BAB II TEORI DASAR TELEVISI
2.1 Sistem Televisi Pada dasarnya sebuah gambar pada layar pesawat televisi adalah suatu susunan dari banyaknya daerah-daerah kecil. Setiap daerah kecil dari gambar tersebut merupakan suatu rincian gambar atau elemen gambar, yang disebut pixel. Semua elemen ini bersama-sama mengandung informasi visual pada layar. Jika elemen ini ditransmisikan dan direproduksi dalam tingkat cahaya atau bayangan yang sama seperti yang asli dan pada posisi yang sesuai, maka gambar direproduksi (lihat gambar 2.1).
Gambar 2.1. Dasar metoda pembentukan sebuah gambar
6
7 Pada tabung kamera, bayangan yang jatuh diuraikan menjadi banyak elemen gambar dan pesan tiap elemen gambar (pesan bayangan gelap dan warna) berubah dari waktu ke waktu, karena obyek kamera yang berubah. Elemenelemen gambar ini dibentuk dalam suatu deretan garis horisontal, yang terbentuk dari deretan titik, secara berurutan, dari atas ke bawah. Oleh kamera TV elemenelemen ini diubah menjadi sinyal listrik yang menyatakan kuat cahaya dan warna elemen gambar, diambil satu persatu untuk dikirimkan.
2.2 Pengulasan (Scaning) Untuk menghasilkan sinyal gambar dari seluruh elemen gambar yang terdapat pada objek pandang, maka dilakukan pengulasan (scaning) terhadap objek pandang tersebut oleh berkas elektron. Masing-masing elemen gambar discanning pada suatu saat tertentu secara berurutan. Gambar 2.2. memperlihatkan prinsip dasar dari pengulasan sebuah gambar. Dimulai dari sisi kiri atas, berkas elektron bergerak dari kiri ke kanan layar sepanjang garis 1.1 (pada gambar ini anggaplah anda sedang memandang layar tabung gambar dari depan). Setelah berkas mencapai sisi kanan layar pada titik 1, berkas tersebut bergerak cepat ke sisi kiri layar kembali mengikuti garis putus-putus 1.2. Selama pergerakan balik ini, tidak ada informasi gambar yang ditransmisikan. Garis 1.1 dinamakan garis jejak atau trace, sedangkan garis 1.2 disebut garis balik (return trace atau retrace). Setelah menyelesaikan garis balik, berkas elektron ini berada disisi kiri layar pada titik 2. Selanjutnya berkas elektron bergerak lagi dari kiri ke kanan layar untuk membuat garis jejak berikutnya. Peristiwa ini diulangi untuk seluruh bidang gambar.
8
Gambar 2.2. Prinsip Dasar Pengulasan (Scanning) Peristiwa yang disebutkan diatas merupakan penjelasan dari proses pengulasan (scanning). Dalam kenyataannya proses pengulasan gambar televisi mengalami modifikasi yang diperlukan. Berkas elektron bergerak pergi balik seluas bidang gambar penuh dari layar tabung gambar walaupun ada tidaknya gambar yang akan direproduksi. Tanpa informasi gambar, berkas elektron membentuk bidang terang persegi pada layar tabung gambar yang tersusun dari garis-garis jejak. Bidang terang (tanpa gambar) persegi sepenuh layar disebut raster. Setelah garis jejak mencapai sisi bawah raster, maka berkas elektron bergerak dengan cepat kembali ke sisi atas untuk memulai lagi proses pengulasan. Apa yang terlihat pada layar televisi adalah sejumlah raster lengkap yang muncul dalam setiap detik. Idealnya gambar yang muncul dalam tiap detik harus besar jumlahnya atau frekuensi frame harus tinggi agar mata tidak melihat masing-masing gambar satu persatu yang membentuk gerakan yang menyambung. Dimana tingkat terang (brightness) layar dipengaruhi oleh kecepatan berkas elektron yang bergerak diseluruh permukaan bidang layar. Makin cepat berkas elektron bergerak, makin
