25
BAB II PEMBAHASAN A. Salat Berjamaah 1. Pengertian Salat Berjamaah Salat menurut bahasa berarti do’a. Salat ialah menghadapkan hati kepada Allah Swt., yakni sebagai ibadat dalam bentuk pelaksanaan perkataan dan perbuatan yang ditentukan, yang dimulai dengan takbiratulihram dan diakhiri dengan salam, serta menurut syarat-syarat yang telah ditentukan syariat Islam.1Salat memiliki kedudukan yang tinggi dalam Islam. Sebab ia merupakan rukun Islam yang kedua. Beberapa hadis menyebutkan tentang mulianya salat. Salat merupakan tiang agama, pembeda seorang mukmin dengan seorang kafir. Demikianlah agungnya nilai salat.2 Jamaah secara bahasa berarti golongan atau kelompok. Salat berjamaah berarti salat yang dilakukan berkelompok, terdiri dari imam dan ma’mum. Salat jamaah memiliki keutamaan dan hikmah yang sangat besar. Keutamaan ini tidak hanya dirasakan kelak di hari akhir, tetapi juga di dunia. Khususnya dalam menjalin interaksi dan hubungan sosial.3 Islam menganjurkan agar salat wajib lima waktu sehari semalam itu dilakukan secara jamaah, meskipun salat dapat dilakukan secara pribadi. Makin banyak anggota jamaah akan semakin baik, meskipun 1
Muhammad Shilikhin, Panduan Salat Lengkap & Praktis... hlm. 43. M. Syafi’i Masykur, Salat Saat Kondisi Sulit, (Jakarta: PT. Suka Buku, 2011), hlm. 3. 3 Muhyiddin Abdusshamad, Salatlah seperti Rasulullah saw... hlm. 111. 2
26
hanya dengan seorang imam dan seorang makmum. Salat berjamaah mengandung keutamaan yang besar, yaitu pahalanya 27 kali lipat daripada salat dikerjakan sendiri.4 Hukum salat berjamaah adalah sunah muakad (sunah yang sangat dianjurkan). Salat berjamaah lebih utama dilaksanakan di masjid atau mushala. Semakin sering salat berjamaah dikerjakan maka semakin baik dan pahalanya semakin besar. Seorang makmum yang tertinggal (makmum masbuq) selama imam belum memberi salam maka ia tetap mendapatkan kebaikan dan keutamaan salat berjamaah.5 2.
Dasar Perintah Salat Berjamaah Salat berjamaah dalam Islam sangat ditekankan. Ada beberapa hadis Nabi Muhammad saw mengenai keutamaan salat berjamaah dan juga ancaman bagi mereka yang enggan mendatangi salat berjamaah, antara lain:
a. Perjalanan Menuju Salat Bisa Menghapus Dosa dan Mengangkat Derajat
صلهى ه ال َرسُو ُل ه َّللاُ َعلَ ْي ِه َو َسل ه َم َم ْن تَطَه َهر فِي بَ ْيتِ ِه ثُ هم َم َشى إِلَى َ َِّللا َ َال ق َ َع َْن أَبِي هُ َري َْرةَ ق ْ ََت خ ُّ ط َوتَاهُ إِحْ دَاهُ َما تَح ض ه ت ه ًُط خَ ِطيئَة ْ َّللاِ َكان ٍ بَ ْي َ ض َي فَ ِر ِ َّللاِ لِيَ ْق ِ ت ِم ْن بُيُو ِ ِيضةً ِم ْن فَ َرائ ًَو ْاْلُ ْخ َرى تَرْ فَ ُع د ََر َجة Dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu, dia berkata, "Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda, 'Barang siapa bersuci di rumahnya, lalu berjalan menuju salah satu masjid untuk menunaikan salat fardhu, 4
Sidik Tono dan M. Sularno, Ibadah dan Akhlak dalam Islam, (Yogyakarta: UII Press, 2002), hlm. 29. 5 Muhammad Sholikhin, Panduan Salat Lengkap & Prakti... hlm. 94.
