BAB II LANDASAN TEORITAS
A. Pengertian Pajak dan Pajak Penghasilan Menurut Brotodiharjo,definisi pajak dapat di ungkapkan dengan pernyataan sebagai berikut ; Pajak adalah iuran kepada Negara (yang dapat dipakasakan) yang terhutang oleh yang wajib membayarnya menurut peraturan-peraturan, dengan tidak mendapat
prestasi
kembali secara langsung yang dapat langsung ditunjuk, dan yang gunanya adalah untuk membiayai pengeluaran umum berhubungan dengan
tugas negara untuk
menyelengarakan pemerintahan. Brotodiharjo, (2005:2) Menurut Adriani, (2006:1) “Pajak adalah iuran kepada negara (yang dapat di paksakan ) yang terhutang oleh yang wajib membayar menurut peratusan – perturan, dengan tidak mendapat prestasi kembali langsung dapat di tunjuk dan gunanya adalah untuk mebiayai pengeluaran – pengeluaran umum berhubungan dengan tugas negarauntuk menyelenggrakan pemerintahan”. Sedangkan dari segi manfaat pajak Munawir (2007;3) mendefinisikan pajak sebagai suatu kewajiban untuk menyerahakan sebagian dari kekayaan pada Negara disebabkan suatu keadaan, kejadian, dan perbuatan yang memberikan kedudukan tertentu, bukan seperti hukuman menurut hukuman menurut peraturan pemerintah serta dapat dipaksakan, tetapi memelihara kesejahteraan umum. Menurut Soemitro, Mardiasmo (2010 :1) mendefinisikan : “Pajak adalah iuran rakyat kepada kas Negara berdasarkan undang-undang (yang dapat di paksalkan) dengan
tiada mendapat timbal (kontraprestasi) dan langsung dapat ditunjuk dan yang di gunakan untuk membayar pengeluaran umum” Ciri-ciri pajak adalah sebagai berikut : 1.
Adanya pengalihan kekayaan dari sector swasta ke sector pemerintah.
2.
Pemungutan pajak dapat dipaksakan secara hukum dengan melalui dua cara : malalui pengadialn atau sura paksa/
3.
Pajak dapat dikenakan atas orang atau barang
4.
Pajak di pungut secara perodik maupun insidentil
5.
Pungutan pajak tidak dapat di tujukan ada jasa timbale secara langsung (kontraprestasi)
6.
Pajak mempunyai fungsi bugeter dan fungsi mengatur Fungsi bugeter : pajak sebagai sumber dana bagi pemerintah untuk membiayai
pengeluaran-pengeluarannya, Fungsi mengatur : pajak sebagai alat untuk mengatur atau melaksanakan kebijakan pemerintah dibidang social, ekonomi. Mardiasmo, (2010:1-2) Pajak penghasilan adalah pajak yang di hitung berdasarkan peraturan perpajakan dan pajak ini dikenakan atas Penghasilan Kena Pajak perusahaan. Mencakup juga pajak Penghasilan Final. Pajak penghasilan final adalah pajak penghasilan yang bersifat final. Yaitu bahwa setelah pelunasannya, kewajiban pajak telah selesai dan penghasilan yang dikenakan pajak penhasilan tidak digabungkan dengan jenis penghasilan lain yang terkena pajak penghasilan yang tidak bersifat final. Pajak jenis ini dapat dikenakan terhadap jenis
penghasilan transaksi, atau usaha tertentu.
Ikatan Akuntan Indonesia, (2007, PSAK
no.46) Dalam buku karangan Mardiasmo (2010:05-06) Pengelompokan Pajak terbagi atas tiga kelompok:
1)
Menurut golongannya: 1.
Pajak Langsung Pajak yang harus dipikul sendiri oleh wajib pajak dan tidak dapat di bebankan kepada orang lain. Dalam arti administrasi pajak, pajak
langsung
tersebut dikenakan berulang-ulang pada waktu tertentu berdasarkan suatu surat pemberitahuan. Contoh : Pajak Penghasilan 2.
Pajak tidak langsung Pajak yang akhirnya dapat dibebankan atau dapat dilimpahkan kepada orang lain. Contoh : Pajak Pertambahan Nilai.
2)
Menurut sifatnya 1. Pajak subjektif Pajak yang berpangkal, berdasarkan pada subjeknya, dalam arti memperhatiakn keadaan diri wajib pajak. Dapat mempengaruhi besar kecilnya jumlah pajak yang harus dibayar. Contoh ; Pajak Penghasilan 2. Pajak Objektif Pajak yang berpakal pada objeknya, tanpa memperhatikan keadaan diri dari wajib pajak. Contoh PPN dan PPnBM
3.
Menurut Lembaga Pemungutannya
1. Pajak Pusat Pajak yang dipungut oleh pemerintah pusat digunakan untuk membiayai rumah tangga Negara. Contoh : PPh, PPnBM, PBB dan Bea Materai. 2. Pajak Daerah Pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah dan di gunakan untuk membiyai rumah tangga daerah. Pajak daerah terdiri dari : Pajak daerah tingkat I (propinsi) Contoh Pajak Kendaraan bermotor dan Bea Balik Kendaraan bermotor dan Pajak daerah tingkat II (kotamadya atau kabupaten) contoh : Pajak penerangan jalan Berdasarkan jenisnya, pajak dibedakan atas beberapa macam yaitu: pajak bumi dan bangunan (PBB), Pajak Penghasilan(PPh), Pajak pertambahan nilai (PPN), dan Bea Materai. Pajak penghasilan (PPh) merupakan pajak yang dikenakan pada seseorang yang bersifat pribadi, berkenaan dengan penghasilan yang diperoleh selama satu tahun pajak. Penghasilan adalah setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterma oleh Wajib Pajak, baik yang bersal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan dengan nama dan dalam bentuk apapun. Pajak bumi dan Bangunan (PBB) merupakan pajak yang dikenakan atas bumi dan bangunan. Dalam pengertian ini bumi adalah permukaan bumi dan kedalamannya dan perairan pedalaman di wilayah Indonesia. Pengertian Bangunan adalah konstruksi teknik yang ditanam atau diletakkan secara tetap pada tanah atau perairan, seperti jalan tol,rumah,swalayan,galangan kapal, dan lain-lain. Pajak pertambahan Nilai (PPN) merupakan pajak yang lahir karena digunakannya factor-faktor produksi pada jalur-jalur perusahaan dalam menyiapakan, menghasilkan, menyalurkan
atau memperdagangkan barang serta memberikan pelayanan jasa termasuk di dalamnya barang mewah adalah barang hasil produksi dalam atau luar negeri penggunaannya didak secara umum karena kemewahannya, serta oleh ketentuan peundang-undangandikenakan pajak pertambahan nilai, juga dikenakan pajak penjualan. Bea
Materai
merupakan
pajak
yang
dikenakan
terhadap
dokumen.