9 sukar untuk mendapatkan tingkat terang yang memadai. Disatu sisi, frekuensi gambar yang makin tinggi akan semakin lebar bidang frekuensi (bandwidth) transmisi yang diperlukan. Pada sistem pengulasan 625 garis, ditetapkan sejumlah 25 gambar perdetik, sedang pada sistem pengulasan 525 garis, sejumlah 30 gambar perdetik. Namun pemunculan 25 atau 30 gambar perdetik masih mengesankan ber-kedip atau flicker pada mata meskipun telah menghasilkan kesan gerakan gambar yang kontinyu. Sebab itu untuk menghindari kesan flicker, maka setiap gambar dibagi menjadi 2 bagian yang disebut field, sehingga dalam setiap detik akan muncul 50 field (pada sistem 625 garis) atau 60 field (pada sistem 525 garis). Dengan cara ini, mata kini mendapatkan hasil gambar tanpa kedip disamping gerakan gambar yang kontinyu. Pada televisi masing-masing gambar (frame) dibagi menjadi 2 field dengan cara pengulasan sisipan (Interlaced Scanning). Dengan cara ini garisgaris pengulasan dari field yang satu diletakkan disela-sela atau disisipkan pada garis-garis pengulasan field yang lainnya. Pada gambar 2.3. ditunjukkan cara kerja pengulasan bersisipan ( interlaced scanning ). Garis-garis pengulasan field 1 dimulai dari sisi kiri atas layar. Garis-garis ini berakhir ditengah layar bagian bawah. Setelah itu berkas elektron bergerak kembali keatas atau memulai pengulasan field 2 yang dimulai dari tengah-tengah layar bagian atas dan membuat garis pengulas disela-sela garis pengulas yang telah dibuat dalam field sebelumnya. Garis-garis pengulas dari field 2 ini berakhir pada sisi kanan bawah layar, kemudian berkas elektron bergerak kembali keatas pada posisi kiri atas layar sampai seperti kedudukan awal field 1.
10
Gambar 2.3. Pengulasan bersisipan (Interlaced Scanning)
2.3 Sistem Phase Alternating Line (PAL) Sistim ini dikembangkan oleh ahli Televisi Jerman, sebagai perbaikan dari kekurangan sistem NTSC. Penyelidikan sistem PAL dilakukan sejak tahun 1956 kemudian pada tahun 1963 sistem ini disarankan untuk dijadikan standar Televisi di Eropah dan ternyata mendapat sambutan baik, sehingga pada tahun 1967 hampir seluruh Eropah sudah memakainya. Dibandingkan Sistem PAL, Sistem NTSC sangat peka terhadap cacat Fase (Phase Differential Distortion) hal ini berdampak bahwa Sistem NTSC memiliki kekurangan, seperti sebagai berikut : 1. Rumitnya saluran penghubung, terutama sinyal gambar dari Studio (VTR, Chargen dan sebagainya) akan menimbulkan parasitik Reaktansi. 2. Band Pass Filter (BPF) yang tidak sempurna akan mengakibatkan fase berubah terhadap frekuensi (group delay).
11 Cacat fase tersebut diatas tidak boleh lebih besar dari 5 %, sistem NTSC memperbaiki cacat tersebut dengan umpan balik atau mengkompensasi di tempat yang diperkirakan fasenya perlu diperbaiki, makin banyak tempat perbaikan fase maka semakin rumit sistem tersebut. Sistem PAL memperbaiki cacat fase dengan cara merubah fase sub carrier yang tegak lurus dari 90° ke 270° secara bergantian menurut tiap-tiap garis penelusuran (scanning). Dimana pendeteksiannya dengan perantaraan elektronik switch dan delay line, dengan demikian cacat fase akan terkoreksi.
