7
BAB II LANDASAN TEORI
2.1 Pemerolehan Bahasa Pemerolehan bahasa adalah suatu proses yang digunakan oleh anak-anak untuk menyesuaikan serangkaian hipotesis dengan ucapan orang tua sampai dapat memilih kaidah tata bahasa yang paling baik dan paling sederhana dari bahasa yang bersangkutan (Kiparsky dalamTarigan, 2011: 1). Sementara itu, menurut Kushartati (2005: 24) bahwa pemerolehan bahasa adalah salah satu proses perkembangan yang terjadi pada seorang manusia sejak ia lahir.
Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa pemerolehan bahasa adalah suatu proses perkembangan yang terjadi pada manusia sejak ia lahir untuk menyesuaikan dengan ucapan orang tua sampai dapat memilih kaidah tata bahasa yang paling baik.
2.1.1
Pemerolehan Bahasa pada Anak
Pemerolehan bahasa pada anak-anak memang merupakan salah satu prestasi manusia yang paling hebat dan sangat menakjubkan, di mana bisa mengetahui bagaimana anak-anak berbicara, mengerti, dan menggunakan bahasa, tetapi sangat sedikit sekali yang diketahui bahwa pemerolehan bahasa sangat banyak ditentukan oleh interaksi rumit aspek-aspek kematangan biologis, kognitif, dan sosial.
8
Pemerolehan bahasa anak dapat dikatakan mempunyai ciri khas kesinambungan, memiliki suatu rangkaian kesatuan, yang bergerak dari ucapan satu kata sederhana menuju gabungan kata yang lebih rumit (sintaksis).
2.1.2
Urutan Perkembangan Pemerolehan Bahasa
Seperti juga halnya dalam bidang perkembangan fisik dan kognitif anak-anak, dalam perkembangan bahasanya pun mungkin saja memberikan hal-hal umum yang dapat diramalkan yang sebenarnya diikuti oleh semua anak walaupun dengan kecepatan yang beraneka ragam. Perkembangan yang bersifat urutan ini hanyalah merupakan suatu daftar prestasi atau kecakapan dalam masa tertentu saja. Urutan perkembangan bahasa dapat dibagi tiga bagian penting, (1) perkembangan prasekolah (2) perkembangan ujaran kombinatori (3) perkembangan masa sekolah. Berikut ini akan dibicarakan satu-persatu.
2.1.2.1 Prekembangan Sekolah Perkembangan pemerolehan bahasa anak-anak prasekolah dapat dibagi lagi atas dua bagian, (1) perkembangan pralinguistik dan (2) tahap satu kata. 1. Perkembangan Pralinguistik Ada kecenderungan untuk menanggap bahwa perkembangan bahasa anak-anak diawali ketika dia mengatakan kata pertamanya yang menjadi tugas para ibu untuk mencatatnya/merekamnya pada buku bayi anak tersebut. Selama tahun pertama, sang anak mengembangkan sejumlah konsep dan kemampuan yang merupakan syarat penting bagi ekspresi linguistik. Sang anak mengembangkan suatu pengartian mengenai diri sendiri dan orang lain sebagai kesatuan lahir yang
9
berbeda, pengertian yang harus dimiliki oleh seseorang kalau “dirinya” sedang berkomunikasi dengan “yang lain”. Pada akhir tahun pertama, secara khusus, sang anak telah mengembangkan landasan pengertian-pengertian kognitif yang banyak, konsep diri sendiri dan orang lain, konsep manusia dan benda, konsep sarana dan tujuan. Baik aspek koknitif maupun aspek sosial merupakan landasan penting bagi perkembangan bahasa selanjutnya.
2. Tahap Satu Kata Tahap satu kata merupakan suatu dugaan umum bahwa sang anak pada tahap satu kata terus menerus berupaya mengumpulkan nama-nama benda dan orang di dunia. Akan tetapi, secara khusus, kosakata permulaan sang anak mencakup tipe kata-kata lain juga. Sebagai tambahan terhadap perbedaan dalam jenis kata-kata yang dipakai oleh anak-anak pada tahap satu kata ini adalah pembagian berdasarkan cara mereka memakainya. Dengan sejumlah kata yang relatif terbatas, seorang anak dapat mengekspresikan berbagai ragam makna dan relasi dalam berbagai konteks. Sampai akhir tahap satu kata, sang anak dapat menggunakan nomina untuk memperkenalkan objek (misalnya: buku gambar “permainan memberi nama” dengan orang dewasa), untuk menarik perhatian seseorang pada sesuatu, atau menyatakan sesuatu yang diinginnya.
2.1.2.2 Perkembangan Ujaran Kombinatori Pembicaraan mengenai perkembangan ujaran kombinasi anak-anak ini akan kita bagi menjadi beberapa bagian, yaitu perkembangan negatif (penyangkalan),
10
perkembangan interogatif (pertanyaan), perkembangan penggabungan kalimat, dan perkembangan sistem bunyi.
1. Perkembngan Negatif Apabila kita menggunakan “negatif”, kalau kita mengatakan “tidak”, jelas kita ingin mengatakan berbagai hal. Paling tidak pengertian kita mengenai negatif mencakup “noneksistensi”, “penolakan”, dan “penyangkalan”. Uraian mengenai urutan perkembangan “negasi” telah dibuat oleh Klima dan Bellugi-Klima (1971) dan mereka menemui periode pertama yang menambahkan kata “jangan” pada awal kalimat.
