BAB II SEJARAH SINGKAT PERANAN BHUTAN DAN NEPAL DALAM PERMASALAHAN PENGUNGSI BHUTAN DI NEPAL
Bab ini akan memaparkan latar belakang sejarah pengungsian penduduk Bhutan ke Nepal. Beranjak dari penjelasan sejarah kondisi sosial-politik di Bhutan pra-pengungsian, bab ini kemudian akan menjabarkan kebijakan-kebijakan nasional pemerintah Bhutan sebagai faktor pendorong utama terjadinya krisis pengungsi. Selain itu, sedikit uraian mengenai peranan Nepal dari awal kedatangan para pengungsi akan turut dibahas untuk dapat memotret isu secara menyeluruh. Pemaparan-pemaparan dalam bab ini akan dapat dijadikan dasar analisa terhadap kapabilitas negara-negara yang terlibat dalam menangani krisis kemanusiaan yang dialami para pengungsi hingga akhirnya mendatangkan UNHCR yang akan menjadi subyek bahasan bab selanjutnya.
II.1 Sejarah Singkat Kondisi Demografi di Bhutan Bhutan pertama kali didirikan sebagai negara oleh Raja Ugyen Wangchuck dengan bentuk monarkhi absolut pada tahun 1907 selepas pendudukan Kerajaan Inggris32. Komposisi penduduk dari negara yang terletak di kawasan Asia Selatan dan terapit dua negara besar, Cina dan India, ini terlihat jelas dari adanya lima kelompok etnis, yaitu etnis Sharchop, Ngalong, Bumthap, Kurtop, dan Lhotshampa. Kelompok etnis Ngalong adalah kelompok etnis dengan
32
Ikram, Zubia, Op.cit. h.103.
Peranan UNHCR..., Putri K.T.M., FISIP UI, 2008
strata tertinggi dalam masyarakat Bhutan, terdiri dari keluarga kerajaan dan bangsawan-bangsawan
(kelompok
etnis
unggul/elit).
Kehidupan
kelima
kelompok etnis ini diatur oleh pemerintah Bhutan dengan penerapan kepercayaan Mahayana Buddhism yang mengajarkan untuk menjaga kemurnian ajaran-ajaran Buddha melalui ritual-ritual, pemujaan benda-benda keramat33. Pemeliharan kepercayaan tersebut tercerimin dari filosofi nasional Bhutan yaitu ‘gross national happiness’ yang menanamkan perlunya menjaga keseimbangan antara kekayaan spiritual dan material masyarakatnya34. Kepercayaan ini juga turut mempengaruhi kebijakan-kebijakan yang dibuat oleh pemerintah Bhutan, termasuk kebijakan untuk mempraktekkan isolasionisme di negara tersebut. Perubahan sistem pemerintahan Bhutan berubah dari monarkhi absolut menjadi modified constitutional monarchy di bawah kepemimpinan Raja Dorgi Jigme Singye Wangchuck juga secara tidak langsung terpengaruh oleh kepercayaan yang mereka anut tersebut. Perubahan sistem pemerintahan itu membawa dampak yang signifikan terhadap komposisi demografi di Bhutan, ditandai dengan pembuatan berbagai undang-undang yang dimaksud untuk mengatur seluruh aspek kehidupan di Bhutan, khususnya berhubungan dengan aturan-aturan kependudukan. Dalam sistem yang demikian, raja sebagai kepala pemerintahan sekaligus kepala negara bebas membuat dan menghapus konstitusi yang dilihatnya sesuai untuk pembangunan bangsanya. Nationality Act of 1958 adalah peraturan kependudukan pertama yang menjadi bukti dari adanya hak 33
‘Mahayana Buddhism: The Greater Vehicle’, diakses dari http://www.religionfacts.com/buddhism/sects/mahayana.htm pada 5 Oktober 2008, 19.20 WIB. 34 BBC News, ‘Country Profile: Bhutan’, Diakses dari http://news.bbc.co.uk/2/hi/south_asia/country_profiles/1166513.stm pada 10 September 2008, 22.13 WIB.
Peranan UNHCR..., Putri K.T.M., FISIP UI, 2008
prerogatif Raja untuk membuat dan mengganti undang-undang kapan pun dirasa perlu, tanpa mempertimbangkan pihak-pihak yang akan terkena dampak perubahan tersebut. Nationality Act of 1958 merupakan usaha pemerintah Bhutan untuk memberikan kesetaraan bagi para imigran Nepal (kaum Lhotshampa). Kaum Lhotshampa sendiri dihadirkan oleh Inggris ketika masih menduduki Bhutan, untuk menyeimbangkan jumlah suku Tibet di wilayah selatan Bhutan, serta untuk melakukan pekerjaan-pekerjaan kontstruksi dalam usaha membangun Bhutan35. Kaum Lhotshampa yang mulai bermigrasi ke Bhutan sejak abad ke-17 hingga sebelum tahun 1958, melalui Nationality Act 1958 diberikan hak atas fasilitas kesehatan, pendidikan, kesempatan kerja, dan pertanian. Kebijakan pembangunan pemerintah Bhutan yang mensejahterakan seluruh penduduknya lantas menjadi bumerang dan memicu mengalir derasnya imigran dari Nepal pada tahun 1960an. Khawatir akan ancaman dominasi kelompok etnis Lhotshampa, Raja Jigme Singye Wangchuck yang meneruskan tahta kerajaan sejak tahun 1972 lantas mulai mengambil berbagai tindakan penangkalan terhadap ancaman tersebut. Didorong pula oleh keinginan Raja Jigme untuk mensukseskan pembangunan perekonomiannya, Raja Jigme melihat perlunya diselenggarakan sensus penduduk untuk melihat gambaran kondisi demografi Bhutan demi menentukan langkah-langkah pembangunan yang sesuai. Kaum Lhotshampa lalu menjadi momok bagi pemerintah Bhutan dan berbagai aturan yang dianutnya, karena kaum Lhotshampa memiliki perbedaan yang paling
35
Op.cit., h.104
Peranan UNHCR..., Putri K.T.M., FISIP UI, 2008
mencolok dari kelompok-kelompok etnis lainnya di Bhutan, baik dari segi agama yaitu Hindu, budaya, dan bahasa.
II.2 Kebijakan Ethnic-Cleansing Pemerintah Bhutan Kenyataan bahwa sensus penduduk tahun 1981 di Bhutan menunjukkan bahwa 53% penduduk Bhutan terdiri dari kelompok etnis Nepal menjadi titik tolak terjadinya ethnic cleansing di negara tersebut36. Khawatir warganegaranya akan mendapat
‘pencemaran’ kemurnian agama, budaya dan bahasa serta
pengaruh-pengaruh ideologis di Nepal seperti demokrasi dan komunisme, maka ditetapkanlah kebijakan-kebijakan baru yang sifatnya terkesan chauvinistic dan pelaksanaannya sangat memarginalisasikan kelompok etnis diluar Drukpa. Raja Jigme mengambil kebijakan-kebijakan baru ini untuk membatalkan efektifitas Nationality Act of 1958, karena negara dianggap tidak mampu mengatasi ledakan imigran dari Nepal akibat dibuatnya regulasi tersebut. Kebijakan-kebijakan yang ditetapkan oleh Raja Jigme Wangchuck melalui perundang-undangan negara ialah sebagai berikut: • The 1958 Citizenship and Marriage Acts. Dalam undang-undang pertama tersebut tercantum kriteria-kriteria bagi perolehan legalitas kependudukan masyarakat Bhutan, yaitu pembuktian keberadaan mereka di Bhutan terhitung sebelum 31 Desember 1958, dan secara resmi terdaftar dalam sensus penduduk nasional. Selanjutnya, Marriage Acts menyebutkan bahwa pria 36
S. Kharat, Rajesh, Dr., The Ethnic Crisis in Bhutan: Its Implications. India Quarterly, Jan-Mar 2001 Vol.57, No.1, h.40
Peranan UNHCR..., Putri K.T.M., FISIP UI, 2008
dari kelompok etnis Lhotshampa yang menikahi wanita nonBhutan tidak memiliki hak suara dalam proses eleksi di National Assembly, serta dirampas kesempatannya dalam memperoleh pekerjaan sipil yang layak37.
• Driglam Namzha. Code of conduct dalam pelaksanaan kehidupan kenegaraan dengan memaksakan kebudayaan Drukpa (melalui pemaksaan pemakaian pakaian adat Drukpa, penyembahan benda-benda dan simbolsimbol suci Buddha) dan pemakaian bahasa Dzongkha (yang merupakan milik etnis Ngalong) pada seluruh kelompok etnis di Bhutan. Kebijakan ini dapat dikatakan sebagai proses Bhutanisasi atau Drukpanisasi yang ditujukan untuk merenggut hak etnis Lhotshampa dalam mempraktekkan budaya-budaya serta nilainilai yang dianut oleh kelompok etnis Nepal. Kebijakan tersebut semakin memojokkan kaum Lhotshampa untuk meninggalkan Bhutan. Slogan yang dipakai pemerintah Bhutan ialah ‘one nation one policy’38. • The Green Belt Policy.
37
Dr. Satish Kumar, “Will Democracy in Bhutan Resolve the Refugee Crisis?” Article No:59 (December 30, 2005), Diakses dari http://www.sspconline.org/ , pada 29 Mei 2007, pukul 22.15 WIB. 38 Lok Raj Baral, Op.cit. h. 410.
Peranan UNHCR..., Putri K.T.M., FISIP UI, 2008
Pembatasan
lebih
jauh
bagi
kaum
Lhotshampa
dalam
melaksanakan kegiatan perekonomian utamanya, yaitu bertani39. RGOB mengeluarkan pelarangan terhadap habitasi manusia sejarak 1 km di wilayah Bhutan sepanjang perbatasan dengan India, yang tidak lain merupakan 1/3 dari tempat tinggal kaum Lhotshampa.
