BAB II LANDASAN TEORI A. Pembiayaan 1. Pengertian pembiayaan Pembiayaan secara umum masyarakat mengatakan dengan kredit, keduanya mempunyai arti yang sama namun dalam system pengelolaan dan prakteknya berbeda. Mengingat Negara kita system perbankan dewasa ini ada dua macam (dual system) yakni konvensional dan syari’ah, maka sebagai padanan kredit pada system konvensional
dan
pembiayaan
pada
system
syari’ah.
Untuk
mengetahui pengertian istilah ini, dalam pasal 1 butir 11 UU Perbankan nomor 10 tahun 1998 disebutkan bahwa kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan dan kesepakatan pinjam meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam melunasi hutangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga, sedangkan pembiayaan adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak
29
30
yang dibiayai untuk mengembalikan uang atau tagihan tersebut setelah jangka waktu tertentu dengan imbalan atau bagi hasil.23 Pengertian yang lebih luas kredit berasal dari bahasa latin yakni credere yang berarti kepercayaan, atau credo yang berarti saya percaya. Seseorang apabila memperoleh kredit maka berarti ia memperoleh kepercayaan (trust) dari lembaga/orang yang memberikan pinjaman tersebut.24 Kredit dinyatakan sebuah janji untuk membayar uang atau sebagai izin
untuk
menggunakan
modal
orang
lain.25
Sumber
lain
menyebutkan kredit adalah sebuah proses ketika pihak bank/lembaga pembiayaan meletakkan sejumlah dana pada nasabahnya untuk digunakan dengan perjanjian bahwa dana itu harus dikembalikan beserta bunga/margin pada waktu yang ditentukan sesuai perjanjian.26 Perbedaan yang mencolok antara kredit yang diberikan lembaga konvensional dengan pembiayaan yang diberikan lembaga yang berprinsip syariah adalah keuntungan yang diharapkan yakni bunga sebagai instrument keuntungan oleh lembaga (bank) konvensional dan bagi hasil yang diterapkan oleh lembaga keuangan syariah. Bunga
23
Makhalul Ilmi, Teori dan Praktek Lembaga Mikro Keuangan Syariah, Yogyakarta: UII Press, cet Ke-1, 2002, hlm. 113 24 Teguh Pudjo Mulyono, Manajemen Perkreditan Bagi Bank Komersial, edisi III, Yogyakarta :BPFE, 1996, hlm. 10 25 Muhammad Muslehuddin, Sistem Perbankan Dalam Islam, Jakarta : PT Rineka Cipta, 1994, hlm. 30 26 Abdullah Al Mushlih dan Sholehah Ash-Shawi, Bunga Bank Haram?; Menyikapi Fatwa MUI, Menuntaskan Ketegangan Umat, Jakarta : Darul Haq, 2003, hlm. 46
31
dalam bank konvensional ditetapkan dimuka dan dianggap sebagai biaya, sedangkan bagi hasil diperoleh setelah ada keuntungan dari usaha yang dijalankan.27 Pada dasarnya sebuah lembaga keuangan yang telah melaksanakan fungsi menghimpun dana masyarakat selanjutnya harus mampu menyalurkan melalui kredit atau pembiayaan kepada masyarakat untuk kegiatan usaha, karena melalui penyaluran ini sebagai tonggak kegiatan yang dikelola dan mendatangkan hasil atau keuntungan untuk kelangsungan dan eksistensi lembaga serta menjadi faktor utama dalam mengantisipasi adanya over likuid (kelebihan dana). 2. Jenis-jenis Pembiayaan Jenis-jenis
pembiayaan
sangat
bervariasi
tergantung
dari
penggunaanya serta kebutuhan nasabah, namun dari aspek tersebut sering dijumpai dapat digolongan sebagai berikut : a) Pembiayaan Menurut Tujuan Penggunaanya Menurut tujuan penggunaan pembiayaan terdiri dari : 1) Pembiayaan Konsumtif Pembiayaan konsumtif yaitu pembiayaan untuk pembelian barang-barang yang dapat memberi kepuasan langsung
27
Kasmir, Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya, cet I, Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, 1999, hlm. 93
32
(konsumsi) terhadap kebutuhan manusia. Pada umumnya pembiayaan ini digunakan dimasyarakat untuk memenuhi kebutuhan dasar seperti pembelian rumah, kendaraan, perabot maupun lainnya. Walaupun pada awalnya pembiayaan tersebut bersifat konsumtif, namun melalui multiplier effect dengan keterkaitan kedepan (forward linkage) maka secara tidak langsung akan meningkatkan produksi
barang penjual.