2. Perkembangan Interogatif Pada umumnya, “pertanyaan” itu menuntut informasi dan menagih keterangan. Anak-anak harus mempelajari ucapan-ucapan mana yang merupakan pertanyaan, apa yang dimaksudkan oleh pertanyaan, dan bagaimana cara mengekspresikan atau mengemukakannya. Seperti juga halnya dengan “negasi”, perkembangan interogatif anak-anak pun berubah-ubah dalam periode yang terdiri atas beberapa tahun. Anak-anak memerlukan lingkungan yang baik untuk mempelajari pertanyaan-pertanyaan, selama proporsi yang tinggi dari ujaran ibu-ibu kepada anak-anaknya yang masih kecil justru dalam bentuk pertanyaan, seperti yang sering kita dengar sehari-hari.
3. Perkembangan Penggabungan Kalimat Aspek penting lain mengenai perkembangan bahasa anak-anak yang mermelukan rentangan masa selama beberapa tahun adalah penggabungan beberapa proposisi menjadi satu kalimat tunggal. Dari penelitian para pakar, kita dapat simpulkan
11
secara singkat bahwa sarana-sarana/cara-cara pengembangan penggabungan kalimat sang anak memperlihatkan gerakan melalui beberapa dimensi, yaitu dari penggabungan dua klausa setara menuju penggabungan dua klausa yang tidak setara, dari klausa-klausa utama yang tidak tersela menuju penggunaan klausaklausa yang tersela (penyisipan klausa bawahan di dalam klausa utama), dari klausa yang memuat kejadian tetap menuju klausa yang berfariasi, dan dari penggunaan perangkat-perangkat semantik-sintaksis yang kecil (adverbal, verbs komplemen) menuju perangkat yang lebih diperluas.
4. Perkembangan Sistem Bunyi Mengenai perkembangan pemerolehan bunyi pada anak-anak jelas terlihat bahwa anak-anak bergerak dari pembuatan bunyi ke arah pembuatan pengertian. Dalam perkembangan komponen bunyi bahasa, praktik nyata bunyi-bunyi tertentu dan kombinasi-kombinasi bunyi seolah-olah sama penting dengan representasirepersentasi mental bunyi dalam membimbing anak-anak ke arah ucapan-ucapan yang mirip orang dewasa. Praktik atau pelatihan yang jelas dan teratur mengandung manfaat yang lebih besar dalam wilayah pemerolehan ini daripada dalam wilayah semantik ataupun sintaksis. Keterampilan berucap atau mengucapkan kata-kata menjadi semakin terkontrol dan diperbaiki dengan pemakaian dalam praktik. Perkembangan komponen ini memang lebih fisik, dan seperti halnya dalam perkembangan kemampuan-kemampuan fisik lainnya (berdiri terbalik diatas kepala, berenang), praktik dan pelatihan sungguh membantu membawa keterampilan itu di bawah pengawasan atau kontrol.
12
2.1.2.3 Perkembangan Masa Sekolah Satu hal yang penting mengenai bahasa, yaitu bahwa perkembangan dan penggunaan bahasa adalah unik dan universal. Anak telah menciptakan sistem bahasanya berdasarkan seperangkat khusus pengalaman di rumah dan masyarakatnya sendiri, caranya sendiri mengekpresikan makna dalam berbagai situasi, dan setiap anak mempunyai ciri-ciri atau sifat-sifat kepribadiannya sendiri yang menyatakan diri dari cara sang anak menggunakan bahasa (Tarigan, 2011: 16-34).
2.1.3
Pemerolehan Bahasa dalam Bidang Sintaksis
Dalam bidang sintaksis, anak memulai berbahasa dengan mengucapkan satu kata (atau bagian kata). Kata ini bagi anak sebenarnya adalah kalimat penuh, tetapi karena dia belum dapat mengatakan lebih dari satu kata, dia hanya mengambil satu kata dari seluruh kalimat itu. Dalam pola pikir yang masih sederhana tampaknya anak sudah mempunyai pengetahuan tentang informasi lama versus inforrmasi baru. Kalimat diucapkan untuk memberikan informasi baru kepada pendengarnya. Dengan singkat dapat dikatakan bahwa dalam ujaran yang dinamakan ujaran satu kata, USK, (one word utterance) anak tidak sembarangan memilih kata itu; dia akan memilih kata yang memberikan informasi baru. Dari segi sintaktiknya, USK sangatlah sederhana karena memang hanya terdiri dari satu kata saja, bahkan untuk bahasa seperti bahasa Indonesia hanya sebagian saja dari kata itu. Namun dari segi semantiknya, USK adalah kompleks karena satu kata ini bisa memiliki lebih dari satu makna.
