BAB II METODE PEMBELAJARAN KOOPERATIF (COOPERATIVE LEARNING) MODEL WORD SQUARE UNTUK MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR SISWA PADA MATA PELAJARAN IPS-SEJARAH
A. Metode Pembelajaran Kooperatif (Cooperative Learning) 1.
Metode Pembelajaran Metode secara harfiah berarti cara. Dalam pemakaian yang umum, metode
diartikan sebagai cara melakukan suatu kegiatan atau cara melakukan pekerjaan dengan menggunakan fakta dan konsep-konsep secara sistematis. Dalam dunia psikologi, metode berarti prosedur sistematis (tata cara berurutan) yang biasa digunakan untuk menyelidiki fenomena (gejala-gejala) kejiwaan. Maka metode pembelajaran artinya cara yang berisi prosedur baku untuk melaksanakan kegiatan kependidikan, khususnya kegiatan penyajian materi pelajaran kepada siswa. Metode dapat diartikan sebagai suatu cara kerja yang sistematis dan umum yang berfungsi sebagai alat untuk mencapai suatu tujuan. Senada dengan pendapat tersebut Surachmad (1980) mengemukakan bahwa metode adalah cara di dalam fungsinya merupakan alat untuk mencapai suatu tujuan. Pendapat di atas senada dengan apa yang diungkapkan oleh Soeparman yang mengatakan bahwa “metode pembelajaran berfungsi sebagai cara dalam menyajikan, menguraikan, memberi contoh dan memberi latihan isi pembelajaran kepada siswa untuk mencapai tujuan tertentu”.
22
Jadi, metode pembelajaran dapat diartikan sebagai cara yang digunakan untuk mengimplementasikan rencana yang sudah disusun dalam bentuk kegiatan nyata dan praktis untuk mencapai tujuan pembelajaran. Menurut Joice dan Weil dalam Aris “banyaknya variasi metode pembelajaran yang ada yang juga mempunyai kelebihan dan kekeurangan masingmasing. Maka, diperlukanlah suatu ketepatan dalam memilih suatu metode pembelajaran karena metode pembelajaran tersebut memainkan peran utama dalam meningkatkan prestasi atau hasil belajar siswa” Dari pendapat diatas, dapat terlihat bahwa prestasi belajar siswa sangat ditentukan dari pemilihan metode pembelajaran yang tepat dalam melaksanakan suatu proses pembelajaran dan salah satu metode yang dianggap tepat adalah metode Pembelajaran Kooperatif (Cooperative Learning) yang divariasikan dengan model Word Square.
2.
Pembelajaran Kooperatif (Cooperative Learning) Pembelajaran kooperatif merupakan salah satu pembelajaran yang
dikembangkan dari teori kontruktivisme karena mengembangkan struktur kognitif untuk membangun pengetahuan sendiri melalui berpikir rasional (Rustaman 2003: 206). Pendapat senada menyebutkan bahwa pembelajaran kooperatif dapat digunakan untuk mengajarkan materi yang agak kompleks, membantu mencapai tujuan pembelajaran yang berdimensi sosial, dan hubungan antara manusia.
23
Belajar
secara
kooperatif
dikembangkan
berdasarkan
teori
belajar
kognitif-konstruktivis dan teori belajar sosial (Kardi dan Nur, 2000:15). Eggen dan Kauchak (1993: 319) mendefinisikan pembelajaran kooperatif sebagai sekumpulan strategi mengajar yang digunakan guru agar siswa saling membantu dalam mempelajari sesuatu. Oleh karena itu belajar kooperatif ini juga dinamakan “belajar teman sebaya”. Senada dengan pendapar di atas, Slavin (2008), menyatakan bahwa pembelajaran kooperatif, merupakan metode pembelajaran dengan siswa bekerja dalam kelompok yang memiliki kemampuan heterogen. Slavin juga menyatakan bahwa, pembelajaran kooperatif adalah pembelajaran yang dilakukan secara berkelompok, siswa dalam satu kelas dijadikan kelompok-kelompok kecil yang terdiri dari 4 sampai 5 orang untuk memahami konsep yang difasilitasi oleh guru. Nur dan Wikandari (2000:25), menyatakan pendapat senada bahwa pembelajaran kooperatif atau cooperative learning mengacu pada metode pengajaran, siswa bekerja bersama dalam kelompok kecil yang terdiri atas empat sampai lima orang yang saling membantu dalam belajar Pembelajaran kooperatif di sini diartikan sebagai model pembelajaran dengan setting kelompok-kelompok kecil yang biasanya terdiri dari empat sampai lima orang siswa dengan memperhatikan keberagaman anggota kelompok sebagai wadah siswa untuk bekerjasama dan memecahkan suatu masalah melalui interaksi sosial dengan teman sebayanya, serta memberikan kesempatan pada peserta didik untuk mempelajari sesuatu dengan baik pada waktu yang bersamaan dan ia menjadi narasumber bagi teman yang lain.