Dokumenadalah kertas yang beis tulisan yang mengandung arti atau maksud tertentu tentang pebuatan, keadaan atau kenyataan bagi seseorang atau pihak-pihak yang berkepentingan. Termasuk di dalamnya adalah bea materai temple dan kertas materai yang dikeluarkan oleh pemerintah. Menurut mardiasmo (2010:7-8), system pemungutan pajak di Indonesia dapat dubagi menjadi : 1)
Official Assessment System Suatu system pemungutan
yang memberikan wewenang kepada
pemerintah untuk menetukan besarnya pajak yang terhutang oleh Wajib Pajak. Yang memiliki cirri=cirri yaitu wajib pajak bersifat pasif, hutang pajak timbul setelah dikeluarkan surat ketetapan pajak oleh pemerintah dan wewenang untuk menetukan besarnya pajak terhutang ada pada pemerintah.
2)
Self Assessment System Suatu
system
pemungutan
pajak
yang
memberikan
wewenang
kepercayaan, tanggung jawab kekpada Wajib Pajak untuk menghitung, memperhitungkan, membayar, dan melaporkan sendiri besarnya pajak yang harus dibayar. Dan memiliki cirri-ciri seperti: wajib pajak aktif, mulai dari menghitung,
menyetor dan melaporkan sendiri pajaknya yang terhutang, pemerintah tidak ikut campur hanya mengawadi saha dan wewenang untuk menentukan besarnya pajak terhutang, ada pada wajib pajak sendiri.
3)
Withholding System Suatu system pemungutan pajak yang member wewenang kepada pihak ketiga untuk menentukan besarnya pajak yang terhutang oleh pajak, yang memiliki cirri-ciri sebagai berikut: wewenang menentukan besarnya pajak yang terhutang ada pada pihak ketiga (pihak selain pemerintah maupun Wajib Pajak). Menurut Waluyo dan Wirawan (2010:8), terdapat tiga azas dalam pemungutan pajak yaitu:
1)
Azas domisili (azas tempat tinggal ) Azas domisili menjelaskan pengertian bahwa Negara tempat seseorang bertempat tinggal atau badan berkedududkan yang disebut dengan pendududuk berwenang untuk memungut pajak aras penghasilang yang duperleh penduduk tersebut. Negara berhak mengenakan pajak atas penghasilan yang diperoleh Wajib pajak yang bertempat tinggal di wilayahnya, baik penghasilan yang berasal dari dalam negeri maupun dari luar negeri.
2)
Azas Sumber Berdasarkan azas sumber , Negara yang berwenang memungut pajak atas suatu penghasilan adala Negara asa(sumber) penghasilan tanpa memandang subjek pajak memperoleh penghasilan. Negara berhak mengenakan pajak aras penghsilan yang bersumber di wilayahnya tanpa memperhatikan tempat tinggal Wajib Pajak.
3)
Azas Kebangsaan Azas kebangsaan adalah azas yang mendasarkan pengenaan pajak terhadap seseorang atau badan didasarkan kepada status kewarganegaraan Wajib Pajak. Pengenaan pajak dihubungkan dengan kebangsaan suatu Negara. Misalnya pajak bangsa asing di Indonesia yang bertempat tinggal di Indonesia. Azas ini berlaki inti Wajib Pajak Luar Negeri. Dalam buku “Perpajakan Indonesia” karangan Waluyo dan Wirawan (2005:9) ada empat macam tariff pajak yang akan kita bahas yaitu: 1)
Tarif Sebanding atau Proporsional Tariff yang berupa persentase yang tetap terhadap berapun jumlah yang dikenao pajak sehingga besarnya pajak yang terhutang proporsinal terhdap besarnya nilai yang dikenao pajak, contohnya adalah untuk penyerahan barang kena pajak didalam daerah pabean akan dikenakan PPN sebesar 10%.
2)
Tarif Tetap
Tariff berupa jumlah yang tetap atau sama terhadap berapun jumlah yang dikenai sehingga besarnya pajak yang terhutang tetap, besarnya tariff bea materai untuk cek dan billyet giro dengan nilai nilai nominal berapun adalah Rp.1000,-
3)
Tarif Progrsif Persentase tariff yang digunakan semakin besar bila jumlah yang dikenai pajak semakin besar. Contoh: Pasal 17 UU PPh.
4)
Tarif Degresif Persentase tariff yang digunakan semakin kecil bila jumlah dikenao pajak semakin besar.
B. Penghasilan menurut Akuntansi dan Penghasilan menurut Pajak 1. Penghasilan menurut Akuntansi Penghasilan bersih ( laba) seringkali digunakan sebagai ukuran kinerja atau sebagai bagian dasar bagi ukuran yang lain seperti imbalan investasi (Return On Invesment) atau penghasilan per saham (earning Per Share). Unsure yang langsung berkaitan dengan penguuran penghasilan dan beban, dan karenanya juga
penghasilan bersih (laba), tergantunf sebagian pada konsep modal yang di gunakan perusahaan dalam penyusunan laporan keuangan. Penghasilan (income) menurut Akuntansi adalah kenaolan manfaat ekonomi selama suatu periode akuntansi dalam bentuk pemasukan atau penambahan aktiva atau penurunan kewajiban yang mengakibatkan kenikan ekuitas yang tidak berasal dari konstribusi penanam modal. Ikatan Akuntansi Indonesia, (2005;12) Sedangkan pendapatan menurut pernyataan Standar Akuntansi Keuangan No.23 adalah “Arus masuk bruto dari manfaat ekonomi yang rimbul dari akrivitas normal peusahaan selama suaru periode bila arus masuk itu mengakibatkan kenaikan ekuitas yang tidak berasal dari konstribusi penanam modal”
2. Penghasilan menurut Pajak Pengertian penghasilan dalam Undang-Undang No. 17 tahun 2000 adalah Ps-4 UU No.36 Tahun 2008, tentang Objek Pajak, yang menjadi Objek Pajak adalah: Penghasilan adalah setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apapun. C. Beban menurut Akuntasi dan Beban menurut Pajak
1. Beban menurut Akuntasi Devinisi beban mencakup baik kerugian maupun beban yang tombul dlam melaksanakan aktivitas peusahaan yang biasa. Beban yang timbul dalam pelaksanaan aktifitas perusahaan yang biasa meliputi, misalnya beban pokok penjulan, gaji dan penysutan. Beban tersebut biasanya berbentuk arus keluar atau berkurangnya aktivitas seperti kas ( dan setara kas), persediaan dan aktiva tetap. Beban (expenses) menurut akuntansi adalah penurunan manfaat ekonomi selama suatu periode akuntasi dalam bentuk arus keluar atau berkurangnya aktiva atau terjadinya kewajiban yang mengakibatkan penurunan ekuitas yang tidak menyangkut pembagian kepada penanam modal Ikatan Akuntan Indonesia, (2005:1) 2. Beban menurut Pajak Biaya – biaya dalam perpajakan adalah semua biaya yang diperkenankan untuk dikurangkan dalam rangka menghitung besarnya pajak penghasilan, tetapi tidak semua biaya yang dikeluarkan perusahaan dapat diakui sebagai pengurang, meskipun biaya tersebut berkaitan dengan kegiatan usaha. Hal ini disebabkan karena menurut ketentuan pajak, biaya fiskal digolongkan menjadi 2 (dua) macam, yakni : 1) Biaya-biaya yang boleh dikurangkan dari penghasilan bruto. diatur pada Pasal 6 ayat (1) UU No. 36 Tahun 2008 antara lain sebagai berikut: Besarnya Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib Pajak dalam negeri dan bentuk usaha tetap, ditentukan berdasarkan penghasilan bruto