13
Sekitar umur 2;0 anak mulai mengeluarkan Ujaran Dua Kata, UDK (two word utterance). Anak mulai dengan dua kata yang diselingi jeda sehingga seolah-olah dua kata itu terpisah. Dengan adanya dua kata dalam UDK maka orang dewasa dapat lebih bisa menerka apa yang dimaksud oleh anak karena cakupan makna menjadi lebih terbatas. Cara lain dari UDK adalah bahwa kedua kata ini adalah kata-kata dari kategori utama: nomina, verba, adjektiva, atau bahkan adverbia. Belum ada kata fungsi seperti di, yang, dan, dsb. Pada UDK juga belum ditemukan afiks macam apa pun. Pada tahap ini anak juga sudah dapat menyatakan bentuk negatif. Pada anak Indonesia, proses mentalnya mungkin agak lebih rumit karena dalam bahasa kita terdapat beberapa macam bentuk negatif: bukan, belum, dan tidak. Pemerolehan bentuk negatif bukan secara dini mungkin dipengaruhi oleh konsep sini dan kini yang membuat nomina lebih dominan daripada kategori yang lain sehingga kata bukan merupakan negasi antara dua nomina. Munculnya bentuk negasi ini mulamula sebagai respon terhadap pertanyaan. Kemudian muncul negasi belum yang tampaknya juga berkaitan dengan konsep sini dan kini karena verba adalah kategori kedua setelah nomina. Kata negatif ndak atau nggak juga muncul hampir bersamaan dengan belum karena alasan yang sama. Setelah UDK tidak ada ujaran tiga kata yang merupakan tahap khusus. Pada umumnya, pada saat anak mulai memakai UDK, dia juga masih memakai USK. Setelah beberapa lama memakai UDK dia juga mulai mengeluarkan ujaran yang tiga kata atau bahkan lebih. Jadi, antara satu jumlah kata dengan jumlah kata yang lain bukan merupakan tahap yang terputus (Dardjowidjojo, 2008: 246-250).
14
2.2 Kalimat Finoza (2009: 149) berpendapat bahwa kalimat adalah bagian ujaran atau tulisan yang mempunyai stuktur minimal subjek (S) dan predikat (P) dan intonasi finalnya menunjukkan bagian ujaran atau tulisan itu sudah lengkap dengan makna (bernada berita, tanya, atau perintah). Sementara itu, Ramlan (2001: 21) kalimat adalah satuan gramatikal yang dibatasi oleh adanya jeda panjang yang disertai nada akhir turun atau naik. Kalimat merupakan satuan bahasa yang secara relatif dapat berdiri sendiri, mempunyai pola intonasi akhir dan terdiri atas klausa (Cook dkk dalam Putrayasa, 2009: 1).
Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa kalimat adalah satuan gramatikal yang berupa ujaran atau tulisan, terdiri atas klausa, dan mempunyai pola intonasi akhir.
2.2.1 Unsur-unsur Kalimat Finoza (2009: 150-155) terdapat lima unsur yang terdapat dalam kalimat, yaitu subjek, predikat, objek, keterangan, dan pelengkap.
2.2.1.1 Subjek Subjek (S) adalah bagian kalimat yang menunjuk pelaku, tokoh, sosok, sesuatu hal, atau suatu masalah yang menjadi pokok pembicaraan. Sebagian besar S diisi oleh frasa benda atau nominal, klausa, atau frasa verbal.
2.2.1.2 Predikat Predikat (P) adalah bagian kalimat yang memberi tahu melakukan perbuatan (action) apa S, yaitu pelaku atau tokoh atau sosok dalam suatu kalimat. Selain itu,
15
P juga menyatakan sifat atau keadaan S. Termasuk juga sebagai P dalam kalimat adalah pernyataan tentang jumlah sesuatu yang dimiliki oleh S. Verba atau ajektiva, tetapi dapat juga numeralia, nomania, atau frasa nominal.
2.2.1.3 Objek Objek (O) adalah bagian kalimat yang melengkapi P. Objek pada umumnya diisi oleh nomina, frasa, atau klausa. Letak O selalu di belakang P yang berupa verba transitif, yaitu verba yang wajib hadirnya O.
2.2.1.4 Pelengkap Pelengkap (Pel) atau komplemen adalah bagian kalimat yang melengkapi P. Letak Pel umumnya di belakang P yang berupa verba. Posisi seperti itu juga ditempati oleh O, dan jenis kata yang mengisi Pel dan O juga sama, yaitu nomina dan frasa nominal.
2.2.1.5 Keterangan Keterangan (Ket) adalah bagian kalimat yang menerangkan P dalam sebuah kalimat. Posisi Ket boleh manasuka, di awal, di tengah, atau di akhir kalimat. Pengisi Ket dapat berupa adverbia, frasa preposional, atau klausa.
2.2.2 Struktur Kalimat Dasar Kalimat dasar adalah kalimat yang (1) terdiri atas dua klausa, (2) unsur-unsurnya lengkap, (3) susunan unsur-unsurnya berdasarkan urutan yang paling umum, dan (4) tidak mengnadung pertanyaan atau pengingkaran. Dengan kata lain, kalimat dasar di sini identik dengan kalimat tunggal deklaratif afirmatif yang urutan unsur-unsurnya paling lazim.
