BAB II MILTIKULTURALISME DAN NILAI-NILAI BUDAYA AMERIKA DALAM PROSES PEMILIHAN UMUM Budaya politik yang terdapat di sebuah negara tentunya dibentuk oleh budaya yang ada dalam masyarakat di negara tersebut. Dalam negara multikultur seperti Amerika, pergulatan berbagai macam budaya dari tiap bangsa yang ada di sana tentunya - mau atau tidak mau - akan mengalami sebuah proses asimilasi yang kemudian akan melahirkan sebuah budaya baru yang akan disebut sebagai budaya Amerika. Olson dan Degler (dalam Suparlan, 1991:6) mengatakan bahwa kebudayaan Amerika itu bercorak heterogen dan majemuk. Dalam pengertian tersebut, kebudayaan Amerika dilihat sebagai sebuah kebudayaan yang muncul akibat pecampuradukan dari keanekaragaman kebudayaan asal etnik yang beradaptasi dengan lingkungan Amerika. Degler (dalam Suparlan, 1991:6) menganalogikan corak kebudayaan Amerika sebagai salad bowl atau sepiring asinan, seperti kutipan berikut: “....some habits of all country were not discarded;. .. .the children of immigrants even into the third and fourth generations restrained their differences. In view of such failure to melt and to fuse, the metaphor of melting pot is unfortunate and misleading. A more accurate analogy would be salad bowl. Though salad is entity, the lecture can still be distinguished from chichory, the tomato from cabbage. “ (Beberapa kebiasaan dari semua negara tidak dilewatkan begitu saja; ... anakanak imigran sampai pada generasi ketiga atau keempat terus bertahan dengan perbedaan-perbedaan yang melekat di diri mereka. Berangkat dari kegagalan untuk larut dan melebur, akan berupa sepiring asinan melting pot tidak lagi menguntungkan dan tidak lagi tepat digunakan. Asinan adalan entitas, penasihat dapat tetap membedakan dari chichory, tomat dan kubis.) Dari kutipan tersebut, dilihat bahwa pecampuradukan budaya mutlak terjadi. Namun demikian, pecampuradukan tersebut seharusnya tidak semata-mata membuat sebuah nilai-nilai budaya dari kelompok minoritas menghilang dan melebur jadi satu dengan
Universitas Sumatera Utara
nilai-nilai budaya dari kelompok mayoritas, melainkan harus menjadi sebuah pergulatan nilai dari budaya-budaya yang ada dalam masyarakat. Dengan demikian, pergulatan nilai dari budaya-budaya yang terlihat sebagai sebuah salad bowl (sepiring asinan) dan mencerminkan sifat paradoks akan menghidupkan kebersamaan sekaligus keberagaman dalam kesetaraan. Sifat paradoks tersebut tentunya akan dijalani oleh tiga buah unsur yang ada di Amerika, yaitu individu, masyarakat dan negara. Ketiga hal tersebut hidup dalam kaitan dan dukungan budaya-budaya yang sakral. Meskipun masing-masing berdiri sendiri, namun unsur individu, mayarakat dan negara selalu berkaitan dan saling mempengaruhi. Suparlan (1991:8) mengatakan bahwa individu, masyarakat dan negara berada dalam susunan hirarki sesuai dengan konteks permasalahan dan tujuan yang ingin dicapai serta kepentingannya. Dalam susunan hirarkis tersebut, individu berada dalam satuan terkecil dalam susunan hiirarkis; sementara masyarakat mewakili keberagaman masyarakat Amerika dalam kerangka multikulturalisme; sedangkan negara berada dalam satuan yang lebih luas yang di dalamnya termasuk individu dan masyarakat. Nilai-nilai budaya Amerika, pada realitasnya melebur dalam tiap aspek kehidupan masyarakat Amerika, baik kehidupan sosial, ekonomi maupun politik. Dalam kehidupan politik, nilai-nilai budaya Amerika begitu sangat terlihat, misalnya nilai two fold judgement (penilaian dua sisi). Two fold judgement adalah nilai yang berasal dari pandangan masyarakat Amerika dalam tataran yang normatif, yaitu berbicara tentang benar-salah, bermoral-tidak bermoral, religius-sekuler ataupun legal-ilegal (Spradley, James dan Rynkiewich, 1975:367). Dengan demikian, twofold judgement tidak lepas dari konsepbifor mity (dua bentukan). Kammen (dalam Ahdiati, 2007:74) mengatakan bahwabifor mity adalah “the conjuction of two organism
Universitas Sumatera Utara
without loss of identity, a pair of correlative things, a paradoxical coupling of opposites.” (penghubung dari dua organisme tanpa kehilangan identitas, pasangan dari dua hal yang berkorelasi, pasangan yang masing-masing bertolak belakang secara paradoks.) Selanjutnya Triana Ahdiati (2007) menjelaskan bahwa bi for mity digunakan sebagai titik ekuilibrium dari berbagai perspektif yang pantas bagi peradaban bangsa Amerika. Artinya, bi for mity merupakan penyeimbang dari pertentangan pandangan masyarakat Amerika terhadap suatu hal. Pertentangan pandangan ini tidak lepas dari semangat yang dimiliki oleh masyarakat Amerika dalam menghargai kebebasan tiap-tiap individu ataupun kelompok. Namun kebebasan tersebut tidak lepas dari nilai-nilai budaya ataupun norma yang berlaku dalam masyarakat Amerika, yang diyakini sebagai the way of life dalam kehidupan masyarakat Amerika. Di sinilah letak dari pantas atau tidaknya pandangan yang muncul dalam peradaban bangsa Amerika. Twofold judgement, misalnya, terlihat dalam sebuah proses politik di mana kaum perempuan dan kaum Amerika-Afrika muncul dalam sebuah pemilihan umum. Kemunculan dua kelompok minoritas dengan sejarah diskriminasi yang hampir sama tersebut tentunya mengundang dua pandangan yang berbeda dari masyarakat Amerika. Namun, demikian, perbedaan pandangan yang terjadi dalam konteks tersebut, pada dasarnya tidak bisa bertentangan dengan nilai-nilai equality (kesetaraan) yang menjadi landasan utama berdirinya Amerika. Nilai equality bisa jadi merupakan sebuah jalan tengah untuk menengahi keberagaman yang ada dalam masyarakat Amerika, sebab dalam pengertian multikulturalisme pun terhadap prinsipprinsip mengenai kesetaraan dalam perbedaan. Untuk itulah, nilai-nilai equality
Universitas Sumatera Utara
melebur ke dalam motto dalam tujuan seluruh rakyat Amerika yang melekat pada Konstitusi Amerika, yaitu life, liberty, and the pursuit of happiness. Untuk mewujudkan life, liberty and the pursuit of happiness, masyarakat Amerika dituntut untuk bekerja keras secara mandiri sesuai dengan segala kemampuan yang dimilikinya. Semangat kemandirian ini merupakan esensi dari kebebasan individu yang dimiliki oleh tiap warga negara di Amerika. Spradley dan Rynkiewich (1975:384-385) menjelaskan : “Self-reliance is, as it has always been, the key of individual freedom, and the only real security comes from the ability and the determination to work hard, to plan and to save the present and the future.” (Kemandirian, seperti yang sudah selalu demikian adanya, adalah kunci dari kebebasan individu, dan satu-satunya keamanan yang sesungguhnya adalah berasal dari kemampuan dan determinasi untuk bekerja keras, untuk merencanakan dan menyelamatkan masa kini dan masa depan.) Nilai-nilai kemandirian ini pun terlihat dari mekanisme pemilihan umum, misalnya dalam Primary Election. Dalam Primary Election, tiap calon kandidat yang ingin mengajukan diri sebagai kandidat calon presiden diharuskan membuat tim kampanyenya sendiri, membuat perencanaan serta pencarian dana kampanye secara mandiri tanpa ada intervensi dari partai politik yang bersangkutan. Proses ini menunjukan
kemandirian
dalam
masyarakat
Amerika.