24
Sistem pembelajaran gotong royong atau cooperative learning merupakan sistem pengajaran yang memberi kesempatan kepada anak didik untuk bekerja sama dengan sesama siswa dalam tugas-tugas yang terstruktur. Pembelajaran kooperatif dikenal dengan pembelajaran secara berkelompok. Hal ini senada dengan apa yang di ungkapkan oleh Sugandi (2002:14): Pembelajaran kooperatif lebih dari sekedar belajar kelompok atau kerja kelompok karena dalam belajar kooperatif ada struktur dorongan atau tugas yang bersifat kooperatif sehingga memungkinkan terjadinya interaksi secara terbuka dan hubungan yang bersifat interdepedensi efektif diantara anggota kelompok. Hubungan timbal-balik yang seperti itu memungkinkan timbulnya persepsi yang positif tentang apa yang dapat dilakukan siswa untuk mencapai keberhasilan belajar berdasarkan kemampuan dirinya secara individu dan andil dari anggota kelompok lain selama belajar bersama dalam kelompok. Untuk mencapai prestasi yang maksimal, menurut Roger dan Johnson dalam Lie (2007:31) harus diterapkan lima unsur model pembelajaran gotong royong yang diharapkan dapat memaksimalkan prestasi belajar siswa, yaitu: a.
Saling ketergantungan positif.
b.
Tanggung jawab perseorangan.
c.
Tatap muka.
d.
Komunikasi antar anggota.
e.
Evaluasi proses kelompok Metode pembelajaran kooperatif dikembangkan untuk mencapai tujuan
pembelajaran setidak-tidaknya tiga tujuan penting pembelajaran, yaitu hasil belajar akademik,
penerimaan
terhadap
25
keragaman,
dan
pengembangan
keterampilan sosial (Ibrahim, dkk, 2000:7), sehingga dua atau lebih individu saling tergantung satu sama lain untuk mencapai suatu tujuan bersama. Yang pada akhirnya siswa yakin bahwa tujuan mereka akan tercapai jika dan hanya jika siswa lainnya juga mencapai tujuan tersebut. Untuk itu setiap anggota berkelompok bertanggung jawab atas keberhasilan kelompoknya. Siswa yang bekerja dalam situasi pembelajaran kooperatif didorong untuk bekerjasama pada suatu tugas bersama dan mereka harus mengkoordinasikan usahanya untuk menyelesaikan tugasnya. Jadi Pembelajaran kooperatif merupakan model pembelajaran yang mengutamakan kerjasama diantara siswa untuk mencapai tujuan pembelajaran. Adapun ciri dari pembelajaran kooperatif memiliki, diantaranya: a. untuk menuntaskan materi belajarnya, siswa belajar dalam kelompok secara kooperatif. b. kelompok dibentuk dari siswa-siswa yang memiliki kemampuan tinggi, sedang dan rendah. c. jika dalam kelas terdapat siswa-siswa yang terdiri dari beberapa ras, suku, budaya jenis kelamin yang berbeda, maka diupayakan agar dalam tiap kelompok terdiri dari ras, suku, budaya, jenis kelamin yang berbeda pula, dan d. penghargaan lebih diutamakan pada kerja kelompok dari pada perorangan.
26
Dalam pembelajaran kooperatif ini pula ditandai ditandai dengan adanya struktur tugas, struktur tujuan, dan struktur penghargaan seperti yang diungkapkan oleh Arends (1997: 110-111), yaitu: a. Struktur tugas mengacu pada cara pengaturan pembelajaran dan jenis kegiatan siswa dalam kelas. b. Struktur tujuan, yaitu sejumlah kebutuhan yang ingin dicapai oleh siswa dan guru pada akhir pembelajaran atau saat siswa menyelesaikan pekerjaannya. Ada tiga macam struktur tujuan, yaitu: 1). struktur tujuan individualistik, yaitu tujuan yang dicapai oleh seorang siswa secara individual tidak memiliki konsekuensi terhadap pencapaian tujuan siswa lainnya. 2). struktur tujuan kompetitif, yaitu seorang siswa dapat mencapai tujuan sedangkan siswa lain tidak mencapai tujuan tersebut, dan 3). struktur tujuan kooperatif, yaitu siswa secara bersama-sama mencapai tujuan, setiap individu mempunyai andil dalam pencapaian tujuan. c. Struktur penghargaan kooperatif, yaitu penghargaan yang diberikan pada kelompok jika keberhasilan kelompok sebagai akibat keberhasilan bersama anggota kelompok. Menurut (Ibrahim, dkk, 2000:7), pembelajaran kooperatif memiliki dampak yang positif untuk siswa yang prestasi belajarnya rendah sehingga mampu memberikan peningkatan hasil belajar yang signifikan. Adapun keuntungan metode pembelajaran kooperatif, antara lain:
27
a. siswa mempunyai tanggung jawab dan terlibat secara aktif dalam pembelajaran.
3.
b.
siswa dapat mengembangkan keterampilan berpikir tingkat tinggi.
c.
meningkatkan ingatan siswa, dan
d.
meningkatkan kepuasan siswa terhadap materi pembelajaran.