2.4 Pemilihan Sinyal Warna Dalam pemilihan sinyal warna hal yang terpenting adalah bagaimana mengambil informasi warna berdasarkan sifat warna dasar dan sifat penglihatan manusia terhadap warna, sehingga didapatkan hasil sebaik mungkin dan warna yang dihasilkan di tabung gambar mendekati warna aslinya. Hal tersebut diatas diperoleh dengan cara apabila suatu kamera TV Warna sederhana yang mempunyai tiga tabung pengambil gambar, untuk masingmasing warna dasar Merah, Hijau dan Biru dihadapkan pada benda yang tidak berwarna atau benda putih. Sensitivitas dari tabung pengambil gambar diatur sedemikian rupa sehingga tegangan keluaran dari masing-masing adalah sama, maka tegangan keluaran dari masing-masing tabung adalah harga satuan dari warna dasar Merah, Hijau dan Biru.
12 Bila warna putih ingin terlihat pada tabung TV warna, atau sinyal luminan ingin dihasilkan dari ketiga warna satuan dari warna dasar, perbandingan dari harga satuan warna dasar ini adalah : • 30% untuk ER (Elektron gun Red) • 59% untuk EG (Elektron gun Green) • 11% untuk EB (Elektron gun Blue)
..........(2.1)
Sinyal luminan yang dihasilkan disingkat dengan sinyal Y, akan berjumlah 100% atau nilainya akan sama dengan masing-masing satuan warna dasar. Bila diambil 30% ER + 59% EG + 11% EB dari suatu kamera warna akan diperoleh sinyal Luminance Y atau sinyal TV hitam putih (Monochrome). Begitu juga sebaliknya jika ingin menghasilkan gambar hitam putih pada pesawat penerima TV warna, 30% EY dimasukkan ke dalam Electron Gun R, 59% EY dimasukkan ke Electron Gun G dan 11% EY dimasukkan kedalam Elektron Gun B, penjelasan dapat dilihat pada Gambar dibawah ini :
Gambar 2.4. Cara mendapatkan gambar Monochrome dari luminance Y pada pesawat TV Warna
13 Dengan demikian dapat dilihat bahwa sinyal luminance Y merupakan penjumlahan dari warna dasar dengan perbandingan tertentu, warna
serta
kepekatan warna suatu benda tergantung kepada perbandingan warna dasar yang dihasilkan oleh benda tersebut. Setiap warna mempunyai nilai luminance atau brightness yang sesuai dengan jumlah perbandingan dari masing-masing nilai warna dasar yang dipunyainya. Pada tingkat kepekatan warna yang paling tinggi adalah warna merah harga EY = 0.30, warna hijau harga EY = 0.59 dan warna biru harga EY = 0.11. Terlihat juga bahwa Y yang paling tinggi yaitu 1, diperoleh dari warna putih dan harga Y untuk warna yang lain akan selalu kurang dari 1. Untuk mendapatkan kompabilitas antara TV warna dan TV hitam putih dan berdasarkan kepada hubungan antara R, G dan B dari warna benda dengan harga/nilai Luminan Y-nya, maka untuk TV warna sinyal yang disalurkan adalah: 1. Brightness atau Harga Luminance Y, merupakan sinyal TV hitam putih. 2. Harga R dan B atau dua diantara ketiga komponen warna dasar. Komponen warna dasar yang ketiga dapat dicari dari hubungan harga Y dengan masing-masing harga/nilai R, G dan B yaitu: Luminan Y = 0.30 ER + 0.59 EG + 0.11 EB
..........(2.2)
Supaya sinyal warna dan sinyal luminan tidak saling mengganggu, bila yang akan disalurkan adalah sesuatu yang tidak berwarna (R=B=G=Y), saluran signal warna harus tidak menyalurkan informasi warna, maka untuk saluran warna yang dilewatkan adalah sinyal pembeda warna (Colour Difference Signal).
