darah antara 10-15 µg/mL. Kloramfenikol palmitat merupakan suatu pro-drug yang dihidrolisis dalam usus untuk menghasilkan kloramfenikol bebas. Formulasi parenteralnya, kloramfenikol suksinat, menghasilkan kloramfenikol bebas melalui hidrolisis, menyebabkan kadar darah sedikit lebih rendah dibandingkan kadar darah yang dicapai dengan obat yang diberikan secara oral. Kloramfenikol didistribusikan secara luas ke seluruh jaringan dan cairan tubuh. Hal ini meliputi juga sistem saraf pusat sehingga konsentrasi kloramfenikol dalam jaringan otak dapat setara dengan konsentrasi dalam serum. Obat ini mengalami penetrasi membran sel secara cepat. Ekskresi kloramfenikol tidak perlu diubah pada saat kerja ginjal menurun, namun harus dikurangi dalam jumlah besar pada kegagalan hati. (Katzung, 2004). 2.4.5
Penggunaan Klinis Sebagai obat sistemik, kloramfenikol hampir tidak dipakai lagi berhubung
toksisitasnya yang kuat, resistensi bakteri, dan tersedianya obat-obat lain yang lebih efektif (misalnya cephalosporin). Kloramfenikol kadang-kadang juga digunakan secara topikal untuk pengobatan infeksi mata karena spektrum antibakterinya yang luas dan kemampuannya mempenetrasi
Universitas Sumatera Utara
jaringan okuler dan cairan bola mata. Obat ini tidak efektif untuk infeksi-infeksi chlamydia (Katzung, 2004). 2.4.6
Identifikasi Kloramfenikol : •
Spektrum serapan inframerah zat yang dispersikan dalam kalium bromida P menunjukkan hanya pada panjang yang sama seperti pada Kloramfenikol BPFI .
•
Waktu retensi puncak utama pada kromatografi Larutan uji sesuai dengan waktu retensi puncak utama pada kromatogram Larutan baku yang diperoleh pada Penetapan kadar .
2.4.7
Penetapan Kadar Kloramfenikol Penetapan kloramfenikol dapat ditetapkan dengan : 1. Dengan metode kromatografi kinerja tinggi dengan menggunakan fase gerak berupa campuran air : metanol P : asam glasial (55:45:0,1). 2. Dengan metode spektrofotometri ultraviolet (UV). (Farmakope, 1995)
Dalam penetapan ini kloramfenikol yang ditetapakan dengan metode spektrofotometri (UV).
2.5
Spektrofotometri
2.5.1
Definisi Teknik spektroskopik adalah salah satu teknis analisis fisiko-kimia yang
mengamati tentang interaksi atom atau molekul dengan radiasi elektromagnetik (REM). Pada prinsipnya interaksi REM dengan molekul akan menghasilkan satu atau dua macam dari tiga kejadian yang mungkin terjadi. Ketiga macam kejadian yang mungkin terjadi sebagai akibat interaksi atom molekul dengan REM adalah hamburan (scattering), absorpsi (absorption), dan emisi (emision) REM oleh atom atau molekul yang diamati. (Mulja,1995).
Universitas Sumatera Utara
Spektrofotometri UV-Vis adalah pengukuran panjang gelombang dan intensitas sinar ultraviolet dan cahaya tampak yang oleh sampel. Sinar ultraviolet dan cahaya tampak memiliki energi yang cukup untuk mempromosikan elektron pada kulit terluar ke tingkat energi yang lebih tinggi (Dachriyanus, 2004). Metode spektrofotometri UV-Vis digunakan untuk menetapkan kadar senyawa obat dalam jumlah yang cukup banyak. Cara untuk menetapkan kadar sampel adalah dengan menggunakan perbandingan absorbansi sampel dengan absorbansi baku, atau dengan menggunakan persamaan regresi linier yang menyatakan hubungan antara konsentrasi baku dengan absorbansinya. Persamaan kurva baku selanjutnya digunakan untuk menghitung kadar dalam sampel.(Rohman,2007) Data spektra UV-Vis secara tersendiri tidak dapat digunakan untuk identifikasi kualitatif obat atau metabolitnya. Akan tetapi jika digabung dengan cara lain seperti spektroskopi infra merah, resonansi magnet inti, dan spektroskopi massa, maka dapat digunakan untuk maksud identifikasi / analisis kualitatif suatu senyawa tersebut. Data yang diperoleh dari spektroskopi UV- Vis adalah panjang gelombang maksimal, intensitas, efek pH, dan pelarut; yang kesemuanya itu dapat diperbandingkan dengan data yang sudah dipublikasikan.
Analisis kuantitatif dengan metode spektofotometri UV-Vis dapat digolongkan atas tiga macam pelaksanaan pekerjaan, yaitu: a. analisis zat tunggal atau analisis satu komponen b. analisis kuantitatif campuran dua macam zat atau analisis dua komponen c. analisis campuran tiga macam zat atau lebih / analisis multi komponen Jika penetapan kadar atau pengujian menggunakan baku pembanding, dilakukan pengukuran spektrofotometri dengan larutan yang dibuat dari baku pembanding menurut petunjuk resmi
Universitas Sumatera Utara
dan larutan yang dibuat dari zat uji. Lakukan pengukuran kedua secepat mungkin setelah pengukuran pertama menggunakan kuvet dari kondisi pengujian yang sama. Kuvet atau sel yang dimaksudkan untuk diisi larutan uji dan cairan pelarut, bila diisi dengan pelarut yang sama, harus sama. Jika tidak harus dilakukan koreksi yang tepat. Kuvet harus dibersihkan dan diperlakukan dengan hati-hati (Farmakope IV, 1995)
Universitas Sumatera Utara