Kemandirian
inipun
memunculkan sebuah semangat berusaha dan jiwa yang optimistik. Tanpa semangat untuk berusaha dan berjiwa optimistik, maka kemandirianpun tidak akan terwujud. Spradley dan Rynkiewich (1975:373) menunjukkan bahwa kepercayaan terhadap kemajuan dan sebuah pandangan konstan terhadap masa depan merupakan asumsiasumsi dasar munculnya semangat berusaha dan jiwa yang optimistik. Dengan demikian, semangat berusaha dan rasa jiwa yang optimitik ini sangat kental dan menjadi ciri utama dari generasi muda Amerika, terutama usia 17 sampai 40 tahun.
Universitas Sumatera Utara
Dalam kelompok usia produktif ini, generasi muda selalu berpikiran mengenai masa depan yang lebih baik dan upaya untuk mewujudkannya, termasuk dalam konteks politik, demikian juga generasi muda Amerika. Oleh karena itu, peran generasi muda untuk melakukan sebuah perubahan dari kondisi buruk ke kondisi yang lebih baik menjadi sangat sentral, terutama dalam sebuah proses politik seperti pemilihan umum. Dengan orientasi masa depan yang lebih baik, generasi muda Amerika atau
yang
sekarang
disebut
dengan
millenium generation turut
mempengaruhi proses pemilihan umum, lewat hak pilihnya ataupun keterlibatannya dalam berbagai aktivitas politik seperti kampanye. 2.1. Multikulturalisme Secara etimologis multikulturalisme terdiri dari kata multi yang berarti plural, kulturalyang berati kebudayaan dan isme yang berarti aliran atau kepercayaan. Jadi multikulturalismesecara sederhana adalah paham atau aliran tentang budaya yang plural. Dalam pengertian yang lebih mendalam istilah multikulturalisme bukan hanya sekedar pengakuan terhadap budaya (kultur) yang beragam melainkan pengakuan yang memiliki implikasi-implikasi politis, sosial,ekonomi dan lainnya. Sedangkan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia Multikulturalisme adalah
gejala
pada
seseorang atau suatu masyarakat yang ditandai oleh kebiasaan menggunakan lebih dari satu kebudayaan. Suparlan (2004:117) mengatakan bahwa multikulturalisme adalah sebuah ideologi tentang perbedaan dalam kesederajatan. Multikulturalisme mempunyai fondasi kebudayaan dalam masyarakat yang bersangkutan, yang terwujud sebagai sebuah mozaik dari kebudayaan-kebudayaan yang dipunyai oleh masyarakat multikultural. Sebagai sebuah ideologi yang menekankan perbedaan dalam
Universitas Sumatera Utara
kesederajatan, multikulturalisme didukung oleh ideologi demokrasi yang di dalamnya menganut prinsip persamaan dan kebebasan. Multikulturalisme dikembangkan dari konsep pluralisme budaya (cultural pluralism) dengan menekankan kesederajatan-kebudayaan yang ada pada sebuah masyarakat. Untuk itulah, ulasan mengenai multikulturalisme mau tidak mau akan mengulas berbagai permasalahan yang mendukung ideologi ini, yaitu politik dan demokrasi, keadilan dan penegakan hukum, kesempatan kerja dan berusaha, HAM, hak budaya komunitas dan golongan minoritas, prinsip-prinsip etika dan moral, dan tingkat serta mutu produktivitas. Dalam konteks sebuah masyarakat permasalahan tersebut tentunya tidak akan lepas dari sebuah perbedaan. Iris Marion Young (1993:296) mengatakan bahwa: “We seek a society in which differences of race, sex, religion, and ethnicity no longer make difference to people’s rights and opportunities. (Kita memerlukan suatu masyarakat, dimana perbedaan ras, jenis kelamin, dan etnis tidak lagi membuat pembedaan terhadap hak dan kesempatan tiap orang.) Dari kutipan tersebut, jelas terlihat bahwa multikulturalisme berkaitan erat dengan keberadaan kelompok minoritas, perbedaan ras, agama, etnis dan jenis kelamin, serta hak
dan
kesempatan
individu-individu
ataupun
kelompok-kelompok
dalam
masyarakat. Sampai dengan Perang Dunia ke-2, masyarakat Amerika hanya mengenal adanya satu kebudayaan, yaitu kebudayaan Kulit Putih yang Kristen (Suparlan, 2002). Hal ini terjadi karena kentalnya keberadaan kelompok WASP di Amerika sehingga menempatkan masyarakat dengan latar belakang White Anglo-Saxon Protestan menjadi masyarakat nomor satu. Golongan-golongan lainnya yang ada dalam
Universitas Sumatera Utara
masyarakat Amerika digolongkan sebagai kelompok minoritas dengan segala hak-hak mereka yang dibatasi. Di Amerika berbagai gejolak untuk persamaan hak bagi golongan minoritas dan kulit hitam serta kulit berwarna mulai muncul di akhir tahun 1950an. Puncaknya adalah pada tahun 1960an, dengan dilarangnya perlakuan diskriminasi oleh orang kulit putih terhadap orang kulit hitam dan berwarna di tempat-tempat umum. Perjuangan hak-hak sipil ini dilanjutkan secara lebih efektif dengan cara memanfaatkan kegiatan affirmative action22 yang diadakan oleh pemerintah untuk membantu kelompok minoritas agar dapat mengejar ketinggalan mereka dari golongan kulit putih yang dominan di berbagai posisi dan jabatan dalam berbagai bidang pekerjaan dan usaha. Selain ras, permasalahan yang sempat menjadi kontroversi di Amerika adalah permasalahan tentang keberadaan perempuan. Dalam sejarah Amerika perempuan selalu ditempatkan di ranah domestik, misalnya dalam pembuatan Mayflower Compact. Dari 41 orang yang bersepakat, kesemuanya adalah laki-laki. Padahal orang-orang yang terdapat dalam kapal Mayflower pada saat itu tidak hanya laki-laki tetapi juga perempuan. Contoh lain adalah digunakannya kata “men” dalam Declaration of Independence. Digunakannya kata “men” menjadi sebuah kontroversi karena keberadaan dan peran perempuan sangat dipertanyakan. “..... Male identification is the act whereby women place men above women, including themselves, in credibility, status, and importance in most situation, regardless of the comparative quality the women may bring to the situation ..... Interaction with women is seen as a lesser form of relating on every level.”