14 Sinyal pembeda warna diperoleh dari hasil komponen warna dasar dikurangi dengan komponen luminan yaitu: (ER – EY), (EG – EY), atau (EB – EY)
..........(2.3)
Dari persamaan Y = 0.30 ER + 0.59 EG + 0.11 EB, diperoleh : • (ER – EY) = 0.70 ER – 0.59 EG – 0.11 EB • (EG – EY) = -0.3 ER + 0.41 EG – 0.11 EB atau • (EB-EY) = -0.3 ER – 0.59 EG + 0.89 EB Untuk Gambar yang tidak bewarna , harga R=G=B=Y=1, maka akan didapat sinyal pembeda warna = 0. Jadi pada sistem TV warna sinyal-sinyal yang disalurkan adalah 1. Sinyal Luminan Y yang sama dengan sinyal TV Hitam Putih, 2. Sinyal pembeda warna 2 buah. Sedangkan di pesawat penerima tinggal menjumlahkan sinyal luminan Y dengan sinyal pembeda warna. Untuk mendapatkan warna dasar merah, hijau, biru
adalah sebagai
berikut: • EY + (ER-EY) = ER • EY + (EG-EY) = EG • EY + (EB-EY) = EB
..........(2.4)
Keuntungan dari metode penjumlahan warna diatas adalah jika sinyal tidak berwarna yang disalurkan (hitam-putih), maka sinyal pembeda warna menjadi 0 dan tidak ada sinyal warna yang dipancarkan, jadi rangkaian warna pada penerima tidak bekerja dan tidak ada Noise atau tidak ada latar belakang warna pada layar tabung gambar.
15 Untuk lebih jelas mengapa sinyal pembeda warna menjadi 0 untuk pandangan hitam-putih, berikut ini kita ambil pandangan putih. • ER = EG = EB = 1.0 • EY = 0.3 ER + 0.59 EG + 0.11 EB • EY = 0.3 x 1.0 + 0.59 x 1.0 + 0.11 x 1.0 = 1.0
..........(2.5)
Sehingga : • (ER – EY) = 1.0 - 1.0 = 0 • (EG – EY) = 1.0 - 1.0 = 0 • (EB – EY) = 1.0 - 1.0 = 0 Jelaslah sinyal pembeda warna sama dengan 0, dan hasil yang sama kan diperoleh jika pandangan warna abu-abu atau hitam sebagai pengganti pandangan putih. Meskipun ketiga sinyal pembeda warna berasal dari Master Control, yang disalurkan/dipancarkan hanya dua diantara tiga sinyal pembeda warna, dan pada pesawat penerima akan memproses untuk memunculkan sinyal pembeda warna yang ketiga, sinyal pembeda warna yang dipancarkan adalah (ER – EY) dan (EB – EY). Untuk mendapatkan sinyal pembedaan warna yang ketiga (EG – EY), sinyal pembeda warna (ER – EY) dan (EB – EY) di Invert menjadi – (ER – EY) dan - (EB – EY), Sinyal pembeda warna ketiga (EG – EY) didapatkan sebagai berikut : EY = 0.3 ER + 0.59 EG + 0.11 EB EY = 0.3 EY + 0.59 EY + 0.11 EY 0 = 0.3 (ER - EY) + 0.59(EG - EY) + 0.11(EB – EY)
16 0.59 (EG – EY) = - 0.3(ER – EY) - 0.11(EB – EY) (EG – EY) = - 0.51(ER – EY) – 0.19(EB – EY)
..........(2.6)
Proses ini dilakukan pada pesawat penerima (Receiver ), dengan demikian seluruh pesawat penerima tinggal menambahkan -(ER – EY) dan -(EB – EY) dengan perbandingan 0.51 : 0.19. Tabel 2.1 . Memperlihatkan urutan warna yang dimulai dari putih dan diakhiri dengan hitam. Urutan ini dinamakan Colour Bar Pattern yang terdiri dari tiga warna primer dan tiga warna sekunder. Tabel ini juga dilengkapi dengan nilai untuk R, G dan B adalah 1 atau 0. Sebagai ilustrasi bagaimana tabel ini disusun, kita ambil warna kuning dan menghitung komponen-komponen sinyalnya : Untuk Warna Kuning, ER = EG = 1.0 EB = 0 Diperoleh : EY = 0.3 ER + 0.59 EG + 0.11 EB EY = (0.3 x 1.0) + (0.59 x 1.0) + (0.11 x 0) EY = 0.89 Maka : ER – EY = 1.0 – 0.89 = 0.11 EG – EY = 1.0 – 0.89 = 0.11 EB – EY = 0 – 0.89 = - 0.89