Sikap diskriminatif jelas tersurat dalam ketiga kebijakan tetapan Raja Jigme Singye Wangchuk tersebut. Dengan berlakunya ketiga kebijakan tersebut, kaum Lhotshampa dipaksa untuk menikah dengan wanita Bhutan yang tidak memiliki kesamaan bahasa dan budaya dengannya, selain itu seorang anak yang salah satu atau kedua orangtuanya bukanlah penduduk Bhutan juga tidak berhak untuk menjadi warga negara Bhutan. Kaum Lhotshampa juga menjadi kehilangan tempat tinggal mereka yang akan dijadikan wilayah vegetasi oleh pemerintah Bhutan. Pemberlakuan kebijakan-kebijakan tersebut ketika itu didukung oleh pernyataan yang defensive pemerintah Bhutan kepada para jurnalis, diplomat, dan akademisi asing bahwa negaranya adalah sebuah negara kecil di antara negaranegara tetangga raksasa, sehingga satu-satunya yang dimiliki Bhutan sebagai identitas nasionalnya adalah identitas kultural, serta bahwa Bhutan tidak
39
Ikram, Zubia, Op.cit, h. 108
Peranan UNHCR..., Putri K.T.M., FISIP UI, 2008
mendapatkan privilege untuk menikmati pluralisme kultural di negaranya mengingat kawasan teritorial yang sangat terbatas40. Keresahan semakin memuncak ketika kaum Lhotshampa mulai berkumpul dan berorganisasi secara politik pada akhir era 1980an dan berpartisipasi dalam partai ilegal Bhutan People’s Party (BPP), mendemonstrasikan tuntutan prodemokrasi pada pemerintah Bhutan41 untuk melawan undang-undang yang diskriminatif, dan dalam jangka panjang, menginternasionalisasikan isu pengungsi Bhutan, agar mendapat perhatian dan bantuan dari negara-negara lain. Bentrok antara aparat keamanan nasional Bhutan dan BPP pada tahun 199042 menjadi
titik
penting
permulaan
tekanan
pemerintah
Bhutan
untuk
mengekspatriasi masyarakat Lhotshampa karena dianggap terlibat dalam aktifitas yang melanggar hukum dan bersifat subversif. Pemerintah Bhutan dengan pasukan militer nasionalnya lalu melakukan berbagai macam tindak kekerasan hingga pemaksaan kepada masyarakat untuk menandatangani ‘voluntary migration certificates’ sebagai jebakan bagi para ‘calon’ pengungsi tersebut agar tidak dapat menuntut kembali hak kewarganegaraan mereka di kemudian hari kepada Bhutan43. Kepergian kaum Lhotshampa dari Bhutan demi menghindari kekerasan terhadap kelompok etnisnya pada akhir tahun 1990 yang tidak mendapat sambutan ketika memasuki batas territorial India dan berakhir di Nepal lantas
40
Hutt, Michael, Unbecoming Citizens: Culture, Nationhood, and the Flight of Refugees from Bhutan. Oxford University Press (New York : August 2005) h.270. 41
Ikram, Zubia, Op.cit. h.109 Diakses dari http://news.bbc.co.uk/ , pada 29 Mei 2007, 19.21 WIB 43 Loescher, Gil, dan James Milner, “Protracted Refugee Situations: Domestic and International Security Implications”, Op.cit., h.64-65. 42
Peranan UNHCR..., Putri K.T.M., FISIP UI, 2008
mengalihkan perhatian terhadap kasus ini dari sikap-sikap serta kebijakan pemerintah Bhutan kepada Nepal, sebagai negara penerima aliran pengungsi. Demi mendapatkan potret yang seutuhnya terhadap krisis pengungsi ini, berikut sedikit pemaparan mengenai sejarah situasi politik dan sosial di Nepal sebelum dan selama kehadiran kelompok pengungsi, serta ketidakmampuan Nepal dalam menangani permasalahan pengungsi yang bernaung di wilayah kenegaraannya.
II.3 Sejarah Singkat Situasi Sosial-Politik di Nepal Dipicu tingginya tingkat kemiskinan dan ketidakmerataan pembangunan yang mencolok di daerah-daerah pedalaman, serta ketidakefektifan pemerintahan perdana menteri Girija Prasad Koirala, kelompok Maois berkembang dengan sangat pesat dan memiliki akar yang mendalam pada masyarakat Nepal44. Tuntutan yang terus diusahakan oleh kelompok Maois ini ialah terjadinya institusionalisasi demokratisasi di Nepal, untuk mengakhiri kekuasaan otoriter dari raja dan pasukan militer kerajaan, dan menciptakan Nepal yang sekuler di bawah badan legislatif House of Representatives (HOR)45 dan juga penumpasan batasan-batasan kelas, kasta, dan gender pada tiap level dan lingkup kehidupan masyarakat Nepal. Dipimpin oleh Prachand, yang juga merupakan presiden dari Nepal Communist Party (NCP), kelompok Maois menggunakan aksi-aksi kekerasan dan kampanye terror sejak pemberontakan pertamanya tahun 1996 terhadap aparat-aparat pemerintahan untuk mencapai tujuannya. Namun 44
Apratim, Mukarji, Nepal: Is Destabilization the Name of the Game?, dalam Ayanjit Sen, ed., India’s Neighbours: Problems and Prospects. Har-anand Publications (New Delhi: 2001), h.90. 45 Dahal, Rej Dav, Nepal’s Difficult Transition to Democracy and Peace. Kurzberichte aus der internationalen Entwicklungszusammenarbeit : Asien und Pazifik (Short reports from international development co-operation Asia and Pacific) , Agustus 2006), FES Kathmandu, h.1-6
Peranan UNHCR..., Putri K.T.M., FISIP UI, 2008
demikian, di samping berbagai kekerasan yang dijalankan oleh kelompok Maois, mereka juga telah membantu masyarakat pedesaan untuk dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhan primer yang lalai disediakan oleh pemerintah. Permasalahan yang terus menimpa kerajaan Nepal ini kian memburuk ketika terjadi peristiwa pembunuhan massal terhadap Raja Birendra, Ratu Aishwarya, dan tujuh anggota keluarga kerajaan lainnya pada tanggal 6 Juni 2001 malam oleh Pangeran Dipendra yang tidak lama setelah itu melakukan bunuh diri46. Peristiwa tersebut sangat mengguncang masyarakat Nepal yang selalu menyanjung dan memuja keluarga kerajaan yang dipandang sebagai keturunan dewa yang mereka sembah. Kepercayaan dan kekaguman mereka terhadap sistem monarkhi terus mempengaruhi popularitas pemerintahan Nepal di mata masyarakat, meskipun posisi kepala negara kemudian telah digantikan oleh Raja Gyanendra. Semenjak peristiwa yang mengejutkan tersebut terjadi, popularitas pemerintah kian menurun dan memburuk di kalangan masyarakat. Perdana menteri G.P. Koirala secara tidak langsung menambah buruk situasi yang ada dengan terkuaknya investigasi terhadapnya atas tuduhan pelecehan otoritas yang dilakukannya dalam berbagai kasus korupsi tingkat tinggi. Pimpinan Nepali Congress itu kerap mendapat kritik sebagai perdana menteri yang lemah, dan terus didorong oleh partai-partai oposisi untuk mengundurkan diri dari jabatannya akibat ketidakmampuannya mengatasi berbagai isu besar yang dihadapi Nepal selama satu dekade terakhir. Destabilisasi lantas menjadi gambaran yang
46
Mukarji Apratim, Op.cit. h.100.