22
Affirmative action pertama kali diperkenalkan oleh Presiden John F. Kennedy. Affirmative action adalah follow up dari Pemerintah Amerika terhadap Civil Right Act 1964 berupa penyediaan kerja, pendidikan, dan kegiatan lainnya bagi kelompok minoritas dan kaum perempuan Amerika agar tidak ketinggalan dengan masyarakat kulit putih terutama yang laki-laki. Dikutip dari www.infoplease.com
Universitas Sumatera Utara
(Abelove, Barale, & Halperin, 1993:237; lihat juga Hollinger & Capper, 1993:352-356) (…..Identifikasi laki-laki adalah tindakan dimana kaum perempuan menempatkan kaum laki-laki diatas kaum perempuan, termasuk diri mereka sendiri, dalam bentuk kredibilitas, status, dan peran penting mereka dalam setiap kebanyakan situasi tanpa melihat kualitas perbandingan yang dibawa kaum perempuan dalam situasi tersebut. ..…Interaksi dengan kaum perempuan dilihat sebagai satu bentuk yang kurang kuat dalam hubungannya dengan setiap tingkatan.) Dalam hal ini, permasalahan ketidakadilan atas peran perempuan ini sangat terasa di bidang ekonomi dan politik, khususnya politik. Hal ini terjadi karena memang dua bidang inilah yang sangat penting dalam kehidupan masyarakat dalam suatu negara. Permasalahan ras dan jenis kelamin ini, jika dikerucutkan, akan mengacu pada permasalahan eksistensi dari suatu kelompok dalam masyarakat. Dalam konsep multikulturalisme, eksistensi berarti ditujukan untuk mencapai suatu kesederajatan. Eksistensi ini tidak semata-mata akan datang dengan sendirinya, namun harus diusahakan. Salah satu usaha untuk menunjukkan eksistensi ini salah satunya dapat dilakukan melalui proses politik, yaitu, dengan cara menempatkan wakil yang bisa merepresentasikan kepentingan kelompoknya dalam lembaga pemerintahan ( group representation). Seperti yang dikatakan oleh Iris Marion Young (dalam Green, 1993:310): “A democratic public should provide mechanisms for the effective recognition and representation of the distinct voices and perspectives of those of its constituent groups that are oppressed or disadvantaged.” (Suatu masyarakat yang demokratis hendaknya menyediakan mekanisme bagi pengakuan dan representasi dari suara-suara dan perspektif-perspektif yang berbeda dari kelompok-kelompok konstituen yang tertindas dan tidak diuntungkan.) Wakil yang ditempatkan di lembaga pemerintahan diharapkan dapat mempengaruhi pembuatan undang-undang yang sesuai dengan aspirasi kelompok yang diwakilinya. Hal ini terkait dengan sistem pelaksanaan demokrasi di Amerika
Universitas Sumatera Utara
yang berbentuk perwakilan, dimana Amerika menempatkan wakilnya pemerintahan melalui proses pemilihan umum. Mengacu pada pendapat seperti yang dikatakan oleh Alexis de Tocqueville (dalam Green, 1993:42) mengenai demokrasi di Amerika: “..... Society governs itself for itself. ..... The nation participates in the making of its laws by the choice of its legislators, and in the execution of them by the choice of the agents of the executive government; it may almost be said to govern itself, so feeble and so restricted is the share left to the administration, so little do the authorities forget their popular origin and the power from which they emanate. The people reign in the American political world as the Deity does in the universe. They are the cause and the aim of all things; everything comes from them, and everything is absorbed in them.” (….. Masyarakat memerintah sendiri untuk dirinya sendiri. ….. Negara berpartisipasi dalam pembuatan hukum dengan pilihan agen-agen pemerintahan eksekutif, dan dalam pelaksanaannya dengan pilihan dari para agen dari pemerintah eksekutif tersebut; hampir dapat dikatakan bahwa untuk memerintah sendiri, yang sangat lemah dan sangat terbatas adalah dalam pembagian administrasinya, namun sangat kecil kemungkinannya bagi para penguasa untuk melupakan daerah asalnya yang merakyat dan kekuatan dari mana mereka berasal. Rakyat menguasai dunia politik Amerika seperti dewa menguasai alam semesta. Rakyat menjadi sebab dan tujuan dari semua hal; segala sesuatu berasal dari mereka, dan kembali pada mereka.) Untuk itulah, keterwakilan suatu kelompok dalam suatu negara yang multikultur sangat penting. Jika sebuah kelompok tidak menempatkan wakilnya pada posisi strategis di pemerintahan, maka kepentingannya akan terlindas oleh kepentingan kelompok lain yang memiliki wakil di pemerintahan.
Seperti yang
dikatakan oleh Young (1993, 197), bahwa: “A politic difference argues…..that equality as the participation and inclusion of all groups sometimes requires different treatment for oppressed or disadvantaged groups……social policy should sometimes accord special treatment to groups.” (Sebuah perbedaan politik menengarai ….. bahwa kesetaraan sebagai partisipasi dan inklusi dari semua kelompok terkadang mensyaratkan perlakuan yang berbeda bagi kelompok yang tertindas dan tidak diuntungkan ..... kebijakan sosial terkadang harus menyesuaikan perlakuan khusus dengan masing-masing kelompok.)
Universitas Sumatera Utara
Keterwakilan sebuah kelompok dalam suatu pemerintahan tidak serta merta dapat berhasil mewujudkan keinginan kelompok tersebut, melainkan harus melalui proses tarik menarik nilai dengan kelompok yang lain. Usaha dengan merepresentasikan wakil dari sebuah kelompok di lembaga pemerintahan hanyalah untuk menunjukkan eksistensi kelompok tersebut. 2.2. Kebudayaan dan Masyarakat Amerika Mengacu pada karya-karya Malinowski (dalam Suparlan, 2004:4) mengenai kebutuhan-kebutuhan manusia dan pemenuhannya melalui fungsi dan pola-pola kebudayaan, dan mengacu pada karya Kluckhohn (dalam Suparlan, 2004:4) yang melihat kebudayaan sebagai blueprint, bagi kehidupan manusia, serta Geerts (dalam Suparlan, 2004:4) yang melihat kebudayaan sebagai sistem-sistem makna, maka kebudayaan merupakan pedoman bagi kehidupan masyarakat yang secara bersama dimiliki oleh raga sebuah masyarakat. Dengan kata lain, kebudayaan adalah sebuah pedoman menyeluruh bagi sebuah masyarakat dan warganya. Sedangkan masyarakat adalah sekelompok individu yang secara langsung maupun tidak langsung saling berhubungan sehingga merupakan sebuah satuan kehidupan yang mempunyai kebudayaan sendiri yang berbeda dengan kebudayaan yang dimiliki oleh masyarakat lain. (Suparlan, 2004:4) Ada beberapa pendekatan dalam memahami sebuah kebudayaan. Salah satunya adalah pendekatan struktural-fungsional. Melalui pendekatan strukturalfungsional, Parsudi Suparlan (1991:4) melihat kebudayaan sebagai sebuah sistem yang terdiri atas unsur-unsur, dimana unsur-unsur tersebut saling berkaitan dan menghidupi satu sama lainnya secara keseluruhan. Dengan memusatkan perhatian pada sebuah nilai budaya mendasar yang ada dalam sebuah kebudayaan, yaitu yang
Universitas Sumatera Utara