Teknik Pembelajaran Kooperatif (Cooperative Learning) Teknik pembelajaran kooperatif menurut Lie (2007:55), diantaranya: a. Mencari pasangan Teknik belajar mencari pasangan (make a match) dikembangkan oleh Lorna Curran (1994). Salah satu keunggulan teknik ini adalah siswa mencari pasangan sambil belajar melalui suatu konsep atau topik dalam suasana yang menyenangkan. Adapun langkah-langkah dalam teknik mencari pasangan ini adalah: 1). guru menyiapkan beberapa kartu yang berisi beberapa konsep. 2). setiap siswa mendapat satu buah kartu. 3). setiap siswa mencari pasangan yang mempunyai kartu yang cocok dengan kartunya. b. Bertukar pasangan Teknik belajar bertukar pasangan ini memberi siswa kesempatan untuk bekerja sama dengan orang lain. Adapun langkah-langkah dalam teknik bertukar pasangan ini adalah: 1). setiap siswa mendapatkan satu pasangan.
28
2). guru memberikan tugas dan siswa mengerjakan tugas dengan pasangannya 3). setelah selesai, setiap pasangan bergabung dengan pasangan lain. 4). kedua pasangan tersebut bertukar pasangan kemudian saling menanyakan dan mengukuhkan jawaban. 5). temuan baru yang diperoleh dari pertukaran pasangan kemudian dibagikan kepada pasangan semula. c. Berpikir Berpasangan Berempat Teknik ini dikembangkan oleh Frank Lyman (Think-phir-share) dan Spencer Kagan (Think-pair-square)
sebagai struktur kegiatan
pembelajaran cooperative learning. Adapun langkah-langkah dalam teknik berpikir berpasangan berempat ini adalah: 1). guru membagi siswa dalam kelompok berempat dan memberikan tugas kepada semua kelompok. 2). setiap siswa memikirkan dan mengerjakan tugas tersebut sendiri. 3). siswa berpasangan dengan salah satu rekan dalam kelompok dan berdiskusi dengan pasangannya. 4). kedua pasangan bertemu kembali dalam kelompok berempat. Siswa mempunyai kesempatan untuk membagikan hasil kerjanya kepada kelompok berempat. d. Berkirim salam dan soal Teknik belajar ini memberi kesempatan siswa untuk melatih pengetahuan dan keterampilan mereka. Siswa membuat pertanyaan sendiri
29
sehingga akan merasa lebih terdorong untuk belajar dan menjawab pertanyaan yang dibuat oleh teman-teman sekelasnya. Adapun langkahlangkah dalam teknik salam dan soal ini adalah: 1). guru membagi siswa dalam kelompok berempat dan setiap kelompok ditugaskan untuk menuliskan beberapa pertanyaan yang akan dikirim untuk kelompok lain. 2). kemudian, masing-masing kelompok mengirimkan satu utusan yang akan menyampaikan salam dan soal dari kelompoknya 3). setiap kelompok mengerjakan soal kiriman dari kelompok lain 4). setelah selesai, jawaban masing-masing kelompok dicocokan dengan jawaban kelompok yang membuat soal. e. Kepala bernomor Teknik belajar kepala bernomor atau Numbered Head Together dikembangkan oleh Spencer Kagan (1992), merupakan teknik yang memberikan kesempatan pada siswa untuk saling memberikan ide-ide dan mempertimbangkan jawaban yang tepat dan juga mendorong semangat kebersamaan mereka. Adapun langkah-langkah dalam teknik kepala bernomor ini adalah: 1). siswa dibagi dalam kelompok dan setiap siswa dalam setiap kelompok mendapat nomor. 2). guru
memberikan
tugas
mengerjakannya.
30
dan
masing-masing
kelompok
3). kelompok memutuskan jawaban yang dianggap paling benar dan memastikan setiap anggota kelompok mengetahui jawaban ini. 4). guru memanggil salah satu nomor. Siswa dengan nomor yang dipanggil melaporkan hasil kerja sama mereka. f. Kepala bernomor terstruktur Teknik belajar Kepala bernomor terstruktur ini merupakan modifikasi kepala bernomor yang dipakai oleh Spencer Kagan dengan tujuan untuk mempermudah pembagian tugas. Sehingga siswa belajar melaksanakan tanggung jawab pribadinya dalam keterkaitannya dengan kelompoknya. g. Dua tinggal dua tamu (Two Stay Two Stray) Two Stay Two Stray merupakan teknik belajar yang dikembangkan oleh spencer Kagan (1992) yang bisa digunakan bersamaan dengan teknik Kepala bernomor. Struktur Dua tinggal dua tamu (Two Stay Two Stray) memberi kesempatan kepada kelompok untuk membagikan hasil informasi denagn kelompok lainnya. Adapun langkah-langkah dalam teknik dua tinggal dua tamu ini adalah: 1). siswa dibagi menjadi kelompok-kelompok kecil yang terdiri atas empat orang 2). dua dari masing-masing kelompok akan meninggalkan kelompoknya dan masing-masing bertamu kedua kelompok lain. 3). dua orang yang tinggal dalam kelompok bertugas membagikan hasil kerja dan informasi mereka kepada tamu mereka.
