BAB II TELAAH PUSTAKA DAN LANDASAN TEORITIK TENTANG DAKWAH DAN SENI A. Telaah Pustaka Pembahasan mengenai dakwah dengan menggunakan seni rebana memang banyak dikaji dalam berbagai buku maupun penelitian-penelitian yang sudah dilakukan di antaranya adalah, Pesan Dakwah Melalui Seni Tradisional Jippin Pesisiran di Kabupaten Demak, oleh Farhatul Iftitah, 1993.1 Penenilitian ini merupakan salah satu dari sekian banyak peneliti yang sudah melakukan penelitian. Penelitian tersebut menerangkan bahwa selain dakwah dengan mimbar atau yang lainnya, dakwah juga dapat dilakukan dengan alat yang tergolong tradisional dan di dalamnya di selingi dengan adanya tari-tarian atau dalam istilahnya tarian Jippin. Fokus penelitian ini adalah pada gerakan tarian yang menyertai rebana, sementara penelitian dalam skripsi yang akan dilakukan pada rebananya. Dengan demikian, kajian yang komprehensip mengenai seni rebana belum dibahsa dalam penelitain Farhatul Iftitah. Namun penelitian ini paling tidak memberikan gambaran bahwa dalam seni tarian Jippin dapat memuat pesan dakwah yang dapat diambil manfaatnya. Inilah yang menjadi titik singgung sekaligus pijakan awal untuk meneliti lebih lanjut, yakni apakah seni rebana mempunyai pesan dakwah dan sejauhmana minat umat terhadapnya. Selain itu ada juga yang membahas tentang Aspek-aspek Dakwah dalam Seni Tradisional Balo-Balo, (Study Kasus Dakwah Di Kodya Tegal tahun 1988 – 1993 ) oleh Masrukhi Wahid, 1993.2 Penelitian ini menjelaskan bahwa masih aktifnya kesenian Balo-Balo atau rebana di daerah Tegal. Penelitian menyebutkan bahwa dulu Islam masuk di daerah Tegal di antaranya dengan menggunakan rebana ini. Dan sampai saat ini rebana masih digunakan sebagai
1
Farhatul Iftitah, Pesan Dakwah Melalui Seni Tradisional Jippin Pesisiran di Kabupaten Demak, Semarang: Skripsi Fakultas Dakwah IAIN Walisongo, 1993 2 Masrukhi Wahid, Aspek-aspek Dakwah dalam Seni Tradisional Balo-Balo, (Study Kasus Dakwah Di Kodya Tegal tahun 1988 – 1993 ), Semarang: Skripsi Fakultas Dakwah IAIN Walisongo, 1993
10
11
media untuk menyampaikan dakwah Islamiyyah tersebut karena cukup berhasil dan banyak menyita perhatian masyarakat. Penelitian ini lebih terfokus pada kesenian Balo-balo di mana di dalamnya terdapat pula unsur rebana. Penelitian Masrukhi Wahid memang membahas rebana, tetapi bersifat sangat general karena rebana sebagai bagian dari kesenian Balo-Balo. Oleh karenanya, penulis akan mengelaborasi secara lebih detail dan rincitentang seni rebana. Titik singgungnya terdapat pada unsure rebana dalam kesenian balo-balo, sedangkan teori yang dapat diambil yakni terdapatnya nilai dakwah dalam kesenian Balo-balo. Walaupun aspek dakwah sangat umum, paling tidak, skripsi Masrukhi ini memberikan inspirasi adanya aspek dakwah dalam sebuah kesenian tradisional Balo-balo bagi amsyarakat Tegal. Unsur-unsur dakwah dalam Kesenian Rodat dan Rebana Iftihatul Fityah Al-Islamiyyah kabupaten Pati, oleh Mussalam, 1995.3 Dalam penelitian ini diterangkan bahwa letak efektifitas seni rebana sebagai sarana penyampain pesan-pesan dakwah Islamiyyah adalah terletak pada kemampuan syair-syair lagunya dalam memuat materi-materi dakwah, dengan menggunakan bahasa yang sederhana dan lugas sehingga inti sari agama tersebut memiliki fungsi sebagai media hiburan yang mengandung nilai-nilai keindahan dan kebaikan (mengandung nilai estetik dan etik). Seni rebana ini masih aktif pula di kabupaten Pati. Skripsi ini mengkaji secara detail unsur-unsur dakwah dalam kesenian rodat dan rebana, akan tetapi belum mencakup aspek minat suatu masyarakat secara detail. Artinya, skripsi ini alur pikirannya masih linear pada hal-hal yang nampak dari pesan yang terdapat dalam syair. Sementara kajian minat masyarakat yakni sejauhmana syair-syair dalam rebana mampu secara efektif membentuk karakter dan kultur masyarakat yang Islami belum dielaborasi secara akurat dan cermat. Oleh karenanya, penulis ingin melanjutkannya secara lebih mendetail tentang minat 3
dengan