Pembiayaan jenis ini menggunakan perjanjian atau akad AlMurabahah (jual beli), Al- Ijaroh (sewa) jika perjanjian diakhiri dengan pemindahan kepemilikan maka disebut Al-Ijaroh Muntahia Bittamlik (IMBT), Al-Qardhul Hasan (pembiayaan tanpa bagi hasil) 2) Pembiayaan produktif Pembiayaan yang digunakan untuk usaha-usaha produktif dalam arti yang luas adanya peningkatan usaha, perdagangan, jasa maupun investasi, pembiayaan ini lebih condong ke prinsip bagi hasil, yakni pembagian keuntungan setelah adanya keuntungan dari usaha dengan nisbah sesuai kesepakatan. Pembiayaan ini menggunakan akad Al-Mudharabah, AlMusyarakah maupun akad kerjasama yang lain.28
28
Muhammad, Lembaga-Lembaga Keuangan Umat Kontemporer, Yogyakarta : UII Press, cet ke-1, 2000, hlm. 118
33
b) Pembiayaan menurut jangka waktunya Pembiayaan menurut jangka waktunya dapat dibagi : 1) Pembiayaan jangka pendek Adalah pembiayaan yang berjangka waktu maksimal 1 (satu) tahun. Pembiayaan ini biasanya cocok untuk membiayai kebutuhan penambahan modal kerja dengan system jatuh tempo. 2) Pembiayaan jangka menengah Adalah pembiayaan yang berjangka waktu antara 1 (satu) sampai 3 (tiga) tahun. Pembiayaan ini biasanya berupa pembiayaan modal kerja atau investasi yang tidak terlalu besar jumlahnya. 3) Pembiayaan jangka panjang Adalah pembiayaan yang berjangka lebih dari 3 (tiga) tahun. Pembiayaan ini biasanya cocok untuk membiayai investasi seperti pembelian mesin-mesin berat, pembangunan gedung, kredit kepemilikan rumah (KPR).29
29
Soediyono Reksoprayitno, Prinsip-Prinsip Dasar Managemen Bank Umum; Penerapannya di Indonesia, Yogyakarta : BPFE, cet ke-1, 1992, hlm. 160
34
3. Manfaat pembiayaan Manfaat yang dapat diambil dari kegiatan penyaluran dana atau pembiayaan dilihat dari berbagai pihak yang berkepentingan (stakeholder) sebagai berikut :30 a) KSU atau Lembaga Pemberi Pembiayaan 1) KSU memperoleh pendapatan berupa margin dan bagi hasil yang diterima dari pembiayaan, provisi atau biaya administrasi 2) Pendapatan yang diperoleh dari pembiayaan diharapkan rentabilitas KSU akan membaik yang tercermin dari perolehan laba tiap periode terus meningkat 3) Sebagai sarana pemasaran produk-produk atau jasa KSU kepada nasabah sesuai dengan perjanjian pembiayaan yang telah disepakati 4) Mendidik dan meningkatkan kemampuan personil untuk lebih mengenal secara riil dan perkembangan usaha di berbagai sector ekonomi.
30
Muhammad, Managemen Dana Bank Syari’ah. Yogyakarta : Ekonosia, cet ke-1, 2004.
