BAB II PERKEMBANGAN TERORISME DI ASIA TENGGARA DAN TERBENTUKNYA KONVENSI ASEAN TENTANG PEMBERANTASAN TERORISME
2.1. Perkembangan Terorisme di Asia Tenggara Teror ataupun terorisme merupakan kata yang tidak dapat dilepaskan dari isu keamanan global di dunia internasional saat ini. Terorisme telah menjadi fokus perhatian pemerintah masing-masing negara. Hal ini terjadi akibat ancaman yang ditimbulkan oleh teroris memberikan dampak negatif bagi perkembangan dan pembangunan sebuah negara. Sehingga masing-masing negara menyadari bahwa permasalahan isu keamanan yang dilakukan oleh jaringan teroris internasional tidak dapat dianggap sebagai masalah dalam negeri, akan tetapi menjadi masalah internasional yang perlu diselesaikan secara bersama. Seperti halnya jaringan teroris Al-Qaeda dan mitranya yang tersebar di beberapa belahan dunia, jaringan teroris Al-Qaeda memiliki mitra yaitu kelompok islam radikal yang tersebar di seluruh Asia Tenggara. Jaringan teroris yang berada di Asia Tenggara merupakan jaringan teroris yang berkembang dari kelompok islam radikal. Hal ini dapat dilihat dari perkembangan kelompok islam radikal yang berada di kawasan Asia Tenggara telah berkembang menjadi jaringan teroris yang melintasi batas-batas negara yaitu menjadi jaringan teroris berskala internasional. Berkembangnya kelompok islam radikal tersebut menjadi jaringan teroris yang melewati batas-batas negara tidak
53 Universitas Sumatera Utara
lepas dari terjadinya peristiwa 11 September 2001. AS melakukan pencarian terhadap Osama bin Laden merupakan pimpinan dari Jaringan Al-Qaeda yang bertanggung jawab atas tragedi runtuhnya gedung WTC, dalam proses pencarian dan perburuan Osama bin Laden tersebut AS menyadari bahwa kelompok radikal Islam yang berada di Asia Tenggara memiliki hubungan dan merupakan mitra Jaringan Al-Qaeda. 47 Sebelum terjadinya peristiwa 11 September 2001, yang menjadikan isu terorisme menjadi isu global. Jaringan Al-Qaeda telah memiliki kepentingan di Asia Tenggara, dikatakan memiliki kepentingan karena kelompok islam radikal yang berada di kawasan Asia Tenggara ikut berpartisipasi dalam melakukan jihad di Afghanistan. Beberapa wilayah yang menjadi sarang kelompok islam radikal telah diberikan pelatihan oleh anggota jaringan Al-Qaeda, pelatihan tersebut untuk partisipasi kelompok islam radikal dalam melakukan jihad di Afghanistan. Pengaruh yang diberikan Jaringan Teroris Al-Qaeda terhadap kelompok islam radikal yang berada di kawasan Asia Tenggara telah dilakukan sejak tahun 1990an. Pada tahun 1980-an, Afghanistan dan Pakistan menjadi pusat internasional dari ideologi dan pelatihan fisik gerilyawan dan kelompok teroris. Akibat kekalahan tentara Soviet, maka Al-Qaeda muncul sebagai salah satu kelompok yang berjuang untuk memperjuangkan ideologi islam, melalui mujahidin.48 Organisasi terorisme internasional Al-Qaeda ini didirikan oleh Osama Bin Laden 47
Bruce Vaughn, et.al.,Terrorism in South East Asia, CRS Report for Congress, February 7, 2005 Rohan Gunaratna, Terrorism in Southeast Asia: Threat and Response, Center for Eurasian Policy Occasional Research Paper Series II (Islamism in Southeast Asia), No.1, Hudson Institute hal 1. 48
54 Universitas Sumatera Utara
pada tahun 1988, yaitu ketika pasukan Mujahidin Afghanistan sedang berperang melawan Unisovyet. Tujuan dari Al-Qaeda adalah mendirikan Pan Islamic atau Khalifah Islam yang meliputi semua negara Islam di dunia, berupaya untuk bersama-sama melawan dominasi Barat terutama AS. Pada tahun 1990-an jaringan Al-Qaeda mengembangkan dan membuat selsel pelatihan teroris dan mendanai pelatihan tersebut. Melalui pengembangan selsel pelatihan tersebut Al-Qaeda merekrut
kelompok islam lokal di berbagai
belahan dunia. Sel pelatihan yang dibuat oleh jaringan Al-Qaeda yang berpusat di Afghanistan ini tersebar di Asia, Afrika, Timur Tengah dan Kaukasus. Pada tahun 1990-an kamp pelatihan Taliban dan Al-Qaeda telah melatih sekitar 70.000 dan 120.000 pemuda muslim untuk berjuang di Filipina (Mindanao), Indonesia (Maluku dan Poso), Myanmar, China (Xinjiang), Kashmir, Bosnia, Kosovo, Chechnya, Dagestan, Nagorno-Karabakh, Algeria, Mesir dan Yordania, dan Yaman, serta tempat-tempat lainnya. 49 Usaha yang dilakukan oleh jaringan Al-Qaeda inilah yang mendukung perkembangan gerakan kelompok islam radikal yang berada di Asia Tenggara menjadi kelompok teroris yang melakukan operasi di Filipina, Thailand, Singapura, Malaysia dan Indonesia. Adapun kelompok-kelompok Islam radikal yang telah berkembang menjadi kelompok teroris adalah Moro Islamic Liberation Front (MILF), dan Abu Sayyaf Group (ASG) di Filipina; Laskar Jundullah di Indonesia; Kumpulan Mujahidin Malaysia (KMM) di Malaysia; Jemmah
49
Rohan Gunaratna, Inside Al Qaeda, New York: Columbia University Press, 2002, hal 72.
55 Universitas Sumatera Utara
Salafiyah di Thailand; Arakan Rohingya Nationalist Organization (ARNO) dan Rohingya Solidarity Organization (RSO) di Myanmar dan Bangladesh; dan Jemaah Islamiyah (JI), merupakan salah satu jaringan yang berkembang sampai ke Australia. 50 Akan tetapi tidak sepenuhnya dapat disimpulkan bahwa setiap kelompok islam radikal yang berada di Asia Tenggara murni sebagai teroris yang berada di bawah kendali jaringan Teroris Al-Qaeda. Kelompok Islam radikal yang berada di Asia Tenggara memiliki tujuan dan motivasi yang berbeda-beda pada awalnya, akan tetapi akibat kepentingan yang dimiliki oleh jaringan teroris Al-Qaeda yang melakukan perang terhadap pasukan Unisovyet maka jaringan teroris Al-Qaeda memberikan pelatihan dan bantuan dana untuk membantu kelompok-kelompok islam radikal yang berada di Asia Tenggara dalam mencapai tujuan dan motivasi kelompok-kelompok radikal tersebut di masing-masing negara. Dibalik pelatihan dan bantuan yang diberikan oleh jaringan teroris Al-Qaeda ada kepentingan jaringan Al-Qaeda di dalamnya yaitu mendapatkan bantuan relawan yang akan melakukan perang terhadap Unisovyet dan memasukkan paham ideologi untuk menegakkan Khalifah Islam dengan menentang dominasi barat yaitu AS dan sekutunya. Gerakan terorisme di Asia Tenggara pada awalnya merupakan gerakan sentimen yaitu gerakan separatisme yang ingin menentang pemerintahan nasional atas ketidakadilan dan alienasi yang diterima oleh kelompok radikal tersebut
50
Rohan Gunaratna, Op. Cit., hal 1-2.
56 Universitas Sumatera Utara
dengan semangat etno nasionalisme yang biasanya juga diiringi dengan membawa identitas religi yang dianutnya. Maka dapat dikatakan secara umum gerakan terorisme di Asia Tenggara dapat dilihat sebagai gerakan yang lahir dari kelompok suku minoritas yang memiliki preferensi kepercayaan (belief) yang berbeda dan diperburuk lagi dengan adanya masalah ketidak adilan dalam memenuhi kesejahteraan kelompok minoritas tersebut. Pada dasarnya terbentuknya kelompok islam radikal ini menjadi teroris adalah karena alasan kebijakan (policy) yang dibuat oleh pemerintah tidak sesuai dengan keinginan mereka, sehingga hal inilah yang menyebabkan adanya benturan dan perlawanan antara kelompok radikal dengan pemerintah. Kelompok teroris di Asia Tenggara pada mulanya lahir dari kelompok-kelompok etno religi yang menginginkan adanya pemisahan dari negara. Negara dianggap tidak mampu mengakomodir hak-hak kelompok tersebut. Sehingga keinginan dari kelompok ini adalah dibentuknya negara baru yang berlandaskan hukum Islam. Adanya interaksi antara kelompok islam radikal di Asia Tenggara dengan kelompokkelompok islam radikal dan militan di Timur Tengah yaitu Al-Qaeda, maka ideologi yang ditanamakan oleh jaringan Al-Qaeda dan Taliban adalah dengan kembali mendirikan Khalifah Islam secara global dengan menekan pos-pos kekuatan negara-negara Barat di Asia Tenggara.
57 Universitas Sumatera Utara
Diagram 2.1 Terorisme Pada saat Perang Dingin, Setelah Perang Dingin dan Setelah Tragedi 11 September 2001. 51
Sumber: Journal of Asia Pacific Studies (2009) Vol 1, No. 1, 27-48. Melihat dari diagram yang ditampilkan di atas maka dapat dilihat bagaimana perubahan dari fokus kelompok radikal ataupun terorisme yang telah 51
Diagram disadur dari jurnal Mohamad Faisol Keling, Md. Shukri Shuib, Mohd Na’eim Ajis, dan Achmad Dzarien Mohd Nadzr, The Problems of Terrorism in Southeast Asia, Journal of Asia Pacific Studies (2009) Vol 1, No 1, 27-48, Universiti Utara Malaysia hal 35.
