BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Klasifikasi dan Morfologi Ikan Lele Sangkuriang (Clarias sp) 1.
Klasifikasi Menurut Muktiani (2011 : hal 4), Lele sangkuriang merupakan hasil
perbaikan genetika lele dumbo melalui silang balik (backcross), sehingga klasifikasinya sama dengan lele dumbo yakni: Phylum
: Chordata
Class
: Pisces
Subclass
: Teleostei
Ordo
: Clariidae
Family
: Clariidae
Genus
: Clarias
Species
: Clarias sp
Gambar 1. Lele Sangkuriang (Clarias sp) (Sumber : Naue, 2011) Lele sangkuriang (Clarias sp), merupakan hasil perbaikan genetik melalui cara silang (back cross) antara induk betina generasi kedua (F2), dengan induk jantan generasi keenam (F6). Kemudian menghasilkan ikan lele jantan dan
6
betina F2-6. Selanjutnya dikawinkan dengan betina generasi kedua (F2), sehingga menghasilkan lele sangkuriang. 2.
Morfologi Menurut Khairuman dan Amri (2008 : hal 10), sebagaimana halnya ikan
lele, lele sangkuriang memiliki ciri morfologi yang identik dengan lele dumbo sehingga sulit dibedakan. Sebagaimana umumnya lele sangkuriang memiliki tubuh yang licin dan tidak bersisik tetapi berlendir. Warna tubuhnya menjadi loreng apabila terkejut dan memiliki mulut yang lebar dan dilengkapi sunggut sebanyak 4 pasang yang berfungsi sebagai alat peraba pada saat mencari makan atau bergerak. Memudahkan berenang, lele sangkuriang memiliki tiga buah sirip tunggal yakni sirip punggung, sirip ekor, dan sirip dubur. Lele jenis ini juga memiliki sirip berpasangan yaitu sirip dada dan sirip perut. Sirip dada dilengkapi dengan sirip yang keras dan runcing yang disebut dengan patil. Patil ini berguna sebagai senjata dan alat bantu untuk bergerak tampak pada Gambar 2 berikut. Ikan Lele Sangkuriang (Clarias Sp) Tampak Dorsal
Sirip Punggung
Kepala S U N G U
Sirip Ekor
t
Sirip Dada Vakula
Sirip Perut Sirip Dubur
Gambar 2. Morfologi Ikan Lele Sangkuriang (Clarias sp) (Sumber : Khairuman dan Amri, 2008)
7
Menurut Mahyudin dalam Naue (2011 hal : 6), ikan lele mempunyai alat pernafasan berupa insang serta labirin sebagai alat pernapasan tambahannya. Alat pernafasan ini terletak di kepala bagian belakang. Insang pada ikan merupakan komponen penting dalam pertukaran gas. Insang terbentuk dari lengkungan tulang rawan yang mengeras dengan beberapa filamen insang didalamnya. Sedangkan untuk bentuk alat pernafasan tambahan (labirin) ikan lele seperti rimbunan dedaunan, labirin berwarna kemerahan yang terletak dibagian atas lengkung insang kedua dan keempat. Fungsi labirin ini mengambil oksigen dari atas permukaan air sehingga dapat mengambil oksigen secara langsung dari udara. Dengan alat pernafasan ini ikan lele mampu bertahan hidup dalam kondisi oksigen (O2) yang minimum. Berdasarkan perbedaan jenis kelaminnya, lele sangkuriang
jantan
memiliki kepala yang lebih kecil dari induk ikan lele betina, warna kulit dada agak tua, urogenital papilla (kelamin) agak menonjol, memanjang ke arah belakang dan terletak di belakang anus, serta warna kemerahan, gerakannya lincah, tulang kepala pendek dan agak gepeng (depress). Perutnya lebih langsing dan kenyal bila dibanding induk ikan lele betina, bila bagian perut di stripping secara manual dari perut ke arah ekor akan mengeluarkan cairan putih kental (spermatozoa-mani), dan kulitnya lebih halus. Sedangkan ciri-ciri induk lele betina yaitu kepalanya lebih besar, warna kulit dada agak terang, urogenital papilla (kelamin) berbentuk oval (bulat daun), berwarna kemerahan, lubangnya agak lebar dan terletak di belakang anus, gerakannya lambat, tulang kepala pendek dan agak cembung, perutnya lebih gembung dan lunak dan bila bagian