16
Dalam pemerian kalimat, perlu dibedakan kategori sintaksis, fungsi sintaksis, dan peran semantis unsur-unsur kalimat. Setiap bentuk kata, atau frasa, yang menjadi konstituen kalimat termasuk dalam kategori kata atau frasa tertentu dan masingmasing mempunyai fungsi sintaksis serta peran semantis tertentu pula. Sejalan dengan kategori kata itu, terdapat kategori frasa yang dibedakan berdasarkan unsur utamanya seperti pada (1a, 1b). Perlu dicatat bahwa istilah “frasa konjungtor” atau “frasa partikel” tidak dikenal dengan kombinasi konjungtor atau partikel dengan kategori lain, kalau ada, dan sangat terbatas. (1) a. Frasa Nominal (FN)
b. Frasa Preposional (FPrep)
Frasa Verbal (FV) Frasa Adjektival (FAdj) Frasa Adverbial (FAdv) Kata seperti meja, pergi, sakit, sering, dan kepada masing-masing termasuk dalam kategori N, V, Adj, Adv, dan Prep; dan frasa meja itu, sudah pergi, agak sakit, sering sekali, dan kepada saya masing-masing tergolong FN, FV, FAdj, FAdv, dan FPrep. Sementara itu, kategori perlu pula dibedakan dari bentuk kata. Suatu bentuk kata dapat mempunyai keanggotaan rangkap dalam arti kata tersebut termasuk dalam dua kategori atau lebih. Dari uraian singkat di atas tampak bahwa antara bentuk, kategori, fungsi, dan peran tidak ada hubungannya satu lawan satu. Fungsi merupakan suatu “tempat” dalam struktur kalimat dengan unsur pengisi berupa bentuk (bahasa) yang tergolong dalam kategori tertentu dan mempunyai peran semantis tertentu pula.
17
Tabel 2.1 Struktur Kalimat Dasar Bentuk Kate gori
Kata
Ibu
Saya
Tidak
Membeli
Baju
Baru
Untuk
Kami
Minggu
lalu
N
Pron
Adv
V
N
Adj
Pren
N
N
V
Frasa Fung si Pe ran
FN
FV
FN
FPrep
FN
Subjek
Predikat
Objek
Pelengkap
Keterangan
Pelaku
Perbuatan
Sasaran
Peruntung
waktu
2.2.2.1 Pola Kalimat Dasar Dalam suatu kalimat tidak selalu kelima fungsi sintaksis ini terisi, tapi paling tidak harus ada konstituen pengisi subjek dan predikat. Kehadiran kontstituen lainnya banyak ditentukan oleh konstituen pengisi predikat. Contoh: 1. 2. 3. 4.
Dia [S] tidur [P] di kamar depan [Ket]. Mereka [S] sedang belajar [P] bahasa Inggris [Pel] sekarang [Ket]. Mahasiswa [S] mengadakan [P] seminar [O] di kampus [Ket]. Buku itu [S] terletak [P] di meja [Ket] kemarin [Ket].
Pada contoh di atas, konstituen yang dicetak miring dapat dihilangkan tanpa mengakibatkan kejanggalan kalimat dalam arti bahwa makna kalimat tetap dapat dipahami tanpa harus diketahui konteks situasi pemakainya.
Tabel 2.2 Pola Kalimat Dasar Fungsi Tipe 1. S-P
2. S-P-O
Subjek
Predikat
Objek
Pelengkap
Keterangan
Orang itu
sedang tidur
-
-
-
Saya
Mahasiswa
-
-
-
Ayahnya
Membeli
mobil baru
-
-
Rani
Mendapat
Hadiah
-
-
Beliau
Menjadi
ketua koperasi
-
-
18
3. S-P-Pel Pancasila Kami 4. S-P-Ket
5. S-P-OPel
6. S-P-OKet 2.2.3
Merupakan
-
dasar kita
negara
-
Tinggal
-
-
di jakarta
-
-
minggu lalu
Kecelakaan Terjadi itu Dia Mengirim
Ibunya
Uang
-
Dian
Mengmbilkan
Adiknya
air minum
-
Pak Raden
Memasukkan
uang
-
ke bank
Beliau
Memperlakukan Kami
-
dengan baik
Jenis-jenis Kalimat
Jenis kalimat dapat dibagi menjadi (1) kalimat berdasarkan jumlah klausa, (2) kalimat menurut fungsinya, (3) kalimat tak lengkap, dan (4) kalimat inversi.
2.2.3.1 Kalimat Berdasarkan Jumlah Klausa Berdasarkan jumlah klausanya, kalimat terdiri atas kalimat tunggal dan kalimat majemuk.
1. Kalimat Tunggal Kalimat tunggal adalah kalimat yang terdiri atas satu klausa (satuan gramatik yang terdiri S, P baik disertai O, Pel, dan Ket ataupun tidak). Hal itu berarti bahwa konstituen untuk setiap unsur kalimat, seperti subjek dan predikat, hanyalah satu atau merupakan satu kesatuan. Dalam kalimat tunggal tentu saja terdapat semua unsur wajib yang diperlukan. Di samping itu, tidak mustahil ada pula unsur manasuka sepeti keterangan tempat, waktu, dan alat. Dengan demikian, kalimat tunggal tidak selalu dalam wujud yang pendek, tetapi juga dapat panjang seperti pada contoh berikut. 1. Dia akan pergi.
19
2. 3. 4. 5.
Kami mahasiswa Atma Jaya. Mereka akan membentuk kelompok belajar. Guru matematika kami akan dikirim ke luar negeri. Pekerjaan dia mengawasi semua narapidana di sini.