obyek masyarakat
yang
Mussalam, Unsur-unsur dakwah dalam Kesenian Rodat dan Rebana Iftihatul Fityah AlIslamiyyah kabupaten Pati, Semarang: Skripsi Fakultas Dakwah IAIN Walisongo, 1995
12
berbeda dengan lebih jauh mengelaborasi pesan dakwah dalam seni rebana yang dapat digunakan sebagai media dakwah. Tentu beserta hasil yang didapat berupa perubahan pola pikir dan kultur masyarakat yang ada. B. TINJAUAN TEORITIK TENTANG DAKWAH DAN SENI A. Dakwah Islam 1. Pengertian Dakwah Islam Secara etimologi (bahasa), kata dakwah berasal dari bahasa Arab berupa kata kerja atau fi’il yaitu da’a - yad’u - da’watan yang berarti memanggil, menyeru atau mengajak.4 Sedangkan menurut istilah (terminologi), pengertian dakwah banyak terdapat pendapat dari para ahli dakwah. Di antara pendapatpendapat tersebut adalah sebagai berikut: 1) Menurut H.M. Thoha Yahya Oemar Dakwah yaitu mengajak manusia dengan cara bijaksana kepada jalan yang benar-benar sesuai dengan perintah Tuhan untuk kemaslahatan dan kesejahteraan serta kebahagiaan di dunia dan akhirat.5 2) Menurut H.M. Arifin Dakwah mengandung pengertian sebagai kegiatan ajakan baik yang bersifat lisan, tulisan dan tingkah laku dan sebagainya yang dilakukan secara sadar dan terencana dalam rangka mempengaruhi orang lain, baik secara individu maupun kelompok agar timbul dalam dirinya suatu pengertian, kesadaran, sikap penghayatan serta pengamalan terhadap agama Islam yang disampaikan kepadanya tanpa adanya unsur paksaan.6 4
Abd. Rosyad Shaleh, “Manejemen Dakwah Islam”, Jakarta: Bulan Bintang, 1986, hlm. 7 5 H.M. Thoha Yahya Oemar MA., “Ilmu Dakwah”, Jakarta: Wijaya, 1967, hlm. 1 6 H.M. Arifin, “Psikologi Dakwah Suatu Pengantar”, Jakarta: Bulan Bintang, 1977, hlm. 17
13
Dalam surat An-Nahl ayat 125 Allah berfirman:
! ,)*+(
" # #$
' % &$
Artinya: “Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk.7 4). Menurut Asmuni Syukir. Menurut Asmuni Syukur untuk mendefinisikan dakwah dapat dilihat dari dua segi yaitu definisi dakwah yang bersifat pembinaan dan yang bersifat pengembangan. bersifat
pembinaan
adalah
Pengertian suatu
usaha
dakwah
yang
mempertahankan,
melestarikan dan menyempurnakan umat manusia agar mereka tetap beriman kepada-Nya dengan menjalankan syariat-Nya, sehingga mereka menjadi manusia yang hidup bahagia di dunia dan akherat. Sedangkan pengertian dakwah yang bersifat pengembangan adalah usaha mengajak umat manusia yang belum beriman kepada Allah SWT agar mentaati syariat Islam (memeluk) agama Islam supaya nantinya dapat hidup bahagia dan sejahtera di dunia dan akhirat.8 Dari berbagai definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa dakwah Islamiyyah merupakan suatu usaha atau proses yang diselenggarakan dan dilakukan dengan sadar dan terencana untuk merealisasikan ajaran Islam di segala aspek kehidupan manusia dalam kehidupan sehari-hari, baik bagi 7
“Alqur’an Dan Terjemahnya”, Departemen Agama RI, Semarang: Toha Putra, 1989, hlm. 421 8 Asmuni Syukir,”Dasar-dasar Strategi Dakwah”, Surabaya: Al-Ikhlas, 1983, hlm. 20
14
individu
maupun
kelompok
sosial
masyarakat
dengan
hikmah
kebijaksanaan dengan menggunakan berbagai macam media dan cara yang diperbolehkan oleh agama Islam untuk mencapai kebahagiaan dan kesejahteraan hidup dengan mendapat ridlo dari Allah SWT baik di dunia maupun di akhirat kelak. 2. Dasar dan Tujuan Dakwah Berdakwah dengan segala bentuknya adalah wajib hukumnya bagi muslim, misalnya amar makruf nahi munkar. Hal ini menunjukkan bahwa syariat Islam tidak mewajibkan umatnya untuk mendapatkan hasil yang sangat maksimal, akan tetapi usahanyalah yang mewajibkan sesuai dengan keahlian dan kemampuannya. Adapun yang diajak itu ikut atau tidak adalah urusan Allah SWT sendiri.9 Oleh karenanya, dakwah bukan hanya kewajiban bagi para guru atau ustadz saja namun merupakan kewajiaban bagi semua umat Islam, sebagaimana yang terdapat dalam dasar hukum dakwah dalam surat Ali Imran ayat 104 sebagai berikut:
! % - ./
! .01 % .2
! &% 0
,)67(!. 5' ! 3
0 $
4 .