..........(2.7)
17 Tanda negatif didepan sinyal pembeda warna biru, maksudnya adalah tabung gambar warna biru tidak bekerja pada saat pandangan sinyal berwarna kuning. Tabel 2.1. Nilai dari Y, R, G, B dan Sinyal Pembeda Warna untuk menentukan kepekatan warna
WARNA
R
G
B
Y
ER - EY
EG - EY
EB - EY
PUTIH KUNING CYAN HIJAU UNGU MERAH BIRU HITAM
1 1 0 0 1 1 0 0
1 1 1 1 0 0 0 0
1 0 1 0 1 0 1 0
1 0.89 0.7 0.59 0.41 0.3 0.11 0
0 0.11 -0.7 -0.59 0.59 0.7 -0.11 0
0 0.11 0.3 0.41 -0.41 -0.3 -0.11 0
0 -0.89 0.3 -0.59 0.59 -0.3 0.89 0
Gambar 2.5. Colour Bar Patern
18 2.5 Sinyal V dan U Sinyal pembeda warna (ER – EY) dan (EB – EY) pada tabel 2.1, mempunyai amlitudo yang dibandingkan dengan sinyal luminan (1.0) adalah +0.7 untuk (ER – EY) dan + 0.89.untuk (EB –EY). Apabila sinyal tersebut dimodulasikan pada EY normal, maka pembawa/carrier gambar akan mendesak kedalam daerah pulsa sinkronisasi dan akan melebar masuk kebawah ”Zero Carrier Level ” dengan demikian Cross Talk sinyal warna akan muncul pada sinyal luminan. Untuk menghindari pengaruh tersebut, kedua sinyal pembeda warna amplitudonya diturunkan. Sinyal yang sudah diturunkan amlitudonya dinamakan sinyal V dan U. Dimana Amplitudo sinyal : V = 0.877 (ER – EY) U = 0.493 (EB – EY)
..........(2.8)
Penurunan Amplitudo tidak akan menimbulkan kesulitan pada penerima, karena dengan mudah penerima dapat mengatur penguatan kedua sinyal pembeda warna kembali kepada amplitudo semula. Hasil penyelidikan lebih lanjut dari sifat penglihatan mata yang normal dalam melihat berbagai kombinasi warna, ketajaman untuk melihat perbedaan warna tidaklah sama untuk seluruh warna. Mata dapat membedakan lebih jelas perbedaan dalam daerah warna oranye dan cyan daripada warna hijau dan ungu . Oleh sebab itu bidang frekuensi yang dibutuhkan untuk menyalurkan warna disekitar warna oranye dan cyan akan lebih besar dibandingkan dengan
19 bidang frekuensi yang dibutuhkan untuk warna didaerah hijau dan magenta / ungu. Berdasarkan perbedaan bidang frekuensi yang dibutuhkan oleh kedua daerah diatas, maka untuk meletakan frekuensi Sub-Carrier setinggi mungkin dalam bidang frekuensi video, dipilih warna Oranye–cyan sebagai sinyal warna yang dimodulasikan ke Sub Carrier yang fasenya berubah dari 90 ° ke 270 °, dan sinyal ini dinamakan sinyal V = 0.877 (ER – EB), sedangkan untuk daerah warna Hijau – magenta sebagai sinyal warna yang dimodulasikan ke Sub Carrier yang berfase 0° sinyal ini dinamakan sinyal U = 0.493 (EB – EY). Tabel 2.2. Memperlihatkan urutan warna yang dimulai dari putih dan diakhiri dengan hitam. Tabel ini juga dilengkapi dengan nilai sinyal U dan sinyal V. Sebagai ilustrasi bagaimana tabel ini disusun, kita ambil contoh warna Ungu untuk menghitung komponen sinyal U dan sinyal V. Untuk warna Ungu ER = EG = EB = 1.0 Diperoleh : Y = 0.3 ER + 0.59 EG + 0.11 EB Y = (0.3 x 1.0) + (0.59 x 1.0) + (0.11 x 1.0) = 0.41 Dan : ER – EY = 1.0 – 0.41 = 0.59 EG – EY = 0.0 – 0.41 = -0.41 EB – EY = 1.0 – 0.41 = 0.59 U = 0.493 (EB – EY) = 0.493 x 0.59 = 0.29 V = 0.877 (ER – EY) = 0.877 x 0.59 = 0.52 Maka Amplitudo dari Warna Ungu yaitu √ U² + V² = 0.59
