BAB II LANDASAN TEORI
A. Kemampuan Berbahasa Pada Anak Usia Dini 1. Pengertian kemampuan berbahasa Kemampuan berasal dari kata mampu yang bermakna cakap atau terampil dan cekatan. Kata “mampu” mendapat imbuhan ke-an menjadi kemampuan yang bermakna kecakapan atau keterampilan dan kecekatan dengan demikian kemampuan berbahasa Indonesia artinya mampu menggunakan bahasa Indonesia dalam komunikasi baik secara lisan maupun tertulis. Keterampilan berbahasa lisan meliputi menyimak dan berbicara sedangkan keterampilan berbahasa tulis meliputi membaca dan menulis. Di lihat dari sifatnya, kemampuan menyimak dan membaca bersifat reseptif yaitu menerima atau memahami pesan yang disampaikan oleh pembicara atau penulis, sedangkan berbicara dan menulis bersifat produktif artinya menghailkan pembicaraan atau tulisan.1 Ketika anak belajar untuk menyimak dan berbicara, anak akan berlatih mengontrol dirinya sendiri dan lingkungannya, berhubungan secara efektif dengan orang lain, mendapatkan dan menyimpan lebih banyak informasi. Sementara dengan kegiatan menulis dan membaca anak akan dilatih untuk memiliki kepekaan dalam bahasa tulis, mencoba memahami tujuan suatu tulisan, dan memperoleh pengetahuan yang
1
Yeti Mulyani, Bahasa Indonesia (Jakarta: Universitas Terbuka, 2011), hlm. 2.20
14
15
bersifat alfabetis, serta menulis huruf dan kata. Anak usia 3-4 tahun menggunakan bahasa, khususnya kemampuan berbicara untuk melibatkan diri dalam sejumlah percakapan. Mereka menggunakan bahasa dengan berbagai cara, termasuk bertanya, dialog, bernyanyi dan syair.2 2. Tahapan kemampuan berbahasa pada anak usia dini a. Anak usia kelompok bermain (usia 3-4 tahun) menjelajahi dunia dengan kata-kata Pada tahap ini, anak menggunakan semua kemampuan bahasa yang telah berkembang untuk menjadi seorang “pembicara besar” dan mengembangkan kesadarannya tentang kekuatan bahasa tulis. Orang tua dan pengasuh anak dapat membantu menjadi pembaca dan penulis melalui bermain dengan huruf dan suara, melakukan bermain peran dengan menggunakan karakter dari buku-buku, dan banyak membaca buku bersama. Pada waktu bersamaan dia dapat menggunakan kemampuan kosakata dan bahasa yang pernah berkembang pada dirinya untuk berbagai hasil pengamatan, ide-ide dan dunia khayalan antara anak dan orang dewasa lainnya. Pengebangan bahasa untuk anak usia 3-4 tahun difokuskan pada 4 aspek bahasa yaitu, menyimak, berbicara, membaca dan menulis.3 b. Anak usia taman kanak-kanak (usia 4-6 tahun) menemukan tulisan
2
Winda Gunarti, Lilis Suryani, Azizah Mu’is, Metode Pengembangan Perilaku dan Kemampuan Dasar Anak Usia Dini (Jakarta: Universitas Terbuka, 2010), hlm. 2.31 3 Siti Aisyah, Perkebangan dan Konsep Dasar Pengebangan Anak Usia Dini (Jakarta: Universitas Terbuka, 2011), hlm. 6.16
16
Kebanyakan anak usia TK berada pada “gerbang” menjadi pembaca, hanya dalam 5 tahun anak usia TK pada umumnya telah belajar mengenal semua susunan tata bahasa dalam bahasa ibunya. Dia dapat mendengar dan menceritakan cerita yang rumit, sering bertanya tentang kata-kata dan konsep yang tak dimengerti, ini dinamakan “belajar aktif”. Dia juga mengenal kalimat yang kompleks dan dapat mendengarkan cerita yang panjang. Anak usia TK dapat menulis beberapa kata yang dikenalnya. Selain dapat menuliskan kata menurut bunyi yang didengar juga dapat mengembangkan kata-kata dalam pikirannya.4 3. Teori-teori Pengembangan Bahasa a. Teori behavioristik Skinner berpendapat bahwa bahasa dipelajari melalui pembiasaan dari lingkungan dan merupakan hasil imitasi terhadap orang dewasa, guru yang menganut paham skinner menghindari penggunaan hukuman. Mereka akan memberikan reward pada siswa yang memberikan respon benar dan mengacuhkan respon siswa yang tidak sesuai. Imitasi, reward, reinforcement, dan frekuensi suatu perilaku merupakan factor yang penting dalam mempelajari bahasa.5 b. Teori nativis
4
M. Sugeng Sholehudin, Psikologi Perkembangan Dalam Perspektif Pengantar (Pekalongan: STAIN Pekalongan Press), hlm. 86. 5 Nurbiana Dhieni, Metode Pengembangan Bahasa (Jakarta: Universitas Terbuka, 2005), hlm. 2.9
17
Max Muller meyakini bahwa bahasa lahir secara alamiah, menurut teori ini manusia memiliki insting yang istimewa untuk mengeluarkan ekspresi ujaran bagi setiap kesan sebagai stimulus dari luar. Kesan yang diterima melalui indera, laksana pukulan pada bel hingga melahirkan ucapan yang sesuai.6 c. Teori pragmatis Halliday berpendapat bahwa anak belajar bahasa dalam rangka sosialisasi dan mengarahkan perilaku orang lain agar sesuai dengan keinginannya. Teori ini berasumsi bahwa anak selain belajar bentuk dan arti bahasa juga termotifasi oleh fungsi bahasa yang bermanfaat bagi mereka dengan demikian anak belajar bahasa disebabkan oleh berbagai tujuan dan fungsi bahasa yang dapat mereka peroleh.7 d. Teori kognitif Jean Piaget berpendapat bahwa teori pertama menyangkut keterlibatan anak secara aktif dengan lingkungan fisik melalui pengalaman langsung. Dasar kedua perkembangan intelektual berkembang terus menerus. Pandangan dasar ketiga bahwa anak sudah memiliki motifasi dalam diri untuk mengembangkan intelektual.8 e. Teori interaksionis Para ahli interaksionis menjelaskan bahwa berbagai faktor seperti sosial,