dikurangi
biaya
untuk
mendapatkan,
menagih,
dan
memelihara
penghasilan, termasuk: a. biaya yang secara langsung atau tidak langsung berkaitan dengan kegiatan usaha, antara lain : 1. biaya pembelian bahan; 2. biaya berkenaan dengan pekerjaan atau jasa termasuk upah, gaji, honorarium, bonus,gratifikasi, dan tunjangan yang diberikan dalam bentuk uang; 3. bunga, sewa, dan royalti; 4. biaya perjalanan; 5. biaya pengolahan limbah; 6. premi asuransi; 7. biaya promosi dan penjualan yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan MenteriKeuangan; 8. biaya administrasi; dan 9. pajak kecuali Pajak Penghasilan; b. penyusutan atas pengeluaran untuk memperoleh harta berwujud dan amortisasi atas pengeluaran untuk memperoleh hak dan atas biaya lain yang memiliki masa manfaat lebih dari 1 (satu) tahun sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 dan Pasal 11A; c. iuran kepada dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan; d. kerugian karena penjualan atau pengalihan harta yang dimiliki untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan;
e. kerugian dari selisih kurs mata uang asing; f. biaya penelitian dan pengembangan perusahaan yang dilakukan di Indonesia; g. biaya bea siswa, magang, dan pelatihan; h. piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih, dengan syarat : a) telah dibebankan sebagai biaya dalam laporan laba rugi komersial; b) Wajib Pajak harus menyerahkan daftar piutang yang tidak dapat ditagih kepada Direktorat Jenderal Pajak; c) telah diserahkan perkara penagihannya kepada Pengadilan Negeri atau instansi pemerintah yang menangani piutang negara; atau adanya perjanjian tertulis mengenai penghapusan piutang/pembebasan utang antara kreditur dan debitur yang bersangkutan; atau telah dipublikasikan dalam penerbitan umum atau khusus; atau adanya pengakuan dari debitur bahwa utangnya telah dihapuskan untuk jumlah utang tertentu; d) syarat sebagaimana dimaksud pada angka 3 tidak berlaku untuk penghapusan piutang tak tertagih debitur kecil sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf k; i. sumbangan dalam rangka penanggulangan bencana nasional yang ketentuannya diatur dengan Peraturan Pemerintah; j. sumbangan dalam rangka penelitian dan pengembangan yang dilakukan di Indonesia yang ketentuannya diatur dengan Peraturan Pemerintah; k. biaya pembangunan infrastruktur sosial yang ketentuannya diatur dengan Peraturan Pemerintah;
l. sumbangan fasilitas pendidikan yang ketentuannya diatur dengan Peraturan Pemerintah; dan m. sumbangan dalam rangka pembinaan olahraga yang ketentuannya diatur dengan Peraturan Pemerintah. 2) Biaya-biaya yang tidak boleh dikurangkan dari penghasilan bruto. Biaya yang tidak boleh dikurangkan dari penghasilan bruto diatur dalam Pasal 9 ayat (1) UU No. 36 Tahun 2008. Untuk menentukan besarnya Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib Pajak dalam negeri dan bentuk usaha tetap tidak boleh dikurangkan : a. pembagian laba dengan nama dan dalam bentuk apapun seperti dividen, termasuk dividen yang dibayarkan oleh perusahaan asuransi kepada pemegang polis, dan pembagian sisa hasil usaha koperasi; b. biaya yang dibebankan atau dikeluarkan untuk kepentingan pribadi pemegang saham, sekutu, atau anggota; c. pembentukan atau pemupukan dana cadangan kecuali : a) cadangan piutang tak tertagih untuk usaha bank dan badan usaha lain yang menyalurkan kredit, sewa guna usaha dengan hak opsi, perusahaan pembiayaan konsumen, dan perusahaan anjak piutang; b) cadangan untuk usaha asuransi termasuk cadangan bantuan sosial yang dibentuk oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial; c) cadangan penjaminan untuk LembagaPenjamin Simpanan; d) cadangan biaya reklamasi untuk usaha pertambangan; e) cadangan biaya penanaman kembali untuk usaha kehutanan; dan
f) cadangan biaya penutupan dan pemeliharaan tempat pembuangan limbah industri untuk usaha pengolahan limbah industri; d. premi asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna, dan asuransi bea siswa, yang dibayar oleh Wajib Pajak orang pribadi, kecuali jika dibayar oleh pemberi kerja dan premi tersebut dihitung sebagai penghasilan bagi Wajib Pajak yang bersangkutan; e. penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang diberikan dalam bentuk natura dan kenikmatan, kecuali penyediaan makanan dan minuman bagi seluruh pegawai serta penggantian atau imbalan dalam bentuk natura dan kenikmatan di daerah tertentu dan yang berkaitan dengan pelaksanaan pekerjaan yang ditetapkan dengan KMK; f. jumlah yang melebihi kewajaran yang dibayarkan kepada pemegang saham atau kepada pihak yang mempunyai hubungan istimewa sebagai imbalan sehubungan dengan pekerjaan yang dilakukan; g. harta yang dihibahkan, bantuan atau sumbangan, dan warisan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3) huruf a dan huruf b, kecuali zakat atas penghasilan yang nyata-nyata dibayarkan oleh Wajib Pajak orang pribadi pemeluk agama Islam dan atau Wajib Pajak badan dalam negeri yang dimiliki oleh pemeluk agama Islam kepada badan amil zakat atau lembaga amil zakat yang dibentuk atau disahkan oleh Pemerintah; h. Pajak Penghasilan; i. biaya yang dibebankan atau dikeluarkan untuk kepentingan pribadi Wajib Pajak atau orang yang menjadi tanggungannya;
j. gaji yang dibayarkan kepada anggota persekutuan, firma, atau perseroan komanditer yang modalnya tidak terbagi atas saham; k. sanksi administrasi berupa bunga, denda, dan kenaikan serta sanksi pidana berupa denda yang berkenaan dengan pelaksanaan perundang-undangan di bidang perpajakan. D. Laporan Keuangan Komersial dan Laporan Keuangan Fiskal 1.
