BAB II PEMBAHASAN 2.1
Pengertian Pendidikan dan Kemajuan Pendidikan adalah suatu usaha sadar yang dilakukan oleh manusia dewasa kepada manusia yang belum dewasa dengan tujuan untuk mempengaruhi ke arah yang lebih baik. Namun pendidikan dalam makalah ini adalah pengetahuan atau ilmu pengetahuan yang dimiliki seorang, yang semua itu berawal dari pendidikan dalam proses belajar mengajar. Kemajuan adalah suatu perubahan keadaan yang lebih baik dan lebih bermanfaat dari keadaan yang sebelumnya. Dan semua itu terjadi karena adanya pendidikan. Atau di sebut juga damapak positif dari adanya pendidikan.
2.2
Peranan Pendidikan Terbuka dalam Mempersiapkan SDM Berkualitas Globalisasi bukan lagi basa-basi. Dampaknya sudah sangat terasa dewasa ini, terutama yang berkaitan dengan teknologi informasi dan komunikasi. Kondisi yang ditandai oleh mengaburnya batas-batas antarnegara tersebut juga mempengaruhi dunia pendidikan. Globalisasi yang diikuti lompatan teknologi informasi dan komunikasi telah menimbulkan pergeseran dalam paradigma dunia pendidikan, khususnya pendidikan tinggi. Ruang kuliah kini bukan lagi satu-satunya tempat berlangsungnya proses pembelajaran. Kehadiran internet membuat siapa saja, termasuk mahasiswa dapat mengakses informasi dari berbagai sumber. Informasi tersebut dapat berupa jurnal ilmiah terkini, kumpulan kuliah dari guru besar perguruan tinggi luar negeri dan lain-lain. Sementara itu pemanfaatan surat elektronik (e-mail) juga memungkinkan mahasiswa berkorespondensi dengan para pakar dari seluruh penjuru dunia. Perkembangan dunia informasi dan teknologi yang begitu cepat telah mengubah paradigma pendidikan dari lecturer/teacher centered education menjadi student centered education. Saat ini dosen bukan lagi satu-satunya sumber pengetahuan, tetapi pengetahuan bisa bersumber dari mana saja (multi knowledge provider). Sistem pendidikan jarak jauh (SPJJ), dalam hal tertentu justru dianggap sebagai salah satu solusi mengatasi rendahnya daya tampung pendidikan tatap muka. Daya tampung SPJJ cukup fantastis bila dibandingkan dengan sistem pendidikan tatap muka. Selain itu, biaya pendidikan jarak jauh pada umumnya relatif lebih murah dibandingkan dengan pendidikan tatap muka, baik dipandang dari sudut penyelenggara pendidikan maupun peserta didik. 1[1] 1
2.3
Peranan Pendidikan Nasional Dalam Pembangunan Karakter Bangsa Pendidikan kebangsaan bila dilihat dari kacamata pertahanan sebuah negara, dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu pendidikan militer dan non militer. Di negara maju seperti Jepang, mereka menerapkan pertahanan rakyat semesta atau wajib militer. Dalam wajib militer ini tidak hanya diberikan pelatihan fisik saja namun diberikan juga pendidikan bela negara yang menanamkan pembentukan karakter sebuah bangsa. Pendidikan dan pertahanan sebuah bangsa selalu berkaitan, karena dengan pendidikan kebangsaan yang baik akan tercipta suatu kebhinekaan, dimana hal tersebut akan menjadi modal pertahanan sebuah negara. Beliau berpendapat setiap percikan budaya merupakan bagian dari ke-Indonesiaan untuk mengisi ulang jati diri bangsa Indonesia. bahasa sebagai suatu proses pertama transformasi nilai-nilai karakter bangsa berharap dengan pengamalan budaya ini dapat menyaring persepsi dan pandangan-pandangan yang mengikis karakter. Di tengah derasnya arus informasi, masyrakat Indonesia cenderung tidak tertarik lagi pada buku dan bacaan-bacaan. Masyarakat Indonesia lebih tertarik kepada gambar dan tayangan-tayangan,
hal ini mempengaruhi persepsi kita sebagai bangsa Indonesia.