..........(2.9)
20 Tabel 2.2 Nilai dari Y, R, G, B dan Amplitudo Sinyal Pembeda Warna U dan V
Dari Hasil Tabel 2.2 kita dapat meng-Ilustrasikan fase dari berbagai macam komponen warna seperti terlihat di gambar (2.6)
Gambar 2.6. Fase dari berbagai komponen warna
21 2.6 Modulasi Tegak Lurus (Quadrature Modulation) Untuk memodulasikan sinyal V dan sinyal U, menggunakan teknik modulasi tegak lurus dengan sub-carrier ditekan, sinyal V dan U di modulasikan dengan sistim amplitudo modulasi pada dua sub-carrier yang mempunyai frekuensi yang sama tetapi berbeda fase 90°. Selain itu bentuk yang khusus dari Amplitudo Modulasi, karena subcarrier itu sendiri ditekan. Amplitudo kedua sideband / jalur sisi
sebanding
dengan amplitudo Signal V dan U, jadi apabila sinyal warna hilang maka tidak ada sideband / jalur sisi yang dipancarkan. Jadi tidak ada gangguan beat pattern antara sinyal pembawa/carrier luminan dan chrominance (warna). Proses modulasi tegak lurus dilaksanakan oleh sepasang modulator seimbang yang rangkaian outputnya saling berhubungan (Gbr 2.7).
Gambar 2.7 Rangkaian Balanced Modulator
22 Sinyal masukan terdiri dari sinyal V dan U, masukan sub-carrier mempunyai frekuensi yang sama tapi fase yang berbeda 90°. Rangkaian Modulator Seimbang memenuhi karateristik yang diinginkan yaitu tidak menghasilkan keluaran/output apabila kedua sinyal V dan U tidak ada. Untuk memperbaiki cacat fase, sistem P.A.L mempunyai cara sebagai berikut : 1. Sub Carrier yang dimodulasi sinyal V diubah-ubah fasenya secara bergantian dari 90 ° ke 270 °, maka sinyal V untuk setiap garis scanning akan selalu berlawanan arah. 2. Dengan Menggunakan Elektronik switch dan Delay Line.
Gambar 2.8. Koreksi Cacat Fase
23 Dengan memperhatikan gambar 2.8, misalnya warna
F1 merupakan
sinyal yang seharusnya diterima oleh pesawat penerima. Tetapi dengan adanya cacat fase θ pada garis ke n dari gambar, yang diterima adalah Fa. Pada garis ke n + 1 pesawat penerima akan menerima sinyal Fb dengan cacat fase yang sama arahnya dengan cacat yang dialami Fa, yaitu berjarak θ dari tempat Fb yang seharusnya (yaitu F2). Jadi disini fase bergeser sebesar θ kearah yang berlawanan dengan arah jarum jam. Bila pada pesawat penerima bisa diatur sehingga sinyal Fb dengan komponennya -Vb dan Vb dapat diprosentasikan bersama sinyal Fa, dengan terlebih dulu Fb dijadikan sinyal Fc dengan membalik –Vb menjadi Vb, maka jumlah Fa dan Fc akan menghasilkan sinyal baru yang sefase dengan F1 dan bila amplitudonya dibagi dua hasilnya selalu berlawanan arah pada dua garis gambar yang berurutan pada prosentasi bersama sinyal U (=F) di pesawat penerima disatukan menjadi satu garis, jika ada kesalahan fase maka kesalahan itu akan saling menghapuskan, disini cacat fase sudah terkoreksi. Sistem PAL juga memiliki kekurangan, tetapi tidak terlalu sensitif dibanding sistem NTSC yaitu pada sistem PAL bila makin besar cacat fase yang dialami, makin berkurang amplitudo sinyal hasil koreksi, akibatnya adalah warna yang dihasilkan kepekatannya akan berkurang. Bila cacat fase sampai 90° maka sinyal warna akan hilang dan gambar menjadi hitam putih.