31
4). tamu mohon diri dan kembali ke kelompoknya masing-masing dan melaporkan hasil temuan mereka. 5). kelompok mencocokan dan membahas hasil kerja mereka. h. Keliling kelompok Dalam kegiatan keliling kelompok, masing-masing anggota kelompok mendapatkan kesempatan untuk memberikan kontribusi mereka dan mendengarkan pandangan dan pemikiran anggota yang lain. Adapun langkah-langkah dalam teknik keliling kelompok ini adalah: 1). guru menyipkan satu kotak kecil berisi kancing-kancing. 2). setiap siswa dalam kelompok mendapatkan dua atau tiga buah kancing. 3). setiap kali seorang siswa berbicara, dia harus menyerahkan salah satu kancingnya. 4). jika kancingnya sudah habis, dia tidak boleh berbicara lagi sampai kancing semua rekannya habis.
4.
Karakteristik Pembelajaran Kooperatif (Cooperative Learning) Karakteristik pembelajaran kooperatif diantaranya: a. Siswa bekerja dalam kelompok kooperatif untuk menguasai materi akademis. b. Anggota-anggota dalam kelompok diatur terdiri dari siswa yang berkemampuan rendah, sedang, dan tinggi.
32
c. Jika memungkinkan, masing-masing anggota kelompok kooperatif berbeda suku, budaya, dan jenis kelamin. d. Sistem penghargaan yang berorientasi kepada kelompok daripada individu. Selain itu, terdapat empat tahapan keterampilan kooperatif yang harus ada dalam model pembelajaran kooperatif yaitu: a. Forming (pembentukan) yaitu keterampilan yang dibutuhkan untuk membentuk kelompok dan membentuk sikap yang sesuai dengan norma. b. Functioning (pengaturan) yaitu keterampilan yang dibutuhkan untuk mengatur aktivitas kelompok dalam menyelesaikan tugas dan membina hubungan kerja sama diantara anggota kelompok. c. Formating (perumusan) yaitu keterampilan yang dibutuhkan untuk pembentukan pemahaman yang lebih dalam terhadap bahan-bahan yang dipelajari, merangsang penggunaan tingkat berpikir yang lebih tinggi, dan menekankan penguasaan serta pemahaman dari materi yang diberikan. d. Fermenting (penyerapan) yaitu keterampilan yang dibutuhkan untuk merangsang pemahaman konsep sebelum pembelajaran, konflik kognitif, mencari lebih banyak informasi, dan mengkomunikasikan pemikiran untuk memperoleh kesimpulan. Cooperative learning merupakan pembelajaran yang cukup berhasil pada kelompok-kelompok kecil, di mana pada tiap kelompok tersebut terdiri dari siswasiswa dari berbagai tingkat kemampuan, melakukan berbagai kegiatan belajar untuk meningkatkan pemahaman mereka tentang materi pelajaran yang sedang dipelajari. Setiap anggota kelompok bertanggung jawab untuk tidak hanya belajar
33
apa yang diajarkan tetapi juga untuk membantu rekan rekan belajar, sehingga bersama-sama mencapai keberhasilan. Semua siswa berusaha sampai semua anggota kelompok berhasil memahami dan melengkapinya.
5.
Unsur Dasar Pembelajaran Kooperatif (Cooperative Learning) Menurut Ibrahim (2007), unsur-unsur dasar pembelajaran kooperatif
sebagai berikut: a. siswa dalam kelompok haruslah beranggapan bahwa mereka sehidup sepenanggungan bersama. b. siswa bertanggung jawab atas segala sesuatu didalam kelompoknya, c. siswa haruslah melihat bahwa semua anggota didalam kelompoknya memiliki tujuan yang sama. d. siswa haruslah membagi tugas dan tanggung jawab yang sama di antara anggota kelompoknya. e. siswa akan dikenakan evaluasi atau diberikan penghargaan yang juga akan dikenakan untuk semua anggota kelompok. f. siswa berbagi kepemimpinan dan mereka membutuhkan keterampilan untuk belajar bersama selama proses belajarnya, dan g. siswa akan diminta mempertanggungjawabkan secara individual materi yang ditangani dalam kelompok kooperatif. Berdasarkan pendapat diatas, dapat diartikan bahwa dalam pembelajaran kooperatif perlukannya unsur-unsur dasar pembelajaran di atas sehingga suatu
34
pembelajaran dapat dikatakan sebagai pembelajaran kooperatif apabila setidaktidaknya sudah mencakup unsur-unsur di atas. B.
Word Square Menurut Laurence Urdang (1968) Word Square is a set of words such that
when arranged one beneath another in the form of a Square the read a like horizontally, artinya Word Square adalah sejumlah kata yang disusun satu di bawah yang lain dalam bentuk bujur sangkar dan dibaca secara mendatar dan menurun. Word Square menurut Hornby (1994) adalah sejumlah kata yang disusun sehingga kata-kata tersebut dapat dibaca ke depan dan ke belakang. Word Square adalah salah satu alat bantu pembelajaran berupa kotak-kotak kata yang berisi kumpulan huruf. Pada kumpulan huruf tersebut terkandung konsepkonsep yang harus ditemukan oleh siswa sesuai dengan pertanyaan yang berorientasi pada tujuan pembelajaran. Metode pembelajaran kooperatif yang divariasikan dengan Word Square berarti suatu cara mengajarkan materi pelajaran dengan mengajak siswa mengisi Word Square. Model Word Square dalam penelitian ini divariasikan ke dalam pembelajaran kooperatif (Cooperative Learning) dimana siswa di bagi ke dalam kelompok-kelompok kecil yang terdiri atas empat sampai lima orang yang diharuskan untuk mengisi Word Square, yang merupakan kumpulan huruf yang mengandung konsep-konsep yang harus ditemukan oleh siswa sesuai dengan pertanyaan yang berorientasi pada tujuan pembelajaran. Pendapat ini merujuk pada pendapat Roger dan David Johnson dalam (Lie 2007:31) yang mengkategorikan bahwa pembelajaran kooperatif itu terdiri atas 5
35
unsur model pembelajaran gorong-royong yang dapat divariasiakan dengan pembelajaran kooperatif adapun unsur-unsut tersebut, yaitu: a.