Peranan UNHCR..., Putri K.T.M., FISIP UI, 2008
tercermin dari kondisi pemerintahan yang ada, mengingat selama satu dekade, Nepal tidak pernah mengalami pemerintahan yang terpilih secara populer dan dapat bekerja secara efektif. Situasi domestik Nepal lantas menjadi semakin tidak kondusif untuk menyelesaikan krisis pengungsi yang dihadapinya. Kondisi tersebut diperburuk lagi mengingat kelompok Maois turut membawa ancaman tersendiri bagi populasi pengungsi, terutama dengan adanya perekrutan pemuda-pemuda dari populasi pengungsi yang mampu membahayakan keselamatan jiwa mereka. Nepal pun akhirnya melalui mekanisme yang sesuai memohon bantuan dari United Nations High Commissioner for Refugees (UNHCR) untuk meringankan beban yang dipikulnya akibat migrasi besar-besaran para pengungsi. Bantuan UNHCR diawali dengan menyediakan shelter berupa tujuh kamp pengungsi di distrik Jhapa dan Morang. Meskipun UNHCR sudah hadir dan memberi bantuan di Nepal, pilihan solusi terakhir tetaplah sangat diharapkan oleh pemerintah Nepal agar pemerintah Bhutan dapat secara sukarela menerima kembali hampir setengah populasinya, dengan mengatur dan menyelenggarakan pembicaraan-pembicaraan bilateral dalam penanganan krisis pengungsi. Permohonan kepada pemerintah Bhutan untuk membuka wilayahnya demi pelaksanaan repatriasi para pengungsi sudah kerap kali dilayangkan melalui korespondensi dan pertemuan-pertemuan bilateral. Komunitas internasional pun telah menunjukkan keprihatinan bagi pengungsi Bhutan, seiring dengan jaminan keamanan yang diajukan oleh pemerintah Nepal bagi tim verifikasi Bhutan untuk kembali melakukan verifikasi di kamp-kamp
Peranan UNHCR..., Putri K.T.M., FISIP UI, 2008
pengungsi. Usaha-usaha tersebut sayang sekali tidak membuahkan hasil yang diharapkan, sebab Thimpu47 tidak menunjukkan adanya itikad baik untuk membuka jalan bagi repatriasi para pengungsi dalam waktu dekat, meskipun kepastian untuk repatriasi ini sudah diharapkan oleh para pengungsi semenjak pertama kali terdampar di Nepal. Selain itu, untuk dapat menjelaskan sikap pemerintah Bhutan yang terkesan tidak responsif atas permohonan repatriasi, maka perlu digunakan perspektif dari pemerintah Bhutan. Basis pemikiran dari sikap yang diambil pemerintahan Bhutan dalam berdiplomasi dengan Nepal hingga kini dapat ditemukan pada masa awal keluarnya para pengungsi dari wilayah territorial Bhutan. Bhutan pada awalnya hendak mengirimkan para pengungsi tersebut ke India, mengingat kedua negara memiliki hubungan diplomatis yang erat. Namun, India ketika itu menolak untuk menerima para pengungsi di dalam wilayahnya, dan megantarkan para pengungsi hingga ke melewati perbatasan antara India dan Nepal. Sikap Kathmandu yang dengan tangan terbuka menerima aliran pengungsi rupanya mengirimkan signal yang negatif ke Thimphu. Bhutan yang ketika itu sedang menghadapi pergolakan pro-demokrasi oleh Bhutan People’s Party (BPP) yang juga mencoba memobilisasi dan menginternasionalisasi isu hak asasi manusia dan pengungsi48, mencurigai sikap Nepal tersebut sebagai suatu bentuk dukungan akan perubahan yang diusahakan BPP49. Dengan tidak melakukan pendekatan terlebih dahulu ke pemerintahan Bhutan untuk mendiskusikan
47
Thimphu adalah Ibukota Bhutan. Shaw, Brian C., Bhutan in 1991:’Refugees’ and ‘Ngolops’, Asian Survey (University of California Press: February 1992), Vol.XXXII, No.2, h. 185-187. 49 Zubia Ikram, Op.cit. h.109 48
Peranan UNHCR..., Putri K.T.M., FISIP UI, 2008
langkah yang tepat dalam menentukan nasib para pengungsi, respon dari Nepal itu memberikan kesan terlalu offensive sehingga semakin memberikan jarak atau gap dalam hubungan diplomatik di antara keduanya.
II.4 Pembicaraan Bilateral Mengenai Krisis Pengungsi oleh Pemerintah Nepal dan Bhutan Tekanan bagi Nepal dan Bhutan untuk segera menyelesaikan problema mengenai pengungsi yang melibatkan keduanya sangat tinggi, datang dari berbagai pihak di seluruh dunia. Masalah yang bersumber dari konflik etnis dalam urusan internal Bhutan berimbas kepada hadirnya gelombang pengungsi yang besar di wilayah timur perbatasan Nepal selama 16 tahun, dinilai oleh dunia internasional sebagai bukti kurangnya ketepatan pada komitmen politis dari kedua belah pihak. Urgensi masalah ini yang terutama menghimpit kondisi finansial dan administratif Nepal sebagai negara penerima, kemudian mengarah kepada proses diplomasi bilateral di antara keduanya. Proses diplomasi antara Nepal dan Bhutan dimulai pada tanggal 25 April 1993 ketika Nepal menyampaikan keinginannya pada Bhutan untuk menyelenggarakan pembicaraan bilateral diantara keduanya melalui sebuah komite khusus, yaitu Joint Ministerial Committee (JMC). Mandat yang diemban oleh JMC mencakup kategorisasi status kewarganegaraan dari masyarakat yang berada dalam kamp penampungan di Nepal, kemudian juga untuk melakukan spesifikasi posisi kedua pemerintah terhadap tiap-tiap kategori
Peranan UNHCR..., Putri K.T.M., FISIP UI, 2008
yang dihasilkan, dan terakhir dan terpenting adalah untuk bersama-sama mencapai persetujuan kebijakan dalam menangani masing-masing kategori50. Setelah itu, keduanya pun mendandatangani kesepakatan pelaksanaan JMC hingga waktu yang tidak ditentukan, diwakili oleh Menteri Dalam Negeri Nepal dan Bhutan, Sher Bahadur Deuba dan Dago Tshering pada 15 Juli 1993 dan ditandai sebagai proses pembicaraan bilateral atau JMC pertama. Berikut ini ialah pemaparan hasil dari tiap-tiap JMC:
Tabel II.1 Pelaksanaan Joint Ministerial Committee (JMC) I - XV Joint Ministerial Committees
Tempat/Tanggal Penyelenggaraan
Hasil Forum Diskusi
Thimpu/ 15 Juli 1993
Penetapan kategori pengungsi: 1) penduduk Bhutan yang bonafid 2) orang Bhutan yang bermigrasi ke Nepal secara ‘sukarela’ 3) orang-orang non-Bhutan 4) kriminal Bhutan
JMC II
Thimpu/ 21-24 Februari 1994
Pembahasan mekanisme verifikasi kategori. Nepal coba ajukan usulan untuk melibatkan pihak ketiga namun Bhutan menolak usulan tersebut. Akhirnya hanya membahas harmonisasi posisi tiap negara dalam kategori, namun lagi-lagi tanpa kejelasan hasil.
JMC III
Kathmandu/ 4-7 April 1994
tidak menunjukkan kemajuan apapun.
JMC IV
Thimpu/ Juni 1994
JMC V
Kathmandu/ 27 Februari-1 Maret 1995
JMC VI
Thimpu/ 20 April 1995
JMC VII
Kathmandu/ 4-8 April 1996
JMC VII
Kathmandu/ 13-16 September 1999
JMC I
50
kegagalan dalam membahas harmonisasi posisi. kegagalan dalam membahas harmonisasi posisi. kegagalan dalam membahas harmonisasi posisi. terjadinya pertemuan tingkat menteri luar negeri antara kedua negara yang kemudian berakhir dengan penundaan pembahasan. ketidaksetujuan lagi antara kedua perwakilan. Bhutan memproposisikan permulaan proses
Zubia Ikram, Op.cit. h.111
Peranan UNHCR..., Putri K.T.M., FISIP UI, 2008
JMC IX
Thimpu/ 22-25 Mei 2000
JMC X
Kathmandu/ 25-28 Desember 2000
JMC XI
Thimpu/ 20-23 Agustus 2001
JMC XII
Kathmandu/ 6 Februari 2003
JMC XIII
Thimpu/ 24-26 Maret 2003
JMC XIV
19-23 Mei 2003
JMC XV
Thimpu/ 20-23 Oktober 2003
verifikasi dari daftar yang tidak meyakinkan atas 3000 pengungsi yang menurut Bhutan dipersiapkan oleh UNHCR. Nepal menolaknya, sebab verifikasi harus dilakukan dari kamp ke kamp. berakhir tanpa solusi, namun ada kesepakatan untuk membentuk tim verifikasi dalam waktu 15 hari serta memulai proses verifikasi setelah 2 bulan (JMC 9 menandai perkembangan yang signifikan) ice breaking event. Muncul kesepakatan pembentukan JVT (Joint Verification Team). dimulainya proses verifikasi di kamp Khudunabari di daerah Jhapa tanggal 26 Maret 2001. Kemajuan besar ini dapat dicapai akibat tekanan yang besar dari dunia internasional yang membuat Bhutan mau berkompromi. terciptanya persetujuan repatriasi pengungsi Bhutan di kamp Khudunabari pada bulan Oktober, namun akselerasi dari proses verifikasi tersebut kemudian menemui kegagalan. terbentuknya JVT, berhasilnya harmonisasi posisi negara-negara, dan selesainya verifikasi dengan kesempatan bagi 90% pengungsi Bhutan untuk mengurus dokumen-dokumen resmi agar dapat membuktikan keabsahan mereka sebagai warganegara Bhutan. Namun pada kenyataannya setelah setahun berlalu tetap tidak ada tindakan konkrit apapun dari kesepakatan-kesepakatan yang telah dibuat sebelumnya. keberhasilan dalam pembuatan formulir repatriasi sukarela bagi mereka yang masuk ke dalam 3 kategori selain kategori kedua dari kategori kedua51 pembahasan mengenai joint press release, dan pengumuman mengenai Agreed Position on the four Categories (APFC) pada tanggal 22 Maret 200352. persetujuan untuk merepatriasi pengungsi kategori 1,2,4, dari kamp Khudunabari; JVT dipercaya mengevaluasi permohonanpermohonan dari pengungsi golongan 3; kesepakatan atas proses verifikasi kategorisasi di kamp Sanischare53
51
‘NEPAL-BHUTAN MINISTERIAL JOINT COMMITTEE MEETING (MJC)’ Diakses dari http://www.geocities.com/bhutaneserefugees/nepalbhutantalk.html , pada 15 Mei 2007, 19.21 WIB 52 ‘Human Rights Council of Bhutan (HRCB) Encourages Repatriation of All Bhutanese Refugees. Diakses dari http://www.bhutannewsonline.com/hrcb.html , pada 15 Mei 2007, 19.33 WIB. 53 Diakses dari http://www.mofa.gov.np/html , pada 31 Mei 2007, 21.00 WIB.