Artinya: “Dan hendaklah ada diantara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang munkar ; merekalah orang-orang yang beruntung”.10 Selain itu juga Rasulullah juga bersabda :
898 != 9== E9= = A8 9 C= D9 $ 89 %898 != 9= >= &9 =< >8 .? @< 9 8 AB 9 .98 08<8 < 0:9 = ; 989 0 !98 = % I8< = H9 /8 99=9 G9== 8 F 9 = A8 9 C= D9 $ 89 % 9
Ibid. hlm. 27 “Al-Qur’an dan Terjemahnya”, Op. Cit., hlm. 91
10
15
Artinya: “Barangsiapa diantara kamu melihat kemunkaran, maka hendaklah ia merubahnya dengan tangannya, jikalau tidak kuasa maka dengan lisannya. Hendaklah dengan hatinya, maka yang demikian itu selemah-lemahnya Iman”.11 Dengan melihat ayat Al-Qur’an dan hadist Nabi tersebut, maka jelaslah bahwa kewajiban berdakwah itu merupakan tanggung jawab dan tugas dari setiap muslim, dimana dan kapanpun mereka berada. Tugas ini wajib dilakukan bagi laki-laki maupun perempuan Islam yang baligh dan berakal. Oleh karenanya, dakwah bukan hanya kewajiban para ulama melainkan seluruh umat Islam tanpa terkecuali. Hanya saja kemampuan masing-masing individu yang membedakan. Adapun tujuan dakwah mempunyai sasaran yang sangat luas, yaitu menyangkut seluruh aspek kehidupan manusia, dan karenanya dakwah mempunyai aktivitas dan usaha yang sangat banyak. Usaha dan aktivitas-aktivitas dakwah itu tentu mempunyai arah untuk dapat mencapai sesuatu nilai tertentu atau cita-cita agung. Nilai atau cita-cita yang agung yang hendak dicapai dengan dakwah disebut tujuan dakwah dan merupakan harapan akhir.12 Menurut Asmuni Syukir, dakwah Islam mempunyai dua tujuan, yaitu tujuan umum dan tujuan khusus. Tujuan umum dakwah Islam adalah mengajak umat manusia (meliputi orang mukmin maupun orang kafir atau musyrik) kepada jalan yang benar yang diridlai Allah AWT agar dapat hidup bahagi dan sejahtera didunia maupun di akhirat.13 Sedangkan tujuan dakwah secara khusus adalah perumusan tujuan dakwah agar dalam melaksanakan seluruh aktifitas dakwah dapat secara jelas diketahui ke mana arahnya atau jenis kegiatan apa yang
11
Imam Jalaluddin Abdurrahman bin Abi Bakar As-Suyuthi, “al-Jami’ushShaghir”, Juz.11, Bandung: Al-Ma’arif, 911, hlm.171 12 Anwar Masy’ari, “Studi Tentang Ilmu Dakwah”, Surabaya: Bina Ilmu, 1981, hlm. 38 13 Asmuni Syukir, Op.Cit., hlm. 51
16
hendak dikerjaka, kepada siapa berdakwah, dengan cara bagaimana dan sebagainya secara terperinci.14 Dari sini dapat kita lihat bahwa tujuan khusus dakwah adalah merupakan pembinaan bagi mereka yang sudah memeluk agama Islam, agar lebih taat dan menjadi muslim sejati, beriman teguh, beramal shaleh, berakhlak mulia sesuai dengan perintah Allah SWT untuk selalu mencegah dan meninggalkan perkara yang dilarang-Nya. 3. Unsur-unsur Dakwah Dalam proses kegiatan dakwah, banyak unsur yang terlibat baik secara langsung mempengaruhi jalannya proses Islamisasi, maupun secara tidak langsung. Adapun unsur-unsur dakwah yang dimaksud adalah sebagai berikut: a. Subyek Dakwah (Da' i) Yang disebut subyek dakwah adalah orang yang melaksanakan tugas-tugas dakwah atau dengan kata lain ujung tombak dari kegiatan dakwah. Seperti dikemukakan Masdar Helmi bahwa sesungguhnya setiap muslim diwajibkan berdakwah melakukan amar ma' ruf nahi munkar dan menyampaikan dienul Islam, berdasarkan kemampuan masing-masing guna terbinanya kesejahteraan masyarakat.15 Dengan demikian jelas bahwa dakwah merupakan kewajiban setiap muslim sebagaimana tersimpul pula dalam surat an-Nahl ayat 125. Sedangkan pelaksanaannya menurut kemampuan masing-masing. Dengan demikian dalam arti secara umum, subyek dakwah adalah setiap muslim. Sedangkan arti secara khusus subyek dakwah harus mempunyai syarat-syarat tertentu sebagaimana disebutkan di atas sehingga sukses dan tidaknya suatu kegiatan dakwah sangat besar pengaruhnya dari peran da' i ini. 14
Ibid, Hlm. 54 Masdar Helmi, Problematika Dakwah Islam dan Pedoman Muballigh, Semarang: Toha Putra, 1970, hlm. 16 15
17