27
maka langkah-langkahnya yang satu menghapus dosa dan yang lainnya mengangkat derajat' {Muslim 2/131} b. Keutamaan Salat Berjamaah
صلهى ه ُول ه ص ََل ِة َ ض ُل ِم ْن َ ص ََلةُ ْال َج َما َع ِة أَ ْف َ ال َ ََّللاُ َعلَ ْي ِه َو َسل ه َم ق َ َِّللا َ ع َْن أَبِي هُ َري َْرةَ أَ هن َرس أَ َح ِد ُك ْم َوحْ َدهُ بِخَ ْم َس ٍة َو ِع ْش ِرينَ ج ُْز ًءا Dari Abu Hurairah RA, bahwa Rasulullah SAW telah bersabda, "Salat berjamaah itu lebih utama dengan 25 kali lipat daripada salat seorang sendirian." {Muslim 2/122}
Hadis-hadis di atas menginsyaratkan kepada umat Islam bahwa salat berjamaah sangat dianjurkan. Hal ini dapat dilihat dari dua sisi. Pertama, dilihat dari pahala yang akan diberikan kepada mereka yang menjalankan ibadah berjamaah. Kedua, menekankan ancaman bagi mereka yang tidak mau berjamaah.6 Selain itu dalam ayat al-Qur’an disebutkan pula pada surat AlBaqarah ayat 43 yaitu:
“Dan dirikanlah salat, tunaikanlah zakat dan ruku`lah beserta orangorang yang ruku.” (al-Baqarah [1]: 43) Dari ayat di atas menjelaskan bahwa Allah memerintahkan kepada kaum Yahudi untuk melakukan ruku’ bersama orang-orang yang melakukan ruku’. Artinya, hendaklah kaum Yahudi berada dalam kelomok umat Islam ketika mendirikan salat, sehingga sama seperti 6
Sentot Haryanto, Psikologi Salat, (Yogyakarta: Mitra Pustaka, 2003), hlm. 115-116.
28
umat Islam. Melalui ayat ini Allah memerintahkan agar salat dilaksanakan secara jamaah. Sebab, ketika salat dilakukan secara jamaah, semua jiwa bersatu memanjatkan doa dan mengadu kepada Allah. Di samping itu, jamaah bisa pula membina adanya saling pengertian antara kaum muslimin.7 3. Keutamaan dan Manfaat Salat Berjamaah Salat merupakan jenis ibadah manifestasi rasa syukur kepada Allah swt. atas nikmat yang diberikan kepada manusia sekaligus merupakan cermin hubungan yang serasi antar manusia. Telah disebutkan di atas bagaimana kedudukan salat dalam syariat Islam. Seburuk apa pun Muslim yang beriman, hendaknya ia mendirikan salat dan sedapat mungkin menyempurnakan salatnya dengan meninggikan akhlaknya karena citra Islam terdapat dalam moralitasnya sehari-hari. Keyakinan keagamaan merupakan sejenis keselarasan dengan keilahian. Salat juga merupakan perlambang utama identitas Islam. Salat adalah cermin ketakwaan dan sebagai realisasi dari ketundukan manusia sebagai hamba Allah kepada Sang Pencipta. Salat juga sebagai simbol egalitarian, simbol kederajatan manusia dengan sesamanya. Salat adalah pemersatu Islam sebagai ideologis.8
Berbicara mengenai salat, yang masih ada kaitannya maka pembahasan selanjutnya yaitu mengenai keutamaan dan manfaat salat 7
Ahmad Mustafa Al-Maragi, Tafsir Al-Maraghi, (Semarang: PT Karya Toha Putra, 1992), hlm. 179. 8 Abdul Hamid dan Beni Ahmad Saebani, Fiqh Ibadah, (Bandung: CV Pustaka Setia, 2009), hlm. 181-185.
29
jamaah. Islam menganjurkan agar salat wajib dilakukan lima waktu secara berjamaah. Salat berjamaah adalah sarana terpenting dan utama untuk memakmurkan rumah-rumah Allah. Jika bukan karena sholat berjamaah tentu masjid atau mushala menjadi sepi.