2. Kalimat Majemuk Kalimat majemuk adalah kalimat yang merupakan gabungan dari dua atau lebih kalimat tunggal. Hal itu berarti dalam kalimat majemuk terdapat lebih dari satu klausa. Kalimat majemuk dibagi dua bagian yaitu kalimat majemuk setara dan bertingkat.
1. Kalimat Majemuk Setara Kalimat majemuk setara mempunyai ciri (1) dibentuk dari dua atau lebih kalimat tunggal,
dan (2) kedudukan
tiap kalimat sederajat. Konjungtor
yang
menghubungkan klausa dalam kalimat majemuk setara jumlahnya cukup banyak. Konjungtor itu menunjuk beberapa jenis hubungan dan menjalankan beberapa fungsi. Untuk lebih jelasnya, di bawah ini dibuatkan tabel penghubung klausa dalam kalimat majemuk setara.
Tabel 2.3 Penghubung Klausa dalam Kalimat Majemuk Setara Jenis Hubungan
Fungsi
Kata penghubung
penjumlahan
menyatakan penjumlahan atau gabungan kegiatan, keadaan, peristiwa, dan proses
dan, serta, baik, maupun
pertentangan
menyatakan bahwa hal yang dinyatakan dalam klausa pertama bertentangan dengan klausa kedua
tetapi, sedangkan, bukannya, melainkan
pemilihan
menyatakan pilihan di antara dua kemungkinan
atau
20
urutan
menyatakan kejadian yang berurutan
lalu, kemudian
2. Kalimat Majemuk Bertingkat Kalimat majemuk bertingkat berbeda dengan kalimat majemuk setara. Perbedaannya terletak pada derajat klausa pembentukannya yang tidak setara karena klausa kedua merupakan perluasan dari klausa pertama. Konjungtor yang menghubungkan klausa kalimat majemuk bertingkat berbeda dengan konjungtor pada kalimat majemuk setara. Dalam tabel di bawah ini dapat dilihat jenis hubungan antarklausa dan konjungtor dalam kalimat majemuk bertingkat.
Tabel 2.4 Penghubung Klausa dalam Kalimat Majemuk Bertingkat No
Jenis Hubungan
Kata Penghubung
1.
Waktu
sejak, sedari, sewaktu, sementara, seraya, setelah, sambil, sehabis, sebelum, ketika, tatkala, hingga, sampai
2.
syarat
jika(lau), seandainya, andaikata, andaikan, asalkan, kalau, apabila, bilamana, manakala
3.
tujuan
agar, supaya, untuk, biar
4.
konsesif
walau(pun), meski(pun), sekali(pun), biar(pun), kendati(pun), sungguh(pun)
5.
pembandingan
seperti, bagaikan, laksana, daripada, alih-alaih, ibarat
6.
sebab/alasan
sebab, karena
7.
akibat/hasil
sehingga, sampai-sampai, maka
8.
cara/alat
dengan, tanpa
9.
kemiripan
seolah-olah, seakan-akan
10.
kenyataan
padahal, nyatanya
sebagaimana,
21
11.
penjelas/kelengkapan
bahwa
2.2.3.2 Kalimat Menurut Fungsinya Kalimat menurut fungsinya dibagi menjadi empat kalimat yaitu kalimat deklaratif, imperatif, interogatif, dan ekslamatif.
1. Kalimat Berita Kalimat berita (deklaratif) adalah kalimat yang dipakai oleh penutur atau penulis untuk memberitakan sesuatu. Dalam pemakaian bahasa bentuk kalimat berita umumnya digunakan oleh pembicara/penulis jika pada suatu saat kita mengetahui ada kecelakaan lalu lintas dan kemudian kita menyampaikan peristiwa itu kepada orang lain, maka kita dapat memberitahukan kejadian itu dengan menggunakan bermacam-macam bentuk kalimat berita. Contoh kalimat deklaratif adalah sebagi berikut. 1. 2. 3. 4. 5. Dari
Tadi pagi ada tabrakan mobil di dekat Monas. Saya lihat ada bus masuk Ciliwung tadi pagi. Waktu ke kantor, saya lihat ada jip menabrak becak sampai hancur. Saya ngeri lihat tabrakan antara bus PPD dan sedan Fiat tadi pagi. Tadi pagi ada sedan Fiat mulus yang ditabrak bus PPD. segi
bentuknya,
kalimat
di
atas
bermacam-macam.
Ada
yang
memperlihatkan inversi, ada yang berbentuk aktif, ada yang pasif, dan sebagainya. Akan tetapi, jika dilihat fungsi komunikasinya, maka kalimat di atas adalah sama, yakni semuanya merupakan kalimat berita. Dengan demikian, kalimat berita dapat bearupa bentuk apa saja, asalkan isinya merupakan pemberitaan. Dalam bentuk tulisnya, kalimat berita diakhirkan dengan tanda titik. Dalam bentuk lisan, suara berakhir dengan nada turun.
