19
BAB II PENGATURAN PENGUNGSI INTERNASIONAL DALAM HUKUM INTERNASIONAL
A. Pengertian Pengungsi 1. Pengertian Secara Umum Istilah dan definisi pengungsi (refugee) pertamakali muncul pada waktu Perang Dunia Pertama, yang dianggap sebagai titik kulminasi dari proses pembangunan sebuah bangsa. 15 Para pengungsi yang merupakan korban dari perang dunia adalah orang-orang yang sangat miskin dan tidak dapat mencari penghidupan serta memperbaiki taraf kehidupan mereka tanpa adanya bantuan perlindungan dari negara dimana mereka berada. Kepergian mereka juga karena terpaksa, akibatnya mereka tidak tidak mengurus dokumen-dokumen (surat-surat) perjalanan yang sangat dibutuhkan sewaktu mereka berjalan melintasi batas negara mereka untuk pergi mengungsi ke negara lain. Keadaan yang sangat sulit dan memprihatinkan ini yangmengilhami timbulnya definisi tentang pengungsi 16 Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia disebutkan bahwa akar kata dari istilah pengungsi adalah ungsi dan kata kerjanya adalah mengungsi, yaitu pergi mengungsi (menyingkirkan) diri dari bahaya atau menyelamatkan diri (ke tempat yang memberikan rasa aman), pengungsi adalah kata benda yang berarti orang yang mengungsi adalah penduduk suatu negara yang pindah ke negara pengungsi
15
Peter J.Taylor, Political Geography World Economy, Nation State and Locality, Es Sex : Longman, ed. 1993. dalam Achmad Romsan, Pengantar Hukum PengungsiInternasional : Hukum Internasional dan Prinsip-prinsip Perlindungan Internasional, (Jakarta : UNHCR, 2003), hlm.28. 16 Daniele Joly, Haven or Hell : Asylum Policies and Refugee in Europe, London : Mac Millan Press,1966
19
20
politik lain karena aliran politik yang bertentangan dengan politik penguasa negara asalnya. 17 Berdasarkan pendapat di atas, terlihat bahwa pengungsi terjadi karena adanya bahaya. Misalnya bencana alam (natural disaster) seperti banjir, gempa, gunung meletus, kekeringan. Mengungsi juga bisa terjadi karena bencana buatan manusia (manmade disaster), seperti konflik bersenjata, pergantian rezim politik, penindasan kekebasan fundamental, pelecehan hak asasi manusia, dan sebagainya. Mengungsi dapat dilakukan dalam lingkup satu wilayah negara ataupun ke negara lain karena adanya perbedaan haluan politik. 18 Defenisi dari pengungsi adalah seseorang yang dikarenakan oleh ketakutan yang beralasan akan penganiayaan, yang sebabkan alasan atas nama ras, agama kebangsaan, keanggotaan kelompok sosial tertentu dan keanggotaan partai politik tertentu, berada diluar negara kebangsaannya dan tidak menginginkan perlindungan dari negara tersebut. Pengertian pengungsi menurut penulis dalam skripsi ini adalah sekumpulan orang yang meninggalkan wilayah tempat tinggal mereka dikarenakan natural disaster atau bencana alam seperti gempa, tsunami, longsor dan segala jenis bencana alam dan masalah antara masing-masing kelompok yang mengakibatkan
konflik
bersenjata atau
perang sehingga mereka
harus
meninggalkan wilayahnya agar tidak terlibat dalam konflik bersenjata atau perang tersebut. 17
Kamus Besar bahasa Indonesia, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1995, hlm
675 18
Achmad Romsan, dkk, 2003. Pengantar Hukum Pengungsi Internasional , Bandung : Sanic Offset. hlm 35
21
2. Pengertian Menurut Pendapat Para Ahli Definisi pengungsi menurut pendapat para ahli adalah
:
a. Malcom Proudfoot Malcom Proudfoot memberikan pengertian pengungsi dengan melihat keadaan para pengungsi akibat Perang Dunia II. Walaupun tidak secara jelas dalam memberikan pengertian tentang pengungsi, pengertiannya yaitu : “These forced movements, ...were the result of the persecution, forcible deportation, or flight of Jews and politicalopponents of the authoritarians governments; the transference of ethnic population back to their homeland or to newly created provinces acquired by war or treaty; the arbitatry rearrangement of prewar boundaries of sovereign states; the mass flight of the air and the terror of bombarment from the air and under the threat or pressure of advance or retreat of armies over immense areas of Europe; the forced removal of populations from coastal or defence areas under military dictation; and the deportation for forced labour to bloster the German war effort’. " Gerakan-gerakan ini paksa, ... adalah hasil dari penganiayaan , deportasi paksa , atau penerbangan Yahudi dan politicalopponents dari pemerintah otoriter ; pemindahan penduduk etnis kembali ke tanah air mereka atau provinsi yang baru dibuat diakuisisi oleh perang atau perjanjian ; penataan ulang arbitatry batas sebelum perang dari negara-negara berdaulat ; penerbangan massa udara dan teror bombarment dari udara dan di bawah ancaman atau tekanan dari muka atau mundur tentara di daerah besar Eropa ; pemindahan paksa penduduk dari daerah pesisir atau pertahanan di bawah dikte militer ; dan deportasi untuk kerja paksa untuk bloster upaya perang Jerman
Beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa pengungsi adalah orang-orang yang terpaksa pindah ke tempat lain akibat adanya penganiayaan, deportasi secara paksa, atau pengusiran orang- orang Yahudi dan perlawanan politik pemerintah yang berkuasa, pengembalian etnik tertentu ke negara asal mereka atau provinsi baru yang timbul akibat perang atau perjanjian, penentuan tapal batas secara sepihak sebelum perang terjadi perpindahan penduduk sipil secara besar-besaran akibat adanya serangan udara dan adanya tekanan atau
22
ancaman dari para militer di beberapa wilayah Eropa pindahan secara paksa penduduk dari wilayah pantai atau daerah pertahanan berdasarkan perintah militer, serta pemulangan tenaga kerja paksa untuk ikut dalam perang Jerman. b. Pietro Verri Pietro Verri memberikan definisi tentang pengungsi dengan mengutip bunyi Pasal 1 UN Convention on the Status of Refugees tahun 1951 adalah ‘applies to many person who has fled the country of his nationality to avoid persecution or the threat of persecution’. Jadi menurut Pietro Verri pengungsi adalah orang-orang yang meninggalkan negaranya karena adanya rasa ketakutan akan penyiksaan atau ancaman penyiksaan. Jadi terhadap mereka yang mengungsi masih dalam lingkup wilayah negaranya belum dapat disebut sebagai pengungsi menurut Konvensi Tahun 1951. Berdasarkan pendapat Malcom Proudfoot dan Pietro Verri penulis menyimpulkan bahwa pengertian pengungsi adalah, sekumpulan orang yang meninggalkan wilayah negaranya akibat konflik bersenjata atau perang yang mengakibatkan rasa takut yang luar biasa akibat adanya penganiyaan, penyiksaan dan ancaman penyiksaan, pengusiran adanya perlawanan politik , perbedaan ras yang mengakibatkan kesenjangan sosial dan mengakibatkan konflik tersebut. 3. Pengertian Menurut Organisasi Internasional Adapun Pengertian Pengungsi Menurut Organisasi Internasional yaitu : a. United Nation High Commisioner for Refugees (UNHCR) Perserikatan Bangsa-Bangsa, dalam Resolusi 428 (V), bulan Desember 1959. United Nations High Commissioner for Refugees (Komisi Tinggi PBB