Hlm. 183
35
b) Orang atau Badan Usaha Penerima Pembiayaan 1) Memperoleh
dana
pembiayaan
untuk
pengadaan
atau
peningkatan berbagai faktor produksi sehingga memperlancar usaha atau kegiatan ekonomi 2) Terbuka kesempatan untuk menikmati layanan produk atau jasa KSU lainnya karena karakter nasabah yang telah dikenal oleh KSU 3) Terdapat berbagai macam fasilitas pembiayaan dan jangka waktu sesuai kebutuhan nasabah, bahkan system pembiayaan plafon bagi nasabah yang bonafit c) Pemerintah atau Negara 1) Mendorong pertumbuhan ekonomi terutama sector riil serta usaha kecil dan menengah (UKM), hal ini karena melalui proses peningkatan produksi 2) Menciptakan dan memperluas lapangan usaha atau kerja, karena tambahan dana yang diperoleh oleh pembiayaan KSU 3) Meningkatkan pendapatan Negara dari sector pajak yang dibayarkan perusahaan atau masyarakat yang tumbuh dan berkembang volume usahanya
36
4) Menciptakan dan memperluas pasar, karena volume produksi dan konsumsi masyarakat akan meningkat akan mendorong terciptanya pasar baru serta perluasan pasar yang telah ada d) Masyarakat Luas 1) Mengurangi
tingkat
pengangguran
dan
meningkatkan
pendapatan masyarakat karena pertumbuhan dan perluasan ekonomi yang maju didukung permodalan dari KSU 2) Pemilik dana (shahibul maal) yang menyimpan dananya di KSU berharap agar pembiayaan yang disalurkan berjalan lancar dan setiap saat dananya diambil diterima secara utuh beserta bagi hasilnya yang diperoleh 3) Stabilitas ekonomi yang mapan dan masyarakat bergairah dalam kegiatan usaha untuk menuju masyarakat madani 4. Prinsip kelayakan nasabah pembiayaan Penilaian terhadap nasabah pembiayaan dengan menggunakan metode analisis prinsip 5C yaitu bagaimana character, capacity, capital, collateral dan condition of economic. Prinsip ini digunakan untuk mengukur kelayakan nasabah pembiayaan,31 adalah sebagai berikut : a) Character (karakter)
31
Prathama Rahardja, Uang dan Perbankan, (Jakarta : Rineka Cipta, 1997), hlm. 107.
37
Penilaian terhadap karakter atau kepribadian calon nasabah (debitur) dengan tujuan untuk memperkirakan kemungkinan bahwa nasabah pengguna yang mengajukan pembiayaan dapat memenuhi kewajiban. b) Capacity (kemampuan) Kapasitas calon nasabah sangat penting diketahui untuk memahami kemampuan seseorang untuk berbisnis.32 Hal ini dapat dipahami karena watak yang baik semata-mata tidak menjamin seseorang mampu berbisnis dengan baik. Untuk perorangan, hal ini dapat terindikasi dari referensi ataupun curriculum vitae yang dimilikinya. Hal ini dapat menggambarkan pengalaman kerja atau bisnis yang bersangkutan. Untuk perusahaan, hal ini dapat terlihat dari laporan keuangan dan past performance usaha. Hal ini dapat dilakukan untuk mengetahui kemampuan perusahaan memenuhi semua kewajibnya termasuk pembayaran pelunasan pembiayaan. c) Capital (modal) Penilaian terhadap kemampuan modal yang dimiliki oleh calon debitur, yang diukur dengan posisi usaha, secara keseluruhan melalui rasio financial dan penekanan pada komposisi modalnya. d) Condition of economic (kondisi ekonomi) Bagian pembiayaan lembaga pemberi pinjaman harus dapat melihat kondisi perekonomian secara umum, khususnya yang 32
BMI, Materi Pelatihan “Core Financing” Lembaga Keuangan Mikro Syari’ah (BMT/BTM/Koperasi Syari’ah), hlm. 4.