Laporan Keuangan Komersial Akuntansi adalah aktivitas atas jasa. Fungsinya adalah untuk menyediakan informasi kuantitatif (terutama yang bersifat keuangan mengenai beban usaha/entitas), yang berguna dalam menetapkan pilihan yang tepat diantara berbagai alternative tindakan. Informasi kuantitatif tersebut dinyatakan sebagai laporan keuangan. Manajemen perusahaan memikul tanggung jawab utama dalam menyusun laporan keuangan perusahaan. Manajemen turut berkepentingan dengan informasi yang disajikan dalam laporan keuangan meskipun sebenarnya mamanjemen telah memiliki akses terhadap informasi manajemen dan keuangan dalam perencanaan, pengendalian dan pengambilan keputusan. Laporan keuangan menggambarkan apa saja yang telah dilakukan manajemen atau pertanggungjawaban manajemen atas sumber daya yang telah dipercayakan kepadanya. Pemakai ingin menilai apa yang telah dilakukan manajeme, agar mereka dapat membuat keputusan ekonomi. Adapun tujuan laporan keuangan yang dikemukakan dalam standar Akuntansi Keuangan (SAK) adalah: menyediakan informasi yang menyangkut posis kinerja, serta perubahanposisi keuangan suatu perusahaan yang bermanfaat bagi sejumlah
besar pemakai dalam mengembalikan keputusan ekonomi. Ikatan Akuntansi Indonesia, (2005:4) Para pemakai laporan keuangan terdiri atas : Investor, Karyawan, pemberi pinjaman, pemasok,pemerintah, masyarakat. Sedangkan unsure-unsur laporan keuangan sebagaimana diatur dalam SAK terkandung dalam pernyataan berikut: laporan keuangan menggambarkan dampak keuangan dari transaksi dan peristiwa lain yang diklasifikasikan dalam beberapa kelompok menurut karakteristik ekonomiya. Kelompok besar ini merupakan unsure laporan keuangan, unsure yang berkaitan secara langsung dengan pengukuran posisi keuangan adalah aktiva, kewajiban dan equitas. Sedangkan unsure unsure yang berkaitan dengan pengukuran kinerja dalam laporan laba rugi adalah penghasilan dan beban. Laporan posisi keuangan biasayan mencerminkan berbagai unsure laporan laba rugi dan perubahan dalam berbagai unsure neraca; dengan demikian, kerangka dasar ini tidak mengidentifikasikan unsure laporan perubahan posis keuangan secara khusus. Ikatan Akuntan Indonesia,(2005;6) Informasi posisi keuangan disajikan dalam neraca. Informasi mengenai kinerja disajikan dalam laporan laba rugi. Sedangkan informasi perubahan posisi keuangan di sajikan dalam laporan tersendiri, yaitu laporan Arus kas.
2.
Laporan Keuangan Fiskal Untuk kepentingan perpajakan, maka laporan keuangan harus dikoreksi sesuai dengan ketentuan undang-undang perpajakan. Laporan keuangan yang telah dilakukan koreksi fiskal dapat dianggap sebagai laporan keuangan fiskal.
Namun apabila pada awalnya laporan komersial telah sesuai dengan ketentua perpajakan, maka tidak perlu lagi diadakan perubaha/koreksi dan dapat dianggap sebagai laporan keuangan fiskal. Koreksi fiskal dibedakan menjadi :
1.
Koreksi Positif Koreksi yang menambah jumlah penghasilan kena pajak yang menambah besar pajak penghasilan.
2.
Koreksi negatif Koreksi yang mengurangi jumlah penghasilan kena pajak Neraca fiskal adalah laporan yang menggambarkan posisikeuangan yang
terdiri dari harta, hutang, dan modal pada tanggal penutupan buku, yang disusun dari pembukuan Wajib Pajak, sesuai dengan ketentuan perundang-undangan perpajakan atau sesuai dengan SAK dalam hal belum diatur secara khusus dalam ketentuan undang-undang perpajakan. Laporan labarugi fiskal adalah laporan yang menggambarkan hasil usaha pekerjaan bebas wajib Pajak dalam jangka waktu 1 periode atau satu tahun pajak, yang disususun dari pembukuan wajib pajak sesuai denganketentuan undangundang perpajakan. Dalam menyajikan laporan laba-rugi fiskal, maka hal-hal yang perlu di perhatikan adalah sebagai berikut : 1. Harus dipisahkan penghasilan dan biaya dalam rangka usaha dengan penghasilan dan biaya di luar usaha. 2. Harus memuat rincian unsure-unsur penghasilan dan biaya wajib pajak
3. Rincianpengahsilan dilakukan menurut sifat atau jenis penghasilan. Rincian biaya dilakukan menurut sifat atau tujuan biaya. 4. Disusun dalam bentuk urutan ke bawah 5. Laba bersih mencerminkan seluruh pos laba dan rugi selama satu tahun Koreksi fiskal mengakibatkan laba uang berbeda antara laporan keuangan komersial dengan laporan keuangan fiskal. Perbedaan tersebut dapat digolongkan menjadi deda wakru dan beda tetap.
1.
Beda waktu Beda waktu dapat deidefinisikan sebagai berikut beda waktu adalah perbedaan
waktu pengakuan pendapatan dan beban tertentu menurut akuntansi (ekonomi perusahaan) dengan ketentuan perpajakan. Sophar Lumbantoruan, (2005:72) Perbedaan ini akan mengakibatkan terjadinya pergeseran waktu pengakuan penghasilan atau biaya antara akuntansi dengan perpajakan dari satu tahun pajak ke tahun pajak lainnya, bedah waktu disebabkan antara lain karena: a. Perbedaan penilaian masa manfaat Akuntansi menilai masa manfaat suatu aktiva berdasarkan taksiran aus dan keusangan, namun perpajakan menilai berdasarkan kelompok-kelompok jenis usaha dan hartanya. Hal ini akan meinimbulkan perbedaan masa manfaat antara akuntansi dengan perpajakan.
Tabel 2.1 Penilaian Masa Manfaat Kelompok Harta Bewujud
Masa manfaat
Tariff penyusutan dimaksud dalam
sebagaimana
Ayat (1)
Ayat (2)
I.Bukan bangunan Kelompok I
4 tahun
25%
50%
Kelompok II
8 tahun
12.5%
25%
Kelompok III
16 tahun
6.25%
12.5%
Kelompok IV
20 tahun
10%
II. Bangunan Permanen
20 Tahun
5%
-
Tidak permanen
10 Tahun
10%
-
Sumber : Komplikasi UU Perpajakan Terlengkap 2010;140 b. Perbedaan Metode Penyusutan Selain hal alin yang menyebabkan beda waktu penysutan adalah apa bila perusahaan menggunakan metode selain dari yang di tentukan oleh Pasal 11 Undangundang RI no.10 tahun 2005. Jika perusahaan menggunakan salah satu dari metode lain seperti sum of the year digit method, service-hour methods, productive-output method atas mesin/peralatan (harta berwujud non bangunan), maka perusahaan wajib melakukan koreksi fiskal yang mengakibatkan terjadinya beda waktu.
c. Perbedaan penilaian persediaan
PSAK No. 14 paragraph 5: “persediaan harus diukur berdasarkan biaya atas nilai realisasi bersih, mana yang lebih rendah ( the lower of cost and net realizable value).” Turunnya nilai realisasi bersih hingga di bawah biaya perolehan menunjukkan adanya penurunan nilai persediaan. Paragraph 28 menyatakan “penurunan nilai persediaan harus diakui sebagai beban pada periode terjadinya penurunan atau kerugian tersebut. Tetapi pasal 10 ayat 6 Undang-undang RI no.10 tahun 2005 menyatakan bahwa persediaan dan persediaan untuk penghitungan harga pokok dinilai berdasarkan harga perolehan yang dilakukan secara rata-rata atau dengan cara mendahulukan persediaan yang di peroleh pertama( FIFO). Dengan didasarkan pada harga perolehan, kecuali persediaan itu dijual atau di gunakan. Pada umumnya terdapat 3 (tiga) golongan persediaan barang, yaitu barang jadi atau barang dagangan, barang dalam proses produksi, bahan baku dan bahan pembantu. Ketentuan pada pasal 10 ayat 6 Undang-undang pajak tahun 2000 ini mengatur bahwa penilaian persediaan barang hanya boleh menggunakan harga perolehan. Penilaian pamakaian persediaan untuk mengukur harga pokok hanya boleh dilakukan dengan cara rata-rata atau dengan cara mendahulukan persediaan yang di dapat pertama(FIFO). Contoh:
1.