Peranan UNHCR..., Putri K.T.M., FISIP UI, 2008
Setelah
pembicaraan
demi
pembicaraan
dan
penundaan
yang
berkepanjangan, akhirnya pada 18 Juni 2003, hasil dari verifikasi yang telah dilakukan diumumkan oleh JVT. Mengingat bahwa proses verifikasi itu sendiri baru meliput 1/9 dari keseluruhan pengungsi yang ada di Nepal, tentunya perjuangan dalam mengatasi krisis ini belum dapat dikatakan usai. Apalagi melihat hasil dari verifikasi yang dilakukan dimana kategori ke-2 70.55%54. Angka ini menunjukkan sikap Bhutan yang memang tidak menginginkan para pengungsi kembali ke tanah airnya karena mereka yang termasuk dalam kategori ke-2 itu secara “sukarela” menjadi imigran tanpa mengetahui bahwa yang mereka tandatangani adalah pelepasan kewarganegaraan mereka. JMC dengan demikian dapat dikatakan menghasilkan kegagalan sebagai upaya dari Bhutan dan Nepal untuk menyelesaikan isu pengungsi dalam tataran bilateral. Berangkat dari kegagalan penyelesaian isu pada tingkat negara tersebut, maka bab berikutnya akan difokuskan kepada bagaimana UNHCR menjawab panggilan dari Nepal, dan pemaparan secara lebih eksplisit peranan-peranan yang dijalankan UNHCR dalam menanggapi krisis pengungsi di Nepal.
54
Loc.cit.
Peranan UNHCR..., Putri K.T.M., FISIP UI, 2008
BAB III PERANAN UNHCR SEBAGAI ORGANISASI INTERNASIONAL YANG MENANGANI ISU PENGUNGSI BHUTAN DI NEPAL Bab III akan memberikan pemaparan mengenai aktivitas-aktivitas UNHCR dalam mengatasi krisis pengungsi Bhutan di Nepal. UNHCR hadir dalam kerangka penyelesaian krisis pengungsi ini akibat kegagalan usaha bilateral Bhutan dan Nepal melalui serangkaian pertemuan yang bertujuan mencari solusi terbaik bagi kelanjutan hidup para pengungsi. Analisa akan dimulai dengan menentukan posisi UNHCR dalam kategorisasi organisasi internasional, serta struktur birokrasi penentuan pemberian bantuan oleh UNHCR. Berbagai peranan yang dimiliki oleh sebuah IGO lantas akan dapat membantu dalam menganalisa aktivitas-aktivitas UNHCR di Nepal sejak tahun 2000 hingga 2004. Bab ini pada akhirnya akan ditutup dengan analisa dampak yang ditimbulkan dari keberadaan UNHCR terhadap kesejahteraan para pengungsi dan perkembangan krisis pengungsi di Nepal.
III.1 Mekanisme PBB dalam Mengutus UNHCR Beroperasi di Suatu Negara Berakhirnya Perang Dunia II dan Perang Dingin telah membawa dampak positif bagi pengembangan kajian hubungan internasional, terutama yang berkaitan dengan munculnya fenomena pengungsi dan penanganan yang dibutuhkan terhadapnya. UNHCR didirikan oleh Majelis Umum PBB pertama kali pada 1 Januari 1951 dengan program kerja tiga tahun hingga 31 Desember 1953. Dalam kerangka PBB, UNHCR menggantikan posisi United Nations Relief
Peranan UNHCR..., Putri K.T.M., FISIP UI, 2008
and Rehabilitation Administration (UNRRA) yang beroperasi sejak 1943-1947, dan setelah itu International Refugee Organization (IRO) yang berdiri sejak 1947 hingga 195255. Organisasi ini juga merupakan bagian integral dari PBB dimana High Commissioner UNHCR dinominasikan oleh Sekretaris Jendral dan dipilih melalui Majelis Umum56. Majelis Umum PBB sendiri didirikan dibawah Piagam PBB pada tahun 1945, dan memainkan peran sentral sebagai pimpinan sebuah forum diskusi multilateral yang berfungsi sebagai pembuatan kebijakan atas penanganan isu-isu internasional57. Salah satu kewenangan Majelis Umum yang dipetakan oleh Piagam PBB yang berhubungan dengan penanganan isu pengungsi ialah, ‘Discuss, within the same exception (‘except where a dispute or situation is currently being discussed by the Security Council’), and make recommendations on any questions within the scope of the Charter or affecting the powers and functions of any organ of the United Nations’ ‘Mendiskusikan, dalam pengecualian yang sama (‘kecuali sebuah konflik atau situasi tengah didiskusikan oleh Badan Keamanan’), dan membuat rekomendasi terhadap pertanyaan apapun dalam lingkup Piagam, atau mempengaruhi power dan fungsi organorgan lain dalam PBB’
55
Frederick W. Haberman (ed.) ‘Nobel Lectures, Peace 1951-1970’, (Elsevier Publishing Company : Amsterdam, 1972), paragraf 1. Diakses dari http://nobelprize.org/nobel_prizes/peace/laureates/1954/refugees-history.html , pada 20 November 2008, 14.55 WIB. 56 Loc.cit., par. 3. 57 ‘Functions and Powers of the General Assembly’, diakses dari http://www.un.org/ga/about/background.shtml
Peranan UNHCR..., Putri K.T.M., FISIP UI, 2008
Fungsi tersebutlah yang secara langsung berkorelasi dengan pembahasan mengenai fungsi dan kewenangan UNHCR dalam penanganan isu pengungsi di seluruh dunia. Dalam persidangan yang dimulai sejak bulan September hingga Desember setiap tahunnya itu, setiap kasus yang telah ditangani UNHCR berikut pelaporan pendanaan dan pelaksanaannya dibahas dan dianalisa. Selain itu, pada tahun-tahun pertama berdirinya hingga tahun 1956, setiap kasus baru yang hendak ditangani UNHCR harus melalui permohonan persetujuan dari Majelis Umum yang hanya dapat diajukan pada setiap pertemuan tahunan. Proses birokrasi tersebut menjadi hambatan bagi UNHCR dalam menjalankan fungsinya ketika terjadi krisis-krisis yang bersifat mendadak dan darurat. Peristiwa yang memperlihatkan adanya hambatan bagi penanganan langsung
oleh
UNHCR
ialah
lahirnya
pengungsi
Hungaria.
Peristiwa
pemberontakan revolusi di Hungaria yang dua minggu kemudian mendapat intervensi dari Rusia telah melahirkan 200,000 jiwa pengungsi, dan membutuhkan penanganan darurat58. Dibutuhkannya otorisasi dari Majelis Umum untuk beroperasi di suatu negara tentunya sangat menghambat proses penyaluran bantuan dan pencarian solusi terbaik oleh UNHCR bagi krisis pengungsi darurat sebagaimana yang terjadi dalam peristiwa Hungaria. Berdasarkan peristiwa tersebutlah, pada akhirnya Majelis Umum melahirkan Resolusi tahun 1956, nomor 1129 pada Sesi kesebelasnya59. Poin keempat dalam Resolusi No.1129 tersebut secara langsung mengalihkan kewenangan penentuan dalam penanganan 58
‘Hungarian Refugee Crisis’, UNHCR. Diakses dari http://www.unhcr.org/cgibin/texis/vtx/photos?set=hungary_1956, pada 21 November 2008, 19.00 WIB. 59 ‘Questions Considered by the Second Emergency Special Session of the General Assembly from 4 to 10 November 1956 (item 67), diakses dari http://daccess-ods.un.org/TMP/9923754.html, pada 24 November 2008, 23.00 WIB.
Peranan UNHCR..., Putri K.T.M., FISIP UI, 2008
suatu isu pengungsi oleh Majelis Umum, dari Secretary-General kepada High Commissioner UNHCR dengan berbagai perencanaan dan estimasi pendanaan yang disusun oleh Executive Committee dalam tubuh keorganisasian UNHCR60. Lahirnya resolusi
tersebut
sangat
membantu
UNHCR untuk
langsung
menjalankan perannya di tahun-tahun berikut ketika menangani krisis pengungsi darurat, sebagaimana yang terjadi di Nepal. UNHCR dapat mengambil keputusan untuk beroperasi di Nepal tanpa perlu menunggu diselenggarakannya pertemuan tahunan Majelis Umum PBB. Gambar III.1 Peta Persebaran Kamp Pengungsi UNHCR di Nepal (2003)
Sumber: UNHCR Global Report 2003 Nepal
60
“Requests the Secretary-General and the United Nations High Commissioner for Refugees to make an immediate appeal to both Governments and non-governmental organizations to meet the minimum present needs as estimated in the report of the Office of the United Nations High Commissioner for Refugees to the Secretary-General and authorizes them to make subsequent appeals on the basis of plans and estimates made by the High Commissioner with the concurrence of his Executive Sommittee.”