23
untuk Urusan Pengungsi) di bentuk pada bulan Januari 1951. UNHCR memberikan pengertian pengungsi dengan menggunakan dua istilah, yaitu pengungsi mandat dan pengungsi statuta. Istilah yang dipergunakan ini bukan istilah yuridis, melainkan untuk alasan praktis atau kemudahan saja. Pengertian istilah tersebut adalah sebagai berikut. 1. Pengungsi Mandat adalah orang-orang yang diakui statusnya sebagai pengungsi oleh UNHCR sesuai dengan fungsi, wewenang atau mandat yang ditetapkan oleh statute UNHCR. 2. Pengungsi statuta adalah orang-orang yang berada di wilayah negaranegara pihak pada Konvensi 1951 (setelah mulai berlakunya konvensi ini sejak tanggal 22 April 1954) dan/atau Protokol 1967 (sesudah mulai berlakunya Protokol ini sejak 4 Oktober 1967). Jadi antara kedua istilah ini hanya dipakai untuk membedakan antara pengungsi sebelum Konvensi 1951 dengan pengungsi menurut Konvensi 1951. Kedua kelompok yang dalam instrumen-instrumen internasional masuk dalam kategori pengungsi yang dapat mendapat perlindungan UNHCR. b. Menurut Konvensi tahun 1951 tentang status pengungsi Dalam Pasal 1A (2) Convention Relating to the Status of Refugee 1951, yang dimaksud dengan pengungsi adalah: 1. Telah dianggap sebagai pengungsi menurut Perjanjian 12 Mei 1926 dan Perjanjian 30 Juni 1928, atau Konvensi 10 Februari 1938, Protokol 14
September
Internasional.
1939
atau
Konstitusi
Organisasi
Pengungsi
24
2. “…. any person who: “As a result of events occuring before 1 January 1951 and owing to welfounded fear of being persecuted for reason of race, religion, nationality, membership of a particular social group orpolitical opinion, is outside the country of his nationality and is unable or, owing to such fear, is unwilling to avail himself of the protection of that country; or who, not having a nationality and being outside the country of his former habitual residence as a result of such events, is unable or, owing to such fear, is unwilling to return it. ” Sebagai akibat peristiwa-peristiwa yang terjadi sebelum 1 Januari 1951 serta disebabkan rasa takut yang benar-benar berdasarkan akan persekusi karena alasan-alasan ras, agama, kebangsaan, keanggotaan pada kelompok sosial tertentu atau pendapat politik, berada di luar negara asal kewarganegaraannya dan tidak dapat atau disebabkan rasa takut yang dialami yang bersangkutan tidak mau memanfaatkan perlindungan
negara
tersebut
atau
mereka
yang
tidak
berkewarganegaraan dan sebagai akibat dari peristiwa tersebut berada di luar negara bekas tempat tinggalnya, semula tidak dapat akan disebabkan rasa ketakutan, tidak bersedia kembali ke negara itu. 3. Dalam hal seseorang yang memiliki lebih dari satu kewarganegaraan, istilah negara kewaraganegaraannya akan berarti masing-masing negara, dimana dia menjadi warga negara, dan seseorang tidak akan dianggap
tidak
mendapatkan
perlindungan
negara
kewarganegaraannya bila tanpa adanya alasan yang dapat diterima, didasarkan rasa takut yang benar-benar ia alami tidak memanfaatkan perlindungan salah satu dari negara dimana dia adalah warga negaranya.
25
Pengertian tentang pengungsi di Konvensi 1951 ini kemudian diperluas dalam Pasal 1 (2) Protocol Relating to the Status of Refugees 1967 yang berbunyi: “For the purpose of the present Protocol, the term “refugee” shall, except as regards the application of paragraph 3 of this article, mean any person within the definition of article 1 of the Convention as if the words “As a result of events occuring before 1 january 1951 and …” and the words “… a result of such events”, in article 1 A (2) were omitted”. Pietro Verri memberikan defenisi tentang refugee dengan mengutip bunyi Pasal 1 UN Convention on the Status of Refugee tahun 1951 yakni: “Applies to any person who fled the country of his nationality to avoid persecution or threat of persecution”. Pengertian ini memperlihatkan bahwa pengungsi adalah orangorang yang meninggalkan negaranya karena adanya rasa ketakutan akan penyiksaan atau ancaman penyiksaan. Jadi terhadap mereka yang mengungsi masih dalam lingkup wilayah negaranya belum dapat disebut sebagai pengungsi menurut Konvensi tahun 1951. 19
B. Penentuan Status Pengungsi Status
pengungsi
merupakan
Ketetapan/Declarator
yang
hanya
menyatakan apa yang sebenarnya sudah ada. Ini berbeda dengan Konstitutip yang menciptakan status yang baru. Jadi, dengan kata lain, orang tersebut tidak menjadi pengungsi sebab pengakuan tetapi justru pengakuan diadakan karena dia memang sudah pengungsi
19
Ibid, hlm. 37
26
Seseorang agar dapat disebut pengungsi kalau telah memenuhi persyaratan yang telah ditentukan, misalnya L dalam Konvensi 1951, ini berarti status pengungsi itu sudah ada sebelum yang bersangkutan dinyatakan secara formal atau resmi. Oleh karena itu, pengakuan seseorang menjadi pengungsi sebenarnya tidak membuat orang itu menjadi pengungsi tetapi pengakuan hanya menyatakan bahwa dia adalah pengungsi Penetapan seseorang menjadi pengungsi (Status Refugee) sebenarnya merupakan proses yang terjadi dalam dua tahap: 1. Penemuan atau penetapan yang menentukan bahwa dari fakta yang ada memang orang tersebut adalah Refugee. 2. Fakta dihubungkan dengan persyaratan –persyaratan dalam Konvensi 1951 dan Protokol 1967. Setelah itu, dihubungkan apakah yang bersangkutan memang merupakan pengungsi atau tidak. Pada awalnya status pengungsi bukanlah bernama pengungsi, mereka adalah pencari suaka, dimana pencari suaka ini adalah orang yang telah mengajukan
permohonan
untuk
mendapatkan
perlindungan
namun
permohonannya sedang dalam proses penentuan. Apabila permohonan seorang pencari suaka itu diterima, maka ia akan disebut sebagai pengungsi, dan ini memberinya hak serta kewajiban sesuai dengan undang-undang negara yang menerimanya. Penentuan praktis apakah seseorang disebut pengungsi atau tidak, diberikan oleh badan khusus pemerintah di negara yang ia singgahi atau badan PBB untuk pengungsi UNHCR. Prosentase permohonan suaka yang diterima