58 Universitas Sumatera Utara
berevolusi sejak terjadinya perang dingin sampai pasca terjadinya tragedi peristiwa 11 September 2001. Pada umumnya perubahan dan perkembangan aktivitas terorisme dapat dibagi menjadi tiga fase; fase pertama pada saat perang dingin, fase kedua setelah perang dingin dan fase ketiga setelah terjadinya peristiwa 11 September 2001 yang merupakan tragedi yang menjadikan terorisme sebagai ancaman keamanan global bagi setiap negara. Pada saat terjadinya Perang Dingin (Cold War) teroris pada saat itu adalah kelompok gerilyawan yaitu kelompok yang menganut ideologi komunis dan merupakan pejuang kemerdekaan yang fokus dalam memperjuangkan perubahan status quo, serta untuk mengumpulkan dukungan massa. Perjuangan dari kelompok gerilya dengan bergabung terhadap pemberontak dan membentuk kelompok separatisme yaitu dengan berusaha untuk memisahkan diri dari pemerintah dan membentuk pemerintahan yang baru. Setelah Perang Dingin, terorisme telah berkembang menjadi teroris yang berlandaskan agama yang menginginkan adanya kebebasan dan untuk meraih kemerdekaan dari pemerintahan yang memerintah secara otoriter. Pandangan teroris berlandaskan agama merupakan ketertarikan kelompok radikal tersebut untuk melihat terbentuknya sebuah negara yang adil dan sesuai dengan landasan agama yang diyakini, sehingga teroris berlandaskan agama menginginkan adanya kebebasan dari penguasa yang otoriter, dan revolusi Iran menjadi sumber inspirasi bagai kelompok teroris ini. Revolusi Iran yang menggaungkan revivalisme Iran dimana dalam revolusi tersebut Ayatullah Agung
59 Universitas Sumatera Utara
Ruhollah Khomeini pemimpin revoulsi Iran dapat mengubah Iran yang monarki di bawah Shah Mohammad Reza Pahlavi menjadi Republik Islam. 52 Perkembangan selanjutnya pasca tragedi 11 September 2001 teroris diidentikkan sebagai jaringan gerakan islam radikal dan militan. Asumsi ini berkembang ketika AS menyatakan bahwa jaringan teroris Al-Qaeda yang berada di bawah kepemimpinan Osama Bin Laden merupakan dalang aksi serangan teror terhadap Pentagon dan gedung WTC. Banyaknya kelompok gerakan islam radikal dan militant di kawasan Asia Tenggara dan kelompok gerakan tersebut merupakan mitra dari jaringan teroris Al-Qaeda hal inilah yang membuat AS menjadikan Asia Tenggara sebagai second front atau daerah perang kedua bagi AS dalam memerangi aksi teror. Perkembangan terorisme telah melalui tiga fase juga mempengaruhi cara pandang pelaku teror sesuai dengan fase-fase yang mempengaruhi tujuan objektif teroris. Pasca tragedi 11 September 2001 pandangan kelompok radikal islam yang berada di kawasan Asia Tenggara dipengaruhi oleh ajaran dan ideologi serta taktik dalam melakukan teror yang diterima melalui pelatihan dari mitra kelompok radikal ini yaitu jaringan teroris Al-Qaeda. Kelompok militant di Asia Tenggara telah mengadopsi takti dan ideologi jaringan Al-Qaeda dan penyatuan ideologi kelompok militant ini ditandai dengan membentuk payung organisasi yang bernama, Rabitat-ul-Mujahidin (“Legion of The Fighters of God”). Kelompok ini
52
Dapat dilihat dalam sejarah revolusi Iran http://id.wikipedia.org/wiki/Revolusi_Islam_Iran diakses pada tanggal 29 Mei 2014 pukul 21:33 WIB.
60 Universitas Sumatera Utara
dibentuk oleh Hambali. 53 Adapun tujuan dari payung organisasi yang telah dibentuk ini adalah untuk tujuan universal dalam membentuk kembali Khalifah Islam dan menentang dominasi Barat. 2.1.1. Terorisme di Filipina Perkembangan terorisme di Filipina juga dapat dikatakan sangat pesat perkembangannya. Dikatakan perkembangannya sangat pesat dapat dilihat dari kelompok ekstremis yang perkembangannya sangat pesat dalam melakukan aksi teror di Filipina, ancaman teror yang dihadapi oleh pemerintah Filipina tidak hanya berasal dari kelompok militant Islam radikal, akan tetapi ancaman teror juga berasal dari kelompok yang beridelogi komunis. Adapun kelompok ekstremis yang ada di Filipina meliputi MILF ( Moro Islamic Liberation Front) dan MNLF (Moro National Liberation Front), Abu Sayyaf Group (ASG), The Philipine Communist Party (CPP). 54 Banyaknya kelompok radikal yang kerap melakukan aksi teror di Filipina membuat pemerintah di Filipina menyatakan dukungannya terhadap kebijakan luar negeri AS yang mendeklarasikan untuk melawan aksi teror secara global yaitu pasca aksi teror yang menyerang gedung WTC dan Pentagon tahun 11 September 2001. Bentuk dukungan tersebut dapat dilihat dari sikap Presiden Filipina pada saat itu Gloria Macapagal-Arroyo dan Presiden Bush yang menyetujui tentara AS berada di Filipina Selatan. Hadirnya tentara AS adalah
53
Rohan Gunaratna, Loc. Cit., hal 2. Kelompok ekstrimis yang melakukan aksi teror di Filipina disadur dari laporan Congresional Research Service Report, Terrorism In South East Asia, 7 Februari 2005, oleh Bruce Vaughn. 54
61 Universitas Sumatera Utara
untuk mencari kelompok terorisme yang bermitra dengan jaringan teroris AlQaeda, tentara AS juga memberikan pelatihan penanggulangan teror terhadap tentara Filipina dan membantu tentara Filipina untuk menangkap kelompok teroris di Filipina seperti Abu Sayyaf Group. 55 Aksi teror yang terjadi di Filipina dapat dikatakan sebagai bentuk pemberontakan-pemberontakan yang dilakukan oleh kelompok gerakan ekstrimis yang berkembang di Filipina. Bentuk gerakan-gerakan ekstremis tersebut memiliki tujuan yang berbeda, seperti halnya MNLF, MILF, dan ASG yang memiliki tujuan untuk mendirikan pemerintahan Islam di Filipina. Tetapi perkembangan dari kelompok Islam radikal ini muncul akibat ketidak puasan dari pergerakan yang telah terjadi. Misalnya MILF dibentuk akibat adanya perbedaaan pendapat antara salah satu pimpinan MNLF, yaitu Hashim Salamat yang sangat religious dan menolak kesepakatan damai dengan pemerintah Filipina, dan ASG dibentuk akibat ketidakpuasan Abdurajak Janjalani dengan pergerakan yang dilakukan oleh MNLF dan MILF dalam memperjuangkan kemerdekaan bangsa Moro dan pembentukan pemerintahan berdasarkan Islam di Filipina bagian selatan. Lain halnya dengan Partai Komunis Filipina (CPP) dan NPA (New Peoples Army) yang merupakan pergerakan revolusi komunis yang menentang pemerintah Filipina yang mengadopsi ideologi barat seperi kapitalisme, dan imperialisme serta feodalisme birokrasi yang dianggap merugikan kaum marginal
55
Bruce Vaughn, et. al., CRS Report 16 Oktober 2009, hal 16.
62 Universitas Sumatera Utara
yaitu para petani. Dan untuk meperbaiki hal itu pimpinan dari pergerakan ini yaitu Jose Maria Sison meyakini bahwa dengan melakukan gerakan revolusi dan perang akan dapat memperbaharui pemerintahan Filipina. Pemberontakan inilah yang diahadapi oleh Pemerintah Filipina dalam memberantas tindakan teror yang dijadikan oleh kelompok pergerakan tersebut sebagai alat dalam mencapai tujuannya masing-masing. 2.1.1.1. MILF (Moro Islamic Liberation Front) dan MNLF (Moro National Liberation Front) Bangsa Moro di Filipina merupakan penduduk yang menganut ajaran Muslim Sunni. Penduduk tersebut memiliki berbagai bahasa dengan sedikit persamaan. Kelompok pemberontak yang ada dari bangsa moro adalah Moro National Liberation Front (MNLF) dan Moro Islamic Liberation Front (MILF). Kedua kelompok radikal ini melakukan aksi teror di Filipina dimulai dari sikap sentiment dari kelompok Moro untuk memisahkan diri dari Filipina akibat kebijakan asimilasi yang dibuat oleh pemerintah Filipina. Kebangkitan identitas politik bangsa Moro ini dimulai dari perjuangan bangsa moro untuk melawan kolonialisasi dan transmigran katolik. Kemudian kebijakan pemerintah Filipina tersebut dianggap sangat merugikan orang Moro, akibat ketidak pedulian pemerintah Filipina inilah yang meningkatkan mental separatisme dalam bangsa Moro untuk memisahkan diri dari Filipina. Tujuan dari terbentuknya gerakan separatisme ini adalah untuk membebaskan bangsa Moro
63 Universitas Sumatera Utara
dari tindakan teror, tekanan, dan tirani kolonialisme, dan untuk menjaga kebebasan dan kemerdakaan negara untuk rakyat Bangsa Moro. MILF dan MNLF dipandang luas sebagai organisasi revolusi yang berjuang untuk mencapai hak menentukan nasib sendiri bagai rakyat Muslim di Filipina (Moro). Sehingga walaupun MILF dianggap sebagai kelompok revolusi atau gerakan separatisme di Filipina, sehingga kelompok ini mengganggap dirinya bukan sebagai kelompok teroris. Akan tetapi AS yang merupakan pimpinan terdepan dalam melakukan perang terhadap terorisme meyakini kelompok MILF dan MNLF menjalin kerja sama dengan jaringan teroris Al-Qaeda, salah satunya JI (Jamaah Islamiyah) yang merupakan jaringan teroris di kawasan Asia Tenggara yang sangat dekat dengan jaringan teroris Al-Qaeda. Aksi teror merupakan bentuk penolakan bangsa Moro terhadap kebijakan pemerintah Filipina yang dianggap telah merugikan bangsa Moro. Kelompok pemberontak yaitu MILF memiliki kekuatan bersenjata sekitar 10.000-12.000, dan kelompok MILF berpisah dari kelompok pemberontak Muslim lainnya yaitu MNLF pada akhir tahun 1970-an. 56 Kedua kelompok ini telah melakukan pemberontakan terhadap pemerintah Filipina selama kurang lebih 30 tahun. Pada tahun 1960-an, kelompok Moro National Liberation Front (MNLF) mulai melakukan aksi teror dan pembunuhan untuk memperjuangkan otonomi di wilayah Filipina Selatan. Komite pusat pertama MNLF dibentuk di Libya pada tahun 1974 dan terdiri dari 13 anggota, tujuh diantaranya termasuk Misuari yang
56
Ibid., hal 17.
