15
BAB II LANDASAN TEORI
A. Tunagrahita 1. Pengertian Tunagrahita Tunagrahita adalah istilah yang digunakan untuk menyebut anak yang mempunyai kemampuan intelektual di bawah rata-rata. Dalam kepustakaan bahasa asing digunakan istilah-istilah mental retasdation, mentally retarded, mental deficiency, mental defective, dan lain-lain. Istilah tersebut sesungguhnya mempunyai arti yang sama yang menjelaskan kondisi anak yang kecerdasanya jauh di bawah rata-rata dan ditandai oleh keterbatasan intelegensi dan ketidak cakapan dalam interaksi sosial. Anak tungrahita atau dikenal juga dengan istilah keterbelakangan mental karena keterbatasan kecerdasanya mengakibatkan dirinya sukar untuk mengikuti program penddikan disekolah biasa secara klasikal, oleh karena itu anak terbelakang mental membutuhkan layanan pendidikan secara khusus yakni disesuaikan dengan kemampuan anak tersebut.2 Anak tunagrahita adalah mereka yang kecerdasannya jelas berada di bawah rata-rata. Disamping itu mereka mengalami keterbelakangan dalam menyesuaikan diri dengan
2
Sutjihati Somantri, Psikologi Anak Luar biasa, (Bandung: Refika Aditama, 2006), hal.
103
15
16
lingkungan. Mereka kurang cakap dalam memikirkan hal-hal yang abstrak, yang sulit-sulit, dan yang berbelit-belit. 3 Berbagai pengertian diatas, peneliti dapat mengambil kesimpulan bahwa anak tunagrahita memiliki keterbatasan mental, yang perlu dididik dan dilatih untuk beradaptasi dengan lingkungan sekitar. Agar mereka mempunyai kecakapan dan trampil dalam menjalankan aktivitas sehari-hari, serta beribadah kepada Allah SWT. Keterbatasan ini mencakup: a. Keterbatasan Intelegensi Yang dimaksud keterbatasan intelegensi adalah kemampuan belajar anak sangat kurang, terutama yang bersifat abstrak, seperti membaca dan menulis, belajar dan berhitung sangat terbatas b. Keterbatasan Sosial Anak tunagrahita mengalami hambatan dalam mengurus dirinya didalam kehidupan masyarakat c. Keterbatasan Fungsi dan Mental Lainya Anak tuanagrahita memerlukan waktu yang lebih lama dalam menyelesaikan reaksi pada situasi yang baru dikenalnya.4 Manusia yang terlahir dalam keadaan normal pada umumnya dapat bermanfaat bagi oang lain, namun tidak menutup kesempatan bagi mereka yang menyandang tunagrahita. Meskipun dalam keterbatasan mental, intelektual, sesungguhnya masih ada potensi yang dapat digali dan 3 4
Moh. Amin, Ortopedagogik........, hal. 10 Agila Smart, Anak ........, hal. 49-50
17
dikembangkan melalui pendidikan. Karena sesungguhnya status tunagrahita merupakan takdir dari Allah SWT dan Allah yang menciptakaNya.
Artnya: Sesungguhnya kami Telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya. (QS. At-tiin : 4).
2. Klasifikasi Anak tuna Grahita Banyak pengarang dan para ahli mengklasifikasikan anak tunagrahita berbeda-beda sesuai dengan bidang ilmu dan pandangannya masing-masing. a. Menurut AAMD dan PP No 72 Tahun 1991 1) Tunagrahita ringan Mereka yang termasuk dalam kelompok ini meskipun kecerdasannya dan adaptasi sosialnya terhambat, namun mereka mempuyai kemampuan untuk berkembang dalam bidang pelajaran akademik, penyesuaian sosial dan bekerja. 2) Tunagrahita sedang Mereka yang termasuk dalam kelompok tunagrahita sedang memiliki kemampuan intelektual umum dan adaptasi perilaku di bawah tunagrahita ringan. Mereka dapat belajar ketrampilan sekolah untuk tujuan-tujuan fungsional, mencapai suatu tingkat “ tanggung jawab sosial”, dan mencapai penyesuaian sebagai pekerja dengan bantuan. 3) Tunagrahita berat dan sangat berat
18
Anak yang tergolong dalam kelompok ini pada umumnya hampir tidak memiliki kemampuan untuk dilatih mengurus diri sendiri, melakukan sosialisasi dan bekrja.5 b. Menurt tingkat IQ Berdasarkan ukuran tingkat intelegensinya Grosman dengan menggunakan sistem skala Binet membagi ketunagrahitaan dalam klasifikasi sebagai berikut: Tabel 2.1 : Klasifikasi Ketunagrahitaan Tingkat IQ TERM Mild Mental Retardation Moderate Mental Retardation Servere Mental Retardation Profounnd Mental Retardation Unspecified
IQ RANGE FOR LEVEL 50-55 to Aporox, 70 35-40 to 50-55 20-25 to 35-40 Below 20 0r 25
c. Menur tipe klinis Ada anak tunagrahita yang disamping ketunagrahitanya juga memiliki kelaianan-kelainan jasmaniah. Tipe ini dikenal dengan tipe Klinis, diantaranya: 1) Down Syndrom (dahulu disebut mongoloid) Anak tunagrahita jenis ini disebut demikian karena raut mukannya seolah-olah menyerupai orang mongol dengan ciri-ciri: bermata sipit dan miring; lidah tebal dan berbelah; biasanya suka menjulur ke luar; telinga kecil; tangan kering; makin dewasa kulitnya semakin kasar; kebanyakan mempunyai susunan gigi geligi yang kurang baik
5
Ibid., hal. 22-24
19
sehingga berpengaruh pada pencernaan; dan lingkar tengkoraknya biasanya kecil. 2) Kretin Dalam bahas Indonesia disebut kate atau cebol. Ciri-cirinya: badan gemuk dan pendek; kaki dan tangan pendek dan bengkok; badan dingin; kulit kering, tebal dan keriput; rambut kering; lidah dan bibir tebal; kelopak mata; telapak tangan; dan kuduk tebal; pertumbuhan gigi terlambat; serta hidung lebar. 3) Hydrocypal Anak ini memiliki ciri-ciri: kepala besar; raut muka kecil; tengkoraknya ada yang membesar ada yang tidak; pandangan dan pendengaran tidak sempurna; mata kadang-kadang juling. 4) Microcephal, Macrocephal, Brahicephal, dan Scaphocepal Keempat istilah tersebut menunjukkan bentuk dan ukuran kepala. Seorang dengan tipe Microcephal memiliki ukuran kepala yang kecil. Kebanyakan dari mereka menyandang tunagrahita yang berat atau sedang.
Namun
penderita
Macrocephal
kebanyakan
tidak
menyusahkan orang, dengan ukuran kepala besar. Sedangkan penderita Brahicephal
memili ukuran kepala yang panjang, dan
Scaphocepal memiliki ukuran kepala yang lebar. d. Menurut Loe Kanner Loe Kanner membedakan anak tunagrahita atas tiga golongan yaitu:
20
1) Absolute Mentally Retarded (tunagrahita absolute) Yaitu seorang anak tunagrahita dimanapu ia berada. Maksudnya anak tersebut benar-benr tunagrahita baik kalau ia tinggal dipedesaan mupun diperkotaan; di masyarakat pertanian maupun industri; di lingkungan keluarga, sekolah dan temat pekerjaan. 2) Relative Mentally Retarded (tunagrahita relatif) Yaitu tunagrahita dalam masyarakat tertentu saja. Misalnya di sekolah ia termasuk tunagrahita tetapi di keluarga ia tidak termasuk tunagrahita. 3) Pseoud Mentally Retarded (tunagrahita semu) Yaitu anak yang menunjukkan perfomence (penampilan) sebagai penyandang tunagrahita tetapi sesungguhnya ia mempunyai kapasitas kemampuan yang normal. 6 Pengklasifikasian bagi anak yang menyandang tunagrahita, dengan maksud memudahkan guru dalam menggunakan strategi pembelajaran didalam kelas, sehingga memperlancar jalanya proses pembelajaran. 3. Karakteristik Dan Permasalahan Anak Tunagrahita. Pembuatan program dalam melaksanakan layanan pendidikan bagi anak tunagrahita seyogianya para guru/pendidik mengenali karakteristik dan permasalahan anak tunagrahita sebagaimana telah dikemukakan dalam klasifikasi tersebut. Nur‟aeni berpendapat bahwa karakteristik anak tunagrahita adalah:
6
Ibid., hal. 25-29
21
1) 2) 3) 4) 5) 6) 7) 8)
Perkembangan senantiasa tertinggal dibanding teman sebayanya. Tidak mengubah cara hidupnya, ia cenderung rutin. Perhatiannya tidak dapat bertahan lama, amat singkat. Kemampuan berbahasa dan berkomunikasinya terbatas, umumnya anak gagap. Sering tidak mampu menolong diri sendiri. Motif belajarnya rendah sekali. Irama perkembangannya tidak rapi, suatu saat meningkat tinggi, tapi saat yang lain menurun drastis. Tidak peduli pada lingkungan.7
Beberapa uraian pendapat dari para ahli di atas menunjukkan kepada kita suatu kesimpulan tentang karakteristik anak tunagrahita. Sikap-sikap tersebut menunjukkan tingkat kecerdasan yang dimiliki anak tunagrahita yang rendah atau lebih rendah daripada anak normal yang mengalami tahap perkembangan pada umumnya. Oleh karena itulah mereka disebut sebagai anak berkebutuhan khusus yang membutuhkan perhatian dan bimbingan yang lebih terutama dalam pendidikannya demi kebaikan dan kelangsungan hidupnya di masa depan. keterbatasan dan sikap-sikap yang dimiliki anak tunagrahita, tentu timbul masalah dalam menjalankan aktivitasnya. Masalah-masalah yang mereka hadapi relatif berbeda-beda, walau demikian ada pula kesamaan masalah yang dirasakan bersama oleh sekelompok dari mereka. Dari kesamaan inilah memudahkan pengelompokan masalah. Kemungkinankemungkinan masalah yang dihadapi anak tungrahita dalam konteks pendidikan, diataranya sebagai berikut:
7
Nur‟aeni, , Intervensi Dini bagi Anak Bermasalah, (Jakarta: Rineka Cipta, 1997) hal. 108
22
a. Masalah kesulitan dalam kehidupan sehari-hari Masalah ini berkaitan dengan kesehatan dan pemeliharaan dini dalam kehidupan sehari-hari. Melihat kondisi keterbatasan anakanak dalam kehidupan sehari-hari mereka banyak mengalami kesulitan apalagi yang dalam kategori berat, dan sangat berat; pemeliharaan kehidupan seahari-harinya sangat memerlukan bimbingan. b. Masalah kesulitan belajar Masalah-masalah yang sering dirasakan dalam kaitanya dengan proses belajar mengajar di antaranya: kesulitan menangkap pelajaran, kesulitan dalam belajar yang baik, mencari metode yang tepat, kemampuan berpikir abstrak yang terbatas, daya ingat yang lemah, dan sebagainya. c. Masalah penyesuaian diri Karena tingkat kecerdasan anak tunagrahita jelas-jelas berada di bawah rata-rata (normal) maka dalam kehidupan bersosialisasi mengalami hambatan. d. Masalah penyaluran ketempat kerja Secara empirik dapat dilhat bahwa kehidupan anak tunagrahita cenderung banyak yang masih menggantungkan diri kepada orang lain terutama kepada keluarga (orang tua) dan masih sedikit sekali yang sudah dapat hidup mandiri, inipun masih terbatas pada anak tunagrahita ringan.