sakral, maka keseluruhan kaitan hubungan dalam saling menghidupi nilai-nilai budaya yang ada dalam kebudayaan tersebut akan terungkap dan corak kebudayaan tersebut akan dipahami. 2.2.1. Nilai-Nilai Budaya Amerika Amerika Serikat merupakan bangsa besar yang terdiri dari, bukan lagi beragam suku bangsa, akan tetapi beragam bangsa-bangsa. Keragaman bangsa yang ada dalam masyarakat Amerika tidak terlepas dari sejarah terbentuknya bangsa Amerika. Sejarah kedatangan bangsa-bangsa di Amerika bermula dari migrasi bangsa Asia melalui selat Bering yang membeku pada 28000 SM menuju Amerika Utara. Kemudian dilanjutkan dengan kedatangan bangsa-bangsa Eropa, seperti mendaratnya kapal Spanyol yang dipimpin Crhistopher Colombus pada tahun 1492, atau kedatangan bangsa lain seperti Perancis, Portugal, Inggris, Irlandia, dan Jerman. Kedatangan bangsa-bangsa tersebut di Amerika tentunya membawa berbagai macam nilai budaya dari kebudayaan daerah asalnya. Berbagai macam nilai-nilai tersebut kemudian berakulturasi dan membentuk suatu nilai budaya baru. Di antara nilai-nilai budaya yang ada di Amerika, ada satu nilai yang sangat berpengaruh terhadap terbentuknya nilai budaya Amerika. Nilai tersebut berasal dari ajaran yang dibawa oleh kaum migran dari Inggris, yaitu puritanisme. Nilai-nilai dari ajaran puritan tersebut adalah: 1) percaya bahwa manusia pasti berbuat dosa. Untuk itulah, penganut puritanisme senantiasa beribadah untuk menghapus dosa mereka; 2) percaya bahwa Tuhan telah menentukan takdir dari seluruh laki-laki dan perempuan. Kepercayaan inilah yang membuat penganut puritanisme yakin dan percaya diri bahwa mereka bisa membuat keadaan mereka menjadi lebih baik; 3) percaya bahwa setiap orang bertanggung jawab atas kehidupan moral mereka. Untuk itulah, penganut
Universitas Sumatera Utara
puritanisme yakin akan adanya kemurahan Tuhan dan Tuhan memanggil mereka untuk senantiasa bekerja keras serta memasang mata dengan tajam atas segala bentuk dosa; dan (4) percaya pada Bible yang merujuk kepada perkataan Tuhan. Untuk mengerti Bible, penganut puritanisme mengharuskan diri mereka untuk belajar membaca sehingga menurut mereka pendidikan itu sangat penting. Ajaran puritan tersebut kemudian tercermin dalam kehidupan bangsa Amerika dan melahirkan nilai-nilai dasar budaya Amerika. Nilai-nilai dasar tersebut adalah: 1) kebebasan individu dan kemandirian. Artinya, masyarakat Amerika mengakui adanya kebebasan individu untuk melakukan sesuatu hal yang tidak bertentangan dengan hukum yang telah disepakati bersama. Berawal dari kebebasan inidividu kemudian memunculkan suatu kemandirian dari individu-individu masyarakat Amerika. Kemandirian itu tidak hanya berada individu, tetapi juga menjadikan Amerika sebagai negara yang mandiri; 2) persamaan untuk memperoleh kesempatan dan kompetisi. Nilai ini berkaitan dengan kebebasan individu, setiap inidividu dalam masyarakat Amerika mempunyai jaminan atas kesempatan yang sama dalam berbagai bidang kehidupan, misalnya ekonomi, keamanan, dan politik. Adanya jaminan atas kesetaraan dalam memperoleh kesempatan itulah kemudian muncul kompetisi. Tuntutan untuk memenuhi kebutuhan dari setiap individu Amerika menuntut mereka untuk berkompetisi agar kebutuhannya tercapai; dan 3) kemakmuran dan kerja keras. Tuntutan akan kemakmuran bagi masyarakat Amerika juga mendasari adanya semangat kerja keras bagi masyarakat Amerika, karena percuma saja mereka mendapat kesempatan akan tetapi tidak mempergunakannya dengan maksimal. Prinsip ini juga yang mendasari pemikiran ‘time is money’. Masyarakat Amerika beranggapan bahwa waktu harus secara maksimal untuk mendapatkan hasil yang
Universitas Sumatera Utara
maksimal pula. Untuk itulah, diperlukan usaha yang keras. Selain itu, kerja keras dan penghargaan terhadap waktu juga melahirkan prinsip lain, yaitu ‘learning by doing’s. Artinya, bangsa Amerika tidak ingin membuang waktu terlalu banyak untuk mempelajari sesuatu dalam kehidupannya. Nilai ini turut dipengaruhi oleh pragmatisme. Hollinger dan Capper (1993) mengatakan: “It is clear that pragmatism in this sense of trial becomes the idea of having efforts to seek for the meaning of something; something crucial that can influence the life of individuals as human beings. One of the crucial things is truth in which it defines many aspects of human lives.“ (Sudah jelas bahwa pragamtisme dalam arti coba-coba menjadi pemikiran untuk memiliki usaha dalam rangka pencarian terhadap makna suatu hal; sesuatu yang krusial yang dapat mempengaruhi kehidupan para individu sebagai manusia. Salah satu yang menjadi hal krusial adalah kebenaran yang menentukan banyak dari aspek kehidupan manusia.) Dalam menghadapi permasalahan di kehidupannya, bangsa Amerika juga dipengaruhi oleh konsep biformity (dua bentukan). Konsep biformity dalam istilah lain disebut dengan paradoks. Kammen (dalam Suparlan, 1991:6) memperlihatkan bahwa kebudayaan Amerika itu penuh paradoks. Terjadi pertentangan antara satu unsur nilai budaya dengan unsur atau nilai budaya lainnya terhadap suatu permasalahan yang sama Paradoks bangsa Amerika sangat terlihat dalam pengambilan sebuah keputusan ( two fold judgement ). Contohnya dalam kasus invansi Irak yang merupakan kebijakan Presiden George W. Bush, di satu sisi mayoritas masyarakat Amerika menentang invasi tersebut karena bertentangan dengan demokrasi, tetapi di sisi lain mereka ingin membuktikan apakah dugaan terhadap kepemilikian Irak atas senjata biologi yang ditakutkan oleh pemerintah Amerika benar adanya. Inilah salah satu contoh dari paradoks Amerika. Di satu sisi, Pemerintah Amerika harus membuktikan kebenaran akan adanya senjata biologi milik Irak. Sementara di sisi lain, Pemerintah Amerika harus menghadapi konflik dalam negeri sendiri. Dalam konteks
Universitas Sumatera Utara
membuktikan kebenaran itu, terdapat prinsip ‘seeing is believing’. Artinya, untuk mempercayai suatu kebenaran mereka harus melihat sendiri kebenaran tersebut, atau dengan kata lain bangsa Amerika berpegang pada prinsip rasionalitas. Nilai-nilai yang menjadi dasar kehidupan bangsa Amerika tersebut secara turun-temurun tertanam dengan baik oleh setiap individu dalam masyarakat Amerika. Sampai sekarang pun, nilai-nilai tersebut masih menjadi inspirasi bagi Amerika untuk menjadi bangsa yang besar. 2.2.2. Pluralisme Bangsa Amerika Luedtke (dalam Suparlan, 1991:5) memperlihatkan bahwa keanekaragaman masyarakat dan kebudayaan Amerika terwujud karena adanya tiga faktor, yaitu: 1) berkumpulnya secara terus-menerus dan tetap berbagai macam ras dan bangsa yang saling berbeda satu sama lainnya, yang datang dari berbagai penjuru dunia dan menetap di Amerika karena alasan-alasan kepentingan ekonomi, politik, dan agama. Oleh karena itu, selalu ada unsur-unsur segar yang mendorong lestarinya keanekaragaman tersebut; 2) kewarganegaraan Amerika tidak ditentukan oleh faktor keturunan, hubungan darah, ataupun kebudayaan yang dipunyai oleh seseorang, tetapi oleh pilihan bebas yang dilakukan seseorang untuk menjadi warganegara Amerika atau bukan warga negara Amerika; 3) komitmen secara politik dan ideologi yang harus dipunyai oleh seorang warga negara terhadap Amerika, yaitu mendukung kesatuan nasional yang didasari oleh nilai-nilai yang mendasar, yaitu justice, equality, the inalieneble rights of the individual, dan government by and for the people. Apa yang diungkapkan oleh Luedke sebenarnya menunjukkan bahwa dalam masyarakat Amerika terdapat suatu keseragaman komitmen secara politik dan ideologi. Namun dalam keseragaman tersebut, terdapat kebebasan-kebebasan secara
Universitas Sumatera Utara
individual berkenaan dengan cara-cara hidup dan kebiasaan sehari-hari yang dijalani dengan kebudayaan yang dijadikan pedoman hidup warga Amerika. Dari situ, kita dapat melihat bahwa ada tiga hal yang perlu diperhatikan dalam melihat pluralisme Amerika. Tiga hal tersebut adalah: individu, masyarakat dan negara. Suparlan (2004:10) mengatakan bahwa tiga hal tersebut merupakan simbol-simbol yang sakral dalam kebudayaan Amerika.