64 Universitas Sumatera Utara
merupakan pimpinan MNLF yang bersifat sekuler. Satu diantara mereka yang merupakan anggota MNLF yang sangat religius adalah Hashim Salamat, yang menjadi pimpinan MILF setelah berpisah pada tahun 1967. Adanya aksi teror yang dilancarkan oleh kelompok MNLF mendapat respon dari pemerintah Filipina dengan mengirimkan tentara Filipina ke wilayah Filipina Selatan untuk mengatasi pemberontakan. Tahun 1976, pemimpin Libya Muammar Gaddafi membantu proses negosiasi antara pemerintah Filipina dengan MNLF. Berdasarkan pertemuan dan proses negosiasi tersebut menghasilkan kesepakatan bersama yaitu MNLF menerima tawaran pemerintah Filipina untuk memiliki kedudukan semi otonomi ke wilayah Filipina Selatan. Keputusan untuk menerima kedudukan semi otonomi yang disetujui oleh MNLF menimbulkan perpecahan. Hashim Salamat dan 57 anggota MNLF lainnya menolak hasil kesepakatan dan memutuskan untuk membentuk kelompok baru pada tahun 1984, yang kemudian dikenal dengan Moro Islamic Liberation Front (MILF). 57 MILF tetap melakukan aksi pemberontakan terhadap pemerintah Filipina. Proses negosiasi yang dilakukan oleh pemerintah Filipina dengan MILF telah berjalan sejak tahun 1996 dan proses tersebut kerap mengalami kemacetan akibat permasalah komando pimpinan MILF yang terkadang tidak diakui oleh pimpinan MILF lainnya. MILF dan pemerintah Filipina mencapai kesepakatan damai dan melakukan persetujuan untuk melakukan gencatan senjata pada tahun 2003. Namun usaha untuk melakukan perdamaian dan persetujuan dalam melakukan 57
Angel Damayanti, et.al., Perkembangan Terorisme di Indonesia, Jakarta: Badan Nasional Penanggulangan Terorisme, 2013, hal 49.
65 Universitas Sumatera Utara
gencatan senjata mengalami jalan buntu. Hal ini akibat tuntutan MILF untuk pembentukan sebuah “Bangsa Moro” sebagai negara otonom yang meliputi sebagian besar wilayah barat Mindanao, kepulauan Sulu, dan bagian Pulau Palawan. Permintaan ini ditolak oleh pemerintah Filipina. Proses selanjutnya yang ditempuh oleh pemerintah Filipina dan MILF adalah Pemerintah Filipina dan MILF menyetujui dan menandatangani Memorandum
of
Agreement
yang
meletakkan
kerangka
kerja
untuk
menyelesaikan pemberontakan yang dilakukan oleh MILF. 58 Dalam memorandum kesepakatan tersebut disediakan pembentukan Bangsa Moro Yuridis Entity (BJE) yang terdiri dari sebagian besar dari Mindanao. Dimasukkannya beberapa desa dan kota yang termasuk dalam daerah yuridis MILF ditentukan melalui pemungutan suara. BJE ini nantinya akan memiliki hubungan asosiatif dengan pemerintah Filipina. Hubungan asosiatif antara pemerintah Filipina dan BJE adalah berbagi wewenang dan tanggung jawab. BJE dapat membentuk sendiri sistem pemerintahan sendiri, system pemilu, perbankan, sekolah, peradilan dan polisi, dan pasukan keamanan dalam negeri. Sumber daya ekonomi antara pemerintah Filipina dan BJE akan dibagi dengan perbandingan 75-25 persen. 75 persen untuk BJE dan BJE dizinkan masuk dalam perdaganan dan melakukan hubungan ekonomi dengan negara-negara asing dan mengontrol wilayah perairan dan garis pantai wilayah BJE.
58
Bruce Vaughn, et al., Loc. Cit., hal18.
66 Universitas Sumatera Utara
Akan tetapi kesimpulan dari Memorandum of Agreement, tidak mendapatkan persejtuan dari politisi Kristen dan pejabat terpilih di Mindanao. Sehingga mereka mengajukan gugatan ke Mahkamah Agung Filipina, dan meminta pengadilan untuk menolak memorandum tersebut. Alasan permintaan untuk menolak persetujuan memorandum tersebut adalah para penggugat mengklaim bahwa mereka tidak turut dalam membuat kesepakatan memorandum tersebut. Pada 14 Oktober 2008, Mahkamah Agung Filipina menyatakan bahwa Memorandum of Argreement tersebut tidak sesuai dengan konsitusi dan illegal dengan mengakui hubungan asosiatif yang diberikan kepada BJE, menunjukkan kemerdekaan tersirat bagi BJE. Akibat keputusan tersebut, maka pertempuran baru antara tentara Filipina dan MILF telah pecah setelah kesepakatan memorandum tersebut ditolak. Kembali lagi pada tahun 2011 Pemerintah Filipina membicarakan masalah perdamaian terhadap MILF. Sebuah survey menunjukkan sekitar 52 persen rakyat Filipina menginginkan persetujuan damai untuk ditandatangani oleh pemerintah Filipina dan MILF. Akan tetapi negosiasi damai tetap mengalami jalan buntu setelah pembicaraan penyelidikan yang ke 22 dilakukan di Kuala Lumpur, Malaysia pada 22-23 Agustus 2011. MILF menolak usulan perjanjian damau yang diajukan oleh pemerintah Filipina yang terdiri atas: Pembangunan Sosial Ekonomi, dan Otonomi yang lebih berdaya dan pengakuan terhadap sejarah dan
67 Universitas Sumatera Utara
identitas Bangsa Moro dan perjuangan mereka. MILF mengatakan bahwa usulan yang diberikan pemerintah Filipina tidak dapat memenuhi tuntutan mereka. 59 2.1.1.2. Abu Sayyaf Group Abu Sayyaf dalam bahasa Arab memiliki arti ayah dari pendekar pedang (father of the swordman). Abu Sayyaf Group (ASG) merupakan salah satu kelompok teroris yang terkecil akan tetapi paling ditakuti dan paling keras dari organisasi teroris lainnya di Filipina. ASG beroperasi di Pulau paling selatan wilayah Mindanao yaitu Pulau Sulu. 60 ASG didirikan pada awal tahun1990-an sebagai organisasi teroris Muslim Filipina (Moro), ASG muncul sebagai kelompok Islam garis keras yang merupakan sebagai alternatif dari pergerakan politik MNLF, dan MILF yang stagnan. ASG tetap memiliki tujuan untuk membentuk negara Islam di Filipina Selatan. Abdurajak Janjalani pernah mengikuti pelatihan militer dan perang di Afghanistan pada tahun 1987, oleh karena itu pimpinan ASG ini sangat dipengaruhi oleh pemikiran Wahhabi. ASG muncul sebagai kelompok Islam radikal, akibat bertambahnya penolakan terhadap kepentingan politik yang menjadi tujuan dari sahabat-sahabanya. Sehingga Janjalani ikut dalam gerakan Islam radikal dan belajar di Libya dan Arab Saudi dari tahun 1981 hingga 1984, dan pendanaan pendidikan tersebut didukung oleh Al-Islamic Tabligh, sebuah 59
Rohan Gunaratna, The Global Landscape of Terrorism 2012, eds. Arabinda Acharya, Diane Russel Junio , CTTA: Counter Terrorist Trends and Analysis, Vol. 4 Issue 1, January 2012, Singapore: Nanyang Technological University, hal 33. 60 Garret Atkinson, Abu Sayyaf: The Father of the Swordsman, A Review of the rise of Islamic insurgency in the southern Philippines, American Security Project: www.americansecurityproject.org, Maret 2012, hal 1. File ini diunduh pada 16 Juni 2014 pukul 19.31 WIB.
68 Universitas Sumatera Utara
organisasi Islam fundamental. Abdurajak Janjalani sebagai pimpinan kelompok ini, memiliki hubungan yang dekat dengan anggota inti Al-Qaeda dan mengarahkan ASG memulai aksi bom, yang menjadikan orang Kristen sebagai targetnya pada tahun 1991. 61 Adanya kedekatan dengan jaringan Al-Qaeda, dan pemimpin jaringan Al-Qaeda, yang membantu ASG dalam melakukan pelatihan dan membiayai dana ketika melakukan aksi pengeboman di Filipina. Pada tahun 1998 Abdurajak janjalani tewas ditembak oleh polisi Filipina di Basilan, dan sejak kematiannya, maka saudaranya Khadaffy Janjalani menjadi pemimpin ASG hingga kematiannya pada tahun 2006 yang tewas terbunuh dalam pertempuran dengan tentara Filipina. Kemudian Radulan Sahiron diangkat menjadi pemimpin senior ASG, akan tetapi kelompok ini mulai terpecah dan banyak diantara anggota ASG ini kembali ke wilayah masing-masing. 62 Sejak ASG terbentuk, kelompok Islam radikal ini telah melakukan aksinya dengan cara ikut terlibat dalam penculikan untuk mendapatkan tebusan, bom, pembunuhan dan pemerasan. ASG sangat dekat dan berhubungan dengan Jemaah Islamiyah (JI). ASG beroperasi di Basilan, Sulu dan juga di daerah Mindanao. ASG menggunakan teror untuk kepentingan dan keuntungan pendanaan operasi mereka dan untuk menunjukkan agenda Jihad ASG tersebut. Pada bulan April 2000, kumpulan ASG menculik 21 orang, 10 diantaranya adalah orang Barat dari sebuah resor di Malaysia. Pada bulan Mei 2001, ASG menculik tiga warga AS
61 Zack Fellman, Abu Sayyaf Group, Washington: CSIS, Homeland Security and Counterterrorism Program Transnational Threats Projects, 2011, hal 1. 62 Angel Damayanti, et.al., Loc. Cit., hal. 50.
69 Universitas Sumatera Utara
dan 17 warga Filipina dari resor yang berada di Palawan, Filipina kemudian membunuh beberapa sandera, termasuk satu warga negara AS. Pada tanggal 27 Februari 2004, anggota kelompok ASG dibawah pimpinan Khadafi Janjalani membom sebuah feri di Teluk Manila, aksi pengeboman tersebut menewaskan 116 jiwa. Pada tanggal 14 Februari 2005 ASG melakukan pengeboman secara beruntun di beberapa kota seperti di Manila, General Santos, dan Davao. Akibat aksi ini menewaskan delapan orang dan melukai 150 orang. Tahun 2006, kelompok Janjalani yang pindah ke daerah Sulu, dan
bergabung
dengan
pendukung
ASG
lokal
menyediakan
tempat
persembunyian bagi anggota JI dari Indonesia, anggota JI tersebut adalah Umar Patek dan Dulmatin yang merupakan buronan akibat peristiwa Bom Bali pada tahun 2002. Pada bulan Juli 2007, anggota ASG dan MILF ikut dalam baku tembak dengan Tentara Filipina di Pulau Basilan, dan dari peristiwa tersebut menewaskan 14 orang. Bulan November 2007, bom sepeda motor meledak di Kongres Filipina dan seorang anggota kongres dan tiga anggota staff tewas. Pada Januari 2009, ASG menculik tiga pekerja Palang Merah Internasional di Provinsi Sulu, dan menahan salah satu sandera sampai enam bulan. Pada Februari 2010 Tentara Filipina menewaskan Albader Parad, merupakan salah satu pimpinan ASG di Pulau Jolo. Aksi dari tindakan kelompok ASG ini berlanjut sampai pada tahun 2011, ASG menculik beberapa orang untuk mendapatkan tebusan. 63 63
Aksi teror yang dilakukan oleh ASG,http://www.nctc.gov/site/groups/asg.html page ini diakses pada 16 Juni 2014, pukul 20:31 WIB.