23
e. Masalah gangguan kepribadian dan emosi Memahami akan kondisi karakteristik mentalnya, nampak jelas bahwa anak tunagrahita kurang memiliki kemampuan berfikir, keseimbangan pribadinya kurang konstan/labil, kadang-kadang stabil dan kadang-kadang kacau. f. Masalah pemanfaatan waktu luang Sebenarnya sebagian dari mereka cenderung suka berdiam diri dan menjauhkan diri dari keramaian sehngga hal ini dapat berakibat fatal bagi dirinya, karena dapat saja terjadi tindakan bunuh diri.8 Bertolak dari masalah-masalah yang dialami anak tunagrahita diatas, maka sangat diperlukan sebuah pendidikan, bimbingan, arahan dari guru. Baik dalam hal ketrampilan maupun kejiwaannya. Sebab nantinya mereka akan hidup bermasyarakat, apabila anak tunagrahita mampu menunjukkan dirinya berdaya guna dengean keterbatasan yang dimilikinya, maka anak tunagrahita akan diterima masyarakat dengan baik. Selain itu untuk menguatkan kejiwaanya, agar tidak terjadi tindakan yang nekat maka perlu adanya pembinaan rohani. Untuk itu perlu adanya pendekatan agama bagi mereka.
8
Moh. Amin, Ortopedagogik..........., hal. 41- 50
24
B. Pendidikan Agama Islam 1. Pengertian Pendidikan Agama Islam Menurut Muhammad Fadil Al Jumali, “ Pendidikan Islam adalah proses yang mengarahkan manusia kepada kehidupan yang baik dan yang menyangkut serta mengangkat derajat kemanusiaanya sesuai dengan kemampuan dasar (fitrah) dan kemampuan ajaranya (pengaruh dari luar).9 UUSPN No. 2/1989 pasal 39 ayat (2) ditegaskan bahwa isi kurikulum setiap jenis, jalur, dan jenjang pendidikan wajib memuat, antara lain pendidikan Agama. Dan dalam penjelasanya dinyatakan bahwa pendidikan Agama merupakan usaha untuk memperkuat iman dan ketakwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa sesuai dengan agama yang dianut oleh peserta didik yang bersangkutan dengan memperhatikan tuntutan untuk menghormati Agama lain dalam hubungan kerukunan antar umat beragama dalam masyarakat untuk mewujudkan persatuan nasional. Dalam konsep Islam, iman merupakan potensi rohani yang harus daktualisasikan dalam bentuk amal saleh, sehingga menghasilkan prestasi rohani (iman) yang disebut takwa. Amal saleh itu menyangkut keserasian dan keselarasan hubungan manusia dengan Allah dan hubungan manusia dengan dirinya yang membentuk kesalehan pribadi; hubungan manusia dengan sesamanya yang membentuk kesalehan sosial (solidaritas sosial), dan hubungan manusia dengan alam yang membentuk kesalehan terhadap alam sekitar. Kualitas amal saleh ini akan menentukan derajat ketakwaan (prestasi rohani/iman) seseorang di hadapan Allah SWT. Di dalam GBPP PAI di sekolah umum, 9
Munardji, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: PT Bina Ilmu, 2004), hal. 37
25
dijelaskan bahwa Pendidikan Agama Islam adalah usaha sadar untuk menyiapkan
siswa
dalam
mengamalkan agama Islam
meyakini,
memahami,
menghayati,
dan
melalui kegiatan bimbingan , pengajaran,
dan/atau latihan dengan memperhatikan tuntutan untuk menghormati agama lain dalam hubungan antar umat beragama dalam masyarakat untuk mewujudkan persatuan nasional.10 Berdasarkan uraian diatas, dapat ditarik kesimpulan mengenai Pendidikan Agama Islam. Yaitu, usaha sadar membimbing peserta didik untuk memperkuat keimanan, sehingga pesera didik mampu meyakini, memahami, menghayati ajaran agama Islam yang berwujud pada amal saleh. 2. Dasar-dasar Pendidikan Agama Islam Islam merupakan agama yang kafah. Di dalamnya mengatur segala aspek kehidupan baik dalam hal ibadah, muamalah, akhlak, dan sebagainya yang terkumpul dalam lembaran-lebaran Al Qur'an. Islam mengajarkan tata cara menjalin hubungan manusia dengan Allah, maupun hubungan sesama manusia. Semua yang terdapat didalam Alqur‟an adalah kebenaran yang wajib diimani oleh seluruh umat islam. Al Qur‟an merupakan kalam Allah yang diberikan kepada nabi Muhammad SAW, melalui perantara malaikat Jibril, ketika di Gua hiro‟. Setelah menerima wahyu tersebut nabi Muhammad diperintahkan untuk berdakwah mengajak kepada ajaran Islam secara diam-diam di mulai 10
Muhaimin, Paradigma........, hal. 75-76
26
dari keluarga kecil nabi Muhammad SAW. Kemudian pada peristiwa isra‟ mi‟raj nabi Muhammad menerima perintah shalat fardhu. Kemudian nabi Muhammad mengajarkan kepada umatnya. Demikianlah Allah memberikan pendidikan kepada nabi Muhammad SAW, melalui perantara malaikat Jibril. Al Qur‟an adalah sumber segala pengetahuan, perananya di dalam filasafat Islam dan disiplin ilmu menjadi sangat penting, meskipun sering diabaikan oleh peneliti masa kini. Al qur‟an adalah pedoman umat islam sekaligus kerangka cendekiawn muslim.11 Afzalur Rahman dalam bukunya Qur’anic Science yang diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia dengan judul Al Qur‟an Sumber Ilmu Pengetahuan menyebut “dua pulih tujuh bidang ilmu (eksakta terutam) yang bibit atau prinsipnya terdapat dalam Al Qur‟an.” Menurut Seyyed Hossein Nasr seorang cendekiawan dan pemikir muslim terkemuka, Al qur‟an sejalan dengan yang telah dikemukakan Afzalur Rahman diatas, “memuat intisari semua pengetahuan.”12 Selain terdapat didalam alqur‟an dasar pendidikan juga terdapat didalam hadits. Dalam ilmu hadis istilah tersebut berarti segala perkata‟an, perbuatan dan sikap diam Nabi tanda stuju (Taqrir). Para ahli hadis, umumnya menyamakan istilah hadits dengan istilah sunnah. Namun, ada sementara ahli hadis mengatakan bahwa istilah hadis dipergunakan khusus untuk
sunnah qauliyah
(perkataan nabi),sedangkan
sunnah fi’liyah
(perbuatan) dan sunnah qauliyah tidak disebut hadis, tetapi sunnah saja. 11 12
Mohammad Daud Ali, Pendidikan........., hal. 103 Ibid., hal. 102
27
Sebagai hasil ketekunan ilmuan muslim mempelajari Al qur‟an dan Hadis (sebagai sumber utama agama dan ajaran Islam) dan kemampuan mereka mempergunakan akal pikiran atau rakyu melalui ijtihad, mereka telah berhasil menyusun berbagai ilmu dalam ajaran Islam seperti ilmu tauhid atau ilmu kalam yang kini sering disebut degan istilah teologi, ilmu fikih, ilmu tsawuf dan akhlak yang akan diuraikan kelak dalam kerangka agama dan ajaran islam.13 Singkat dan tegas dasar pendidikan Islam ialah firma Allah SWT dan sunah rasulullah ASAW. Jika pendidikan diibaratkan bangunan maka isi Al quran dan Hadislah yang menjadi fundamen. Dasar-dasar pendidikan agama Islam dapat ditinjau dari beberaa segi, yaitu: a. Dasar religius. Menurut zuhairini yang dimaksud dengan dasar raligius adalah dasardasar yang bersumber dari ajaran agama Islam yang tertera dalam Alqur‟an maupun alhadis. b. Dasar yuridis formal Menurut Zuhairini dkk, yuridis formal pelaksanaan pendidikan agama Islam berasal dari perundang-undangan yang secara langsung atau tidak langsung dapat dijadikan pegangan dalam melaksanakn pendidikan agama Islam, di sekolah-olah maupun di lemaga-lembaga pendidikan forma di Indonesi. Adapun dasar yuridis formal ini terbagi tiga bagian, sebagi berikut: 13
Ibid., hal. 110
28
1) Dasar ideal yakni dasar dari falsafah negara: yaitu pancasila, dimana sila yang pertama adalah ketuhanan YME. Ini mengandung pengertian ,bahwa seluruh bangsa indonesia harus percaya pada Tuhan YME, atau tegasnya harus beragama. 2) Dasar konsitusional/struktural adalah dasar UUD tahun 1945 pasal 29 ayat 1dan 2 yang berbunyi sebagai berikut: “negara berdasarkan atas Tuhan YME. Negara menjamin tiap-tiap penduduk untuk mememluk agamnya masing-masing dan untuk beribadah menurut agama dan kepercayaanya.” 3) Dasar operasional adalah dasar yang secara langsung mengatur pelaksanaan pendidikan agama Islam di sekolah-sekolah di Indonesia. Menurut Tap MPR nomor IV/MPR/1973, Tap MPR nomor IV/MPR/1978 dan Tap MPR nomor II/MPR/1983 tentang GBHN,” yang pada pokoknya dinyatakan bahwa pelaksanaan pendidikan agam secara langsung dimasukkan di dalam kurikulum sekolah-sekolah, mulai dari sekolah dasar sampai dengan universitas-universitas negeri. c.