27
sangat beragam dari satu negara ke negara lain, bahkan untuk satu negara yang sama. Setelah menunggu proses selama bertahun-tahun, para pencari suaka yang mendapatkan jawaban negatif tidak dapat dipulangkan ke negara asalnya, yang membuat mereka terlantar. Para pencari suaka yang tidak meninggalkan negara yang disinggahinya biasanya dianggap sebagai imigran tanpa dokumen. Pencari suaka, terutama mereka yang permohonannya tidak diterima, semakin banyak yang ditampung di rumah detensi. Sangat tidak memungkinkan bagi pencari suaka untuk meninggalkan negeri asal mereka tanpa membawa dokumen yang memadai dan visa. Maka, banyak pencari suaka terpaksa memilih perjalanan yang mahal dan berbahaya untuk memasuki negara-negara secara tidak wajar di mana mereka dapat memperoleh status pengungsi. 20 Sering sekali terminologi pencari suaka dan pengungsi menimbulkan kebingungan. Seorang pencari suaka adalah seseorang yang menyebut dirinya sebagai pengungsi, namun permintaan mereka akan perlindungan belum selesai dipertimbangkan. Pencari suaka yang telah terdaftar kemudian dapat mengajukan permohonan status pengungsi melalui prosedur penilaian yang mendalam oleh UNHCR, yang disebut sebagai Penentuan Status Pengungsi atau Refugee Status Determination (RSD). Prosedur ini antara lain meliputi : 1. Registrasi atau pendaftaran terhadap para pencari suaka.
20
http://jrs.or.id/refugee/ diakses pada tanggal 5 maret 2015
28
Sebelum memulai tahap ini, petugas UNHCR yang ahli dibidangnya memberikan formulir isian dan memberikan semacam briefing mengenai proses yang akan dilakukan ini kepada para pencari suaka. Briefing yang dilakukan adalah ditemani oleh seorang interpreter terpercaya berdasarkan kebutuhan pada saat registrasi, bahasa apakah yang digunakan. Kemudian selanjutnya, para pencari suaka memasuki tahap registrasi. Dalam tahap registrasi ini, para pencari suaka dicatat seluruh detailnya, mulai dari nama, asal, suku, agama, warganegara, bahasa yang digunakan, tanggal keberangkatan dari Negara asal, tempat transit, data keluarga, alasan lari dari negaranya, dan lain sebagainya. Setelah tahap ini selesai, UNHCR akan memberikan suatu semacam attestation letter, atau suatu surat yang menerangkan bahwa orang tersebut sedang mengikuti proses penentuan status pengungsi. Karena ini masih tahap awal, maka attestation letter yang dikeluarkan adalah asylum seeker certificate. Jangka waktu sertifikat ini biasanya bervariasi. Untuk mereka yang berkategori minor, wanita, atau orangtua, atau sering kita sebut sebagai golongan rentan (vulnerable), biasanya mereka akan mendapatkan waktu wawancara tahap awal lebih cepat. Jangka waktu sertifikat ini tergantung jangka waktu tahap awal wawancara tersebut. Tetapi untuk golongan yang biasa, mereka biasanya akan mendapatkan sertifikat dengan jangka waktu 2 bulan. Setelah dua bulan, mereka diminta datang kembali ke UNHCR untuk kemudian mendapatkan renewal dari sertifikat yang telah diberikan tersebut beserta mendapatkan kepastian tanggal wawancara tahap awal tersebut. Pemilihan tanggal wawancara juga berdasarkan ketersediaan
29
interpreter yang ada, seperti misalnya apabila interpreter bahasa Belanda hadir pada hari jumat, maka jadwal mereka pun ditempatkan pada hari jumat. Penelitian yang meneliti soal ini, menyatakan bahwa jadwal wawancara yang disusun oleh pihak UNHCR sudah mencapai tahun berikutnya. Jadi bisa saja dia daftar tahun ini, namun mendapatkan jadwal wawancara tahun depannya. Attestation letter yang dikeluarkan oleh UNHCR ini memiliki prinsip nonrefoulement, prinsip yang sudah diakui dalam hukum kebiasaan internasional, yaitu suatu negara tidak boleh mengembalikan orang yang diduga sebagai pengungsi ke negara dimana orang tersebut takut akan dipersekusi atau dianiaya. 21 2. Wawancara (interview) Wawancara tahap awal atau yang disebut sebagai 1st instance interview adalah wawancara yang dilakukan oleh seorang officer UNHCR untuk menggali lebih dalam mengenai kasus seorang pencari suaka sebelum diberikan rekomendasi untuk diterima atau ditolak kasusnya. Dalam setiap wawancara ini, biasanya mereka ditemani oleh seorang interpreter yang sudah terlatih. Pertanyaan yang diajukan bersifat detail, dan pihak officer UNHCR sudah menyatakan bahwa segala pernyataan yang diajukan selama proses wawancara bersifat rahasia dan tidak akan ada pihak lain yang tahu kecuali UNHCR sendiri. Sebelum dimulainya wawancara, biasanya para officer sudah mengetahui nomor kasus yang akan dihadapi sekaligus mengadakan riset kecil-kecilan mengenai Negara asal pencari suaka, informasi negaranya, kasus-kasus lain yang
21
Lettredecreance.Blogspot.Com/2013/05/Proses-Penentuan-Status-Pengungsi.Html diakses pada tanggal 5 maret 2015
30
serupa dengan alasan pencari suaka tersebut melarikan diri dari negaranya, dan lain sebagainya. Proses wawancara ini biasanya memakan waktu cukup lama. Satu orang pencari suaka biasanya memakan waktu sekitar 4 sampai 5 jam. 22 3. Penentuan status pengungsi Proses penentuan status pengungsi atau biasa disebut dengan proses Refugee Status Determination (RSD), adalah suatu tahap dimana officer yang telah selesai melakukan wawancara di tahap pertama, bertanggung jawab terhadap penyelesaian kasus tersebut, hingga memberikan laporan dan rekomendasi apakah kasus mereka ditolak ataukah diterima oleh UNHCR. Dalam tahap ini, para officer ini menulis semacam laporan yang telah ditentukan formatnya oleh UNHCR pusat di Geneva, dalam bahasa Inggris, yang tebalnya mencapai minimal 10 halaman untuk satu kasus. Ditahap ini, mereka menggali segala informasi yang didapat di tahap wawancara, dari informasi Country of Information (CoI), beritaberita update mengenai daerah konflik dimana pencari suaka tersebut mengaku berasal dari sana, serta pedoman dari UNHCR pusat mengenai berbagai hal tertentu. Selain itu, untuk beberapa kasus tertentu, seringkali para officer ini juga berkorespondensi dengan para officer lainnya dibelahan dunia lainnya yang kebetulan pernah menangani suatu kasus atau pencari suaka tersebut pernah mencari suaka di negara lainnya. Tugas para officer ini hampir menyerupai tugas seorang hakim. Namun bedanya, Jika seorang hakim untuk memutuskan seseorang bersalah atau tidak
22
Ibid.