70 Universitas Sumatera Utara
Pemerintah Filipina mendapat dukungan dari Militer AS dalam memberantas ASG ini. Dukungan ini diterima Filipina sejak tahun 2002, pemerintah AS sangat aktif dalam memberantas terorisme internasional terutama kelompok-kelompok teroris di kawasan Asia Tenggara yang diyakini bermitra dengan jaringan teroris Al-Qaeda. Dengan adanya kerjasama antara AS dengan Tentara Filipina kekuatan bersenjata ASG menurun dari 1000 menjadi 400. 64 2.1.1.3. The Philippine Communist Party (Partai Komunis Filipina) Partai Komunis Filipina (CPP) didirikan pada bulan Desember 1968 oleh Jose Maria Sison, dia menjadi aktivis mahasiswa di Manila pada awal tahun 1960 dan bergabung dengan partai komunis yang ada, yaitu Partido Komunista Pilipinas (PKP). Akibat memberikan kritik terhadap pimpinan partai, Sison keluar dan mendirikan CPP, dan membuat organisasi sayap yang dipersenjatai dan dinamakan NPA pada tahun 1969. Yang menjadi agenda CPP ini adalah ingin melakukan revolusi di Filipina, dan revolusi tersebut diyakini Sison untuk menyelesaikan masalah imperialism, kapitalisme dan feodalisme birokrasi yang ada di Filipina. Untuk menyelesaikan masalah tersebut Sison meyakini melalui revolusi, dan perang akan dapat memperbaharui pemerintahan Filipina. Dasar dari revolusi tersebut merupakan pergerakan revolusi yang dilakukan oleh petani (proletar). 65
64 65
Bruce Vaughn, et al., Loc. Cit., hal17. Ibid., hal 3.
71 Universitas Sumatera Utara
Partai Komunis Filipina memiliki angkatan bersenjata yang dinamakan NPA (New Peoples Army). Kelompok ini dijadikan sebagai organisasi teroris, akibat pimpinan partai komunis yang memimpin NPA menyerukan untuk menjadi kan AS sebagai target dari aksi serangan ini. Sehingga respon AS terhadap seruan pimpinan Partai Komunis Filipina adalah menjadikan kelompok ini sebagai daftar organisasi teroris internasional pada bulan agustus 2002. 66 Dunia Internasional dan Pemerintah Filipina selama ini lebih fokus dalam menyelesaikan pemberontakan kelompok radikal Islam di Filipina, karena pemberontakan yang dilakukan oleh kelompok radikal Islam ini lebih berantai dan memiliki ikatan dengan organisasi teroris internasional lainnya. Akan tetapi pemberontakan yang terjadi di Filipina juga dilakukan tidak hanya berlandaskan masalah agama, dan budaya. Akan tetapi pemberontakan yang terjadi di Filipina juga berlandaskan ideologi politik. Ancaman yang diberikan oleh CPP dan NPA ini juga merupakan ancaman besar bagi pemerintah Filipina. Hal ini dapat dilihat tindakan NPA yang secara terus menerus menewaskan ratusan orang setiap tahunnya, 187 tentara, polisi dan paramiliter pada tahun 2010, jumlah tersebut tidak termasuk pimpinan suku, politisi lokal, dan masyarakat yang juga turut menjadi korban dalam konflik tersebut. 67 Selama lima dekade sejak CPP-NPA melakukan pemberontakan melawan pemerintah Filipina, kelompok ini telah menggulingkan empat pemerintahan yang terpilih secara demokratis. CPP-NPA tetap menjadi ancaman yang serius bagi 66
Ibid., hal 19. Laporan dari International Crisis Group, The Communist Insurgency in the Philippines, 14 Februari 2012, hal 1. 67
72 Universitas Sumatera Utara
pemerintahan Filipina untuk melakukan pembenahan dan pembangunan ekonomi, sosial dan politik di Filipina. Pemerintah Filipina telah melakukan berbagai upaya dalam melakukan kesepakatan damai dengan kelompok ini akan tetapi sama halnya dengan kelompok ekstremis lainnya kesepakatan tersebut mengalami jalan buntu. Gambar 2.1 Peta Filipina
Sumber: Bruce Vaughn, CRS Report for Congres, 16 Oktober 2009 Daerah Filipina yang menjadi kawasan tempat terjadinya pemberontakan dan aksi teror adalah di wilayah Filipina bagian Selatan, yaitu daerah Mindanao, dan Kepulauan di daerah perairan Sulu. Daerah Mindanao menjadi daerah yang kerap menjadi target operasi teror yang dilakukan oleh ketiga kelompok ekstremis di Filipina, yaitu kelompok MNLF, MILF dan CPP-NPA.
73 Universitas Sumatera Utara
2.1.2. Terorisme di Malaysia Perkembangan terorisme di Malaysia tidaklah sepesat yang terjadi di negara-negara kawasan Asia Tenggara lainnya, seperti Indonesia, Thailand dan Filipina. Perkembangan terorisme di Malaysia tergolong lebih rendah bila dibandingkan dengan perkembangan teroris di negara-negara tetangganya di kawasan Asia Tenggara, hal ini terjadi karena Malaysia memiliki peraturan hukum yang sangat ketat dalam memberantas terorisme, dan kemampuan polisi Malaysia yang baik dalam mendeteksi dan memberantas jaringan terorisme yang mengancam keamanan negara Malaysia. Tidak seperti di Filipina, di Malaysia tidak ada kelompok separatis yang berlatar belakang adat budaya dan kebangsaan. Akan tetapi sejak peristiwa tragedi WTC/11 September 2001, Malaysia telah menjadi titik temu bagi kelompok teroris internasional yang aktif di kawasan Asia Tenggara. Kelompok teroris internasional tersebut melakukan pertemuan di Kuala Lumpur untuk melakukan berbagai aksi teror yang telah direncanakan. Sekalipun di Malaysia tidak memiliki kelompok separatisme yang berakarkan etnis budaya asli, akan tetapi kelompok terorisme yang aktif di Malaysia adalah Kumpulan Mujahidin Malaysia (KMM) merupakan salah satu kelompok radikal Islam yang berafiliasi dengan kelompok teroris yang berasal dari negara lain, yaitu Al-Qaeda, JI, ASG, dan MILF. Hal inilah yang menjadikan Malaysia sebagai titik kumpul kelompok teroris yang berasal dari negara-negara di kawasan Asia Tenggara. Malaysia menjadi lokasi pertemuan dari kelompok
74 Universitas Sumatera Utara
teroris yang ada di Asia Tenggara tidak lepas dari peran KMM sebagai salah satu kelompok yang sangat dekat dengan JI dan Al-Qaeda. Kumpulan Mujahidin Malaysia (KMM) merupakan bagian dari jaringan teroris Al-Qaeda dan memiliki hubungan dengan kelompok radikal militant Islam di Indonesia yaitu JI. KMM dibentuk pada tanggal 12 Oktober 1995, dibentuknya organisasi ini bertujuan untuk menggulingkan pemerintahan Mahatir dan ingin menjadikan Malaysia menjadi negara Islam. Keinginan serta tujuan dari KMM adalah untuk membentuk negara pan-islam meliputi Indonesia, Malaysia, dan Filipina Selatan. 68 KMM dipimpin oleh Nik Adli Nik Aziz dan Zainon Ismail, dan berideologi Islam-Sunni. Tidak hanya itu KMM bergabung dengan Gerakan Mujahidin Islam Patani (GMIP), Jemaah Islamiyah, dan MILF. Daerah operasinya meliputi Perak, Johor, Kedah, Selangor, Trengganu, Kelantan, dan Kuala Lumpur. 69 Sejumlah pemimpin dan anggota KMM mendapatkan perlatihan militer di kamp Afghanistan sepanjang tahun 1990-19967. Pada saat itulah pemimpin KMM berhubungan dengan para pemimpin Al-Qaeda dan tokoh JI. Setelah dari Afghanistan, KMM mulai melakukan rekrutmen terhadap warga Malaysia untuk melakukan jihad dan mendirikan negara Islam. Berbagai kasus dari aksi yang dilakukan oleh berbagai kelompok terorisme di Malaysia adalah aksi penculikan yang dilakukan oleh ASG di Malaysia, penculikan terhadap turis yang menginap di salah satu resor di Malaysia dilakuan dengan menggunakan speedboat dan melintasi perbatasan Filipina. 68 69
Bruce Vaughn, et al., Loc. Cit., hal 27. Angel Damayanti, et.al., Op. Cit., hal 48.
75 Universitas Sumatera Utara
Noordin M. Top yang merupakan warga negara Malaysia terlibat dalam melakukan serangan Bom di Indonesia yaitu Bom Bali I, dan Bom Bali II, Bom Kedubes Australia tahun 2004, dan Bom Mega Kuningan tahun 2009. Aktifnya kelompok-kelompok teroris yang berkumpul di Malaysia yang telah melakukan berbagai aksi teror di kawasan Asia Tenggara tentu saja menjadi perhatian serius bagai keamanan dalam negeri Malaysia dan keamanan regional. Usaha untuk melakukan pemberantasan terorisme di Malaysia sudah banyak dilakukan baik melalui pembenahan angkatan bersenjatanya (militer dan polisi) dan juga melalui kerjasama internasional. Pemerintah Malaysia telah menyetujui dan menandatangani sebuah Memorandum of Understanding (MoU) dengan AS pada bulan Mei 2002. MoU itu merupakan dasar kerangka kerja sama antara AS dengan negara-negara anggota ASEAN yang disetujui melalui ASEAN Regional Forum (ARF) pada bulan Agustus 2002. Pada bulan Januari 2009 Malaysia dan AS juga menyetujui kerangka kerja sama yaitu Mutual Legal Assistance Treaty (MLAT) dalam membantu untuk melakukan penyelidikan kasus kriminal terutama dalam masalah terorisme. 70 Malaysia juga fokus dalam memperhatikan ancaman yang terjadi di Selat Malaka, yaitu ancaman pembajakan dan terorisme yang berlayar di selat ini. Selat Malaka merupakan perairan yang penting bagi Malaysia, Singapura, dan Indonesia karena perairan ini merupakan jalur perdagangan internasional dan rentan terhadap serangan dan pembajakan yang dilakukan oleh kelompok teroris.
70
Bruce Vaughn, et al., Loc. Cit., hal 28.