Dasar psikologis Yaitu dasar yang berhubungan dengan aspek kejiwaan kehidupan bermasyarakat. Hal ini didasrkan bahwa dalam hidupnya, manusia baik secara individu maupun sebgai angggota bermasayarakat dihadapkan
29
pada hal-hal yang membuat hatinya tidak tenang dan tidak tentram sehinnga memerlukan adanya pegangan hidup, yaitu Agama. 14 Berbagai aspek, yang telah dijabarkan diatas, dapat memperkuat perlunya pendidikan Islam untuk para peserta didik, baik yang berada dalam pendidikan SD/MI, SMP/MTs, SMA/ MA. Bukan hanya dalam lingkup itu, pendidikan agama Islam juga diperuntukkan bagi mereka-mereka yang menyandang status tunagrahita. Mengingat pendidikan Agama itu sangat penting, meka perlu untuk mengetahui tujuan-tujuan pendidikan Agama Islam. 3. Tujuan Pendidikan Agama Islam Tujuan pendidikan merupakan arah yang harus dicapai dalam semua aktifitas sekaligus dijadikan tolak ukur keberhasilan aktivitas tersebut. Berdasarkan
“Komperensi
merekomendasikan
tujuan
Pendidikan pendidikan
Muslim” muslim
yang
sebagai
pertama perwujudan
ketundukan yang sempurna kepada Allah, baik secara pribadi, komunitas maupun seluruh umat manusia. Jadi tujuan pendidikan disini
adalah
menyiapkan manusia untuk beribadah kepada Allah SWT.15 Tujuan pendidikan Islam adalah untuk membina insan yang beriman dan bertaqwa yang mengabdikan dirinya hanya kepada Allah, membina serta
14
Novan ardy wiyani, pendidikan karakter ......., hal. 86-88 Erwati Aziz, Prinsip-Prinsip Pendidikan, (Solo: PT Tiga Serangkai Pustaka mandiri, 2003), hal. 64 15
30
memelihara alam sesuai dengan syariat serta memanfaatkanya sesuai dengan akidah dan akhlak Islam.16 Beberapa pengertian diatas daapat diambil sebuah kesimpulan mengenai tujuan pendidikan Agama Islam, yatiu membina insan dalam mewujudka bentuk ketaatan beribadah kepada Allah, yang berlandaskan pada akidah, syariah, dan akhlak Islam. Untuk itu pendidikan agama Islam terfokus pada tiga bagian a. Membentuk Insan Kamil Menurut Iqbal, sebagaimana dikutip Dawam, kriteria insan kamil adalah manusia yang beriman, yang didalam dirinya terdapat kekuatan, waasan, perbuatan dan kebijaksanaan dan mempunyai sifat-sifat yang tercermin dalam pribadi Nabi Muhammad berupa akhlak yang mulia. b. Terciptanya insan kafah yang memiliki dimensi-dimensi religius, budaya dan ilmiah. Dimensi religius yaitu merupakan makhluk yang mengandung beragai misteri dan tidak dapat direduksikan pada faktor-faktor tertentu semata. Dengan demikian, manusia dapat dicegah untuk dijadikan angka, atau
robot
yang
diprogram
secara
determinis,
tetapi
tetap
memperetahankan kepribadian, kebebasan dan martabatnya. c. Penyadaran fungsi manusia sebagai hamba, khalifah Allah, serta pewaris para nabi dan memberikan bekal yang memadai dalam rangka pelaksanaan fungsi tersebut.17
16
Mohammad Daud Ali, ........, hal. 182
31
4. Materi Pendidikan Agama Islam Pendidikan harus didukung oleh perencanaan yang seksama guna mencapai tujuan-tujuan yang diharapkan. Perencanaan itu berisi sejumlah materi yang harus diajarkan dalam proses pendidikan. Materi merupakan representasi dan terjemahan tujuan yang dirumuskan. Malalui materi yang disamakan, akan terlihat apakah tujuan yang dirumuskan akan dapat tercapai walaupun harus disadari bahwa materi hanyalah salah satu komponen bagi tercapainya tujuan.18 Secara substansial, tujuan dan materi pendidikan anak luqman itu terbagi menjadi empat, yaitu akidah, ibadah, akhlak, dan perilaku sosial. Tujuan dan materinya sebagaimna dalam QS Luqman (31)
Artinya: Dan Sesungguhnya Telah kami berikan hikmat kepada Luqman, yaitu: "Bersyukurlah kepada Allah. dan barangsiapa yang bersyukur (kepada Allah), Maka Sesungguhnya ia bersyukur untuk dirinya sendiri; dan barangsiapa yang tidak bersyukur, Maka Sesungguhnya Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji".
17
Abd Aziz, Orientasi Sistem Pendidikan Agama Islam diSekolah, (Yogyakarta: Teras, 2010), hal. 15 18 As‟aril Muhajir, Ilmu Pendididkan Prespektif Kontekstual, (Jogjakarta: Ar ruz media, 2011), hal. 152
32
Artinya: Dan (Ingatlah) ketika Luqman Berkata kepada anaknya, di waktu ia memberi pelajaran kepadanya: "Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan Allah, Sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang besar".19 Pokok bahasan materi pendidikan agama Islam terdiri dari tujuh materi pokok. Satu pokok bahasan dengan pokok bahasan berikutnya mempunya hubungan satu sama lain dan urutan secara tearatur, masingmasing pokok bahasan dijelaskan sebagai berikut: a. Keimanan Keimanan menjelaskan tentang bagaiman meyakini dan mengimani Allah Swt, malaikatNya dengan mengetahui fungsi, dalil naqli dan aqlinya dan menjahui hal-hal yang merusak Iman, kemudian menjelaskan mengenai kitab-kitab Allah, rasul-rasulNya, hari akhir, dan qadha dan qadar dengan mengethui fungsi, dalil naqli dan aqlinya dan menghayati sikap dan perilaku orang beriman. b. Ibadah Siswa diharapkan mampu shalat berjamaah dengan menjadi imam, shlat fardhu „ain dalam berbagai keadaan, macam-macam sujud dan khutbah jumat, kemudian juga mengamalkan shalat sunah, dzikir dan do‟a, dan juga mampu menyelenggarakan shalat jenazah. c. Al Qur‟an Siswa mampu menyalin, mengartikan dan menyimpulkan Al Qur‟an ayat pilihan tentang 3 (tiga) lapis kegelapan dalam rahim, kesempurnaan menyusukan anak, 19
Ibid., hal. 153
33
makanan yang halal, bergizi, pelestarian alam dan kerusakan akibat tangan manusia. Serta kemurnian dan kebenaran Al Quran, rahmat Allah, asas keseimbangan. d. Akhlak Disitu diharapkan memiliki rasa tanggung tanggung jawab, keadilan dan keikhlasan, mensyukuri nikmat, cinta damai, setia kawan, bermusyawarah, hidup rukun sebagai umat beragama, serta diharapkan terbiasa disiplin, berfikir positif, memiliki etos kerja dan menjauhi penyakit masyarakat. e. Dinul Islam Dinul Islam merupakan rangkaina pokok bahasan “e” dan “f” . bahasan ini menekankan pada sumber hukum, wakaf, riba dan perbankan, juga memahami dan memedomani ketentuan munakat, mawaris serta perseroan. f. Tarikh Peranan umat Islam di Indonesia, sejarah perkembangan Islam berupa benua, dan manfaat perbedaan Islam dan ilmu pengethuan.20 Berbagai uraian diatas dapat ditarik kesimpulan mengenai materi pendidikan Islam, yaitu komponen yang mendukung dalam mencapai tujuan pendidikan Islam, didalamnya membahas keyakinan berupa akidah, ibadah mahdhah berupa tata cara berhubungan dengan Allah, dan ibadah ghoiru mahdhoh yang mencakup akhlak, tarikh, dinul Islam dan perilaku sosial.