Persediaan awal
100 setahun
@ Rp.9,-
2.
Pembelian
100 setahun
@ Rp.12,-
3.
Pembelian
100 setahun
@ Rp.11.25
4.
Penjualan/dipakai
100 setahun
5.
Penjualan/dipakai
100 setahun
Table 2.2 Metode Penilaian Persediaan secara FIFO No
Didapat
Dipakai
Sisa/persediaan
1)
100 @ 9.00
=
Rp.
900,-
2)
100@ Rp 12.00 = Rp.1.200,-
200 @ 2 Rp. 10.50 = Rp.
2.100,-
3)
100@ Rp.12.25 = Rp 1.125,-
300 @ Rp 10.75
= Rp.
3.225
4)
100@Rp 10.75 = Rp.1.075,- 200 @ Rp 10.75
= Rp.
2.150
5)
100@ Rp 10.75 = 1.075,-
= Rp.
1.075
100 @ Rp 10.75
Sumber : Undang-Undang Pajak tahun 2010; 13 Pernghitungan harga pokok penjualan dan nilai persediaan dengan menggunakan cara FIFO misalnya sebagai berikut :
Tabel 2.3 Perhitungan Harga pokok Penjualan dan Nilai Persediaan No
Didapat
Dipakai
Sisa/persediaan
1 2
100 @ Rp. 12.00 = Rp 1.200,
100 @ Rp. 9.00 = Rp
900,-
100 @ Rp 9.00 = Rp
900,-
100 @ Rp 12.00 = Rp 1.200,3
100 @ Rp. 11.25 = Rp 1.125,-
100 @ Rp 9.00 = Rp
900,-
100 @ Rp 12.00 = Rp 1.200,100 @ Rp 11.25 = Rp. 1.125,4
5
100 @ Rp. 10.75 = Rp 1.075,-
100 @ Rp. 10.75 = Rp 1.075,-
100 @ Rp 12.00 = Rp
1.200,-
100 @ Rp 11.25 = Rp
1.125,-
100 @ Rp 11.25 = Rp
1.125,-
Table 2.3 Sumber : Undang-Undang Pajak Tahun 2010; 139 Sedangkan akuntansi langsung mengakui adanya kerugian penurunan nilai persediaan pada periode saat terjadinya penurunan nilai persediaan, tanpa harus menunggu persediaan terjual/digunakan. Hal ini mengakibatkan terjadinya waktu kerugian yang berbeda antara akuntansi dengan pepajakan. Selain itu, hal lain yang menyebabkan terjadinya beda waktiu peesediaan adalah kaewna perpajakan tidak memperbolehkan penggunaan metode masu t erakhir keluar pertama(LIFO), dedangkan akuntansi memperbolehkan sebagaimana disebutkan dalam PSAK no. 14 Paragraf 41. 2. Beda Tetap Beda tetap dapat didefinisikan sebagai berikut beda tetap adalah perbedaan pengakuan suatu penghasilan atau badan berdasarkan ketentuan perundangundangan perpajakan dengan prinsip akuntansi (ekonomi perusahaan) yang sifatnya permanen. Sophar, Lumbantoroan,(2005:74) Perbedaan ini bersifat tetap dan tidak hilang dengan berjalannya waktu.
Yang menyebabkan beda tetap adalah : a.
Pendapatan menurut akuntansi yang tidak boleh diakui sebagai pendapatan dalam perpajakan ( yang bukan merupakan Objek Pajak Penghasilan), misalnya: deviden yang diterima perseroan terbatas
b.
Beban menurut akuntansi yang tidak boleh diakui sebagai beban dalam perpajakan ( merupakan biaya yang didak boleh diakuo sebagai beban dalam perpajakan( meupakan biaya yang didak boleh dikurangkan atas penghasilanmenurut perpajakan) misalnya: beban yang dikeluarkan untuk kepentingan pribadi penmengang saham, natura/kenikmantan, beban sumbangan, dan lain-lain.
c.
Cadangan Piutang tak Tertagih
Akuntansi membolehkan untu mengakui cadangan piutang tak tertagihsebgai beban pasa saat piutang diperkirakan tak tertagih. Namun perpajakanm baru mengakuinya sebagai beban saat piutang tersebut sudah pasti benar benar tidak dapat ditagih, kecuali untuk jenis-jenis usaha tertentu yang secara ekonomis memmang diperlukan adanya cadangan untuk menutup beban atau kerugian yang akan terjadi pada waktu yang akan datang, yang terbatas pada piutang tak tertagih untuk usaha asuransi, sewa guna usaha dengan hak opsi, cadangan untuj usaha asuransi dan cadangan biaya reklamemasi untuk usaha pertamabangan, maka perusaan yang bersangkutan dapat melaukan pembentukan dana cadangan yang ketentuannya dan syarat-syaratnya ditetapkan dengan keputusan mentri Keuangan. E. Tarif Pajak Penghasilan
Menurut pasal 17 ayat 1a dan b tariff pajak yang di terapkan atas penghasilan kena pajak bagi : Tarif PPh Pasal 17 Undang-Undang Nomor 36 TAHUN 2008 Tarif ini berlaku mulai tahun pajak 2009 (per 1 Januari 2009) a. Tarif Progresif PPh Orang Pribadi No. Jumlah Penghasilan
Tarif
1.
s.d. Rp. 50.000.000,00
5%
2.
Di atas Rp. 50.000.000,00 s.d Rp. 250.000.000,00
15%
3.
Di atas Rp. 250.000.000,00 s.d. Rp. 500.000.000,00
25 %
4.