76 Universitas Sumatera Utara
Untuk mengatasi ancaman tersebut Malaysia menyetujui usulan, bagi setiap negara yang berbatasan dengan perairan ini melakukan patrol dan dapat masuk ke wilayah perairan negara lainnya apabila dalam melakukan pengejaran bajak laut ataupun teroris. 2.1.3. Terorisme di Singapura Singapura merupakan sebuah negara yang kerap menjadi target operasi dari kelompok-kelompok terorisme yang aktif di kawasan Asia Tenggara. Singapura dianggap sebagai negara yang menjalankan kepentingan negara-negara Barat, negara yang menjadi pusat kepentingan negara-negara Barat, dan Singapura dianggap sebagai kapitalis yang pro terhadap kepentingan Barat. Sehingga hal tersebut yang menjadikan Singapura menjadi target operasi aksi teror di Asia Tenggara oleh kelompok terorisme yang aktif di Asia Tenggara. Tidak hanya karena dianggap sebagai negara yang menjalankan kepentingan negara-negara Barat, Singapura yang merupakan negara yang kecil dianggap oleh kelompok teroris sebagai target yang mudah untuk diserang karena mengganggap bahwa Singapura tidak mampu menangkap kelompok teroris tersebut. Singapura sebagai salah satu pusat keuangan dunia, maka aksi teror ke Singapura dapat menambah keuangan teroris melalui penculikan untuk meminta uang tebusan. Sejak tragedi 11 September 2001 di AS, Singapura telah meningkatkan operasi pemberantasan teroris, dengan undang-undang ISA (Internal Security Act) Singapura telah banyak menangkap puluhan tersangka militant Islam yang melakukan serangan di Singapura. Dari penangkapan tersebut pemerintah
77 Universitas Sumatera Utara
Singapura dapat membongkar rencana JI yang merupakan jaringan terorisme terbesar di Asia Tenggara ingin melakukan serangan bom di Kedubes AS, dan plot rencana untuk meledakkan Bandara Changi Internasional dan target-target lainnya yang merupakan pusat kepentingan Negara-negara Barat di Singapura. Para tersangka yang telah ditangkap oleh pemerintah Singapura memiliki keterkaitan dengan kelompok Islam radikal dan militant yang berada di Filipina yaitu MILF. Pada Februari 2008, Singapura pernah mengalami kegagalan dalam menahan tersangka utama yang merencanakan bom di Kedubes AS yaitu Mas Selamat Bin Kastari mampu melarikan diri dari penjara khusus di Whitley yang memiliki keamanan tinggi (high-profil prison). Akan tetapi pada April 2009 Kastari dapat ditangkap di Malaysia, dan ditahan di Malaysia sesuai dengan undang-undang ISA Malaysia. 71 Pemerintah Singapura semakin ketat dalam melakukan pengamanan dalam negeri. Hal ini dapat dilihat dari tindakan pemerintah Singapura yang meningkatkan pengamanan di fasilitas pelabuhan dan infrastruktur lainnya seperti bandar udara yang rentan menjadi target utama aksi teror. Singapura juga meningkatkan keamanan di Kedutaan dan tempat-tempat umum lainnya. Pemerintah Singapura juga menyerukan untuk setiap warga negara Singapura turut ikut ambil bagian dalam memberantas terorisme. Pada Juni tahun 2005, latihan anti-terorisme dilakukan dengan melibatkan lebih dari 1000 orang rakyat sipil dan sistem transportasi umum di Singapura.
71
Ibid., hal 29.
78 Universitas Sumatera Utara
Untuk memperkuat keamanan di perbatasan, Singapura mengeluarkan paspor biometric yang didalamnya dimuat sebuah chip yang terdapat sidik jari dan wajah pemilik passport sebagai informasi identifikasi. Singapura juga menerapkan Strategic Goods Contol (SGC) yaitu sebuah sistem yang bertujuan untuk mencegah adanya proliferasi senjata pemusnah massal. Singapura juga telah meningkatkan kerjasama di bidang intelijen dengan negara-negara regional di kawasan Asia Tenggara dan AS sejak terjadinya tragedi 9/11. Salah satu wujud keseriusan pemerintah Singapura dalam memberantas terorisme di Asia Tenggara dan Dunia Internasional adalah dengan ikut bergabung dalam The Joint Counter Terrorism (JCTC) yang merupakan gabungan dari berbagai lembaga pemerintahan Singapura yang berfungsi dalam pemberantasan terorisme termasuk badan-badan intelijen. Selama kerjasama ini terlaksana Pemerintah Singapura telah berbagi informasi tentang tersangka teroris yang telah ditangkap oleh Singapura di bawah undang-undang ISA. Informasi tersebut berupa struktur Al-Qaeda dan hubungan kerjasamanya dengan JI, serta metode dan perekrutan yang dilakukan oleh Al-Qaeda dan JI dalam menambah kelompoknya. Melalui kerjasama tersebut pemerintah Singapura telah mengajak negara-negara tetangganya untuk meningkatkan pengamanan di jalur Selat Malaka dari pembajakan kapal dan serangan teroris.
79 Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.2 Peta Malaysia dan Singapura
Sumber: Bruce Vaughn, CRS Report for Congres, 16 Oktober 2009 Singapura merupakan sebuah negara kecil, sehingga dengan bentuk wilayah geografis Singapura yang kecil dan merupakan pusat bisnis dan kepentingan negara-negara barat, bentuk geografis tersebut menjadi faktor yang menyebabkan kelompok teroris di kawasan Asia Tenggara menyerang Singapura dengan aksi teror terutama yang menjadi pusat kepentingan negara-negara Barat di Singapura. Perairan Selat Malaka juga menjadi daerah perairan yang harus mendapat pengawasan bagi Indonesia, Malaysia dan Singapura. Perairan Selat Malaka merupakan jalur laut yang strategis untuk perdagangan, sehingga perlu
80 Universitas Sumatera Utara
mendapat pengawasan dan perlindungan dari serangan teroris dan pembajakan kapal-kapal domestik yang berlayar di perairan Selat Malaka. 2.1.4. Terorisme di Thailand Aktivitas terorisme yang terjadi di Thaliand sangat berkaitan dengan pemberontakan yang terjadi di Thailand Selatan. Gerakan separatisme Islam lah yang melakukan pemberontakan tersebut. Pemberontakan di Thailand Selatan aktif di Narathiwat, Pattani dan Provinsi Yala. Terjadi juga kekerasan di wilayah Songkhla, terutama di beberapa daerah yang didominasi oleh populasi muslim yaitu di Hat Yai, dan daerah komersial Hub. 72 Kelompok separatisme ini tidak terlalu diketahui oleh dunia internasional. Adapun keinginan kelompok ini adalah untuk merdeka dari penduduk yang beragama Budha yang tinggal di bagian utara Thailand, hal ini telah terjadi sejak 1902. Akibat pemberontakan yang terjadi di Thailand Selatan menyebabkan ketidakstabilan politik dan ekonomi di Thailand. Sejak Januari 2004 kekerasan sectarian antara pemberontak yaitu gerakan separatisme muslim di Thailand Selatan dengan pasukan keamanan Thailand telah memakan korban lebih dari 3.400 jiwa sesuai dengan laporan pers Thailand. Pemerintah Thailand juga mengakui cukup sulit untuk mengetahui motif serangan yang dilakukan oleh gerakan separatismee ini. 73
72 Neil J. Melvin, Conflict in Southern Thailand, Islamism, Violence and the State in the Pattani Insurgency, SIRPRI Policy Paper No. 20, Sweden: CM Gruppen, Bromma, September 2007, hal v. 73 Bruce Vaughn, et al., Loc. Cit., hal 21.
81 Universitas Sumatera Utara
Kelompok separatisme yang aktif melakukan teror di Thailand Selatan pada dasarnya terinspirasi oleh persepsi lama bahwa etnis Thai yang merupakan mayoritas memeluk agama Budha melakukan aniaya terhadap etnis melaymuslim. (ada sekitar 1,3 juta etnis Melayu di Yala, Narathiwat dan Pattani, 80% dari populasi provinsi, dari total keseluruhan populasi penduduk Thailand 65 juta). Serangan yang dilakukan oleh gerakan kelompok separatismee di Thailand Selatan tidak menjalankan agenda anti-barat seperti yang terjadi di negara-negara kawasan Asia Tenggara lainnya yang aksi terornya identik untuk menentang dominasi barat. Sebagian besar para ahli percaya bahwa aksi kekerasan dan teror yang terjadi di Thailand Selatan adalah keinginan untuk memiliki daerah otonomi sendiri. 74 Akibat penderitaan muslim Thailand yang pernah terjadi hal itu dijadikan oleh kelompok teroris yang berada dikawasan Asia Tenggara untuk menawarkan dukungan material terhadap kelompok separatisme di Thailand. Ada juga beberapa bukti yang ditemukan oleh aparat keamanan di Thailand bahwa kelompok-kelompok jihad asing juga aktif di Thailand Selatan. Aktifnya kelompok-kelompok jihad ataupun kelompok teroris internasional di Thailand Selatan dapat dilihat dari berbagai aksi teror yang terjadi di Thailand dan masuknya anggota teroris internasional yang menjadi buronan AS yang datang ke Thailand. Misalnya pada 12 januari 2012, Hussein Artis ditangkap. Artis lahir di Lebanon dan menggunakan passport berkebangsaan Swedia pada saat dia berangkat ke Thailand di Bandara Suvarnabhumi. Artis merupakan anggota dari
74
Ibid., hal 21.
82 Universitas Sumatera Utara
kelompok teroris internasional Lebanon yang berada dibawah naungan Hizballah yang merupakan kelompok teroris islam Iran. Pada saat penangkapan Artis mengakui telah menimbun pupuk urea, dan 100 galon cairan ammonium nitrat yang merupakan bahan utama untuk membuat peledak Ammonium Nitrat and Fuel Oil (ANFO). 75 Salah satu tersangka pemboman lainnya adalah Saeid Moradi seorang berkebangsaan Iran, berada di Thailand dengan menggunakan visa turis. Saeid kehilangan kedua kakinya ketika bahan peledak yang disimpan dalam sebuah rumah yang disewa bersama dengan dua orang Iran lainnya tiba-tiba meledak. Bom tersebut teridiri dari bom C4 dan ratusan bom logam yang dikendalikan dengan radio dan dilengkapi dengan magnet dan sebuah granat. Magnet tersebut digunakan untuk menempelkan bom radio tersebut di mobil. Peristiwa ledakan ini terjadi di Bangkok, dan ledakan ini terjadi sehari setelah Kedubes Israel mendapat serangan bom di New Delhi dengan serangan bom mobil. Bom yang menyerang New Delhi juga diduga dilakukan oleh orang Iran. Pemerintah Israel menyatakan Lebanon-Hizballah adalah dalang dibalik serangan bom di Bangkok dan Thailand. 76 Keprihatinan AS mengenai rentannya keterlibatan kelompok terorisme internasional di Thailand Selatan adalah akibat dari rendahnya pengawasan pemerintah Thailand di wilayah perbatasan dan persyaratan visa turis di Thailand juga lemah. Pengakuan dari beberapa tersangka yaitu anggota JI dan Al-Qaeda 75 76
Majalah Securitas, International terrorist in Thailand, Edisi 35 Januari 2013 hal 3. Ibid., hal 4.