31
harus menggunakan suatu majlis, dan dibantu seorang panitera untuk mencatat putusan, maka untuk officer UNHCR ini, mereka sendirilah yang mengerjakannya mulai dari tahap wawancara, menggali kasus, hingga memberikan rekomendasi dan mengetiknya. Mereka ini terkadang masih harus mengerjakan kasus lainnya yang apabila dihitung-hitung berjumlah sekitar 20 kasus perbulannya. 23 4. Pemberian Status/Penolakan Kasus Setelah seorang officer menyelesaikan suatu kasus, maka officer tersebut memberikan rekomendasi kasus tersebut kepada officer yang lebih tinggi untuk dilakukan review ulang. Seringkali diperiksa mulai dari inti kasus tersebut, alasan, dasar pemberian rekomendasi, bahkan hingga grammar dan titik koma penulisan. Ini semua bertujuan untuk menciptakan suatu rekomendasi yang berkualitas. Setelah direview dan dirasa cukup mendaaptkan perbaikan, maka officer yang lebih tinggi ini biasanya memanggil officer yang mengerjakan kasus tersebut untuk mengetahui lebih detail lagi kenapa kasus tersebut sampai diterima atau ditolak. Setelah itu, barulah finalisasi. Bagi mereka yang diterima kasusnya dan dinyatakan layak sebagai pengungsi internasional, maka mereka diberikan status sebagai pengungsi internasional. Pihak UNHCR segera mengabarkan orang tersebut untuk diberikan kabar gembira, dan meminta dia untuk datang ke UNHCR untuk menukar attestation letter mereka yang tadinya asylum seeker certificate menjadi refugee certificate.
23
ibid
32
Sedangkan bagi mereka yang kasusnya ditolak, UNHCR mempunyai hak untuk tidak memberikan alasannya, dan mereka mempunyai hak untuk mengajukan banding yang jangka waktunya diberikan selama satu bulan. Permintaan banding diberikan secara tertulis, disertai alasannya. Biasanya para pencari suaka yang ditolak ini kemudian memberikan berbagai fakta baru ataupun cerita lainnya dengan harapan status mereka akan dipikirkan kembali oleh UNHCR. Apabila permintaan banding mereka diterima oleh pihak UNHCR, maka UNHCR akan memberikan jadwal baru untuk mereka datang kembali melakukan interview tambahan atau appeal interview. Namun interview tersebut bukanlah suatu keharusan. Apabila officer yang menangani merasa sudah cukup informasi yang diberikan pada saat pengajuan surat banding, maka hal tersebut sudah tidak perlu dilakukan.
C. Pengaturan Hukum Internasional mengenai Pengungsi Hukum internasional adalah bagian hukum yang mengatur aktivitas entitas berskala internasional. Pada awalnya, hukum internasional hanya diartikan sebagai perilaku dan hubungan antarnegara namun dalam perkembangan pola hubungan internasional yang semakin kompleks pengertian ini kemudian meluas sehingga hukum internasional juga mengurusi struktur dan perilaku organisasi internasional dan pada batas tertentu, perusahaan multinasional dan individu. Hukum internasional adalah hukum bangsa-bangsa, hukum antarbangsa atau hukum antarnegara. Hukum bangsa-bangsa dipergunakan untuk menunjukkan pada kebiasaan dan aturan hukum yang berlaku dalam hubungan antara raja-raja
33
zaman dahulu. Hukum antar bangsa atau hukum antar negara menunjukkan pada kompleks kaedah dan asas yang mengatur hubungan antara anggota masyarakat bangsa-bangsa atau negara. Bentuk hukum internasional mengenai pengungsi berupa konvensikonvensi : 1. The fourth Geneva Convention Relative to the Protection of Civillian persons in time of war Konvensi yang dibuat di Jenewa pada 12 Agustus 1949 ini selain mengatur tentang perlindungan korban perang juga mengatur tentang pengungsi karena pengungsi termaksud dalam kategori orang-orang yang dilindungi. Para pengungsi yang tidak mendapat perlindungan dari Negara manapun tidak boleh diperlakukan seperti musuh. Pengaturan tersebut terdapat dalam Pasal 44 konvensi ini yang menyatakan sebagai berikut : “in applying the measures of control mentioned in the present convention, the detaining power shall not treats the as the enemy aliens exclusively on the basic of their nationality de jure of an enemy state, refugees who do not, in fact, enjoy the protection of any government.”