Peranan UNHCR..., Putri K.T.M., FISIP UI, 2008
III.2 Peranan-peranan IGO dalam Mengatasi Permasalahan Pengungsi III.2.1 UNHCR Sebagai Mekanisme Problem Solving Internasional bagi Pengungsi UNHCR adalah badan khusus bentukan PBB yang memiliki mandat dalam perlindungan terhadap fenomena pergerakan populasi tertentu, yaitu pengungsi. Statuta UNHCR tahun 1950 dan Konvensi Jenewa Mengenai Status Pengungsi tahun 1951 hingga kini telah menjadi pilar penyangga kepedulian komunitas internasional terhadap isu tersebut. Definisi legal pertama terhadap identitas pengungsi yang diakui secara internasional dari keduanya lantas mengangkat UNHCR, statuta UNHCR, dan Konvensi Jenewa menjadi rezim pengungsi internasional. Hal tersebut lantas terbukti ketika seiiring dengan meluasnya mandat yang diterima, UNHCR tetap bertahan dan berkembang sebagai agensi terdepan dalam penanganan krisis pengungsi61. Meskipun demikian, barulah dengan adanya Protokol tanggal 31 Januari 1967 tentang Status Pengungsi, maka krisis-krisis pengungsi di kawasan Afrika dan Asia turut mendapat kesempatan untuk memperoleh perlindungan UNHCR. Terlepas dari kuantitas, maupun signifikansinya dalam politik internasional, krisis pengungsi seperti yang terjadi di Nepal patut untuk mendapat perhatian komunitas internasional, berdasarkan pendekatan kemanusiaan. 61
Zetter, Roger, International Perspectives on Refugee Assistance, dalam Alastair Ager (ed.) Refugees: Perspectives on the experience of Forced Migration Continuum Publications( New York : 1999) h.57
Peranan UNHCR..., Putri K.T.M., FISIP UI, 2008
UNHCR melewati suatu proses analisa terhadap krisis yang ada dari berbagai aspek. Analisa terhadap desakan isu, kemungkinan perkembangan isu, perhitungan distribusi kebutuhan dasar hidup dengan cekatan tersebut lantas dapat memungkinkan UNHCR untuk menghindari kondisi terlunta-lunta yang mungkin dialami populasi pengungsi sejak tiba di negara penerima hingga mendapat bantuan nyata dari dunia internasional melalui UNHCR. Tahap ini oleh Roger Zetter lantas disebut sebagai the acute emergency phase – the first few weeks of a mass exodus – driven by basic life-saving interventions to reduce disease, starvation and mortality62. Analisa yang dilakukan oleh UNHCR selanjutnya akan sangat menentukan bagi pelaksanaan pemberian bantuan bagi para pengungsi. Pemberian bantuan bagi populasi pengungsi oleh UNHCR dibagi-bagi menjadi 5 bentuk bantuan63. Pertama, pemberian bantuan darurat yang melibatkan pergerakan pengungsi dalam jumlah besar; Kedua, program-program reguler dalam bidangbidang yang sifatnya berupa penyediaan kebutuhan primer seperti pendidikan, kesehatan, dan perlindungan; Ketiga, mendorong kemandirian para pengungsi dan mengusahakan intergrasi di negara-negara penerima; Keempat, repatriasi ke negara asal para pengungsi secara sukarela; Kelima, resettlement di negara ketiga untuk para pengungsi yang tidak dapat kembali ke tempat asalnya dan bagi pengungsi yang menghadapi masalah perlindungan di negara tempat mereka pertama kali meminta perlindungan. Pelaksanaan pemberian bantuan-bantuan ini
62
Ibid. United Nations, Basic Facts About the United Nations., New York, 2000. H.254, dalam Achmad Romsan, ‘Pengantar Hukum Pengungsi Internasional: Hukum Internasional dan PrinsipPrinsip Perlindungan Internasional’ Op.cit., h.72-73. 63
Peranan UNHCR..., Putri K.T.M., FISIP UI, 2008
berjalan secara bertahap, disesuaikan dengan perkembangan yang terjadi pada kasus yang ditangani oleh UNHCR, baik dari keterbukaan pemerintah negaranegara yang bersangkutan, kenyataan di lapangan, serta dari segi ketersediaan dana dalam budget permanen, maupun kontribusi-kontribusi tidak mengikat dari NGO maupun negara-negara donor. Perencanaan mobilisasi bantuan yang matang tentu tidak akan berarti bagi para pengungsi yang membutuhkan ketika fungsi mandat UNHCR menjadi lemah tanpa otoritas pemerintah maupun badan PBB yang berada di atas UNHCR. Oleh karena itu, UNHCR memiliki kriteria-kriteria tertentu terhadap keterlibatannya dalam penanganan berbagai persoalan displaced populations di dunia. Berdasarkan Resolusi Majelis Umum 48/116 dan Konklusi Komisi eksekutif No.75, berikut ini adalah kriteria keterlibatan yang dimaksudkan64: 1. permintaan khusus bagi keterlibatan UNHCR berasal dari Majelis Umum, Sekretaris Jenderal atau Badan Utama lainnya yang berkompeten dari Perserikatan Bangsa-Bangsa, (misalnya Dewan Ekonomi dan Sosial), dan/atau perhatian dari negara-negara yang peduli atau entitas lain yang relevan bagi keterlibatan UNHCR; 2. berkaitan dengan bidang keahlian dan pengalaman yang diberikan bagi perlindungan dan jalan keluar bagi IDPs dalam situasi tertentu;
64
Dennis McNamara, UNHCR’s Protection of Internally Displaced Persons Addected by Armed Conflict: Concepts and Challenge, dalam http://www.icrc.org/web/eng/siteeng0.nsf/iwplist128/ 5BA 471 F787 461F15C1256B6600608ACF, dalam Achmad Romsan, ‘Pengantar Hukum Pengungsi Internasional: Hukum Internasional dan Prinsip-Prinsip Perlindungan Internasional’ Op.cit., h.174
Peranan UNHCR..., Putri K.T.M., FISIP UI, 2008
3. kebutuhan atas aktifitas UNHCR untuk meninggalkan bersama-sama batasan atas tempat sumber daya (resources placed) yang telah diberikan bagi permasalahan-permasalahan aktifitas-aktifitas yang ada. Kriteria-kriteria tersebut tidak bersifat mengikat, melainkan dapat berubah sesuai dengan kebutuhan yang ada terhadap penanganan persoalan displaced persons khususnya pengungsi. Kriteria-kriteria tersebut haruslah terpenuhi terlebih dahulu bagi UNHCR untuk dapat memberikan bantuan-bantuannya secara maksimal, mengingat tidak seluruh negara di dunia merupakan penandatangan dari perjanjian-perjanjian internasional mengenai pengungsi. Berbagai negara, terutama negara berkembang dan terbelakang, tidak memiliki mekanisme hukum terhadap perlindungan pengungsi di negaranya, sehingga seakan tidak mengakui eksistensi fenomena pengungsi. Bertolak belakang dengan sikap yang apatis terhadap Statuta UNHCR dan Konvensi tahun 1951, Nepal yang dilanda krisis pengungsi dengan kedatangan arus pengungsi Bhutan menunjukkan adanya willingness untuk menurunkan sovereignty nya sebagai negara, dengan meminta kehadiran UNHCR untuk membantu mengatasi krisis pengungsi yang dihadapinya tersebut pada tahun 1992. Permohonan dari Nepal kepada UNHCR yang memiliki kualifikasi terbaik dalam penanganan krisis pengungsi untuk memberikan bantuan telah memberikan legitimasi bagi UNHCR untuk melakukan aktivitas-aktivitas di Nepal. UNHCR diminta untuk menjalankan peranan sebagai penasihat, koordinator, dan pengawas perlindungan bantuan kemanusiaan bagi para
Peranan UNHCR..., Putri K.T.M., FISIP UI, 2008
pengungsi65. Nepal sebagai host country membutuhkan bantuan, terutama bantuan material, untuk menangani influx pengungsi yang memasuki wilayah negaranya sejak akhir 1991, dan memuncak pada tahun 1992. Kehadiran UNHCR semakin dibutuhkan mengingat ketika itu tengah dilanda kemiskinan akut serta adanya tingkat pengangguran yang tinggi dalam komposisi penduduknya. Kondisi demikian sangat berpengaruh terhadap kapabilitas Nepal dalam mengatasi pemenuhan kebutuhan-kebutuhan yang dimiliki kaum Lhotshampa, para pengungsi. Walaupun Nepal bukanlah negara penandatangan Konvensi tahun 1951 Mengenai Status Pengungsi, UNHCR tetap menjawab panggilan tersebut dan turun tangan membawa bantuan-bantuan kemanusiaan yang dibutuhkan agar tidak terjadi krisis pengungsi yang berkepanjangan, sebagai bagian dari pelaksanaan mandat yang diembannya. Kehadiran UNHCR di Nepal lantas telah menginternasionalisasikan isu pengungsi di kawasan Asia Selatan tersebut. UNHCR membagi pengungsi tersebut ke dalam tujuh kamp pengungsian yang terpisah di wilayah perbatasan timur Nepal, tepatnya di distrik Jhapa dan Morang. Berikut adalah kemaparan komposisi pengungsi Bhutan yang menetap di kamp-kamp asuhan UNHCR menurut hasil pengamatan pada Desember 1995.
65
UNHCR, 2004 Country Operations Plan: Nepal, h.1, diakses dari http://www.unhcr.org/protect/PROTECTION/3f8eacdf4.pdf pada tanggal 29 September 2003
Peranan UNHCR..., Putri K.T.M., FISIP UI, 2008
Tabel III.1. Laporan Kondisi Tujuh Kamp Pengungsi UNHCR di Nepal Kemah
Jml. Ketika Pelaporan
Natalitas
Mortalitas
Pendatang Baru
Total
Timai
8,389
80
6
0
8,459
Sanischare
17,360
188
18
3
17,542
Goldhap
8,069
70
4
0
8,134
Beldangi-I
15,201
165
15
0
15,349
Beldangi-II
19,108
187
17
4
19,273
9,539
120
13
0
9,652
7,320
74
7
4
7,393
3,894
36
7
12
3,938
88,880
920
87
23
89,740
Beldangi Extension Khudunabari Utara* Khudunabari Selatan* Total
Sumber: UNHCR/Nepal, no. 4/95, Desember 1995. *Khudunabari Utara and Selatan dijadikan satu pada 1 Juli 1996.66
III.2.2. Mekanisme Tindakan Kolektif UNHCR: Keterlibatan UNHCR dengan Aktor-Aktor Lain. Program-program bantuan yang telah disusun sedemikian rupa oleh UNHCR tentu tidak terlepas dari dua aktifitas yang saling berhubungan dan menjadi determinan kelancaran pemberian bantuan. Kedua aktifitas tersebut menurut Zetter terdiri dari mengkoordinasi dan memonitor program-program bantuan yang disediakan dan diterapkan oleh rekan-rekan operasionalnya dan
66
Diakses dari http://www.ciaonet.org/olj/sa/sa_99pas01.html , pada 20 Mei 2007, 23.29 WIB.