Berikut adalah beberapa dari keutamaan dan manfaat salat berjamaah:
a.
Salat jamaah menanamkan rasa kebebasan
Rasa kebebasan terlatih, karena dalam mengerjakan salat itu secara kolektif, anggota jamaah merasa bebas salat di masjid/mushala, bebas dari tradisi-tradisi yang berlawanan dengan ajaran ibadah, dan pujian-pujian hanya dapat dilakukan terhadap Allah saja.
Kebebasan hati nurani adalah puncak kebebasan yang dimiliki oleh manusia. kebebasan kontrol dimiliki anggota jamaah, apabila imam melakukan kesalahan baik mengenai bilangan rakaat, bacaan dan lain sebagainya, makmum atau jamaah mempunyai hak kontrol terhadap kekhilafan imam.9
b. Salat jamaah menanamkan rasa persaudaraan
9
Sidik Tono dan M. Sularno, Ibadah dan Akhlak dalam Islam... hlm. 30.
30
Rasa
persaudaraan
begitu
jelas
terlukis,
sebab
masjid/mushala itu terbuka untuk seluruh umat Islam apapun suku dan bangsanya. Setiap muslim akan merasa bertemu dengan saudara-saudara seagama dalam salat jamaah. Mereka bersaudara, salat dibelakang imam, satu gerak mengikuti komando imam, menghadap ke arah satu kiblat, membaca kitab al-Qur’an dan menyembah Tuhan Yang Maha Esa.10
Salat
jamaah
yang
utama
adalah
dilakukan
di
masjid/mushala, dan hal ini mengajarkan nilai-nilai seperti yang dikemukakan oleh Covey dan Ancok yaitu saling membutuhkan atau ketergantungan satu jamaah dengan jamaah lain. Hal ini dilihat dari aspek antara lain:
1. Jamaah minimal 2 orang atau dengan kata lain baru 2 orang dapat dikatakan salat berjamaah. Sehingga kalau ia ingin disebut sebagai salat jamaah maka ia harus membutuhkan, menunggu, berkongsi sedikitnya 1 orang.
2. Pahala yang diberikan kepada siapa saja yang salat berjamaah akan dilipatgandakan 27 kali daripada salat sendirian. Hal ini menunjukkan
bahwa
seeorang
yang
mampu
“saling
membutuhkan satu dengan yang lain” akan memperoleh “bonus, hadiah (reward)” dikalikan 27 kali. 10
Sidik Tono dan M. Sularno, Ibadah dan Akhlak dalam Islam... hlm. 30.
31
3.Menyusun (shaf), meluruskan dan merapatkan barisan. Ternyata lurus dan rapatnya barisan juga merupakan salah
satu
kesempurnaan salat. Hal ini juga mengajarkan bahwa satu dengan yang lain harus saling membutuhkan, misalnya mempersilahkan mengisi barisan yang kosong, meluruskan ke kanan dan kiri serta merapatkannya.11
c. Salat jamaah menananamkan rasa persamaan
Rasa persamaan tumbuh dalam salat jamaah. Para makmum berderet bersaf-saf, yang berpangkat, rakyat biasa, yang kaya, yang miskin, keturunan raja maupun rakyat, semuanya berbaris, berbaur satu saf dan yang datang lebih dulu menempati saf yang paling depan meskipun rakyat jelata dan yang datang kemudian menempati saf belakang meskipun seorang raja atau presiden.
Di dalam masjid/mushala tidak ada protokoler, saf yang depan tidak khusus untuk orang-orang besar, tetapi untuk siapa saja yang datang lebih dulu. Dalam salat jamaah yang ada adalah sekelompok hamba Allah yang bersama-sama dapat yang merasa kurang terhormat meskipun seorang bangsawan yang salat pada saf yang paling belakang.12
11 12
Sentot Haryanto, Psikologi Salat... hlm. 143-144. Sidik Tono dan M. Sularno, Ibadah dan Akhlak dalam Islam... hlm. 31.