8
perut di stripping secara manual dari bagian perut ke arah ekor akan mengeluarkan cairan kekuning-kuningan (ovum/telur) (Aninomous dalam Naue, 2011 : hal 7). B. Habitat dan Tingkah Laku Rachmatun dalam Naue (2011 hal : 7), mengatakan bahwa habitat ikan lele adalah semua perairan tawar. Lele tidak pernah ditemukan diperairan payau atau asin. Disungai yang airnya tidak terlalu deras atau perairan yang tenang, seperti danau, waduk, telaga, rawa serta genangan kecil merupakan lingkungan hidup lele. Karena lebih menyukai perairan yang tenang, tepian dangkal dan terlindung, ikan lele memiliki kebiasaan membuat dan menempati lubang-lubang ditepi sungai atau kolam. Selanjutnya menurut Khairuman dan Amri (2008), untuk wadah budidaya, dapat berupa kolam tanah, kolam dengan dasar tanah dan dinding tembok, kolam plastik/terpal atau kolam yang seluruhnya terbuat dari tembok atau beton. Lele merupakan hewan malam atau disebut dengan istilah nokturnal, yaitu ikan yang aktif bergerak mencari makan pada malam hari. Biasanya lele mencari makan mulai senja hingga malam hari. Ikan lele sangat menyukai suatu tempat yang tenang dan gelap. Sedangkan pada siang hari lele bersembunyi di dalam terowongan-terowongan, dibawah pohon-pohon yang tumbang disekitar perairan, Namun, lele yang dibudidayakan di tempat kolam buatan manusia, perilaku tersebut tidak berlaku atau dengan kata lain berbeda dengan kehidupan di alam bebas. Seluruh kehidupan lele di kolam diatur sedemikian rupa oleh pembudidaya. Kebiasaannya pun juga dapat berubah dan berbeda dengan 9
kehidupan di alam bebas. Lele yang hidup di kolam akan terbentuk karakternya sesuai dengan perlakuan pembudidaya yang merawatnya. Manajemen budidaya lele sudah ditentukan oleh pembudidaya akan membentuk sifat dan tingkah laku lele. Semuanya telah ditentukan tempatnya, waktu makan, banyaknya pakan yang diberikan dan jenis makanannya (Fauzi, 2013 hal : 23-24). C. Pertumbuhan Lele Sangkuriang (Clarias sp) Pertumbuhan adalah berkaitan dengan masalah perubahan dalam besar, jumlah, ukuran atau dimensi tingkat sel organ maupun individu yang biasa diukur dengan berat, ukuran panjang, umur tulang dan keseimbangan metabolisme. Ada perbedaan kecepatan tumbuh antara lele dumbo dan lele sangkuriang (Clarias sp). Lele sangkuriang (Clarias sp), biasanya memiliki kecepatan tumbuh yang lebih besar dibandingkan lele dumbo. Faktor yang mempengaruhi pertumbuhan yaitu faktor internal meliputi genetik, dan kondisi ikan itu sendiri, dan faktor eksternal meliputi kondisi lingkungan contohnya air (Anonim dalam Naue, 2011 : hal 8). D. Pakan Alami Benih Ikan Lele Sangkuriang (Clarias sp) Menurut Mudjiman (2008 : hal 47), makanan alami ikan terdiri dari organisme renik berukuran mikro (kecil) dan organisme makro yang sangat jelas dilihat secara kasat mata. Organisme renik dapat terlihat jelas jika dilihat dengan menggunakan alat bantu, seperti mikroskop dan lup (suryakanta). Pakan alami adalah makanan yang keberadaannya tersedia dialam. Sifat pakan alami yang mudah dicerna sesuai digunakan sebagai pakan benih ikan, karena benih ikan memiliki alat pencernaan yang belum sempurna. Oleh karena itu, pakan alami merupakan pakan yang tepat untuk benih, sehingga kematian yang tinggi pada benih ikan dapat dicegah dan sintasan pun meningkat.