Saling ketergantungan pasif
b.
Tanggungjawab perseorangan
c.
Tatap muka
d.
Komunikasi antar anggota,dan
e.
Evaluasi proses kelompok Adapun langkah operasional yang akan diterapkan dalam pembelajaran
kooperatif melalui metode Word Square adalah sebagai berikut: Siswa diberikan lembar kegiatan kemudian menjawab soal dan mengarsir huruf dalam kotak sesuai jawaban. Langkah-langkah: a.
Guru menyampaikan materi sesuai kompetensi.
b.
Guru membagikan lembar kegiatan sesuai contoh.
c.
Siswa disuruh menjawab soal kemudian mengarsir huruf dalam kotak sesuai jawaban.
d.
Berikan poin setiap jawaban dalam kotak. Jadi, model Word Square disini dapat dikatakan sebagai model
pembelajaran yang mempergunakan kotak-kotak sebagai media yang didalamnya terdapat kata-kata baik itu vertikal, horizontal maupun diagonal yang merupakan jawaban dari pertanyaan yang di kemukakan.
36
C. Prestasi Belajar 1.
Belajar Belajar merupakan aktivitas yang dilakukan antara guru dan siswa. Dalam
proses pembelajaran, guru mengharapkan adanya perubahan yang didapat oleh siswa. Perubahan yang dimaksudkan di sini adalah perubahan perilaku dan juga kecakapan siswa. Pernyataan ini senada dengan pendapat yang dikutip oleh Aris. T dari Soemadi (1984 : 253) yang mengatakan bahwa : a.
belajar itu membawa perubahan (perubahan perilaku, baik aktual maupun potensial),
b.
perubahan pada pokoknya adalah didapatkannya kecakapan baru,
c.
perubahan itu terjadi karena usaha (dengan sengaja). Jadi di sini, setelah siswa mengalami proses pembelajaran di dalam kelas,
siswa diharapkan mengalami perubahan dalam kepribadian maupun tingkah laku baru yang mungkin berbentuk keterampilan, sikap, kebiasaan, kemampuan, pemahaman konsep, dan meningkatnya prestasi belajar.
2.
Prestasi Belajar Prestasi belajar berasal dari dua kata yaitu ”prestasi “ dan “belajar”. Kata
prestasi berasal dari bahasa Belanda yaitu prestatie, kemudian dalam bahasa Indonesia menjadi prestasi yang berarti hasil usaha (Zaenal Arifin, 1988:2). Menurut Widodo (2002:594), prestasi adalah hasil yang telah dicapai, sedangkan menurut Muchtar Bukhari (1984:154), prestasi adalah hasil yang telah dicapai atau hasil yang sebenar-benarnya dicapai.
37
Para ahli yang merumuskan definisi prestasi belajar dari sudut pandang yang berbeda. Prayitno (1973:35) mengartikan prestasi belajar sama dengan hasil belajar yaitu sebagai sesuatu yang diperoleh, dikuasai atau merupakan hasil dari adanya proses belajar. Menurut Sudjana (1990:22) prestasi belajar merupakan kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah menerima pengalaman belajar. Berdasarkan beberapa pendapat diatas, prestasi belajar dapat diartikan merupakan kemampuan yang dimiliki siswa setelah melalui pengalaman. Istilah prestasi belajar menunjukkan kepada gambaran keberhasilan seseorang dalam upaya mengoptimalkan kemampuan yang dimilikinya melalui suatu kegiatan pembelajaran. Prestasi belajar adalah, penilaian usaha kegiatan belajar yang dinyatakan dalam bentuk angka, huruf atau simbol yang dapat mencerminkan hasil yang dicapai
oleh
siswa
dalam
periode
tertentu.