Di atas Rp. 500.000.000,00
30 %
b. Tarif Tunggal PPh WP Badan dan BUT ; Tarif tunggal 28 % untuk tahun pajak 2009 Tarif tunggal 25% untuk tahun pajak 2010 dan seterusnya Untuk tahun pajak 2008 dan sebelumnya memakai Tarif PPh Pasal 17 Undang Undang Nomor 17 Tahun 2000 Tarif Progresif PPh Orang Pribadi No. Jumlah Penghasilan
Tarif
1. s.d. Rp. 25.000.000,00
5%
2. Di atas Rp. 25.000.000,00 s.d Rp. 50.000.000,00
10%
3. Di atas Rp. 50.000.000,00 s.d. Rp. 100.000.000,00
15 %
4. Di atas Rp. 100.000.000,00 s.d. Rp. 200.000.000,00
25 %
5. Di atas Rp. 200.000.000,00
35 %
Tarif Progresif PPh WP Badan dan BUT ; No. Jumlah Penghasilan
Tarif
1. s.d. Rp. 50.000.000,00
10 %
2. Di atas Rp. 50.000.000,00 s.d. Rp. 100.000.000,00
15 %
3. Di atas Rp. 100.000.000,00
30 %
Pajak, Http: www.id.wikipedia.org/wiki/pajak, Diakses 20 Agustus 2010 Contoh untuk penerapan tarif tunggal UU No. 36 untuk tahun 2010 misalnya : Jumlah penghasilan kena pajak adalah Rp. 300.000.000,00 sesuai denga tarif tunggal maka akan dikenakan sebesar 25 % yang berlaku sejak tahun 2010 hingga sekarang. Penghasilan untuk tahun pajak yang bersangkutan adalah : 25 % X Rp 300.000.000,00 = 75.000.000,00 Jadi pajak penghasilan untuk tahun pajak yang bersangkutan adalah Rp 75.000.000,00
F. PP, KMK,Surat Edaran PP 138 / 2000 Pengeluaran / biaya yang tidak dapat dikurangkan dari penghasilan : -
Biaya untuk mendapatkan, menagih dan memelihara
penghasilan yang bukan
merupakan objek pajak, dikenakan pph final, norma penghitungan.
-
Kerugian dari harta atau utang yang tidak dimiliki dan tidak dipergunakan dalam usaha atau kegiatan untuk mendapatkan, menagih dan memelihara penghasilan yang merupakan objek pajak.
-
PPh yang ditanggung pemberi penghasilan tidak bisa dikurangkan dari penghasilan bruto. Kep.Men Keu No.466/kmk.04/2000 jo Kep DJP No.KEP-213/PJ/2001, pengeluaran untuk penyediaan makanan & minuman bagi seluruh pegawai secara bersama-sama, penggantian atau imbalan dalam bentuk natura dan kenikmatan di daerah terpencil, serta natura dan kenikmatan yang merupakan suatu keharusan dalam rangka pelaksanaan kerja , keamanan dan keselamatan kerja, atau yang berkenaan dengan situasi lingkungan kerja, dapat dibebankan sebagai biaya tetapi bagi karyawan bukan merupakan penghasilan.
KEP-220/PJ/2002 :
1. Telpon seluler dan kendaraan perusahaan bagi pegawai tertentu karena jabatan atau pekerjaannya dapat dibebankan sebagai biaya perusahaan sebesar 50% dari total biaya.
2. Atas biaya perolehan ataupun pembelian / perbaikan besar kendaraan bus, minibus, atau yang sejenis yang dimiliki dan dipergunakan perusahaan untuk antar jemput para pegawai, dapat dibebankan sebagai biaya perusahaan seluruhnya melalui penyusutan kelompok II. Demikian juga atas biaya pemeliharaan atau perbaikan rutinnya dapat dibebankan sebagai biaya perusahaan seluruhnya dalam tahun pajak ybs.
3. Atas biaya perolehan atau pembelian atau perbaikan besar kendaraan sedan atau yang sejenis termasuk juga kendaraan jenis minibus yang dimiliki dan dipergunakan perusahaan untuk pegawai ttt karena jabatan atau pekerjaannya dapat dibebankan sebagai biaya perusahaan sebesar 50% melalui penyusutan kelompok II. Demikian juga atas biaya pemeliharaan atau perbaikan rutinnya termasuk untuk bahan bakar dapat dibebankan sebagai biaya perusahaan sebesar 50% dalam tahun pajak ybs.
SE-33/PJ.421/1996 Biaya bea siswa dalam rangka GN-OTA merupakan biaya yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto. 282/KMK.04/1997 Penghasilan yang diterima/diperoleh badan dari transaksi penjualan saham dibursa efek (PPh final). SE-46/PJ.4/1995 *
Bunga pinjaman seluruhnya (tidak diakui sbg biaya), apabila rata-rata pinjaman sama besar/lebih kecil disbanding rata-rata deposito/tabungan.
*
Bunga pinjaman sebagian (sebagian diakui sebagai biaya), apabila rata-rata pinjaman lebih besar disbanding rata-rata deposito/tabungan yaitu sebesar selisih yang dibebankan dengan yang diakui. Besarnya yang diakui dihitung dengan cara : Biaya bunga = %bunga pinjaman (rata-rata pinjaman – rata-rata deposito)
SE-27/PJ.22/1986 Biaya Entertainment, syarat-syaratnya : Digunakan untuk 3M Dibuatkan daftar nominatif sesuai dengan ketentuan. Jadi, Biaya entertainment/jamuan dan sejenisnya tidak boleh dicatat sebagai biaya jika biaya tsb tidak ada hubungannya dengan kegiatan usaha WP dan tidak dibuatkan daftar nominatif (yang a.l : memuat nama, jabatan penerima jamuan, nilai jamuan) & dilampirkan pada SPT Tahunan PPh.
KEP-316/PJ/2002, tgl 17-06-2002 : tentang perolehan perangkat lunak (Software) : Biaya perolehan dan upgrade perangkat lunak (software) komputer aplikasi umum diperlakukan sebagai pengeluaran atau biaya operasional rutin yang pembebanannya dilakukan sekaligus dalam bulan pengeluaran. Dalam hal program aplikasi umum diperoleh sebagai bagian dari harga pembelian perangkat keras komputer, maka pembebanannya dilakukan melalui penyusutan perangkat keras, hal ini dihitung berdasarkan tariff klmp 2 (berlaku s/d Maret’02), dan menggunakan tariff kelompok 1 (berlaku sejak april’02). Biaya perolehan dan upgrade perangkat lunak (software) program aplikasi khusus (program yang dirancang khusus untuk otomatisasi, system administrasi, pekerjaan atau kegiatan ttt seperti : dibidang Perbankkan, Pasar Modal, Perhotelan, Rumah Sakit, Penerbangan), pembebanannya melalui amortisasi harta tak berwujud berdasarkan tariff klmp 1.
Jika terjadi upgrade program aplikasi khusus, biaya yang dikeluarkan ditambahkan pada nilai sisa buku fiskal yang masih ada. Amortisasinya dilakukan berdasarkan masa manfaat baru/penuh terhitung mulai bulan dilakukan upgrade.
PP 31/2000 Penghasilan dari bunga deposito, tabungan, diskonto SBI dan jasa giro (PPh final 20%) PP 5/2002 Penghasilan sewa ruangan (PPh final 10%)
G. CONTOH REKONSILIASI Berikut adalah contoh rekonsiliasi menurut mansyur, Muhammad dan Teguh Hadi wardoyo (2005:209)PT. INTI LOGGING dengan NPWP 01.937.654.2.031.00 Jl. S. Parman Kav.26 Jakarta Barat, bergerak dibidang usaha perkayuan. WP memiliki kerugian fiskal yang masih dapat dikompensasikan sebesar Rp. 159.000.000,-.