Konvensi ini juga
mempunyai protokol tambahan yaitu protocol
additional to the Geneva conventions of 12 Auguts 1949. 24 Dalam protokol ini pengaturan tentang pengungsi terdapat dalam Pasal 73 yang menyatakan : Persons who, before the beginning of the hostilities, were considered as stateless persons or refugees under the relevant international instrument accepted by the parties concerned or under the national legislation of the state of refugees or state of residence shall be protected persons within the meaning of parts I and III of the Fourth Convention, in all circumstance and without any adverse distinction. 24
Protokol ini disebut juga dengan The Protocol Additional of 1977
34
2. Convention Relating to the status of Refugees Konvensi ini disahkan tanggal 28 Juli 1951 oleh United Nations Conference of plenipotentiaries on the status of refugees and stateless persons yang dikuatkan dengan resolusi majelis umum perserikatan bangsa-bangsa (PBB) No.429 (V) tanggal 14 Desember 1950. Konvensi ini mulai berlaku pada tanggal 22 April 1954. Konvensi ini memuat definisi pengungsi yang sangat umum dalam Pasal 1A (2) Convention Relating to the status of refugees 1951. Dalam konvensi 1951 sebagai konvensi yang melindungi pengungsi dan memberikan bantuan kepada pengungsi, ada beberapa perlindungan yang diberikan dari konvensi ini. 25 Pertama, tidak ada diskriminasi. Negara-negara peserta Konvensi tidak boleh memperlakukan pengungsi berdasarkan politik diskriminasi baik yang berkenaan dengan ras, agama atau negara asal maupun warna kulit dan mereka mempunyai kebebasan untuk menjalankan agamanya (Pasal 3 dan 4). Kedua, mengenai status pribadi para pengungsi diatur sesuai dengan hukum dimana mereka berdomisili. Jika mereka tidak mempunyai domisili, status pribadi mereka diatur oleh hukum dimana mereka ditempatkan (place of residence). Hak yang berkaitan dengan perka-winan juga harus diakui oleh negara peserta Konvensi dan Protokol (Pasal 12). Ketiga, seorang pengungsi mempunyai hak yang sama dalam hal untuk mempunyai atau memiliki hak milik baik bergerak maupun tidak bergerak dan
25
Sri Setianingsih Suwardi, “Aspek Hukum Masalah Peng-ungsi Internasional”, Jurnal HI, Vol.2 No.1 Tahun 2004, Jakarta:LPHI FH UI,hlm.35.
35
menyimpannya seperti halnya orang lain dan juga dapat menstransfer assetnya ke negara dimana dia akan menetap (Pasal 13, 14 dan 30). Keempat, negara peserta Konvensi harus mengakui kebebasan pengungsi untuk berserikat dengan mendirikan perkumpulan termasuk perkumpulan dagang sepanjang perkumpulan itu bersifat non-profit dan non-politis (Pasal 15) Ini merupakan hak berserikat. Kelima, seorang pengungsi akan mempunyai kebebasan untuk berperkara di depan peradilan (Pasal 16). Keenam, berhak untuk mendapatkan pekerjaan serta mendirikan suatu perusahaan dagang dan pekerjaan bebas lainnya, dimana pekerjaan bebas ini harus sesuai dengan ketentuan yang telah diakui, seperti tanda sertifikat, gunanya adalah mengetahui keahlian untuk ditempatkan pada suatu pekerjaan yang cocok Pasal 17, 18 dan 19. Ketujuh, setiap pengungsi akan mendapat perlakuan yang sama dengan warganegara lainnya atas hak memperoleh pendidikan 164 dasar Pasal 22. Kedelapan, setiap pengungsi akan dapat menikmati hak-hak atas kesejahteraan sosial, seperti hak untuk bekerja, perumahan, mendapatkan upah dari pekerjaan yang mereka lakukan Pasal 20 dan 22. Ini merupakan hak atas kesejahteraan sosial. Kesembilan, setiap pengungsi berhak atas surat-surat identitas dan dokumen perjalananan ke luar dari teritorial negara dimana dia ditempatkan kecuali karena alasan keamanan dan kepentingan umum. Dokumen perjalanan yang dikeluarkan atas perjanjian internasional akan diakui oleh negara peserta
36
Konvensi Pasal 27 dan 28. Selain dari hak-hak pengungsi yang disebutkan di atas, Konvensi juga telah menggariskan kewajiban pengungsi sebagaimana tercantum dalam Pasal 2 Konvensi : Every refugee has duties to the country in which he finds himself, wihch require in particular that he conform to its laws and regulations as well as to measures taken for maintenance of public order. Berdasarkan Pasal 2 di atas, setiap pengungsi berkewajiban untuk mematuhi semua hukum dan peraturan atau ketentuan-ketentuan untuk menciptakan ketertiban umum di negara dimana dia ditempatkan. 3. Protocol Relating to the status of Refugees 1967 Protokol ini disetujui oleh Economic and Social Counsil melalui resolusi 1186(XLI) pada 18 November 1966 oleh Majelis Umum PBB melalui resolusi 2198 (XXI). Protokol ini mulai berlaku pada tanggal 4 oktober 1947. Negara dapat menjadi peserta protokol 1967 ini tanpa harus menjadi peserta konvensi 1951. Dalam Pasal 1 (2) protokol ini, pengertian pengungsi dalam konvensi 1951 diperluas dengan meniadakan kata-kata “ sebagai akibat peristiwa-peristiwa yang terjadi sebelum 1 Januari 1951 dan…” dan juga meniadakan kata-kata”… sebagai akibat peristiwa-peristiwa termaksud”. Pasal 1(2) protokol 1967 menyatakan sebagai berikut : For the purpose of the present protocol, the term “refugees” shall, except as regard the application of paragraph 3 of this article, mean any person within the definition of article 1 of the convention as if the words “As a results of events occurring before 1 January 1951 and…” and the word “… a results of such event”. In article 1(2) were omitted.
Perluasan definisi pengungsi dan protocol relating to the status of refugees dimaksud untuk mengatasi permasalahan pengungsi yang terjadi setelah perang
37
dunia II, terutama pengungsi yang timbul akibat konflik politik Afrika tahun 1950 dan 1960. 4. The Convention Relating to the Status of Stateless Persons (1954) Konvensi yang mengatur tentang orang-orang yang tidak memiliki warga negara ini disahkan melalui sebuah konfrensi yang dihadiri oleh wakil berkuasa penuh negara-negara pada tanggal 28 September 1954 melalui sebuah Resolusi Dewan Sosial dan Ekonomi nomor 526 (XVII) tanggal 26 April 1954 dan diberlakukan pada tanggal 6 Juni 1960, sesuai dengan ketentuan pada Pasal 39 Konvensi. Secara lengkap Konvesi 1954 ini bernama Convention Relating to the Status of Stateless Persons. 26 Konvensi tahun 1954 ini terdiri dari 42 Pasal yang termuat dalam 6 Bab. Beberapa Pasal yang perlu diketahui seperti Pasal 1 yang memberikan rumusan tentang “stateless person”, kewajiban umum yang harus dipatuhi oleh mereka, hak asasi yang melekat kepada dirinya sebagai manusia, seperti hak untuk menjalankan agama dan pendidikan agama kepada anak-anak mereka, hak kelangsungan tempat tinggal, hak untuk memiliki benda-benda bergerak dan tidak bergerak, termasuk juga hak atas karya seni dan hak milik industri, hak untuk berserikat, hak untuk mendapatkan pekerjaan dan hidup yang layak. Hak dibidang kesejahteraan, misalnya perumahan, pendidikan umum, kebebasan untuk bergerak. Negara peserta Konvensi tahun 1954 juga diharuskan menerbitkan kartu identitas terhadap orang-orang yang tidak memiliki warga negara yang ada di
26
Achamd Romsan.,hlm. 90.