20
Abd Aziz, Orientasi sistem pendidikan,........, hal. 51-52
34
C. Strategi Guru dalam Pembelajaran Pendidikan Agama Islam pada Siswa Tunagrahita. Sebelum membahas strategi guru dalam pembelajaran Pendidikan Agama Islam terhadap siswa tunagrahita lebih dalam, perlu diuraikan beberapa pengertian guru dan tanggup jawabnya. Mengingat besar pengaruhnya
dalam
membawa
keberhasilan
siswa
pada
kegiatan
pembelajaran. 1. Pengertian Guru Guru adalah tenaga pendidik yang memberikan sejumlah ilmu pengetahuan kepada anak didik di sekolah. Selain memberikan sejumlah ilmu pengetahuan, guru juga bertugas menanamkan nilai-nilai dan sikap kepada anak didik agar anak didik memiliki kepribadian yang paripurna. Dengan keilmuan yang dimilikinya, guru membimbing anak didik dalam mengembangkan potensinya.21 Mengajar yang baik bukan sekedar persoalan dan teknik-teknik dan metodologi belajar saja. Akan tetapi guru harus mempunyai kepribadian yang baik sebagai contoh untuk para peserta didiknya. Adapun mengenai ciri-ciri seorang guru yang baik menurut Combs dkk. Dalam Soemanto Wasty sebagai berikut: a. Guru yang mempunyai anggapan bahwa orang lain itu mempunyai kemampuan untuk memecahkan masalah mereka sendiri dengan baik b. Guru yang melihat bahwa orang lain mempunyai sifat ramah, bersahabat dan bersifat dingin berkembang 21
Pupuh Fathurroman, Sobry Sutikno, Strategi........, hal. 43
35
c. Guru yang cenderung melihat orang lain sebagai orang yang sepatutnya di hargai d. Guru yang melihat orang-orang dan perilaku mereka pada dasranya berkembang dari dalam; jadi bukan merupakan produk dari peristiwa-peristiwa eksternal yang dibentuk dan yang digerakkan. Dia melihat orang-orang itu mempunyai kreatifitas dan dinamika; jai bukan orang yang pasif dan lamban. e. Guru yang melihat orang lain itu dapat memenuhi dan meningkatkan dirinya; bukan menghalangi apalagi 22 mengancam. Pendidik merupakan salah satu subsistem yang memegang peranan signifikan dalam sisitem pendidikan. Sebagaimana dikatakan oleh Marimba, pendidik adalah orang yang memikul pertanggung jawaban untuk mendidik.23 Mendidik bukan sekedar menyampaikan teori semata, akan tetapi memberikan
keteladanan
yang
baik,
sehingga
siswa
mampu
mencontohnya. Dalam mengoptimalkan perkembangan siswa, ada tiga langkah yang harus ditempuh. Pertama, mendiagnosis kemampuan dan perkembangan siswa. Guru harus mengenal dan memahami siswa dengan baik,
memahami
tahap
perkembangan
yang
telah
dicapainnya
kemampuan-kemampuannya, keunggulan dan kekurangannya, hambatan yang dihadapi serta faktor-faktor dominan yang mempengaruhinnya. Kedua memiih pembelajaran yang sesuai dengan kondisi siswa, ketiga kegiata bimbingan pemilihan dan penggunaan metode dan media yang
22 23
hal. 37
Ibid., hal. 49 Ahmad D. Marimba, Pengantar Filsafat Pendidikan Islam, (Bandung: Al Ma‟ruf, 1989),
36
bervareasi tidak dengan sendirinya, akan mengoptimalkan perkembangan siswa.24 Berbagai definisi diatas dapat diambil kesimpulan, guru adalah seorang pendidik secara yang secara profesional bertanggung jawab menyampaikan ilmunya kepada peserta didik, menanamkan nilai-nlai luhur dalam menghantarkan peserta didiknya kedalam kehidupan yang lebih baik. Menjadi seorang guru pendidikan agama Islam tidaklah sekedar hanya bertugas mengajar pada peserta didiknya saja, akan tetapi seorang guru pendidikan agama Islam pada dasarnya memilki dua tugas pokok, yaitu: a. Tugas intruksinal Yaitu menyampaikan berbagai pengetahuan dan pengalaman agama kepada peserta didiknya untuk dapat diterjemahkan kedalam tingkah laku dalam kehidupanya. b. Tugas moral Yaitu mengembangkan dan membersihkan jiwa peserta didik agar dapat mendekatkan diri kepada Allah, menjauhkan diri dari keburukan dan menjaganya agar tetap pada fitrahnya yaitu religiusitas. 25 Guru bagi anak tunagrahita dibutuhkan adanya kualifikasi khusus yang berkenaan dengan profesinya. Guru untuk anak tnagrahita harus memiliki: a. Kepribadian. Untuk dapat memberikan pelayanan pendidikan yang sebaik-baiknya bagi anak tunagrahita , seorang guru harus memiliki kepribadian yang menarik. Hal ini sehubungan dengan tugasnya dalam membentuk pribadi anak untuk dapat tumbuh dan berkembang sewajar mungkin. 24
Nana syaodih sukmadinata , Pengembangan Kurikulum Teori Dan Prektek, ( Bandung: Remaja Rosdakarya, 2005), hal. 197 25 Novan Ardi Wiyani, Barnawi Ilmu......., hal. 104
37
b.
Dedikasi. Tenaga pendidik untuk anak tuagrahita diperlukan adanya kesabaran, keuletan, rasa cinta terhadap anak-anak. c. Pengetahuan. Mendidik anak-anak tunagrahita tidak hanya sebagimana mendidik anak-anak pada umumnya (normal), namun diperlukan adanya nilai lebih. Kelebihan ini terutama adalah bahwa ia harus terlebih dahulu memahami masalah-masalah anak biasa, untuk kemudian mempelajari masalah-masalah yang berkenaan dengan pendidikan bagi anak tunagrahita. d. Ketrampilan. Ketrampilan merupakan salah satu syarat yang harus dipunyai oleh tenaga pendidik bagi anak tunagrahita, terutama menyankut maslalah kebutuhan pengembangan kreativitas dalam menciptakan alat-alat atau fasilitas yang dignakan dalam proses pembelajaran.26 2. Strategi Guru dalam Pembelajaran Pendidikan Agama Islam pada Anak Tunagrahita a. Strategi Pembelajaran Menurut Konsep Islam Secara bahasa, strategi bisa diartikan sebagai siasat, kiat, trik, atau cara. Sedang secara umum strategi adalah suatu garis besar haluan dalam bertindak untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan. Adapun strategi belajar mengajar bisa diartikan sebagai pola umum guru murid dalam perwujudan kegiatan belajar mengajar untuk mencapai tujuan yang telah digariskan. Atau dengan kata lain strategi belajar mengajar merupakan sejumlah langkah yang direkayasa sedemikian rupa untuk mencapai tujuan pengajaran tertentu. Untuk melaksanakan tugas secara profesional, guru memerlukan wawasan yang mantap tentang kemungkinan-kemungkinan strategi belajar mengajar yang sesuai dengan tujuan belajar yang telah dirumuskan. Menurut Mansyur batasan belajar mengajar yang bersifat umum mempunyai empat dasar strategi, yakni: 26
Moh. Amin, Ortopedagogik......., hal. 168-169
38
1). Mengidentifikasi serta menetapkan tingkah laku dan kepribadian anak didik sebagaimana yang diharapkan sesuai tuntutan dan perubahan zaman. 2) Mempertimbangkan dan memilih sistem belajar mengajar yang tepat untuk mencapai sasaran yang akurat. 3) Memilh dan menetapkan prosedur, metode dan teknik belajar mengajar yang dianggap paling tepat dan efektif sehingga dapat dijadikan pegngan guru dalam menunaikan kegiatan mengajar. 4) Menetapkan norma-norma dan batas minimal keberhasilan sehingga dapat dijadikan pedoman oleh guru dalam melakukan evaluasi hasil kegiatab belajar mengajar yang selanjutnya akan dijadikan umpan balik untuk penyempurnaan sistem instruksional yang bersangkutan secara keseluruhan.27 Strategi pembelajaran diatas jika diterapkan dalam konteks kegiatan belajar mengajar, maka strategi belajar mengajar pada dasarnya memiliki implikasi sebagai berikut: 1). Proses mengenal karakteristik dasar anak didik yang harus dicapai melalui pembelajaran 2). Memilih sistem pendekatan belajar mengajar berdasarkan kultur, aspirasi, dan pandangan filosofis masyarakat 3). Memilih dan menetapkan prosedur, metode dan teknik mengajar 4). Menetapkan norma-norma atau kriteria-kriteria keberhasilan belajar.28 Strategi pembelajaran secara umum dapat diartikan sebagai metode menyampaikan materi pelajaran kepada siswa agar tujuan belajar tercapai. Lebih konkrit Arief S. Sudirman menjabarkanya menjadi strategi pembelajaran dalam arti luas dapat mencakup metode, pendekatan, pemiliham sumber dan media, pengelompoan siswa
dan penilaian
keberhasilanya. Dengan demikian pada pengertian sebelumnya dapat ditambahkan bahwa strategi pembelajaran adalah juga pendekatan umum
27 28
Pupuh Fathurroman, Sobry Sutikno, Strategi Belajar Mengajar........, hal. 3 Ibid., hal. 3
39
dan rangkaian tindakan yang akan diambil untuk memilih metode pembelajaran yang sesuai.29 Selain strategi pembelajaran diatas yang digunakan dalam proses pemebelajaran, maka ada program yang sangat membantu bagi anak yang berkelaianan. Yaitu, program pendidikan individual (PPI). Program Pendidikan Individual (PPI) ini merupakan terjemahan dari The Individualized Education Program (IEP). Sesuai dengan namanya, PPI atau IEP adalah suatu program pendidikan yang disusun untuk setiap anak luar biasa. Program ini dapat merupakan rencana jangka panjang, dapat pula merupakan rencana jangka pendek. Cakupanya PPI jauh lebih luas dari program individualisasi program pengajaran, lembaga-lembaga yang terkait dalam pendidikan murid tersebut, serta berbagai aspek lain yang terkait. Kegunaan PPI adalah untuk menjamin bahwa tiap murid luar biasa di SLB maupun di sekolah umum memiliki suatu program yang diindividualisasikan untuk mempertemukan kebutuhan-kebutuhan khas yang dimiliki murid dan mengkomunikasikan program tersebut kepada orang-orang yang berkepentingan dalam bentuk suatu program yang sistematis. Program ini juga dapat mambantu para guru untuk mengadopsikan program umum dan atau program khusus bagi anak luar biasa yang bertolak atas kekuatan, kelemahan, dan minat anak.30