83 Universitas Sumatera Utara
yang telah ditahan mengatakan bahwa Thailand merupakan tempat pertemuan, tempat untuk melarikan diri, memperoleh senjata, dan untuk melakukan pencucian uang. Keterlibatan teroris internasional ini semakin dicurigai oleh AS dilihat dari penangkapan Hambali yang merupakan pemimpin JI ditangkap di Thailand. 77 Banyaknya kelompok pemberontakan di Thailand Selatan ini juga membuat pemerintah Thailand tidak dapat mengidentifikasi pemimpin yang mengarahkan untuk melakukan pemberontakan, karena kelompok pemberontakan di Thailand tidak memiliki otoritas terhadap kelompok pemberontakan lainnya. Beberapa laporan menyatakan bahwa Barisan Revolusi Nasional-Coordinate (BRN-C) mengkoordinasi pemberontakan, yang lain menyebutkan bahwa Pattani United Liberation Organization (Pulo) yang memiliki profil yang lebih tinggi dikenal
secara
internasional
dari
pada
BRN-C
yang
mengkoordinasi
pemberontakan di Thailand, kelompok pemberontakan lainnya adalah Gerakan Mujahidin Islam Pattani (GMIP). 78 Sulitnya pemerintah
mengidentifikasi
Thailand
mengalami
pemimpin kendala
pemberontakan dalam
ini
menyelesaikan
membuat konflik
pemberontakan yang telah dilakukan kelompok-kelompok separatisme lokal di Thailand Selatan. Untuk melakukan negosiasi dalam menyelesaikan masalah pemberontakan di Thailand Selatan telah dilakukan, salah satunya melalui OKI (Organisasi Konferensi Islam) yang telah melakukan pertemuan dengan para 77 78
Ibid., hal 24. Ibid., hal 23.
84 Universitas Sumatera Utara
pemimpin kelompok separatis pada September 2010, dengan bantuan OKI pemerintah Thailand dan kelompok separatisme akan membicarakan rencana damai. 79 Gambar 2.3 Peta Thailand
Sumber: SIRPRI Policy Paper No. 20, September 2007 80 2.2. Perkembangan Terorisme di Indonesia Indonesia telah menjadi perhatian dunia internasional dalam masalah pemberantasan terorisme pasca terjadinya tragedi WTC. Perhatian dunia internasional yaitu AS dan negara-negara sekutunya yang telah membentuk aliansi dalam memberantas terorisme mencurigai bahwa di Indonesia terdapat jaringan teroris internasional. Kecurigaan AS dan negara-negara lainnya yang
79 80
Arabinda Acharya, Diane Russel Junio., Loc. Cit., hal 39. Neil J. Melvin, Loc. Cit., hal v.
85 Universitas Sumatera Utara
telah terkena serangan teroris ini adalah akibat dari laporan yang diterima AS dari pemerintah Singapura bahwa pelaku teror yang ingin melakukan pengeboman terhadap Bandara Changi Internasional merupakan kelompok teroris JI. Mas Selamat Kastari merupakan dalang perencanaan pembajakan sebuah pesawat di Bangkok dan ingin menabrakkan ke Bandara Changi pada tahun 2001. 81 Pada Oktober 2002, AS telah menjadikan JI sebagai salah satu organisasi teroris internasional. Hal itu terjadi setelah Dewan Keamanan PBB menambahkan JI sebagai daftar kelompok teroris, sehingga semua negara yang menjadi anggota PBB diharuskan untuk membekukan asset organisasi, dan menolak akses dana ke JI. 82 Dalam Resolusi PBB 1390/2002 JI dituding sebagai organisasi teroris internasional bersama 25 organisasi teroris lainnya. JI dianggap sebagai kepanjangan tangan Al-Qaeda kawasan Asia Tenggara. JI yang berbasis di Indonesia diyakini memiliki hubungan dengan organisasi teroris lainnya yang aktif di Malaysia, Singapura dan Filipina. 83 JI sebagai jaringan teroris yang terbesar di kawasan Asia Tenggara memiliki wilayah jaringan dari Thailand Selatan hingga ke wilayah Australia. Kelompok teroris ini semakin dianggap menjadi ancaman serius bagi keamanan regional di kawasan Asia Tenggara bahkan dunia internasional, karena otak dari pelaku aksi terorisme di Asia Tenggara merupakan anggota JI dan juga berbagai
81
Penangkapan Kastari yang merupakan dalang dalam rencana penabrakan pesawat ke Bandara Changi, Kastari ditangkap di Malaysia dan diserahkan ke Singapura. Berita ini diakses melalaui http://www.bbc.co.uk/indonesian/news/story/2009/05/printable/090508_kastariarrested.shtml pada tanggal 3 Juli 2014, pukul 11.18 WIB. 82 Bruce Vaughn, et al., Loc. Cit., hal 4. 83 International Crisis Group Report, Jemaah Islamiyah in South East Asia: Damaged but Still Dangerous, 26 Agustus 2003, hal i.
86 Universitas Sumatera Utara
aksi yang terjadi di Indonesia pelakunya adalah kelompok JI. Adapun berbagai aksi yang telah dilakukan oleh anggota JI sebagai otak dari berbagai aksi teror di Indonesia adalah antara tahun 2000-2005 seperti Bom Natal tahun 2000, 81 bom dan 29 peledakan di Jakarta pada tahun 2001, Bom Bali I tahun 2002, Bom Marriot tahun 2003, Bom Kedutaan Besar Australia tahun 2004 serta Bom Bali II tahun 2005. 84 Berbagai aksi terorisme yang terjadi sampai pada tahun 2009 di Indonesia juga tidak lepas dari andil keikutsertaan anggota JI sebagai otak dibalik serangan teror tersebut. Jemaah Islamiyah (JI) merupakan bentuk dari perkembangan Darul Islam (DI) yang merupakan gerakan islam radikal yang tumbuh di Indonesia pada tahun 1940, merupakan gerakan yang menginginkan dijalankannya Syariat Islam untuk menggantu pemerintahan Belanda. Gerakan DI ini berada di Jawa Barat, Aceh dan Sulawesi. Dan ketiga gerakan pemberontakan DI ini telah dikalahkan oleh Tentara Nasional Indonesia. Tetapi pada pertengahan 1950an DI kembali dibentuk dan mendapat dukungan dari pemerintah Indonesia dalam membantu pemerintah untuk melawan Partai Komunis Indonesia. Tetapi mitra yang dibentuk oleh pemerintah Indonesia dengan DI tidak berlangsung lama, DI kemudian kembali menjadi musuh negara untuk mencapai tujuannya dalam menjalankan hokum Syariat Islam di Indonesia. Pada tahun 1960-an merupakan awal dimulainya pembentukan Jemaah Islamiyah, yaitu setelah pemerintahan Soeharto berhasil memukul pemberontakan 84
Sukawarsani Djelantik, ”Terrorism in Indonesia: The Emergence of West Javanese Terrorist.” International Graduate Student Conference Series, No. 22, (East-West Center, 2006), hal 2.
87 Universitas Sumatera Utara
Partai Komunis Indonesia dengan dukungan DI, Kyai Abu Bakar Ba’asyir dan Abdullah Sungkar, menuntut untuk dijalankannya hukum Syariat Islam di Indonesia. Akan tetapi hal ini bertentangan dengan Presiden Soeharto sehingga keduanya dianggap sebagai pemberontak dan menjadi buronan aparat keamanan Indonesia. Selama era orde baru, Abu Bakar Ba’asyir dan Abdullah Sungkar menjadi musuh pemerintah Indonesia, sehingga keduanya memilih untuk melarikan diri ke Malaysia pada tahun 1985 dan membantu operasi untuk mengirim relawan dalam membantu Afghanistan melawan tentara Uni Sovyet/ tentara merah (The Red Army). 85 Gambar 2.4 Struktur Regenerasi Terorisme di Indonesia
Sumber: Perkembangan Terorisme di Indonesia, Jakarta: Badan Nasional Penanggulangan Terorisme, 2013. 86
85 86
Bruce Vaughn, et al., Loc. Cit., hal 5. Angel Damayanti, et.al., Op. Cit., Lampiran 2, hal 109.
88 Universitas Sumatera Utara
JI dibentuk dan diresmikan oleh Abdullah Sungkar dan Abu Bakar Ba’asyir, dalam pengasingan tersebut kedua ekstrimis ini mengirim pejuang untuk bergabung dengan relawan Muslim internasional untuk mengusir tentara merah (the Red Army) dari Afghanistan. Selama periode tersebut Sungkar dan Ba’asyir menjaling hubungan dekat dengan anggota relawan yang merupakan anggota jaringan Al-Qaeda. Sungkar dan Ba’asyir membentuk JI pada tahun 1990-an dan JI pindah ke Indonesia pada tahun 1998 setelah lengsernya Presiden Soeharto yang berkuasa lebih dari 30 tahun. 87 Kembalinya Ba’asyir dan Sungkar ke Indonesia adalah dengan tujuan untuk membentuk Khalifah Islam di Asia Tenggara. Akan tetapi beberapa bulan setelah kembalinya mereka, Sungkar meninggal dunia. Gagasan untuk untuk membentuk Khalifah dilanjutakn oleh Ba’asyir, dan dia menjadi kepala dalam dewan pemerintahan Majelis Mujahidin Indonesia yang ingin meimplementasikan hukum Islam di Indonesia. 88 Tujuan dalam membentuk khalifah di Asia Tenggara merupakan hal yang mungkin dapat diwujudkan, karena JI merupakan salah jaringan yang aktif mulai dari Thailand Selatan hingga ke Australia. JI membagi wilayah tanggungjawab, personel, infrastruktur, dan operasinya ke dalam empat wilayah yang disebut sebagai Mantiqi. Mantiqi I mencakup Malaysia, Singapura (sebagai wilayah untuk mendapatkan dana). Mantiqi II mencakup seluruh Indonesia(Jihad), kecuali
87
David Gordon dan Samuel Lindo, Jemaah Islamiyah, Homeland Security and Counter Terrorism Program Transnational Threats Project, Case Study Number 6, Washington DC: Center For Strategic International Studies, November 2011, hal 1. 88 Ibid., hal 3.
89 Universitas Sumatera Utara
Sulawesi dan Kalimantan. Mantiqi III mencakup wilayah Mindanao, Filipina dan Kalimantan termasuk Brunei dan Serawak (tempat pelatihan teroris), sementara Mantiqi IV mencakup kawasan Australia (mengumpulkan dana). 89 Wilayah Mantiqi yang merupakan tempat pembagian daerah operasional JI dapat dilihat dalam gambar 2.5 berikut. Gambar 2.5 Pembagian Wilayah Mantiqi JI
Sumber: http://www.freerepublic.com/focus/f-news/2798352/posts Dari hasil interogasi anggota JI diketahui bahwa pada tahun 2000-2001 JI dipimpin oleh lima anggota Dewan Pertimbangan Daerah yaitu Hambali. Sedangkan Ba’asyir dan Sungkar menjabat sebagai penasehat spiritual pimpinan 89
Pembagian daerah administrative jaringan teroris Jamaah Islamiyah (JI) yang disebut dengan Mantiqi http://www.freerepublic.com/focus/f-news/2798352/posts diakses pada tanggal 3 juli 2014 pukul 10.55 WIB.