24 2.7 Pemilihan Frekuensi Sub Carrier Sistem PAL Dalam pemilihan sub carrier pada sistem PAL ada dua hal yang perlu diperhatikan : • Adanya sub carrier pada sistem TV warna tidak boleh mengganggu sinyal luminan. Baik pada sistem TV warna maupun pada TV Hitam Putih yang menerima sinyal tersebut. • Sinyal luminan tidak boleh mengganggu sinyal chrominan. Pentingnya pemilihan ini dapat dijelaskan sebagai berikut : Walaupun bidang tanggap frekuensi dari bidang frekuensi gambar adalah rata, tetapi distribusi enersi dalam bidang itu tidaklah demikian. Untuk rata-rata gambar enersi terbesar terkumpul pada komponen frekuensi rendah dan makin tinggi frekuensinya, maka enersinya makin kecil. Sub Carrier dengan modulasi sinyal warna akan membentuk pola spektrum enersi seperti sinyal luminan dan kelipatan dari frekuensi scanning gambar, tetapi spektrum tersebut berpusat pada frekuensi sub carrier. Bila enersi dari kedua spektrum tadi frekuensinya berhimpit maka pada gambar yang dihasilkan sinyal warna dan sinyal luminan akan saling mengganggu dan ”Beat / Dot Pattern” akan timbul.
Gambar 2.9. Spektrum Enersi dari Sinyal Gambar dengan Sub-Carrier Warna
25 Bila frekuensi sub carrier dipilih sedemikian rupa sehingga terletak diantara spektrum enersi dari sinyal luminan, maka masing-masing spektrum enersi akan terletak terpisah. Kondisi diatas akan dicapai bila frekuensi sub-carrier merupakan :
Fsc = ( n + ¾) FL + Ff/2
..........(2.8)
Dimana : Fsc
: Frekuensi Sub Carrier
N
: Bilangan konstanta (283)
FL
: Frekuensi Garis (15625 Hz)
Ff
: Frekuensi Bingkai (50 Hz)
¾
: Aspek Ratio
Maka untuk frekuensi sub-carrier sistem PAL dengan jumlah garis 625, diperoleh:
Fsc = ( n + ¾) FL + Ff/2 = (283 + ¾) x 15625 Hz + 25 Hz = 4.43361875 Mhz
2.8. Sinyal Pemadaman / Pengosongan
(blanking signal) dan Sinyal
Sinkronisasi (Synchronizing Signal) Pada kamera TV, informasi berupa kuat cahaya dan informasi warna diubah menjadi sinyal listrik yang bersesuaian. Agar informasi ini dapat diterima dan direproduksi dengan benar pada pesawat penerima TV, maka perlu adanya penyesuaian atau penyelarasan antara proses pengulasan yang dilakukan pada kamera dengan yang dilakukan pada TV. Proses ini disebut sebagai sinkronisasi.