(tersedia
di
http://one.indoskripsi.com/judul-skripsi/psikologi/hubungan-antara-kecerdasanemosional-dengan-prestasi-belajar-pada-siswa-kelas-ii-smu-lab-school-jakar). Senada dengan pendapat tersebut, Tu’u (2004:75) mengemukakan bahwa prestasi merupakan hasil yang dicapai seseorang ketika mengerjakan tugas atau kegiatan tertentu. Prestasi akademik adalah hasil belajar yang diperoleh dari kegiatan pembelajaran di sekolah atau di perguruan tinggi yang bersifat kognitif dan biasanya ditentukan melalui pengukuran dan penilaian. Sementara prestasi belajar adalah penguasaan pengetahuan atau keterampilan yang dikembangkan
38
oleh mata pelajaran, lazimnya ditunjukkan dengan nilai tes atau angka yang diberikan oleh guru. Prestasi belajar adalah hasil yang didapatkan oleh siswa berdasarkan kemampuannya dalam menguasai materi pelajaran yang diberikan oleh guru di dalam kelas. Dalam arti yang lain, prestasi belajar merupakan suatu tingkat atau keberhasilan siswa dalam menyelesaikan proses pembelajaran. Ru’yatul Hilal yang mengutip pendapat Best (1983 : 193) menyatakan bahwa prestasi belajar adalah nilai yang diberikan oleh guru terhadap hal-hal yang harus dikuasai oleh siswa, dalam hal ini kondisi penguasaan materi pelajaran yang diajukan kepada siswa. Dari pendapat Best ini, dapat disimpulkan bahwa prestasi belajar merupakan nilai/hasil akhir yang diperoleh siswa berdasarkan evaluasi yang diberikan oleh guru di dalam kelas. Dalam hal memberikan sebuah penilaian, guru tentunya merupakan pihak yang memegang kendali utama dalam menentukan prestasi yang dicapai siswa berdasarkan beragam evaluasi yang dilakukannya. Berkaitan dengan hal ini, Usman Uzer (1999 : 74-103) mengutip pendapat Turney, mengungkapkan 8 keterampilan dasar mengajar yang harus dikuasai oleh guru pengajar. 8 keterampilan mengajar tersebut di antaranya : a.
Keterampilan bertanya (questioning skills),
b.
Keterampilan memberi penguatan (reinforcement skills),
c.
Keterampilan mengadakan variasi (variations skills),
d.
Keterampilan menjelaskan (explaining skills),
39
e.
Keterampilan membuka dan menutup pelajaran (set induction and closure),
f.
Keterampilan membimbing diskusi kelompok kecil,
g.
Keterampilan mengelola kelas, dan
h.
Keterampilan mengajar perseorangan. Keterampilan-keterampilan ini harus dapat dikuasai oleh seorang guru
agar pembelajaran di dalam kelas dapat berjalan dengan baik dan efektif. Beberapa keterampilan di atas, di antaranya keterampilan membimbing diskusi kelompok kecil, dan juga keterampilan mengajar perseorangan amat berguna ketika sedang diterapkan di dalam pembelajaran. Lewat keterampilan ini, guru akan mampu menggali potensi yang dimiliki oleh siswa sehingga diharapkan prestasi siswa tersebut dapat ikut terangkat. a.
Fungsi Prestasi Belajar Adapun fungsi utama prestasi belajar menurut Ahmad Tafsir
(1999:40) adalah untuk mengetahui sejauhmana hasil pendidikan dapat direalisasikan dan untuk mnengetahui kemampuan siswa dalam menguasai bahan pengajaran yang telah diberikan. Menurut Nana Sudjana (2004:111) bahwa fungsi prestasi belajar adalah untuk mengetahui tercapai tidaknya tujuan pengajaran dan untuk mengetahui keefektifan proses belajar mengajar yang telah diberikan oleh guru. Senada dengan hal tersebut Eddy Soewardi Kartawidjaja (1987:6) mengemukakan bahwa fungsi prestasi belajar adalah: 1). mengetahui taraf kesiapan siswa dalam menempuh pendidikan tertentu.
40
2). mengetahui seberapa jauh hasil yang telah dicapai dalam proses belajar mengajar yang telah dilaksanakan. 3). untuk mengetahui penugasan bahan pelajaran oleh siswa dan untuk mengetahui taraf efisiensi metode mengajar yang dipergunakan dikelas. Berdasarkan pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa fungsi prestasi belajar bagi siswa adalah untuk mengetahui sejauhmana kemajuan siswa setelah menyelesaikan aktivitas belajar dan sebagai alat untuk memotivasi siswa agar lebih giat dalam belajar yang biasanya dalam bentuk skor ataupun angka. Dari beberapa ahli diatas juga dapat diasumsikan bahwa prestasi belajar adalah suatu perubahan baik yang bersifat kognitif, afektif atau psikomotorik yang dialami oleh siswa. Indikasi dari semua perubahan yang dialami siswa dan memperoleh suatu kemampuan dalam belajar disebut dengan prestasi belajar. Dengan terciptanya suatu prestasi belajar yang baik seorang siswa mampu untuk mencapai tujuannya dalam belajar.
b.
Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Prestasi Belajar Secara umum, faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi belajar
siswa dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu: faktor internal dan faktor eksternal (Ngalim Purwanto, 1990:107).
Sedangkan Muhibbin Syah
(2002:132-139) berpendapat bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi belajar, yaitu: faktor internal, faktor eksternal dan faktor pendekatan belajar. Selain itu Abin Syamsudin Makmun (2004:165) menyatakan bahwa faktor yang mempengaruhi prestasi belajar yaitu: hasil belajar yang
41
diharapkan (the expected out put, karakter siswa (raw input), sarana (instrumental) dan lingkungan (environmental out put). Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa, prestasi belajar siswa dapat dipengaruhi oleh situasi dan kondisi baik dari dalam maupun luar. Dengan demikian, faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi belajar ini penting dan harus diperhatikan agar prestasi belajar yang hendak dicapai akan terlaksana dengan baik.