10
Pakan alami dapat dibudidayakan (dikultur), cepat berkembang biak, dan memiliki daya toleransi yang tinggi terhadap lingkungan. Keunggulan dari pakan alami sebagai pakan benih ikan antara lain pakan alami memiliki kandungan gizi yang cukup tinggi, mudah dicerna, gerakan pakan menarik perhatian ikan. Ukuran diameter pakan yang relatif kecil berkisar 150-1 mm sehingga benih ikan mudah memakannya, dan tidak mencemari media pemeliharaan dibandingkan dengan pakan buatan. Pakan alami yang dapat dikultur antara lain Infusoria, Artemia, Moina, Tubifex, Daphnia, Tetraselmis, Diatomae, Chlorella, dan Rotifera (Djarijah, 1995 hal : 5). Adapun pakan alami yang dapat diberikan pada benih ikan lele sangkuriang (Clarias sp), yaitu Moina sp, Artemia dan Tubifex sp. Dalam ilmu taksonomi hewan,cacing sutera digolongkan kedalam kelompok Nematoda. Embel-embel sutra diberikan karena cacing ini memiliki tubuh yang lunak dan sangat lembut seperti halnya sutra. Sementara itu, julukan cacing rambut diberikan lantaran tubuhnya yang panjang dan sangat halus tak bedanya seperti rambut. Di dalam selokan yang airnya mengalir, cacing sutra akan berkibar-kibar layaknya rambut tertiup angin. Hidup di dasar perairan yang banyak mengandung bahan organik, misalnya sungai atau selokan yang airnya selalu mengalir, dan semakin berlimpah bila berada di lingkungan yang rendah oksigen (Khairuman dkk, 2008 : hal 1). Cacing sutera (Tubifex sp), dapat di lihat pada gambar 3 berikut.
11
Gambar 3. Cacing Sutera (Tubifex sp) (Sumber : Webb. 2004) Habitat dan penyebaran cacing sutera (Tubifex sp), umumnya berada di daerah tropis. Umumnya berada di saluran air atau kubangan dangkal berlumpur yang airnya mengalir perlahan, misalnya selokan tempat mengalirnya limbah dari pemukiman penduduk atau saluran pembuangan limbah peternakan. Pemanfaatan cacing sutra sebagai pakan ikan sebenarnya sudah dilakukan sejak lama, terutama untuk pakan ikan hias. Namun, karena populasinya hanya terdapat di daerah tertentu, keberadaannya menjadi terbatas. Akir-akhir ini, cacing sutera (Tubifex sp), juga digunakan untuk pakan benih ikan konsumsi, terutama ikan-ikan yang dibudidayakan secara masal. Sebagai pakan alami cacing sutera diberikan dalam keadaan hidup tanpa dicampur dengan pakan jenis lainnya. Cacing sutera memiliki nilai gizi untuk ikan yaitu memiliki kandungan air 87,19, protein 57,00, lemak 13,30, karbohidrat 2,04 dan kadar abu 3,60, (Khairuman dkk, 2008 : hal 3, 57, 59). E. Kualitas Air Lele Sangkuriang (clarias.sp) Wibowo (2012 : hal 82), menyatakan bahwa air merupakan medium bagi hidup ikan, sehingga kualitas air harus sesuai dengan persyaratan hidup lele. Apalagi dalam teknik pmbesaran padat tebar tinggi, kondisi air kolam harus
12
dibuat sedemikian rupa agar lele merasa nyaman. Idealnya, kualitas air untuk hidup lele dapat dilihat pada tabel di bawah ini. Tabel 1. Kisaran Optimum Kualitas Air Parameter Satuan Kisaran optimum o C Suhu 25-30 Nilai pH 6,5-8,5 Mg/l Oksigen Terlarut >4 Mg/l Amoniak (NH3) <0,01 Cm Kecerahan -50 Syarat lokasi lele merupakan langkah awal yang harus diperhatikan. Memang lele merupakan jenis ikan yang mempunyai toleransi yang cukup tinggi terhadap lingkungan. Lele sangkuriang dapat hidup di lingkungan yang kualitas airnya sangat jelek. Namu demikian bukan berarti persyaratan lokasi ternak lele juga tidak boleh di abaikan begitu saja. Dengan mengetahui lebih jelas persyaratan apa saja yang harus dipenuhi, diharapkan para peternak lele mampu mengembangkan usahanya lebih optimal (Muktiani, 2011 : hal 20-21). F. Hipotesa Hipotesa dari penelitian adalah H0 = Dosis yang berbeda tidak memberikan pengaruh terhadap pertumbuhan benih ikan lele sangkuriang (Clarias sp). H1=Dosis
yang
berbeda
memberikan
pengaruh
terhadap
pertumbuhan benih ikan lele sangkuriang (Clarias sp). Kaidah pengambilan keputusan adalah sebagai berikut. Jika Fhitung < Ftabel maka terima H0 atau tolak H1. Jika Fhitung > Ftabel maka terima H1 atau tolak H0.
13