b. Obyek Dakwah (Mad' u) Obyek dakwah (mad' u) adalah masyarakat atau orang lain yang menerima pesan dakwah. Mad' u atau penerima dakwah adalah seluruh umat manusia tanpa kecuali baik pria maupun wanita, beragama maupun belum beragama, pemimpin atau rakyat biasa. Seluruh manusia sebagai penerima atau obyek dakwah adalah hakikat diturunkannya agama Islam dan kerisalahan Rasulullah Saw itu berlaku secara universal untuk seluruh umat manusia tanpa memandang warna kulit, asal-usul keturunan, daerah tempat tinggal dan lain-lain. Oleh karena itu dakwah tertuju kepada mereka tanpa melihat tingkat kebangsaan maupun golongan.16 c. Matei Dakwah (al-Maadah) Pada dasarnya materi dakwah tergantung pada tujuan yang hendak dicapai, materi itu merupakan satuan pasal-pasal yang bertautan dengan ajaran Islam yang tersusun dengan tertib dengan masing-masing bagian dan saling mendukung serta selaras dengan tujuan. Menurut Hamzah Ya' kub, materi dakwah merupakan pesan dalam mewujudkan tujuan dakwah. Isi ajakan yang disampaikan kepada obyek dakwah secara garis besarnya dapat dibagi menjadi 3 aspek, yaitu aspek akidah, syari' ah, dan aspek akhlak.17 1. Aspek Akidah Akidah dalam Islam adalah bersifat I' tiqad batiniyah yang mencakup masalah–masalah yang erat hubunganya dengan rukun iman. Oleh karena itu akidah ini merupakan dasar bagi kehidupan setiap muslim, dan akidah inilah yang menjadi dasar atau alasan yang memberi arah bagi
16
Aminudin Sanwar, Diktat Pengantar Ilmu Dakwah, Semarang: IAIN Walisongo, 1985, hlm. 66 17 Hamzah Ya’kub, Publisistik Islam, Bandung: Diponegoro, 1973, hlm. 30
18
hidup dan kehidupan seorang muslim. Pokok keimanan ini yang menjadi akidah Islaimiyah. 2) Aspek Syari' ah Aspek syariah ini merupakan aspek yang penting karena menyangkut bahasan hukum. Hal ini dimaksudkan karena ajaran Islam itu mempuyai tujuan tertentu yaitu agar terciptanya manusia seutuhnya yang bahagia lahir maupun batin, sehingga dalam mengaktualisasikan sebagai pengabdianya meliputi hubungan secara vertikal yaitu hubungan antara manusia sebagai hamba dengan Allah sebagai pencipta, dan hubungan horizontal yaitu hubungan manusia dengan manusia yang bersifat harmonis dan dinamis. Meskipun terdapat perbedaan bentuk dan caranya namun kedua sifat hubungan di atas tidak dapat dipisahkan dan terlepas antara satu dengan yang lainnya. karena keduanya sebagai realisasi dari pengabdian kepada Allah. Untuk ibadah vertikal ini merupakan ibadah mahdlah yakni ibadah yang berhubungan langsung kepada Allah. Sedangkan ibadah horizontal merupakan ibadah ghairu mahdlah yakni ibadah yang berhubungan dengan sesama manusia. 3) Aspek Ahklak Ahklak merupakan pendidikan jiwa agar seseorang dapat bersih dari sifat-sifat tercela dan kemudian dihiasi dengan sifat-sifat terpuji seperti rasa persaudaraan, saling menolong untuk sesama manusia dan sebagainya. Dakwah juga meliputi pendidikan anak agar menjadi anak shaleh yang berbakti kepada orang tuanya dan mempunyai sifat-sifat yang terpuji ini sering orang menanamkan sebagai
pertanda bahwa keimanan
seseorang senantiasa bertambah dengan sering berbuat baik, yaitu mengerjakan ahklakul karimah dan meninggalkan ahklakul madzmumah.
19
d. Media Dakwah Arti istilah media bisa dilihat dari hasil asal katanya (etimologi) berasal dari kata bahasa asing medium yang berart alat perantara, sedangkan media merupakan jama'dari kata medium tersebut.18 Pengertian semantiknya media berarti segala sesuatu yang dapat dijadikan alat (peantara) untuk mencapai tujuan tetentu.19 Sedangkan dalam kamus bahasa Indonesia memberikan definisi media adalah alat sarana yang dipakai alat komunikasi.20 Dengan demikian media dakwah adalah segala sesuatu yang dapat dijadikan alat untuk mencapai tujuan dakwah yang telah ditentukan. Masdar Helmy merumuskan media dakwah adalah segala peralatan yang bisa dipergunakan dalam mencapai tujuan dakwah.21 Lebih lanjut ia membagi media dakwah ke dalam 2 golongan yaitu: 1) Menggunakan alat komunikasi yang meliputi; pertama, media cetak seperti majalah, surat kabar, dan brosur, kedua, media visual, seperti film, televisi, foto dan tulisan, ketiga, media auditif seperti radio, tape recorder dan sura film. 2) Media pertemuan-pertemuan, yaitu pertemuan seperti arisan, rapat, seminar dan lain-lain. Kemudian menurut Asmuni Syukir, bahwa pengaertian media bisa berupa material ,orang,tempat , dan kondisi tertentu seperti : 1) lembaga pendidikan 2) limgkungan keluarga 3) organisasi islam 18
Asymunis Syukir, Op. Cit., hlm. 163 Ibid.,m 20 Tim Penyusun Pusat dan Pengembangan Bahasa, Kamus Besar bahasa Indoensia, Jakarta: balai Pustaka, 1989, hlm. 569 21 Masdar Helmi, Da’wah dalam Alam Pembangunan, Semarang: Toha Putra, 1989, hlm. 19 19
20