90 Universitas Sumatera Utara
daerah masing-masing mantiqi. Di dalam mantiqi terbagi lagi atas beberapa tiga sub bagian yaitu battalion, pleton, dan regu. Sulit diketahui berapa banyak jumlah anggota JI, karena setiap anggota JI yang telah bekerja dalam jaringan tersebut membentuk kelompok lokal juga sehingga tidak dapat persis diketahui berapa kelompok teroris yang berada di bawah kendali JI, karena kelompok lokal yang dibentuk anggota JI juga bergerak sendiri dalam melakukan operasinya. Salah satunya adalah Noordin Mohammad Top, tersangka teroris yang melakukan pemboman di Bali dan Jakarta tahun 2005 dan 2009 telah membuat kelompok teroris sendiri. Munculnya berbagai kelompok yang merupakan pecahan dari JI terjadi karena adanya perbedaan faksi yang terjadi dalam menetapkan tujuan melakukan Jihad, hal ini menyebabkan adanya perbedaan dalam melakukan taktik dan strategi. Daerah mantiqi Singapura-Malaysia yang dipimpin oleh Hambali fokus dalam melakukan agena anti-Barat yang sama dengan jaringan teroris Al-Qaeda, sikap anti-Barat faksi ini terlihat dalam rencana serangan bom yang ingin dilakukan terhadap AS, Australia, Inggris, dan Israel serta warga negara Singapura. Sedangkan mayoritas kelompok lain yang ada dalam JI ingin melaksanakan tujuan jangka panjangnya yaitu mendirikan khalifah Islam di Asia Tenggara. Noordin M Top merupakan kelompok yang dipmpin oleh Hambali. Noordin M Top telah tewas dalam operasi yang dilakukan oleh Kepolisan
91 Universitas Sumatera Utara
Indonesia melalui Densus 88 yang merupakan detasemen khusus POLRI dalam memberantas teroris. 90 Berbagai aksi teror di Indonesia sebagian besar dilakukan oleh JI sebagai salah satu jaringan terorisme terbesar di Asia Tenggara, dan berafiliasi dengan kelompok teroris lainnya yang aktif di Malaysia, Filipina, dan Thailand. Seperti dalam wabah kekerasan sektarian yang terjadi di Maluku yang terjadi pada Januari 1999 disebabkan oleh kerusuhan akibat adanya penduduk muslim yang telah dibunuh sehingga kelompok JI yang berada di Mantiqi I, II, dan III menginginkan adanya balasan terhadap orang muslim yang terbunuh akibat kerusuhan tersebut. Pada hari Natal tahun 2000, JI melakukan pengeboman terhadap 38 gereja di Jakarta, Sumatera dan Jawa. Akan tetapi tidak semua bom tersebut meledak ada 19 orang terbunh dan 120 luka-luka akibat serangan JI tersebut. Pada tahun 2001, kelompok JI mulai merencanakan untuk melakukan serangan dengan korban massa yang lebih besar, keinginan ini dipengaruhi oleh fatwa Osama Bin Laden sebagai pimpinan Al-Qaeda. Setelah digagalkannya rencana untuk menyerang Inggris, AS, Israel, Australia, dan Singapura sebagai targetnya di Singapura pada Desember 2001, maka JI melakukan serangan terhadap orang barat di Indonesia, pada tanggal 12 Oktober 2002 anggota JI berhasil meledakkan bom di Sari club and Paddy’s Bar yang menewaskan 202 orang dan para korban dalam aksi bom ini sebagian besar adalah turis barat. 91 Setelah peristiwa Bom Bali I yang meledak pada tahun 2002, pemerintah 90 91
Bruce Vaughn, et al., Loc. Cit., hal 7. David Gordon dan Samuel Lindo, Loc. Cit., hal 4.
92 Universitas Sumatera Utara
Indonesia dan dunia internasional yang bergerak dalam bidang pemberantasan terorisme mulai menangkap anggota JI. Akan tetapi akibat adanya perpecahan dalam menentukan cara melakukan dan tujuan jihad dalam tubuh JI maka terbentuklah beberapa kelompok non-struktural JI. Kelompok teroris non-struktural ini adalah kelompok-kelompok yang anggotanya berasal dari JI, akan tetapi membentuk kelompok dengan agenda operasi terornya tidak berada dibawah wewenang JI. Kelompok non-struktural ini bergerak sendiri, kelompok-kelompok ini antara lain adalah Jaringan Noordin M Top, Jaringan Umar Patek, Jaringan Dulmatin “Lintas Tanzim”. Semua kelompok ini juga memiliki tujuan yang sama yaitu melakukan berbagai aksi terorisme dengan Indonesia sebagai daerah operasionalnya. Pada September 2009 Noordin M Top terbunuh dalam serbuan Densus 88 untuk menangkapnya dan seluruh anggota jaringannya yang telah melakukan Bom Hotel Marriott (2003), Bom Kedubes Australia (2004), Bom Bali II (2005), dan bom bunuh diri di Hotel JW Marriott (2009). Noordin M Top terbunuh dalam baku tembak dengan aparat di Jawa Tengah. Februari dan Maret serbuan Densus 88 menangkap dan menewaskan 100 militan termasuk Dulmatin, pada 25 Januari 2011 Umar Patek ditangkap di Abbottabad, Pakistan. Pada Agustus 2010 Abu Bakar Ba’asyir ditangkap karena dugaan keterlibatan dalam kamp Aceh, pada 16 Juni 2011 Ba’asyir divonis hukuman penjara 15 tahun karena aktivitasnya terhadap kamp Aceh yang dijalankan oleh Dulmatin. 92
92
Ibid., hal 4-5.
93 Universitas Sumatera Utara
Sejak terjadinya peristiwa Bom Bali I pada tahun 2002, Indonesia telah memperbaharui kebijakan keamanannya. Dengan membentuk BNPT dan Detasemen Khusus 88, pemerintah Indonesia telah berhasil menangkap banyak tersangka teroris yang merupakan anggota JI dan JI dianggap telah berhasil dilumpuhkan, adapun berbagai aksi teror yang telah terjadi pasca Bom Bali II (2005) merupakan aksi yang dilakukan oleh anggota-anggota JI yang telah terpencar dan membentuk jaringan baru untuk melakukan berbagai aksi teror di Indonesia. Pada 3 Mei 2013 Densus 88 juga telah berhasil menggalkan rencana penyerangan Kedutaan Besar Myanmar, dengan menangkap Sefariano (29) pembuat bom dalam rencana penyerangan Kedubes Myanmar. Rencana yang ingin dilakukan kelompok Sefariano merupakan kelompok radikal teroris yang baru dibentuk dan belum memiliki nama, dalam pengakuan Sefariano dia ingin menamakan kelompoknya Toifah Al Mansyuroh, adapun anggota kelompok lainnya adalah Sigit, Ovid an Tio. 93 Sefariano sebagai pembuat bom dalam rencana serangan tersebut memiliki teman di JAT untuk berbagi ilmu dalam membuat bom. JAT (Jamaah Ansharut Tauhid) adalah kelompok teroris yang memiliki kamp pelatihan di Poso. JAT dipimpin oleh Santoso alias Abu Wardah, Santoso merupakan tersangka teroris yang dicari polisi akibat serangan penembakan yang dilakukan terhadap polisi yang bertugas di Bank BCA Palu, dan serangan teroris lainnya penembakan yang dilakukan terhadap warga desa di Poso. JAT sendiri merupakan kelompok teroris 93
Rohan Gunaratna, A Face among the Crowd: Profiling the Man Behind the Foiled Plot to Attack Myanmar’s Embassy in Jakarta, Counter Terrorist Analysis, Vol 5, Issue 6, Singapore: S Rajaratnam School Of International Studies, June 2013, hal 1-6.
94 Universitas Sumatera Utara
yang memiliki rencana untuk menyerang kepentingan asing di Indonesia, JAT bersama MMI (Majelis Mujahidin Indonesia) bersama-sama untuk merencanakan beberapa aksi serangan dan mencari dana untuk melakukan operasi serangan bom di Poso. 94 Tingginya frekuensi serangan teroris dan kerusakan yang diakibatkan oleh aksi teroris yang ada di Indonesia. Membuat Pemerintah Indonesia tidak tinggal diam. Hal ini dilakukan dengan keseriusan Pemerintah Indonesia melalui BNPT dan Densus 88 yang telah berhasil menangkap dan melumpuhkan kelompokkelompok teroris dan dapat membongkar berbagai aksi serangan yang dilakukan oleh kelompok teroris tersebut di Indonesia. Keberhasilan Indonesia dalam menangkap dan memberantas terorisme di Indonesia, tidak lepas dari kerjasama yang dilakukan Indonesia terhadap negara-negara lain. Indonesia secara aktif berpartisipasi dalam kerjasama regional dan internasional. Sebagai anggota dan juga salah satu pendiri Global Counter Terrorism Forum (GCTF), Indonesia telah melakukan berbagai lokakarya untuk membantu membangun kapasitas negara-negara tetangga untuk memberantas terorisme. Militer Indonesia juga sering melakukan latihan bersama militer dari negara lain untuk memberantas terorisme, hal ini merupakan langkah yang perlu diambil masing-masing negara di dunia untuk memberantas terorisme yang merupakan kejahatan lintas batas negara (transnational crime). Indonesia telah melakukan hubungan kerjasama dalam memberantas terorisme bersama dengan AS, 94
Rebecca Lunnon dan Muh Taufiqurrohamn, South East Asia Assesment: Indonesia, Counter Terrorist Trend and Analysis, Vol 5, Iss. 1, Singapore: S Rajaratnam School of International Studies, 2013, hal 42-45.