38
negaranya, juga termasuk dokumen perjalanan. Konvensi ini juga mengatur tentang para pelaut (seamen) yang tidak memiliki warga negara. 5. The Convention on the Reduction of Statlessness (1961) Konvensi ini disahkan pada tanggal 30 Agustus tahun 1961 melalui Resolusi Majelis Umum PBB No. 896 (IX) tanggal 4 Desember 1954. Konvensi tahun 1961 terdiri dari 21 Pasal. Secara garis besar mengatur tentang pengurangan terhadap jumlah orag-orang yang tidak memiliki warga negara didalam wilayah Negara Pihak dengan memberikan status kewarganegaraan terhadap anak-anak mereka yang lahir di negara itu. Pemberian status kewarganegaraan itu merupakan suatu kewajiban yang diberikan oleh Konvensi tahun 1961 dengan memperhatikan ketentuan-ketentuan yang berlaku di negara itu. Suatu hal yang patut diketahui adalah terhadap anak-anak yang lahir dari orang-orang yang tidak memiliki status warga negara diatas sebuah kapal laut, pesawat udara dianggap lahir di dalam wilayah Negara bendera di negara mana pesawat atau kapal itu didaftarkan. Konvensi ini juga mengatur tentang hilangnya status kewarganegaraan dari orang-orang yang tidak memiliki warga negara melalui perkawinan, berakhirnya perkawinan atau karena mendapatkan status kewarganegaraan yang lain. 27
6. Kawasan Afrika Dalam kawasan ini terdapat sebuah instrument yang mengatur tentang masalah pengungsi yang ada di afrika yaitu Convention Governing the Specific Aspects of Refugees Problems in Africa. Konvensi ini disahkan dalam siding luar 27
Document Series Symbol: ST/HR/, Secretariat Center for Human Rights.
39
biasa keenam Kepala Negara dan Kepala Pemerintahan pada 10 September 1969 di Addis Ababa. Latar belakang lahirnya konvensi ini adalah banyaknya pengungsi yang timbul di Negara-negara Afrika. Konvensi ini memperluas pengertian pengungsi dan pengertian yang sudah ada di dalam konvensi 1951 dan protokol 1967. Pada Pasal 1 ayat 2 Convention Governing the specific Aspects of Refugees Problems in Africa, definisi pengungsi meliputi mereka yang menjadi pengungsi akibat agresi, pendudukan, dominasi asing atau peristiwa-peristiwa yang menyebabkan terganggunya ketertiban umum baik disebagian atau diseluruh wilayah Negara. Pasal 1 ayat 2 menyatakan sebagai berikut : For the purposes of this convention, the term “refugees” shall also aplly to every person who, owing to well-founded fear of being persecuted for reasons of race, religion, nationality, membership of a particular social group or political opinion, is outside the country of his nationality an is unable or, owing to such fear, is unwilling to avail himself of the protection of that country, or who, not having a nationality and being outside the country of his former habitual residences as a results of such event in unable or, owing to such fear, is unwilling. Konvensi ini mengatur tentang pemberian tempat tinggal pengungsi;28 kewajiban pengungsi terhadap Negara dimana ia ditempatkan; 29 prinsip non diskriminasi terhadap pengungsi; 30 pemulangan pengungsi secara sukarela; 31 serta dokumen perjalanan untuk pengungsi. 32
28
Convention Governing the Specific Aspect of Refugees Problems in Africa, Pasal 2
ayat 5 29
Ibid., Pasal 3 ayat 1 Ibid., Pasal 4 31 Ibid., Pasal 5 ayat 1 32 Ibid., Pasal 6 ayat 1 30
40
7. Kawasan Amerika Latin Seperti halnya kawasan Afrika yang terjadi perpindahan missal sebagai akibat peperangan, konflik sipil, kekerasan, dan kerusuhan politik di kawasan ini maka disahkanlah Cartagena Declaration of Refugees dalam Kolokium yang berjudul “ Perlindungan terhadap pengungsi Amerika Tengah, Meksiko dan Panama: Problem Yuridis Humaniter”. Kolokium tersebut diselenggarakan di Cartagena, Kolombia pada 19-22 November 1984. Pengertian pengungsi dalam deklarasi ini pun mengalami perluasan hal ini tertuang dalam bagian III (3) yang menyatakan : In addition to containing the elements of the 1951 convention and the 1967 protocol, includes among refugees persons who have fled their country because their lives, safety or freedom have been threatened by generalized violence, foreign aggression, internal conflicts, massive violation of human rights or other circumstance which have seriously disturbed public order. Walaupun dalam deklarasi ditambahkan alasan lain seseorang menjadi pengungsi tetapi pemberian status pengungsi tetap harus memperhatikan kriteriakriteria dasar yang terdapat dalam konvensi 1951 dan protokol 1967. Selain itu deklarasi ini juga berisi anjuran untuk ikut serta dalam konvensi 1951 dan protokol 1967. 33 8. Kawasan Eropa Instrumen yang terkait dengan pengungsi dalam kawasan ini antara lain Agreement of the Abolition of Visas for Refugees 34 yang mengatur tentang kemudahan-kemudahan yang diberikan kepada para pengungsi yang memiliki
33 34
Cartagena Declaration of Refugees, bagian II huruf (a) Disahkan pada 20 April 1959
41
dokumen perjalanan 35 untuk melakukan perjalanan di wilayah Negara peserta European Agreement on Transfer of Responsibility for Refugees 36 yang mengatur tentang pengalihan tanggung jawab terhadap para pengungsi yang telah tinggal dua tahun disuatu Negara peserta kepada Negara peserta lain dan Reccomendation on the Protection of Persons not Formally Recognized as Refugees Under 1951 Convention berisi tentang rekomendasi untuk tidak menolak permohonan seseorang di perbatasan, atau memulangkan seseorang ke tempat ia terancam akan persekusi.