22
2. Kalimat Perintah Kalimat perintah (imperatif) dipakai jika penutur ingin menyuruh atau melarang orang berbuat sesuatu. Pada bahasa lisan kalimat ini berintonasi akhir menurun dan pada bahasa tulis kalimat ini diakhiri dengan tanda seru atau tanda titik. Perintah atau suruhan dan permintaan jika ditinjau dari isinya, dapat diperinci menjadi enam golongan: 1. Perintah atau suruhan biasa jika pembicara menyuruh lawan bicaranya berbuat sesuatu. 2. Perintah halus jika pembicara tampaknya tidak memerintah lagi, tetapi menyuruh mencoba atau mempersilahkan lawan bicara sudi berbuat sesuatu. 3. Permohonan jika pembicara, demi kepentingannya, minta lawan bicara berbuat sesuatu. 4. Ajakan dan harapan jika pembicara mengajak atau berharap lawan bicara berbuat sesuatu. 5. Larangan atau perintah negatif, jika pembicara menyuruh agar jangan dilakukan suatu. 6. Pembiaran jika pembicara minta agar jangan dilarang. Kalimat imperatif memiliki ciri formal seperti berikut. 1. Intonasi yang ditandai nada rendah di akhir tuturan, 2. Pemakaian partikel penegas, penghalus, dan kata tugas ajakan, harapan, permohonan, dan larangan, 3. Susunan inversi sehingga urutannya menjadi tidak selalu terungkap predikat-subjek jika diperlukan, dan
23
4. Pelaku tindakan selalu terungkap. Kalimat imperatif dapat diwujudkan sebagai berikut. 1. Kalimat yang terdiri atas predikat verbal dasar atau adjektiva, ataupun frasa preposional saja yang sifatnya taktransitif. 2. Kalimat lengkap yang berpredikat verbal taktransitif atau transitif. 3. Kalimat yang dimarkahi oleh berbagai kata tugas modalitas kalimat.
3. Kalimat Tanya Kalimat tanya (interogatif) adalah kalimat yang dipakai oleh penutur atau penulis untuk memperoleh informasi atau reaksi berupa jawaban yang diharapkan dari mitra komunikasinya. Kalimat tanya secara formal ditandai oleh kehadiran kata tanya seperti apa, siapa, berapa, kapan, dan bagaimana dengan atau tanpa partikel –kah sebagai penegas. Dalam kalimat tanya sering hadir pula kata di mana, kapan, dan yang mana. Kalimat tanya digunakan untuk meminta (1) jawaban “ya” atau “tidak” dan (2) informasi mengenai sesuatu atau seseorang dari lawan bicara atau pembaca. Pada bahasa lisan kalimat ini diakhiri dengan intonasi naik dan pada bahasa tulis, kalimat diakhiri dengan tanda tanya (?). Berikut contoh kalimat tanya. 1. Dia isteri Pak Bambang. Apa dia isteri Pak Bambang? 2. Pemerintah akan memungut pajak deposito. Apa pemerintah akan memungut pajak deposito? 3. Suaminya ditangkap minggu lalu. Apakah suaminya ditangkap minggu lalu? 4. Perbuatannya ketahuan isterinya. Apakah perbuatannya ketahuan isterinya?
24
4. Kalimat Seru Kalimat seru (ekslamatif) dipakai penutur untuk mengungkapkan perasaan emosi yang kuat, termasuk kejadian yang tiba-tiba dan memerlukan reaksi spontan. Kalimat seru secara formal ditandai oleh kata alangkah, betapa, atau bukan main pada kalimat berpredikat adjektival. Kalimat seru ini juga dinamakan kalimat interjeksi biasa digunakan untuk menyatakan perasaan kagum atau heran. Cara pembentukan kalimat ekslamatif dari kalimat deklaratif mengikuti langkah berikut. 1. Balikkan urutan unsur kalimat dari S-P menjadi P-S. 2. Tambahkan partikel –nya pada (adjektiva) P. 3. Tambahkan kata (seru) alangkah, bukan main, atau betapa di muka P jika dianggap perlu. Dengan menerapkan kaidah di atas, kita dapat membuat kalimat ekslamatif dari kalimat deklaratif seperti pada contoh berikut. 1. Pergaulan mereka bebas. 2. Bebas pergaulan mereka. Bebasnya pergaulan mereka! Alangkah bebasnya pergaulan mereka! Bukan main bebasnya pergaulan mereka! Betapa bebasnya pergaulan mereka!
(kaidah 1) (kaidah 2) (kaidah 3)
2.2.3.3 Kalimat Tak Lengkap Pada umumnya kalimat yang dibicarakan terdahulu merupakan kalimat tak lengkap. Pembicaraan ini terbatas pada kalimat tak lengkap yang juga disebut kalimat minor. Kalimat tak lengkap pada dasarnya adalah kalimat yang tidak ada subjek dan/atau predikatnya.
25
Perhatikan penggalan percakapan berikut. Amir : Kamu tinggal di mana Min? Amin : Di Kampung Melayu. Bentuk Di Kampung Melayu sebenarnya merupakan bagian dari bentuk kalimat lengkap Saya tinggal di Kampung Melayu. Di luar konteks wacana, Kalimat tak lengkap dapat digunakan dalam kalimat petunjuk, slogan, ucapan atau sapaan, dan grafiti. Perhatikan contoh berikut. 1. 2. 3. 4.
Menerima pegawai baru untuk di tempatkan di luar Jakarta. Belok kiri boleh langsung. Merdeka atau mati. Ibu.