29 30
Moh. Amin, ortopedagogik......, hal. 181-182 Ibid., hal. 192 - 193
40
Strategi pembelajaran dalam konsep Islam yang harus dilakukan oleh guru adalah ikhlas, dan sabar dalam mentransfer ilmu kepada anak didiknya. Strategi belajar mengajar menurut konsep islami, pada dasarnya adalah sebagai berikut: 1). Proses belajar mengajar dilandasi dengan kewajiban yang dikaitkan dengan niat karena Allah SWT. Niat amat berperan dalam memberi makna dan hukumaan bagi pelaksanaan suatu amal atau perbuatan. Ia adalah faktor penentu bagi menetapkan suatu perbuatan baik, apakah perbuatan tersebut termasuk ibadah atau tidak. 2). Konsep belajar mengajar harus dilandasi dengan niat ibadah. Pupuh Fathurroman mengemukakan out put pendidikan disertai ibadah adalah sebagai berikut, yaitu: (a) Religius Skill People, yaitu insan yang akan menjadi tenaga-tenaga trampil sekaligus mempunyai iman yag teguh dan utuh. Religiusitasnya diharapkan terrefleksi dalam sikap dan perilaku, dan akan menguisi kebutuhan tenaga diberbagai sektor, di tengah-tengan masyarakat global. (b) Religius Community Leader, yaitu insan yang akan menjadi penggerak dinamika transformasi sosiokultural. Sekaligus menjadi gawang terhadap aksesakses negatif pemangunan masyarakat dan mampu pula membawa aspirasi masyarakat, terutama golongan the silent majarity, serta melakukan kontrol atau penegendalian sosial (social control) dan reformer. (c) Religius Intellectual, yaitu insan yang mempunyai integritas, istiqomah, cakap melakukan anlisis ilmiah serta concrnt terhadap masalh-masalah sosial budaya.
41
3). Didalam proses belajar mengajar harus saling memahami posisi guru sebagai guru dan murid sebagai murid. Pendidikan adalah bapak rohani (spiritual father) bagi anak didiknya, yang memberikan santapan jiwa dengan ilmu, pembinaan akhlak mulia, sekaligus meluruskannya. Oleh karena itu pendidik mempunyai kedudukan tinggi sebagaiman yang dilukiskan dalam hadits nabi SAW “ tinta seorang ilmuan (ulama)lebih berharga katimbang darah para syuhada”. Bahkan Islam mengatakan pendidik setingkat derajat para rosul. 4).
Harus menciptakan komunikasi yang seimbang, komunikasi yang jernih, dan komunikasi yang transparan. Komunikasi adalh inti dari proses belajar mengajar. Untuk mencapai itnraksi belajar mengajar perlu adanya komunikasi antara guru dan murud yang akan mewujudkan dua kegiatan efektif yaitu kegiatan mengjar (usaha guru) dan kegiatan belajar (tugas siswa) yang berdaya guna dalam mencapai tujuan pengajaran.
5).
Konsep SBM memerlukan kreativitas, baik metodologi, didaktik, dan desain pembelajaran sehingga tidak terpaku pada satu teori. Orang yang kreatif mesti memiliki kebebaan berfikir dan bertindak. Guru adalah sesorang yang memiliki kebebasan tersebut yang berasal dari dirinya sendiri termasuk didalamnya kemampuan mengendalikan diri dalam mencari alternatif yang
42
memungkinkan untuk mengaktualisasikan potensi kreatif yang dimilikinya, baik menggunakan metodologi, ilmu didaktik, dalam proses belajar mengajar sehingga tidak terpaku dalam saatu teori. 6). Mendidik dengan ketauladanan yang baik. Kecendurungan manusia untuk meniru belajar lewat peniruan, menyebabkan ketauladanan menjadi sangat penting artinya dalam proses belajar mengajar. Rasulullah SAW dalam hal ini tentu merupakan seseoranh yang menjadi suru tauladan yang utama bagi umat manusia. 7). Untuk memperoleh hasil yang maksimal, maka dibutuhkan pembiasanaan-pembiasaan.
Dalam
kehidupan
sehari-hari
pembiasaan itu merupakan hal yang sangat penting, karena banyak yang kita lihat orang yang berbuat dan bertingkah laku hanya kebiasaan semata-mata. Tanpa itu hidup kita akan berjalan lambat sekali; sebab sebelum melakukan sesuatu kita harus memikirkan terlebih dahulu apa yang akan dilakukan. 8).
Konsep-konsep SBM (konsep umum) secara lahirnya baru akan diperlukan, itupun harus diuji dulu dengan cara: diperlukan kesesuaian dengan kondisi realitas dalam Proses Belajar Mengajar.
9).
Evaluasi yang baik. Evaluasi adalah suatu proses penaksiran terhadap kemajuan, pertumbuhan, dan perkembangan anak didik
43
untuk tujuan pendidikan. Evaluasi pendidika agama Islam adalah suatu kegiatan untuk menentukan taraf kemajuan suatu pekerjaan
didalam pendidikan Islam. Program evaluasi ini
diterapkan dalam rangka mengetahui tingkat keberhasilan seorang pendidik dalam menyampaikan materi pelajaran, menemukan
kelemahan-kelemahan
yang
dilakukan,
baik
berkaitan dengan materi, metode, fasilitas, dan sebagainya. 10). Proses belajar mengajar akan baik dan berhasil apabila diawali dan diakhiri dengan doa. Seorang guru, ketika proses belajar mengajar akan dimulai ayau diakhiri harus bisa para mengajak muridnya agar berdo‟a terlebih dahulu, karena ilmu yang akan diperolah merupakan nikmat dari Allah. Ini merupakan tanda syukur kepada Nya dan Allah pasti akan menambahnya apa yang telah diterinanya.31 b. Pendekatan Pembelajaran Pendidikan Agama Islam Pendekatan pembelajaran dapat diartikan sebagai titik tolak atau sudut pandang kita terhadap proses pembelajaran, yang merujuk pada pandangan tentang terjadinya suatu proses yang sifatnya masih sangat umum, di dalamnya mewadahi, menginsiprasi, menguatkan, dan melatari metode pembelajaran dengan cakupan teoretis tertentu.32 Secara lughawi, pendekatan berarti proses, cara, perbuatan mendekatai. Secara istilah, 31
Pupuh Fathurroman, Sobry Sutikno, Strategi Belajar........, hal. 127- 145 Ahmad Sudrajat, “Pengertian Pendekatan, Strategi, Metode, Tekni, Taktik dan Model Pembelajaran” dalam https://akhmadsudrajat.wordpress.com/2008/09/12/pendekatanstrategi-metode-teknik-dan-model-pembelaj, diakses 27 April 2015 32
44
pendekatan bersifat aksiomatis yang menyatakan pendirian, filsafat, keyakinan, paradigma, terhadap subject matter yang harus diajarkan dalam proses pendidikan dan selanjutya melahirkan metode pendidikan.33 Dengan demikian dapat ditarik kesimpulah bahwa pendekatan adalah suatu cara yang digunakan didalam proses pendidikan dan masih bersifat umu, kemudian akan melahirkan sebuah metode. Beberapa pendekatan tertentu dalam pembelajaran PAI yang pada intinya terdapat enam pendekatan, yaitu (1) pendekatan pengalaman, yakni memberikan pengalaman keagamaan kepada peserta didik dalam rangka penanaman nilai-nilai keagamaan; (2) pendekatan pembiasaan, yakni memberikan kesempatan kepada peserta didik unuk senantiasa mengamalkan ajaran agamanya dan /atau akhlakul karimah; (3) pendekatan emosional, yakni usaha untuk menggugah perasaan dan emosi peserta didik dalam meykini, memahami dan menghayati akidah Islam serta memberi motivasi agar peserta didik ikhlas mengamalkan ajaran agamanya, khususnya yang berkaitan akhlakul karimah; (4) pendektan rasional, yakni usaha untuk memberikan peranan rasio (akal) dalam memahami dan menerima kebebnaran ajaran agama; (5) pendekatan fungsional, yakni usaha menyajikan agama Islam dengan menekankan pada segi kemanfaatanya bagi peserta didik dalam kehidupan sesuai dengan
tingkat
perkembangannya;
(pendektan
keteladan),
yakni
menyuguhkan keteladanan, baik yang menciptakan kondisi pergaulan yang
33
Novan Ardy Wiyani, Barnawi Ilmu Pendidikan........, hal. 185
45
akrab antara personal sekolah, perilaku pendidik dan tenaga pendidikan lai mencerminkan akhlak terpuji, maupun yang tidak langsung melalui suguhan ilustrasi berupa kisah-kisah keteldanan.34 Anak - anak penyandang tunagrahita memang sedikit berbeda dengan dengan anak yang memiliki kebutuhan khususu lainya. Pada anak tunagrahita, mereka lebih membutuhkan perhatian yang lebih dalam pengenalan dan pemahaman akan suatu materi. Oleh karena itu, bagi anakanak penyandang tunagrahita, selain dibutuhkan pendekatan juga terapi antara lain: 1. Occuppasional (terapi gerak) Terapi ini diberikan untuk mereka para anak penyandang tunagrahita agar dapat melatih secara utuh fungsi gerak tubuh mereka (gerak kasar dan gerak halus) karena kebanyakan dari mereka masih merasa kesulitan menggerakkan dengan baik seluruh anggota
tubuh
mereka.