26 Pada pemancar TV dibuat suatu pulsa-pulsa berbentuk persegi yang mempunyai frekuensi yang sama dengan frekuensi pengulasan, dan dengan menggunakan pulsa ini maka titik mula pengulasan pada tabung kamera dan tabung gambar dapat diatur bersamaan. Pada tiap akhir dari garis pengulasan (horisontal dan vertikal) akan dipancarkan satu pulsa penyelarasan atau sinkronisasi yang bersamaan dengan perioda Retrace. Karena dalam proses pengulasan memiliki dua daerah waktu yaitu pengulasan horisontal dan pengulasan vertikal, maka haruslah dikirimkan dua buah pulsa sinkronisasi.
Gambar 2.10. Pulsa – pulsa Sonkronisasi Horisontal dan Vertikal Pada
pengulasan
horisontal
waktu
yang
diperlukan
untuk
pengulasan/scanning satu garis lengkap dengan retrace adalah sebesar H, yaitu 1/15,625 detik atau 64 μs dengan lebar pulsa pengosongan dan pulsa sinkronisasi seperti yang ditunjukan pada gambar 2.10. Pada perioda pengosongan horisontal bagian yang mendahului pulsa sinkronisasi disebut Front Porch atau serambi depan dan bagian yang mengikuti disebut Back Porch atau serambi Belakang.
27
Gambar.2.11. Rincian perioda Blanking horisontal dan pulsa sinkronisasi Dan pada pengulasan vertikal, lebar pulsa pengosongan vertikal adalah 0,08 V dengan V adalah waktu yang diperlukan untuk pengulasan satu field yaitu 1/50 detik. Maka waktu yang diperlukan untuk pengosongan vertikal atau VBI (Vertical Blanking Interval) adalah sebesar 0,08 x 1/50 detik = 1600 μs. Waktu sebesar ini dapat memuat sebanyak 1600 μ / 64 μ = 25 garis pengulasan horizontal. Jadi akan ada maksimum 25 garis yang dikosongkan setiap field atau 50 garis setiap frame gambar. Dimana ada 16 garis pengulasan horisontal yang terbuang setiap field atau 32 garis setiap frame gambar. Garis pengulasan horisontal yang tidak terpakai ini dapat digunakan untuk mengirimkan sinyal-sinyal penguji dan sinyal-sinyal acuan (V.I.T.S. – Vertical Insertion Test Signal). Selain itu garis – garis ini dapat pula dimanfaatkan untuk pengiriman pesan seperti Teleteks yang dapat memberikan informasi dalam bentuk karakter halaman – halaman seperti layaknya suatu surat kabar.
28
gambar 2.12. sinyal pemadaman dan sinkronisasi vertikal
29 2.9. Penggabungan sinyal hasil modulasi Kedua sinyal pembeda warna yang telah dimodulasikan yaitu (R-Y) dan (B-Y) oleh frekwensi pembawa warna, Selanjutnya digabungkan pada sebuah tingkat penjumlah (adder stage). Sinyal gabungan ini disebut sinyal chrominan (chrominance signal ).
2.10. Penggabungan sinyal luminan dan chrominan Akhirnya sinyal chrominan digabungkan dengan sinyal luminan yang sudah lengkap berisi sinyal pemadaman horizontal dan vertikal serta sinyal sinkronisasi horizontal dan vertikal. Gabungan antara sinyal composit video dengan sinyal chrominan ini merupakan sinyal gambar lengkap warna (color composite video signal) atau CCVS. Untuk jelasnya, proses encoding yang telah diuraikan digambarkan pada gambar 2.13 dan 2.14.
Gambar 2.13. Blok Diagram Prinsip Teknik Encoding
30
Gambar 2.14. Blok Diagram Prinsip Teknik Encoding Bentuk sinyal gambar lengkap warna (CCVS) hasil dari proses encoding dapat dilihat pada gambar 2.15, disertai dengan urutan sinyal-sinyal yang membentuknya. Contoh gambar yang diambil adalah balok-balok warna (color bars) seperti yang sering dijumpai pada teknik tv warna sebagai salah satu sinyal uji.
Gambar 2.15. Sinyal gambar lengkap CCVS proses Encoding