4) Media massa 5) Seni budaya dan sebagainya.22 Berangkat dari penjelasan tentang media di atas maka penulis akan menggunakan seni budaya sebagai media dakwah. Hal ini karena obyek kajian penulis yakni seni rebana merupakan bagian dari seni budaya. Dengan demikian, seni rebana merupakan kesenian yang dapat menjadi media dakwah. Ditinjau dari sistem komunikasi keagamaan, media termasuk dalam unsur-unsurnya, namun yang lebih penting lagi jika disaat penentuan, penetapan dan pemelihan strategi dakwah yang memiliki nilai efektif dan efisien maka sangat berperan sekali. Adapun fungsi media tersebut antara lain: 1) Media berperan sebagai alat bantu bagi proses kegiatan dakwah. 2) Media merupakan perpanjangan tangan untuk mencapai tujuan yang jauh. 3) Media sebagai wahana membantu metode dakwah. Dengan menggunakan bentuk-bentuk media komunikasi tersebut berarti dakwah mempuyai sarana untuk mencapai sasaran yang efektif, yakni dalam menyampaikan misi Islam dalam kehidupan masyarakat luas. E. Metode Dakwah Menurut Dzikron Abdullah bahwa metode dakwah itu bermacammacam di antaranya adalah : 1) Metode ceramah ( lecturing method ) 2) Metode tanya jawab (question method ) 3) Metode diskusi.23
22
Asymuni Syukir, Op. Cit., hlm. 167 Dzikron Abdullah, Metodologi dakwah, Semarang: IAIN Walisongo, 1987, hlm. 14-36 23
21
Allah befirman dalam surat an-Nahl ayat 125, dimana merupakan pedoman
bagi para da' i dalam melaksanakan kegiatan dakwah, sebagai
berikut:
#$ ! ,)*+(
" # ' % &$
Artinya: "Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan jalan yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah uyang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat di jalan-Nya dan dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang terdapat petunjuk".(Q.S. an-Nahl : 125).24 Ayat di atas memberikan petunjuk bagaimana seharusnya melakukan dakwah demi mencapai tujuan yang diharapkan. Cara metode dalam rangka melaksanakan dakwah yang dimaksud adalah sebagai berikut: 1) Dakwah bil Hikmah Hikmah menurut pengertian sehari-hari adalah bijaksana, dan secara pengertian khusus adil secara ilmiah dan filisofis.25 Kebijaksanaan timbul dari pada pekerti yang halus dan persopan santun. Orang yang menyampaikan sesuatu dakwah dengan budi pekerti yang benar tidak akan mengecewakan obyeknya. Dengan demikian seorang da' i hendaknya berusaha dengan segala kebijaksanaan yang ada padanya membuka perhatiaan orang yang didakwahinya, sehingga pikiranya terbuka. Hal ini sebagaimana telah diajarkan oleh Rasulullah SAW dalam sabdanya :
24 25
Departeman Agama RI, Op. Cit., hlm. 421 Dzikron Abdillh, Op. Cit., hlm. 25
22
F &FJ
KL M
Artinya:" Dan bercakaplah dengan manusia menurut kadara akalnya". Perkataaan ini sangatkah penting dan termasuk hikmah yang terbesar dalam melakukuan dakwah. Masuki mereka, dekati ke bawah kalau mereka terlalu di bawah, demikianlah ke atas kalau mereka terlalu di atas.26 Orang yang mengharapkan keberhasilan dalam dakwah harus menyesuaikan diri dengan segala kalangan yang dihadapi. 2) Dakwah bil Mauidhah Hasanah Yang dimaksud adalah memberikan ajakan atau nasehat dengan memberikan peringatan kepada orang lain dengan bahasa yang baik dan dapat menggugah dengan hati sehingga pendengar dapat menerima dan mau mengamalkan apa yang diharapkan oleh da' i. 3) Dakwah bil Mujadalah Artinya cara berdakwah dengan menggunakan tukar pikiran sebaik-baiknya.27 Dakwah dengan mujadalah tidak beranggapan bahwa yang satu sebagai lawan dari yang lainnya. Tetapi harus beranggapan bahwa teman yang benar dan bertolong menolong dalam mencari kebenaran. Dalam al-Qur' an disebutkan bahwa jika orang hendak mengadakan mujadalah atau tukar pikiran harus dilakukan dengan baik terutama kepada ahli kitab (Yahudi dan Nasrani). B. Tinjauan Tentang Seni 1. Pengertian Seni Seni adalah usaha menyatukan hubungan antara lahir dan batin antara yang fana dan yang kekal, secara khusus, ialah merupakan kegiatan menciptakan benda yang indah dan menarik segala bidang penciptaan, 26
hlm. 57
27
Hamka, Prinsip dan Kebijaksanaan dakwah Islam, Jakarta: Uminda, 1983, Ibid., hlm. 57
23
sastra, seni rupa, seni tari, seni suara dan sebagainya. Kesenian ini tentu saja bebas dan otonom (mempuyai kaidah sendiri) tidak menuju teori dan pendidikan namun berdasarkan estetika.28 Seni
juga
diartikan
sebagai
kemampuan
seseorang
atau