Data-data pembukuan tahun 2004 adalah sebagai berikut :
PT INTI LOGGING Rekonsiliasi Fiskal (Dalam Ribuan)
URAIAN
Laporan Ke uangan Kome rsial
Pe njualan
23,200,000
HPP
17,900,000
Laba Bruto
5,300,000
Biaya Ope rasi : Gaji dan Upah PPh Ps-21 dibayar Persh B. Penyusutan
1,256,400 56,600 1,285,000
B. Rekreasi / Piknik Pegawai
22,600
B. HP
24,000
B. Astek / Jamsostek
60,600
B. Penyisihan Piut Ragu2
98,600
B. Perjalanan Dinas
301,100
B. Bunga Bank
180,000
B. Bunga Leasing
20,000
B. Angsuran Leasing B. Royalty
125,000
B. Pemeliharaan Inventaris
230,400
B. Representasi
132,500 9,500
B. PPN B. Makan dan Minum
400,000
B. Alat Tulis Kantor
163,800
B. Listrik, Air dan Telp
36,000
B. Forklif dan Dump Truck
10,000
B. Fiskal LN
21,000
B. Profesional Fee
59,700
B. Lain-lain J u m l a h Biaya Ope rasi La ba
O pe ra s i
25,800 4,518,600 781,400
Pe nghasilan / Be ban lain - lain Bunga Depisito
10,000
Laba Penjualan Gudang
100,000
Pendpt Forklif Dump Truck
150,000
Laba Kurs Rugi Penjualan Wisma Pendapatan Sewa Wisma Laba Anak Perusahaan J u m l a h Pengh/Beban lain La ba B e rs i h Kompensasi Kerugian Pe nghasilan Ke na Pajak
99,200 (80,000) 50,000 200,000 529,200 1,310,600 159,000 1,151,600
Keterangan Lain : a.
PT. INTI LOGGING memiliki kebijakan untuk menanggung PPh Ps-21 semua karyawannya berapapun jumlahnya dalam bentuk PPh Ps-21 ditanggung perusahaan, bukan bentuk tunjangan.
b.
Biaya Penyusutan untuk fiskal dan komersial dihitung dengan cara yang samaoleh WP yaitu sebesar Rp. 1.285.000.000 (metode garis lurus). Demikian juga dengan penentuan masa manfaat dan nilai sisa. Tetapi WP belum menyesuaikan penghitungan biaya penyusutan HP Dinas sebesar Rp. 4.000.000,- per tahun dan biaya penyusutan mobil sedan dinas sebesar Rp. 50.000.000 pertahun dengan KEP-220/PJ/2002. Dalam Biaya Penyusutan termasuk juga biaya penyusutan atas aktiva finance lease sebesar Rp. 150.000.000,- dan biaya penyusutan wisma sampai saat wisma tersebut dijual sebesar Rp. 10.000.000,-
c.
Biaya HP adalah pengeluaran untuk pembayaran pulsa HP para Direksi.
d.
Biaya Astek / Jamsostek adalah biaya yang dikeluarkan oleh perusahaan untuk pembayaran premi asuransi kecelakaan kerja karyawan.
e.
Dalam Perjalanan Dinas, para Direksi sesekali membawa keluarga mereka, ternyata setelah diperinci terdapat sejumlah Rp. 55.000.000,- yang merupakan pengeluaran untuk keperluan keluarga Direksi. Disamping itu terdapat juga biaya pemberian tiket pesawat terbang untuk para pejabat sejumlah Rp. 64.000.000,-
f.
Biaya bunga Bank sebesar Rp. 180.000.000 terjadi karena hutang PT. INTI LOGGING kepada Bank Buana Indonesia sebesar rata-rata setahun Rp. 1.000.000.000,- dengan tingkat bunga pinjaman rata-rata 18%. Rata-rata besarnya deposito PT. INTI LOGGING di Bank tersebut selama setahun adalah Rp.100.000.000,-.
g.
Perusahaan menyewa alat-alat berat dari United Tractor secara Finance Lease dengan pembayaran SGU tiap bulan Januari dan Juli sebesar Rp. 100.000.000,- dengan perincian bunga tetap Rp. 10.000.000,- dan cicilan pokok leasing Rp. 90.000.000,-. Selama Tahun 2004 perusahaan telah membayar cicilan leasing 2x yang terdiri dari pembayaran bunga Rp. 20.000.000,- dan pembayaran pokok Rp. 180.000.000,-.
h.
Perusahaan membayar biaya Royalty teknologi pemotretan udara ke Blitz Germany sebesar Rp. 125.000.000,-. Jumlah tersebut termasuk Rp. 25.000.000,- yang merupakan PPh Ps-26 yang ditanggung oleh PT. INTI LOGGING.
i.
Dalam biaya Perbaikan / Reparasi terdapat biaya perbaikan mobil sedan perusahaan yang digunakan oleh Direktur Utama PT. INTI LOGGING sejumlah Rp. 18.000.000 dan biaya perawatan wisma perusahaan di puncak sebesar Rp. 10.000.000,-.
j.
Biaya Jamuan untuk relasi yang lengkap dengan perincian (daftar nominatif) dan buktibukti yang ada hanya sejumlah Rp. 101.000.000,-.
k.
Biaya PPN adalah Pajak masukan yang tidak dapat dikreditkan karena faktur pajak yang diterima dari penjual Faktur Pajak Sederhana.
l.
Perusahaan menanggung makan minum dan seragam seluruh pegawainya dengan menyediakan kantin di kantor dan di lokasi HPH serta membelikan seragam. Total biaya makan minum Rp. 360.000.000 sedang biaya seragam Rp. 40.000.000,-
m.
Biaya perawatan forklift dan Dump-Truck adalah biaya perawatan forklift dan dump-truck yang disewakan.
n.
Biaya Fiskal LN adalah pembayaran Fiskal LN a/n Perusahaan untuk kepergian para Direktur ke Amerika dan Singapura dalam rangka Dinas.
o.
Biaya Profesional Fee adalah biaya jasa audit. Dari total biaya tersebut sebesar Rp. 19.700.000 adalah biaya audit anak perusahaan yaitu PT. NUSANTARA PLYWOOD.
p.
Perincian biaya lain-lain adalah : - Bantuan Bea Siswa dalam rangka GN-OTA sebesar Rp. 12.500.000,- Sumbangan Amal Bakti Muslim Pancasila Rp. 3.300.000,- Iuran Keanggotaan Asosiasi Pengusaha Hutan Indonesaia (APHI) Rp.10.000.000
q.
Penghasilan Bunga Deposito adalah Bunga Deposito Bank Mandiri sebesar Rp. 10.000.000,- dan telah dipotong pajak sebesar 20% yaitu Rp. 2.000.000,-.
r.