32
Selain dari tiga keutamaan tersebut terdapat pula manfaat salat berjamaah. Diantaranya yaitu dari dimensi psikologis yang aspek demokratis. Bahwa di masjid/mushala terutama di pedesaan, kentongan atau bedug sebagai tanda memasuki waktu salat. Dalam hal ini siapa saja boleh memukul kentongan atau bedug tersebut, tentunya harus mengerti aturan atau kesepakatan di daerah tersebut. Ini berarti Islam sudah menerapkan bahwa kedudukan manusia sama, tidak dibedakan berdasarkan berbagai atribut manusia.13
Begitu pula dengan azan yang merupakan tanda waktu salat. Siapa yang mengkumandangkan azan tidak dipersoalkan oleh Islam, karena pada prinsipnya siapa saja boleh, namun karena azan adalah bagian dari syiar Islam, maka harus benar-benar orang yang mengerti dan diharapkan mempunyai suara bagus (lafal, ucapannya baik dan benar). Kemudian iqomat, adalah sebagai tanda waktu salat berjamaah akan segera dimulai. Ibaratnya dalam militer, maka iqomat ini adalah “aba-aba” pasukan akan diberangkatkan. Dalam hal ini dapat dilakukan siapa saja bahkan tidak harus yang tadi berazan.14
Selain itu dalam proses pemilihan imam. Salat berjamaah harus ada imam dan makmum, meski itu hanya berdua. Apabila diperhatikan maka seolah-olah ada suatu musyawarah untuk memilih imam (pemimpin) dalam salat yang dilakukan di masjid/mushala. 13 14
Sentot Haryanto, Psikologi Salat... hlm. 117. Sentot Haryanto, Psikologi Salat... hlm. 119.
33
Dengan salat berjamaah timbul adanya rasa tidak ada jarak antara satu dengan lainnya. Yaitu dengan berbaris lurus satu barisan para jamaah, ini berarti tidak ada jarak personal antara satu dengan lainnya. Kemudian masjid/mushala mempunyai peranan yang cukup besar, masjid bukan sebagai pusat aktivitas beragama dalam arti sempit, namun sebagai pusat aktivitas kegitan umat. Sehingga salat di masjid/mushala ini mengandung unsur terapi lingkungan. Oleh karena itu lingkungan masjid diharapkan dapat sebagai salah satu alternatif. Di masjid biasanya terdapat aktivtas remaja,”remaja masjid”. Kegiatan inilah yang diharapkan ikut memberikan andil terapi. Di samping itu masjid juga sarat dengan kegiatan baik itu keagamaan maupun kegiatan sosial.15 Di samping salat berjamaah mengandung unsur terapi lingkungan, juga mengandung unsur pengalihan perhatian. Pada saat ini orang disibukkan oleh berbagai macam kesibukan yang menyita pikiran, tenaga dan perasaan bahkan kebutuhan fisik, misalnya makan juga istirahat saja tidak sempat dilakukan. Dalam kondisi seperti ini maka seseorang
membutuhkan
istirahat
dan
perubahan
suasana.
Melaksanakan salat jamaah di masjid/mushala juga diharapkan akan mengalihkan perhatian seseorang dri kesibukan yang sudah menyita segala energi yang ada dalam diri seseorang dan kadang-kadang sebagai penyebab stres. Lingkungan masjid/mushala akan memberikan
15
Sentot Haryanto, Psikologi Salat... hlm. 138.