sekelompok orang untuk mencapai berbagai impuls yang melalui salah satu unsur panca indra. Mungkin juga melalui kombinasi di beberapa unsure-unsur panca indera, menyentuh rasa halus manusia lain di sekitarnya sehingga lahir penghargaan terhadap nilai-nilai impuls tadi.29 Sedangkan menurut Sidi Gazalba pengertian seni adalah untuk membentuk kesenangan sebagai salah satu naluri atau asazi atau kebutuhan (needs). Mengutip pendapat Herbet Read dalam buku the meaning of art, Gazalba menyatakan bahwa secara sederhana seni adalah usaha menciptakan bentuk-benmtuk yang menyenangkan.30 Dari beberapa pengertian tentang seni tersebut, dapat ditarik suatau pemahaman bahwa seni itu adalah sesuatu yang dapat dinikmati yang disampaikan oleh sebagian atau sekelompok orang menyangkut halhal keindahan yang dibuat sedemikian rupa dan mampu mempengaruhi semua panca inda yang berfungsi untuk menikmati maupun semata-mata sebagai suatu hasil karya seni yang dikagumi. Dengan kata indah tersebut sering ditemui dalam al-Qur' an seperti surat al-A' raf ayat 31, 32 dan 33 yang berisi tentang berhias diri dengan baik dan indah apabila hendak ke masjid dalam rangka melaksanakan ibadah. Berhias berarti mengandung seni dan seni mengandung estetika dan moral yang baik. Dengan diperbolehkannya berhias diri dengan memakai perhiasan ketika ke masjid sudah barang tentu boleh pula memakai perhiasan yang bermacam-macam itu di luar masjid dalam kehidupan sehari-hari. Hakekat perhiasan adalah seni, maka berseni itu boleh dalm kehidupan sehari-hari. 28
Hasan sadli, Enslikopedi Indoenesia, Jakarta: Ichtiar, 1980, hlm. 532 Selo Sumardjan, Budaya Sastra, Jakarta: Rajawali, 1980, hlm. 2 30 Sidi Gazalba, Asas-asasKebudayaan Islam, Jakarta: Bulan Bintang, 1987, hlm. 29
306
24
Perhiasan itu ada yang diciptakan manusia yang disebut karya seni dan adapula yang diciptakan oleh Allah SWT sendiri. Tuhan menciptakan alam yang dihiasi segala keanekaragamannya sehingga menjadi indah. Dari uraian di atas, dapat dijelaskan bahwa seni menurut konsep Islam berasaskan perpaduan antara keindahan dan kebaikan atau perpaduan antara estetika dan etika.31 Dengan demikian jelaslah apa yang dikehendaki Islam dalam kesenian adalah perimbangan antara nilai-nilai estetika dan nilai-nilai Islam (ahklak), sehingga kesenian tanpa ahklak tidak akan mencapai keselamatan. 2. Macam-macam seni Kesenian adalah bersifat naluri masyarakat, tiap kehidupan masyarakat memerlukan kesenangan estetik. Kesenangan estetik yang dikehendaki dalam kehidupan masyarakat, akan mampu menggerakan mereka pada aktifitas kesenian. Dengan adanya aktifitas kesenian tersebut maka dapat melahirkan berbagai macam bentuk karya cipta seni, seperti: a. Seni suara Seni suara merupakan bidang seni yang mempergunakan suara (vokal) maupun instrumental sebagai medium pengutaraan.32 Adapun yang dimaksud dengan seni suara vokal adalah seni suara yang didengarkan dengan perantaraan suara manusia tanpa iringan instrumental. Sedangakan seni suara instrumental adalah seni suara yang didengarkan dengan media atau alat-alat seperti alat tiup, gessek, alat yang dipukul dan sebagainya. b. Seni musik Seni musik merupakan bidang seni yang berhubungan dengan alat-alat musik atau irama yang keluar dari alat musik
31 32
Sidi Gazalba, Islam dan Kesenian, Jakarta: Pustaka al-Husna, 1988, hlm. 17 Van Hove, Ensiklopedi Indonesia, V, Jakarta: Ichtiar Baru, 1984, hlm. 308
25
tersebut. Bidang ini juga membahas cara menggunakan instrumen musik.33 c. Seni tari Seni tari adalah seni menggerakan tubuh secara berirama dengan iringan musik.34 d. Seni satra Seni sastra adalah bidang seni yang berhubungan dengan bahasa (kata-kata, gaya, bahasa) yang indah baik dalam bentuk bunyi dan isi. Karya seni yang diwujudkan dengan bahasa (seperti gubahan-gubahan prosa dan puisi yang indah).35 e. Seni drama Seni drama adalah bidang seni yang membicarakan tentang masalah sandiwara (cara menjalankan dan menulis lakon).36 Di samping bentuk-bentuk karya cipta seni tersebut, masih banyak bentuk karya cipta sni lain, sebagai hasil jelmaan rasa indah yang lahir dari jiwa atau hati nurani manusia. 3. Seni dalam pandangan Islam Manusia diciptakan oleh Allah sebagai khalifah di muka bumi terdiri dari ruh dan jasad, jiwa dan raga. Manusia merupakan mahluk yang istimewa karena dalam diri manusia itu diberi kelebihan daripada mahlukmahluk yang lainnya. Dalam tubuh manusia dilengkapi dengan akal, rasa, nurani pada dirinya. Dari unsur-unsur tersebut maka lahirlah produk dari dalam diri manusia apa yang disebut politik, ilmu pengetahuan, kebudayaan sampai dengan kesenian. Manusia dengan akal pikiran dan perasaanya menciptakan suatu keindahan untuk memenuhi kepuasan lahir maupun lahir.