Bahkan ketiga simbol sakral tersebut merupakan
simbol-simbol yang terakhir dan mutlak. Simbol-simbol tersebut akan berkaitan dengan nilai-nilai sakral yang ada di Amerika, seperti persamaan hak, kebebasan, dan kompetisi. Selain itu, terdapat juga konformiti atau penyesuaian diri secara lahiriah untuk kesamaan kedudukan, gerak, dan pertentangan, keteraturan, dan ketertiban, serta hirarki sebagai lawan dari keadaan setaraf. 2.3. Demokrasi di Amerika Demokrasi berasal dari bahasa Yunani ‘demokratia’, yaitu ‘demos’ yang berarti rakyat (people) dan ‘kratos’ yang berarti aturan (rule). (Williams, 1993:19) Demokrasi Amerika adalah demokrasi pertama dalam pengertian kontemporer, yaitu suatu pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat. Di zaman Yunani memang sudah ada demokrasi, namun itu adalah demokrasi kaum elite kekuasaan hanya dipegang oleh raja dan bangsawan. Plato sangat membenci demokrasi pada saat itu karena sifatnya yang anarkis atau bersifat medioker (Mallarangeng, 2006). Dalam sejarah Amerika Serikat, tidak ada dokumen resmi yang menyatakan atau menandai lahirnya demokrasi, yang ada hanya dokumen mengenai bentuk Republik sebagai lawan dari Monarki. ( handout mata kuliah Politik dan Pemerintahan Amerika, 2007). Lahirnya demokrasi di Amerika dipengaruhi oleh pemikiran kaum puritan yang hijrah dari Inggris pada tahun 15 November 1620, serta kaum pilgrims pada
Universitas Sumatera Utara
akhir 1620.
Semangat puritanisme yang dibawa oleh kedua kelompok ini dapat
dikatakan sebagai cikal bakal lahirnya demokrasi Amerika.
Cikal bakal lahirnya
demokrasi Amerika ini lebih tepatnya terdapat dalam Mayflower Compact yang dibuat oleh kaum pilgrims pada saat mereka berada dalam perjalanan menuju Amerika. Isi dari Mayflower Compact itu adalah syarat-syarat tentang harus adanya keadilan, persamaan hukum dan kekuasaan politik atas kehendak bersama. Pemikiran kaum pilgrims yang hijrah dari Inggris ke Amerika dipengaruhi oleh beberapa hal. Salah satu hal yang mempengaruhi adalah rasa kecewa dan ketidakpuasaan atas bentuk pemerintahan Inggris, yaitu monarki, kekuasaan raja begitu dominan.
Selain itu, pemikiran politik dari John Locke tentang social
contract 23 juga memberi pengaruh bagi terbentuknya demokrasi liberal di Amerika. Itulah sebabnya mengapa bersatunya 50 negara bagian di Amerika terjadi melalui proses konsensus. Kata ‘liberal’ dalam frasa demokrasi liberal tidak mengacu pada siapa yang berkuasa, namun lebih kepada bagaimana kekuasaan dijalankan. Dalam hal ini, kekuasaan pemerintah dibatasi oleh aturah hukum, khususnya hukum dasar atau konstitusi. Marc F. Plattner (2008:195) mengatakan bahwa kekuasaan pemerintah, terutama dibatasi oleh hak-hak setiap individu. Konsep hak alamiah atau hak yang tidak dapat dicabut, yang sekarang lebih umum disebut sebagai “hak azasi manusia”, berasal dari liberalisme.
23
Kontrak sosial versi Locke lahir karena adanya kebutuhan akan perlindungan hukum. Dengan adanya kontrak sosial ini, maka setiap individu harus tunduk dan patuh pada kehendak mayoritas yang dimanifestasikan melalui lembaga. Prinsip dari kontrak sosial adalah bahwa yang menggerakkan terjadinya kontrak sosial bukan rasa takut akan kehancuran, melainkan hak-hak individual. Individu tidak menyerahkan hak-hak dasarnya pada lembaga politik. Hak-hak yang diserahkan individu dalam kontrak sosial diberikan pada segelintir masyarakat yang merupakan pewaris sekaligus pembuat hukum dan batas-batas kekuasaan. Sumber Suhelmi, Ahmad. 2005, Pemikiran Politik Barat. PT Gramedia, Jakarta.