Keterbatasan
kemampuan
untuk
menggunakan seluruh kemampuan otak membuat mereka menjadi sulit
untuk
menggunakan
otak
kanannya
dalam
melatih
kemampuan motoriknya. Terapi ini sangan membantu mereka berlatih menggerakkan tubuhnya. 2. Play Therapy (terapi bermain) Terapi yang diberikan kepada anak-anak tunagrahta adalah bermain karena hal tersebut dapat membantu anak tunagrahita menangkap
34
Muhaimin, Paradigma Pendi........, hal. 174
46
dengan mudah sesuatu benda yang menjadi
metode mereka
belajar, misalkan memberikan peljaran tentang berhitumg, anakanak diajarkan dengan cara sosiodrama, bermain jual beli dan lain sebagainnya. 35 3. Activity Daily Livig (ADL) atau kemampuan merawat diri. Untuk memandirikan anak-anak penyandang tunagrahita, tentu bukan merupakan persoalan yang simpel. Akan tetapi, hal yang perlu untuk diperhatikan adalah dengan memberikan kesempatan anak tersebut melakukan segala sesuatu (yang tidak berbahaya) sendiri. Anak diajarkan untuk dapat mandiri. Belajar untk mengembangkan potensi yang ada dalam dirinya masing-masing. Dengan demikian, anak-anak tersebut juga dapat belajar cara mempertahankan dirinya dari segala kemungkinan-kemungkinan yang akan datang. 4. Life Skil (ketrampilan hidup) Ketrampilan anak yang memiliki kebutuhan khusus termasuk juga bagi anak-anak penyandang tunagrahita merupakan bekal yang cukup penting bagi mereka karena dengan adnaya bekal ketrampilan tersebut, mereka dapat bersaing dengan ank-anak normal lainnya. Dengan adanya ketrampilan tersbut, membuat keberadaan
mereka
diakui
keluarganya.
35
Agila Smart, Anak Cacat......., hal. 100
oleh
lingkungan
sekitar
dan
47
5. Vocational Therapy (terapi bekerja) Selain diberikan sebuah ketrampilan, anak-anak penyandang tunagrahita juga diberi bekal latihan untuk dapat bekerja. Dengan adanya bekal bekerja seperti itu, diharapkan anak-anak penyandang tunagrahita juga dapat bekerja dan hidup mandiri. Anak-anak penyandang tunagrahita juga dapat melakukan hal-hal yang bisa dilakukan oleh anak-anak norml pada umumnya.36 c. Metode Dan Teknik Pembelajaran Pendidikan Agama Islam Metode secara harfiah berarti‟ cara‟. Dalam pemakaian yang umum, metode diartikan sebagai sustu cara atau prosedur yang dipakai untuk mencapai tujuan tertentu. Kata “mengajar” sendiri berarti memberi penjelasan. Kata metode berasal dari bahasa Yunani, yaitu meta dan hodos. meta Melalui dan hodos jalan atau cara. Dalam bahas arab, kata metode dikenal dengan istilah thariqah yang berarti langkah-langkah yang diambil seorng pendidik guna membantu peserta didik merealisasikan tujuan tertentu.37 Muhammad Athiyah al Abrasy mengartikan metode sebagai jalan yang dilalui untuk memperoleh pemahaman pada peserta didik.38 Salah satu keterampilan guru yang memegang peranan penting dalam pengajaran adalah ketrampilan memilih metode. Menurut Syaiful B. Djamarah dkk. metode memiliki kedudukan: sebagai alat motivasi ekstrinsik dalam kegiatan belajar mengajar (KBM), menyiasati perbedaan
36
Ibid., hal. 101 Novan Ardy Wiyani, Barnawi Ilmu Pendidikan........., hal. 185 38 Aziz, Ab, Filsafat Pendidikan Islam Sebuah Gagasan Membangun Pendidikan Islam, (Surabaya: Elkaf, 2006), hal. 166 37
48
individual anak didik, untuk mencapai tujuan pembelajaran.39 Dengan demikian, bisa dipahami bahwa metode berarti cara yang digunakan untuk melaksanakan suatu pekerjaan agar tercapai sesuai dengan tujuan yang dikehendaki. Berikut ini metode yang dapat duterapkan dalam proses pembelajaran menurut Muhaimin dan Abdul Mujib, diataranya: 1. Metode Diakronis Metode yang digunakan dalam proses pembelajaran dengan menekankan pada aspek pemahaman terhadap suatu kepercayaan, sejarah, dengan melihatnya, sebagai suatu kenyataan hidtoris yang sesuai dengan konteks waktu, tempat, budaya, tradisi, yang muncul. 2. Metode Singkronik analiti Metode Pendidikan Agama Islam dengan menekankan pada aspek analisis teoritis untuk mengembangkan pada aspek analitis teoritis untuk mengembangkan keimanan dan mental intelektual peserta didik. 3. Metode Problem Solving Metode yang digunakan oleh pendidik dengan maksud mengajak peserta didik untuk memecahkan berbagai masalah dengan mencari solusinya. 4. Metode Empiris Metode yang digunakan oleh pendidik dengan maksud mengajak peserta didik untuk mempelajari Agama Islam melalui proses realisasi, aktualisasi, dan internalisasi norma-norma dan kaidah Islam dan mengaplikasikanya dalam interaksi sosial. 5. Metode Induktif Metode yang digunakan oleh pendidik dengan mengajak peserta didik dalam memahami materi dengan menunjukkan suatu peristiwa atau kejadian khusus untuk digeneralisasi kepada kesimpulan umum. 6. Metode Deduktif Metode yang digunakan oleh pendidik dengan mengajak peserta didik untuk memahami suatu peristiwa atau kejadian yang bersifat umum untuk disimplifikasi kepada kesimpulan yang bersifat khusus.40
39
Pupuh Fathurroman, Sobry Sutikno hal, Strategi........, hal. 55 A. Fatah Yasin, Dimensi-Dimensi Pendidikan Islam, (Malang: UIN Malang Press, 2008), hal. 152-153 40
49
Metode-metode yang digunakan dalam pembelajran sering berkaitan dengan tetkni. Teknik pendidikan Islam adalah langkah-langkah konkrit pada waktu seorang pendidik melaksanakan pengajaran di kelas. 41 Teknik adalah realisasi dari metode pendidikan Islam yang dapat diaplikasikan dengan cara-cara praktis yang disebut dengan teknik pendidikan Islam.42 Dari berbagai definisi diatas dapt ditarik kesimpulan bahwa teknik pembelajaran adalah cara-cara yang bersifat khusus untuk melaksanakan pembelajaran didalam kelas, jadi teknik merupakan bentuk perwujudan dari sebuah metode, sedangkan metode adalah penjelasan dari asumsi-asimpi pendekatan. Dibawah ini ada beberapa macam teknik, diataranya: 1. Teknik Teknik al Ikhbariyah wa al Muhadlarah (periklanan dan pertemuan), yakni ajaran Islam bisa dididikkan kepada masyarakat
dengan cara menggunakan media eloektronik
maupun cetak, seperti pemasangan iklan, spanduk, brosur, pamflet, berita-berita, koran, majalah, jurnal, buku-buku keagamaan dan lain sebagainya. 2. Teknik al Hiwar (percakapan/dialog), yakni teknik penddikan yang dilakukan melalui proses percakapan atau dialog, atau dengan tanya jawab mengenai ajaran Islam. 3. Teknik al Qishas (bercerita), yakni teknik bercerita berbagai peristiwa sejarah yang mengandung nilai-nilai moral pendidikan 41 42
hal. 183
Aziz, Ab, Filsafat Pendidikan Islam........, hal. 166 Abdul Mujib, Jusuf Mudzakkir, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Prenada Media, 2006),
50