3.
Hubungan Pembelajaran Kooperatif Model Word Square dengan Prestasi Belajar Seperti yang telah dikemukakan sebelumnya, pembeajaran kooperatif
model Word Square diterapkan untuk melibatkan siswa untuk turut berpikir dan juga merupakan sistem pengajaran yang memberi kesempatan kepada siswa untuk bekerja sama dengan sesama siswa dalam tugas-tugas yang terstruktur dengan menggunakan model Word Square yang merupakan salah satu pembelajaran yang di dalamnya terdapat unsur permainan, sehingga anak tidak merasa bosan dan dapat menarik minat dan menambah motivasi belajar siswa sehingga prestasi belajar akan meningkat. Penerapan pembelajaran kooperatif model Word Square di dalam kelas dapat dilakukan melalui dua pendekatan yakni pembelajaran small group dan juga pemberian out-of-class assignment. Lewat dua pendekatan ini, diharapkan dua keterampilan siswa akan tergali yaitu kemampuan berkomunikasi dan juga rasa
42
tanggung jawab terhadap tugas kelompok. Keterampilan berkomunikasi dalam small group akan membantu siswa dalam menyatukan pendapat dan pikiran sehingga pembelajaran dalam kelompok dapat meningkat. Begitupun pula dalam out-of-class assignment, siswa akan memiliki tanggung jawab dalam mengerjakan tugas yang diberikan sehingga dengan motivasi yang tinggi tersebut, tugas yang dihasilkannya pun akan memiliki kualitas yang baik. Berkaitan dengan hal ini, Sardiman A. M. dalam Aris. (2007 : 29) mengungkapkan hal yang serupa bahwa : “Motivasi kognitif (cognitive motives) menunjuk pada gejala intrinsic, menyangkut kepuasan individual. kepuasan individual yang berada dalam diri manusia dan biasanya berwujud proses dan produk mental. Jenis motif seperti ini adalah sangat primer dalam kegiatan belajar di sekolah, terutama yang berkaitan dengan pengembangan intelektual.” Seperti yang telah dipaparkan sebelumnya, belajar merupakan aktivitas yang dilakukan antara guru dan siswa dan dalam proses pembelajaran, setelah siswa mengalami proses pembelajaran di dalam kelas, siswa diharapkan mengalami perubahan dalam kepribadian maupun tingkah laku baru yang mungkin berbentuk keterampilan, sikap, kebiasaan, kemampuan, pemahaman konsep, dan meningkatnya prestasi belajar. Prayitno (1973:35) mengartikan prestasi belajar sama dengan hasil belajar yaitu sebagai sesuatu yang diperoleh, dikuasai atau merupakan hasil dari adanya proses belajar. Senada denga hal tersebut Sudjana (1990:22) menyatakan prestasi belajar merupakan kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah menerima pengalaman belajar. Prestasi belajar merupakan hasil positif yang didapat oleh peserta didik setelah melalui proses pembelajaran di sekolah.
43
Ru’yatul
Hilal
yang
mengutip
pendapat
Best
(1983
:
193)
memperkenalkan konsep ”test achievement” yaitu alat yang digunakan untuk mengukur apa yang telah dipelajari oleh siswa, yaitu tingkat perfomance-nya yang sekarang. Tes yang diberikan ini amat membantu untuk menentukan prestasi belajar seseorang. Di sinilah akan kita temukan keterkaitan antara pembelajaran kooperatif model Word Square dengan konsep prestasi belajar. Melalui pembelajaran kooperatif model Word Square kemampuan yang dimiliki oleh siswa akan tergali sehingga pencapaian hasil belajar siswa akan bernilai secara maksimal yang diharapkan pula akan meningkatkan prestasi belajar siswa. Kegiatan belajar-mengajar dengan menggunakan pembelajaran kooperatif model Word Square ini akan terus dipantau dan diharapkan dari satu tindakan ke tindakan berikutnya akan terjadi peningkatan. Peningkatan kualitas belajar inilah yang juga akan menjadikan prestasi belajar siswa akan meningkat.
D.
Pembelajaran Sejarah
1.
Pembelajaran Pembelajaran sejarah terdiri dari dua konsep yang saling terpisah, yaitu
konsep ”pembelajaran” dan konsep ”sejarah”. Pembelajaran merupakan aktivitas yang terjadi antara guru yang mengajar dan siswa yang belajar. Dalam Undangundang RI No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, dikatakan bahwa pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar.
44
Pembelajaran adalah upaya membelajarkan siswa dengan menggunakan asas pendidikan maupun teori belajar merupakan faktor penentu utama keberhasilan pendidikan. Pembelajaran merupakan proses komunikasi dua arah antara guru dan peserta didik. Konsep pembelajaran menurut Corey dalam Syaiful Sagala (2005: 61) adalah suatu proses dimana lingkungan seseorang secara disengaja dikelola untuk memungkinkan ia turut serta dalam tingkah laku tertentu dalam kondisi khusus atau menghasilkan respons terhadap situasi tertentu. Senada dengan pendapat tersebut Sudidjo dan Siregar (2004: 4) mengatakan pembelajaran adalah upaya menciptakan kondisi dengan sengaja agar tujuan pembelajaran
dapat
dipermudah
(facilitated)
pencapaiannya.