Perusahaan menjual gudang dengan nilai sisa buku sebesar Rp.900.000.000,- seharga Rp.1.000.000.000,-. Atas penjualan gudang ini perusahaan telah membayar PPh atas Pengalihan tanah sebesar 5% yaitu Rp. 50.000.000,-.
s.
Perusahaan juga menyewakan forklift serta Dump-trucknya kepada perusahaan sesama pemegang HPH yaitu PT. HUTRINDO di lokasi usaha. Atas jasa sewa ini perusahaan telah dipotong pajak sebesar 6% yaitu Rp. 9.000.000,-
t.
Pada akhir tahun 2006 perusahaan menjual wisma perusahaan di puncak dengan harga Rp. 400.000.000,- karena kesulitan likuiditas. Nilai buku wisma tersebut pada saat dijual adalah Rp. 480.000.000,-. Perusahaan telah membayar PPh atas pengalihan tanah sebesar 5% yaitu Rp. 20.000.000,- sebelum di jual wisma tersebut beberapa kali disewakan dengan
penghasilan sewa setahun Rp. 50.000.000,- dan telah dipotong PPh oleh penyewa Rp. 5.000.000,-. u.
PT. INTI LOGGING memiliki anak perusahaan yang bergerak dibidang kayu lapis yaitu PT. NUSANTARA PLYWOOD (kepemilikan 40%). Selama tahun 2006 PT. NUSANTARA PLYWOOD mengumumkan laba setelah pajak sebesar Rp.500.000.000,tetapi tidak membagi dividen. PT. INTI LOGGING mengakuinya dengan mencatat kenaikan nilai investasi dan laba dari anak perusahaan sebesar Rp.200.000.000,-.
v.
Perusahaan mengimpor alat-alat berat (Truk, tractor dll) senilai Rp.1.840.000.000,- dan telah dipotong PPh Ps-22 oleh Ditjen Bea Cukai sebesar Rp.46.000.000,-
w.
Selama tahun 2006 perusahaan telah membayar PPh pasal 25 Rp.209.000.000,
Diminta : 1.
Berilah Dasar Hukum pada Laporan Keuangan Fiskal tersebut diatas.
2.
Masukkan rekonsiliasi fiscal tersebut ke dalam SPT Tahunan PPh WP Badan.
3.
Hitunglah : - PPh Terutang - Kredit Pajak - Kurang / Lebih Bayar - Angsuran PPh Pasal-25
PT INTI LOGGING Rekonsiliasi Fiskal (Dalam Ribuan) Tabel 2.4 Lap.Keu
Koreksi
Lap Keu
URAIAN Komersial Positif
Negatif
Fiskal
Penjualan
23,200,000
23,200,000
HPP
17,900,000
17,900,000
5,300,000
5,300,000
1,256,400
1,256,400
Laba Bruto Biaya Operasi : Gaji dan Upah PPh Ps-21 dibayar Persh
56,600
56,600
1,285,000
187,000
B. Rekreasi / Piknik Pegawai
22,600
22,600
B. HP
24,000
12,000
B. Astek / Jamsostek
60,600
B. Penyisihan Piut Ragu2
98,600
98,600
B. Perjalanan Dinas
301,100
119,000
182,100
B. Bunga Bank
180,000
18,000
162,000
B. Penyusutan
B. Bunga Leasing
20,000
B. Angsuran Leasing
-
1,098,000
12,000 60,600
20,000 180,000
180,000
B. Royalty
125,000
25,000
100,000
B. Pemeliharaan Inventaris
230,400
19,000
211,400
B. Representasi
132,500
31,500
101,000
B. PPN
9,500
9,500
B. Makan dan Minum
400,000
400,000
B. Alat Tulis Kantor
163,800
163,800
B. Listrik, Air dan Telp
36,000
36,000
B. Forklif dan Dump Truck
10,000
10,000
B. Fiskal LN
21,000
21,000
-
B. Profesional Fee
59,700
19,700
40,000
B. Lain-lain
25,800
3,300
22,500
4,519
633,300
J u m l a h Biaya Operasi La ba
Ope ra s i
781,400
180,000
4,065,300 1,234,700
Penghasilan / Beban lain2 : Bunga Depisito
10,000
10,000
Laba Penjualan Gudang
100,000
100,000
Pendpt Forklif Dump Truck
150,000
150,000
Laba Kurs
99,200
99,200
Rugi Penjualan Wisma
(80,000) (80,000)
-
Pendapatan Sewa Wisma
50,000
50,000
-
Laba Anak Perusahaan
200,000
200,000
-
J u m l a h Pengh/Beban lain
529,200
349,200
1,310,600
1,583,900
159,000
159,000
La ba B e rs ih Kompensasi Kerugian Penghasilan Kena Pajak PPh Teruutang
1,151,600 713,300
1,424,900 409,970
Kredit Pajak dipotong pihak Lain : PPh Pasal 22
46,000
PPh Pasal 23
9,000
PPh dibayar sendiri
34,970
Kredit Pajak yang dibayar sendiri : Pasal 25
209,000
Fiskal LN
21,000
BPHTB
70,000
PPh Kurang Bayar
54,970
Sumber :Mansyur, Muhammad danTeguh Hadi W.2005 Pajak Terapan Brevet A & B
Perhitungan PPh pasal 25 Penghasilan Neto
Rp. 1.583.900.000,-
Penghasilan tidak teratur : -
Laba Penjualan Gudang
-
Laba Kurs
Penghasilan Teratur
Rp. Rp.
100.000.000,-
99.200.000,-+
Rp. 1.384.700.000,-
PPh Terutang Kredit pajak dipotong pihak lain :
PPh Pasal 22
Rp.
46.000.000,-
PPh Pasal 23
Rp.
9.000.000,-
Total kredit pajak
Rp.
55.000.000,-
PPh yang harus dibayar sendiri
Rp. 349.910.000,
Angsuran Perbulan
Rp.
28.576.000,-
Penyusutan HP
Rp.
2.000.000,-
Penyusutan sedan dinas
Rp. 25.000.000,-
Penyusutan aktiva Finance Lease
Rp. 150.000.000,-
Penyusutan wisma
Rp. 10.000.000,-
Jumlah
Rp. 187.000.000,-
Perhitungan Koreksi Fiskal Biaya Penyusutan :
Biaya pemeliharaan inventaris : Biaya Perbaikan mobil sedan Dinas
Rp.
9.000.000,-
Biaya perawatan wisma
Rp.
10.000.000,-
Jumlah
Rp. 19.000.000,-
Perhitungan Bunga Pinjaman : ( SE-46/PJ.4/1995) Rata-Rata saldo bunga pinjaman
= Rp. 1.000.000.000,-
Tingkat bunga
= 18%
Biaya bunga pinjaman
= Rp. 180.000.000,-
Rata-rata saldo deposito
= Rp. 100.000.000,-
Bunga pinjaman yang menjadi biaya + (Rp. 1.000.000.000,- Rp.100.000.000,-) x 18%= Rp 162.000.000,Dari contoh tersebut di atas penulis berharap dapat memberi gambaran tentang landasan teori yang di tulis oleh penulis.