Bentuk kalimat di atas itu tampaknya, secara berurutan, berasal dari contoh berikut. 1. Kami menerima pegawai baru untuk ditempatkan di luar Jakarta. 2. Yang akan berbelok kiri, boleh langsung berbelok. 3. Kita merdeka atau kita mati. Selain bentuk kalimat tak lengkap di atas, kita temukan pula ungkapan formula yang berdiri sendiri seperti kalimat. Perhatikan contoh berikut. 1. 2. 3. 4. 5. 6.
Selamat malam. Selamat hari ulang tahun. Apa kabar? Merdeka! Selamat jalan. Sampai jumpa lagi.
Bentuk kalimat di atas tidak mempunyai padanan bentuk lengkap.
26
2.2.3.4 Kalimat Inversi Kalimat inversi adalah kalimat yang Predikatnya mendahului Subjek sehingga terbentuk pola P-S. Selain merupakan variasi dari S-P, ternyata kalimat inversi dapat memberi penekanan atau ketegasan makna tertentu. Perhatikan kalimat yang berikut. 1. Ada tamu, Pak. 2. Ada kabar bahwa dia telah meninggal. 3. Ada seseorang yang mencari anda. Dari contoh di atas kita lihat bahwa verba ada terletak di muka nomina. Dengan kata lain, urutan fungsinya adalah predikat dulu, baru kemudian subjeknya. Tentu saja dua unsur wajib itu dapat pula diikuti oleh unsur lain seperti terlihat pada dua contoh terakhir di atas. Kalimat inversi, yakni kalimat yang urutannya terbalik, umumnya mensyaratkan subjek yang tak definit. 1. Ada tamu. Ada seorang tamu. 2. Ada pencuri di halaman. Ada seorang pencuri di halaman. 3. Ada tamu itu. Ada tamu tersebut. 4. Ada pencuri itu di halaman. Ada pencuri ini. Perlu diperhatikan bahwa ada juga dapat ditempatkan sesuai dengan urutan yang bisa, yakni sesudah subjek. Akan tetapi, urutan seperti itu mengandung makna yang berbeda. Dibandingkan kalimat yang berikut. 1. Ada buku di meja. 2. Buku itu ada di meja.
27
Pada kalimat (1) kita berbicara tentang adanya benda yang dinamakan buku dan benda itu terletak di meja. Jadi,buku yang dimaksud tidak bersifat difinit. Pada (2) kita mengacu ke benda yang telah diidentifikasi sebelumnya sebagai buku; dan buku itu ada di meja. Perbedaan kedua kalimat itu tampak pula pada wajib tidaknya verba. Pada kalimat (1) verbanya wajib hadir, sedangkan pada kalimat (2) verba itu dapat dihilangkan. Kalimat (1) kita terima, tetapi kalimat (2) kita tolak kecuali buku dipertetangkan dengan frasa nominal lain, seperti dalam konteks. 1. Buku itu di meja. 2. Koran di tempat tidur, buku di meja 2.2.4 Intonasi Kalimat Intonasi merupakan salah satu alat sintaksis yang sangat penting. Dalam bahasa Indonesia tampaknya intonasi ini (yang berupa tekanan, nada, atau tempo) tidak berlaku pada tataran fonologi dan morfologi; melainkan hanya berlaku pada tataran sintaksis. Sebuah klausa yang sama, artinya terdiri dari unsur segmental yang sama, dapat menjadi kalimat deklaratif atau kalimat interogatif hanya dengan mengubah intonasinya. Intonasi merupakan hal yang sangat penting di dalam sintaksis. Intonasi merupakan ciri utama yang membedakan kalimat dari sebuah klausa, sebab bisa dikatakan, klausa ditambah intonasi sama dengan kalimat. Jadi, kalimat intonasi dari sebuah kalimat ditanggalkan maka sisanya yang tinggal adalah klausa. Kalau konsituen dasar kalimat dapat diuraikan atas segmen-segmennya berdasarkan ciri morfologi dan sintaksis, maka intonasi juga dapat diuraikan atas ciri-cirinya yang berupa tekanan, tempo, dan nada. Tekanan adalah ciri-ciri
28
suprasegmental yang menyertai bunyi ujaran. Tempo adalah waktu yang dibutuhkan
untuk
melafalkan
suatu
arus
ujaran.
Nada
adalah
unsur
suprasegmental yang diukur berdasarkan kenyaringan suatu segmen dalam suatu arus ujaran. Kenyaringan ini terjadi karena getaran selaput suara (Chaer, 2012: 253-255).
2.3 Perkembangan Bahasa pada Anak Pada aspek perkembangan bahasa, kompetensi dan hasil yang diharapkan adalah anak mampu menggunakan bahasa sebagai pemahaman bahasa pasif dan dapat berkomunikasi secara efektif yang bermanfaat untuk berpikir dan belajar dengan baik. Perkembangan bahasa anak tidak saja dipengaruhi oleh perkembangan neurologis tetapi juga oleh perkembangan biologisnya.
Pada masa kanak-kanak awal, anak-anak mulai meninggalkan tahapan dua kata, mereka bergerak cepat menuju kombinasi tiga-empat-lima-kata. Peralihan dari kalimat-kalimat sederhana (yang mengekspresikan preposisi tunggal) menjadi kalimat-kalimat kompleks diawali antara usia dua hingga tiga tahun dan berlanjut hingga sekolah dasar (Bloom dalam Santrock, 2007: 360).