38
terkait dengan jenis usaha debitur. Hal tersebut dilakukan karena keadaan eksternal usaha yang dibiayai mempunyai peranan yang sangat besar dalam memperlancar usaha yang dibiayai. e) Collateral (jaminan) Adalah jaminan
milik calon
debitur. Penilaian untuk
meyakinkan, jika resiko kegagalan pembayaran terjadi. Pelaksanaan pembiayaan sebagai sarana atau alat kerjasama atau pengkongsian antara dua pihak mempunyai landasan yang sangat kuat dalam Islam. Hukum pelaksanaan pembiayaan adalah bersumber dari Al-Qur’an dan Sunnah. Jadi disini jelas bahwa yang dimaksud dengan dasar hukum pelaksanaan pembiayaan di atas adalah kaidah-kaidah yang dipakai sebagai penunjuk bahwa kerjasama atau pengkongsian itu disyari’atkan dalam Islam selama satu dari keduanya tidak mengkhianati yang lain. 5. Analisis pembiayaan a) Analisis Risiko Makro Perkembangan politik, ekonomi dan sosial budaya secara nasional harus dilihat dan diprediksi pengaruhnya baik positif maupun negatif terhadap dunia usaha secara keseluruhan dan kemungkinan pengaruh langsungnya terhadap usaha calon mitra. Misalnya apakah pemilu atau terjadinya pergantian kepemimpinan nasional akan mempunyai dampak terhadap perkembangan
39
ekonomi dan khususnya usaha calon mitra yang bersangkutan agar tidak terjadi pembiayaan bermasalah (Nonperforming Financing).33 b) Analisis Bisnis Dan Industri Melakukan
analisis
kondisi
usaha
calon
mitra
dalam
hubungannya dengan usaha lain yang mempunyai kaitan secara langsung. Bagaimana hubungan dengan suplier bahan baku, transportasi,
harga,
sistem
pembayaran,
calon
konsumen.
Kemudian dari pada itu juga perlu dianalisis membandingkan usaha calon mitra dengan usaha sejenis yang ada di pasar (kualitas, harga, tingkat permintaan), sehingga diketahui adakah tingkat kejenuhan terhadap produk sejenis dan prospek usaha calon mitra. Dari analisis bisnis dan industry tersebut dapat diprediksi titik kritis usaha calon mitra. c) Analisis Keuangan Adalah menilai kelayakan usaha dengan dasar laporan keuangan (neraca dan rugi/laba). Analisis ini dapat dilakukan dengan: 1) Analisis vertikal, mengetahui porsi pengalokasian dana terhadap basis tertentu. 2) Analisis horizontal, membandingkan dua atau lebih pos-pos keuangan sejenis dalam satu laporan keuangan.
33
Standard operational procedure pembiayaan (peraturan menteri koperasi)
40
3) Analisis rasio, melihat perkembangan usaha dengan skala tertentu. d) Analisis Manajemen Adalah melihat kemampuan manajerial calon mitra terhadap usahanya. e) Analisis Yuridis Menilai kelayakan calon mitra dari aspek legal, baik meliputi identitas nyata diri maupun usaha. Misalnya apakah identitas diri (KTP,SIM,) masih berlaku, apakah ada bukti surat nikah bagi yang telah menikah, apakah ada bukti persetujuan dari pejabat yang berwenang bila calon mitra terikat hubungan kerja dengan suatu instansi, dan lain-lain. Sedangkan untuk usaha calon mitra apakah tidak ada masalah dengan lingkungan dan telah memperoleh ijin dari lembaga yang berwenang dan lain-lain. f) Analisis Jaminan Apakah jaminan yang diberikan cukup baik secara fisik dan tidak bermasalah. Jaminan yang baik adalah yang dapat dipasarkan dan dapat dijual, karena tidak semua benda yang dapat dipasarkan dapat dijual akan tetapi semua benda yang dapat dijual pasti dapat dipasarkan.