Peranan UNHCR..., Putri K.T.M., FISIP UI, 2008
penggalangan dana67. Kedua aktifitas tersebut kemudian dapat mengungkap bagaimana UNHCR terlibat dengan aktor-aktor lain dari berbagai level analisa untuk menjalankan perannya. Kapabilitas UNHCR sebagai koordinator programprogram bantuan dan supplier komoditas bantuan serta pengalokasian staff-staff ahli
pada
tiap-tiap
permasalahan
pengungsi
yang
ditanganinya
dapat
menunjukkan hubungan kerjasama pertamanya dengan aktor-aktor rekan operasionalnya. Sepanjang tahun 2000 sampai 2004, UNHCR menjalankan kolaborasi yang efektif dengan aktor-aktor lain dalam menjalankan aktifitas-aktifitasnya di Nepal. Kerjasama-kerjasama tersebut sangat luas dan bersifat lintas level analisa, tergantung kepada konteks bantuan yang diberikan atau diperlukan. Tercatat pada tahun 2000, UNHCR bekerja berdampingan dengan dua badan eksekutif pemerintah Nepal, lima NGO internasional, tiga NGO lokal, dan empat sister organizations dari PBB. Berikut ini adalah perincian rekan-rekan operasional UNHCR tercatat sejak tahun 2000-2004.
67
Roger Zetter, Op.Cit. h.57-58.
Peranan UNHCR..., Putri K.T.M., FISIP UI, 2008
Tabel III.2. Rekan Kerjasama UNHCR di Nepal (2000-2004) Tahun
Badan Pemerintahan • Ministry of Home Affairs • Ministry of Forestry and Soil Conservation
2000
• Ministry of Home Affairs • Ministry of Forestry and Soil Conservation
2001
2002
2003
2004
NGO Internasional • OXFAM • Save the Children Fund (Britania Raya) • Lutheran World Federation • Association of Medical Doctors of Asia • CARITAS Nepal • Association of Medical Doctors of Asia • Lutheran World Federation • CARITAS Nepal
• Ministry of Home Affairs • National Unit for the Coordination of Refugee Affairs
• Association of Medical Doctors of Asia • Lutheran World Federation • CARITAS Nepal
• Ministry of Home Affairs • National Unit for the Coordination of Refugee Affairs • Nepal Bar Association (Jhapa Unit)
• Association of Medical Doctors of Asia • Lutheran World Federation • CARITAS Nepal
• Ministry of Home Affairs • National Unit for the Coordination of Refugee Affairs • Nepal Bar Association (Jhapa Unit)
• Association of Medical Doctors of Asia • Lutheran World Federation • CARITAS Nepal
Organisasi PBB
NGO Lokal • Garmeen Bank Nepal • Nepal Red Cross Society • Tibetan Refugee Welfare Office
• • • •
WFP UNFPA WHO UNICEF
• Garmeen Bank Nepal • Nepal Red Cross Society • Tibetan Refugee Welfare Office • Nepal Red Cross Society • Tibetan Refugee Welfare Office
• • • • •
WFP UNFPA WHO UNICEF UNAIDS
• • • • • • • • • • • • • •
WFP UNFPA WHO UNICEF UNAIDS ILO UNIFEM WFP UNFPA WHO UNICEF UNAIDS ILO UNIFEM
• • • • • • •
WFP UNFPA WHO UNICEF UNAIDS ILO UNIFEM
• Centre for the Victims of Torture • Nepal Red Cross Society • Tibetan Refugee Welfare Office • Nepal Red Cross Society • Tibetan Refugee Welfare Office • Centre for the Victims of Torture
Sumber: UNHCR Global Reports 2000, UNHCR Global Reports 2001, UNHCR Global Reports 2002, UNHCR Global Reports 2003, UNHCR Global Reports 2004.
Peranan UNHCR..., Putri K.T.M., FISIP UI, 2008
III.2.2.1 Kerjasama UNHCR dengan Badan-Badan Pemerintahan Nepal Badan-badan eksekutif pemerintah Nepal yang menjalin kerjasama dengan UNHCR adalah Ministry of Home Affairs, Ministry of Forest and Soil Conservation, National Unit for the Co-ordination of Refugee Affairs, dan Nepal Bar Association (Jhapa Unit). Bentuk kerjasama yang dijalin UNHCR dengan kelima badan ini tentu berbeda. Ministry of Home Affairs (Kementrian Dalam Negeri) Nepal memiliki kewenangan tertinggi terhadap Departemen Imigrasi dan Kepolisian Nepal. Kedua departemen yang dibawahinya tersebut memiliki peranan penting dalam membantu UNHCR memperoleh kemudahan untuk berbagai aktifitas pemberian bantuan di Nepal. Departemen Keimigrasian telah memudahkan masuknya staff-staff ahli baik dari pihak UNHCR maupun dari agen-agen operasional yang menjadi rekannya. Sementara itu, pihak kepolisian Nepal memberikan kontribusi berupa penyediaan aparat-aparat keamanan di kamp-kamp pengungsi untuk menjaga para pengungsi dari berbagai ancaman keamanan, baik dari luar maupun di dalam lingkungan kamp-kamp itu sendiri. Pemerintah Nepal dari tahun 2000 hingga 2004 melalui Ministry of Forest and Soil Conservation telah mengatur dan memonitor pelaksanaan penghijaun dengan penanaman tanaman muda, pencangkokan tanaman, serta pendistribusian buah-buahan dari kamp pengungsi untuk dijual kepada penduduk lokal68. Penghijauan yang dilakukan tersebut merupakan upaya bersama UNHCR dan pemerintah Nepal untuk meminimalisasi konsekuensi yang ditimbulkan para 68
UNHCR Global Reports 2000 Nepal, h. 305-306, diakses dari http://www.unhcr.org/publ/PUBL/3e23eb606.pdf , pada 2 September 2008.
Peranan UNHCR..., Putri K.T.M., FISIP UI, 2008
pengungsi terhadap lingkungan hidup yang dirusak demi memperoleh kayu sebagai bahan bakar. Selain dua badan pemerintah tersebut, pada tahun-tahun berikutnya rekan kerjasama UNHCR berubah dalam komposisi, dimana terjadi penambahan maupun pengurangan dari jumlah rekanan pada tiap klasifikasi. Berubahnya komposisi rekan operasional UNHCR sejak tahun 2000 hingga 2004 merupakan bukti adanya dinamika dalam perkembangan krisis pengungsi Bhutan di Nepal yang memberikan konsekuensi langsung terhadap bantuan-bantuan yang disalurkan. Contoh nyata dari perubahan tersebut nampak pada tahun 2002 ketika Ministry of Forestry and Soil Conservation tidak lagi bekerja sama dengan UNHCR. Pada tahun tersebut, isu penghijauan lingkungan hidup bukan lagi isu krusial yang membutuhkan penanganan segera karena penghijauan telah dilakukan dalam jumlah besar pada tahun-tahun sebelumnya. Isu baru yang menjadi sorotan utama bagi UNHCR dan rekan-rekannya pada tahun 2002 ialah munculnya isu sexual and gender-based violence (SGBV) di kamp-kamp pengungsi. Keamanan lantas menjadi isu yang menguras perhatian UNHCR dan pemerintah Nepal, dengan demikian National Unit for the Coordination of Refugee Affairs muncul sebagai bagian dari Ministry of Home Affairs mengatur penempatan aparat-aparat keamanan nasional yang dibutuhkan untuk mengamankan para pengungsi dari ancaman-ancaman eksternal maupun internal, dimana UNHCR akan mengganti biaya-biaya yang telah dikeluarkan untuk penyediaan aparat keamanan tersebut. Ancaman eksternal yang dimaksud ialah serangan-serangan yang dilancarkan oleh kelompok pemberontak Maois di berbagai wilayah, sementara ancaman internal yang dimaksudkan ialah terjadinya
Peranan UNHCR..., Putri K.T.M., FISIP UI, 2008
peristiwa SGBV lebih lanjut lagi. Tahun-tahun berikutnya yakni 2003 dan 2004, Nepal Bar Association (Jhapa Unit) yang merupakan organisasi federal bagi pengacara-pengacara Nepal69, turut berkontribusi menyediakan bantuan-bantuan perwakilan hukum gratis bagi para korban kasus SGBV sebagai bagian dari usaha pemerintah untuk mempertahankan hukum dan keteraturan di seluruh kamp. Selain bentuk-bentuk kerjasama yang telah dipaparkan di atas, UNHCR pun telah memberikan bantuan pada Nepal dan Bhutan berupa penyediaan database yang dibutuhkan oleh pemerintah Bhutan dan Nepal dalam pembicaan bilateral kedua negara mengenai verifikasi status populasi pengungsi. Terlepas dari berhasil atau tidaknya pembicaraan bilateral yang diselenggarakan, tidak dapat dipungkiri bahwa UNHCR memiliki andil dalam pelaksanaan pembicaraan itu sendiri.
III.2.2.2 NGO Internasional dan Lokal Rekan Operasional UNHCR di Nepal Sebagaimana halnya dengan UNHCR, berbagai non-governmental organizations (NGO) yang terlibat secara sukarela dalam pemberian bantuan bagi para pengungsi Bhutan di Nepal juga memiliki peran yang sangat penting. Pada fase ‘kondisi darurat’ maupun ‘care and maintenance’, NGO yang memiliki mekanisme penggalangan dana mandiri selalu terlibat sesuai dengan spesialisasi kapabilitasnya. Hal tersebut terlihat dari jenis-jenis NGO internasional dan lokal yang terlibat sejak tahun terus mengalami perubahan meskipun tidak cukup tajam. 69
Introduction of Nepal Bar Association, diakses dari http://www.nepalbar.org/intro.html , pada tanggal 11 November 2008.