33
Abdurrahman al-Baghdadi, Seni dalam Pandangan Islam, Jakarta: Gema Insani Press, 1992, hlm. 13 34 Ibid., hlm. 14 35 Sidi Gazalba, Op. Cit., hlm. 41 36 Van Houve, Op. Cit., hlm. 258
26
Cabang kesenian yang biasa dimasalahkan secara khas ialah nyanyian, musik dan tarian. Ketiganya ini sangat sensitif dalam masyarakat, karena cabang kesenian itu dirasakan langsung melibatkan ahklak atau nilainilai etika Islam. Untuk mengetahui pandangan Islam terhadap ketiga hal ini, maka di bawah ini akan dikutip berbagai pendapat: a. Pendapat Sahabat Beberapa orang sahabat berpendapat bahwa nyayian yang membuat
pendengarnya
lalai
untuk
beribadah
kepada
Allah
hukumnya haram. Pendapat ini berdasarkan penafsiran kalimat lahwal hadits dalam surat al-Luqman ayat 6:
N .@ O
PQ R% &
S.$ T% 0 J
0
4 BW
V2$ %
0U V
Artinya: "Dan terdapat segolongan dari manusia yang membeli lahwal hadits (nyanyian yang tidak berguna) untuk menyesatkan dari jalan Allah dengan tiada ilmu dan menjadikan persendagurauan .bagi mereka azab yang hina".37 Kalimat lahwal hadits pada ayat di atas ditafsiri dengan nyanyian (yang tidak berguna, melalaikan). Dengan demikian, segala jenis musik yang melalaikan haram hukumnya.38 b. Pendapat fuqaha Imam Abu Hanifah berpendapat bahwa menyayikan nyayian dan mendengarkanya adalah berdosa. Demikian pula pendapat Annas bin Malik. Sedangkan Imam Syafi' i berpendapat bahwa jika mendengarkan nyayian yang tidak disertai alat musik hukumnya maakruh, namun jika isi syairnya mengisahkan syara' seperti menyifatkan keindahan wanita, pemuda, arak dan lainnya maka 37 38
Departemen Amaga, Op. Cit., hlm. 563
Sebagaimana dikutip oleh Sidi Gazalba, Op. Cit., hlm. 140
27
hukumnya haram. Menurut pendapat Imam Hambali mendengarkan nyayian yang tidak mengggunakan nyayian alat hiburan seperti gambus, tambur dan sebagainya hukumnya makruh, sedangkan jika isi syairnya mengisahkan wanita, pemuda, arak dan sebagainya, hukumnya haram.39 c. Pendapat ulama'tafsir dan hadits Para ulama'sepakat mengharamkan nyayian yang di dalam syairnya
terdapat
kata-kata
yang
membangkitkan
nafsu,
menggambarkan kejelitaan wanita, menggambarkan arak dan perkaraperkara yang diharamkan. Sedangkan selain yang dimaksudkan di atas hukumnya boleh.40 Dari kutipan-kutipan tersebut dapat disimpulkan jika sekiranya nyayian itu cara membawakannya bertentangan dengan Islam misalnya dalam berpakaian merangsang, syairnya tidak mengajak kepada hal-hal yang baik menurut agama serta dalam proses penyajiannya tidak menurut ketentuan Islam seperti bercampur bebas antara laki-laki dan perempuan maka yang demikian itu adalsh dilarang oleh Islam. Demikian pula Abdul Rahman Al Baghdadi yang menyatakan bahwa nyayian yang diharamkan yaitu pada jenis nyayian yang disertai dengan perbuatan haram atau mungkar, seperti minuman khamr, menampilkan aurat wanita, atau nyayian yang berisi syair-syair yang bertentangan dengan akidah atau melanggar etika Islam. Sedangkan jenis nyayian yang dianggap mubah adalah, semua jenis nyayian yang tidak tercampur hal-hal yang diharamkan sebagaimana telah disebutkan. Nyanyian yang mubah merupakan nyanyian yang tidak disertai dengan mabuk-mabukan, tidak memuja kecantikan wanita, tidak ada kata-kata yang mengajak pacaran, main cinta atau senandung asmara, dan tidak juga diadakan di tempat-tempat maksiat, 39 40
Ibid., hlm. 141 Ibid., 142
28
misalnya club malam, diskotik dan sejenisnya yang ditempat lelaki dan wanita bercampur menari bebas bersama-sama. Dari hasil karya cipta seni tersebut senantiasa mengandung nilai-nilai tertentu yang berfungsi untuk memuaskan, yang di antaranya adalah: a.
Nilai indra yang dapat memberikan kepuasan bagi seluruh indra.
b.
Nilai indra yang dapat memberikan
atau menimbulkan
penghargaan atau kekaguman kepada pengamat. c.
Nilai estetik, dapat menimbulkan pengalaman estetik pada pengamat.
d.
Nilai pengetahuan, dapat menimbulkan pada manusia realitas subyektif, pengalaman dalam diri dan perasaan.
e.