D. Tugas dan Peranan United Nation High Commisioner for Refugees (UNHCR) dalam Perlindungan Pengungsi Konflik Bersenjata Perserikatan Bangsa-Bangsa telah membentuk badan UNHCR guna memenuhi hak-hak para pengungsi sebagaimana tertuang dalam Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (DUHAM). Pada butir kedua DUHAM disebutkan hak-hak tersebut mencakup hak untuk hidup, hak untuk mendapat kebebasan dan keamanan pribadi, dimana kondisi ini tidak mereka dapat di negaranya dan juga tidak mampu diberikan oleh pemerintah. Terhadap para pengungsi tersebut, UNHCR memiliki fungsi utama untuk memberikan perlindungan internasional, memberikan
solusi
jangka
panjang
bagi
persoalan
pengungsi
serta
mempromosikan hukum pengungsi internasional. Lembaga UNHCR memiliki prosedur pemberian bantuan yang berkaitan dengan pemebuhan Hak Asasi Manusia (HAM) berupa perlindunan internasional. 35
Dokumen perjalanan ini harus sesuai dengan ketentuan Konvensi 1951 ataupun perjanjian tentang dikeluarkanya Dokumen perjalanan untuk pengungsi tanggal 15 Oktober 1946. 36 Disahkan pada 16 Oktober 1980
42
Secara umum konsep ini berisikan pencegahan pemulangan kembali, bantuan dalam memproses pencarian suaka, bantuan dan nasihat hukum, pemajuan penyelenggarakan keamana fisik bagi pengungsi, pemajuan dan membantu pemulangan kembali secara sukarela, dan membantu para pengungsi untuk bermukim kembali. 37 UNHCR bertugas untuk memimpin dan mengkoordinasi langkah-langkah internasional
dalam
memberikan
perlindungan
kepada
pengungsi
dan
menyelesaikan permasalahan –permasalahan pengungsi karena konflik atau kondisi perang. UNHCR juga memberikan keamanan dan hak dari para pengungsi, menjamin bahwa setiap orang berhak untuk mencari suaka, mendapat tempat yang aman di wilayah lain ataupun di Negara lain. Selain itu fokus UNHCR juga pada orang – orang yang tidak memiliki kewarganegaraan dan atau bekas pengungsi di Negara lain yang sudah merasa aman untuk kembali ke negeranya. Diantara orang – orang yang menjadi perhatian UNHCR, perhatian besar diberikan kepada individu – individu yang tergolong rentan, yaitu para wanita, ibu yang tidak didampingi suaminya, anak – anak dibawah 18 tahun, orang tua atau manula dan orang cacat. Bentuk Tugas dari UNHCR dalam menangani pengungsi konflik bersenjata adalah sebagai berikut : 1. Advocacy / pembelaan
UNHCR melakukan pembelaan dan melindungi pengungsi, pencari suaka,
pengungsi internal dan orang-orang yang tidak memiliki kewarganegaraan. Pembelaan merupakan dasar dari strategi perlindungan. tehadap mereka dengan
37
Wagiman, Hukum Pengungsi Internasional hlm.189
43
gunakan dalam kombinasi dengan kegiatan seperti penyebaran informasi , pemantauan dan negosiasi. Ini dapat membantu mengubah kebijakan dan layanan di tingkat nasional, regional ataupun global untuk melindungi orang-orang dengan cara bernegosiasi. Dalam pencarian suaka, UNHCR bekerja dalam struktur politik, ekonomi, dan sosial nasional yang secara langsung mempengaruhi kehidupan pengungsi dan orang lain yang menjadi perhatian untuk membawa kebijakan, praktik dan hukum menjadi sesuai dengan standar internasional. Dalam situasi pengungsian paksa, UNHCR berusaha melobby pemerintah dan para pengambil keputusan lainnya, mitra non-pemerintah dan masyarakat luas untuk mengadopsi praktek menjamin perlindungan dari orang-orang yang menjadi perhatian UNHCR. 2. Assistance / pertolongan
UNHCR menyediakan bantuan darurat dalam bentuk air bersih dan
sanitasi dan perawatan kesehatan, barak pengungsian,dan barang-barang bantuan lainnya, seperti selimut, alas tidur, jerigen, barang rumah tangga dan kadangkadang makanan. Bantuan penting lainnya yang kami sediakan, atau membantu menyediakan, termasuk pendaftaran pengungsi, bantuan dan saran pada aplikasi suaka, pendidikan, konseling dan sebagianya bagi orang – orang yang terpaksa meninggalkan rumah mereka karena bencana alam ataupun karena Negara mereka sedang dalam kondisi perang. Sekin itu UNHCR juga terlibat dalam program integrasi atau reintegrasi lokal bersama dengan pemerintahda dalam proyekproyek yang menghasilkan pendapatan yang bertujuan untuk pemulihan infrastruktur dan bantuan lainnya.
44
3. Suaka dan Migrasi UNHCR bekerja sama dengan pemerintah di seluruh dunia untuk membantu mereka merespon beberapa tantangan terkait dengan orang – orang yang mencari suaka ke Negara lain. Setiap harinya banyak orang diseluruh dunia yang berjuang untuk mencari suaka ke Negara lain demi kehidupan yang lebih baik dan terlepas dari konflik di negara mereka. Namun banyak sekali dari mereka yang bergerak secara illegal berjuang mencari suaka ke Negara lain.Untuk mengatasi tantangan untuk melindungi pengungsi di arus migrasi campuran , Komisaris Tinggi PBB untuk Pengungsi menyelenggarakan konferensi dua hari regional tentang Perlindungan Pengungsi dan Migrasi Internasional di Dakar , Senegal, pada bulan November 2008 . Hal ini didasarkan pada Dialog Tantangan Perlindungan diluncurkan oleh UNHCR di Jenewa pada bulan Desember 2007. 4. Solusi berkelanjutan Tujuan
utama
UNHCR
adalah
untuk
melindungi
hak-hak
dan
kesejahteraan pengungsi, membantu mencari solusi jangka panjang yang akan memungkinkan mereka untuk membangun kembali kehidupan mereka dalam martabat dan kedamaian. Ada tiga solusi terbuka untuk pengungsi UNHCR di mana dapat membantu repatriasi, integrasi lokal, atau membangun pemukiman di negara ketiga dalam situasi di mana tidak mungkin bagi seseorang untuk kembali pulang kee negaranya atau tetap di negara tempat mereka mengungsi. UNHCR membantu menemukan solusi berkelanjutan bagi pengungsi di seluruh dunia setiap tahunya. Tapi untuk beberapa juta pengungsi dan sejumlah besar pengungsi internal di belahan dunia lain, solusi ini tidak berhasil. UNHCR telah menyoroti
45
situasi ini berlarut-larut dalam upaya menemukan solusi bagi pengungsi seperti di Gaza. 5. Siap – siaga tehadap kedaan darurat UNHCR sering dihadapkan dengan kondisi darurat tiba-tiba membutuhkan tanggapan segera . Peperangan dan bencana alam. UNHCR menyediakan bantuan darurat sipil dan rehabilitasi jangka panjang bagi para pengungsi. Untuk mempersiapkan dan menanggapi keadaan darurat , UNHCR telah mengumpulkan orang dengan berbagai keterampilan kunci yang siap untuk bergerak di mana saja dan pada saat itu juga. UNHCR dapat memobilisasi lebih dari 300 personil terlatih dalam waktu 72 jam. Badan ini juga telah mendirikan stok darurat barang bantuan non - pangan di Kopenhagen dan Dubai. Untuk mempertahankan kesiapsiagaan, UNHCR telah mengembangkan program pelatihan yang diadakan secara berkala termasuk Workshop Manajemen Darurat (WEM) yang mempersiapkan semua relawan UNHCR dalam perencanaan pembangunan tim, sistem operasional keuangan dan administrasi, kemitraan operasional, komunikasi dan keterampilan negosiasi, keamanan, koordinasi informasi dan telekomunikasi, dan perlindungan kemanusiaan. UNHCR juga berkontribusi terhadap inisiatif antar-lembaga untuk meningkatkan peringatan dini dan kesiap siagaan.