34
suasana yang relaks, tenang, apalagi ia akan bertemu dengan jamaah yang lain.16 b). Sikap Keberagamaan 1. Pengertian Sikap Secara umum sikap dapat dirumuskan sebagai kecenderungan bertindak, berpikir, berpersepsi dan merasa dalam menghadapi objek, ide, situasi atau nilai. Objek sikap bisa berupa orang, benda, tempat, gagasan, situasi atau kelompok. Sikap bukanlah sekadar rekaman masa lampau, namun juga menentukan apakah seseorang harus setuju atau tidak setuju terhadap sesuatu, menentukan apa yang disukai, diharapkan dan diinginkan, dan mengenyampingkan apa yang tidak diinginkan dan apa yang harus dihindari.17 2. Komponen-komponen Sikap a. Komponen kognitif, merupakan representasi apa yang dipercayai oleh individu pemilik sikap. Menurut Mann dalam Azwar bahwa komponen kognitif berisi persepsi, kepercayaan dan stereotip yang dimiliki individu mengenai sesuatu. Sering kali komponen kognitif ini disamakan dengan pandangan (opini). b. Komponen perasaan, menunjuk pada emosionalitas terhadap objek. Objek dirasakan sebagai sesuatu yang menyenangkan atau tidak menyenangkan, disukai atau tidak disukai. Komponen perasaan mempunyai manifestasi fisiologis yang dapat diukur secara 16 17
Sentot Haryanto, Psikologi Salat... hlm. 141. Alex Sobur, Psikologi Umum, (Bandung: CV PUSTAKA SETIA, 2003), hlm. 360.
35
eksperimen. Adanya aspek emosional ini yang biasanya berakar paling dalam sebagai komponen sikap dan merupakan aspek yang paling bertahan terhadap pengaruh-pengaruh yang mungkin akan mengubah sikap seseorang. c.Komponen
perilaku
(tindakan),
merupakan
kecenderungan-
kecenderungan tindak seseorang, baik positif maupun negatif terhadap objek sikap. Sikap positif membuat seseorang akan membantu atau menolong maupun menyokong objek. Sikap negatif berarti berusaha menghindari, menghancurkan atau merugikan objek. Komponen perilaku berisi tendensi atau kecenderungan untuk bertindak atau untuk beraksi terhadap sesuatu dengan cara tertentu.18 3. Tingkatan-tingkatan Sikap a. Menerima (Receiving) Menerima diartikan bahwa orang (subjek) mau dan memperhatikan stimulus yang diberikan (objek). Misalnya: sikap orang terhadap lingkungan dapat dilihat dari kesediaan dan perhatian orang itu terhadap ceramah-ceramah tentang lingkungan. . b. Merespon (Responding) Memberikan jawaban, apabila ditanya, mengerjakan dan menyelesaikan tugas yang diberikan adalah suatu indikasi dari sikap. Karena dengan suatu usaha untuk menjawab pertanyaan atau mengerjakan tugas yang diberikan,
18
Alex Sobur, Psikologi Umum, ... hlm. 361.
36
terlepas dari pekerjaan itu benar atau salah berati bahwa orang menerima ide tersebut. c. Menghargai (Valuing) mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan suatu masalah adalah suatu indikasi sikap tingkat tiga. Misalnya: seorang ibu yang mengajak ibu yang lain untuk pergi menimbangkan anaknya ke posyandu atau mendiskusikan tentang gizi adalah suatu bukti bahwa si ibu tersebut telah mempunyai sikap positif terhadap gizi anak. d. Bertanggung jawab (Responsible) Bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan resiko merupakan sikap yang paling tinggi.19 4. Pengertian Keberagamaan Keberagamaan merupakan pengembangan dari kata dasar “agama” yang menunjukkan suatu prinsip hidup atau pedoman dalam melaksanakan kehidupan yang didasarkan pada sumber wahyu atau tuntunan Tuhan. Kata agama dalam bahasa Inggris “religion”, memiliki pengertian yang beraneka. Sebagian ahli studi keagamaan beranggapan bahwa kata “religion” yang digunakan untuk menggambarkan keyakinan adanya kekuatan yang luar biasa yang berada di luar diri manusia. Dengan agama manusia melakukan pengikatan diri dan senantiasa berusaha menjalin hubungan dengan kekuatan lain, sehingga dapat merasakan kehidupan
19
Purwanto, Psikologi Umum... hlm. 30.