6
linguistic,
kematangan,
biologis
dan
kognitif
saling
Suhardi, Pengantar Linguistik Umum (Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2013), hlm. 18. Nurbiana Dhieni, Ibid., hlm. 2.21 8 Widarmi D Wijana, Kurikulm Pendidikan Anak Usia Dini (Jakarta: Universitas Terbuka, 2008), hlm. 2.22 7
18
mempengaruhi, berinteraksi dan memodifikasi satu sama lain. Sehingga berpengaruh terhadap perkembangan bahasa individu. Teori ini bertitik tolak dari pandangan bahwa bahasa merupakan perpaduan faktof genetik dan lingkungan.9
B. Metode Sosiodrama 1. Metode Pendidikan Taman Kanak-kanak Metode merupakan bagian dari strategi kegiatan. Metode dipilih berdasarkan strategi kegiatan yang sudah dipilih dan ditetapkan. Metode adalah cara yang dalam bekerjanya merupakan alat untuk mencapai tujuan kegiatan.
Setiap
guru
akan
menggunakan
metode
sesuai
gaya
melaksanakan kegiatan. Namun yang harus diingat Taman Kanak-kanak mempunyai cara yang khas oleh karena itu ada metode-metode yang lebih sesuai bagi anak TK dibandingkan dengan metode-metode lain. Metodemetode yang memungkinkan anak satu dengan anak lain berhubungan akan lebih memenuhi kebutuhan dan minat anak. Melalui kedekatan hubungan guru dan anak, guru akan dapat mengembangkan kekuatan pendidikan yang sangat penting.10
2. Penggunaan metode di Taman Kanak-kanak Sebagai alat untuk mencapai tujuan tidak selamanya berfungsi secara memadai. Oleh karena itu, dalam memilih suatu metode dalam 9
Nurbiana Dhieni, Ibid., hlm. 2.26. Moeslichatoen R, Metode Pengajaran di Taman Kanak-kanak, cet. I (Jakarta: PT. Rineka Cipta, September 1999), hlm. 7. 10
19
program kegiatan anak di Taman Kanak-kanak guru perlu mempunyai alasan yang kuat dan faktor-faktor yang mendukung pemilihan metode tersebut, seperti: karakteristik tujuan kegiatan dan karakteristik anak yang diajar. Untuk mengembangkan kognisi anak dapat dipergunakan metodemetode yang mampu menggerakkan anak agar menumbuhkan berpikir, menalar, mampu menarik kesimpulan dan membuat generalisasi. Caranya adalah dengan memahami lingkungan disekitarnya, mengenal orang dan benda-benda yang ada, memahami tubuh dan perasaan mereka sendiri, melatih memahami untuk mengurus diri sendiri. Selain itu melatih anak menggunakan bahasa untuk berhubungan dengan orang lain dan melakukan apa yang dianggap benar berdasarkan nilai yang ada dalam masyarakat. Untuk mengembangkan kemampuan bahasa anak Taman Kanakkanak salah satunya melalui metode sosiodrama.11
3. Sosiodrama Metode sosiodrama yaitu suatu cara memerankan beberapa peran dalam suatu cerita tertentu yang menuntut integrasi diantara para pemerannya.12 Metode sosiodrama dalam pengembangan bahasa di Taman Kanak-kanak adalah suatu cara mengajar melalui sebuah permainan yang
11
Yuliani Nurani Sujiono, dkk, Metode Pengembangan Kognitif, Cet. 12 (Jakarta: Universitas Terbuka, 2008), hlm. 7.4 12 Montolalu, dkk, Bermain dan Permainan Anak, Cet.10 (Jakarta: Universitas Terbuka, 2009), hlm. 10.16
20
melibatkan anak didik untuk dapat berperan dan dapat berhubungan antara peran satu dengan yang lainnya dalam suatu peragaan yang dapat memerankan tokoh tertentu yang terdapat dalam kehidupan sosial masyarakat sekitarnya. Dalam kegiatan sosiodrama terjadi aktivitas berbahasa melalui dialog atau percakapan serta pertunjukan ekspresi karakter peran atau tokoh yang dimainkan oleh para pemain, karena pada saat berdialog terjadi komunikasi timbal balik, maka dapat disimpulkan bahwa metode sosiodrama dapat mengembangkan kemampuan berbahasa anak, baik secara reseptif maupun secara ekspresif.13 a) Tujuan metode sosiodrama Menurut Joeslina Aziz sebagaimana dikutip oleh Winda Gunarti menyatakan tujuan metode sosiodrama di TK adalah untuk memecahkan suatu masalah agar memperoleh kesempatan untuk merasakan perasaan orang lain. Mengembangkan kreativitas anak untuk mencari dan menemukan jawabannya, membuat pertanyaan yang membantu memecahkan, memikirkan kembali, membangun kembali
dan
menemukan
hubungan-hubungan
baru
dalam
bersosialisasi di masyarakat. b) Manfaat metode sosiodrama Metode sosiodrama bermanfaat dalam perkembangan anak dalam metode ini dapat dipakai sebagai kegiatan yang mengutamakan pengembangan
13
kemampuan
berekspresi
Nurbiana Dhieni, dkk, op. cit., hlm. 7.36.