41
B. Jaminan 1. Pengertian jaminan Jaminan dalam bahasa Arab dikenal dengan istilah al-rahn. Al-rahn dalam bahasa Arab memiliki pengertian tetap dan terus-menerus, yang didasari dari bahasa Arab (rahinulma’u) yang artinya apabila tidak mengalir dan kata (rahinatul ni’mah) yang bermakna nikmat yang tidak putus34 atau Jaminan adalah tanggungan yang diberikan oleh debitur kepada kreditur karena pihak kreditur mempunyai suatu kepentingan, yaitu bahwa debitur harus memenuhi kewajibannya dalam suatu perikatan.35 Sedangkan menurut peraturan menteri Negara koperasi dan usaha kecil menengah republic Indonesia No. 14/PER/M. KUKM/VII/2006 tentang petunjuk teknis dan penjaminan kredit dan pembiayaan untuk koperasi dan usaha kecil menengah pasal 1 bahwa jaminan adalah perjanjian tambahan yang dibuat oleh perusahaan pinjaman dengan penerima jaminan yang memberikan kewajiban kepada perusahaan penjamin apabila penerima pinjaman tidak dapat melunasi kewajibannya. Sebagian besar lembaga keuangan syariah mensyaratkan sebuah jaminan yang bernilai sama atau bahkan lebih besar dari pembiayaan yang dicairkan (biasanya 60%-70% dari nilai jaminan) oleh pihak
34
Abdullah bin Muhammad Al Thoyaar. Al Fiqh Al Muyassarah, Qismul Mu’amalah Cet.I, Madar Al Wathoni LinNasyr, Riyadh, 1425H, hlm. 115 35 Budi Untung, Kredit Perbankan di Indonesia, Yogyakarta: Andi, 2005, hlm. 56
42
lembaga keuangan syariah. Hal tersebut dilakukan untuk menjaga konsistensi keseriusan nasabah dalam memenuhi seluruh kewajiban yang telah disepakati bersama selama kurun waktu yang ditentukan. Jaminan berfungsi sebagai jalan alternatif yang dapat diambil pihak lembaga keuangan syariah pada saat lembaga mengalami masalah yang dikarenakan oleh kesalahan nasabah pembiayaan itu sendiri atau dikarenakan oleh situasi ekonomi yang tidak stabil sehingga mempengaruhi usaha yang dijalankan oleh nasabah pembiayaan. 2. Jenis-Jenis Jaminan Jaminan yang dapat dijadikan kredit oleh calon debitur adalah sebagai berikut: a. Dengan Jaminan Dengan jaminan bahwa, ada penguasaan yang jelas dari pihak yang menerima pinjaman berupa hal-hal sebagai berikut: 1) Jaminan benda berwujud yaitu barang-barang yang dapat dijadikan jaminan, seperti: tanah, bangunan, kendaraan bermotor, mesin-mesin atau peralatan, barang dagangan, tanaman atau kebun atau sawah dan lainnya. 2) Jaminan benda tak berwujud yaitu benda-benda yang merupakan surat-surat berharga yang dijadikan jaminan seperti: sertifikat saham, sertifikat obligasi, sertifikat tanah, sertifikat
43
deposito, rekening tabungan yang dibekukan, rekening giro yang dibekukan, promes, wesel dan surat tagihan lainnya. 3) Jaminan orang yaitu jaminan yang diberikan oleh seseorang dan jika kredit tersebut macet, maka orang yang memberikan jaminan itulah yang menanggung risikonya.36 b. Tanpa Jaminan Kredit tanpa jaminan maksudnya adalah bahwa kredit yang diberikan bukan dengan barang jaminan tertentu. Biasanya diberikan untuk perusahaan yang memang benar-benar bonafit dan professional, sehingga kemungkinan kredit tersebut macet sangat kecil. Dapat pula kredit tanpa jaminan hanya dengan penilaian terhadap prospek usahanya atau dengan pertimbangan untuk pengusaha-pengusaha ekonomi lemah.37 3. Tujuan Jaminan Tujuan jaminan adalah kepastian hukum pelunasan hutang di dalam perjanjian hutang-piutang atau kepastian realisasi suatu prestasi dalam suatu perjanjian, dengan mengadakan perjanjian penjaminan