Universitas Sumatera Utara
Demokrasi Amerika juga dipengaruhi oleh banyak budaya yang dibawa oleh pendatang dari berbagai negara seperti Perancis, Irlandia, dan Jerman. Dari sekian banyak nilai budaya yang mempengaruhi lahirnya demokrasi Amerika, terdapat dua nilai yang secara signifikan mempengaruhi demokrasi di Amerika. Pertama adalah kesetaraan 24(equality). Kesetaraan menjadi salah satu hal yang utama dalam pembentukan demokrasi di Amerika. Hal ini terjadi karena Amerika bukan lagi terdiri dari suku bangsa yang plural, melainkan terdiri dari bangsa-bangsa yang datang dari beberapa negara Eropa, Asia, maupun Afrika. Pluralitas ini kemudian menuntut sebuah kesetaraan yang dapat menjamin kehidupan seluruh rakyat Amerika. Alexis de Tocqueville (dalam Green, 1993:39) dalam Democracy in America mengatakan: America, then, exhibits in her social state an extraordinary phenomenon. Men are there seen on a greater equality in point of fortune and intellect, or, in other words, more equal in their strength, than in any country of the world, or in any age which history has preserved the remembrance “. (Amerika, kemudian memamerkan fenomena yang luar biasa dalam kehidupan sosial bernegaranya. Kaum laki-laki terlihat dalam kesetaraan yang lebih besar pada sisi keuntungan dan intelektualitas, atau, dengan kata lain, lebih setara dalam kekuatan mereka, daripada dalam negara manapun di dunia, atau, dalam segala zaman di mana sejarah telah mengenangnya.) Dalam deklarasi kemerdekaan yang menyatakan “ all men are created equal” pun, terbersit semacam spirit dan inspirasi bagi seluruh bangsa Amerika untuk membawa kesetaraan dalam kehidupan mereka. (Ahdiati, 2007:2) 25 Selain equality, salah satu hal yang menjadi esensi dari pembentukan demokrasi di Amerika adalah kebebasan individu atau dalam konteks sosial politik disebut civil rights (hak sipil), yaitu: kebebasan beribadah, berbicara, berkumpul,
24
Kesetaraan disini mengacu pada kesetaraan dalam berbagai bidang kehidupan warga negara Amerika, seperti ekonomi, kesehatan, sosial, hukum, dan politik. Nilai-nilai kesetaraan tercermin dalam motto dalam Konstitusi Amerika yaitu life, liberty, and the pursuit of happiness. 25 Triana, Ahdiati. 2007, Gerakan Feminis Lesbian: Studi Kasus Politik Amerika 1990-an, Kreasi Wacana, Yogyakarta. hal 2
Universitas Sumatera Utara
bertanya pada pemerintah, dan perlindungan hukum. Dijunjung tingginya civil rights ini merupakan manifestasi dari masyarakat Amerika yang sangat plural. Dalam hal ini, supremasi sipil meminimalkan peran militer. Hal ini terjadi karena kekuatan militer, sesuai dengan karakteristiknya, dianggap sebagai kekuatan yang berlawanan dengan demokrasi. ( handout mata kuliah Politik dan Pemerintahan Amerika, 2007). Lemahnya posisi militer secara tidak langsung menempatkan kedaulatan tertinggi di tangan rakyat sipil. Hal ini dapat dilihat dari kalimat yang tertulis pada pembukaan
konstitusi
Amerika:
“Kami
rakyat
Amerika…menahbiskan
dan
menetapkan konstitusi ini”. Dalam ungkapan ini, jelas tersirat bahwa konstitusi menempatkan rakyat sebagai pemegang kedaulatan tertinggi, atau lebih terkenal dengan istilah ‘of the people, by the people, and for the people’ (dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat), dan pembukaan itu menjadi hukum positif yang mengakui supremasi sipil di Amerika Serikat. Tocqueville (dalam Green 1993:40) mengatakan: “In America the principle of the sovereignty of the people is neither barren nor concealed, as it is with some other nation; it is recognized by the customs and proclaimed by the laws; it spreads freely; and arrives without impediment at its most remote consequences. If there is a country in the world where the doctrine of sovereignty of the people can be fairly appreciated, where it can be studied in its application to the affairs of society, and where its dangers and its advantages may be judged, that country is assuredly America” (Prinsip kedaulatan rakyat di Amerika tidak ada yang kering maupun tersembunyi, sama halnya dengan beberapa negara lain; hal ini diketahui dari kebiasaan-kebiasaan dan diproklamasikan oleh hukum; prinsip kedaulatan rakyat menyebar dengan leluasa; dan datang tanpa rintangan dengan konsekuensi terkecil. Jika ada negara di dunia di mana doktrin kedaulatan di tangan rakyat dapat dihargai secara adil, di mana hal itu bisa diterapkan dalam urusan-urusan kemasyarakatan, dan di mana bahayanya dan keuntungannya bisa diketahui, maka bisa dipastikan negara itu adalah Amerika). Berdasarkan kutipan tersebut jelas bahwa Tocqueville berbicara soal kedaulatan yang terletak pada rakyat Amerika yang diakui dan dilegitimasi oleh budaya dan hukum (konstitusi) yang ada.
Universitas Sumatera Utara
2.4.Primary Election Primary Election merupakan sebuah sistem pemilihan yang digunakan untuk mengumpulkan sebanyak-banyaknya super delegates 26 yang notabene memiliki hak pilih pada konvensi nasional partai. Dengan demikian, para kandidat akan berusaha sekeras mungkin untuk mendapatkan sebanyak- banyaknya anggota super delegates yang tersedia. Kemudian pada konvensi nasional partai, super delegates akan memilih dan menetapkan calon presiden dari suatu partai politik.Primary Election pada hakikatnya memberikan kesempatan yang banyak kepada pemilih untuk menetapkan siapa saja yang disukainya sebagai calon presiden. Oleh karena itu, setiap calon presiden akan berusaha sekuat tenaga untuk memenangkan pemilihan di Primary Election, yang pada gilirannya akan memenangkan pencalonan pada konvensi partainya. (www.wikipedia.com) Dengan sistem Primary Election ini, peran pimpinan partai sangat dikurangi dalam menetapkan siapa saja yang layak sebagai calon. Sebaliknya, dapat dijadikan bukti oleh orang-orang yang mencalonkan diri bahwa mereka mendapat sokongan dari para pemilih, meskipun lobby-lobby elite masih sering dilakukan apabila menyangkut kelangsungan dan kepentingan partai. Fungsi Primary Election adalah untuk menyeleksi kandidat calon presiden dari partai atau bukan untuk diresmikan sebagai calon presiden. Dari pihak kandidat, Primary Election itu sebagai arena untuk mengukur dukungan publik di setiap daerah pemilihan. Dengan adanya Primary Election, setiap orang dapat mencalonkan diri dan sekaligus dapat mengetahui kekuatan dukungan publik di setiap negara bagian. Proses pemilihan presiden yang 26
Super Delegates merupakan elite partai di tiap negara bagian yang merupakan representasi dari seluruh konstituen partai ditiap negara bagian. Anggota Super Delegates akan mewakili suara dari konstituen negara bagian dalam konvensi nasional partai yang diraih melalui mekanisme Primary Election. Jumlah Super Delegates sebanding dengan jumlah angota senat dan kongres ditiap negara bagian.