Peranan UNHCR..., Putri K.T.M., FISIP UI, 2008
Beberapa NGO yang hadir pada tahun 2000 di Nepal untuk membantu UNHCR seperti OXFAM, Save the Children Fund (Britania Raya), Lutheran World Federation, Association of Medical Doctors of Asia, dan CARITAS Nepal70 adalah NGO yang memiliki spesialisasi-spesialisasi tersendiri, yang hadir untuk meringankan kondisi darurat yang dialami oleh para pengungsi. Meskipun pada tahun-tahun berikutnya jumlah NGO internasional yang terlibat memperlihatkan penurunan dengan tidak terlibatnya lagi OXFAM dan Save the Children Fund, UNHCR tetap mampu mengatur mobilisasi sumber daya yang dibutuhkan sesuai dengan kebutuhan para pengungsi dari waktu ke waktu. Sementara itu, beberapa NGO lokal yang bekerjasama dengan UNHCR selama kurun waktu tahun 2000 sampai dengan tahun 2004 antara lain Garmeen Bank Nepal, Nepal Red Cross Society, Centre for the Victims of Torture, dan Tibetan Refugee Welfare Office71.
III.2.2.3. UN Country’s Team di Nepal Upaya UNHCR untuk memaksimalisasi kualitas bantuan bagi pengungsi di seluruh dunia sangatlah didukung oleh peranan berbagai rekan sister organizationsnya dalam tubuh keorganisasian PBB. UNHCR yang memiliki spesialisasi dalam penyaluran bantuan bagi pengungsi secara efisien tentu sangat membutuhkan tenaga-tenaga ekstra yang seperti UNHCR sendiri, merupakan spesialis dalam bidang-bidangnya. Aktifitas UNHCR di Nepal juga telah
70
UNHCR Global Reports 2000 Nepal, h. 307, diakses dari http://www.unhcr.org/publ/PUBL/3e23eb606.pdf , pada 2 September 2008. 71 UNHCR Global Reports 2000, UNHCR Global Reports 2001, UNHCR Global Reports 2002, UNHCR Global Reports 2003, UNHCR Global Reports 2004.
Peranan UNHCR..., Putri K.T.M., FISIP UI, 2008
mencerminkan bagaimana organisasi tersebut menjalankan peranannya dengan menggunakan mekanisme tindakan kolektif. Rekanan sister organization UNHCR dalam program bantuan di Nepal selama periode yang diteliti menunjukkan adanya konsistensi dari kehadiran World Food Programme (WFP), United Nation Population Fund (UNFPA), World Health Organizations (WHO), dan United Nations Children’s Fund (UNICEF). Berkontribusi sesuai dengan spesialisasinya masing-masing, organisasi-organisasi ini selama lima tahun terus bekerjasama dengan UNHCR menyediakan kebutuhan-kebutuhan dasar demi pelestarian kesejahteraan populasi pengungsi. WFP bertugas menyediakan bantuan-bantuan pangan, UNFPA bertugas memperbaiki kualitas kesehatan reproduktif para pengungsi, baik pria maupun wanita, melalui penyuluhan terutama mengenai bahaya penyakit kelamin dan HIV/AIDS. Tugas UNFPA tersebut didukung oleh WHO yang menyediakan dan mengirimkan obat-obatan serta kebutuhan kesehatan lainnya seperti pendirian klinik-klinik kesehatan. UNICEF berada di kamp-kamp pengungsian Nepal, bekerjasama dengan UNHCR dan juga berbagai NGO baik internasional maupun lokal untuk menyediakan pendidikan dan perlindungan bagi populasi pengungsi anak-anak. Pada tahun-tahun berikutnya, yaitu pada tahun 2002 hingga 2004, UNAIDS, ILO dan UNIFEM bergabung sebagai rekanan operasional UNHCR di Nepal. UNAIDS adalah agen internasional PBB di bawah naungan UNFPA yang khusus memiliki concern terhadap penekanan jumlah populasi dunia yang terjangkit HIV/AIDS. Masih berkaitan dengan pencegahan dan penanganan terhadap isu HIV/AIDS, ILO dan UNIFEM dihadirkan sebagai bagian dari usaha
Peranan UNHCR..., Putri K.T.M., FISIP UI, 2008
UNHCR menangani berbagai kasus sexual and gender-based violence (SGBV) yang terjadi di kamp-kamp pengungsi sejak tahun 2002, dimana mayoritas korban adalah perempuan72. Bantuan yang disediakan oleh ILO berupa bantuan legal, bekerjasama dengan pemerintah Nepal untuk membuat dokumentasi legal dan penyusunan mekanisme hukum terhadap kasus-kasus SGBV dan penentuan hukuman bagi para tersangka. Sementara itu, para korban yang seluruhnya adalah perempuan mendapatkan bantuan konseling pasca peristiwa kekerasan yang mereka alami agar mereka tetap dapat beraktifitas normal dan bersosialisasi dalam komunitas pengungsi tanpa mendapat perlakuan buruk
III.2.3.
Penanaman
Nilai-Nilai
dan
Norma-Norma
Sosial
bagi
Masyarakat Internasional Kondisi statelessness yang dialami oleh para pengungsi setelah dijebak oleh pemerintah Bhutan untuk ‘secara sukarela’ meninggalkan negaranya tentu adalah sebuah tekanan besar dan menempatkan mereka kepada situasi yang penuh ketidakpastian, dan tanpa aturan-aturan dalam masyarakat. Para pengungsi tersebut tentunya membutuhkan sebuah pengarahan dan pelatihan yang terorganisasi dengan baik untuk kembali menata kehidupan mereka. Proses capacity building kemudian menjadi usaha UNHCR, bekerjasama dengan rekanrekan pembangunannya dalam tahap ‘care and maintenance’. UNHCR sejak tahun 2000 hingga 2004 terus mencoba mengembangkan kualitas para pengungsi sebagai manusia dalam berbagai aspek. Contoh capacity 72
UNHCR Global Reports 2002 Nepal, h.329-330. Diakses dari http://www.unhcr.org/publ/PUBL/3edf4fe07.pdf pada 18 Agustus 2008, pukul 22.15 WIB.
Peranan UNHCR..., Putri K.T.M., FISIP UI, 2008
building yang dijalankan oleh UNHCR seperti membangkitkan kesadaran para pengungsi terhadap isu-isu gender, kekerasan domestik, dan juga pelatihan kepemimpinan. Selain itu, sebagai salah satu usaha untuk membuat para pengungsi memiliki kemandirian, UNHCR bersama NGO-NGO rekanannya membantu komunitas perempuan di kamp-kamp untuk mendirikan Refugee Women’s Forum sebagai tempat mereka berserikat dan mendapat berbagai pelatihan73. Salah satu pelatihan yang sangat bermanfaat bagi pengembangan kemandirian para pengungsi ialah pelatihan pembuatan berbagai macam kerajinan tangan yang kemudian akan dijual ke berbagai negara oleh NGO yang bekerja di kamp-kamp pengungsi. Kegiatan-kegiatan yang sifatnya income generating tersebut tentu sifatnya berkelanjutan hingga dapat terus dikerjakan oleh para pengungsi, baik di kamp pengungsi di Nepal maupun untuk di kemudian hari setelah ditemukan solusi terbaik oleh pihak-pihak yang berwenang.
III.2.4 Memperkenalkan ‘market’ kepada populasi pengungsi Peranan pengenalan ‘market’ kepada populasi pengungsi tidak dijalankan oleh UNHCR di kamp pengungsi Nepal. Sebagai pemersatu masyarakat internasional dengan mekanisme common global market, peran ini khusus dijalankan oleh MNC dengan melakukan transaksi ekonomi lintas batas kenegaraan, MNC membuka lapangan pekerjaan, keahlian manajerial, dan teknologi maju bagi berbagai masyarakat. Aktifitas-aktifitas yang bersifat incomegenerating memang terjadi di kamp-kamp pengungsi di Nepal, namun hal itu 73
UNHCR Global Reports 2000 Nepal, h. 305, diakses dari http://www.unhcr.org/publ/PUBL/3e23eb606.pdf , pada 2 September 2008.
Peranan UNHCR..., Putri K.T.M., FISIP UI, 2008
tidak ditujukan sebagai suatu bentuk pengenalan market yang didasari prinsip perolehan keuntungan, melainkan sebagai sebuah upaya untuk menghapus ketergantungan para pengungsi terhadap aliran bantuan UNHCR, khususnya secara finansial.