36
Kasmir, Bank Islam dan Lembaga Keuangan Lainnya, Jakarta:PT Raja Grafindo Persada, 1999, hlm. 103 37 Ibid, hlm. 104
44
melalui lembaga-lembaga jaminan yang dikenal dalam hukum Indonesia.38 4. Konsep Jaminan Menurut Sayyid As-Sabiq, al-rahn menurut syara’ memiliki arti menjadikan suatu barang yang mempunyai nilai harta dalam pandangan syara’ sebagai jaminan hutang, yang memungkinkan untuk mengambil seluruh atau sebagian hutang dari barang tersebut.39 Dengan demikian, esensi al-rahn adalah menahan barang milik debitur atau si peminjam (rahin) yang mempunyai nilai ekonomis sebagai jaminan untuk menjamin pelunasan hutang debitur kepada kreditur atau yang memberikan pinjaman (marhunbih). Dalam al-rahn terdapat unsur adanya barang yang dijadikan jaminan, barang yang dijadikan jaminan tersebut bernilai ekonomis dan bermanfaat serta dapat dimanfaatkan oleh marhunbih sebagai penerima al-rahn. Memberikan manfaat disini dimaksudkan bahwa al-rahn memberikan ketenangan kepada marhunbih (pemilik uang) dan atau jaminan keamanan uang yang dipinjamkan. Selain itu, unsur yang penting lainnya timbulnya alrahn
dikarenakan
adanya
perjanjian
utang
piutang
yang
mendahuluinya. Dalam konsep hukum perjanjian, al-rahn dapat dianalogkan sebagai perjanjian accesoir atau perjanjian ikutan (tambahan). 38
Sebagai
konsep
hukum
jaminan,
al-rahn
dapat
http://www.psychologymania.com/2012/12/fungsi-jaminan-kredit.html (di akses 28 september 2015) 39 Sayyid As-Sabiq, Al-Fiqh As-Sunnah, Daar Al-Fikr, Beirut, 1995, hlm. 136.
45
dianalogkan sebagai lembaga jaminan, sebagaimana lembaga jaminan konvensional lain yang juga merupakan perjanjian accesoir, yaitu hak tanggungan, fidusia dan gadai. 5. Fungsi dan Kegunaan Jaminan a. Fungsi Jaminan Fungsi utama jaminan adalah untuk menyakinkan bank atau kreditur bahwa debitur mempunyai kemampuan untuk melunasi kredit yang diberikan kepadanya sesuai dengan perjanjian kredit yang telah disepakati bersama.40 b. Kegunaan Jaminan Kegunaan jaminan kredit adalah:41 1)
Memberikan hak dan kekuasaan kepada bank untuk mendapat pelunasan dari agunan apabila debitur melakukan cidera janji, yaitu untuk membayar kembali utangnya pada waktu yang telah ditetapkan dalam perjanjian.
2)
Menjamin agar debitur berperan serta dalam transaksi untuk membiayai
usahanya,
sehingga
kemungkinan
untuk
meninggalkan usaha atau proyeknya dengan merugikan diri sendiri atau perusahaanya dapat dicegah atau sekurang40
Hermansyah, Hukum Perbankan Nasional Indonesia, Jakarta: Kencana, 2005, hlm. 70 Rachmadi Usman, Aspek-Aspek Hukum Perbankan di Indonesia, Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2001, hlm. 286 41
46
kurangnya kemungkinan untuk berbuat demikian dapat diperkecil. 3)
Memberikan dorongan kepada debitur untuk memenuhi janjinya, khususnya mengenai pembayaran kembali sesuai dengan syarat-syarat yang telah disetujui agar debitur dan pihak ketiga yang ikut menjamin tidak ikut kehilangan kekayaan yang telah dijaminkan kepada bank.