Universitas Sumatera Utara
secara resmi memakai sistem Primary Election pertama kali diadakan di negara bagian Florida pada tahun 1901, yang selanjutnya berkembang ke semua negara bagian dengan bermacam-macam cara (Schmidt.et.all., 1999:313). Pertama, Open Primary Election, yaitu mengizinkan semua pemilih yang terdaftar tanpa memandang afiliasi partainya untuk ikut serta pada pemilihan (Primary Election). Dengan demikian, setiap pemilih terdaftar dapat ikut serta dalam Primary Election yang diadakan oleh Partai Demokrat, Republik atau partai-partai lainnya. Sistem ini terdapat di 8 (delapan) negara bagian, antara lain: Idaho, Michigan, Minnesota dan Utah. Kedua, Closed Primary Election. Dalam sistem ini, para pemilih terdaftar hanya dibolehkan memilih pada Primary Election yang diadakan oleh partainya. Dengan kata lain, setiap pemilih harus mendaftarkan diri pada pengurus partainya untuk dapat ikut pemilihan. Sebagian besar negara bagian di AS melaksanakan sistem ini, antara lain: California, Texas, dan Wisconsin. Disejumlah negara-negara bagian di selatan, jika tidak terdapat calon yang memperoleh suara mayoritas, maka diadakanlah pemilihan ulang antara dua calon yang memperoleh suara terbanyak. Ketiga, Blanket Primary Election. Sistem ini memberikan kesempatan kepada semua calon dari partaipartai yang ada untuk dimuat dalam daftar calon presiden dan calon-calon delegasi yang akan dipilih. Dengan demikian, para pemilih dapat menyeleksi calon-calon untuk kemudian memilih satu orang calon dari setiap partai, disertai calon delegasi yang akan ikut konvensi dari partai yang bersangkutan. Sistem ini dianut oleh negara bagian Alaska dan Washington. Ditinjau dari ruang lingkupnya, terdapat dua macam Primary Election. Pertama, Early Primary Election yang merupakan Primary Election pertama dan biasanya berlangsung pada bulan Januari atau paling lama bulan Februari. Early
Universitas Sumatera Utara
Primary Election pertama kali diadakan di negara bagian Iowa dengan sebutan Iowa Caucus, dan selanjutnya disusul dengan Early Primary Election di negara bagian New Hampshire (New Hampshire Primary Election). Hasil yang dicapai pada Early Primary Election sangat berpengaruh sekali padapr im ary selanjutnya karena diliput oleh pers dari media cetak dan elektronik yang sangat luas dan intensif sekali. Kedua, Major Primary Election yang berlangsung di negara- negara bagian yang besar dengan jumlah penduduk yang banyak pula seperti negara bagian California, Texas, New York, Pennsylvania, dan sebagainya. Primary Election di Amerika adalah Primary Election yang diadakan oleh partai Republik dan Partai Demokrat. Partai Demokrat dan Partai Republik merupakan dua partai terbesar yang saling bertentangan dalam hal ideologi serta orientasi kebijakan, meskipun di Amerika ada partai politik lain seperti Green Party dan Independence Party. Meski bertentangan, dua partai inilah yang menjadi penyeimbang sistem politik di Amerika karena sistem politik Amerika menganut sistem dwi-partai. 2.5. Pemilihan Umum di Amerika Sejarah pemilihan Presiden Amerika dimulai ketika pada tahun 1789 George Washington terpilih menjadi presiden pertama Amerika Serikat tanpa melalui mekanisme demokrasi yang menjadi standar demokrasi modern. Terpilihnya Washington karena jasa-jasanya dalam perang kemerdekaan dalam membebaskan koloni-koloni dari jajahan Inggris. Legitimasi yang diperoleh Washington tidak langsung berasal dari rakyat Amerika akan tetapi berasal dari elite politik yang belum tentu merupakan representasi dari rakyat. Namun seiring dengan perjalanan waktu,
Universitas Sumatera Utara
akhirnya sistem pemilihan umum untuk pemilihan presiden Amerika Serikat diterapkan. (Al Arief, 2001:38) Sistem pemilihan umum yang diterapkan di Amerika Serikat disebut dengan sistem electoral college 27 yang merupakan sistem pemilihan dua tahap (two-step election). Digunakannya sistem ini adalah untuk menghindari ketimpangan proporsi antara negara bagian yang padat penduduk dengan yang kurang penduduknya. Hal ini untuk menghindari seorang calon presiden dari tindakan yang hanya mementingkan yang terkonsentrasi pada negara bagian yang padat penduduknya. Namun demikian, sistem electoral college juga berusaha mengurangi insignifikansi dari negara bagian yang kurang penduduknya. (Al Arief, 2001:39) Dalam electoral college, seorang pemilih akan memilih calon presiden beserta wakilnya dari partai yang dinginkan. Dahulu ada dua partai yang berkuasa, yaitu Partai Federalist dan Partai Democratic-Republican. Partai Federalist, pada saat itu, dipelopori oleh Alexander Hamilton; sedangkan Democratic-Republican dipelopori oleh Thomas Jefferson dan Andrew Jackson. Dalam sejarah Amerika, Federalist merupakan partai bagi kelompok minoritas yang anggotanya terdiri dari kelompok industrialis dan kelompok intelektual (minoritas), sedangkan anggota Partai Democratic-Republican terdiri dari masyarakat umum (mayoritas) yang tidak termasuk dalam kelompok industrialis dan kelompok intelektual. Seiring dengan perkembangan industri serta semakin banyaknya kaum intelektual di Amerika, Partai Federalist kemudian bertransformasi menjadi partai bagi masyarakat mayoritas dan 27
Electoral College merupkan sistem pemilihan dua tahap yang tertdiri dari popular vote dan electoral vote.Dalam popular vote, tiap calon presiden akan berusaha mngumpulkan dukungan suara dari masyarakat untuk memenangkan jumlah electoral college dari tiap negara bagian. Orang-orang yang duduk dalam electoral college di tiap negara bagian, merepresentasikan suara dari seluruh penduduk negara bagian tersebut, ini disebut sistem winner takes it all (pemenang mendapatkan semuanya). Jumlah electoral college sebanding dengan jumlah anggota senat dan kongres ditiap negara bagian. Dikutip dari www.wikipedia.com
Universitas Sumatera Utara
berganti nama menjadi Partai Republik. Sedangkan Partai Democratic-Republican berganti nama menjadi Partai Demokrat yang lebih berorientasi pada kelompokkelompok minoritas. Seperti halnya proses menuju pemilihan presiden di negara manapun, seorang kandidat calon presiden harus melalui proses pemilihan di dalam internal partainya. Hal ini seperti yang dikatakan oleh Steffen (1999:323) bahwa“Some state parties use the Primary Election, some caucus, and some state-level convention to nominate candidates for the ticket.” (Beberapa partai menggunakan pemilihan pendahuluan, beberapa menggunakan kaukus, dan beberapa menggunakan konvensi tingkatnasional untuk
menominasikan
para
kandidatnya
guna
mendapatkan
tiket
pencalonannya.) Di Amerika Serikat, seorang bakal calon Presiden Amerika yang ingin menjadi calon presiden harus melewati seleksi partai. Seleksi tersebut di Amerika disebut dengan Primary Election. Primary Election ini dilaksanakan di seluruh negara bagian di Amerika Serikat. 2.6. Profil Barac Obama Barack Obama 28 dilahirkan di Honululu, hawai tepatnya di Kapi’olani Medical Center for Women & Children. Anak dari pasangan Barack Hussein Obama Sr. berasal dari Kenya Afrika dan Ann Dunham seorang kulit putih yang berasal dari Wichita Kansas. Ayah dan Ibu Obama ini bertemu tahun 1960 di Universitas Hawaii dimana saat itu Ayahnya adalah mahasiswa luar negeri. Setahun kemudian, tepatnya 2 februari 1962, mereka menikah. Namun pernikahan ini tidak bertahan lama, ketika itu Barack Obama Jr berumur 2 tahun, Ayah dan ibunya memutuskan bercerai di tahun 1964. Setelah bercerai inilah Ibu Barack Obama bertemu dengan Lolo Soetoro dan 28