Anak-anak prasekolah mempelajari dan mengaplikasikan aturan-aturan sintaksis. Setelah melampaui masa pengucapan dua kata, anak menunjukan penguasaan aturan-aturan kompleks terkait bagaimana kata-kata harus disusun. Anak-anak sekitar usia empat hingga lima tahun belajar mengubah pola percakapan mereka sesuai situasi. (Santrock, 2007: 361-362).
29
2.3.1
Perkembangan Bahasa pada Anak Usia Dini
Pada aspek pengembangan bahasa, kompetensi dan hasil yang diharapkan adalah anak mampu menggunakan bahasa sebagai pemahaman bahasa pasif dan dapat berkomunikasi secara efektif yang bermanfaat untuk berpikir dan belajar dengan baik. Perkembangan bahasa anak tidak hanya dipengaruhi oleh perkembangan neurologis tetapi juga oleh perkembangan biologisnya. (Lennerberg dalam Yamin dkk, 2013: 104) mengatakan bahwa perkembangan bahasa seorang anak itu mengikuti dan sesui dengan jadwal perkembangan biologisnya yang tidak dapat ditawar-tawar. Seorang anak tidak dipaksa ataupun dipicu sekuat apapun untuk dapat mengujarkan atau mengucapkan sesuatu, bila saja kemampuan biologisnya belum memungkinkan untuk mengujarkan suatu kata. Sebaliknya, bila saja seorang anak secara biologis telah dapat mengucapkan atau mengujarkan sesuatu, maka dia tidak akan dapat dicegah atau ditahan untuk tidak mengujarkan atau mengucapkan.
Pemerolehan bahasa pada anak-anak merupakan salah satu prestasi manusia yang paling hebat dan menakjubkan, dimana kita bisa mengetahui bagaimana anakanak dapat berbicara, mengerti, dan menggunakan bahasa, tetapi sangat sedikit sekali yang kita ketahui bahwa pemerolehan bahasa sangat banyak ditentukan oleh interaksi rumit aspek-aspek kematangan biologis, kognitif, dan sosial. Pemerolehan bahasa anak dapat dikatakan mempunyai ciri khas kesinambungan, memiliki suatu rangkaian kesatuan yang bergerak dari satu kata sederhana menuju gabungan kata lebih rumit (sintaksis).
30
2.3.2 Faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Bahasa Anak Bahasa anak dapat berkembang cepat jika anak memiliki kemampuan dan didukung oleh lingkungan yang baik. Berikut ini ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi perkembangan bahasa pada anak usia dini. 1) Anak berada dalam lingkungan yang positif dan bebas dari tekanan. 2) Menunjukkan sikap dan minat yang tulus pada anak. 3) Menyampaikan pesan verbal diikuti dengan pesan nonverbal. 4) Dalam bercakap-cakap dengan anak, orang dewasa perlu menunjukkan ekspresi yang sesuai dengan ucapannya. Perlu diikuti gerakan, mimik muka, dan intonasi yang sesuai. 5) Melibatkan anak dalam komunikasi.
2.3.3
Tahap-tahap Perkembangan Bahasa
Menurut Vygosky ada tiga tahap perkembangan bahasa anak yang menentukan tingkat perkembangan berpikir. 1) Tahap eksternal yaitu tahap berpikir dengan sumber berpikir anak berasal dari luar dirinya. Sumber eksternal tersebut berasal dari orang dewasa yang memberikan pengarahan kepada anak dengan cara tertentu. 2) Tahap egosentris yaitu suatu tahap ketika pembicaraan orang dewasa tidak lagi menjadi persyaratan. Dengan suara khas, anak berbicara ssesuai dengan jalan pikirannya. 3) Tahap internal yaitu tahap ketika anak dapat menghayati proses berpikir, misalnya, seorang anak sedang menggambar seekor kucing. Pada tahap ini, anak memproses pikirannya sendiri, “apa yang harus dia gambar?”.
31
2.4 Pembelajaran Bahasa Indonesia di PAUD Pendidikan usia dini (PAUD) adalah merupakan upaya pembinaan yang ditujukan kepada anak sejak lahir sampai dengan usia enam tahun yang dilakukan melalui pemberian stimulus pendidikan untuk membantu perkembangan, pertumbuhan, baik jasmani maupun rohani sehingga anak memiliki kesiapan memasuki pendidikan yang lebih lanjut (UU No. 20 tahun 2003). Dalam pembelajaran di PAUD terdapat kurikulum yang dijabarkan ke dalam silabus. Kurikulum digunakan guru untuk mengetahui kegiatan-kegiatan siswa sesuai dengan perkembangan anak yang meliputi kognitif, sosial, emosional dan fisik yang memfokuskan pada pencapaian setiap langkah dalam pembelajaran. Kurikulum juga digunakan guru sebagai panduan mengenai kemampuan yang harus dicapai oleh anak yang sifatnya umum pada umur-umur tertentu. Kurikulum disusun berdasarkan pertimbangan-pertimbangan para ahli pendidikan untuk mencapai tujuan pendidikan. Dalam kurikulum PAUD berisi tentang standar kompetensi, kompetensi dasar, dan indikator.