pendidikan Indonesia hendaklah kembali pada budaya gemar membaca buku. Pendidikan karakter yang terpenting dimulai dari seorang ibu. Betapa pun kuatnya pengaruh sekolah formal, informal dan non formal, Ibulah yang menanamkan nilai-nilai yang diperlukan dalam kehidupan. Ibu mengajarkan semangat juang dan pantang menyerah. Selain ibu, faktor lingkungan seperti rumah yang nyaman dan kondusif adalah tempat yang paling tepat bagi seorang anak untuk menumbuhkan rasa percaya diri, berdaya saing dan beradab. 2.4
Peranan Pendidikan Dalam Meningkatkan Sumber Daya Manusia Persoalan ketenagakerjaan selalu mendapat perhatian yang serius dari berbagai
kalangan, baik pemerintah, swasta maupun dari masyarakat. Kompleksitas permasalahan ketenagakerjaan ini dapat dipandang sebagai suatu upaya masing-masing individu untuk memperoleh dan mempertahankan hak-hak kehidupan yang melekat pada manusia agar memenuhi kebutuhan demi kelangsungan hidup. Tujuan pembangunan nasional, yaitu terwujudnya masyarakat Indonesia yang damai, demokratis, berkeadilan dan berdaya saing maju dan sejahtera dalam wadah negara kesatuan
republik indonesia yang didukung oleh manusia yang sehat, mandiri dan bertakwa kepada Tuhan yang Maha Esa.2[2] Dari tujuan tersebut tercermin bahwa sebagai titik sentral pembangunan adalah pemberdayaan sumber daya manusia termasuk tenaga kerja, baik sebagai sasaran pembangunan maupun sebagai pelaku pembangunan. Dengan demikian, pembangunan ketenagakerjaan merupakan salah satu aspek pendukung keberhasilan pembangunan nasional. Di sisi lain, terdapat beberapa permasalahan yang dihadapi dalam pelaksanaan pembangunan nasional tersebut, khususnya dibidang dibidang ketenagakerjaan, sehingga diperlukan kebijakan dan upaya dalam mengatasinya.3[3] Sehubungan hal tersebut di atas pengembangan SDM di Indonesia dilakukan melalui tiga jalur utama, yaitu pendidikan, pelatihan dan pengembangan karir di tempat kerja. Jalur pendidikan merupakan tulang punggung pengembangan SDM yang dimulai dari tingkat dasar sampai perguruan tinggi. Sementara itu, jalur pelatihan dan pengembangan karir di tempat kerja merupakan jalur suplemen dan komplemen terhadap pendidikan. Arah pembangunan SDM di indonesia ditujukan pada pengembangan kualitas SDM secara komprehensif meliputi aspek kepribadian dan sikap mental, penguasaan ilmu dan teknologi, serta profesionalisme dan kompetensi yang ke semuanya dijiwai oleh nilai-nilai religius sesuai dengan agamanya. Dengan kata lain, pengembangan SDM di Indonesia meliputi pengembangan kecerdasan akal (IQ), kecerdasan sosial (EQ) dan kecerdasan spiritual (SQ).4[4] Dalam rangka pengembangan SDM di indonesia, banyak tantangan yang harus dihadapi. Tantangan pertama adalah jumlah penduduk yang besar, yaitu sekitar 216 juta jiwa. Tantangan kedua adalah luasnya wilayah indonesia yang terdiri dari 17.000 pulau dengan penyebaran penduduk yang tidak merata. Tantangan ketiga adalah mobilitas penduduk yang arus besarnya justru lebih banyak ke pulau Jawa dan ke kota-kota besar.5[5] Berbagai tantangan seperti itu, memerlukan konsep, strategi dan kebijakan yang tepat agar pengembangan SDM di Indonesia dapat mencapai sasaran yang tepat secara efektif dan 2
3
4
5
efisien. Hal ini penting dilakukan karena peningkatan kualitas SDM Indonesia tidak hanya untuk meningkatkan produktivitas dan daya saing di dalam maupun diluar negeri, tetapi juga untuk meningkatkan kesejahteraan dan pemerataan penghasilan bagi masyarakat. 2.5
Peranan Pendidikan Dalam Mewujudkan Mobilitas Sosial Pendidikan dalam kaitannya dengan mobilitas sosial harus mampu untuk mengubah mainstrem pesrta didik akan realitas sosialnya. Pendidikan yang tepat untuk mengubah paradigma ini adalah pendidikan kritis yang pernah digulirkan oleh Paulo Freire. Sebab, pendidikan kritis mengajarkan kita selalu memperhatikan kepada kelas-kelas yang terdapat di dalam masyakarakat dan berupaya memberi kesempatan yang sama bagi kelas-kelas sosial tersebut untuk memperoleh pendidikan. Disini fungsi pendidikan bukan lagi hanya sekedar usaha sadar yang berkelanjutan. Akan tetapi sudah merupakan sebuah alat untuk melakukan peruabahan dalam masyarakat. Pendidikan harus bisa memberikan pemahaman kepada peserta didik tentang realitas sosial, analisa sosial dan cara melakukan mobilitas sosial. Orang bisa mendebat balik, dengan pendidikan seseorang bisa mengalami mobilitas sosial. Mereka tak harus terus menjadi petani dan orang miskin jika bisa mengenyam pendidikan. Itulah masalahnya. Di banyak negara berkembang lain mobilitas sosial tidak selalu dimungkinkan. Di India kasta adalah salah satu hambatan mobilitas sosial, selain banyak hambatan lain. Di negara seperti Indonesia, korupsi yang sudah mengakar hingga ke tingkat penerimaan pegawai bisa jadi alasan lain mengapa mobilitas sosial relatif sulit terjadi. Cengkeraman kapitalisme nampaknya begitu kental dalam dunia pendidikan di Indonesia. Didorong oleh misi untuk meningkatkan akumulasi kapital sebesar-besarnya, lembaga pendidikan akan lebih banyak menerima pelajar-pelajar gedongan meski memiliki IQ pas-pasan. Pelajar yang berprestasi tetapi miskin, tidak dapat sekolah atau melanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi. Mobilitas sosial vertikal hanya akan menjadi milik orang kaya yang mampu sekolah tinggi, meskipun secara intelektual diragukan. Berbarengan dengan meningkatnya gejala privatisasi pendidikan dan aspirasi atas pendidikan yang berkualitas memang juga terjadi peningkatan kecenderungan dalam masyarakat untuk mendirikan pendidikan yang mahal tetapi menjanjikan mutu: Buktinya sekolah / madrasah baik swasta maupun negeri semakin meningkat jumlahnya dalam kurun hampir dua dasawarsa terakhir. Jelas, hanya terdapat segelintir kalangan masyarakat biasa disebut sebagai “kelas menengah” – yang mampu membeli pendidikan yang mahal tersebut. Tetapi lembaga lembaga pendidikan yang mahal itu sudah telanjur eksis di mana-mana. dan tersebar dimana-mana dan kalangan publik yang inisk. sekalipun beranak anak mereka ke sana. Dan ini jelas dan perlu dihargai dan didukung.
Please download full document at www.DOCFOC.com Thanks