Sumber : http://en.wikipedia.org/wiki/Barack_Obama
Universitas Sumatera Utara
keluarga ini pindah ke Indonesia di tahun 1967. Di Indonesia Barack Obama mengikuti sekolah di Indonesia seperti Asisi, Jakarta hingga umur 10 tahun. Setelah itu Barack Obama kembali ke Honululu dan tinggal dengan nenek dari pihak ibunya. Disini Obama sekolah di Punahou hingga tamat SMA di tahun 1979. Di masa sekolah, Lolo soetoro kembali ke hawai tahun 1972 untuk tinggal beberapa tahun. Kemudian tahun 1977 Beliau kembali ke Indonesia untuk pekerjaan di bidang antropologi. Di Indonesia pula ia menghabiskan sisa hidupnya, hingga tahun 1994 kembali ke hawaii. Istrinya meninggal dunia karena kanker rahim di tahun 1995. Saat SMA, Barack Obama mengakui ia pernah terlibat dengan obat-obatan terlarang dan alkohol. Ia menyebutkan periode ini sebagai kesalahan moral terbesar dalam hidupnya. Tamat SMA, beliau pindah ke LA dan melanjutkan kuliah di universitas occidental selama 2 tahun. Kemudian Obama pindah ke Universitas Columbia di New York. Jurusan yang diambil adalah ilmu politik dan spesifik ke hubungan internasional. Tahun 1983, Obama lulus dan kerja di Business International Corporation dan New York Public Interest Research Group. 4 tahun di New York, Barack Obama pindah ke Chicago dan bekerja sebagai direktur Developing Communities Project (DCP), sebuah organisasi berbasis gereja. Obama bekerja selama 3 tahun dari juni 1985 sampai 1988. Disini Obama mencapai sukses kecil dalam hidupnya. Obama berhasil meningkatkan budget tahunan yang membantu kegiatan sosial bagi organisasinya. Periode ini juga Obama mengunjungi eropa untuk pertama kalinya selama 3 minggu dan 5 minggu di Kenya. Di Kenya Obama bertemu dengan familinya untuk pertama kali. Akhir Tahun 1988, Barack Obama mengikuti kuliah di Universitas Harvard. Di akhir tahun pertamanya, Obama terpilih sebagai editor Harvard Law Review. Ini
Universitas Sumatera Utara
dikarenakan nilainya dan prestasinya dalam kompetisi menulis. Bulan Februari 1990, Obama mengikuti pemilihan president Harvard Law dan merupakan orang kulit hitam pertama yang mencalonkan diri menjadi president Harvard Law. Hal ini menjadi kegemparan yang luar biasa di Harvard. Selama liburan musim semi, Barack obama kembali ke chicago dan bekerja di perusahaan hukum Sidley & Austin di tahun 1989 dan Hopkins & Sutter di tahun 1990. Tahun 1991, Barack Obama lulus dengan gelar Juris Doctor (JD) dan mencatat sejarah sebagai orang kulit hitam pertama yang berhasil lulus dengan predikat magna cumlaude. Setelah lulus Obama balik lagi ke chicago. Barack Obama mendapat tawaran untuk menulis sebuah buku yang berhubungan dengan ras karena kepopulerannya dalam pemilihan presiden Harvard Law lalu. Obama bahkan mendapat segala support dan kantor baru di Universitas Chicago Fakultas Hukum untuk menyelesaikan buku itu. Buku ini direncanakan selesai dalam setahun, namun ternyata melebihi waktu itu. Untuk fokus kepada penyelesaian buku itu, Obama dan Istrinya Michelle pindah ke Bali dan menulis dalam beberapa bulan di sana. Akhirnya naskah buku tersebut berhasil dipublikasikan di pertengahan tahun 1995 dengan judul Dreams from my father. Dari tahun 1992 hingga 1995 Barack Obama terlibat dalam berbagai kegiatan di bidang politik dan hukum. Diantaranya Illinois Project Vote, mengajar hukum di universitas chicago, bergabung dengan perusahaan hukum Davis, Miner, Barnhill & Galland, pendiri Public Allies, direktur Woods Fund of Chicago dan masih banyak posisi lainnya. 2.6.1. Barack Obama Menjadi Seorang Senator Perjalanan politiknya dimulai ketika terpilih menjadi senator negara bagian Illinois tahun 1996. Obama memperjuangkan perubahan undang-undang untuk tata
Universitas Sumatera Utara
susila dan perlindungan kesehatan. Obama juga mendukung pengurangan pajak bagi pegawai kelas bawah, negosiasi perbaikan kesejahteraan, dan menambah subsidi untuk anak-anak. Dengan prestasinya pada masa jabatan pertamanya sebagai senator, maka di tahun 1998 dan 2002 Obama terpilih lagi menjadi senator. Bulan Januari 2003 Barack Obama menjadi ketua komite Layanan Kesehatan dan kemanusiaan Illinois ketika partai demokrat selalu menjadi minoritas. Partai demokrat berhasil mendapatkan posisi mayoritas. Obama masih memperjuangkan masalah ras dan diskriminasi sosial. Bulan November 2004, Obama mengundurkan diri dari senat illinois untuk mengikuti pemilihan senat Amerika Serikat. Sebenarnya mulai pertengahaan 2002, Obama sudah menjalankan promosinya untuknya menjadi senat US. Dibantu oleh strategis politiknya, David Axelrod, ia mengumumkan pencalonan diri bulan Januari 2003. Keputusan dari Pemegang jabatan di partai demokrat dan republik untuk tidak mengikuti pemilihan ini telah membuka kompetisi di antara 15 kandidat. Popularitas Obama meningkat karena iklan Axelrod yang menggunakan gambar dari Mayor Chicago Harold Washington dan dukungan dari anak perempuan Paul Simon, US Senator terkenal dari Illinois. Akhirnya Obama berhasil mendapatkan 52 persen suara, unggul 29 persen dari rival democratic terdekatnya. Akhirnya 4 Januari 2005, Barack Obama disumpah sebagai Senator US dan merupakan orang kulit hitam kelima yang pernah menjabat jabatan itu. Obama juga merupakan satusatunya senator US yang menjadi Congressional Black Caucus. CQ Weekly, publikasi non partai bahkan menyebutkan Obama sebagai Demokrat yang loyal. Kemudian National Journal meranking Obama sebagai orang yang terliberal di senator.
Universitas Sumatera Utara
2.6.2. Masa Pemilihan Presiden Amerika Serikat Bulan Februari 2007, Obama menyatakan mengikuti pemilihan Amerika Serikat sebagai kandidat presiden dari partai Demokrat. Pernyataan ini dilakukan di depan Old State Capitol, Springfield, Illinois. Pemilihan tempat ini simbolik karena disana juga Abraham Lincoln berpidato “House Divided” tahun 1858. Selama masa kampanye, Barack Obama mengangkat isu penghentian perang Irak, meningkatkan kebebasan energi, dan menyediakan perawatan kesehatan menyeluruh. Tiga hal ini adalah prioritas utamanya. Dana kampanye meningkat menjadi 58juta USD walaupun ini merupakan sumbangan kurang dari 200USD yang diklasifikasikan sebagai sumbangan kecil oleh UU kampanye. Hal ini pula yang menyebabkan Obama terkenal karena berhasil menggalang dana kampanye dari donasi yang kecil. Januari 2008, Obama dan Hillary berkompetisi untuk merebutkan posisi sebagai calon dari partai Demokrat. Setelah melalui berbagai macam halangan maupun kontroversi, akhirnya Obama sekali lagi membuktikan bahwa ia berhasil meraih kepercayaan partainya. Kemudian 23 Agustus 2008, Barack Obama mempublikasikan calon wakilnya, Joe Biden, Senator Delaware. Selain itu Hillary clinton juga mengakui kekalahan dan mendukung sepenuhnya Barack Obama. Di pemilihan presiden antar partai, Barack Obama berhadapan dengan McCain dari partai republic ( separti dengan Presiden Bush dan memiliki kebijakan yang hampir sama dengan Presiden Bush ). McCain adalah bekas pejuang perang vietnam. Akhirnya 4 november 2008, Barack Obama mengalahkan McCain dalam pemilihan presiden AS yang ke 44. Barack Obama merupakan presiden Amerika Pertama dari ras Kulit Hitam. Pada pidato kemenangannya di Chicago, Obama mengucapkan kalimat
Universitas Sumatera Utara
“change has come to America.”. Ia mendedikasikan kemenangannya untuk seluruh warga Amerika Serikat.
Universitas Sumatera Utara