dan dapat membangkitkan semangat peserta didik untuk meneruskannya dalam konteks kekinian dan kediainian. 4. Teknik Al amtsal (perumpamaan/metafora), yakni metode yang digunakan oleh pendidik dengan cara mengambil perimpamaanperimpamaan dalam ayat-ayat Al qur‟an untuk diketahui dan diresapi peserta didik, sehingga peserta didik dapat mengambil pelajaran dari perumpamaan tersebut. 5. Teknik al Qudwah (imitasi), yakni teknik yang digunakan utuk mengajak peserta didik agar meiru beberapa tampilan perilaku yang perlu diteladani dalam kehidupan sehari-hari. 6. Teknik al-Mumarosah al Amal (drill), yakni teknik yang digunakan untuk melatih peserta didik secara terus menerus, sehingga terbiasa dalam keseharian. 7. Tenik
al
Ibrah
(pelajaran
mendalam),
yakni
teknik
merenungkan dan memikirkan secara mendalam mengenai materi ajaran Islam, terutama berkaitan dengan ciptaan Allas SWT. 8. Teknik al Taghrib wa al Tahrib (janji dan ancaman), teknik yang digunakan pendidik dengan cara memberikan targhib (janji-janji kesenangan, kenikmatan akhirat yang disertai bujukan) dan tarhib (ancaman karena melakukan dosa). 9. Teknnik al-Tankibuyah (koreksi/kritik), yakni teknik yang digunakan oleh pendidik untuk mengajak peserta didik untuk
51
mengkritisi, mengoreksi suatu isi materi dalam sebuah buku teks dan mampu memperbandingkannya dengan buku-buku lain. 10. Teknik al-Mubasaqoh (perlombaan), yakni yakni teknik yang digunakan oleh pendidik untuk mengajak peserta didik berkompetisi dalam belajar dengan teman lainnya.43 Selain itu dalam metode internalisasi juga diaplikasikan dalam berbagai teknik. Ada dua teknik utama. Pertama teknik pengajaran kognitif dengan menggunkan uraian afektifnya Bloom dan kawan-kawan. Kedua teknik non pengajaran kognitif, seperti yang diuraikan berikut: 1. Peneladanana Guru meneladankan kepribadian muslim, dalam segala aspeknya baik pelaksanaan ibadah khas maupun yang „am. 2. Pembiasaan 3. Shalat sunnah mutlak sebagai pengganti ceramah 4. Membaca shalawat sebagai pengganti ceramah maulid nabi 5. Berbagai perlombaan berbagai do‟a 6. Menyanyikan lagu-lagu kegamaan 7. Mambaca Al quran 8. Selalu thahur (peserta didik itu harus selalu dalam keadaan wudhu). 9. Puasa sunnah44 d. Evaluasi pembelajaran Pendidikan Agama Islam Evaluasi secara etimologi berasal dari kata evaluation dalam bahasa Ingris, yang berati penilaian. Istilah evaluasi yang berarti tidakan atau proses untuk menentukan nilai segala sesuatu yang ada hubunganya dengan pendidikan.45 Evaluasi menurut Suharsimi Arikunto adalah: Membedakan istilah pengukuran, penilaian, dan evaluasi. Pengukuran adalah membandingkan sesuatu dengan ukuran. Pengukuran ini bersifat kuantitatif. Penilaian adalah mengambil 43
A. Fatah Yasin, Dimensi-Dimensi........, hal. 153-155 Novan Ardi Wiyani, Pendidikan ........, hal. 114-118 45 Aziz, Ab, Filsafat Pendidikan Islam........, hal. 144 44
52
suatu keputusan terhadap sesuatu dengan ukuran baik dan buruk secara kualitatif. Sementara evaluasi adalah mencangkup pengukuran dan penilaian secara kuantitatif. 46 Berdasarkan pendaat diatas, bahwa evaluasi adalah tindakan atau kegiatan yang dilakukan oleh seorang pendidik dalam mengevaluasi termasuk memberikan nilai, mengukur kemampuan hasil belajar siswa dengan menggunakan angka ataupun catatan-catatan khusus. Untuk mengadakan kegiatan evaluasi maka dibutuhkan objek eavaluasi. Objek evaluasi pendidikan Islam dalam arti yang umum adalah peserta didik. Sementara dalam arti khusus adalah aspek-aspek tertentu yang terdapat pada peserta didik. Peserta didik disini bukan hanya sebagai objek semata melainkan pula sebagai subjek avaluasi. Oleh kareana itu evaluasi dapat dilakuan dengan dua cara yaitu evaluasi diri sendiri dan orang lain. Evaluasi diri sendiri dengan menggunakan introspeksi atau perhitungan pada diri sendiri, sedangkan orang lain dalam hal pendidikan adalah peserta didik.47 Adapaun mengenai tuajuan dari evaluasi menurut Mochtar Buchori sebagaimana dikutip Moh. Haitam Salim dan Erwin Mahrus mengemukakan bahwa tujuan khusus evaluasi pendidikan ada dua yaitu: 1. Untuk mengetahui kemajuan belajar peserta didik setelah ia menyadari pendidikan selama jangka waktu tertentu 2. Untuk mengetahui tingkat efisiensi metode-metode pendidikan yang digunakan selama jangka waktu tertentu.48
46
Moh. Haitam salim, Syamsul Kurniawan, Studi Ilmu Pendidikan Islam, ( Jakarta: Ar Ruzz Media, 2012), hal. 242 47 Ibid., hal. 456 48 Ibid., hal. 250
53
Tujuan pendidikan Islam dapat diartikan untuk mengetahuai sejauh mana keberhasilan proses pembelajranan dan untuk memperbaiaki kekurangan yang ada guna kedepanya menghasilkan proses pembelajaran yang lebih baik dan hasil dari proses pembelajaran yang lebih baik. Jenisjenis evaluasi yang dapat diterapkan dalam pendidikan Islam ada empat macam, yaitu: 1. Evaluasi formatif Evaluasi yang digunakan untuk mengetahui hasil belajar yang dicapai peserta didik setelah ia menyelesaikan program dalam satuan bahan pelajaran pada suatu bidang studi tertentu. 2. Evaluasi sumatif Evaluasi yang dilakukan terhadap hasil belajar peserta didik setelah mengikuti pelajaran dalam satu catur wulan, satu semester, atau akhir tahun untuk menentukan jenjang berikutnya. 3. Evaluasi penempatan Evaluasi yang dilakukan sebelu anak melakukan proses belajar mengajar untuk kepentingan penempatan pada jurusan atau fakultas yang didinginkan. 4. Evaluasi diagnosisi Evaluasi terhadap hasil penganalisisisan tentang keadaan belajar peserta didik, baik merupakan kesulitan-kesulitan atau hambatan yang ditemui dalam situasi belajar mengajar.49 49
Abdul Mujib, Jusuf Mudzakkir, Ilmu Pendidikan........,hal. 217
54
Sifat-sifat evaluasi yang dapat diterapkan dalam pendidikan Islam adalah kualitatif dan kuantitatif. Kuantatif yaitu hasil evaluasi yang diberika skor atau nilai dalam bentuk angka, misalnya 50, 79, dan 100. Sedangkan pada kualitatatif, yaitu hasil evaluasi diberikan dalam bentuk pernyataan verbal misalnya memuaskan, baik, cukup, dan kurang. Sedangkan macam-macam evaluasi yang dapat diterapkan dalam pendidikan Islam adalah tes tulis, tes lisan, dan tes perbuatan. Aspek kognitif biasanya menggunakan tes tulis dan lisan , sedangkan aspek psikomotorik mengunakan tes perbuatan. 50 Evaluasi pembelajaran dapat digunakan pada saat-saat tertentu dengan menggunakan tes tulis, tes lisan maupun praktik untuk diambil penilaian dan mengukur keberhasilan baik berupa angka ataupun tulisan dalam kegiatan belajar-mengajar guna meningkatkan hasil yang lebih baik pada kegiatan belajar mengajar selanjutnya.