III.2.5 Menyediakan bantuan teknis kepada ‘victims of international politics’ Berbagai peran IGO yang dijalankan oleh UNHCR seperti yang telah dipaparkan tentunya memiliki satu benang merah yang mampu menghubungkan keempat peran yang ada dalam satu simpul. Benang merah tersebut ialah bagaimana UNHCR secara nyata memberikan bantuan-bantuan yang imminent dan bersifat material bagi para pengungsi. Pengungsi yang disebutkan sebagai salah satu korban dari percaturan politik internasional adalah subyek yang menjadi perhatian utama dari UNHCR, bersamaan dengan internally displaced persons (IDPs) dan kriteria-kriteria displaced persons lainnya. Kasus pengungsi Bhutan di Nepal tentunya tidak luput dari perhatian UNHCR, dan berbagai bantuan pun disalurkan dalam kerjasamanya dengan berbagai rekan operasional. Bantuan-bantuan teknis yang disalurkan sejak tahun 2000 hingga 2004 sangat beragam dan meliputi berbagai kebutuhan dasar hidup para pengungsi. Pengeluaran finansial, bantuan pangan, dan persediaan air bersih adalah beberapa contoh dari serangkaian bantuan teknis yang diberikan. Peran aid provider ini sangat erat dengan mandat yang diemban oleh UNHCR, yaitu untuk mengusahakan penyediaan pertolongan darurat serta
Peranan UNHCR..., Putri K.T.M., FISIP UI, 2008
mencarikan durable solutions bagi korban-korban ‘ciptaan manusia’ tersebut. Korelasi antar peran yang dimainkan oleh UNHCR sangat terbukti dalam aktifitas UNHCR secara spesifik dalam pemberian bantuan. Berikut ini adalah ringkasan bantuan yang diberikan bagi populasi pengungsi Bhutan di kamp-kamp yang ada selama lima tahun74.
Tabel III.3. Bantuan Teknis UNHCR untuk Pengungsi Bhutan di Nepal (2000-2004) Bantuan / Tahun Pendanaan
2000 US$ 5,432,383
2001
2002
2003
2004
US$ 5,395,752
US$ 5,289,577
US$ 5,747,055
US$ 6,246,828
Keperluan domestik
-777,500 sabun -19,250 jirigen -3,5 juta liter kerosene -5,500 kompor
-9,000 tikar -249 kotak kapur tulis -seragam sekolah
-7,050 tikar -249 kotak kapur tulis
-6,350 tikar -250 kotak kapur tulis -kerosene, -pembalut wanita, -selimut bayi
-Kerosene -33,000 pembalut wanita -selimut bayi -sabun mandi dan detergen -kapur tulis -tikar
Pendidikan
- 37,571 pendidikan SD -978 guru beasiswa untuk 24 murid -pendidikan untuk extra 1200 murid lokal
-40,047 pendidikan SD – SMP -9 mahasiswa -1,053 guru
-39,870 pendidikan SD – SMP -1,075 guru -6,000 siswa SMA -4 menjadi mahasiswa
-38,860 siswa SD – SMP -2 menjadi mahasiswa -1,030 guru
+/- 37,000 SD – SMP -jumlah murid : guru= 36:1
Pangan
-3,502 ton sayuran & bumbu -2,710 makanan suplemen
-3,215 ton sayuran & bumbu -3,000 makanan suplemen
-3,600 ton sayuran & bumbu
-3,663 ton sayuran & bumbu -4.5 ton dried skimmed milk
-3,480 ton sayuran & bumbu -5,000 makanan suplemen
Peranan UNHCR..., Putri K.T.M., FISIP UI, 2008
-200,000 penanaman tanaman muda -92,000 pencangkokan pohon -1,400 pohon buah untuk masyarakat lokal -Perbaikan 3,682 toilet -Pengawasan pembasmian serangga rutin
-63,000 penanaman tanaman muda -58,440 pencangkokan pohon -1,300 pohon bambu
Shelter
Perbaikan 9,000 shelter dan kantor rekan UNHCR
Transportasi & logistik
Penyediaan: -Gudang -Bengkel mekanik -45 mobil proyek -34 sepeda motor -Perbaikan reguler sistem pengairan -Penyediaan 22 liter air / orang / hari -Pengujian air reguler
Kehutanan
Sanitasi
Pengairan
-Perbaikan 6,000 toilet keluarga
-Manajemen pembuangan kotoran padat -Perbaikan 6,600 toilet keluarga
Perbaikan 15,500 shelter
Perbaikan 11,010 shelter
Penyediaan: -Gudang -Bengkel mekanik -55 mobil proyek -34 sepeda motor -Penyediaan peralataan reparasi -Penyediaan 22 liter air / orang / hari
Pelestarian gudang, bengkel, alat transportasi, dan jalanan
Perbaikan & renovasi: 16,098 shelter jembatan pejalan kaki jalanan internal pencegahan erosi saluran drainase Pelestarian gudang, bengkel, alat transportasi, dan jalanan
Penyediaan 22 liter air / orang / hari Perawatan sistem penyediaan air
Penyediaan 22 liter air / orang / hari Perawatan sistem penyediaan air
-Perancangan ulang fasilitas kebersihan -Manajemen pembuangan kotoran padat -Penyemprotan serangga -Perbaikan toilet Perbaikan & renovasi: 6,800 shelter jalanan internal drainase jembatan pejalan kaki
2 jalanan dalam camp diaspal ulang
Perbaikan reguler sistem pengairan Penyediaan 22 liter air / orang / hari Pengujian air reguler
Sumber: UNHCR Global Reports 2000, UNHCR Global Reports 2001, UNHCR Global Reports 2002, UNHCR Global Reports 2003, UNHCR Global Reports 2004
Peranan UNHCR..., Putri K.T.M., FISIP UI, 2008
Tabel di atas dapat memperlihatkan bahwa dalam berbagai bantuan yang disalurkan oleh UNHCR selama periode waktu yang ada, terjadi berbagai perubahan. Perubahan jumlah dana yang dikeluarkan oleh UNHCR misalnya, menunjukkan bagaimana pada tiga tahun pertama terjadi pengurangan sedikit demi sedikit, rata-rata US$ 100,000 pertahunnya. Meskipun tidak nampak gangguan yang berarti sebagai imbas dari pengurangan pendanaan tersebut, namun pasca munculnya perististiwa SGBV pada tahun 2002, tahun-tahun berikutnya pendanaan UNHCR kembali meningkat, terutama dalam usahanya memperbaiki berbagai infrastrukur dan pelayanan sanitasi demi mencegah terjadinya peristiwa SGBV di kemudian hari. Dana admisnistrasi UNHCR sendiri, berdasarkan Pasal 20 Statute of the Office of the United Nations High Commissioner for Refugees, ditanggung sepenuhnya oleh Perserikatan BangsaBangsa, ditambah donasi sukarela dari donatur-donatur di seluruh dunia yang sifatnya tidak mengikat75. Penyaluran bantuan kebutuhan pangan oleh UNHCR dan berbagai NGO pun mengalami berbagai perubahan dari segi jumlah. Dari tahun ke tahun, kebutuhan rumah tangga terus bertambah, namun hal tersebut tidak lantas menuntut UNHCR untuk selalu meningkatkan jumlah material yang dibutuhkan. Hal tersebut menjadi mungkin, sebab dalam kerjasamanya dengan NGO yang membantu para pengungsi membentuk asosiasi wanita Refugee’s Women Forum, para pengungsi telah diajarkan untuk memproduksi sendiri berbagai macam komoditas yang diperlukan dalam rumah tangga seperti tikar, bahkan hingga
75
Akhmad Romsan, Op.cit., h.171.
Peranan UNHCR..., Putri K.T.M., FISIP UI, 2008
kapur tulis bagi kebutuhan sekolah anak-anak dalam kamp pengungsi. Setelah tahun 2002, UNHCR meningkatkan jumlah pembalut wanita yang disalurkan agar dapat menjaga kebersihan para pengungsi wanita, terutama yang telah menjadi korban dari kekerasan dalam kasus-kasus SGBV. Bantuan lain yang sangat penting bagi kelanjutan hidup para pengungsi di masa depan dan akan mampu membuat mereka mandiri ialah bantuan pendidikan. Bersama UNICEF dan rekan-rekan NGO, sekolah-sekolah dari tingkat pendidikan sekolah dasar hingga sekolah menengah pertama lantas didirikan, didukung dengan bantuan-bantuan domestik seperti penyaluran seragam para siswa, serta penyediaan kapur tulis yang diproduksi sendiri oleh komunitas pengungsi wanita. Jumlah siswa yang menerima pendidikan dari tingkat SD hingga SMP terus meningkat dari tahun ke tahun. Selain itu, siswa-siswa mulai mendapat kesempatan untuk meraih pendidikan setaraf sekolah mengah atas bahkan hingga perguruan tinggi, terutama dengan adanya penyediaan beasiswa oleh NGO DAFI (Albert Einstein German Academic Refugee Programme76 ). Dapat diperhatikan bagaimana UNHCR telah memenuhi empat peran dari sebuah IGO dalam penyaluran bantuan yang dilaksanakannya di Nepal sejak tahun 2000 hingga 2004 dengan populasi Bhutan yang menjadi perhatian utama. Bantuan yang diberikan oleh UNHCR telah meliputi dua fase yang sangat penting dalam kehadiran pengungsi di suatu negara, yaitu pada fase ‘kondisi darurat’ hingga fase ‘care and maintenance’. Sebagai sebuah IGO, UNHCR telah bekerjasama dengan aktor-aktor lain dalam hubungan internasional, baik aktor negara maupun non-negara. 76
UNHCR Global Report 2001, Nepal. Diakses dari http://www.unhcr.org/publ/PUBL/3dafdcf87.pdf , pada 1 September 2008, pukul 22.52 WIB.
Peranan UNHCR..., Putri K.T.M., FISIP UI, 2008
NGO internasional, NGO lokal, agen-agen PBB lainnya, hingga pada level bilateral dimana Bhutan dan Nepal mengadakan diskusi demi menghasilkan solusi penuntasan krisis pengungsi, telah menjalankan hubungan kerja yang baik dengan UNHCR. Tiap aktor yang terlibat dalam perlindungan pengungsi Bhutan di Nepal telah memberikan kontribusi-kontribusi yang sesuai dengan spesialisasinya masingmasing untuk memberi kehidupan yang layak bagi para pengungsi di kamp-kamp tempat mereka hingga kini masih bermukim.
Peranan UNHCR..., Putri K.T.M., FISIP UI, 2008