6. Jaminan di lembaga keuangan a. Jaminan di lembaga keuangan konvensional Lembaga keuangan umum tidak memberikan kredit tanpa jaminan kepada siapapun juga. Yang dimaksud jaminan dalam arti luas yaitu yang bersifat materiil seperti tanah, bangunan, kendaraan bermotor, mesin-mesin atau peralatan dan lain-lain, maupun yang bersifat immaterial seperti surat-surat berharga. Fungsi dari pemberian jaminan tersebut guna memberikan hak dan kekuasaan kepada bank untuk mendapatkan perlunasan dengan barang-barang jaminan tersebut, bila debitur melakukan cidera janji tidak membayar kembali hutangya pada waktu yang telah ditentukan dalam perjanjian. Agar bank dapat melaksanakan hak dan kekuasaan atas barang jaminan tersebut, maka perlu terlebih
47
dahulu dilakukan pengikatan secara yuridis atas barang jaminan yang bersangkutan menurut hukum yang berlaku.42 b. Jaminan di lembaga keuangan syariah Fungsi utama jaminan dalam lembaga keuangan syariah adalah untuk menyakinkan bank atau kreditur bahwa debitur mempunyai kemampuan untuk melunasi pembiayaan yang diberikan sesuai perjanjian yang telah disepakati. Jaminan sebagai kepercayaan bank kepada nasabah dan untuk mengikat nasabah dengan bank, agar nasabah selalu ingat dan bersungguh-sungguh dengan kewajibannya. Landasan syariah yang didasari lembaga keuangan syariah meminta jaminan adalah QS. Al-Baqarah (2) ayat 283, yaitu:
42
Thomas Suyatno, Kelembagaan Perbankan, Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 1998, hlm. 79
48
“Jika
kamu dalam perjalanan (dan bermu'amalah tidak secara
tunai) sedang kamu tidak memperoleh seorang penulis, Maka hendaklah ada barang tanggungan yang dipegang (oleh yang berpiutang). akan tetapi jika sebagian kamu mempercayai sebagian yang lain, Maka hendaklah yang dipercayai itu menunaikan amanatnya (hutangnya) dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah Tuhannya; dan janganlah kamu (para saksi) Menyembunyikan persaksian. dan Barang siapa yang menyembunyikannya, Maka Sesungguhnya ia adalah orang yang berdosa hatinya; dan Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan.” 7. Analisis jaminan a. Untuk memproses dan menetapkan penilaian terhadap jaminan yang diagunkan dan menyelidiki data-data dan spesifikasinya, harus dilakukan oleh seksi penyidikan dan penilai (jika telah ada) dan jika belum ada dilakukan oleh Account Officer yang bersangkutan. b. Hasil penyidikan dan penilaian memberikan informasi tentang harga dan nilai dari aktiva yang akan diagunkan dan legalitas kepemilikannya yang akan menjadi bahan pertimbangan dalam merekomendasikan pembiayaan.43 c. Penyidikan dan penilaian dilakukan dengan cara: 43
Standard operational procedure pembiayaan (peraturan menteri koperasi)
49
1) Meninjau langsung ke lokasi jaminan itu berada 2) Menilai secara akurat tentang kondisi jaminan berdasarkan data-data dan fakta-fakta yang ditemukan di lapangan (personal checking) 3) Jika berupa tanah meminta advis planning ke dinas tata kota 4) Melakukan bank checking dan trade checking 5) Menyampaikan laporan transaksi, personal checking dan trade checking : a) Nilai agunan 125% dan sekurang-kurangnya sebanding dengan nominal pembiayaan yang diajukan oleh calon mitra. b) Kepemilikan jaminan materi (agunan) harus milik keluarga inti (suami/istri, anak, orang tua pemohon atau pemohon itu sendiri). c) Penandatangan berdasar
atas
pengikatan hak,
yaitu
jaminan
materi
dilakukan
oleh
sebagaimana tertera dalam bukti kepemilikannya.
(agunan) pemilik