50
Ibid., hal. 218
55
D. Penelitian Terdahulu Penelitian terdahulu merupakan penelusuran pustaka yang berupa hasil penelitian, karya ilmiyah, ataupun sumber lain yang digunakan peneliti sebagai perbandingan terhadap penelitian yang dilakukan. Dalam skripsi ini penulis akan mendikripsikan beberapa penelitian yang ada relevansinya dengan judul penulis antara lain: 1. Penelitian yang dilakukan oleh Siti Aminah pada tahun 2014, dengn judul “Metode Pembelajaran Pendidikan Agama Islam Bagi Anak Tunagrahita Di Sekolah Luar Biasa PGRI Kedungwaru Tulungagung Tahun 2014”. Fokus dan hasil penelitian yang menjadi bahasan dalam penelitian ini adalah: (1) Metode Pembelajaran Pendidikan Agama Islam bagi anak tunagrahita adalah metode ceramah, demonstrasi, diskusi, tanya jawab, pemberian tugas, dan drill/latihan, (2) implementasi atau penerapan masing-masing metode pembelajaran PAI bagi siswa tunagrahita dilaksanakan dengan cara diulang-ulang, baik mengulang penjelasan materi maupun mengulang teknik yang diajarkan. Siswa sering berbicara sendiri, oleh karena itu guru harus aktif berkomunikasi dengan siswa. Metode pembelajaran PAI digunakan dengan cara berselang-seling untuk menghindari kebosanan siswa dalam pembelajaran. Metode ceramah adalah metode yang paling sering digunakan. Walaupun menggunakan metode ceramah, guru menyelingi materi dengan metode tanya jawab dan metode yang lain. Interaksi yang
56
dijalin antara siswa dan guru cukup baik. Dengan demikian, proses pembelajaran pun berjalan dengan baik pula. 51 2. Penelitian yang dilakukan oleh Maghfiroh, pada tahun 2013. Dengan judul ” Strategi Pembelajaran Pendidikan Agama Islam di Panti Sosial Bina Grahita (PSBG) "Ciungwanara" Bogor Tahun 2013”. Fokus penelitian, adalah (1) Penerapan strategi pembelajaran Pendidikan Agama Islam pada anak tunagrahita di Panti Sosial Bina Grahita, (2) Proses penanaman nilainilai keislaman terhadap anak tunagrahita di Panti Sosial Bina Grahita, (3) Pembelajaran guru Pendidikan Agama Islam dengan strategi tersebut bagi anak tunagrahita di Panti Sosial Bina Grahita. Hasil penelitian menunjukkan bahwa strategi pembelajaran Pendidikan Agama Islam yang diterapkan di Panti
Sosial
Bina
Grahita
"Ciungwanara"
Bogor
adalah
dengan
menggunakan model pembelajaran efektif dan metode pembelajaran dengan berbagai metode diantaranya metode ceramah, keteladanan dan praktek dapat dikatakan baik. Terlihat dari hasil yang diperoleh siswa dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan kriteria yang dibuat guru dalam penilaian. Sebagian dari mereka juga sudah dapat menerapkan sikap bersosialisasi dengan baik.52 3. Penelitian yang dilakukan oleh Aida Hikmawati, pada tahun 2001. Dengan
judul, ”Pendidikan Agama Islam Bagi Penyandang Cacat Mental di SLB PGRI Kedungwaru Tulungagung”. Fokus dan hasil penelitian yang menjadi
51
Siti Aminah, Metode Pembelajaran............., hal. XViii Mghfiroh, Strategi Pembelajaran Pendidikan Agama Islam Di Panti Sosial Bina Grahita "Ciungwanara" , (Bogor: Skripsi tidak diterbitkan), hal. x 52
57
bahasan dalam penelitian ini adalah: (1) Pendidikan Agama Islam Bagi Penyandang Cacat Mental di SLB Sekolah Luar Biasa PGRI Kedungwaru Tulungagung, dari segi tujuan, materi, dan metode, (2) Hasil belajar peserta didik dari segi psikomotoriknya, (3) Faktor penghambat dan pendukung Pendidikan Agama Islam bagi Penyandang Cacat Mental di SLB PGRI Kedungwaru Tulungagung. Hasilnya mengenai tujuan pembelajaran sudah sesuai dengan UU. No 2. Tahun 1989. Materi-materi Pendidikan Agama Islam sudah mencakup semua pelajaran Agama Islam, namun materi masih bersifat sederhana dan mendasar. Meode yang digunakan, ceramah, tanya jawab, drill, karyawisata, dan demonstrasi. Hasil siswa dari segi psikomotorik cukup memuaskan, dilihat siswa sudah mampu melkukan gerakan-gerakan sholat. waktu yang tersedia untuk menyampaikan materi pendidikan masih kurang.53
53
Aida Hikmawati, Pendidikan Agama Islam Bagi Penyandang Cacat Mental di SLB Sekolah Luar Biasa PGRI Kedungwaru Tulungagung, (Tulungagung: Skripsi Tidak Diterbitkan), hal. XII
58
Tabel 2.2: Perbedaan Penelitian Ini dengan Penelitian Terdahulu
No
Peneliti
Aspek Perbedaan
Judul Penelitian
Pengecakan keabsahan data Metode 1) Kajian tentang anak 1) Pengecekan Pembelajaran tunagrahita anggota Pendidikan 2) Kajian metode 2) Perpanjangan Agama Islam bagi pembelajaran kehadiran anak tunagrahita Pendidikan Agama peneliti di Implementasi atau Islam bagi Anak lapangan penerapan tunagrahita 3) Diskusi teman masing-masing sejawat metode 4) Pengecekan pembelajaran PAI kecakupan bagi siswa refrensi. tunagrahita Penerapan strategi 1) Kajian tentang 1) Perpanjangan pembelajaran strategi keikutsertaan Pendidikan Pembelajaran 2) Triangulasi data, Agama Islam pada 2) Kajian tentang metode, dan anak tunagrahita Pendididkan sumber di Panti Sosial Agama Islam 3) Pemeriksaan Bina Grahita, 3) Kajian tentang sejawat Proses penanaman tunagrahiat nilai-nilai keislaman terhadap anak tunagrahita di Panti Sosial Bina Grahita, Pembelajaran guru Pendidikan Agama Islam dengan strategi tersebut bagi anak tunagrahita di Panti Sosial Bina Grahita. Fokus
1.
2
Siti Aminah
Maghfiroh
Metode Pembelajaran Pendidikan Agama Islam Bagi Anak Tunagrahita Di Sekolah Luar Biasa PGRI Kedungwaru Tulungagung Tahun 2014
1)
Strategi Pembelajaran Pendidikan Agama Islam di Panti Sosial Bina Grahita (PSBG) "Ciungwanara" Bogor Tahun 2013
1)
2)
2)
3)
Kajian teori
59
Lanjutan tabel...
No
Peneliti
Aspek Perbedaan
Judul Penelitian Fokus
3.
4.
Aida Hikmawati
Penelitian ini
Pendidikan Agama Islam Bagi Penyandang Cacat Mental di SLB PGRI Kedungwaru Tulungagung20 01
Strategi Pembelajaran Pendidikan Agama Islam pada Siswa Tunagrahita di SDLB-C Kemala Bhayangkari 1 Trenggalek 2015
Kajian teori
1) Pendidikan 1) Kajian tentang Agama Islam Pendidikan Bagi Penyandang Agama Islam Cacat Mental dari segi tujuan, 2) Kajian guru materi, dan Agama Islam metode 2) Hasil belajar peserta didik dari segi psikomotoriknya
Pengecakan keabsahan data 1) Ketekunan pengamatn 2) Triangulasi 3) Pemerikasaan sejawat
3) Pendidikan anak bagi anak luar biasa
3) Faktor 4) Metode penghambat dan pembelajaran pendukung anak luar biasa Pendidikan Agama Islam bagi Penyandang Cacat Mental 1) Pendekatan 1) Kajian tentang 1) Perpanjangan pembelajaran tunagrahit keikutsertaan Pendidikan Agama 2) Pendidikan Agama 2) Ketekunan Islam pada siswa Islam meliputi, pengamatan tinagrahita pengertian, dasar- 3) Triangulasi 2) Metode dan teknik dasar, tujuan, dan teknik, sumber pembelajaran materi data, dan waktu Pendidikan Agama 3) Strategi 4) Pemeriksaan Islam pada siswa pembelajaran sejawat melalui tinagrahita Pendidikan Agama diskusi 3) Evaluasi Islam meliputi guru 5) Review informan pembelajaran dan tanggung Pendidikan Agama jawabnya, Islam pada siswa pendekatan, tinagrahita metode, teknik,dan evaluasi
60
E. Kerangka Berfikir Strategi pembelajaran menurut Pupuh Fathurroman jika diterapkan dalam konteks kegiatan belajar mengajar, maka strategi belajar mengajar pada dasarnya memiliki implikasi sebagai berikut: 1. Proses mengenal karakteristik dasar anak didik yang harus dicapai melalui pembelajaran 2. Memilih sistem pendekatan belajar mengajar berdasarkan kultur, aspirasi, dan pandangan filosofis masyarakat 3. Memilih dan menetapkan prosedur, metode dan teknik mengajar 4. Menetapkan norma-norma atau kriteria-kriteria keberhasilan belajar.54 Lebih konkrit Arief S. Sudirman menjabarkanya menjadi strategi pembelajaran dalam arti luas dapat mencakup metode, pendekatan, pemilihan sumber dan media, pengelompokan siswa
dan penilaian keberhasilanya.55
Merujuk pada kedua teori tokoh diatas terkait strategi pembelajaran Pendidikan Agama Islam, maka kerangka berfikir peneliti sebagai berikut:
Karakter Siswa
Strategi Pembelajaran PAI
Pendekatan Pembelajaran
Pembelajaran PAI
Metode dan teknik
Evaluasi
54
55
Pupuh Fathurroman, Sobry Sutikno, Strategi Belajar Mengajar........, hal. 3 Moh. Amin, ortopedagogik......, hal. 181-182