6. Perlindungan Pemerintah biasanya menjamin hak asasi manusia dan keamanan fisik warga mereka. Tetapi ketika orang menjadi pengungsi proteksi dari pemerintah serasa menghilang. Pengungsi tidak memiliki perlindungan dari negara mereka
46
sendiri. UNHCR memberikan Perlindungan terhadap 33,9 juta orang yang tidak berkewarganegaan termasuk di dalamnya menjamin hak-hak asasi orang yang ingin mencari suaka. Di banyak negara, staff UNHCR bekerja bersama dengan mitra lain di berbagai lokasi mulai dari kota-kota besar hingga ke camp-camp terpencil
dan
daerah
perbatasan.
Mereka
berusaha
untuk memberikan
perlindungan dan meminimalkan ancaman kekerasan tempat pengungsian atupun di negara suaka. Mereka juga berusaha untuk menyediakan setidaknya minimal perawatan tempat tinggal, makanan, air dan bantuan medis kepada setiap eksodus pengungsi, sementara itu mereka juga mempriopritaskan kebutuhan khusus bagi perempuan, anak, orang tua dan orang cacat. kegiatan inti di bidang perlindungan, berusaha
untuk
membantu
negara-negara
memenuhi
kewajiban
hukum
internasional untuk melindungi pengungsi. Melalui program livelihood, UNHCR juga mengembangkan kapasitas: membantu para pengungsi menjadi mandiri di tempat-tempat pengungsian mereka dan meningkatkan kemungkinan menemukan solusi berkelanjutan bagi pengungsi. Seperti penjelasan di atas, bahwa UNHCR adalah sebuah lembaga yang mempunyai prosedur tetap dalam memberikan bantuan yang berkaitan dengan pemenuhan Hak Asasi Manusia (HAM) berupa perlindungan internasional, Kalau menyinggung penerapan HAM yang efektif maka penerapan HAM harus dilihat secara kontekstual. Asas-asas yang ada dalam HAM yang sifatnya universal tapi di sisi lain tidak bisa diterapkan secara sama di dalam konteks yang berbeda-beda. Asas-asas HAM yang sifatnya universal dalam artian bahwa tidak ada satupun
47
negara di dunia ini yang dapat menepuk dada dan mengatakan bahwa ia tidak mempunyai masalah HAM. UNHCR dibentuk sebagai sebuah manifestasi penegakan HAM di mana mempunyai peranan khusus dalam penegakan HAM yang menyangkut penanganan pengungsi. Secara umum konsep ini berisikan pencegahan bagaimana agar pengungsi ada pemulangan kembali, bantuan dalam proses pencarian suaka, bantuan dan nasihat hukum, pemajuan dan penyelenggaraan keamanan fisik bagi para pengungsi, pemajuan dan pembantuan pemulangan kembali secara sukarela dan membantu para pengungsi untuk bermukim kembali. Kepercayaan terhadap kredibilitas UNHCR sebagai sebuah lembaga yang menangani pengungsi dengan pemberian mandat untuk pemberian perlindungan terhadap pengungsi internasional merupakan sebuah harapan bahwa ke depannya UNHCR mampu memberikan solusi yang sifatnya permanen terhadap para pengungsi dengan jalan membantu pemerintah-pemerintah, pelaku-pelaku lainnya ataupun organisasi-organisasi kemanusiaan yang terkait untuk memberikan fasilitas pemulangan (repatriation) bagi para pengungsi. Semenjak berdiri, UNHCR telah banyak menangani kasus – kasus pengungsi akibat peperangan ataupun koflik di berbagai negara. Salah satunya, Pada awal abad 21, UNHCR telah membantu berbagai krisis pengungsi terbesar di Afrika seperti di Republik Demokrat Kongo dan Somalia, serta di Asia, terutama dalam permasalahan pengungsi di Afghanistan yang berlangsung selama 30 tahun. Pada saat yang sama, UNHCR diminta untuk menggunakan keahliannya untuk mengatasi permasalahan pengungsi internal yang disebabkan oleh konflik.
48
Disamping itu, peran UNHCR juga meluas hingga menangani bantuan bagi orang – orang tanpa kewarganegaraan, sebuah kelompok orang yang berjumlah jutaan namun tidak kasat mata, sementara mereka menghadapi bahaya kehilangan hak – hak dasarnya karena tidak memiliki kewarganegaraan. Di beberapa bagian dunia seperti Afrika dan Amerika Latin, mandat awal UNHCR yang ditetapkan pada tahun 1951 telah diperkuat dengan adanya perjanjian tentang instrumen hukum regional. Peran UNHCR saat ini bisa dikatakan permasalahan yang paling besar ada masalah kasus pengungsi konflik di Suriah yang mana dampak dari peperangan tersebut sebagian warga negara Suriah mengungsi ke negara – negara lain. Dari data yang dirilis UNHCR 10 Oktober 2013 jumlah pengungsi dari Suriah di Negara Turki sebesar 504.415, di Iraq 196.669, di Yordania 540.656, di Mesir 125.906, dan di Lebanin mencapai 789.954 jiwa, dimana UNHCR harus dapat melindungi hak-hak dan kewajiban pengungsi konflik suriah ini, Disamping melindungi hak – hak dan menjaga keadaan para pengungsi, UNHCR memiliki tujuan utama untuk mencari solusi jangka panjang bagi para pengungsi yang akan memberikan mereka kesempatan untuk membangun kembali hidup mereka sepantasnya dalam damai.