37
yang lebih utuh, lengkap dan menyeluruh.20 Keberagamaan berati upaya memahami dan melaksanakan isi ajaran agama yang telah menjadi keyakinan atau pedoman hidup seseorang atau masyarakat.21 Jadi sikap keberagamaan merupakan sikap seseorang yang ada kaitannya dengan keagamaan. Kecenderungan seseorang berperilaku keagamaan selaras dengan kepercayaan dan perasaan seseorang terhadap agama itu. Secara logika dapat dikatakan bahwa sikap seseorang akan tercermin dari perilakunya terhadap suatu objek. 22 5. Ciri-ciri Sikap Keberagamaan Sikap atau tingkah laku keagamaan orang dewasa memiliki perspektif yang luas didasarkan atas nilai-nilai yang dipilihnya. Selain itu tingkah laku umumnya juga dilandasi oleh pendalaman pengertian dan keluasan pemahaman tentang ajaran agama yang dianutnya. Beragama bagi orang dewasa sudah merupakan bagian dari komitmen hidupnya dan bukan sekedar ikut-ikutan. Berikut ini adalah gambaran dan cerminan dari sikap keagamaan orang dewasa yang memiliki ciri-ciri antara lain: a. Menerima kebenaran agama berdasarkan pertimbangan pemikiran yang matang, bukan sekedar ikut-ikutan saja b. Bersifat cenderung realis, sehingga norma-norma agama lebih banyak diaplikasikan dalam sikap dan tingkah laku
20
M. A Subandi, Psikologi Agama & Kesehatan Mental ... hlm. 26. Purwanto, Psikologi Umum... hlm. 45. 22 Ramayulis, Psikologi Agama... hlm. 113. 21
38
c. Bersikap positif terhadap ajaran dan norma-norma agama dan berusaha untuk mempelajari untuk terhadap pemahaman keagamaan d. Tingkat ketaatan beragama didasarkan atas pertimbangan dan tanggung jawab sendiri hingga sikap keberagamaan merupakan realisasi dari diri dan sikap hidupnya e. Bersikap yang lebih terbuka dan wawasan yang lebih luas f. Bersikap lebih kritis terhadap materi ajaran agama sehingga kemantapan beragama selain didasarkan atas pertimbangan pikiran, juga didasarkan atas pertimbangan hati nurani g. Sikap keberagamaan cenderung mengarah kepada tipe-tipe kepribadian masing-masing, sehingga terikat adanya pengaruh kepribadian dalam menerima, memahami serta melaksanakan ajaran agama yang diyakininya h. Terlihat hubungan antara sikap keagamaan dengan kehidupan sosial, sehingga perhatian terhadap kepentingan organisasi sosial keagamaan sudah berkembang.23 Berbeda dengan yang telah disebutkan di atas, ciri sikap keagamaan pada orang yang sehat jiwa menurut W. Starbuck dalam bukunya Religion Psychology adalah: a. Optimis dan gembira Orang yang sehat jiwa menghayati segala bentuk ajaran agama dengan perasaan optimis. Pahala menurutnya adalah sebagai hasil jerih
23
Ramayulis, Psikologi Agama... hlm. 78.