95 Universitas Sumatera Utara
Australia, dan negara-negara yang berada di bawah ASEAN. Dengan adanya kerjasama dalam memberantas terorisme, maka ancaman terorisme bagi kepentingan nasional masing-masing negara yang mendapat serangan teroris tersebut dapat dihindari. Menyelesaikan masalah ancaman terorisme merupakan tanggungjawab semua negara, karena terorisme dianggap telah menjadi ancaman kejahatan bagi kemanusiaan, dan bukan tindakan kejahatn yang biasa. Serangan terorisme yang terjadi di Indonesia dan negara-negara ASEAN lainnya tentu saja menggangu pembangunan ekonomi, politik dan sosial masing-masing negara. Dengan adanya upaya serius dan meningkatkan kerjasama kawasan dan internasional dalam memberantas terorisme dapat membuat masing-masing negara dapat melanjutkan cita-cita pembangunan negaranya, di ASEAN sendiri melalui kerjasama antara negara anggota ASEAN dalam memberantas terorisme dapat mempercepat terwujudnya komunitas masyarakat ASEAN tahun 2015. 2.3. Terbentuknya Konvensi ASEAN Tentang Pemberantasan Terorisme Jaringan terorisme yang aktif di kawasan Asia Tenggara yang kerap melakukan aksi teror yang merugikan negara-negara di kawasan Asia Tenggara merupakan tantangan bagi ASEAN. ASEAN sebagai organisasi regional di kawasan Asia Tenggara memiliki cita-cita untuk hidup sebagai masyarakat ASEAN yang terintegrasi dengan membentuk sebuah komunitas negara-negara di Asia Tenggara yang terbuka, damai, stabil, dan sejahtera, saling peduli dan diikat dalam kemitraan yang dinamis. Jaringan terorisme yang aktif di kawasan Asia
96 Universitas Sumatera Utara
Tenggara yang bermitra dengan Jaringan Teroris Internasional Al-Qaeda merupakan hambatan untuk tercapainya visi ASEAN tersebut. Ancaman dari serangan teroris yang terjadi di kawasan Asia Tenggara merusak kedamaian dan kestabilan pembangunan bangsa dan negara. Komunitas ASEAN yang terdiri dari 3 pilar yaitu Komunitas Keamanan ASEAN (ASEAN Security Community/ASC), Komunitas Ekonomi ASEAN (ASEAN Economic Community/AEC) dan Komunitas Sosial-Budaya ASEAN (ASEAN
Socio-Cultural
Community/ASCC).
ASEAN
sebagai
Komunitas
Keamanan tentu saja menanggapi isu terorisme menjadi hal yang sangat serius untuk diselesaikan. ASEAN dalam menanggapi isu terorisme yang berkembang pasca tragedi WTC telah mengambil langkah awal untuk menghadapi ancaman tersebut yaitu pada 5 November 2001 negara-negara anggota ASEAN menandatangani ASEAN Declaration on Joint Action to Counter Terrorism. Adapun poin-poin utama dalam deklarasi tersebut adalah sebagai berikut 95 : 1. Mengutuk peristiwa serangan 9/11 dan memepertimbangkan tindakan serangan tersebut juga bisa menimpa semua negara. 2. Menolak setiap upaya yang menghubungakn terorisme dengan agama atau ras manapun. 3. Meninjau dan memperkuat mekanisme nasional untuk memerangi terorisme
95
Jonathan Chow, ASEAN Counterterrorism Cooperation Since 9/11, Asian Survey Vol. 45, Issue 2, Pp. 302–321, (California : University Of California Press, 2005) hal 309.
97 Universitas Sumatera Utara
4. Menyerukan untuk melakukan peningkatan pembagian informasi dan intelijen, serta kerjasama regional pada penegakan hukum. 5. Menyerukan kepada negara-negara ASEAN untuk menandatangani, meratifikasi atau mengakses semua konvensi anti terorisme yang relevan termasuk Konvensi Internasional dalam Pemeberatasan dan Pendanaan Terorisme. Sejak tahun 2002 ASEAN telah berkonsentrasi untuk melakukan pembentukan kerangka kerja hokum regional untuk menyelaraskan undangundang anti terorisme nasional sebagai dasar untuk melakukan kerjasama antara negara. Sebagai contoh pada Mei 2002, pemerintah Indonesia, Filipina, dan Malaysia menandatangani Agreement on Exchange and Establishment of Communication Procedures. Perjanjian tersebut berisikan komitmen untuk berbagi daftar penumpang penerbangan, daftar hitam, database sidikjari yang terkomputerisasi, kemudian disertai dengan latihan gabungan antar negara dan penguiatan dalam pengawasan perbatasan dengan merancang sistem titik keluar dan masuk yang berstandar. 96 Pada tahun 2003, Thailand, Kamboja dan Brunei ikut bergabung dalam mekanisme tersebut. Para pemimpin negara-negara ASEAN juga mendukung diadakannya Ad Hoc Experts Group Meeting dan sesi khusus dari SOMTC dan AMMTC
yang
fokus
dalam
pembahasan
terorisme
dan
menyerukan
penandatanganan awal atau ratifikasi atau aksesi pada konvensi anti-terorisme, 96
Ibid., hal 313.
98 Universitas Sumatera Utara
penguatan dan pertukaran informasi dan intelijen dan meningkatkan koordinasi dan kerjasama antara AMMTC dan entitas ASEAN lainnya dalam memerangi terorisme baik di tingkat regional maupun global. Ancaman terorisme yang bersifat regional dianggap sebagai ancaman yang membutuhkan respon kolektif dari ASEAN untuk mengatasinya secara bersamasama. Malaysia menjadi tuan rumah dalam ASEAN Ministrial Meeting on Terrorism pada Mei 2002. Komunike bersama bersama yang dihasilkan pada saat itu adalah menekankan persatatuan yang kohesif diantara negara anggota ASEAN agar secara efektif dapat memerangi terorisme di kawasan Asia Tenggara. 97 Pada bulan Maret 2003, ARF sebagai forum yang dibentuk ASEAN sebagai suatu wahana dialog dan konsultasi mengenai hal-hal yang terkait dengan politik dan keamanan kawasan serta untuk membahas dan menyamakan pandangan antara negara-negara peserta ARF untuk memperkecil ancaman terhadap stabilitas dan keamanan kawasan. ARF menyelenggarakan rapat tahunan Intersessional Meeting on Counter Terrorism and Transnational Crime (ISM CT-TC) di Malaysia. Mitra ASEAN dalam melakukan dialog ini adalah Uni Eropa, AS, Jepang, China, Australia, dan Rusia. Pembahasan yang dilakukan adalah mengenai metode-metode khusus untuk meningkatkan pengawasan perbatasan dan standardisasi dokumen perjalanan dan penggunaan paspor biometrik. ASEAN juga telah membuka jalur komunikasi dengan berbagai kekuatan besar dunia, seperti yang yang ditunjukkan 97
Neal Imperial, Securitisation and the Challenge of ASEAN Counter-terrorism Cooperation, Centre of Asian Studies, (Hong Kong : The University Of Hong Kong, 2005), hal 17.
99 Universitas Sumatera Utara
dalam forum ISM CT-TC dimana ASEAN telah menyepakati deklarasi bersama untuk memerangi terorisme dengan Uni Eropa (Januari 2003), India (Oktober 2003), Rusia (Juni 2004), Australia (Juni 2004) dan pertemuan tingkat menteri dalam isu kejahatan transnasional yang melibatkan China, Jepang dan Korea Selatan (AMMTC+3) untuk pertama kalinya pada Januari 2004. 98 Pencapaian utama ASEAN dalam kampanye memberantas terorisme adalah dengan dideklarasikannya ASEAN Convention on Counter Terrorism pada tahun 2007. ACCT adalah konvensi yang mengikat negara-negara anggota ASEAN dalam komitmennya untuk melakukan perang melawan terorisme. Instrument yang dibentuk dalam ACCT ini adalah penguatan kerjasama regional, misalnya dalam bantuan hukum timbal balik dalam masalah pidana dan adanya kemungkinan proses ekstradisi tersangka terorisme. Konvensi ASEAN tentang Pemberantasan Terorisme merupakan salah satu dalam usaha peningkatan kerjasama keamanan dengan negara-negara yang tergabung dalam ASEAN untuk menanggulangi kejahatan terorisme. Konvensi ini telah ditandatangani oleh masing-masing negara anggota ASEAN pada KTT ASEAN ke-12 di Cebu Filipina tanggal 13 Januari 2007. Tindakan terorisme merupakan kejahatan yang bersifat lintas batas negara dan telah mengakibatkan hilangnya banyak nyawa tanpa memandang korban, menimbulkan ketakutan pada masyarakat secara luas, hilangnya kemerdekaan, serta keugian harta benda. Oleh karena itu perlu dilaksanakan berbagai langkah
98
Jonathan Chow, Loc. Cit., hal 318.
100 Universitas Sumatera Utara
pemeberantasan terorisme melalui kerjasama regional. Kerjasama keamanan dalam penanggulangan terorisme di ASEAN diperlukan untuk mewujudkan perdamaian dan stabilitas yang dinamis di kawasan Asia Tenggara. Dengan kestabilan tersebut akan menyokong terwujudnya komunitas masyarakat ASEAN pada tahun 2015. Prinsip yang terkandung dalam Konvensi ASEAN tentang Pemberantasan Terorisme antara lain memuat menghormati kedaluatan, dan kesetaraan, integritas wilayah dan identitas nasional, tidak campur tangan urusan dalam negeri, menghormati yurisdiksi kewilayahan, adanya bantuan hokum timbal balik, ekstradisi, serta mengedepankan penyelesaian perselisihan secara damai. Secara khusus dalam konvensi ini terdapat prinsip yang merupakan nilai tambah yang tidak dimiliki oleh konvensi pemberantasan terorisme yang lain, yaitu ketentuan mengenai program rehabilitasi atau deradikalisasi tersanka terorisme, perlakuan yang adil dan manusiawi, serta penghormatan terhadap hak asasi manusia dalam proses penanganannya. 99 Keberadaan Konvensi ini haruslah dilihat sebagai bagian dari kerja keras negara-negara di Asia Tenggara untuk mereduksi sebab maupun dampak terorisme. Namun semangat tersebut tentunya harus diletakan secara proporsional. Setiap produk kesepakatan/perjanjian internasional tidaklah serta merta menjadi aturan hukum di Indonesia, selama belum ada peraturan perundang-undangan yang mengaturnya, terlebih jika sebagai bangsa kita telah memiliki peraturan 99
http://www.citizenjurnalism.com/world-news/indonesia/cj-dpr-ri-news/konvensi-asean-tentangpemberantasan-terorisme-menjadi-undang-undang/ diunduh pada tanggal 12 Juli 2014 pukul 20:06 WIB
101 Universitas Sumatera Utara
perundangan yang serupa dengan tema tersebut. Prinsip-prinsip kesetaraan kedaulatan, integritas teritorial, yurisdiksi, dan tidak campur tangan dalam urusan negara lain merupakan inti dari setiap perjanjian internasional. ASEAN Convention on Counter Terrorism(ACCT) ditandatangani sejak Januari 2007. Artinya ada rentang 5 (lima) tahun ratifikasi ini diajukan oleh Pemerintah ke DPR. Meski membutuhkan waktu cukup lama, diharapkan agar Konvensi membuat langkah terobosan dan membuka ruang kerja sama yang lebih luas antara Anggota ASEAN. Kerja sama tersebut tentunya dengan komitmen untuk saling tukar informasi intelijen terkait terorisme, saling memberikan bantuan hukum timbal balik dalam masalah pidana terorisme, melaksanakan kewajiban ekstradisi berkaitan dengan tindak pidana terorisme, dan adanya kerja sama antar lembaga-lembaga penegak hukum. Saat ini pemerintah Indonesia telah meratifikasi konvensi ini dalam Undang-undang No. 5 Tahun 2012.
102 Universitas Sumatera Utara