Nilai kehidupan, berbagai nilai kehidupan yang ditemukan di luar seni disalurkan melalui medium karya seni.41
4. Fungsi seni Seni tidak dapat dipisahkan dari kehidupan sehari-hari. Tanpa seni, irama hidup ini akan sumbang. Oleh karena itu seni adalah milik seluruh umat manusia. Seni bisa juga disebut manifestasi bentuk mensyukuri nikmat Allah, sebab manusia sebagai subyeknya telah diberi kelengkapan oleh Allah untuk mengkaji, menghayati dari sepuhan al-Qur' an baik yang terkandung dalam alam maupun dari kreasinya sendiri. Namun harus diingat bahwa paham estetik yang menelorkan seni erotis dengan diimbangai dan ditopang dengan moral agama menjadi hambatan yang serius bagi perkembangan disiplin moral yang tinggi dan yang mulia. Bisa jadi keindahan dan kesenangan itu dijadikan media untuk mengikuti nikmat Allah yang akhirnya bernilai kreasi maksiat. Sebab timbulnya keindahan itu dapat didorong oleh nafsu syetan laknatullah yang benarbenar tidak terkendali oleh wahyu.42 41 42
Sidi Gazalba, Op. Cit., hlm. 91
Ibid., hlm. 110
29
Tidak sedikit fakta berbicara tentang seni yang membawa dekadensi moral, misalnya seni tari yang menonjolkan bodi seksi, film-film yang penuh dengan adegan ranjang dan ciuman serta maksiat lainya. Ini semua dilakukan hanya untuk memperoleh keuntungan material semata, tanpa memperdulikan efek yang menghancurkan kehancuran moral dan atika masyarakat. Namun kita juga tidak bisa menutup mata, bahwa seni itu juga sangat efektif untuk dijadikan sarana pendidikan ahklakul karimah.h Hal inilah yang kita harapkan sehingga seni mempunyai fungsi yang besar dalam upaya membentuk dan meningkatkan moralitas ummat. Sebab, setiap orang memang suka terhadap seni, dan tidak ada masyarakat yang kebudayaannya kosong dari kesenian. Seni dapat berperan sebagai media dakwah apabila kesenian tersebut memasukkan nilai-nilai Islam melalui syair (teks lagu, intonasi dan not), penampilan (suara dan tari) sehingga menimbulkan efek negatif. Dari kesemuanya ini dapat memainkan peran penting seni sebagai hiburan sekaligus sebagai media dakwah. 5. Seni Rebana Seni rebana merupakan salah satu seni yang bernafaskan Islam. Ia lahir sebagai hasil kreatifitas muslim atau dengan kata lain lahir dari kebudayaan Islam. Hal ini karena musik rebana merupakan musik yang di dalamnya berisikan sya’ir-syair ke-Islaman seperti shalawat, petuah ahli hikmah di dalam al-Barzanzi atau al-Diba’ dan beberapa syai’r terkenal lainnya. Rebana merupakan alat musik tradisional yang terbuat dari kulit lembu dan termasuk dalam golongan terbang Jawa. Jadi seni rebana dapat diartikan sebagai seni musik tradisional dengan menggunakan alat musik terbang Jawa yang biasanya dimainkan oleh beberapa orang pria atau wanita dengan melantunkan syair-syair yang berbahasa Arab, guna mengiringi acara perkawinan, khitanan, peringatan hari-hari besar Islam maupun acara lainnya.
30
Pada perkembangan selanjutnya, terjadi dialektika antara senandung shalawat dalam al-Barzanzi dan al-Diba’ dengan berbagai sentuhan seni modern, sehingga melahirkan kesenian rebana plus, yakni rebana yang di dalamnya terdapat orgen, mandolin dan drumb. Seni rebana, apabila dikaji dalam pandangan Islam, maka hukumnya mubah, karena di dalamnya tidak membuat orang melalaikan agama, tetapi justru meningkatkan kesadaran agama. Tidak pernah terjadi seni rebana disertai minuman keras, jogetan bersama pria wanita, dan busana yang merangsang. Namun demikian, ada yang menodai seni rebana dengan menyanyikan syair-syair di luar syair shalawat, Dziba’, al-Barzanzi atau syair dakwah lainnya. Mereka menyanyikan syair dangdut atau syair “merangsang” lainnya disertai dengan jogetan yang tidak beretika lagi. Namun ini hanyalah kasuistik, sehingga secara umum, seni rebana tetap baik dan merupakan media kesenian umat Islam yang paling aman dari kemungkinan dicampuri hal-hal yang haram dan melanggar syari’at. Bahkan tidak jarang, pembacaan syairsyair Dziba’ menorehkan pengalamaan keagamaan yang unik dan khas.43 Dengan demikian, akan sangat tergantung pada pendengarnya, apabila kesenian, termasuk seni rebana, didengarkan dengan penuh kesadaran, maka akan sampai kepada mengingat Allah dan Rasul-Nya, akan tetapi apabila dengan menggunakan hawa nafsunya maka dapat menyebabkan jatuh ke dalam kesesatan.44
43
lebih lanjut baca: Ahmad Anas, Menguak Pengalaman Keagamaan, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2004. 44 Abdul Muhaya, Bersufi Melalui Musik, Yogyakarta: Gama Media, 2003, hlm. 13