Sehingga,
pembelajaran tidak hanya ditujukan untuk mengembangkan pengetahuan, namun juga sikap, tingkah laku, pengalaman, minat, penghormatan merupakan tujuantujuan yang mesti dicapai pula. Pembelajaran merupakan suatu proses dimana seseorang belajar mengenai sesuatu dan mengalami perubahan setelah melakukannya. Proses pembelajaran atau pengajaran kelas menurut Dunkin dan Biddle dalam Syaiful (2005: 63) berada pada empat variabel interaksi yaitu (1) variabel pertanda atau pendidik (2) variabel konteks atau peserta didik (3) variabel proses atau interaksi dan (4) variabel produk atau perkembangan peserta didik. Pembelajaran merupakan suatu proses interaksi dari dua variabel atau lebih sehingga menimbulkan perlakuan atau kondisi baru. Dari pengertian ini dapat diartikan, pembelajaran adalah interaksi yang terjadi antara guru dengan siswa di dalam kelas dengan menggunakan sumber belajar.
45
2.
Pembelajaran Sejarah Banyak orang yang mengatakan dan mengartikan sejarah sebagai
pengalaman/kejadian/peristiwa yang berlangsung di masa lampau. Itu benar adanya. Secara mikro, sejarah merupakan catatan pengalaman setiap individu. Sedangkan secara makro, sejarah merupakan pengalaman kolektif kelompok atau bangsa. Peristiwa merupakan bagian dari pengalaman manusia yang merupakan produk pikirannya atau perasaannya atau juga perbuatannya yang sudah terjadi dan dicatat atau masih teringat. Sjamsuddin (2001 : 121-122) mengemukakan pendapatnya bahwa : ”Sejarah merupakan hasil rekonstruksi intelektual dan imajinatif sejarawan tentang apa yang telah dipikirkan, atau telah dirasakan, atau telah diperbuat oleh manusia sebagai individu maupun kelompok, berdasarkan atas rekaman-rekaman lisan, tertulis dan/atau peninggalan sebagai pertanda kehadirannya di suatu tempat tertentu pada suatu ketika tertentu”. Berdasarkan pemaparan tersebut di atas, maka pembelajaran sejarah dapat dikatakan sebagai sebuah proses yang bertujuan untuk mendorong siswa untuk mendapat pengetahuan akan peristiwa di masa lampau, yang sarat akan pengalaman, sehingga melalui pengetahuan akan pengelaman tersebut, akan membawa perubahan tingkah laku dan mengembangkan diri secara utuh. Pembelajaran sejarah bagi para siswa berperan untuk menumbuhkan kesadaran sejarahnya, sehingga dapat memperkuat identitas diri melalui nilai-nilai yang terdapat pada pengalaman di masa lampau. Pembelajaran sejarah merupakan salah satu proses belajar yang memiliki peran penting dalam membentuk kualitas siswa dari berbagai sisi. Pelajaran sejarah sering diidentikkan sebagai mata pelajaran hapalan, namun hal tersebut
46
sebenarnya tidak perlu terjadi jika pembelajaran yang berlangsung di dalam kelas dapat bermakna serta manfaat yang berarti bagi siswa melalui penanaman nilainilai sejarah. Hal ini sesuai dengan pengertian sejarah yang diungkapkan Depdiknas (2003: 1) bahwa sejarah adalah mata pelajaran yang menanamkan pengetahuan dan nilai-nilai mengenai proses perubahan dan perkembangan masyarakat Indonesia dan dunia dari masa lampau hingga kini. Dalam upaya meningkatkan kualitas pembelajaran sejarah, maka pelaksanaan pembelajaran sejarah di lapangan harus mengalami perubahan. Hal ini disebabkan metode yang selama ini digunakan adalah metode ceramah tradisional yang menjadi metode utama dalam pembelajaran sejarah di rasa sudah tidak sesuai dengan perkembangan zaman. Selain itu metode ceramah tradisional kurang mampu mengali potensi serta kemampuan siswa sebab hanya menitikberatkan pada penyampaian fakta yang berkutat pada teori-teori besar (Grand Theory) atau mengenai siapa, kapan, dan dimana (who, when, whch dan where) saja melainkan, memaparkan bagaimana (how atau proses) dan mengapa (why)-nya dari sebuah peristiwa sejarah. Diperlukan modifikasi yang kreatif agar pembelajaran sejarah dapat meningkatkan kualitas peserta didik. Hal tersebut didukung oleh pernyataan Ismaun (2001:10) berikut ini: ….pendidikan sejarah haruslah diperbaharui agar mampu menyiapkan para peserta didik mengantisipasi dan beradaptasi dengan lincah ke masa depan. Bukan saja kesadaran akan waktunya harus lebih diarahkan ke masa depan, tetapi juga sifat pengajarannya yang biasanya lebih bertumpu pada pengetahuan fakta belaka yang harus diganti dengan kegiatan belajar yang lebih menekankan aktivitas siswa dengan pendekatan keterampilan proses.
47