sehingga
anak
dapat
21
menghayati berbagai bentuk perasaan juga menggali daya khayal (imajinasi dan kreativitas anak). c) Teknik pelaksanaan Cara melaksanakan metode sosiodrama menggunakan teknik dramatisasi. Teknik dramatisasi adalah suatu kegiatan dimana anakanak memainkan peranan orang-orang yang ada di lingkungannya, atau tokoh-tokoh dari suatu cerita maupun dongeng. Melalui dramatisasi anak dapat belajar bertutur kata dan memberi kesempatan kepada setiap anak untuk bergantian berbicara.14 Adapun bentuk-bentuk pelaksanaan dramatisasi menurut buku Didaktik Metodik TK terbagi dalam dua bagian: a) Dramatisasi bebas ialah dramatisasi yang dilakukan anak atas keinginan sendiri dan dengan caranya sendiri. Biasanya dilakukan pada waktu kegiatan istirahat, pelaksanaannya dapat disudut kegiatan drama atau diacara tertentu. b) Dramatisasi terpimpin ialah dramatisasi yang dilakukan oleh anakanak dengan bimbingan guru. Guru menyampaikan cerita yang akan diperankan oleh anak berdasarkan tema atau subtema dalam pembelajaran yang dibahas pada minggu tertentu. Waktu yang digunakan kurang lebih 15 menit.15 d) Langkah-langkah
pelaksanaan
sosiodrama
dengan
teknik
dramatisasi 14
Winda Gunati, Lilis Suryani, Azizah Muis, Metode Pengembangan Perilaku dan Kemampuan Dasar Anak Usia Dini, cet. 5 (Jakarta: Universitas Terbuka, 2010), hlm. 10.4-10.5. 15 Ibid., hlm. 7.38
22
(1) Langkah-langkah pelaksanaan dramatisasi bebas: (a) Guru mempersiapkan situasi, media atau alat yang diperlukan. (b) Memberikan kesempatan untuk melaksanakan dramatisasi sesuai keinginan anak. (c) Anak-anak
memainkan
peran
dengan
cara
dan
percakapannya sendiri. (d) Bagi anak yang sudah dapat berbicara lancar diberi pujian dan yang belum diberi dorongan motivasi. (2) Langkah-langkah pelaksanaan dramatisasi terpimpin: (a) Guru menyiapkan alat peraga yang akan digunakan. (b) Memberikan saran kepada anak-anak cerita apa yang akan didramatisasikan (cerita biasanya sudah dikenal oleh anak). (c) Guru membagikan peran kepada anak-anak menurut pilihan mereke sendiri. (d) Guru membagikan pakaian/alat yang sesuai dengan peranperan yang akan dimainkan.16 e) Kelebihan dan kelemahan metode sosiodrama 1) Kelebihan-kelebihan metode sosiodrama adalah: (a) Berkesan bagi siswa dan merupakan pengalaman yang menyenangkan.
16
Ibid., hlm. 7.38-7.39.
23
(b) Menarik bagi siswa dan kelas menjadi dinamis dan penuh antusias. (c) Menambah
semangat
optimis
bagi
diri
siswa,
menumbuhkan rasa kebersamaan dan kesetiakawanan sosial yang tinggi. (d) Dapat meningkatkan kemampuan profesinal siswa. 2) Kelemahan-kelemahan metode sosiodrama adalah: (a) Sosiodrama memerlukan waktu yang relatif panjang (b) Memerlukan kreativitas guru dan murid (c) Kadang siswa yang ditunjuk masih malu (d) Tidak semua materi pelajaran dapat disosiodramakan17
17
Tayar Yusuf, Syaiful Anwar, Metodologi Pengajaran Agama dan Bahasa Arab, cet. 2 (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1997), hlm. 56-57.