39
payahnya yang diberikan Tuhan. Sebaliknya segala bentuk penderitaan dan musibah dianggap sebagai keteledoran dan kesalahan yang dibuatnya dan tidak beranggapan sebagai peringatan Tuhan terhadap dosa manusia. mereka yakin bahwa Tuhan bersifat Pengasih dan Penyayang dan bukan pemberi azab b. Ekstrovet dan tak mendalam Sikap optimis dan terbuka yang dimiliki orang yang sehat jiwa ini menyebabkan mereka mudah melupakan kesan-kesan buruk dan luka hati yang tergores sebagai akses agamis tindakannya. Mereka senang kepada kemudahan dalam melaksanakan ajaran agama. Sebagai akibatnya mereka kurang senang mendalami ajaran agama, dosa mereka anggap sebagai akibat perbuatan mereka yang keliru c. Menyenangi ajaran ketauhidan yang liberal Sebagai pengaruh kepribadian yang ekstrovet maka mereka cenderung: 1). Menyenangi teologi yang luwes dan tidak kaku 2). Menunjukkan tingkah laku keagamaan yang lebih bebas 3). Menekankan ajaran cinta kasih daripada kemurkaan dan dosa 4). Mempelopori pembelaan terhadap kepentingan agama secara sosial 5).Tidak menyenangi implikasi penebusan dosa dan kehidupan kebiaraan 6). Bersifat liberal dalam menafsirkan ajaran agama 7). Selalu berpandangan positif
40
8). Berkembang secara graduasi, yaitu meyakini ajaran agama melalui proses yang wajar dan tidak melalui proses pendadakan.24 6. Teori Psikologi Keberagamaan Para ahli psikologi menjelaskan beberapa teori tentang dasar-dasar psikologis keberagamaan dalam kehidupan manusia. Menurut Meadow dan Kahoe secara garis besar kelompok teori psikologi keberagamaan antara lain: a. Teori sifat dasar Menrut teori ini agama dianggap sebagai ekspresi dari dorongan alamiah (instink) manusia. Disini terkandung pengertian bahwa manusia beragama karena didorong oleh instink beragama di dalam dirinya. Menurut teori instink, kehidupan beragama merupakan sesuatu yang bersifat fitrah dan merupakan naluri alamiah bagi manusia. Naluri ini mempunyai dasar baik pada aspek biologis dan psikologis.25 b. Teori kognitif Teori-teori kognitif tentang landasan manusia beragama bermula dari usaha manusia untuk menjelaskan tentang pengalaman-pengalaman yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari. Agama sangat berkaitan dengan perkembangan kognitif seseorang. Agama mampu memberikan jawaban terhadap pertanyaan-pertanyaan yang muncul berkaitan
117.
24
Jalaluddin, Psikologi Agama, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1998), hlm. 116-
25
M.A Subandi, Psikologi Agama & Kesehatan Mental... hlm. 27
41
dengan masalah keterbatasan manusia, karena pikiran manusia mampu melewati batas-batas situasi.26 c. Teori emosi Cukup banyak yang mengungkapkan teori tentang dasar-dasar emosional dari munculnya agama dan keberagamaan seseorang. Pandangan yang paling umum adalah bahwa manusia itu sangat lemah menghadapi berbagai macam persoalan dalam kehidupan maupun menghadapi fenomena-fenomena alam.27 c). Hubungan antara salat jamaah dengan sikap keberagamaan masyarakat Salat jamaah mempunyai manfaat dan juga pengaruh terhadap sikap
keberagamaan
masyarakat.
Salat
yang
dilaksanakan
di
masjid/mushala dapat memberikan dampak perubahan pada sikap se seorang.
Al-Qur’an
memerintahkan
untuk
menegakkan
salat.
sebagaimana semua ibadah dalam Islam, di samping mempunyai segi kerohanian untuk menjaga hubungan hamba secara pribadi dengan Allah, ibadah salat juga mempunyai dampak kejiwaan, sosial dan lain sebagainya dalam kehidupan masyarakat. Salat dapat dilakukan secara individual, tetapi lebih baik dilakukan secara berjamaah terutama di masjid/mushala. Hal ini tentu saja karena manfaatnya
terhadap
masyarakat.
Hikmah
yang
utama
adalah
menunjukkan keutuhan masyarakat Islam dalam bahu membahu menyembah Allah.dengan salat lima waktu sehari semalam secara 26 27
M.A Subandi, Psikologi Agama & Kesehatan Mental... hlm. 31. M. A Subandi, Psikologi Agama & Kesehatan Mental... hlm. 35.
42
berjamaah, masing-masing jamaah dapat saling mengenal dan membantu, seperti apabila ada jamaah yang sakit atau tertimpa musibah, semua jamaah segera dapat mengetahui dan dapat segera memberi bantuan baik moril maupun materil yang bertujuan untuk meringankan penderitaan orang yang tertimpa musibah tersebut.28
28
Sidik Tono dan M. Sularno, Ibadah dan Akhlak dalam Islam... hlm. 27.